Kamis, 22 Februari 2024

masa hindu budha

 






A. Perkembangan Agama Hindu 

Sejak ribuan tahun sebelum Masehi, di India telah berkembang kebudayaan besar di 

Lembah Sungai Indus. Dua pusat kebudayaan di daerah tersebut adalah ditemukannya dua kota 

kuno yakni di Mohenjodaro dan Harappa. Pengembang dua pusat kebudayaan tersebut adalah 

bangsa Dravida. Pada sekitar tahun 1500 SM, datanglah bangsa Arya dari Asia Tengah ke 

Lembah Sungai Indus.  

Bangsa Arya datang ke India dengan membawa pengaruh tulisan, bahasa, teknologi, dan 

juga kepercayaan. Kepercayaan bangsa Arya yang dibawa adalah Veda (Weda) yang setelah 

sampai di India melahirkan agama Hindu. Lahirnya agama Hindu ini merupakan bentuk 

percampuran kepercayaan antara bangsa Arya dengan bangsa Dravida. 

Agama Hindu bersifat politeisme, yaitu percaya kepada beberapa dewa. Tiga dewa utama 

yang dipuja oleh masyarakat Hindu adalah Dewa Brahmana (dewa pencipta), Dewa Wisnu (dewa 

pelindung), dan Dewa Syiwa (dewa pembinasa). Ketiga dewa itu dikenal dengan sebutan Trimurti. 

Kitab suci agama Hindu adalah Weda.  Kitab Weda ini terdiri atas empat bagian, yaitu; 

1. Reg-Weda, berisi puji-pujian terhadap dewa;  

2. Sama-Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci;  

3. Yazur-Weda, berisi mantra-mantra; dan 

4. Atharwa-Weda, berisi doa-doa untuk pengobatan. 

Disamping kitab Weda, ada juga kitab Brahmana dan Upanisad.  

Masyarakat Hindu terbagi dalam empat golongan  yang disebut kasta. Kasta-kasta 

tersebut adalah kasta Brahmana, kasta Ksatria, kasta Waisya, dan kasta Sudra. Di luar itu masih 

ada golongan masyarakat yang tidak termasuk dalam kasta, yaitu mereka yang masuk dalam 

kelompok Paria. Kasta Brahmana merupakan  kasta tertinggi.  

Kaum Brahmana bertugas menjalankan upacara-upacara keagamaan. Kasta Ksatria 

merupakan  kasta yang bertugas menjalankan pemerintahan. Golongan raja, bangsawan dan 

prajurit masuk dalam kelompok kasta Kstaria ini. Kasta Waisya merupakan kasta dari rakyat 

biasa, yaitu para petani dan pedagang. Adapun kasta Sudra adalah kasta  dari  golongan hamba 

sahaya atau para budak. Sementara itu, golongan Paria merupakan golongan yang tidak diterima 

dalam kasta masyarakat Hindu. 

 


B. Sejarah Agama Buddha 

Agama Budha muncul sekitar tahun 500 SM. Pada masa tersebut di India berkembang 

kerajaan-kerajaan  Hindu yang sangat besar, salah satunya dinasti Maurya. Dinasti ini memiliki  

raja yang sangat terkenal yakni Raja Ashoka Kemunculan agama Budhha tidak dapat dilepaskan 

dari tokoh Sidharta Gautama. Sidharta adalah putra raja Suddhodana dari Kerajaan Kapilawastu. 

Ajaran Budhha memang diajarkan oleh Sidhrata Gautama, sehingga beliau lebih dikenal dengan 

Budhha Gautama.  

Kitab Suci agama Buddha adalah Tripitaka,  yang artinya tiga keranjang. Kitab ini terdiri 

atas; 

- Vinayapitaka yang berisi aturan-aturan hidup,  

- Suttapitaka yang berisi pokok-pokok atau dasar memberi pelajaran, dan  

- Abdidharmapitaka  yang berisi falsafah agama.  

Setiap penganut budha diyuntut menjalankan Tridarma(tiga kebaktian): 

  Saya berlindung terhadap Budha 

  Saya belndung terhadapDharma 

  Saya berlindung terhadap Sanggha 

Terdapat  empat tempat utama yang dianggap  suci oleh umat Buddha. Tempat-tempat 

suci tersebut memiliki hubungan dengan Sidharta. Keempat tempat tersebut adalah Taman  

Lumbini, Bodh Gaya, Benares, dan Kusinegara. Taman Lumbini terletak di daerah  Kapilawastu, 

yaitu tempat kelahiran Sidharta. Bodh Gaya adalah tempat Shidarta menerima  penerangan 

agung. Benares, adalah tempat Sidharta pertama kali menyampaikan ajarannya. Kusinegara, 

adalah tempat wafatnya Sidharta. 

Hari Raya Umat Buddha adalah hari raya Waisyak. Hari raya ini dimeriahkan untuk 

memperingati Peristiwa  kelahiran, menerima penerangan agung, dan  kematian Sidharta yang 

terjadi pada tanggal yang bersamaan, yaitu waktu bulan purnama di bulan Mei. 

2. Persebaran Pengaruh Agama Hindu Buddha ke Indonesia 

Masuknya agama Hindu Budha ke Indonesia secara pasti belum diketahui. Tetapi pada 

tahun 400 M dipastikan agama Hindu Budha telah berkembang di Indonesia. Hal ini dibuktikan 

dengan penemuan prasasti pada Yupa di Kalimantan Timur. Prasasti tersebut menunjukkan 

bahwa telah berkembang kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dengan adanya kerajaan pada 

tahun 400 M, berarti agama Hindu Budha masuk ke Indonesia sebelum tahun tersebut.  

 

 

Siapa yang membawa kedua agama tersebut ke Indonesia? Terdapat beberapa pendapat 

atau teori tentang pembawa agama Hindu Budha ke Indonesia. Teori-teori itu adalah sebagai 

berikut . 

a. Teori Brahmana, menyatakan bahwa penyebaran pengaruh Hindu ke Indonesia dibawa kaum 

Brahmana.  

b. Teori ksatria, menyatakan bahwa penyebar pengaruh Hindu  ke Indonesia adalah orang-orang 

India yang berkasta ksatria. Di Indonesia mereka kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan 

serta menyebarkan agama Hindu. 

c. Teori Waisya, menyatakan bahwa penyebar agama Hindu ke Indonesia adalah orang-orang 

india yang berkasta Waisya. Para penyebaran pengaruh Hindu itu terdiri atas para pedagang 

dari India.  

d. Teori Arus Balik, menyatakan bahwa para penyebar pengaruh Hindu ke Indonesia adalah 

orang-orang Indonesia sendiri. Mereka mula-mula diundang atau datang sendiri ke India untuk 

belajar Hindu. Setelah mengusai ilmu tentang agama Hindu, mereka kemudian kembali ke 

Indonesia dan menyebarkan pengaruh Hindu di Indonesia.  

Keempat teori tentang penyebaran agama Hindu ke indonesia tersebut masing-masing 

memiliki kebenaran dan kelemahannya. Kaum Ksatria dan Waisya, tidak memiliki kemampuan 

menguasai Kitab Suci Weda. Sementara kaum Brahmana tidak dibebani untuk menyebarkan 

agama Hindu walaupun mereka dapat membaca kitab suci Weda. Kaum Brahmanapun memiliki 

pantangan menyeberangi laut. Yang paling mungkin adalah, orang-orang Indonesia datang 

belajar ke India untuk mempelajari agama Hindu, kemudian merekalah yang menyebarkan agama 

tersebut ke Indonesia. Penyebaran ini menjadi lebih efektif, karena orang-orang Indonesia jauh 

lebih memahami mengenai kondisi sosial, adat dan budaya negerinya sendiri. 

 

KERAJAAN AWAL HINDU-BUDHA 

 

1. Kerajaan Kutai  

Di daerah Muarakaman tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur berdirilah kerajaan 

pertama di Indonesia pada tahun 400 M. Kerajaan tersebut bernama kerajaan Kutai. Sungai 

Mahakam dapat dilayari dari pantai sampai masuk ke Muarakaman, sehingga baik untuk kegiatan 

perdagangan. Sungai yang cukup besar tersebut masih ramai oleh lalu lintas air sejak masa 

praaksara hingga sekarang.  

Para ahli arkheologi dan sejarah mempelajari peninggalan berupa bangunan batu. 

Bangunan tersebut disebut Yupa, yang berupa sebuah tugu peringatan. Artinya bangunan tugu 

tersebut didirikan sebagai tanda adanya suatu peristiwa penting misalnya upacara korban 

sedekah. Terdapat tujuh buah Yupa yang ditemukan di daerah tersebut. Apa keistimewaan yupa 

yang ditemukan di Kalimantan Timur tersebut? Pada salah satu Yupa, ditemukan prasasti. Dalam 

prasasti yupa terdapat tulisan dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Berdasar bentuk 

hurufnya para ahli yakin bahwa yupa dibuat sekitar abad ke-5 M. Dalam prasasti juga 

menyebutkan silsilah raja-raja Kutai. 

