Tampilkan postingan dengan label pelajaran hindu. 7. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pelajaran hindu. 7. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Juli 2025

pelajaran hindu. 7

 



) yang tiada putus-

putusnya menuju tujuan (Hyang Widhi). Hubungan antara Pranayama, 

Pratyahara dan Dhyana sangat kuat, dinyatakan oleh Maharsi Yajanawalkya 

sebagai berikut : 

“Pranayamair dahed dosan, 

dharanbhisca kilbisan, 

pratyaharasca sansargan, 

dhyanena asvan gunan.

0

Terjemahannya:

Dengan pranayama terbuanglah kotoran badan dan kotoran buddhi, dengan 

pratyahara terbuanglah kotoran ikatan (pada objek keduniawian), dan 

dengan dhyana dihilangkanlah segala apa (hambatan) yang berada diantara 

manusia dengan Hyang Widhi.

Samadhi adalah tingkatan tertinggi dari Astangga-yoga. Samadhi 

merupakan pintu gerbang menuju Moksha, karena unsur-unsur Moksa 

sudah dirasakan oleh seorang yogi. Samadhi yang dapat dipertahankan 

terus-menerus keberadaannya, akan sangat memudahkan pencapaian 

Moksa. Dalam kondisi semedi Panca Indra dan pikiran seseorang berhenti 

dari kegiatan dan buddhinya sendiri kokoh dalam kesucian, inilah keadaan 

manusia yang tertinggi. Untuk dapat melaksanakan semedi secara terus 

menerus, seseorang harus dapat mewujudkan kesucian pikiran dan 

buddhinya.

Uji Kompetensi:

1. Setelah membaca teks di atas, bagaimana tanggapan anda dengan 

adanya berbagai macam tantangan dan hambatan yang ada dalam 

mendalami dan mempraktikkan ajaran Yoga? Narasikanlah!

2. Apakah yang terbaik dapat dilakukan oleh seseorang agar 

terlepas dari hambatan dan tantangan untuk melaksanakan yoga? 

Jelaskanlah!

3. Bagaimana cara seseorang mengendalikan diri sehingga terbebas 

hambatan yang berhubungan dengan unsur jasmani maupun 

rohani? Jelaskanlah!

4. Bila seseorang menemukan hambatan dalam melaksanakan yoga, 

apakah yang akan terjadi? Buatlah narasinya 1–3 halaman diketik 

dengan huruf  Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas 

kwarto; 4-3-3-4! Sebelumnya diskusikanlah dengan orang tua 

anda di rumah.

                                           

D. Manfaat Ajaran Ashtangga Yoga untuk Kesehatan 

Jasmani dan Rohani

Perenungan:

Tvām agne angiraso guhāhitam, 

anvavindan sisriyānam vane vane

Terjemahannya:

’Ya Tuhan Yang Maha Esa, Engkau meliputi setiap hutan dan pohon. Para 

bijaksana menyadari Dikau di dalam hati’ (Rg veda V.11. 6).

Memahami Teks:

Latihan dan gerakan yoga menjadikan dan 

mengantarkan jasmani dan rohani umat sedharma 

sejahtera dan bahagia. Sepatutnya kita bersyukur 

kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan 

Yang Maha Esa karena atas anugerahnya kita dapat 

mengenal dan belajar yoga. Belajar tentang yoga 

sangat bermanfaat untuk perkembangan jasmani dan 

rohani umat Hindu. Mempraktkikan gerakan-gerakan 

yoga kebugaran jasmani dan kesegaran rohani umat 

dapat terwujud sebagaimana mestinya. 

Pengajaran pengetahuan yoga dinyatakan telah 

berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu dalam tradisi 

Hindu. Pengetahuan kuno yoga telah menguraikan kebenaran bahwa dalam 

keharmonisan tubuh dan pikiran terletak rahasia kesehatan. Pengetahuan 

ini selalu menarik dan digemari oleh setiap generasi hingga dikembangkan 

dalam berbagai bentuk. Yoga disamping sebagai pengetahuan rohani juga 

dapat memberikan latihan-latihan badan. Yoga memungkinkan memperbaiki 

kesehatan banyak orang dan mencapai suatu kehidupan yang bersemangat. 

Melalui pembelajaran yoga para siswa secara bertahap dapat belajar menjaga 

pikiran dan tubuh dalam keseimbangan yang tenang dalam semua keadaan, 

mempertahankan ketenangan dalam situasi apapun.

Latihan-latihan yoga dapat membangun menolong kepercayaan diri, mengatasi 

stres, mengembangkan konsentrasi, dan menambah kekuatan pikiran. 

Kekuatan pikiran adalah kunci untuk mengerti spiritual yang mendalam. Bila 

kita merasa sakit karena terjadi ketidakseimbangan di dalam tubuh, pikiran, 

atau hasil hormo yang tidak seimbang, latihan Yoga dapat banyak membantu 

0

menetralisirnya. Gerakan-gerakan ajaran yoga pada tingkat yang paling dasar 

kebanyakan meniru gerakan binatang ketika berusaha dapat sembuh dari sakit 

yang dideritanya. Dapat dikatakan hampir seluruh Yoga diberikan identitas 

sesuai nama-nama binatang.

Untuk dapat menetralisir ketegangan pikiran sebagai akibat dari bisingnya 

urusan keseharian yang semakin ruwet gerakan-gerakan Yoga perlu 

dikombinasikan dengan latihan-latihan pernafasan, konsentrasi, dan relaksasi. 

Dengan demikian pikiran yang ruwet dapat dikembalikan ke dalam suasana 

yang normal. 

Setelah melalui latihan Yoga secara teratur kita mampu menjadi tuan bagi 

tubuh kita sendiri, bebas dari gangguan sakit, awet muda, hidup relaks, 

penuh energy, bebas dari pengaruh emosional, menjadikan hidup ini selalu 

siap bekerja untuk kesejahteraan umat manusia. Manfaat latihan pernapasan 

(yoga) menjadikan pernapasan lebih dalam dan pelan, paru-paru berkembang 

sampai pada kapasitas penuh. Akibatnya tubuh menerima oksigen dalam 

jumlah maksimal. Apabila gerakan-gerakan ajaran Yoga dapat dilakukan 

dengan benar dan tepat maka kelelahan menjadi hilang, dan orang merasa 

penuh tenaga-dalam yang menyegarkan.

Manfaat yoga adalah untuk kesehatan fisik dalam hal ini badan atau postur 

tubuh, saluran pernafasan, percernaan, tungkai, pendengaran dan lain-lain. 

Bila melaksanakan secara teratur maka badan akan sehat, penyakit sukar 

hinggap di tubuh kita dan vitalitas kita meningkat, tentunya termasuk aktivitas 

seksual kita juga membaik dan meningkat. Namun jangan lupa jika Yoga 

secara teratur, maka perlu diimbangi dengan makan dan minum yang sehat. 

Berikut adalah manfaat dari berlatih Yoga

1. Fleksibilitas

Ketika beberapa orang berpikir tentang yoga, mereka membayangkan 

seperti fitnes dan mereka merasa terlalu tua dan tidak sehat untuk melakukan 

yoga. Untuk pembentukan otot yang sehat, terhindar dari proses yang dapat 

menyebabkan kekakuan, ketegangan, sakit dan kelelahan, mempraktikkan 

yoga dapat memberikan solusi secara aman. Selain itu, mempraktikkan 

ajaran yoga juga dapat meningkatkan berbagai gerakan di sendi. Yoga 

tidak hanya untuk otot tapi untuk seluruh sel-sel tubuh

2. Kekuatan

Beberapa gaya dari yoga memberikan efek yang  paling kuat dibandingkan 

dengan olah raga lainnya. Mempraktikkan salah satu dari gerakan yoga 

ini akan membantu meningkatkan otot, bisa meningkatkan kekuatan dan 

daya tahan tubuh. Hal ini menjadi penting pada usia tertentu. Gaya berdiri, 

                                           Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 221

khususnya jika berpaku pada berapa lama pernafasan, dapat membangun 

kekuatan pada otot. Jika dilakukan dengan benar, hampir semua gaya 

tersebut membangun kekuatan inti dalam otot.

3. Postur

Dengan peningkatan kekuatan akan menghasilkan postur tubuh yang lebih 

baik. Banyaknya gaya berdiri dan duduk akan mengembangkan kekuatan 

inti. Manfaat lain dari yoga adalah meningkatkan kesadaran diri kita. 

Kesadaran tinggi memberikan peringatan jika bungkuk sehingga bisa 

langsung menyesuaikan sikap.

4. Pernafasan

Pernafasan juga termasuk dalam yoga yang akan meningkatkan kapasitas 

paru-paru. Hal ini bisa meningkatkan penampilan dan kinerja. Tetapi, 

tipikal dari yoga tidak difokuskan pada aerobik fitnes seperti berjalan 

atau bersepeda. Sebagian besar gaya yoga menekankan pada dalam dan 

panjangnya nafas. Ini juga yang merangsang respons relaksasi yang akan 

berlawanan dengan peningkatan respons dari stres.

5. Mengurangi stres dan lebih tenang

Beberapa gaya yoga menggunakan teknik meditasi khusus untuk membuat 

pikiran yang sering stres menjadi lebih tenang. Gaya yoga lainnya juga 

tergantung pada teknik bernafas yang mendalam untuk memfokuskan 

pikiran, yang membuat pikiran menjadi lebih tenang. Beberapa manfaat 

yoga anti-stres, misalnya terjadi penurunan hormon yang dihasilkan 

oleh kelenjar adrenalin dalam respon terhadap stres. Beberapa penelitian 

memfokuskan pada peningkatan hormon oksitoksin yaitu hormon yang 

terkait dengan rasa santai dan terhubung ke orang lain.

6. Konsentrasi dan mood yang lebih baik

Hampir setiap orang yang mengikuti yoga merasa lebih bahagia dan puas, 

manfaat yang didapat adalah adanya peningkatan aliran oksigen ke otak. 

Yoga juga disarankan sebagai terapi.

7. Jantung lebih sehat

Mungkin salah satu manfaat dari yoga yang paling dipelajari adalah efeknya 

pada penyakit jantung. Yoga telah lama dikenal untuk menurunkan tekanan 

darah dan memperlambat denyut jantung. Manfaat dari memperlambat 

denyut jantung sangat berarti pada orang yang hipertensi, penyakit jantung 

dan strok. Yoga adalah komponen kunci untuk program penyakit jantung. 

Program penyakit jantung ini adalah program pertama untuk penanganan 


penyakit jantung dengan gaya hidup melalui diet dibandingkan dengan 

operasi. Yoga juga telah dikaitkan dengan penurunan tingkat kolesterol dan 

trigliserida serta dalam peningkatan fungsi sistem kekebalan.

8. Memberikan efek pada kondisi medis

Yoga telah menjadi populer di dunia barat, peneliti medis juga mulai 

belajar manfaat yoga, yang disebut dengan integratif yoga terapi. Ada 

yang digunakan sebagai perawatan tambahan medis untuk kondisi tertentu 

seperti penyakit jantung. Manfaat yoga yang lain adalah untuk kondisi 

medis kronis, seperti menghilangkan gejala asma. Sedangkan meditasi 

lebih cenderung ke pembinaan secara emosional dan kejiwaan. Namun 

yang dilatih adalah pemusatan dan pengendalian pikiran kita yang ada 

keterkaitan dengan yoga. Sebab meditasi memiliki keterkaitan dengan yoga 

terutama saat menarik dan buang nafas agar teratur dan halus, sehingga 

pikiran juga terkonsentrasi. Disamping itu meditasi juga dengan sikap 

tegak yang dapat dibentuk melalui yoga. 

Jika dapat melakukan meditasi dengan benar dan teratur, maka pikiran  akan 

semakin jernih dan tingkat emosional kita semakin stabil. Kesimpulannya 

antara yoga dan meditasi dua latihan yang dilakukan secara bersama dan 

saling mendukung untuk pembinaan dan pemeliharaan fisik dan kejiwaan 

kita. Kedua latihan ini cocok untuk kaum wanita dan laki-laki yang super 

sibuk. Yoga dalam keadaan terpaksa dapat dilakukan di tempat duduk di 

kantor sambil bekerja cukup meluangkan waktu sekitar lima menit, terlebih 

jika terasa kecapean bekerja, dalam hal ini yoga dan meditasi ringan. Jangan 

lupa jika mau belajar harus melalui tuntutan guru. Setelah menguasai dapat 

dilakukan sendiri dan kapan serta dimana saja.

Uji Kompetensi:

1. Buatlah peta konsep tentang manfaat yoga yang anda ketahui!

2. Latihlah diri anda untuk beryoga setiap saat, selanjutnya buatlah 

laporan tentang perkembangan beryoga yang anda laksanakan 

baik secara fisik maupun rohani! Sebelumnya diskusikanlah 

dengan orang tua anda di rumah.

3. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari 

beryoga? Tuliskanlah pengalaman anda!

                                           

E. Penerapan Ashtangga Yoga dalam Mencapai 

Moksha

Perenungan;

Yo báūtaṁ ca bhavyaṁ ca sarvaṁ yaṡ cādhitiṣþhati,

svar yasya ca kevalaṁ tasmai jyeṣþhāya brahmaṇe namaá.