Salah satu dari yupa diterangkan bahwa Kudungga memiliki  putra bernama 

Aswawarman. Aswawarman memiliki  tiga anak dan yang terkenal adalah Mulawarman. 

Prasasti Yupa menunjukkan bahwa pendirian Yupa sebagai perintah Raja Mulawarman. Beliau 

dipastikan seorang Indonesia asli. Kudungga bukan pendiri kerajaan, tetapi anaknya yang 

bernama Aswawarman. Hal tersebut disebut dalam Wamsakerta atau pendiri keluarga. 

Diperkirakan Aswawarman-lah yang sudah menganut Hindu secara penuh sedang Kudungga 

belum.  

Raja Mulawarman sebagai raja terbesar di Kutai yang memeluk agama Hindu-Siwa. Beliau 

sangat dekat dengan kaum Brahmana dan rakyat, hal ini dibuktikan dengan pemberian sedekah 

untuk upacara keagamaan. Upacara korban sapi juga menunjukkan bahwa rakyat cukup hidup 

makmur, kehidupan keagamaan dijaga dengan baik, dan rakyat sangat mencintai rajanya. 

Kehidupan ekonomi masyarakat diperkirakan sebagian besar adalah sebagai petani dan 

pedagang. Masyarakat Kutai sebelumnya tidak mengenal kasta. Setelah agama Hindu masuk, 

maka mulailah pengaruh kasta masuk dalam lapisan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan 

upacara Vratyastoma oleh Kudungga. Vratyastoma, merupakan upacara penyucian diri untuk 

masuk pada kasta ksatria sesuai kedudukannya sebagai keluarga raja.  


Kelanjutan kerajaan Kutai setelah Mulawarman tidak menunjukkan tanda-tanda yang jelas. 

Namun periode setelah abad V M, berkembanglah kerajaan-kerajaan Hindu Budha di berbagai 

daerah lain Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pada fase selanjutnya agama Hindu Budha 

berkembang pesat di berbagai daerah Indonesia 

2.  Kerajaan Tarumanegara  

Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan, para ahli meyakini letak pusat Kerajaan 

Tarumanegara kira-kira di antara Sungai Citarum dan Cisadane. Dari namanya, Tarumanegara 

dari kata taruma, mungkin berkaitan dengan kata tarum yang artinya nila. Kata tarum dipakai 

sebagai nama sebuah sungai di Jawa Barat yakni Sungai Citarum. Kebanyakan ahli yakin 

kerajaan ini pusatnya dekat kota Bogor Jawa Barat. 

Apa saja bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara? Bukti-bukti sebagian besar berupa 

prasasti, terutama peninggalan raja terkenal Tarumanegara yang bernama Raja Purnawarman. 

Prasasti-prasasti tersebut antara lain prasasti Ciaruteun, prasasti Kebon Kopi, prasasti Tugu, 

Prasasti Lebak, prasasti Muara Cianten, dan prasasti Pasair Awi. Prasasti-prasasti itu umumnya 

bertulis huruf Pallawa dan menggunakan bahasa Sansekerta. 

1) Prasasti Ciaruteun 

Di dekat muara tepi Sungai Citarum,  ditemukan prasasti yang dipahat pada batu. Pada 

prasasti tersebut terdapat gambar sepasang telapak kaki Raja Purnawarman. Sepasang 

telapak kaki tersebut Raja Purnawarman diibaratkan sebagai telapak kaki Dewa Wisnu. 

 

2) Prasasti Kebon Kopi 

Prasasti Kebon Kopi terdapat di Kampung Muara Hilir, Kecamatan Cibung-bulang, Bogor. 

Pada prasasti ini ada pahatan gambar tapak kaki gajah yang disamakan dengan tapak 

kaki gajah Airawata (gajah kendaraan DewaWisnu). 

3) Prasasti Jambu 

Di sebuah perkebunan jambu, Bukit Koleangkok, kira-kira 30 km sebelah barat Bogor 

ditemukan pula prasasti. Karena ditemukan di perkebunan Jambu, sehingga dinamakan 

Prasasti Jambu. Disebutkan dalam prasasti bahwa Raja Purnawarman adalah raja yang 

gagah, pemimpin yang termasyhur, dan baju zirahnya tidak dapat ditembus senjata 

musuh. Prasasti ini menggambarkan bagaimana kebesaran Raja Purnawarman. 

4) Prasasti Tugu 

Ternyata prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara menyebar di berbagai tempat. 

Salah satunya adalah prasasti yang ditemukan di Desa Tugu, Cilincing, Jakarta. Prasasti 

 

 

ini diberi nama Prasasti Tugu, yang menerangkan tentang penggalian saluran Gomati dan 

Sungai Candrabhaga. Mengenai nama Candrabhaga, Purbacaraka mengartikan candra 

sama dengan bulan sama dengan sasi. Jadi, Candrabhaga menjadi sasibhaga dan 

kemudian menjadi Bhagasasi kemudian menjadi bagasi, akhirnya menjadi menjadi 

Bekasi. 

Prasasti ini sangat penting artinya, karena menunjukkan keseriusan Kerajaan 

Tarumanegara dalam mengembangkan pertanian. Penggalian Sungai Gomati 

menggambarkan bahwa teknologi pertanian dikembangkan sangat maju. Kerajaan 

Tarumanegara telah mengenal sistem irigasi. Selain itu juga menunjukkan bahwa 

keberadaan sungai dapat digunakan untuk transportasi air dan perikanan.  

5) Prasasti Pasir Awi 

Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Bogor. 

6)  Prasasti Muara Cianten 

Prasasti Muara Cianten ditemukan di daerah Bogor. 

7) Prasasti Lebak 

Prasasti Lebak ditemukan di tepi Sungai Cidanghiang, Kecamatan Muncul, Banten Selatan. 

Prasasti ini menerangkan tentang keperwiraan, keagungan, dan keberanian 

Purnawarman sebagai raja dunia. 

Prasasti-prasasti di atas menunjukkan kebesaran Kerajaan Tarumanegara sebagai 

kerajaan pengaruh Hindu Budha di Jawa. Dapat dikatakan bahwa Tarumanegara merupakan 

kerajaan Hindu Budha terbesar pertama di Jawa.  

Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara ternyata juga didapat dari berita musafir China 

yang bernama Fa-Hien. Musafir yang datang di Jawa pada tahun 414 M membuat catatan  

tentang adanya Kerajaan To-lo-mo. atau Taruma.  Istilah To-lo-mo ini tentu dimaksudkan pada 

kerajaan Tarumanegara.  

Dalam kehidupan keagamaan berdasarkan berita dari  Fa-Hien, di Tolomo ada tiga agama, 

yakni agama Hindu, agama Budha dan agama nenek moyang (kepercayaan animisime). Raja 

memeluk agama Hindu, yang diperkuat dengan adanya gambar tapak kaki raja pada prasasti 

Ciaruteun yang diibaratkan tapak kaki Dewa Wisnu.  Adanya dua agama dan kepercayaan 

tersebut menunjukkan bahwa sikap toleransi telah dijunjung tinggi. Inilah nilai-nilai asli bangsa 

Indonesia. Bangsa yang agamis, namun tetap menghormati kepercayaan orang lain. Hal ini 

sangat wajar, mengingat agama adalah hak asasi manusia. 

 

 

Perkembangan kerajaan Tarumanegara masih dapat diketahui sampai dengan abad ke-7M. 

Pada masa tersebut Tarumanegara mengirim utusan ke Cina. Selain menjalin hubungan dagang, 

tentu untuk menjalin hubungan keagamaan. Perlu diingat bahwa pada masa tersebut China telah 

berkembang agama Budha yang sangat pesat. Akan tetapi dalam perkembangan setelah abad VII 

tidak ada keterangan yang jelas. Hanya saja pada masa selanjutnya berkembang kerajaan-

kerajaan lain seperti  Pajajaran di Jawa Barat dan Mataram di Jawa Tengah. 

 

3.  Kerajaan Kaling 

Kerajaan Kaling atau Holing, diperkirakan terletak di Jawa Tengah. Hal ini didasarkan 

bahwa berita China tersebut menyebutkan bahwa di sebelah timur Kaling ada Po-li (Bali 

sekarang), di sebelah barat Kaling terdapat To-po-Teng (Sumatra), sedangkan di sebelah utara 

Kaling terdapat Chen-la (Kamboja) dan sebelah selatan berbatasan dengan samudera.  

Ada juga yang menghubungkan letak Kaling berada di Kabupaten Jepara. Hal ini 

dihubungkan dengan adanya sebuah nama tempat di wilayah Jepara yakni Keling. Keling saat ini 

merupakan nama Kecamatan Keling, sebelah utara Gunung Muria, Jepara, Jawa Tengah. Namun 

demikian belum ditemukan secara tegas bahwa Keling memiliki  hubungan dengan kerajaan 

Kaling. 

Sumber utama mengenai Kerajaan Kaling adalah berita Cina, yaitu berita dari Dinasti Tang. 