Terjemahannya;

’Tuhan Yang Maha Esa ada di mana-mana, baik dimasa lampau, di masa kini 

maupun di masa datang. Dia berbahagia sepenuhya. Kami menghaturkan 

persembahan (kurban) ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Agung 

(Mahkluk Agung itu) (Atharvaveda X.7.35).

Memahami Teks:

Masa muda adalah saat yang paling tepat untuk berlatih yoga. Ini adalah sifat 

dan sikap yang pertama dan utama untuk seseorang belajar Yoga. Belajar 

yoga harus kuat dan memiliki vitalitas yang besar. Mereka yang mempunyai 

pikiran tenang yang percaya pada kata-kata gurunya, ia yang bersahaja, jujur, 

menginginkan kebebasan dari samsara, adalah orang-orang yang cocok untuk 

belajar yoga. Bagi mereka yang sudah menghapus keakuan, kesombongan, 

ketamakan dan yang memiliki tempramen tenang adalah orang yang sesuai 

menjadi sang abadi. Dalam kehidupan sehari-hari menerapkan Ashtangga Yoga 

di zaman Kali Yuga, tentu banyak mengalami penyimpangan-penyimpangan. 

Banyak orang yang tahu tentang ajaran Ashtangga Yoga, akan tetapi hanya 

sedikit orang yang mau mengamalkan ajarannya dengan sungguh-sungguh.

Berikut ini adalah uraian secara ringkas tentang penerapan ajaran Ashtangga 

Yoga untuk mewujudkan kebahagiaan hidup sehari-hari.

1. Penerapan Panca Yama Bratha

Adalah pengendalian diri tingkat jasmani yang menjadi tahap awal bagi 

seseorang yang ingin meningkatkan kualitas spiritualnya.

a. Ahimsa atau tanpa kekerasan. 

Jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau 

perkataan. Orang yang ingin menempuh jalan spiritual yang lebih tinggi 

semestinya sudah memulai untuk tidak menyakiti baik dari segi fisik, 

perkataan maupun pikiran terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan. 

Namun demikian sampai saat ini kita masih dapat melihat tindak 


kekerasan semakin tinggi terjadi di masyarakat. Hal ini mengindikasikan 

penerapan ajaran Ahimsa masih hanya sebatas teori saja. Bagaimana 

kita dapat mempraktikkan kehidupan ini, cobalah!

b. Satya atau jujur.

Jujur atau kejujuran adalah kebenaran dalam pikiran, perkataan dan 

perbuatan, atau pantangan dengan kecurangan, penipuan dan kepalsuan 

dalam praktik hidup keseharian. Ajaran satya di zaman ini nampaknya 

mengalami sebuah degradasi yang sangat tajam dan memilukan. 

Kenyataannya tidak sedikit orang-orang dengan mudahnya untuk 

berpikir, berkata dan berbuat yang tidak jujur. Mereka cenderung 

tidak satya karena suatu tujuan yang sifatnya keduniawiaan seperti 

kekuasaan, pendidikan, harta dan popularitas. Akankah hal semacam ini 

dibiarkan begitu saja, bila memang kita menginginkan hidup sejahtera 

dan bahagia? Renungkanlah!

c. Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya 

sendiri.

Astya adalah tidak tertarik dengan milik orang lain atau dengan kata lain 

pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran, perkataan, dan 

perbuatan. Orang kebanyakan selalu merasa tidak puas dengan sesuatu 

yang menjadi miliknya, sehingga seringkali menginginkan benda-benda 

yang bukan menjadi miliknya. Dalam praktik kehidupan sehari-hari 

sering kita melihat di masyarakat seperti kasus pencurian, korupsi dan 

sejenisnya yang merupakan perbuatan merugikan orang lain. Akankah 

kita biarkan sikap ini bila diantara kita berharap dapat hidup sejahtera 

dan bahagia? Untuk berbuat mulia ada baiknya kita memulai dari diri 

sendiri! Lakukanlah!

d. Brahmacarya atau berpantang dengan kenikmatan seksual. 

Untuk seorang Brahmacarya kewajiban utamanya atau pekerjaannya 

adalah belajar, menuntut ilmu dan tidak melakukan hubungan layaknya 

suami istri. Namun demikian di zaman sekarang ini banyak orang 

yang melakukan hubungan seksual, sedangkan mereka masih dalam 

tahap Brahmacari. Hubungan seksual layaknya suami-istri yang tidak 

didahului dengan upacara pernikahan bertentangan dengan ajaran 

agama. Ini membuktikan bahwa aplikasi dari ajaran Brahmacarya 

ini masih sangat rendah dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. 

Siapakah semestinya yang paling bertanggung-jawab bila banyak bayi 

yang tidak berdosa terlantarkan hidupnya, seperti munculnya sosok bayi 

orok dan yang lainnya di lingkungan sekitar kita?

                                           

e. Aparigraha atau pantang dengan kemewahan. 

Pantang dengan kemewahan artinya seorang praktisi Yoga (Yogi) harus 

hidup sederhana. Hidup sederhana bukanlah hidup yang serba dibatasi, 

tetapi hidup yang tidak terlalu mengikatkan diri terhadap hal yang 

sifatnya duniawi. Dalam hal ini kita diajarkan untuk lebih proporsional 

sesuai dengan kemampuan. Dengan demikian setiap orang sebagai 

pengikut yoga setahap demi setahap dapat melepaskan diri dari ikatan 

keduniawiaan. Di zaman sekarang ini kecendrungan seseorang untuk 

hidup sederhana masih sangat minim, karena hidup yang serba glamor 

membuat mereka merasa senang. Keengganan untuk melakukan pola 

hidup sederhana, menimbulkan keterikatan terhadap materialisme dan 

akhirnya yang bersangkutan kesulitan untuk meningkatkan kualitas 

spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita nikmati 

patut disyukuri, namun demikian jangan pernah lupa untuk berpola 

hidup sederhana guna meningkatkan kualitas spiritual dalam keseharian. 

Cobalah!

2. Penerapan Panca Nyama Bratha

Panca Nyama Brata adalah lima unsur pengendalian diri tingkat rohani 

dan sebagai peningkatan dari pantangan dasar sebelumnya. Lima unsur 

pengendalian yang dimaksud adalah:

a. Sauca, kebersihan lahir batin. 

Membersihkan diri (lahir-batin) adalah menjadi kewajiban setiap orang 

Hindu dari manapun golongannya. Seseorang yang menekuni prinsip ini 

akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan orang lain, seperti 

mengendalikan hawa-nafsu yang diakibatkan kekotoran dari kontak 

fisik tersebut. Untuk menjadi seorang rohaniawan (Sulinggih) yang 

bersangkutan wajib disucikan dengan berbagai macam upacara. Oleh 

umat kebanyakan upacara (banten) dipandang dapat membersihkan 

dan menyucikan pribadinya. Dewasa ini banyak orang yang ingin 

menjadi seorang rohaniawan, ini menunjukkan bahwa ajaran sauca 

menjadi hal yang begitu diharapkan oleh banyak orang dan tidak 

terlepas dari keinginan untuk menjadi pelayan Tuhan. Menjadi pelayan 

Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi beserta prabhawa-Nya adalah perbuatan 

mulia. Lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan kita bersama guna 

mewujudkan hidup sejahtera dan bahagia.


b. Santosa atau kepuasan. 

Tercapainya kepuasan dalam hidup ini adalah hak asasi pribadi seseorang. 

Hal ini dapat membawa praktisi yoga kedalam kesenangan yang 

tidak terkatakan. Dalam kepuasan hidup terdapat tingkat kesenangan 

transendental. Kepuasan atau Atmanastuti merupakan hal yang tidak 

terpisahkan dalam kehidupan spiritual. Kepuasan lahir dan batin yang 

dicapai dalam melayani Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi adalah sangat 

utama, sehingga tidak menimbulkan rasa beban dan kecewa dalam 

melaksanakan pelayanan. 

Usahakanlah dalam hidup ini terbebas dari perasaan kecewa dan 

terbebani, karena semuanya itu dapat mengantarkan seseorang gagal 

mewujudkan hidup sejahtera dan bahagia. Yakinlah dengan berlatih 

yoga semuanya itu dapat terbebaskan. Lakukanklah!

c. Tapa atau mengekang melalui pantangan tubuh dan pikiran.

Melalui pantangan tubuh dan pikiran seseorang yang berlatih yoga 

menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual. Ajaran ini 

lebih menekankan aspek pengendalian diri dalam segala bidang. Di 

zaman sekarang banyak orang berusaha mencari tempat-tempat yang 

menyediakan ketenangan, keheningan untuk mendapatkan ketenangan 

akibat kepenatan hidup yang cukup berat.

d. Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci.

Mempelajari kitab-kitab suci dan melakukan japa (pengulangan 

pengucapan nama-nama suci Tuhan) menjadi kewajiban setiap 

umat Hindu. Pengikut yoga yang dengan tekun belajar Weda dan 

mengintropeksi diri dimudahkan untuk mencapai persatuan dengan yang 

dicita-citakannya. Ada pesan di era sekarang ini orang-orang sepertinya 

mulai enggan untuk mempelajari kitab-kitab sucinya karena dihadang 

oleh berbagai macam kesibukan yang dihadapinya. Para pengikut 

yoga hendaknya tidak larut dalam kondisi seperti itu, karena dapat 

mengantarkan yang bersangkutan semakin terpuruk untuk mewujudkan 

hidup sejahtera dan bahagia. Belajar mandiri dari jenjang pendidikan 

dasar sampai dengan pendidikan tinggi adalah usaha mulia untuk setiap 

orang yang ingin mewujudkan hidup sejahtera dan bahagia. 

Belajarlah sepanjang hayat baik secara formal maupun informal. Belajar 

secara formal dapat dilalui mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai di 

perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan informal dapat dilakukan mulai 

dari lingkungan rumah tangga sampai dengan di lingkungan masyarakat 

sekitarnya. Yakinlah bahwa semuanya itu dapat membukakan jalan 

                                           

bagi setiap orang mewujudkan hidupnya yang sejahtera dan bahagia. 

Pengikut yoga khususnya dan masyarakat pada umumnya hendaknya 

tidak menjadikan pasang surutnya proses pembelajaran (swadhyaya) 

di zaman globalisasi ini sebagai sandungan untuk mewujudkan hidup 

sejahtera dan bahagia. Cobalah!

e. Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan. 

Penyerahan dan pengabdian diri secara 

total, pokus, jujur, tulus-ikhlas kepada 

Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi dapat 

mengantarkan seseorang pengikut yoga 

khususnya dan masyarakat umumnya 

kepada tingkatan samadhi. Dalam hal ini 

kita dituntut untuk menjadi pelayan Tuhan/

Ida Sang Hyang Widhi beserta prabhawa-

Nya dengan selalu mepersembahkan 

hasilnya kepada Beliau. Ida Sang Hyang 

Widhi adalah segalanya, oleh karenanya 

sangat baik bila keyakinan dan sikap mulia 

kita dalam hidup keseharian sepenuhnya 

dipersembahkan kepada-Nya.

3. Penerapan Asana

Asana merupakan sikap duduk yang nyaman, rileks dan tenang. Dalam 

kehidupan sehari-hari seseorang barangkali sering mengabaikannya karena 

tidak tahu bahwa posisi duduk yang salah dapat mengakibatkan penyakit 

tulang seperti skoliosis, lordosis dan kifosis serta gangguan peredaran 

darah. Sikap duduk yang dilakukan oleh seseorang kelihatan sepele namun 

demikian jika posisi asana yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 

baik sedang melakukan yoga ataupun tidak maka dapat meminimalisasi 

penyakit yang ditimbulkan akibat kesalahan duduk.

Selama ini kita mengambil sikap asana hanya pada saat bersembahyang 

ataupun yoga, padahal praktiknya kita lebih banyak menghabiskan waktu 

di luar kegiatan tersebut. Menerapkan sikap asana yang baik dalam 

kehidupan sehari-hari sangat penting dan bermanfaat, oleh karenanya kita 

dapat menikmati hidup yang sehat, sejahtera, dan bahagia.

4. Penerapan Pranayama

Pranayama berarti mengatur pernafasan. Tuha/Ida Sang Hyang Widhi 

adalah nafas dunia beserta isinya. Manusia disebut-sebut sebagai mahkluk 

ciptaan-Nya yang tersempurna. Selama ini yang menjadi salah satu 


kelalaian dari manusia adalah kurang menyadari manfaat nafas dalam 

hidup ini. Nafas dalam kehidupan ini pada hakekatnya adalah Tuhan/Ida 

Sang Hyang Widhi. Diantara kita sering mengabaikan bahwa bernafas yang 

baik merupakan upaya untuk menjaga kesehatan. Akan tetapi manusia 

di zaman sekarang cenderung mengabaikannya. Terkadang diantara kita 

sering kurang menyadari bahwa berpikir positif itu sehat. 

Berpikir positif artinya berpikir optimis kalau besok diantara kita pasti masih 

hidup, dengan menyadari bahwa nafas kita ini adalah kuasa dari Tuhan/Ida 

Sang Hyang Widhi. Pranayama tidak semata-mata hanya mengacu kepada 

nafas masuk dan keluar yang berhubungan dengan fenomena fisika-kimia, 

tetapi jauh lebih halus dari itu. Proses menarik, menahan dan mengeluarkan 

nafas hanyalah gambaran kasar dari prana. Sebagaimana sesungguhnya ruji 

sepeda motor yang dikencangkan pada pusat sebuah rodanya, demikianlah 

segala sesuatunya terikat pada prana. Prana berjalan bersama pada prana. 

Prana memberikan prana. Memberikan kehidupan pada mahluk yang hidup. 

Bapak seseorang adalah prana. Ibu seseorang adalah prana. Saudara wanita 

seseorang adalah prana, guru seseorang adalah prana, seorang Brahmana 

adalah prana. Sehingga dikatakan bahwa dengan penguasaan pernafasan 

yang merupakan gambaran kasar dari Prana itu sendiri seseorang dapat 

mengendalikan pikiran yang bergejolak, hawa nafsu serta kelemahan 

badan. Bahkan dengan menguasai prana secara baik, seorang praktisi yoga 

dapat mengalami fenomena metafisis yang tidak dapat dijelaskan oleh 

fenomena fisika biasa. Sebaiknya Pranayama tidak hanya kita aplikasikan 

pada saat ingin bersembahyang dan beryoga saja melainkan dalam praktek 

kehidupan sehari-hari, karena porsi waktu kita jauh lebih besar untuk 

menjalani kehidupan yang lainnya.

Untuk dapat hidup sehat dalam kehidupan ini lakukanlah pernafasan 

tersebut sebaik mungkin melalui latihan yoga, karena nafas yang panjang 

dapat mengantarkan hidup kita ini menjadi sejahtera dan bahagia. Untuk 

yang merasa tidak mampu, cobalah!

5. Penerapan Prathyahara, Dharana, Dhyana dan Semadhi

Empat dasar yoga yang pertama adalah Yama, Nyama, Asana dan 

Pranayama. Sedangkan empat sendi berikutnya yaitu Prathyahara, 

Dharana, Dhyana dan Semadhi merupakan tahapan yang inti menuju Yoga.

Pratyahara adalah sendi yoga yang berhubungan dengan alat-alat indra yang 

secara ilmiah hanya ditujukan untuk menikmati hal-hal material. Dalam 

kehidupan sehari-hari kita harus bisa mengendalikan semua indra-indra ini 

karena panca indra ini apabila tidak dikendalikan dengan baik maka dapat 

                                           

mengantarkan seseorang ke jurang neraka serta tidak dapat manunggal 

dengan Ida Sang Hyang Widhi. Mata sebagai indra penglihatan digunakan 

untuk menikmati hal-hal yang spiritual, telinga untuk mendengar diarahkan 

untuk mendengar nama-nama suci dan segala hal yang berkaitan dengan 

spiritual, demikian juga dengan indra-indra yang lainnya, semuanya ditarik 

dari kenikmatan duniawi di arahkan kepada kenikmatan rohani. Dengan 

demikian seseorang dapat memperoleh penguasaan penuh atas alat-alat 

indra sehingga dapat manunggal dengan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi.

Dharana atau pemusatan pikiran adalah tingkatan yoga yang keenam. 

Dalam Patanjali Yoga Sutra III.1 disebutkan “deåa-bandhaå cittasya 

dhâraña, menetapkan citta atau pikiran pada suatu tempat disebut 

dharana”. Dharana dapat diibaratkan sebagai proses “mengetuk pintu” 

menuju samadhi sehingga praktisi yoga yang telah menguasai dharana 

secara sempurna dengan sendirinya terarahkan menuju pada samadhi. 

Patanjali mengajarkan agar pemusatan pikiran harus hanya ditujukan pada 

satu objek kontemplasi, tat-pratiæedhârtham eka-tattvâbhyâsai (Patanjali 

Yoga Sutra I.32). Sehingga dalam proses dharana seorang praktisi yoga 

dapat bermeditasi dengan memusatkan diri pada ujung hidung, pada berkas 

cahaya, aksara suci OM atau simbol lain yang dibenarkan. 

Dalam kehidupan sehari setiap orang hendaknya selalu mengingat 

Ida Sang Hyang Widhi dan memusatkan pikiran kepada-Nya. Sesuatu 

yang dipikirkan, dikatakan, dan dilaksanakan (dialami dan dikerjakan) 

hendaknya dipersembahkan kehadapn-Nya. Kepada Tuhan/Ida Sang 

Hyang Widhi kita patut mempersembahkan, karena itu merupakan jalan 

untuk penyatuan kepada Brahman.

Dhyana disebut perbuatan renungan, pikiran seseorang merenungkan 

adalah dhyata, dan tujuan renungan adalah dhiyaya. Oleh praktisi yoga 

ketiganya (dhyana, dhyata, dan dhiyaya) masih dibedakan namun 

dalam keadaan samadhi ketiganya lebur menjadi satu. Bila hal ini boleh 

diasumsikan seperti pelukis dengan lukisannya, kondisi dhyana adalah 

kondisi dimana sang pelukis masih berbeda dari gagasan untuk melukis 

dan keduanya berbeda pula dengan lukisannya. Tetapi dalam keadaan 

samadhi, pelukis tersebut menyatu dengan karyanya sehingga Ia (pelukis), 

gagasan dan karyanya luluh menjadi satu. 


Dalam keadaan samadhi, sang jiwa berada 

begitu dekat dengan Tuhan/Ida Sang Hyang 

Widhi dan merasakan kebahagiaan yang 

luar biasa. Seseorang yang telah terbangun 

dari Samadhi-nya pada dasarnya Ia 

tidaklah sama dengan sebelumnya. Karena 

begitu lama seseorang berhubungan secara 

pribadi dengan Tuhan/Ida Sang Hyang 

Widhi maka Ia mendapatkan waranugeraha 

seperti ananda dan vijnana. Pada tahap ini 

seseorang dapat dikatakan sebagai seorang 

Siddha dan memperoleh kekuatan yang 

bersifat mistik. Para rohaniawan, sulinggih, orang pintar pada umumnya 

yang terbiasa melaksanakan swadharmanya diyakini mampu mendapatkan 

Sunya. Demikian juga bagi orang biasa pada umumnya bisa mendapatkan 

sunya sepanjang yang bersangkutan dengan tekun berlatih tentang postur-

postur yoga.

Patanjali menerima eksistensi Sang Hyang Widhi (Isvara) dimana Sang 

Hyang Widhi menurutnya adalah ”The Perfect Supreme Being”, bersifat 

abadi, meliputi segalanya, Maha Kuasa, Maha Tahu, dan Maha ada. 

Sang Hyang Widhi adalah purusa yang khusus yang tidak dipengaruhi 

oleh kebodohan, egoisme, nafsu, kebencian dan takut akan kematian. Ia 

bebas dari Karma, Karmaphala dan impresi-impresi yang bersifat laten. 

Patanjali beranggapan bahwa individu-individu memiliki esensi yang 

sama dengan Sang Hyang Widhi, akan tetapi oleh karena ia dibatasi oleh 

sesuatu yang dihasilkan oleh keterikatan dan karma, maka ia berpisah 

dengan kesadarannya tentang Sang Hyang Widhi dan menjadi korban 

dari dunia material ini. Tujuan dan aspirasi manusia bukanlah bersatu 

dengan Sang Hyang Widhi, tetapi pemisahan yang tegas antara Purusa 

dan Prakrti (Sarasamuccaya, hal 371). Hanya satu Tuhan (Sang Hyang 

Widhi). Menurut Vijnanabhisu: “dari semua jenis kesadaran meditasi, 

bermeditasi kepada kepribadian Sang Hyang Widhi adalah meditasi yang 

tertinggi. (Sarasamuccaya, 372) Ada bebagai obyek yang dijadikan sebagai 

pemusatan meditasi yaitu bermeditasi pada sesuatu yang ada di luar diri 

kita, bermeditasi kepada suatu tempat yang ada pada tubuh kita sendiri 

dan yang tertinggi adalah bermeditasi yang dipusatkan kepada Sang Hyang 

Widhi. Kebodohan menyatakan bahwa ada dualisme dari satu realitas yang 

disebut Sang Hyang Widhi (Tuhan). Ketika kebodohan dihilangkan oleh 

pengetahuan maka dualisme hilang dan kesatuan penuh akan dicapai. 

0

Ketika seseorang mengatasi kebodohan maka dualisme hilang maka ia 

menyatu dengan ”The Perfect Single Being” tetapi kesempurnaan ”The 

Single Being” itu selalu ada dan tetap tersisa sebagai sesuatu yang sempurna 

dan satu. Tak ada perubahan dalam lautan, seberapa banyakpun sungai-

sungai yang mengalirkan airnya dan bermuara padanya. Ketidakberubahan 

adalah keadaan dasar dari kesempurnaan. Kakawin Arjuna Wiwaha 11.1 

menjelaskan tentang penerapan Yoga sebagai berikut.

“Sasi wimba heneng ghata mesi banu Ndanasing, 

suci nirmala mesi wulan 

Iwa mangkana rakwa kiteng kadadin 

Ring angambeki Yoga kiteng sakala, 

Terjemahannya:

Bagaikan bulan di dalam tempayan berisi air. Di dalam air yang suci jernih 

tampaklah bulan. Sebagai itulah Dikau (Tuhan) dalam tiap mahluk. Kepada 

orang yang melakukan Yoga Engkau menampakkan diri”. Jadi pada 

dasarnya semua aliran kepercayaan yang menjadikan Yoga atau Meditasi 

sebagai pegangan utamanya pada dasarnya adalah pengikut ajaran Weda.

Uji Kompetensi:

1. Bagaimana pandangan ajaran Yoga terhadap Tuhan?

2. Dalam ajaran Yoga, apakah yang dimaksudkan Tuhan itu?

3. Bagaimana keberadaan Tuhan itu sendiri dalam ajaran Yoga? 

Sebelumnya diskusikanlah dengan orang tua anda di rumah.

4. Carilah informasi yang berhubungan dengan penerapan ajaran yoga 

guna mewujudkan hidup sejahtera dan bahagia pada  media sosial 

dan pendidikan, selanjutnya diskusikanlah dengan kelompok-

mu. Buatlah narasinya 1–5 halaman diketik dengan huruf  Times 

New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! 

Paparkanlah di depan kelas bersama kelompokmu sesuai dengan 

petunjuk bapak/ibu guru!


F. Ashtangga Yoga sebagai Dasar Pembentukan 

Budi Pekerti Luhur dalam Zaman Globalisasi

Perenungan:

Na karmaṇām anārambhān naiṣkarmyaṁ puruṣo ’ṡnute,

na ca saṁnyasanād eva siddhiṁ samadhigacchati.

Terjemahannya;

Tanpa kerja orang tak akan mencapai kebebasan, demikian juga ia tak akan 

mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja (BG. III.4).

Memahami Teks:

Secara umum, konsep etika dalam Yoga termasuk dalam latihan yama dan 

nyama, yaitu disiplin moral dan disiplin diri. Aturan-aturan yang ada dalam 

Panca yama dan Panca nyama, juga berfungsi sebagai kontrol sosial dalam 

mengatur moral manusia. Dalam buku Tattwa Darsana, menjelaskan bahwa 

etika dalam yoga adalah sebagai berikut; dalam samadhi, seorang Yogi 

memasuki ketenangan tertinggi yang tidak tersentuh oleh suara-suara yang 

tak henti-hentinya, yang berasal dari luar dan pikiran kehilangan fungsinya, 

di mana indra-indra terserap ke dalam pikiran. Apabila semua perubahan 

pikiran terkendalikan, si pengamat atau Purusa, terhenti dalam dirinya sendiri. 

Keadaan semacam ini  di dalam Yoga-Sutra Patanjali disebut sebagai Svarupa 

Avasthanam (kedudukan dalam diri seseorang yang sesungguhnya). 

Dalam filsafat Yoga, dijelaskan bahwa yoga berarti penghentian kegoncangan-

kegoncangan pikiran. Ada lima keadaan pikiran itu. Keadaaan pikiran itu 

ditentukan oleh intensitas sattwam, rajas dan tamas. Kelima keadaan pikiran 

itu adalah: 

1. Ksipta artinya tidak diam-diam. Dalam keadaan pikiran itu diombang-

ambingkan oleh rajas dan tamas, dan ditarik-tarik oleh objek indra dan 

sarana-sarana untuk mencapainya, pikiran melompat-lompat dari satu 

objek ke objek yang lain tanpa terhenti pada satu objek.

2. Mudha artinya lamban dan malas. Gerak lamban dan malas ini disebabkan 

oleh pengaruh tamas yang menguasai alam pikiran. Akibatnya orang yang 

alam  pikirannya demikian cenderung bodoh, senang tidur dan sebagainya.

3. Wiksipta artinya bingung, kacau. Hal ini disebabkan oleh pengaruh 

rajas. Karena pengaruh ini, pikiran mampu mewujudkan semua objek 

dan mengarahkannya pada kebajikan, pengetahuan, dan sebagainya. Ini 

merupakan tahap  pemusatan pikiran pada suatu objek, namun sifatnya 

sementara, sebab akan disusul lagi oleh kekuatan pikiran.