Berita inilah yang menggambarkan bagaimana pemerintahan Ratu Sima di Kaling. Sumber 

sejarah lainnya adalah Prasasti Tuk Mas yang ditemukan di lereng Gunung Merbabu. Melalui 

berita Cina  dan Prasasti Tuk Mas tersebut, banyak hal dapat kita ketahui tentang perkembangan 

Kerajaan Kaling dan kehidupan masyarakatnya.  

 

Menurut berita Cina raja terkenal Kerajaan Kaling adalah Ratu Sima yang memerintah 

sekitar tahun 674 M. Ratu Sima merupakan raja yang tegas, jujur, dan sangat bijaksana. Hukum 

dilaksanakan dengan tegas dan seadil-adilnya. Rakyat patuh terhadap semua ketentuan yang 

berlaku. Disebutkan bahwa pada masa Ratu Sima, kehidupan sangat aman dan tenteram. 

Kejahatan sangat minim, karena kerajaan menerapkan hukum tanpa pandang bulu. 

Di Kerajaan Keling, Agama Budha berkembang pesat. Bahkan pendeta Cina bernama Hwi-

ning pernah datang di Kaling dan tinggal selama tiga tahun untuk menerjemahkan kitab suci 

agama Budha Hinayana ke dalam bahasa Cina. Dalam usaha menerjemahkan kitab itu Hwi-ning 

dibantu oleh seorang pendeta Kaling bernama Jnanabadra. 

 

 

Selain bermata pencaharian bertani, penduduk juga melakukan perdagangan. Kehidupan 

yang sangat makmur tersebut sangat wajar, mengingat Jawa Tengah merupakan pusat hamparan 

tanah subur. Beberapa gunung berapi di Jawa Tengah sebagai penyeimbang kesuburan utama 

untuk tanah pertanian dan perkebunan.  

Perkembangan Kerajaan Kaling selanjutnya kurang jelas. Belum ditemukan sumber sejarah 

yang secara tegas meriwayatkan perjalanan Kerajaan Kaling sampai akhir. Namun pada periode 

selanjutnya kita akan menemukan beberapa Kerajaan Hindu Budha lainnya di Jawa Tengah. 


PERKEMBANGAN KERAJAAN HINDU BUDHA 

DI INDONESIA 

1. Kerajaan Mataram  

Di Jawa Tengah pernah berkembang kerajaan besar pada masa Hindu Buddha. Namanya 

lebih dikenal dengan Mataram kuno. Nama Mataram kuno digunakan untuk menunjuk Kerajaan 

Mataram pada masa pengaruh Hindu Budha. Sebab pada perkembangan selanjutnya muncul 

Kerajaan Mataram yang juga berlokasi di Jawa Tengah juga. Namun kerajaan yang muncul 

kemudian ini merupakan kerajaan Mataram yang bercorak Islam.  

Bukti apa saja yang menunjukkan sejarah kerajaan Mataram kuno? 

1) Prasasli Canggal, berangka tahun 732 M yang ditulis dengan  huruf Palawa dan bahasa 

Sanskerta. Prasasti ini berisi tentang asal-usul Dinasti Sanjaya dan pembangunan sebuah 

lingga di Bukit Stirangga 

2) Prasasti Kalasan, berangka tahun 778 M,  berhuruf Pranagari dan bahasa Sanskerta. 

3) Prasasli Klurak, berangka tahun 782 M, ditemukan di daerah Prambanan. Isinya tentang 

pembuatan arca Manjusri yang terletak di sebelah utara Prambanan.  

4) Prasasti Kedu atau Prasasti Balitung, berangka tahun 907 M. Isinya tentang silsilah raja-raja 

keturunan Sanjaya. 

Di samping beberapa prasasti tersebut, sumber sejarah untuk Kerajaan Mataram Kuno, 

juga berasal dari berita Cina. Siapa saja yang memerintah Kerajaan Mataram kuno? Bagaimana 

perkembangan kerajaan ini? Berikut ini kita akan mengkaji beberapa pemerintahan di Kerajaan 

Mataram kuno. 

1) Pemerintahan Sanjaya  

Pada tahun 717-780, Raja Sanjaya mulai memerintah Kerajaan Mataram. Bukti sejarah 

yang menunjuk tentang Raja Sanjaya adalah melalui prasasti Canggal.   Sanjaya adalah 

keturunan dinastyi Syailendra.  

Raja Sanjaya berhasil menaklukkan beberapa kerajaan kecil yang pada masa pemrintahan 

Sanna melepaskan diri. Sanjaya ternyata seorang raja yang memperhatikan perkembangan 

agama. Hal ini dibuktikan dengan pendirian bangunan suci oleh Raja Sanjaya pada tahun 732 

M . Bangunan suci tersebut sebagai tempat pemujaan, yakni berupa lingga yang berada di 

atas Gunung Wukir (Bukit Stirangga), kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Perhatian raja yang 

besar terhadap keagamaan ini juga menunjukkan bahwa rakyat Mataram merupakan rakyat 

yang taat beragama. Sebab sikap baik raja, biasanya merupakan cerminan sikap baik 

rakyatnya. 

2) Pemerintahan Rakai Panangkaran 

Setelah digantikan putranya yang bernama Rakai Panangkaran. Pada masa pemerintahan 

Panangkaran, bukan hanya agama Hindu saja yang berkembang. Beliau adalah raja yang juga 

memperhatikan perkembangan agama Budha. Sebagai bukti adalah dengan didirikannya 

bangunan-bangunan suci agama Budha. Sebagai contoh adalah  candi Kalasan dan arca 

Manjusri. Kamu masih dapat melihat keberadaan Candi Kalasan yang terletak di Kecamatan 

Kalasan Kabupaten Sleman DIY. Pada masa Panangkaran, kekuasaan Mataram bertambah 

luas.  

 

3) Perpecahan Dinasti Syailendra 

Pada masa Sanjaya agama Hindu merupakan agama keluarga raja. Namun pada masa 

Panangkaran agama Budha menjadi agama kerajaan. Hal inilah yang mendorong terjadinya 

perpecahan dalam keluarga Dinasti Syailendra.  

Wilayah Mataram akhirnya dibagi menjadi dua. Dengan demikian Keluarga Syailendra 

terbagi menjadi dua. Keluarga yang menganut agama Hindu mengembangkan kekuasaan di 

daerah Jawa Tengah bagian utara. Sementara keluarga yang beragama Budha dan berkuasa 

di daerah Jawa Tengah bagian selatan. Upaya untuk menyatukan dua keluarga terus 

diupayakan dan berhasil. Penyatuan ditandai dengan terjadinya perkawinan antara dua 

keluarga. Rakai Pikatan, dari keluarga yang beragama Hindu, menikah dengan 

Pramudawardani, putri dari Samarotungga yang beragama Budha.  Balaputradewa adalah 

keturunan yang menentang Pikatan. Setelag Samarotungga wafat terjadilah perebutan 

kekuasaan antara Pikatan dengan Balaputradewa. Balaputradewa mengalami kekalahan dan 

menyingkir ke Sumatera.  

 

4) Masa Kebesaran Mataram 

Bagaimana kelanjutan Kerajaan Mataram setelah Rakai Pikatan? Pada tahun 856 M 

Kayuwangi atau Dyah Lokapala menggantikan Pikatan. Salah satu raja terkenal dan terbesar 

Mataram adalah Raja Balitung(898 - 911 M ) dengan gelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah 

Balitung Sri Dharmadya Mahasambu.  Salah satu kebesarannya dibuktikan dengan bangunan 

candi yang sangat besar dan indah. Candi tersebut tidak asing bagi kalian, yakni Candi 

Prambanan  

 

 

d. Keruntuhan Mataram 

Dengan semakin berkembangnya kerajaan Sriwijaya Mataram mengalami penurunan. 

Keruntuhan Mataram juga dihubungkan dengan faktor alam. Pada awal abad XI, gunung Merapi 

meletus dengan dahsyat. Letusan Gunung Merapi diperkirakan banyak mengubur berbagai 

bangunan penting kerajaan Mataram. Selain itu berbagai penyakit dan kegagalan pertanian 

mendorong para tokoh Kerajaan Mataram untuk memindahkan kerajaan. Karena itulah akhirnya 

dinasti Mataram melakukan perpindahan tempat ke Jawa Timur. Di Jawa Timur keluarga ini 

membentuk keluarga Isyana (Wangsa Isyana).  Bagaimana perkembangan Wangsa Isyana, akan 

kita pelajari pada bagian selanjutnya. 

 

3. Kerajaan Sriwijaya 

Tengoklah kembali silsilah kerajaan Mataram di bagian atas. Perhatikan posisi 

Balaputradewa. Balaputradewa kalah dalam konflik di Mataram, sehingga menyingkir ke 

Sumatera. Di Sumatera Balaputradewa menjadi salah satu tokoh penting dalam kerajaan besar 

yakni Sriwijaya. Bagaimana perkembangan kerajaan Sriwijaya dan peranan Balaputradewa? Mari 

kita simak melalui uraian di bawah ini! 

a. Munculnya Kerajaan Sriwijaya 

Menurut berbagai sumber sejarah, pada sekitar abad ke-7, di pantai Sumatra Timur telah 

berkembang berbagai kerajaan. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain Tulangbawang, 

Melayu, dan Sriwijaya. Sriwijaya merupakan kerajaan yang berhasil berkembang mencapai 

kejayaan. Pada tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan ekspansi ke daerah sekitar Melayu.  