                                           

4. Ekagra artinya terpusat. Dalam keadaan seperti ini citta terhapus dari 

cemarnya rajas sehingga pikiran dikuasai oleh sattva. Ini merupakan awal 

pemusatan pikiran pada suatu objek yang memungkinkan ia mengetahui 

alamnya yang sejati sebagai persiapan untuk menghentikan perubahan-

perubahan pikiran.

5. Niruddha artinya terkendali. Dalam tahap ini, berhentilah semua kegiatan 

pikiran, hanya ketenanganlah yang ada. Ekagra dan Niruddha merupakan 

persiapan dan bantuan untuk mencapai tujuan akhir, yaitu kelepasan. Ekagra 

bila dapat berlangsung terus menerus, maka disebut samprajna-yoga 

atau meditasi yang dalam, yang padanya ada perenungan kesadaran akan 

suatu objek yang terang. Tingkatan Niruddha juga disebut asaniprajnata-

yoga, karena semua perubahan dan kegoncangan pikiran terhenti, tiada 

satu pun diketahui oleh pikiran lagi. Dalam keadaan demikian, tidak ada 

riak-riak gelombang kecil sekali pun dalam permukaan alam pikiran atau 

citta itu. Inilah yang dinamakan orang samadhi yoga. Ada empat macam 

samparjnana-yoga menurut jenis objek renungannya. Keempat jenis itu 

adalah:

a. Sawitarka ialah apabila pikiran dipusatkan pada suatu objek benda kasar 

seperti arca dewa atau dewi.

b. Sawicara ialah bila pikiran dipusatkan pada objek yang halus yang tidak 

nyata seperti tanmantra.

c. Sananda, ialah bila pikiran dipusatkan pada suatu objek yang halus 

seperti rasa indriya.

d. Sasmita, ialah bila pikiran dipusatkan pada asmita, yaitu anasir rasa aku 

yang biasanya roh menyamakan dirinya dengan ini.

Dengan tahapan-tahapan pemusatan pikiran seperti yang disebut di atas 

maka ia akan mengalami bermacam-macam fenomena alam, objek dengan 

atau tanpa jasmani yang meninggalkannya satu persatu hingga akhirnya citta 

meninggalkannya sama sekali dan seseorang mencapai tingkat asamprajnata 

dalam yoganya. Untuk mencapai tingkat ini orang harus melaksanakan praktik 

Yoga dengan cermat dan dalam waktu yang lama melalui tahap-tahap yang 

disebut astangga yoga.

Yoga sesungguhnya adalah suatu jalan kehidupan yang mengajarkan kita 

menjadi orang yang baik, harmonis, dan damai. Kitab Bhagawadgita 

mengklasifikasikan pelaksanaan yoga menjadi empat tahapan, diantaranya 

adalah:


1. Jnana Yoga: Yoga yang berpangkal pada Logika/pengetahuan

Adakah di dunia ini suatu aktivitas yang tidak 

membutuhkan pengetahuan? Pengetahuan 

membuat orang yang kegelapan menjadi 

terang. Setiap pekerjaan sebenarnya 

memiliki pengetahuan tersendiri yang mesti 

dipahami dengan baik. Menjadi profesional 

di salah satu bidang pekerjaan menuntut kita 

untuk memahami pengetahuan di bidang 

tersebut. Oleh karenanya pengetahuan 

itu sangat penting dalam kehidupan ini. 

Terutama bila kita ingin meningkatkan diri, 

mengembangkan anugerah Tuhan yang dimiliki oleh manusia berupa 

pikiran dan kecerdasan. Jnana Yoga menekankan pada pengetahuan yang 

suci dan yang bermanfaat bagi kehidupan ini.

2. Bakti Yoga: Yang berpangkal pada Rasa, Cinta, Kasih.

Kehadiran rasa dalam kehidupan ini adalah sangat penting, karena manusia 

hidup diantara manusia dan makhluk-makhluk lainnya. Untuk menjaga 

keharmonisan hubungan hidup diantara kita maka rasa, cinta, dan kasih 

menjadi tali pengikat, bagaikan benang yang merajut untuk membentuk 

suatu rajutan kehidupan yang indah dan harmonis. Rasa membuat 

kehidupan ini berdenyut, karena rasa membuat manusia mampu menikmati 

kehidupan. Jalan Bakti yoga menekankan pada bakti yang tulus, ikhlas 

berhubungan kehadapan Ida Sanya Hyang Widhi beserta ciptaan-Nya.

3. Karma Yoga: Berpangkal pada Karma/Kerja.

Ciri dari kehidupan ini adalah adanya aktivitas atau kerja. Bila kita ingin 

hidup, setiap orang mesti bekerja untuk mendapatkan makanan, minuman, 

tempat tinggal, pakaian, uang dan kebutuhan hidup yang lainnya. Bekerja 

bisa menjadi jalan untuk mencapai pencerahan apabila kita mampu 

mewujudkannya dengan ihklas dan tanpa pamrih. Jalan kerja tanpa pamrih 

inilah hakekat dari Karma Yoga.

4. Raja Yoga: adalah pengendalian diri dan konsentrasi.

Untuk mendapatkan hasil yang optimal pada kerja, logika, dan rasa maka 

sangat diperlukan adanya pengendalian diri dan konsentrasi yang tinggi. 

Patut disadari bahwa kelahiran sebagai manusia dilengkapi dengan sifat-

sifat; marah, keinginan, iri hati, mabuk, bingung dan loba. Sifat-sifat 

bawaan sejak lahir ini bila tidak dikendalikan dengan konsentrasi yang 

baik dapat mengacaukan jalan hidup utama dari setiap manusia. Catur 


yoga sesungguhnya adalah jalan yang utama untuk mengantarkan umat 

manusia mencapai sukses dalam hidupnya. Ajaran Astangga Yoga adalah 

merupakan salah satu bagian dari ajaran Raja Yoga dalam Catur Yoga. 

Ajaran Astangga Yoga disusun oleh Rsi Patanjali dengan pendekatan yang 

sistematis, untuk membimbing umat manusia menjadi manusia yang baik 

dan mulia guna mewujudkan insan yang berbudi pekerti luhur. Ajaran 

Astangga Yoga yang menjadi dasar pembentukan budi Pekerti luhur bagi 

umat manusia antara lain

a. Yama brata adalah ajaran yang menuntun umat manusia untuk selalu 

berperilaku dan bermoral yang baik. Manusia sebagai insan yang sopan, 

santun dan bermoral, selama pengabdian hidupnya hendaknya tidak 

menyiksa, menyakiti dengan perkataan, perbuatan, pikiran, perasaan, 

dan membunuh (Ahimsa) makhluk sesama-Nya. Sebagai manusia yang 

baik hendaknya selalu jujur dan dapat dipercaya, setia pada kata hati, 

janji, kawan, kata-kata, perbuatan dan bertanggung-jawab pada sesuatu 

yang diperbuat (Satya) kepada sesama. Dalam pergaulan hidup ini 

sebagai manusia hendaknya tidak menginginkan milik orang lain, tidak 

melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, tidak mencuri atau merampok 

sesuatu yang menjadi milik orang lain (Asteya). Untuk menumbuh-

kembangkan kecerdasan, manusia sebagai mahkluk yang berbudi 

pekerti luhur hendaknya selalu belajar dan mampu mengendalikan nafsu 

seksualnya. Tidak melakukan hubungan seksual sebelum resmi menjadi 

pasangan suami-istri yang sah dengan disaksikan oleh tiga saksi: butha 

saksi (paca maha butha), manusia saksi (pemerintah, keluarga dan 

masyarakat, pandita, pinandita), Dewa saksi (Tuhan/Ida Sang Hyang 

Widhi) melalui upacara pernikahan. Dan setelah menikahpun hendaknya 

tidak sembarangan melakukan hubungan seksual (Brahmacarya). 

Manusia yang berbudi pekerti luhur wajib hukumnya hidup sederhana, 

tidak memamerkan kemewahan walaupun telah mampu memiliki 

pendapatan yang tinggi. Pendapatan yang tinggi sedapat mungkin 

dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan seperti, para fakir 

miskin, sebab dana punia adalah merupakan bentuk yajńa yang paling 

tinggi nilainya (Aparigraha).

Demikianlah hendaknya yang selalu diusahakan oleh setiap orang yang 

merindukan hidup dengan berbudi pekerti luhur, mampu membimbing 

pribadinya untuk berperilaku dengan moral yang baik sehingga menjadi 

manusia yang sejahtera dan berbahagia selama hidup dan kehidupannya 

(moksha).

0

b. Nyama: adalah ajaran yang menuntun umat manusia untuk selalu 

bermoral dan berperilaku yang baik. Seseorang yang perilakunya dijiwai 

oleh moral yang mulia adalah ciri insan yang berbudi pekerti luhur. 

Nyama bratha adalah ajaran ashtangga yoga yang patut dijadikan 

landasan oleh seseorang untuk mewujudkan pribadinya berbudi pekerti 

luhur. Menjaga kesucian lahir dan batin masing-masing adalah menjadi 

kewajiban pribadi setiap insan yang dilahirkan sebagai manusia. 

Manusia dilahirkan memiliki tubuh/badan, pikiran, kecerdasan, hati, 

dan jiwa. Badan atau tubuh manusia yang kotor dibersihkan dan 

disucikan dengan air, pikiran yang kotor dapat dibersihkan dan disucikan 

dengan kejujuran, kecerdasan manusia yang kotor dapat dibersihkan 

dan disucikan dengan pengetahuan suci, hati dan perasaan seseorang 

yang kotor dapat dibersihkan dan disucikan dengan keihklasan, dan 

jiwa/roh/spirit/atma manusia yang kotor dapat dibersihkan dan disucikan 

dengan melaksanakan tapa, brata, dan yoga (Sauca). Adakalanya dalam 

kehidupan manusia tidak pernah merasa puas walaupun dimata 

sesamanya yang bersangkutan sudah dipandang berkecukupan. Merasa 

puas dengan apa yang dimiliki, berbahagia dengan karunia Ida Sang 

Hyang Widhi, selalu bersyukur atas segala anugerah-Nya, adalah cermin 

pribadi seseorang yang berbudi pekerti luhur dalam hidupnya. Sepatutnya 

kita menyadari bahwa setiap orang memiliki rejekinya masing-masing 

sebagai hasil dari karma baiknya pada kehidupan sebelumnya maupun 

hasil dari karma pada kehidupan ini. Demikian pula kita tentu 

mendapatkan buah karma masing-masing. Oleh karenanya 

berbahagialah, puaslah dengan yang diraih sekarang, tidak iri bila 

melihat keberhasilan orang lain, melihat rejeki orang lain ataupun 

melihat keberuntungan orang lain. Karena semuanya itu sesungguhnya 

adalah hasil dari karmanya. Bila kita ingin mendapat keberhasilan sesuai 

harapan maka harus berusaha dengan sekuat tenaga dan kemampuan 

yang dimiliki dengan jalan yang benar (Santosa). Belakangan ini ada 

pesan bahwa manusia ingin hidup serba instan, digampangkan, glamor, 

dan bersifat/sikap apatis. Bila ingin hidup berbudi pekerti yang luhur, 

ada baiknya kebiasaan ini diubah secepatnya. Mengadapi era global 

yang penuh dengan tantangan, hidup manusia harus kuat dan tahan uji. 

Hidup manusia harus tahan terhadap berbagai godaan yang datang baik 

dari dalam diri maupun dari luar diri-sendiri. Kekuatan dan ketahanan 

hidup bisa dimiliki bila kita telah mampu mengendalikan diri (yoga) 

dengan baik. Kemampuan mengendalikan diri bisa dipupuk dengan 

melakukan latihan secara kontinyu. Latihan yang bermanfaat adalah 

dengan melakukan puasa, brata. Berlatih dengan tekun selain dapat 

menguatkan diri juga bermanfaat untuk membersihkan diri dari pengaruh 

                                           

kotoran yang ada dalam tubuh (Tapa). Belajar dengan sungguh-sungguh 

untuk mendalami berbagai macam ilmu pengetahuan sesuai dengan 

petunjuk yang ada sehingga berhasil dan berguna untuk kesejahteraan 

dan kebahagiaan hidup umat manusia adalah cermin dari insan yang 

bermoral, cerdas, dan berbudi pekerti luhur. Usaha umat manusia yang 

selalu memanfaatkan waktunya untuk belajar merupakan perilaku yang 

mulia. Apapun materi pembelajaran yang dipelajari oleh seseorang 

adalah dapat bermanfaat dalam hidupnya sepanjang dilandasi dengan 

pikiran yang positif. Dengan tekun belajar yang bersangkutan dapat 

terbebas dari berbagai masalah yang dihadapinya. Membiasakan diri 

belajar mendalami kitab-kitab suci sesuai dengan agama yang 

diyakininya berarti yang bersangkutan telah melandasi hidupnya dengan 

sikap hidup berbudi pekerti luhur (Swadhyaya). Manusia berkeyakinan 

bahwa hidup dan kehidupan ini adalah kehendak Tuhan/Ida Sang Hyang 

Widhi. Kelahiran, kehidupan, dan kematian sebagai manusia juga adalah 

atas kehendak-Nya. Dengan melakoni hidup dan kehidupan sebagai 

manusia dan menerima hasilnya dalam kondisi baik atau buruk adalah 

anugerah-Nya mencerminkan insan yang berbudi pekerti luhur. Sebagai 

manusia berkewajiban untuk selalu menyerahkan diri kepada Tuhan 

Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi secara bulat dan tulus 

(Iswarapranidhana).

c. Asana: menjaga keharmonisa dalam tubuh, 

menjaga kesehatan tubuh. Asana adalah 

merupakan sikap badan yang mantap dan 

nyaman. Jenis-jenis sikap badan/asana 

dalam yoga sangat beragam, mulai dari 

asana posisi berdiri, duduk, telungkup, 

rebah, terbalik dan lain sebaginya. Berbagai 

macam gerakan asana tersebut ditemukan 

oleh para yogi yang mengabdikan hidupnya 

mencari pencerahan jiwa di hutan yang 

sejuk ribuan tahun lalu dan menyesuaikan 

gerakannya dengan gerakan mahluk hidup 

yang ada di hutan. Manfaat dari melakukan 

asana tersebut adalah badan menjadi sehat dan nyaman. Selain itu 

dengan melakukan asana tubuh menjadi terbantu secara fisik untuk 

melakukan konsentrasi yang sangat dibutuhkan dalam yoga. Manusia 

memiliki kewajiban untuk selalu dapat duduk dengan sehat, tenang 

dan nyaman dalam keadaan apapun adalah ciri manusia yang berbudi 

pekerti yang luhur. Lakukanlah!

0

d. Pranayama: mengelola energi hidup. Pranayama merupakan tata-cara 

pengaturan nafas dalam hidup dan kehidupan. Pranayama memiliki 

peranan penting dalam keberhasilan seseorang untuk melakukan yoga. 

Apabila seseorang tidak memahami tata-cara bernafas dalam pranayama 

maka yoga yang dilaksanakan menjadi sia-sia. Dalam pranayama 

dikenal istilah-istilah pengaturan nafas seperti puraka (menarik nafas), 

kumbaka (menahan nafas) dan recaka (menghembuskan nafas). Ada 

beragam jenis dan teknik pranayama dalam yoga. Beragam jenis dan 

teknik pranayama tersebut memiliki manfaat masing-masing dalam 

hidup dan kehidupan manusia. Dengan membiasakan diri selalu berlatih 

yoga secara baik dan benar dapat memperpanjang pernafasan atau 

memperpanjang umur manusia. Bila kita berkeinginan memiliki nafas/

umur yang panjang, lakukanlah.

e. Pratyahara: Pemutusan pengaruh indra pada pikiran/logikanya. Manusia 

memiliki panca indra yang sangat bermanfaat dalam mewujudkan 

hidup sejahtera dan bahagia. Pemanfaatanya hendaknya terpelihara 

dengan baik agar tidak mengganggu ketenangan dan kenyamanan 

hidup manusia. Indra yang tidak terkendali/liar dapat menganggu dan 

mengancurkan kelansungan hidupnya. 

Pratyahara mengandung arti menarik pancaindra dari objek-objek 

penglihatan, pendengaran, perasaan dan perabaan yang berlebihan. Dalam 

keadaan pratyahara pembentukan objek perenungan mulai dilakukan. 

Objek perenungan digunakan sebagai alat untuk berkonsentrasi. Dalam 

pelaksanaan yoga ada berbagai jenis objek perenungan dapat digunakan 

oleh manusia mengendalikan pengaruh negatif indranya. Praktisi yoga 

dapat memanfaatkan arca dewa-dewi, simbol aksara suci, cahaya yang 

terang, ataupun bayangan muka diri sendiri dan yang lainnya sebagai 

obyek perenungan. Objek perenungan tersebut dipertahankan hingga 

dapat diyakini sesuatu yang direnungkan seolah-olah nyata. Manusia 

yang berbudi pekerti luhur selalu berusaha untuk mengendalikan 

pengaruh negative indranya dengan hamonis sehingga terbangun 

kehidupan damai, sejahtera, dan bahagia.

f. Dharana: Konsentrasi Pikiran. Berkonsentrasi atau pikiran 

terkonsentrasi mudah diucapkan, orang kebanyakan menyatakan tidak 

mudah melaksanakan. Untuk dapat berkonsentrasi dengan baik sangat 

dibutuhkan disiplin mental yang sungguh-sungguh. Pada tahap dharana 

penentuan letak pemusatan pikiran pada objek tertentu dilaksanakan. 

Misalnya titik pertemuan antara kedua alis-mata, batang hidung, ujung 

hidung, ubun-ubun dan lain sebagainya.

                                           

Dharana melatih pikiran untuk selalu terkonsentrasi. Dengan pikiran 

terkonsentrasi semua permasalahan hidup manusia dapat teratasi secara 

baik. Manusia berbudi pekerti luhur hendaknya selalu berusaha melatih 

konsentrasi pikiran dengan melaksanakan yoga, sehingga terbangun 

kehidupan damai, sejahtera, dan bahagia. Setiap orang dapat melatih 

konsentrasi pikiran dengan baik melalui yoga.

g. Dhyana: Keadaan meditasi, dimana terpusatnya pikiran pada objek 

konsentrasi secara kontinyu. Meditasi yang lebih dalam dan tinggi 

dilakukan tanpa henti dan tanpa gangguan. Pada tahap dhyana aliran 

pikiran sudah mengalami ketenangan menuju renungan pada pusat 

pemikiran sebagi titik akhir. Pikiran dan objek renungan seseorang 

berlatih yoga pada tahap dhyana masih nyata dan terpisah dari kesadaran 

manusia. Setiap orang dapat berlatih meditasi dengan baik melalui 

yoga. Manusia berbudi pekerti luhur hendaknya selalu berusaha berlatih 

meditasi dengan melaksanakan yoga, sehingga terbangun kehidupan 

damai, sejahtera, dan bahagia.

h. Samadhi: Tercapainya Keharmonisan dan Kedamaian. Hidup menjadi 

manusia di era global penuh dengan tantangan, bila kita kurang siap 

melakoninya tidak tertutup kemungkinan menjadi korban globalisasi. 

Patut disyukhuri karena era global mengingatkan kita untuk tetap 

berusaha mampu mewujudkan keharmonisan dan kedamaian hidup 

sehari-hari melalui yoga. 

Samadhi adalah tahapan puncak dari yoga. Samadhi dimana pikiran 

tenggelam pada objek yang direnungkan. Tidak ada kesadaran akan 

dirinya sendiri, hanya ketenangan yang ada dalam samadhi. Pikiran dan 

objek renungan menjadi satu dan pikiran lenyap. Dapat membedakan 

antara kebahagiaan dengan kesenangan di alam. Keadaan tersebut 

dinamakan citta-vritti nirodha dimana pikiran dapat dikendalikan secara 

total dan jiwa terbebas menuju alam kelepasan sebagai tujuan dari yoga 

itu sendiri. Samadhi dapat melatih seseorang untuk menjadi insan 

yang berbudi pekerti luhur. Manusia berbudi pekerti luhur hendaknya 

selalu berusaha berlatih samadhi dengan melaksanakan yoga, sehingga 

terbangun kehidupan damai, sejahtera, dan bahagia. Setiap orang dapat 

berlatih samadhi dengan baik melalui yoga.

Renungkanlah bait sloka berikut ini:

Yo marayati pranayati, 

yasmat prananti bhuvanani visva.


Terjemahannya;

’Sang Hyang Widhi Wasa menghidupkan dan menghancurkan. Dia 

adalah sumber penghidupan seluruh alam semesta’ (Atharvaveda XIII. 

3.3)

Memahami Teks:

Untuk menjalani hidup kita perlu tubuh. Dengan adanya tubuh kita menjadi 

ada dan tanpa tubuh manusia bukanlah siapa-siapa. Tubuh merupakan 

“sadhana” tempat bersemayamya jiwa oleh karena itu harus di jaga dan 

dipelihara sebaik mungkin. Walaupun demikian tubuh fisik memiliki 

keterbatasan waktu untuk eksistensinya. Karena pada saat nanti tubuh yang 

di besarkan oleh makanan pada akhirnya kembali ke siklus makanan.

Berdasarkan sistem yoga manusia dipandang memiliki tiga jenis tubuh, 

antara lain; tubuh fisik, tubuh astral, dan tubuh kausal. Tubuh astral dan 

tubuh kausal bersifat kekal dan berada dalam dimensi yang berbeda dengan 

tubuh fisik. Tubuh astral, dan tubuh kausal dapat meninggalkan tubuh fisik 

pada saat kematian. Praktik Hatha yoga mengajarkan penyatuan diantara 

tubuh tersebut melalui teknik-teknik penguasaan tubuh, sebagai langkah 

awal untuk memasuki kesadaran mental dan spiritual. Dengan melakukan 

praktik Hatha yoga kita dapat meningkatkan kesadaran tentang tubuh yang 

dapat mengantarkan menuju kesadaran pikiran, kesadaraan atman/jiwa dan 

kembali ke sumber-Nya. Berikut ini adalah jenis tubuh manusia menurut 

system yoga, antara lain:

1). Tubuh fisik (Stula sarira) adalah badan kasar manusia yang di bentuk 

oleh 5 unsur alam seperti; tanah (prithivi), air (apah), api (agni), 

udara (vayu), dan ether (akasha). Eksistensi siklus tubuh fisik adalah 

mengalamai kelahiran, pertumbuhan, perubahan, pengeroposan, dan 

kematian.

2). Tubuh astral (Suksma sarira) adalah badan halus manusia yang dapat 

merasakan rasa senang dan rasa sakit melalui; mulut, tangan, kaki, 

genital, dan anus disebut (Kara indriya), dan mata (penglihatan), telinga 

(pendengaran), hidung (penciuman), lidah (rasa) dan kulit (sentuhan), 

disebut (Jnana indriya), serta Prana yakni energi kehidupan yang 

melingkupi semua materi di alam semesta termasuk udara (napas) yang 

kita hirup sahat bernapas, seperti; Kekuatan dasar yang menggerakan 

segala sesuatu dan mengaktifkan fungsi-fungsi terpenting seperti 

bernapas, makan minum, dan menerima input sensorial (indriawi) 

(Prana vayu). Kekuatan yang mengatur proses pengeluaran; urin, 

tinja, ejakulasi, menstruasi, dan proses melahirkan {kekuatan yang 

                                          

menghasilkan rasa penerimaan dan pasrah} (Apana vayu). Kekuatan 

yang mengatur pencernaan makanan, emosi, dan pengalaman sensorial 

merupakan kekuatan yang mengubah prana menjadi energy (Samana 

vayu). Kekuatan yang mengatur pertumbuhan tubuh dan kemampuan 

untuk berdiri, berjalan, dan berbicara merupakan kekuatan yang 

memberikan antusiasme dalam hidup (Udana vayu). Kekuatan yang 

mengatur sirkulasi oksigen dan makanan dalam tubuh fisik serta 

mengatur sirkulasi pikiran dan emosi dalam astral merupakan kekuatan 

yang mendukung fungsi kerja prana lainnya (Vyana vayu). Tubuh 

astral manusia juga dilengkapi dengan 4 unsur instrumen dalam, 

seperti; pikiran (manas), intelek (buddhi), pikiran bawah sadar (chitta), 

dan ego (ahamkara/pembenaran diri).

3). Tubuh kausal (karana sharira) merupakan tubuh “benih” atau blueprint 

tubuh kasar dan halus. Didalam tubuh ini terdapat samskara dan karma 

yang akan memengaruhi perilaku dan jalan hidup manusia.

Manusia yang sesungguhnya bukanlah hanya salah satu bagian dari 3 

tubuh tersebut di atas. Lapisan kesadaraan yang tersebut di atas hanyalah 

untuk membebaskan diri dan mencapai pencerahan. Seseorang haruslah 

berhenti mengidentifikasi dirinya hanya dengan salah satu lapisan atau 

tubuh yang dimaksud dan mengidentifikasi dengan sesuatu yang melebihi 

semua lapisan tubuh, yakni atman/jiwa. Praktik yoga dapat meningkatkan 

kesadaran manusia untuk menyadari dan mencapai keberadaan jiwanya 

dengan memurnikan 5 lapisan tubuh lainnya seperti;

1. Annamaya kosha; lapisan tubuh/fisik yang berasal dari unsur makanan. 

Makanan yang terdapat dalam tubuh fisik terbentuk dari unsur dunia 

fisik yakni makanan. Oleh karena itu lapisan tubuh ini kembali ke siklus 

makanan (food cycle) setelah meninggal. Lapisan tubuh yang berasal 

dari unsur makanan dapat dibersihkan melalui yoga asana dan dengan 

pola makan yang baik dan benar.

2. Pranamaya kosha; lapisan tubuh/vital yang berasal dari unsur energi. 

Lapisan energi terdapat dalam tubuh astral yang bekerja dengan bantuan 

5 prana dan 5 organ aksi. Fungsinya adalah merasakan lapar, haus, 

panas, dan dingin. Lapisan tubuh yang berasal dari unsur energi dapat 

dibersihkan dengan olah napas (pranayama).