 

b. Letak Kerajaan Sriwijaya 

Di mana letak Kerajaan Sriwijaya? Belum ditemukan secara pasti di mana persisnya letak 

istana Kerajaan Sriwijaya. Sebagian ahli sejarah mengatakan pusat Kerajaan Sriwijaya di 

Palembang, namun ada pula yang berpendapat di Jambi, bahkan ada yang berpendapat di luar 

Indonesia. Pendapat yang banyak didukung oleh para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya adalah di 

Palembang, di dekat pantai dan di tepi Sungai Musi.  

c. Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya 

Sebagaimana halnya kerajaan-kerajaan Hindu Budha lainnya, prasasti merupakan salah 

satu sumber sejarah utama. Prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya sebagian besar 

ditulis dengan huruf Pallawa. Bahasa yang dipakai Melayu Kuno. Berikut ini beberapa prasasti 

yang memiliki  hubungan dengan Kerajaan Sriwijaya. 

 

 

1) Prasasti Kedukan Bukit 

Ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang yang berangka tahun 605 Saka atau 683 

M. Prasasti ini menerangkan bahwa adanya seorang bernama Dapunta Hyang mengadakan 

perjalanan suci (siddhayatra).  Dapunta Hyang melakukan perjalanan dengan perahu dari 

Minangatamwan bersama tentara 20.000 personil. 

2) Prasasti Talang Tuo 

Ditemukan di sebelah barat Kota Palembang di daerah Talang Tuo yang berangka tahun 606 

Saka (684 M). Prasasti ini menyebutkan tentang pembangunan sebuah taman yang disebut 

Sriksetra. Taman ini dibuat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga. 

3) Prasasti Telaga Batu 

Prasasti Telaga Batu ditemukan di Palembang. Prasasti ini tidak berangka tahun. Isi prasasti 

terutama tentang kutukan-kutukan yang menakutkan bagi mereka yang berbuat kejahatan.  

4) Prasasti Kota Kapur 

Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka. Prasasti ini berangka tahun 608 Saka (686 

M). Isi prasasti terutama permintaan kepada para dewa untuk menjaga kedatuan Sriwijaya, 

dan menghukum setiap orang yang bermaksud jahat. 

5) Prasasti Karang Berahi 

Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi. Prasasti ini berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi 

Prasasti sama dengan isi Prasasti Kota Kapur. 

Beberapa prasasti yang lain, yakni Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda. Prasasti Ligor 

berangka tahun 775 M ditemukan di Ligor, Semenanjung Melayu. Prasasti Nalanda ditemukan di 

Nalanda, India Timur. Di samping prasasti-prasasti tersebut, sumber sejarah Sriwijaya yang 

penting adalah berita Cina. Misalnya, berita dari I-tshing yang pernah tinggal di Sriwijaya. 

c. Perkembangan Kerajaan Sriwijaya 

1) Sebagai Negara Maritim 

Prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo pada abad ke-7, menyebut Dapunta Hyang 

melakukan usaha perluasan daerah. Bebrapa daerah seperti Tulang-Bawang (Lampung), Kedah 

(Semenanjung Melayu), Pulau Bangka, Daerah Jambi, bahkan sampai Tanah Genting Kra. 

Dengan demikian Sriwijaya memiliki  kekuasaan sampai di negeri Malaysia pada saat ini. 

Tetapi usaha Sriwijaya menaklukkan Jawa tidak berhasil. 

Balaputradewa adalah putra dari Raja Samarotungga dengan Dewi Tara.  Ia memerintah 

sekitar abad ke-9 M. Wilayah kekuasaan Sriwijaya  antara lain Sumatra dan pulau-pulau sekitar 

Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, sebagian Kalimantan, Semenanjung Melayu, dan hampir 

 

 

seluruh perairan Nusantara. Itulah sebabnya, Sriwijaya kemudian dikenal sebagai negara 

nasional yang pertama. 

 

Sriwijaya adalah negara Maritim, sehingga daerah kekuasaannya sebagian besar adalah 

wilayah pantai. Sebagai kerajaan Maritim, Sriwijaya membentuk armada angkatan laut yang kuat.  

 

2) Sriwijaya sebagai Pusat Studi Agama Buddha 

Sriwijaya menjadi pusat studi agama Budha Mahayana di seluruh wilayah Asia Tenggara. 

Raja Balaputradewa menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Benggala dari India Raja Dewapala 

Dewa. Raja ini menghadiahkan sebidang tanah kepada Balaputradewa untuk pendirian sebuah 

asrama bagi para pelajar dan mahasiswa yang sedang belajar di Nalanda.   

Sriwijaya menjadi salah satu pusat pendidikan di Asia Tenggara. Hal ini dibuktikan bahwa 

banyak mahasiswa asing yang juga belajar di Sriwijaya. Mahasiswa yang ingin belajar ke India, 

biasanya mampir ke Sriwijaya terlebih dahulu untuk belajar Bahasa Sanskerta. Para mahasiswa 

tersebut umumnya berasal dari Asia Timur. 

Bukti tentang cerita di atas adalah berita I-tsing, yang menyebutkan bahwa di Sriwijaya 

tinggal ribuan pendeta dan pelajar (mahasiswa) agama Budha. Salah seorang pendeta Budha 

yang terkenal adalah Sakyakirti.  

d. Keruntuhan Sriwijaya 

Terdapat beberapa penyebab kemunduran Kerajaan Sriwijaya, di antaranya:  

a) Perubahan kondisi alam. Pusat kerajaan  Sriwijaya semakin jauh dari pantai akibat 

pengendapan lumpur. Pendangkalan Sungai Musi yang terus menyebabkan air laut semakin 

jauh karena terbentuknya daratan-daratan baru.  

b) Mundurnya angkatan laut, sehingga banyak daerah kekuasaan melepaskan diri. 

c) Beberapa kali Sriwijaya mendapat serangan dari kerajaan lain. Tahun 1017 M Sriwijaya 

mendapat serangan dari Raja Rajendracola dari Colamandala. Tahun 1025 serangan itu 

diulangi, sehingga Raja Sriwijaya Sri Sanggramawijayattunggawarman ditahan oleh pihak 

Kerajaan Colamandala. Tahun 1275, Raja Kertanegara dari Singasari melakukan ekspedisi 

Pamalayu. Hal itu menyebabkan daerah Melayu lepas dari kekuasaan Sriwijaya. Tahun 1377 

armada angkatan laut Majapahit menyerang Sriwijaya. Serangan ini mengakhiri riwayat 

Kerajaan Sriwijaya. 

 

4. Kekuasaan Keluarga Isyana 

Masih ingat masa akhir Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Mpu Sendok 

memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur. Bagaimana setelah pusat kerajaan pindah ke 

Jawa Timur? Ternyata di Jawa Timur keluarga atau wangsa Isyana berhasil mengembangkan 

kerajaan menjadi besar. 

Mpu Sendok adalah menantu Raja Wawa. Wawa merupakan raja terakhir Kerajaan 

Mataram. Mpu Sendok membentuk keluarga baru yang disebut Keluarga Isyana (Wangsa Isyana) 

di Jawa Timur. Ia sebagai raja pertama Dinasti Isyana yang bergelar Sri Isyana 

Wikramadharmatunggadewa. Pemerintahannya berlangsung dari tahun 929 sampai 947 M 

a. Awal Kekuasaan Wangsa Isyana 

. Keluarga Isyana memusatkan pemerintahan di Tamwlang, dekat Kabupaten Jombang. Di  

Mpu Sendok kemudian berhasil memperluas kekuasaan meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan 

Bali 

Mpu Sendok melakukan beberapa usaha penting antara lain sebagai berikut. 

1) Mengembangkan bidang pertanian dengan memperluas irigasi dan lahan pertanian.  

2) Memajukan bidang agama. Mpu Sendok membangun candi-candi seperti Candi Gunung 

Gangsir dan Sanggariti.  

3) Untuk mendukung kemajuan agama dan sastra, ditulis buku suci agama Budha Sang Hyang 

Kamahayanikan. Karya ini juga menunjukkan bahwa Mpu Sendok sangat toleran. Sebab 

beliau menganut agama Hindu. 

b. Makutawangsawardana 

Pengganti Mpu Sendok adalah anak perempuannya bernama Sri Isyanatunggawijaya. 

Isyanatunggawijaya memiliki  putra yang bernama Makutawangsawardana. 

Makutawangsawardana menggantikan  Isyanatunggawijaya sebagai raja.  

 Makutawangsawardana memiliki  putri bernama Mahendradata yang sering disebut dengan 

Gunapriyadarmapatni. Mahendradata kawin dengan pangeran dari Bali bernama Udayana. 

Pasangan inilah yang kemudian menurunkan Airlangga. Kelak Airlangga akan menjadi salah satu 

tokoh raja yang sangat terkenal.  Pengganti Makutawangsawardana  adalah Darmawangsa (anak 

laki-laki Makutawangsawardana).  