3. Manomaya kosha; lapisan tubuh mental/pikiran. Lapisan tubuh yang 

berasal dari unsur mental/pikiran yang terdapat dalam tubuh astral 

dan bekerja dengan bantuan 5 organ pengetahuan dan beberapa unsur 

dalam, yakni pikiran/manas dan pikiran bawah sadar/chitta. Fungsinya 

242 Kelas XII SMA/SMK 

ialah berpikir menyangsikan, marah, nafsu, gembira, depresi dan delusi 

dapat dibersihkan melalui praktik yama, niyama dan pelayanan terhadap 

sesama.

4. Vijnamaya kosha; lapisan tubuh intelek. Lapisan tubuh yang berasal 

dari unsur intelek yang terdapat dalam tubuh astral dan bekerja dengan 

bantuan ilmu pengetahuan yang bekerja-sama dengan intelek (Buddhi) 

yang mampu menganalisis dan membedakan berbagai hal dan ego 

(ahamkara) dengan tujuan untuk pembenaran diri. Fungsinya ialah 

membedakan dan membuat keputusan, dapat dibersikan melalui praktik 

meditasi dan studi spriritual.

5. Anandamaya kosha; lapisan tubuh kebahagiaan. Lapisan tubuh yang 

berasal dari unsur kebahagiaan yang terdapat dalam tubuh kausal. 

Fungsinya merasakan ketenangan, ketentraman, kedamaian, dan 

kebahagiaan, dapat dibersihkan melalui samadi.

Demikianlah manusia yang dalam keseharian hidupnya berkewajiban untuk 

meningkatkan eksistensinya sebagai makhluk individual, sosial, religius, 

dan berbudaya yang diciptakaan oleh Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi, dengan 

kekuatan tri anta karana yang dimiliki selalu berlatih ashtangga yoga untuk 

membangun budi pekertinya yang luhur guna mewujudkan hidup yang 

sejahtera dan bahagia.

Uji Kompetensi:

1. Buatlah rangkuman untuk masing-masing pokok bahasan 

berdasarkan sumber teks yang terdapat pada Bab IV (Ashtangga 

Yoga dan Moksa) materi pembelajaran ini, sesuai petunjuk khusus 

dari Bapak/Ibu guru!

2. Amatilah teks bacaan tersebut di atas, bagaimana pandangan anda 

dengan ajaran ashtangga yoga sebagai dasar pembentukan budi 

pekerti luhur bagi umat manusia di eraglobal ini? Jelaskanlah!

3. Bagaimana hubungan ashtangga yoga dengan sifat dan sikap 

berbudi pekerti luhur? Jelaskanlah!

4. Bagaimana keberadaan tubuh manusia terkait dengan praktik 

ajaran ashtangga yoga? Jelaskanlah! Sebelumnya diskusikanlah 

dengan orang tua anda di rumah!

                                           Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 243

Gambar berikut adalah beberapa contoh peragaan praktek yoga, amatilah 

gambar berikut ini, deskripsilah! Sebelumnya diskusikanlah dengan orang tua 

anda di rumah!

 

 

5. Carilah informasi yang berhubungan dengan penerapan ajaran 

ashtangga yoga guna mewujudkan hidup berlandaskan budhi 

pekerti luhur pada  media sosial dan pendidikan, selanjutnya 

diskusikanlah dengan kelompok-mu. Buatlah narasinya 1–5 

halaman diketik dengan huruf  Times New Roman –12, spasi 1,5 

cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! Paparkanlah di depan kelas 

bersama kelompokmu sesuai dengan petunjuk bapak/ibu guru 

yang mengajar!


Yamān seveta satatam 

na nityam niyamān budhāh,

Yamān patatyasevam hi niyamān 

kevalām bhayan.

Lawan yama ikang prihën nityaca gawayakëna, kunëng ikang niyama, 

wënang ika tan lenggëngën gawayakëna, apan ika sang manëkët 

gumawayakën ikang niyama, tatān, yatna ri kagawayaning yama, tibā sira 

ring nirayaloka.

Terjemahan:

Dan yama (pengekangan diri) haruslah diusahakan, senantiasa dilaksanakan; 

adapun niyama (janji diri) dapat tidak secara tetap dilaksanakan; sebab orang 

yang yakin melaksanakan niyama, sedangkan “yama” diabaikan, orang yang 

demikian akan jatuh di nerakaloka (Sarasamuçcaya, 258. hal.194).

Menjadi kewajiban setiap individu untuk terciptanya persahabatan dalam 

mengomunikasikan diri dengan sesama sebagai insan ciptaan Hyang Widhi. 

Bagaimana semuanya itu dapat diwujudkan? Amatilah gambar 5.1 dengan 

baik, renungkanlah bait sloka tersebut di atas, dan deskripsikan sesuai hasil 

pengalamanmu!

DASA YAMA BRATHA DAN 

NYAMA BRATHA

Bab V

0

A. Ajaran Dasa Yama bratha dan Dasa Nyama bratha

Dasa Yama Bratha dan Dasa Nyama bratha adalah ajaran pengendalian diri 

secara lahir dan bathin bagi setiap orang penganut Hindu dalam rangka 

mewujudkan hidup dan kehidupan yang sejahtera, bahagia, bersih, dan suci 

dalam hidup dan kehidupannya.

1. Ajaran Dasa Yama bratha

Perenungan.

Dakûióāvanto amåtaý bhajante, 

dakûióāvantaá pra tiranta āyuá.

Terjemahan:

Orang-orang yang bermurah-hati mencapai keabadian, mereka 

memperpanjang usia mereka (Ågveda I. 125.6).

Kata Dasa Yama bratha sejatinya adalah berasal dari bahasa sanskerta 

yakni dari kata Dasa berarti sepuluh dan Yama bratha berarti pengendalian 

diri untuk menjadi sejahtera dan bahagia berdasarkan Dharma. Dasa 

Yamabrata adalah sepuluh macam brata pengendalian diri secara (lahir 

dan batin) untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di 

dunia berlandaskan Dharma (Wigama, dkk, 1995:131). Kitab suci weda 

menjelaskan sebagai berikut;

Ariútaá sa marto viúva edhate

pra prajābhir jāyate dharman pari,

yam ādityāso nayathā sunitibhir

ati viúvāni duritā svastaye.

0

Terjemahan:

“Wahai Dewa-matahari, semua umat manusia yang Engkau alihkan dari 

jalan kejahatan, menempuh ke jalan yang berbudi, diberkahi dengan 

kemakmuran dan juga dilimpahi dengan keturunan (generasi) yang berbudi 

luhur, berkat sikap keagamaan mereka’ (Rgveda X. 63. 13).

Ajaran Dasa Yama bratha merupakan suatu ajaran tata susila atau etika 

yang berfungsi untuk membina dan menempa watak pribadi maupun budi 

pekerti yang luhur bagi setiap umat manusia. Dalam kehidupan sehari-

hari setiap orang perlu berusaha untuk mengendalikan diri, agar tidak 

terjadi benturan-benturan di dalam masyarakat dan lingkungan sekitarnya. 

Tanpa adanya usaha pengendalian diri dari masing-masing individu, 

maka masyarakat dapat menjadi tidak tentram dalam hidupnya. Untuk 

ketenangan, kenyamanan, kententraman dan kedamaian masyarakat itulah 

maka setiap anggota masyarakat perlu mempedomani dan melaksanakan 

ajaran Dasa Yama bratha dengan segala aktivitasnya di dunia ini.

Setiap individu dalam hidup bermasyarakat hendaknya selalu berupaya; 

tidak hanya mementingkan diri sendiri saja, patut tahan keadaan panas dan 

dingin, tidak berkata bohong, berbuat untuk bahagianya makhluk lain, sabar 

serta dapat menasihati diri sendiri, tulus hati dan berterus terang, bersikap 

welas asih dengan sesama, menjaga kejernihan hati, berpenampilan dengan 

pandangan manis (muka manis) dan manis perkataan, dan kelembutan hati.

Ajaran  dasa yama bratha adalah ajaran tentang sepuluh macam pengendalian 

diri yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang berbudipekerti 

luhur, sebagaimana yang termaktub dalam kitab saracamucchaya sloka 

259. Ajaran dasa yama bratha ini merupakan pegangan hidup bagi 

manusia yang hendak mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di 

dunia. Hal ini dapat dibaca dan dipedomani dalam ajaran anrsangsyanya, 

yang mengajarkan tata-cara manusia hidup saling bantu-membantu, harga-

menghargai dalam hidup bersama, karena dapat didasari bahwa setiap 

orang itu memiliki kelemahan, kekurangan, dan kelebihan. Pada kondisi 

seperti inilah diharapkan saling melengkapi satu dengan yang lainnya. 

Di samping itu ajaran kesabaran menjadi bagian dasa yama bratha, yang 

mengajarkan manusia agar memiliki ketenangan hati dalam menghadapi 

persoalan hidup sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. 

Demikian pula satya yaitu konsekuen menepati janji, berarti pula cinta 

dengan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Orang satya adalah disiplin, 

bertanggung jawab dengan janji atau ucapannya. Karena dengan hidup 


menepati janji atau sesuai dengan ucapan itu dapat terwujud kebahagiaan 

hidup, sebaliknya tanpa demikian berbagai permasalahan dapat terjadi. 

Hal ini didukung oleh ajaran dama, yang mengajarkan orang mampu 

menasehati dirinya sendiri untuk mencapai kesadaran bahwa menasehati 

diri sendiri sebelum berbuat adalah sangat penting, sebagai pedoman 

selanjutnya untuk bertindak lebih sempurna. Dari sini pula perkembangan 

ahimsa yang menginginkan kesejahteraan hidup bersama sesuai dengan 

ajaran priti, welas asih kasih sayang kepada semua mahkluk yang harus 

didasari oleh ajaran prasada, madurya dan madarwa.

Dengan mengedepankan sikap dan pandangan yang demikian, setiap 

individu yang bermasyarakat akan dapat mewujudkan ketenangan, 

kententraman, kedamaian keabadian, dan usia yang panjang dalam 

hidupnya.

Uji Kompetensi:

1. Dengan mendalami sumber bacaan di atas bagaimana pendapat-

mu tentang ajaran Dasa Yama bratha yang ada di lingkungan 

masyarakat sekitar anda? Jelaskanlah!

2. Jelaskanlah makna kata Dasa Yama bratha yang anda ketahui!

3. Bagaimana anda meyakini bahwa dengan mendalami ajaran 

Dasa Yama bratha dapat mewujudkan ketenangan, kenyamanan, 

kententraman, kedamaian, keabadian, dan usia yang panjang 

dalam hidup ini? Jelaskanlah!

4. Carilah informasi yang berhubungan dengan uraian materi Dasa 

Yama bratha pada  media sosial dan pendidikan, selanjutnya 

diskusikanlah dengan kelompok-mu. Buatlah narasinya 1–5 

halaman diketik dengan huruf  Times New Roman –12, spasi 1,5 

cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! Paparkanlah di depan kelas 

bersama kelompok-mu sesuai dengan petunjuk bapak/ibu guru 

yang mengajar!

                                           

2. Ajaran Dasa Nyama bratha

Abdhir gātrāói úudhyanti

Manah satyena úudhyanti

Widhyātapobhyām bhrtātma

Buddhir jñānena úudhyanti.

Terjemahan:

Badan dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, atma 

dengan ilmu dan tapa, akal dibersihkan dengan kebijaksanaan (Manawa 

Dharmasastra V.109).

Perenungan.

“Dànamijyà tapo dhyànam Swādhayàyopasthanigrahah,

Wratopawasa maunam ca ananam Ca niyama daca 

Terjemahan:

Inilah brata sepuluh banyaknya yang disebut Nyama, perinciannya; dana, 

ijya, tapa, dhyana, swadhyaya, upasthaninggraha, brata, upawasa, mona, 

stana, itulah yang merupakan Nyama (Sarasamuçcaya, 260).

Setiap individu memiliki rasa 

rindu akan keheningan dalam 

hidupnya, mendekatlah dengan 

Hyang Widhi. Bagaimana 

semuanya itu dapat diwujudkan? 

Amatilah gambar 8.1 dengan baik, 

renungkanlah bait sloka tersebut di 

atas, dan deskripsikan sesuai hasil 

pengalaman-mu!

Diskusikanlah bait sloka  di atas dengan teman sebangku-mu! 

Buatlah narasinya sesuai hasil diskusi yang dilaksanakan, selanjutnya 

presentasikan ke depan kelas sesuai petunjuk dari bapak/ibu guru yang 

mengajar. Cobalah!


Kata Dasa Nyama bratha berasal dari bahasa sanskerta, dari kata dasa 

berarti sepuluh dan nyama bratha berarti pengendalian rohani. Dasa nyama 

bratha berarti Sepuluh pengendalian diri dalam tingkat mental atau rohani.

Dasa Nyama bratha adalah sepuluh macam atau jenis pegangan bagi manusia 

yang hendak mencapai kesempurnaan batin melalui pengamatan hidup di 

dunia ini (Wigama, dkk, 1995:75). Bila kita cermati secara arif sesungguhnya 

ke sepuluh pegangan batin itu merupakan sadana melaksanakan dharma 

untuk mencapai tingkatan kebahagiaan yang kekal abadi yang disebut 

moksa. Pengamalan dari ajaran dasa nyama bratha tersebut di dunia inilah 

tempatnya. Selama manusia hidup dan berkehidupan memiliki kewajiban 

moral mempertahankan dan menumbuh-kembangkan sifat dan sikap 

berbudi luhur. Sebab dari perilaku manusia dalam kehidupannya sehari-

hari inilah dapat diketahui tingkatan keluhuran mental manusia itu sendiri. 