 

c. Darmawangsa 

Darmawangsa (memerintah 991 - 1017 M) memiliki cita-cita menguasai pelayaran 

Nusantara. Tetapi pada tahun 1017 terjadi peristiwa yang sangat memukul kerajaan. Istana 

Darmawangsa diserbu oleh Raja Wura Wari menyebabkan  Darmawangsa terbunuh.  

Waktu itu Darmawangsa sedang menikahkan putrinya dengan Airlangga. Beruntung 

Airlangga beserta istrinya berhasil meloloskan diri dan bersembunyi ke dalam hutan. Peristiwa 

penyerbuan Raja Wura Wari hingga menyebabkan Darmawangsa meninggal tersebut disebut 

peristiwa Pralaya. Peristiwa ini benar-benar memukul cita-cita Darmawangsa untuk membesarkan 

kerajaan. 

 

d. Airlangga 

Siapakah Airlangga? Beliau putera Raja Udayana dari Bali. Setelah pralaya, selama kurang 

lebih dua tahun, Airlangga hidup di tengah hutan.  Pada tahun 1019 itu juga Airlangga dinobatkan 

sebagai raja oleh para pendeta. Airlangga membangun pusat pemerintahannya di Kahuripan. 

Narotama diangkat sebagai patih kerajaan. 

Dengan dukungan rakyat Airlangga terus menghimpun  kekuatan.  Daerah atau kerajaan-

kerajaan  yang dulu di bawah kekuasaan Darmawangsa, satu persatu dapat dikuasai kembali. 

Tahun 1033 Wura-Wari berhasil ditundukkan. Wilayah kekuasaan Airlangga semakin luas meliputi 

Jawa Timur, sebagaian Jawa Tengah, dan sebagian Pulau Bali.  Airlangga memerintah pada 

tahun 1019 - 1049 M. Kerajaannya kemudian disebut Kahuripan. 

 Airlangga berusaha memajukan perekonomian rakyatnya. Usaha-usaha pembangunan 

bagi kesejahteraan rakyatnya antara lain sebagai berikut. 

1) Bidang Ekonomi,  memajukan pertanian dengan  irigasi melalui pembangunan bendungan 

Waringin Sapta.   

2) Seni Sastra 

Kitab Arjunawiwaha yang ditulis oleh Mpu Kanwa pada tahun 1035 M. Isi kitab ini merupakan 

kiasan dari kehidupan Airlangga yang digambarkan dengan cerita Arjuna yang mendapat 

senjata dari Dewa Syiwa setelah bertapa.  

3) Agama. 

Airlangga membangun asrama untuk para pendeta. Ia juga membangun pertapaan di 

Pucangan, di lereng Gunung Penanggungan.  Airlangga memiliki seorang putri yang bernama 

Sanggrarnawijaya. Putri dari permaesuri yang seharusnya memiliki hak untuk memegang tahta 

sepeninggal Airlangga ternyata menolak kedudukan. Sanggrarnawijaya memilih menjadi 

 

 

pertapa. Untuk itu, Airlangga membangun pertapaan di Pucangan, di lereng Gunung 

Penanggungan. Setelah menjadi pertapa, Sanggramawijaya dikenal dengan nama Kilisuci. 

Perebutan tahta kerajaan justru terjadi antara dua putra Airlangga dari selirnya. Kedua 

putranya adalah Samarawijaya dan Panji Garasakan. Karena pertentangan inilah, akhirnya 

kerajaan Kahuripan dibagi menjadi dua tahun 1041 M oleh Empu Bharada. Kerajaan dibagi dua 

dengan batas Sungai Brantas dan Gunung Kawi. Pembagian wilayah kerajaan itu sebagai berikut. 

1) Panjalu atau Kediri, dengan pusatnya di Daha, diberikan kepada Samarawijaya. Daerah ini 

antara lain meliputi Kediri dan Madiun. 

2) Jenggala dengan pusatnya di Kahuripan, diberikan kepada Panji Garasakan. Daerah ini 

meliputi Malang, Delta Sungai Brantas, pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruan. 

Dengan telah dibaginya kerajaan Kahuripan menjadi dua, maka berkembanglah dua kerajaan 

yakni Kediri dan Jenggala. Bagaimana kelanjutan kedua kerajaan tersebut 

5. Kerajaan Kediri 

Munculnya Kerajaan Kediri erat kaitannya dengan kelanjutan Kerajaan Panjalu dan 

Jenggala. Panjalu di bawah Samarawijaya dan Jenggala di bawah Panji Garasakan terjadi konflik. 

Akhirnya pada tahun 1052 terjadilah pertempuran antara kedua kerajaan. Kerajaan Jenggala 

memenangkan pertempuran. Selanjutnya Panjalu dan Jenggala di bawah pemerintahan Panji 

Garasakan (raja Jenggala). Perkembangan berikutnya Kerajaan ini lebih dikenal dengan nama 

Kerajaan Kediri dengan ibu kotanya di Daha. 

 

a. Raja-Raja Kediri 

Raja terkenal Kediri adalah Raja Jayabaya yang memerintah mulai tahun 1135-1157.  

Jayabaya terkenal dengan berbagai ramalannya yang sampai saat ini masih dipercayai oleh 

sebagian masyarakat.  

Selain ramalannya, kebesaran Jayabaya juga diwarnai terbitnya kibat gubahan. Kitab 

tersebut adalah Baratayuda yang digubah oleh Empu Sedah  yang dilanjutkan oleh Empu 

Panuluh.  Beberapa raja setelah Jayabaya dapat dilihat pada daftar di bawah ini. 

1) Sarweswara (1159 - 1169). 

2) Sri Ayeswara (1169 - 117 1). 

3) Sri Gandra (1181 - 1182). 

4) Kameswara (1182 - 1185).  

5) Kertajaya (1185 - 1222). 

 

b. Kemajuan kerajaan 

Jayabaya adalah raja yang cukup berhasil membawa Kerajaan Kediri dalam kemajuan. 

Kerajaan semakin teratur, rakyat hidup makmur.  Kediri juga memiliki armada laut  bahkan telah 

ada Senopati Sarwajala (panglima angkatan laut).  Pajak telah diberlakukan dengan sistem pajak 

in natura, berupa penyerahan sebagian hasil buminya kepada pemerintah. 

Salah atu simbol kemajuan suatu negara adalah kemajuan perkembangan kesenian dan 

kesusasteraan. Seni sebagai nilai estetika akan menjadikan simbol telah terpenuhinya kebutuhan 

primer suatu kelompok atau masysrakat. Bagaimana dengan perkembangan seni dan 

kesusasteraan di Kerajaan Kediri? Selain wayang Panji, di Kediri juga berkembang beberapa hasil 

kesusasteraan berikut ini. 

1) Kitab Baratayuda 

Kamu masih ingat perang Panjalu dan Jenggala? Perang tersebut adalah perang saudara, 

karena kedua rajanya berasal dari satu keturunan. Pada masa pemerintahan Jayabaya, 

lahirlah sebuah kitab yang dikenal Kitab Baratayuda . Kitab ini menggambarkan perang 

Pandawa dan Kurawa yang tercermin dalam perang Panjalu dan Jenggala. 

2) Kitab Kresnayana 

Kitab Kresnayana ditulis oleh Empu Triguna pada zarnan Raja Jayaswara. Isinya mengenai 

perkawinan antara Kresna dan Dewi Rukmini. 

3) Kitab Smradahana 

Kitab Smaradahana ditulis oleh Empu Darmaja. Isinya menceritakan tentang sepasang suami 

istri, Smara dan Rati yang menggoda Dewa Syiwa yang sedang bertapa. Smara dan Rati kena 

kutuk dan mati terbakar oleh api (dahana) karena kesaktian Dewa Syiwa. Akan tetapi, kedua 

suami istri itu dihidupkan lagi dan menjema sebagai Kameswara dan permaisurinya. 

4) Kitab Lubdaka 

Kitab Lubdaka ditulis oleh Empu Tanakung. Isinya tentang seorang pemburu bernama 

Lubdaka. Ia sudah banyak membunuh. Pada suatu ketika ia mengadakan pemujaan yang 

istimewa terhadap Syiwa, sehingga rohnya yang semestinya masuk neraka akhirnya masuk 

surga. 

 

Kerajaan Kediri akhirnya mengalami keruntuhan. Kertajaya atau Dandang Gendis 

merupakan raja terakhir. Terjadi pertentangan antara Kertajaya dengan para pendeta atau kaum 

brahmana. Kertajaya dianggap sombong dan berani melanggar adat.  