Oleh karena itu orang dinilai memiliki mental baik, bermental sehat dan 

utama hanya dapat diperhatikan dari cara seseorang berperilaku. 

Untuk mendapatkan mental yang baik, sehat dan utama sebagai langkah 

awalnya adalah seseorang wajib dapat menghayati dan mengamalkan 

ajaran yang menjadi anjuran dalam dasa nyama brata, seperti misalnya; 

pengekangan terhadap nafsu seks, pengekangan terhadap jasmaniah, 

pengekangan terhadap kata-kata atau suara, pengekangan terhadap makan 

dan minum, disertai dengan tekun mempelajari kitab suci Weda dan ilmu 

lainnya yang bersifat umum, tekun bersembahyang atau meelakukan 

pemujaan kepada Sang Hyang Widhi Wasa, kepada para Deva atau leluhur 

dibarengi pula dengan pembersihan diri berupa mandi setiap pagi, siang dan 

petang hari serta beramal atau melakukan dana punia yaitu suka berdharma 

atau amal sedekah kepada orang lain dan sesama hidup. 

Sasi wimba haneng ghata mesi banu

Ndanasing, suci nirmala mesi wulan

Iwa mangkana rakwa kiteng kadadin

Ring ambeki yoga kiteng sakala

Terjemahan:

Bagaikan bulan di dalam tempayan berisi air, di dalam air yang jernih 

tampaklah bulan, sebagai itulah engkau (Tuhan) dalam tiap makhluk, 

kepada orang yang melakukan Yoga engkau menampakkan diri (Arjuna 

Wiwaha 11. 1).

                                           

Itulah jenis pengendalian yang harus dilakukan untuk mendapatkan 

tingkatan mental yang sempurna dan kesucian batin sebagai dasar manusia 

dapat melaksanakan dharma. Dengan demikian jelaslah bagi manusia 

bahwa pembenahan diri ke dalam harus dilakukan terlebih dahulu dengan 

pengekangan terhadap bagian tubuh, setelah itu baru pembenahan diri 

keluar terhadap orang lain. Kitab suci weda menjelaskan sebagai berikut;

Svasti panthām anu carema

sùryā-candramasāv iva,

punar dadatāghnatā

jānatā saý gamemahi.

Terjemahan:

Mari kita terus berjalan pada jalan yang benar seperti jalannya matahari dan 

bulan. Kita seharusnya bergaul dengan orang-orang yang bermurah hati 

yang puas (dengan diri sendiri) dan yang berpengetahuan tinggi (Rgveda 

V.51.15).

Seseorang hendaknya selalu mengikuti jalan yang benar, jalan kebajikan, 

sebab siapa saja yang berjalan di jalan yang benar (dharma) akan 

memperoleh kemakmuran, jasa dan kebajikan. Dekatkanlah diri kita kepada 

Tuhan Yang Maha Esa untuk senantiasa mendapat bimbingan-Nya. Orang 

yang memiliki keyakinan menjalankan kebenaran, maka kebajikan itu akan 

melenyapkan kesusahannya dan akhirnya dengan kebajikan mereka dapat 

menolong diri sendiri.

Sungguh utama ajaran Dasa Nyama Bratha itu, karena siapapun yang 

dengan tulus menekuni ajarannya dapat menjadikan sifat-sifat dan 

perilakunya menjadi mulia. Ajaran Dasa Nyama Bratha dapat membangun 

mental spiritual umat manusia guna terbebas dari berbagai macam 

rintangan yang sedang dan akan dihadapi dalam hidup dan kehidupan ini. 

Kewajiban kita hidup adalah menuntaskan berbagai masalah yang sedang 

menantang hidup ini. Pembenahan lahir (wahyu) diperoleh dengan ajaran 

Dasa Nyama Bratha. Sedangkan brata (adhyatmika) diperoleh dengan 

pengekangan, pantangan serta beberapa anjuran yang dijelaskan dalam 

ajaran Dasa Nyama Bratha.


Kesucian hati menyebabkan seseorang memperoleh kebahagiaan, dengan 

menghancurkan pikiran atau perbuatan jahat. Orang-orang yang memiliki 

kesucian hati dapat mencapai surga dan bila kita berpikiran jernih serta 

suci, maka kesucian itu akan mengelilingi kita. Kesucian atau hidup suci 

diamanatkan sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan Tuhan Yang 

Mahaesa. Kitab suci weda menjelaskan tentang kesucian sebagai berikut ;

“Yaá potā sa punātu naá, 

Terjemahan: 

“Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widhi adalah Hyang Maha suci, 

semoga menyucikan hati kami” (Rgveda IX. 67. 22).

Untuk dapat mewujudkan kesucian 

diri, menjaga dan menumbuh-

kembangkan ketenangan hati sangat 

perlu adanya dengan demikian tidak 

akan ada emosi yang datang dari 

perasaannya. Untuk dapat dengan 

mudah menyelesaikan permasalahan 

yang dihadapi, ketenangan hati sangat 

diperlukan dalam kehidupan. Kejujuran 

(satya) dalam hidup ini, termasuk setia 

akan janji, setia pada ucapan, setia akan 

kebenaran (dharma) juga sangat dibutuhkan dalam hidup dan kehidupan 

ini. Karena hidup yang bersandarkan kebenaran, kejujuran, dan kesucian 

itulah yang akan dapat mewujudkan kebahagiaan yang murni pada setiap 

orang.

B. Bagian-Bagian Dasa Yama Bratha dan Dasa Nyama 

Bratha

Dasa yama bratha dan Dasa nyama bratha adalah ajaran etika dan moral yang 

patut dipedomani oleh umat manusia sebagai dasar untuk menutun hidupnya 

guna mewujudkan kehidupan yang nyaman, tenang, harmonis, sejahtera dan 

bahagia. Masing-masing ajaran Dasa yama bratha dan Dasa nyama bratha 

ini terdiri dari 10 unsur bagian. Berikut ini adalah bagian-bagian dan uraian 

singkatnya.

0

1. Bagian-bagian Dasa Yama Bratha

Perenungan.

 Úata-hasta samā hara,

sahasrahasta saý kira.

Terjemahan:

“Wahai umat manusia, perolehlah kekayaan dengan seratus tangan 

dan dermakanlah itu dalam kemurahan hati dengan seribu taganmu 

(Atharvaveda III.24.5).

Baik hati, tidak mementingkan diri sendiri, welas asih, suka menolong, 

dermawan diwahyukan oleh Tuhan Yang Mahaesa untuk dipedomani dan 

dilaksanakan oleh umat sedharma. Berbagai macam pengetahuan dan cara 

penyelesaian masalah dapat ditularkan kepada sesama sehingga semua 

masalah dapat teratasi dengan baik. Tentang berbagai macam bagian 

pengendalian diri sebagai wujud perbuatan baik, kitab Sarasamuçcaya 

menjelaskan sebagai berikut;

“Ànrçamsyaý kûamā satyamahinsā 

dama ārjawam, 

pritih prasādo mādhuryam mārdawaý 

ca yamā daçā.

Nyang brata ikang inaranan yama, prayate kanya nihan, sapuluh kwëhnya, 

ānåûangsya, kûmā, satya, ahimsā, dama, ārjawa, prtti, prasāda, mādhurya, 

mārdawa, nahan pratyekanya sapuluh, āåûangsya, siharimba, tan swārtha 

kewala, ksamā, si këlan ring panastis, satya, si tan måûāwāda, ahingsa, 

manukhe sarwa bhāwa; dama, si upacama wruh mituturi manahnya, ārjawa, 

si dugādugabënër, pritti, si göng karuna, prasāda, heningning, manah, 

mādhurya, manisning wulat lawan wuwus, mārdawa, pösning manah.

Terjemahan:

Inilah brata yang disebut yama, perinciannya demikian; ānåûangsya, kûmā, 

satya, ahimsā, dama, ārjawa, prtti, prasāda, mādhurya, mārdawa, sepuluh 

banyaknya, ānåûangsya yaitu harimbawa, tidak mementingkan diri sendiri 

saja, kûmā, tahan akan panas dan dingin; satya, yaitu tidak berkata bohong; 

ahimsā, berbuat bahagianya makhluk; dama sabar serta dapat menasihati 

diri sendiri; ārjawa adalah tulus hati, berterus terang; prtti yaitu sangat 

welas asih; prasāda, kejernihan hati; mādhurya, manis pandangan (muka 

manis) dan manis perkataan; mārdawa, kelembutan hati (Sarasamuçcaya. 


Menurut kitab Sarasamuçcaya yang disebut-sebut sebagai saripati dari kitab 

astadasaparwa buah karya sastra dari Bhagawan Wararuci, menyebutkan 

bahwa ajaran Dasa Yamabrata, terdiri atas:

a. Ànåûangsya yaitu harimbawa berarti tidak mementingkan diri sendiri saja;

b. Kûmā berarti tahan akan panas dan dingin; 

c. Satya berarti tidak berkata bohong; 

d. Ahimsā berarti berbuat bahagianya makhluk; 

e. Dama berarti sabar serta dapat menasihati diri sendiri; 

f. Àrjawa berarti tulus hati, berterus terang; 

g. Prtti berarti sangat welas asih; 

h. Prasāda berarti kejernihan hati; 

i. Mādhurya berarti manis pandangan (muka manis) dan manis perkataan; 

j. Mārdawa berarti kelembutan hati.

Kesepuluh macam bagian ajaran Dasa Yama bratha inilah yang wajib 

dipedomani dan dilaksanakan oleh umat sedharma dalam hidup 

bermasyarakat. Hal ini penting diterapkan oleh masing-masing individu 

masyarakat dalam keseharian karena semuanya merupakan norma 

kesusilaan yang bernilai utama serta yang mampu menjamin keamanan 

dan ketertiban masyarakat sekitarnya. Masyarakat era global sangat 

membutuhkan ajaran Dasa Yamabrata sebagai pedoman hidup sehingga era 

globalisasi dapat berjalan dengan tentram, nyaman, kuat dan damai. Adalah 

menjadi tanggung-jawab kita bersama untuk mewujudkan semuanya itu, 

bila kita tidak menginginkan tatanan masyarakat ini tidak menentu, kacau, 

dan hancur. Semoga ...!

Uji Kompetensi:

1. Apakah makna dari masing-masing bagian ajaran Dasa Yama brata 

tersebut bila kita hubungkan dengan kehidupan bermasyarakat 

keseharian seperti sekarang ini? Jelaskanlah!

2. Kita semua patut bersyukur memiliki warisan leluhur berupa ajaran 

Dasa Yama brata, dengan cara bagaimana anda mewujudkan rasa 

bersyukur itu? Deskripsikanlah!

                                           

2. Bagian-Bagian Dasa Nyama Bratha

Perenungan.

Agne dakúaiá punihi óah.

Terjemahan:

“Sang Hyang Agni (Tuhan Yang Mahaesa), sucikanlah kami dengan 

menganugerahkan pengetahuan kepada kami’ (Ågveda IX. 67. 26).

Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini, demikian kata orang 

arif bijaksana. Oleh karena itu kewajiban manusia dalam hidup dan 

kehidupannya adalah melakukan ajaran dharma untuk kebaikan. Dalam 

kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, 

betapapun berat dan banyaknya masalah yang sedang dan akan dihadapi 

hendaknya dilakoni dengan bersikap sabar. Orang yang sabar pasti hatinya 

akan tenang, dengan ketenangan hati seseorang akan dapat mengendalikan 

hawa nafsu. Dengan demikian ketenangan hati (sabar) akan diperoleh 

sesorang dalam hidupnya, dan inilah yang disebut manusia berbudi luhur, 

tidak sesat, tidak sesat dari jalan yang benar. Kitab suci weda menjelaskan 

sebagai berikut; 

Yah samutpatitam krodham ksamayaiva nirasyati

Yathoragastvacam jirman sa vai purusa ucyate.

3. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari 

pengamalan ajaran Dasa Yama brata dalam hidup bermasyarakat? 

Tuliskanlah pengalaman anda! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari 

bapak/ibu guru yang mengajar di kelas!

4. Amatilah masyarakat lingkungan sekitar anda terkait dengan 

pengamalan ajaran Dasa Yama brata dalam keseharian, buatlah 

catatan tersendiri dan diskusikanlah dengan orang tua, saudara, 

dan anggota keluarga anda. Buatlah narasinya 1–5 halaman diketik 

dengan huruf  Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas 

kwarto; 4-3-3-4! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari bapak/ibu 

guru yang mengajar di kelas-mu!


Terjemahan:

Jika ada orang yang berhasil meninggalkan kemarahan hatinya berdasarkan 

kesabaran hati sebagai keadaan ular yang meninggalkan kulitnya yang 

terlepas, karena kesemuanya itu tidak akan kembali lagi; orang yang 

demikian keadaannya, itu adalah disebut manusia yag sejati berbudi luhur 

(Sarasmuscaya, 95).