 

Akibat dari pertentangan tersebut, muncullah tokoh Ken Arok. Pada awalnya, menurut 

cerita, Ken Arok hanyalah rakyat biasa. Namun ia mendapat keistimewaan yang luar biasa. Dari 

rakyat biasa Ken Arok berhasil menjadi Bupati Tumapel. Keberhasilan Ken Arok menjadi Bupati 

Tumapel tidak lepas dari kesaktiannya dan berhasil mengalahkan Bupati Tumapel. Pada tahun 

1222 M Ken Arok menyerang Kediri dan berhasil merebut istana kerajaan. 

5. Kerajaan Singasari 

1) Ken Arok (1222 - 1227 M) 

Raja pertama Singasari. Ken Arok memiliki empat putra, dari istrinya  Ken Umang yaitu 

Panji Tohjoyo, Panji Sudatu, Panji Wregolo, dan Dewi Rambi. Dengan Ken Dedes Ken Arok 

rnernpunyai putra bernama Mahesa Wongateleng. 

2) Anusapati 

Tahun 1227 M Anusapati naik tahta Kerajaan Singasari selama 21 tahun. Toh Joyo berhasil 

membunuh Anusapati, hingga kemudian menjadi raja. 

3) Tohjoyo (1248 M) 

Ronggowuni, salahsatu anak Ken Umang berusaha merebut kekuasaan Tohjoyo. Pasukan 

Toh Joyo di bawah Lembu Ampal gagal menghancurkan perlawaman Ronggowuni. Pasukan 

Toh Joyo kalah, bahkan kemudian ia terbunuh dalam suatu pertempuran. 

 

4) Ronggowuni (1248 - 1268 M) 

Ronggowuni bergelar Sri Jaya Wisnuwardana didampingi oleh Mahisa Cempaka. Pada 

tahun 1254 M, Wisnuwardana (Ronggowuni) mengangkat putranya Kertanegara sebagai raja 

muda atau Yuwaraja. Tahun 1268 M, Ronggowuni meninggal dunia.  

 

5) Kertanegara (1268 - 1292 M) 

Tahun 1268 M Kertanegara naik tahta bergelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. 

Kertanegara merupakan raja yang paling terkenal di Singasari. Ia bercita-cita Singasari 

menjadi kerajaan yang besar dengan wilayah kekuasaan yang luas 

 Kertanegara mencita-citakan wilayah Singasari meliputi seluruh Nusantara. Beberapa 

daerah akhirnya berhasil ditaklukkan, misalnya Bali, Kalimantan  Barat Daya, Maluku, Sunda, 

dan Pahang.  

Pada tahun 1275 M Raja Kertanegara mengirim Ekspedisi Pamalayu di bawah pimpinan 

Mahesa Anabrang (Kebo Anabrang). Sasaran dari ekspedisi ini untuk menguasai Sriwijaya.   

 

 

Kertanegara memandang Cina sebagai saingan. Berkali-kali utusan Kaisar Cina memaksa 

Kertanegara agar mengakui kekuasaan Cina, tetapi ditolak oleh Kertanegara. Terakhir pada 

tahun 1289 M datang utusan Cina yang dipimpin oleh Men-ki. Kertanegara marah, Meng-ki 

disakiti dan disuruh kembali ke Cina. Hal inilah yang membuat Kaisar Cina yang bernama 

Kubilai Khan marah  besar. Ia merencanakan membalas tindakan Kertanegara. 

 

c. Akhir Kerajaan Singasari 

Saat Kertanegara sedang berpesta secara tiba-tiba Jayakatwang menyerbu istana kerajaan 

Singasari.  Kertanegara menugaskan pasukan di bawah pimpinan R Wijaya dan Pangeran 

Ardaraja. Ardaraja adalah anak Jayakatwang dan menantu Kartanegara. Pasukan Kediri yang dari 

arah utara dapat dikalahkan oleh pasukan R. Wijaya. Akan tetapi pasukan inti dari Kediri dengan 

leluasa akhirnya masuk dan menyerang istana, sehingga berhasil menewaskan Kertanegara. 

Peristiwa ini terjadi pada tahun 1292 M. R. Wijaya dan pengikutnya kemudian meloloskan diri 

setelah mengetahui istana kerajaan dihancurkan oleh pasukan Kediri. Sedangkan Ardaraja 

membalik bergabung dengan pasukan Kediri. Dengan terbunuhnya Kertanegara maka berakhirlah 

Kerajaan Singasari 

 

6. Kerajaan Majapahit 

a. Berdirinya Kerajaan Majapahit 

Dalam Prasasti Kudadu diterangkan bahwa R. Wijaya diterima baik dan mendapat 

perlindungan dari Kepala Desa Kudadu. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke Madura 

untuk minta bantuan dan perlindungan kepada Arya Wiraraja. Rombongan diterima baik oleh Arya 

Wiraraja. Di Madura itulah R. Wijaya bersama Arya Wiraraja menyusun siasat untuk merebut 

kembali tahta kerajaan yang dikuasai Jayakatwang. 

Setelah segalanya disiapkan secara matang, R. Wijaya dan rombongan dengan didampingi 

Arya Wiraraja berangkat ke Jawa. Dengan pura-pura takluk dan atas jaminan Arya Wiraraja, R. 

Wijaya diterima mengabdi sebagai prajurit di Kediri. R. Wijaya kemudian memohon sebidang 

tanah di hutan Tarik untuk tempat kedudukannya. Tanah itu kemudian dibangun menjadi sebuah 

desa. Di Desa Tarik, pengikut. R. Wijaya semakin kuat.  

Tahun 1293 M datang pasukan Kaisar Cina ke Jawa untuk menuntut balas terhadap 

Kertanagera . Ingat ketika Kertanegara berkuasa di Singasari, terlibat konflik dengan kekaisaran 

Chin. 

 

Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan pasukan Cina ini untuk menggempur 

Jayakatwang.  Pasukan Cina tidak mengetahui kalau  Kertanegara telah terbunuh. R. Wijaya 

mendorong tentara Cina menggempur Jayakatwang., Terjadilah pertempuran sengit antara 

tentara Cina (yang dibantu oleh sebagian pengikut R. Wijaya) dengan tentara Kediri. Dalam 

pertempuran ini Kediri dapat dikalahkan. Jayakatwang dan Ardaraja dapat ditangkap dan ditahan 

di Hujung Galuh sampai meninggal dunia.  

Tentara China marayakan kemenangan dengan berpesta pora. R. Wijaya memenfaatkan 

dengan menyerang tentara Cina. Serangan mendadak ini menjadikan banyak tentara Cina yang 

terbunuh, sementara sebagian yang selamat melarikan diri kembali ke Cina. Setelah suasana 

aman, R. Wijaya dinobatkan sebagai raja Kerajaan Majapahit. 

b. Raja-raja yang memimpin Majapahit 

1) R. Wijaya (1293 - 1309 M) 

  R. Wiiaya bergelar Kertarajasa, menikah dengan keempat putri dari Kertanegara, yaitu 

Dah Dewi Tribuwaneswari (sebagai permaisuri). Setelah menjadi raja, R. Wijaya tidak melupakan 

kepada orang-orang yang telah berjasa kepadanya. Arya Wiraraja diberi kedudukan yang tinggi 

dan diberi kekuasaan atas daerah Lumajang dan Blambangan. Untuk membalas budi masyarakat 

Kudadu yang pernah menolongnya sewaktu pelarian, Desa Kudadu dijadikan daerah perdikan 

atau bebas dari pajak. R. Wijaya akhirnya meninggal tahun 1309. 

 

2) Jayanegara (1309 - 1328 M) 

R. Wijaya memiliki  tiga orang anak. Dari Tribuwaneswari memiliki  putra Kalagemet 

(Jayanegara), dan dari Gayatri rnempunyai dua orang putri Sri Gitarja atau Tribuwana dan Dyah 

Wiyat. Setelah R. Wijaya meninggal, Jayanegara menggantikan sebagai Raja Majapahit. Sri 

Gitarja sebagai Bre Kahuripan atau sebagai penguasa di Kahuripan, dan Dyah Wiyat sebagai Bre 

Daha. 

Masa pemerintahan Jayanegara ditandai dengan adanya berbagai pemberontakan. 

Pemberontakan ini selain disebabkan karena Jayanegara lemah, juga karena mereka tidak puas 

atas kebijaksanaan R. Wijaya yang dinilai kurang adil dalam memberikan kedudukan (imbalan 

jasa) kepada orang-orang yang ikut berjuang. Beberapa pemberontakan pada waktu itu antara 

lain sebagai berikut.  

 

a) Pemberontakan Ranggalawe pada tahun 1309 M.  

Ranggalawe merasa tidak puas, karena ia menginginkan kedudukan Patih Majapahit, tetapi 

yang diangkat justru Nambi (anak Arya Wiraraja). Pemberontakan ini dapat dipadamkan dan 

Ranggalawe sendiri terbunuh 

b) Pemberontakan Lembu Sora pada tahun 1311 M.  

Ia masih memiliki hubungan keluarga dengan Ranggalawe. Karena difitnah, maka ia 

memberontak. Pemberontakan ini juga berhasil  dipadamkan. 

c) Pemberontakan Nambi tahun 1316 M.  

Nambi yang sudah menjadi patih ternyata juga kecewa. Hal ini disebabkan tindakan Mahapati 

yang ingin menjadi Patih Majapalit. Nambi melancarkan pemberontakan. Pemberontakan 

Nambi akhimya dapat dipadamkan. 

d) Pemerontakan Kuti pada tahun 1319 M.  

Pemberontakan ini merupakah  pemberontakan yang paling berbahaya. Kuti berhasil 

menduduki ibu kota Majapahit. Raja Jayanegara terpaksa melarikan diri ke daerah Badander. 

Ia dikawal oleh sejumlah pasukan Bayangkari yang dipimpin oleh Gajah Mada. Berkat 

kecerdikan Gajah Mada, akhirnya pemberontakan Kuti dapat dipadamkan. Raja Jayanegara 

dapat kembali ke istana dengan selamat. Jayanegara kembali berkuasa. Karena jasanya, 

Gajah Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan. Pada tahun 1321 M Gajah Mada diangkat 

menjadi Patih Daha. 

Sesudah pemberontakan dapat dipadamkan, kerajaan berangsur-angsur menjadi tenang. 

Tahun 1328 M Jayanegara meninggal dunia karena dibunuh oleh tabib istana yang bernama 

Tanca. Akhirnya Tanca sendiri dibunuh oleh Gajah Mada.  

 

3) Tribuwanatunggadewi (1328 - 1350 M) 

Jayanegara ternyata tidak meninggalkan seorang putra. Sebagai raja Majapahit berikutnya 

semestinya adalah Gayatri. Akan tetapi, Gayatri waktu itu sudah menjadi biksuni. Oleh karena itu 

Gayatri kemudian menunjuk dan mewakilkan putrinya yang bernama Tribuwanatunggadewi 

sebagai Raja Majapahit. Dengan demikian Tribuwanatunggadewi menjadi raja Majapahit atas 

nama Gayatri. 

Pada tahun 1331 M timbul pemberontakan Sadeng dan Keta di daerah Besuki. 

Pemberontakan ini cukup berbahaya. Gajah Mada diberi tugas untuk memadamkan 

pemberontakan itu. Berkat kegigihan Gajah Mada, pemberontakan Sadeng dan Keta dapat 

ditumpas.  

 

 

Karena jasa-jasanyanya yang begitu besar, Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih 

Majapahit. Pada upacara pelantikannya sebagai Mahapatih, Gajah Mada mengucapkan sumpah 

yang kemudian terkenal dengan sebutan Sumpah Palapa. Isi dan maksud dari Sumpah Palapa 

adalah Gajah Mada tidak akan makan palapa (garam atau rempah-rempah), tidak akan 

bersenang-senang, tidak akan beristirahat, sebelum seluruh Kepulauan Nusantara bersatu di 

bawah panji-panji Kerajaan Majapahit. Sekalipun sumpah itu mendapat ejekan, tetapi Gajah Mada 

bertekad untuk mewujudkannya. Gajah Mada terus berusaha menaklukkan daerah-daerah di 

nusantara yang belum mau tuntuk terhadap kekuasaan Majapahit.  

 

4) Hayam Wuruk (1350 - 1389 M) 

Tahun 1350 M Gayatri atau Rajapatni meninggal dunia. Dengan demikian, 

Tribuwanatunggadewi yang menjadi raja atas nama Gayatri juga harus turun tahta. Ia kemudian 

digantikan oleh Hayam Wuruk (putra dari Tribuwanatunggadewi dan Kertawardana). Waktu itu 

usia Hayam Wuruk baru enam belas tahun. Sehingga, tepatlah nama Hayam Wuruk yang artinya 

ayam jantan muda. Walau  masih muda, tanda-tanda kepiawaian dan kecerdasan Hayam Wuruk 

sudah terlihat.  

Ia bergelar kemudian Rajasanegara. Gajah Mada tetap menjabat sebagai Mahapatih 

Majapahit. Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit 

mencapai zaman keemasan. 

Wilayah kekuasaan Majapahit sangat luas, bahkan melebihi luas wilayah Republik 

Indonesia sekarang, yakni mencakup sebagian besar wilayah Nusantara sekarang ini dan 

Malaysia. Oleh karena itu Majapathit juga dikenal dengan sebutan negara nasional kedua di 

Indonesia. Seluruh kepulauan di nusantara berada di bawah kekuasaan Majapahit.  

c. Politik dan Pemerintahan 

 Majapahit telah mengembangkan sistem pemerintahan yang cukup lengkap dan sangat 

teratur. Raja memegang kekuasaan tertinggi. Dalam melaksanakan pemerintahan, raja dibantu 

oleh berbagai badan atau pejabat yang terbagi dalam dua kelompok biriokrasi sebagai berikut. 

Dari segi hukum dan peradilan Majapahit sudah sangat maju. Untuk menciptakan 

pemerintahan yang bersih dan berwibawa, dibentuk badan peradilan yang disebut dengan 

Saptopapati. Untuk mendukung keterlaksanakaan hukum disusun kitab hukum yaitu Kitab 

Kutaramanawa. Kitab ini disusun oleh Gajah Mada. Gajah Mada memang seorang negarawan 

yang benar-benar mumpuni. Ia memahami olah pemerintahan, strategi perang, dan hukum. 

 

 

Berkat kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gadjah Mada stabilitas politik Majapahit terjamin. 

Hal ini juga didukung oleh kekuatan tentara Majapahit dan angkatan lautnya yang kuat. Semua 

perairan nasional dapat diawasi.  

Majapahit menjalin hubungan dengan negara-negara/kerajaan lain. Hubungan dengan 

Negara Siam, Birma, Kamboja, Anam, India, dan Cina berlangsung dengan baik. Dalam membina 

hubungan dengan luar negeri, Majapahit mengenal motto Mitreka Satata, artinya negara sahabat. 

 

d. Kehidupan Keagamaan 

Kehidupan keagamaan di Majapahit sangat teratur dan penuh toleransi. Di Majapahit waktu 

berkembang dua agama yaitu agama Hindu dan agama Budha. Untuk mengatur kehidupan 

beragama tersebut, dibentuk badan atau pejabat yang disebut Dharmadyaksa.  

 

e. Perkembangan Sastra dan Budaya 

Karya sastra yang paling terkenal pada zaman Majapahit adalah Kitab Negarakertagama. 

Kitab ini ditulis oleh Empu Prapanca pada tahun 1365 M. Di samping menunjukkan kemajuan 

Majapahit di bidang sastra, Negarakertagama juga merupakan sumber sejarah Majapahit. Kitab 

lain yang penting adalah Sutasoma. Kitab ini disusun oleh Empu Tantular. Kitab Sutasoma 

memuat kata-kata yang sekarang menjadi semboyan negara Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal 

Ika. Di samping menulis Sotasoma, Empu Tantular juga menulis kitab Arjunawiwaha.  

Bidang seni bangunan juga berkembang. Banyak candi telah dibangun. Candi-candi yang 

telah dibangun waktu itu antara lain; Candi Penataran dan Sawentar di daerah Blitar, Candi 

Tlagawangi dan Surawana di dekat Pare, Kediri; serta Candi Tikus di Trowulan. 

g. Kemunduran Majapahit 

Pada tahun 1364 M Majapahit kehilangan tokoh dan pemimpin yang tidak ada bandingnya. 

Gajah Mada meninggal dunia. Hayam Wuruk kesulitan mencari pengganti Gajah Mada. Tidak ada 

seorang pun yang sanggup menggantikan peran dan kedudukan Gajah Mada. Tahun 1389 M 

Hayam Wuruk meninggal dunia. Majapahit kehilangan lagi seorang pemimpin yang cakap. 

Meninggalnya Gajah Mada dan Hayam Wuruk berpengaruh sangat besar terhadap menurunnya 

pamor Majapahit.  

Kemunduran Majapahit mencapai puncaknya ketika muncul perang saudara antar 

keturunan kerajaan. Pertentangan dan peperangan itu terjadi antara Wikramawardana dengan Bre 

Wirabumi. Perang saudara ini dikenal dengan Perang Paregreg  

 

 

Girindrawardana yang oleh banyak orang disebut sebagai raja terakhir kerajaan Majapahit. 

Ia memerintah sampai tahun 1519 M. Sesudah Girindrawardana dikalahkan oleh tentara Islam 

dari Demak, maka Majapabit benar-benar runtuh. 

 

7. Buleleng dan Kerajaan Dinasti Warmadewa di Bali 

a.   Perkembangan Buleleng 

Kamu tidak asing dengan nama pulau Bali. Nama Buleleng mulai terkenal setelah periode 

kekuasaan Majapahit. Pada masa sekarang Buleleng adalah salah satu nama kabupaten di Bali. 

Tetaknya yang ada di tepi pantai, berkembang menjadi pusat perdagangan laut. Hasil pertanian 

dari pedalaman diangkut lewat darat menuju Buleleng. Dari Buleleng barang dagangan yang 

berupa basil pertanian seperti kapas, beras, asam, kemiri, dan bawang diangkut atau 

diperdagangkan ke pulau lain (daerah seberang). Dengan perkembangan perdagangan 

laut/antarpulau di zaman kuno, secara ekonomis Buleleng memiliki peranan yang penting bagi 

perkembangan kerajaan-kerajaan di Bali, misalnya pada masa Kerajaan Dinasti Warmadewa. 

 

b. Kerajaan Dinasti Warmadewa 

1) Sumber Sejarah 

Prasasti tertua yang berangka tahun 804 S atau 882 M berisi tentang pemberian izin 

kepada para biksu untuk membuat pertapaan di Bukit Kintamani. Dalam rasasti itu disebut istana 

raja terletak di Singhamandawa. Prasasti semacam tugu di Desa Blanjong, dekat Sanur yang 

berangka tahun 836 S atau 914 M. Disebut pada prasasti itu yang memerintah adalah Raja Kesari 

Warmadewa. 

Menurut perkiraan, Singhamandawa terletak di antara Kintamani (Danau Batur) dan Pantai 

Sanur (Blanjong), yakni sekitar Tampaksiring dan Pejeng. Singhamndawa berada di antara Sungai 

Patanu dan Pakerisan. Menurut para pemuka di Bali, Singhamandawa terletak di Pejeng 

sekarang. 

2) Perkembangan Politik Pemerintahan 

Raja-raja yang berkuasa di Kerajaan Singhamandawa dikenal dengan Wangsa (Keluarga) 

Warmadewa. Sebagai wamsakertanya adalah Kesari Warmadewa. Setelah Kesari warmadewa 

(tahun 915 - 942 M) yang menjadi raja adalah Ugrasena. Setelah itu, raja-raja yang memerintah di 

Bali dari Wangsa Warmadewa antara lain sebagai berikut. 

1) Tabanendra Warmadewa, memerintah bersama permaisurinya Sang Ratu Luhur Sri 

Subadrika Darmadewi (955 - 967 M). 

 

 

2) Indra Jayasinga Warmadewa (967 - 975 M). 

3) Janasadu Warmadewa (975 - 983 M). 

4) Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi, seorang raja perempuan (983 - 989 M). 

5) Darma Udayana Warmadewa, memerintah bersama permaisurinya Mahendradatta (989 - 

1011 M). 

6) Marakata Pangkaa (1011 - 1025 M). 

7) Anak Wungsu (1049 - 1077 M). 

8) Sri Maharaja Sri Walaprabu. 

Dari beberapa raja tersebut yang terkenal antara lain Indra Jayasinga Warmadewa, Udayana, dan 

Anak Wungsu. 

Udayana termasuk raja yang besar dari Wangsa Warmadewa. Ia memerintah bersama 

permaisurinya bernama Mahendradatta (putri dari Raja Makutawangsawardana di Jawa Timur). 

Pada tahun 1001 M Mahendradatta meninggal dan dicandikan di Desa Burwan atau Buruan di 

dekat Bedulu. Arca perwujudannya berupa Durga terdapat di Kutri, daerah Gianyar, sehingga 

dikenal dengan Durga Kutri. 

Sepeninggal Mahendradatta, Udayana menjalankan pemerintahan sendiri sampai tahun 

1011 M. Udayana meninggal dan dicandikan di Banu Wka. Udayana memiliki  tiga orang putra, 

yakni Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Airlangga kemudian berkuasa di Jawa Timur 

menggantikan Darmawangsa. Sebagai pengganti raja di Bali adalah Marakata (Marakata 

Pangkaja). Raja Marakata disebut sebagai kebenaran hukum dan selalu melindungi rakyatya.  

Marakata Pangkaja digantikan oleh saudaranya bernama Anak Wungsu. Pada masa 

pemerintahan Anak Wungsu, kekuasaan Wangsa Warmadewa mencapai zaman keemasan. 

Kerajaan dalam keadaan aman dan tenteram. Rakyat bertambah makmur. Pada masa 

pemerintahannya, Agama juga berkembang. Anak Wungsu, adalah Pemeluk Hindu yang setia 

terutama aliran Waisnawa. Ia telah membangun kompleks percandian di Gunung Kawi, 

Tampaksiring. 

Anak Wungsu memerintah sampai tahun 1077 M. Ia tidak menurunkan seorang putra pun. Anak 

Wungsu meninggal tahun 1077 M dan dicandikan di Gunung Kawi dekat Tampaksiring. Anak 

Wungsu digantikan oleh Sri Maharaja Sri Walaprabu..  

Setelah kekuasaan Jayasakti berakhir, tidak terdengar berita siapa yang merjadi raja. Baru 

pada tahun 1155 M, muncul seorang raja bernama Ranggajaya. Pemerintahan raja ini tidak 

banyak diketahui. Hanya pada tahun 1177 M. muncul pemerintahan Raja Jayapangus. Raja ini 

diperkirakan putra dari Ranggajaya.  

 

 

Raja Jayapangus merupakan raja yang terkenal di Bali. Jayapangus memerintah sampai 

tahun 1181 M. Sesudah Raja Jayapangus, masih banyak raja-raja yang memerintah di Bali. Pada 

tahun 1284 M, Bali ditundukkan oleh Kertanegara dari Singasari. Pada tahun 1343 M Bali menjadi 

daerah kekuasaan Majapahit. 

 

8. Kerajaan Sunda (Pajajaran) 

Setelah Kerajaan Tarumanegara, perkembangan sejarah di Jawa Barat (tanah Sunda) tidak 

banyak diketahui. Pada abad ke-11 nama Sunda muncul lagi. Tahun 1050 M nama Sunda 

dijumpai dalam Prasasti Sanghyang Tapak, yang ditemukan di Kampung Pangcalikan dan 

Bantarmuncang di tepi Sungai Citatih, Cibadak, Sukabumi. Prasasti ini penting karena menyebut 

nama Raja Sri Jayabupati. Daerahnya disebut Prahajyan Sunda. Raja Sri Jayabupati disamakan 

dengan Rakyan Darmasiksa pada cerita Parahyangan. Pusat pemerintahannya adalah Pakwan 

Pajajaran (mungkin di dekat Bogor sekarang). 

Raja Sri Jayabupati penganut agama Hindu aliran Waisnawa. Hal ini dapat dilihat dari 

gelarnya yakni Wisnumurti. Masa pemerintahan Jayabupati sezaman dengan pemerintahan 

Airlangga di Jawa Timur. 

Sri Jayabupati digantikan oleh Rahyang Niskala Wastu Kancana. Pusat kerajaannya ada di 

Kawali. Dengan demikian, kemungkinan pusat kerajaan pindah dari Pakwan Pajajaran ke Kawali. 

Kawali letaknya tidak jauh dari Galuh yang merupakan pusat pemerintaban Kerajaan Sunda 

zaman Sanna dahulu. Diterangkan bahwa di sekeliling keraton dibuat saluran air. Raja Niskala 

Wastu Kancana meninggal dan dimakamkan di Nusalarang. Ia digantikan oleh anaknya yang 

bernama Rahyang Dewa Niskala atau Rahyang Ningrat Kancana. 

Rahyang Dewa Niskala digantikan oleh Sri Baduga Maharaja. Ia bertahta di Pakwan 

Pajajaran. Sri Baduga memerintah antara tahun 1350 - 1357 M. Pusat pemerintahannya kembali 

ke Pakwan Pajajaran. Pada masa pemerintahannya, kerajaan teratur dan tenteram.  

Menurut Kitab Pararaton, pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja telah terjadi 

peristiwa yang disebut Pasundan Bubat. Dalam peristiwa tersebut Sri Baduga Maharaja tewas. 

Akhirnya yang melanjutkan pemerintahan di Pakwan Pajajaran adalah Hyang Bunisora. Ia 

memerintah antara tahun 1357 - 1371 M. Setelah itu berturut-turut raja yang memerintah di Sunda 

sebagai berrikut. 

a. Prabu Niaskala Wastu Kancana (1371-1474M). 

b. Tohaan di Ga1uh (1415 - 1482 M). 

c. Sang Ratu Jayadewata (1482 - 1521 M). 

 

 

Pada masa pemerintahan Jayadewata, Ratu Samiam (Surawisesa) sebagai putra mahkota, 

diutus ke Malaka untuk mencari bantuan kepada Portugis, karena Kerajaan Pajajaran 

diserang tentara Islam. Pada waktu itu Islam sudah berkembang di berbagai daerah, misalnya 

di Cirebon.  

d. Ratu Samiam (Surawisesa) (1521 - 1535 M). 

Pada masa pemerintahan Ratu Samiam datang utusan Portugis dari Malaka dipimpin oleh 

Hendrik de Leme. Tahun 1527 M Sunda Kelapa jatuh ke tangan tentara Islam. 

d. Prabu Ratu Dewata (1535 - 1543 M). 

Pada masa pemerintahan Prabu Ratu Dewata terjadi serangan tentara Islam yang dipimpin 

oleh Maulana Hasanuddin dan anaknya, Maulana Yusuf. 

e. Sang Ratu Saksi (1543 - 1551 M). 

f. Tohaan di Majaya (1551 - 1567 M). 

g. Nusiya Mulya (1567 - 1579 M). 

Nusiya Mulya merupakan raja terakhir dari Kekajaan Pajajaran 

 

 

 

 

Related Posts:

  • masa hindu budha A. Perkembangan Agama Hindu Sejak ribuan tahun sebelum Masehi, di India telah berkembang kebudayaan besar di Lembah Sungai Indus. Dua … Read More