Hidup menjadi manusia hendaknya selalu dapat belajar memuaskan 

dirinya dengan apa yang menjadi miliknya, dengan demikian ia tidak akan 

memiliki gejolak iri hati kepada orang lain. Manusia sebaiknya selalu 

berusaha sekuat tenaga mau belajar untuk mengendalikan diri, sehingga 

pada pribadinya tercipta keseimbangan, ketenangan hidup secara lahir-

batin. Disamping itu umat mausia hendaknya selalu mengupayakan diri 

untuk selalu belajar, karena berbagai macam pengetahuan kerohanian itu 

diuraikan dalam berbagai jenis kitab suci agama Hindu. Yang tidak boleh 

terlupakan oleh umat manusia adalah hendaknya selalu mengadakan 

pemujaan ke hadapan Sang Hyang Widhi beserta prabhawa-Nya, mengingat 

dihadapan Sang Hyang Widhi manusia akan dapat merasakan dirinya kecil, 

lemah, dan sangat sederhana. Seberapa banyak umat manusia berkewajiban 

melaksanakan dharmanya untuk dapat mewujudkan kesempurnaan 

batinnya “moksa”, kitab suci weda menyebutkan sebagai berikut;

Kitab sarasamuscaya menyebutkan sebagai berikut;

“Dànamijyà tapo dhyànam Swādhayàyopasthanigrahah,

Wratopawasa maunam ca ananam Ca niyama daca.

Nyang bratha sapuluh kwehnya, ikang nyama ngaranya, pratyekadàna, 

ijjyà, tapà, dhayàna, swàdhyàya, upasthanigraha, bratha upawàsa, 

mauna, snàna, nahan ta wakning nyama, dàna weweh, annadànàdi; 

ijyà, Devapujà, pitrpujàdi, tapà, kayasangcosana, kasatan ikang 

çarira, bhucarya, jalatyagadi; dhyàna, ikang çiwasmarana, swàdhyàya, 

Vedabhyasa, upasthanigraha, kahrtaning upasta, bratha annawarjadi, 

mauna, wacangyama kahrtaning ujar, hay wàkecek kuneng, snàna, tri 

sandyàsewana, madyusa ring kàlaning sandhya. 

Terjemahan:

Inilah bratha sepuluh banyaknya yang disebut Nyama, perinciannya; dana, 

ijya, tapa, dhyana, swadhyaya, upasthaninggraha, brata, upawasa, mona, 

stana, itulah yang merupakan Nyama; dana,pemberian; pemberian makan, 

minuman dan lain-lain; ijya, pujaan kepada Deva, kepada leluhur, dan lain-

lain; tapa, pengekangan nafsu jasmaniah, badan yang seluruhnya kurus 

                                           

kering, layu, berbaring di atas tanah, di atas air, dan di atas alas-alas lain 

sejenis itu; dhayana, merenungkan Deva Siwa; swadhyaya mempelajari 

Weda; upasthanigraha, pengekangan, upastha, singkatnya pengendalian 

nafsu seks; brata, pengekangan nafsu terhadap makanan; mona, itu 

macamnya, tidak menguacapkan kata-kata yaitu tidak mengucapkan kata-

kata sama sekali, tidak bersuara; snana, Tri Sandhya sewana, melakukan 

Tri Sandhya, mandi membersihkan diri pada waktu melakukan Sandhya 

(Sarasamuçcaya, 260). 

Berdasarkan penjelasan kitab suci Sarasamuçcaya, menyebutkan ada 

sepuluh bagian ajaran Nyama bratha yang patut dijadikan pedoman oleh 

umat sedharma untuk mewujudkan kesempurnaan bathin dalam hidup dan 

kehidupan ini yang terdiri dari; 

a. Dana berarti pemberian-pemberian makanan dan minuman, dan lain-

lainnya.

b. Ijya berarti pujaan kepada Deva, kepada leluhur, dan lain-lainnya.

c. Tapa berarti pengekangan hawa nafsu jasmani.

d. Dhyana berarti merenung memuja Tuhan.

e. Swadhyaya berarti mempelajari Weda.

f. Upasthanigraha berarti pengekangan nafsu kelamin.

g. Bratha berarti pengekangan nafsu terhadap makanan.

h. Upawasa berarti pengekangan diri.

i. Mona berarti pengendalian kata-kata.

j. Snana berarti melakukan pemujaan dengan Tri Sandhya.

Demikian perincian ajaran Dasa Nyama bratha sebagaimana tersurat 

dan tersirat dalam kitab Sarasamuçcaya. Ajaran “Dasa Nyama bratha” 

sesuai uraian di atas dapat dipergunakan sebagai dasar melaksanakan 

dan mewujudkan kesempurnaan batin oleh umat sedharma. Ajaran Dasa 

Nyama bratha menurut yoga, adalah merupakan ajaran tahap kedua 

untuk mencapai kesempurnaan rohani yang utama. Konsep ajaran ini 

patut dimengertikan, dipahami, didalami, diikuti dan diamalkan dalam 

mewujudkan kesempurnaan rohani “moksa” yang dicita-citakan.


C. Tujuan dan Manfaat Ajaran Dasa Yama Bratha 

dan Dasa Nyama Bratha dalam Pembentukan 

Kepribadian yang Luhur

Dasa Yama bratha dan Dasa Nyama bratha masing-masing adalah adalah ajaran 

ethika dan moral yang mempermulia hidup dan kehidupan umat manusia. 

Pengimplementasian didalam era global ini memiliki tujuan dan manfaat yang 

sangat utama guna membentengi pola pemikiran dan perilaku umat manusia 

dalam mewujudkan kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Berikut ini dapat 

disajikan secara singkat tujuan dan manfaat yang dimaksud.

Uji Kompetensi:

1. Apakah makna dari masing-masing bagian ajaran Dasa 

Nyama bratha tersebut bila kita hubungkan dengan kehidupan 

bermasyarakat keseharian seperti sekarang ini? Jelaskanlah!

2. Kita semua patut bersyukur dapat menerima warisan leluhur 

berupa ajaran Dasa Nyama bratha, dengan cara bagaimana anda 

mewujudkan rasa bersyukur itu? Deskripsikanlah!

3. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari 

pengamalan ajaran Dasa Nyama bratha dalam hidup bermasyarakat? 

Tuliskanlah pengalaman anda! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari 

bapak/ibu guru yang mengajar di kelas!

4. Amatilah masyarakat lingkungan sekitar anda terkait dengan 

pengamalan ajaran Dasa Nyamabratha dalam keseharian, buatlah 

catatan tersendiri dan diskusikanlah dengan orang tua, saudara, 

dan anggota keluarga anda. Buatlah narasinya 1–3 halaman diketik 

dengan huruf  Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas 

kwarto; 4-3-3-4! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari bapak/ibu 

guru yang mengajar di kelas!

                                           

1. Tujuan dan Manfaat Ajaran Dasa Yama Bratha dalam Pembentukan 

Kepribadian yang Luhur

Perenungan.

Kurvan evaha karmāói

jijiviúet úataý samāá,

evam tvayi nānyatheto-asti

na karma lipyate nare.

Terjemahan:

“Orang seharusnya suka hidup di dunia ini dengan melakukan kerja keras 

selama seratus tahun, tidak ada cara yang lain bagi keselamatan seseorang, 

suatu tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri dan tidak memihak 

menjauhkan pelaku dari keterikatan, (Yajurveda XI.2).

Mewujudkan tujuan hidup ini adalah tugas mulia bagi umat manusia. 

Memanfaatkan ajaran Dasa Yama bratha utuk membangun keselamatan 

umat manusia adalah swadharma sebagai masyarakat Hindu. Bagaimana 

supaya anggota masyarakat dapat dengan mudah mengetahui, memaknai, 

menghayati, melaksanakan dan memahami manfaat ajaran Dasa Yama 

bratha tersebut mampu membentuk insan berkepribadian yang luhur, maka 

masing-masing bagiannya perlu diberi penjelasan yang cukup. Tanpa 

penjelasan yang baik mustahil dapat diresapi dan dihayati secara baik 

tentang ajaran Dasa Yamabrahta itu. Adapun penjelasan secara rinci dari 

masing-masing bagian ajaran Dasa Yama bratha adalah sebagai berikut; 

a. Ànåûangsya adalah harimbawa berarti tidak mementingkan diri sendiri 

saja;

Di dalam kehidupan sehari-hari seseorang hendaknya selalu berusaha 

lebih mengutamakan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan 

pribadinya. Kepentingan masyarakat lebih dominan dari yang lainnya, 

kecuali untuk memberi pelayanan kepada orang yang sedang sakit 

dimana kita harus memberikan pelayanan.

Harimbawa artinya berwibawa, misalnya sebagai Sang Hyang 

Widhi memiliki kewibawaan, Bhatara merupakan manifestasinya 

atau perwujudan Tuhan yang Maha Esa yang berfungsi sebagai 

pemelihara dari alam semesta beserta dengan isinya. Di dalam pusaka 

suci Bhuwanakosa ada penjelasan bahwa Bhatara Brahma berfungsi 

untuk menciptakan alam semesta, Bhatara Wisnu berfungsi sebagai 

memelihara ciptaan tersebut, sedangkan Bhatara Rudha  sebagai 


pemelihara alam semesta ini beserta dengan isinya. Ketiganya adalah 

merupakan pelindung dunia ini. Demikianlah Sang Hyang Wisnu/Sang 

Hyang Hari merupakan manifestasi Tuhan/Hyang Widhi Wasa untuk 

memelihara dunia atau negara yang mempunyai wibawa. Tak ubahnya 

lagi seperti negara dipelihara oleh raja dengan penuh wibawa bersama 

para menteri atau pegawainya.

Di dalam kehidupan sehari-hari, manakala terjadi benturan antara 

kepentingan pribadi dengan kepentingan orang banyak, maka 

kepentingan pribadi selalu dinomer duakan,  apabila bobot kedua macam 

kepentingan itu hampir sama. Namun demikian, bagaimanapun hanya 

manusia harus berfikir secara obyektifitas disamping subyektifitas. 

Sebab apabila bobot-bobot kepentingan pribadi itu jauh lebih besar dari 

pada kepentingan orang banyak, maka kepentingan pribadi itu tetap 

harus didahulukan. Sebagai contoh dapat dijelaskan sebagai berikut; 

Pada suatu saat di masyarakat ada acara gotong royong membersihkan 

lingkungan. Tepat saat itu juga keluarga kita terkena musibah sakit yang 

harus segera mendapat batuan dokter. Dalam hal ini maka kepentingan 

pribadi harus didahulukan dengan kepentingan orang banyak dinomer 

duakan. Demikianlah kita tidak boleh mementingkan diri sendiri, 

apabila bobot kepentingan itu sama atau hampir sama.

Manfaat dari ajaran Ànåûangsya (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat 

mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian keabadian, dan 

usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa 

dan bernegara dengan bersikap welas-asih.

b. Kûmā berarti tahan akan panas dan dingin;

Ksama adalah sifat-sifat pengampun, 

pemaaf, serta sabar dan tahan uji. Di 

dalam kehidupan ini setiap orang 

harus berusaha untuk nemerapkan 

sifat-sifat pengampun, pemaaf 

serta sabar dan tahan uji tersebut. 

Orang yang baik adalah orang yang 

suka mengampuni dan memaafkan 

kesalahan orang lain. Bila semua 

orang memiliki sifat demikian pasti 

dunia akan selalu aman tentram.

0

Sifat Pengampun dan pemaaf; contoh sifat yang suka mengampuni serta 

mau memberi maaf kepada orang lain sebagaimana terlukis dalam cerita 

Ni Wanari. Di dalam cerita ini dijelaskan bahwa Ni Wanari hanyalah 

seekor kera betina, namun ia mempunyai sifat yang sangat mulia yaitu 

suka memberi ampun dan maaf kepada siapa saja. Adapun cuplikan 

ceritanya adalah sebagai berikut: Setelah Si Papaka mendengar cerita 

Si Macan tentang kematian Sang Raja Putra dipenggal oleh seekor kera 

yang buruk hati, lalu dimintalah Si Papaka itu untuk membuat jatuh Ni 

Wanari. Karena kebodohan Si Papaka, Ni Wanari yang sedang tidur 

didorong hingga jatuh. Ni Wanari diterkam oleh Si Macan. Namun 

karena kecerdikan dan kesabarannya Ni Wanari lalu berkata sambi 

tersenyum: “Hai macan bila engkau hendak membunuh, bunuhlah aku 

dengan cara menangkap ekorku! Jika tidak demikian maka engkau 

tidak akan bisa membunuhku. Karena aku ini keturunan Bhatara Sakti.” 

Karena bodohnya Si Macan maka Ni Wanari dilepas seraya menangkap 

ekornya. Sementara mau akan ditangkap, segera Ni Wanari meloncat 

ke atas dahan tempat dimana Papaka berlindung, Si Papaka sangat 

ketakutan. Ni Wanari melihat gejala itu dan berkata: “Wahai Papaka, 

jangan gelisah dan takut. Yang menyebabkan saya jatuh adalah karena 

saya lelap tidur, lalu saya terkejut karena disengat semut!” Demikianlah 

kebijaksanaan Ni Wanari yang mempunyai sifat pengampun serta 

penyabar menghadapi perilaku Si Papaka yang buruk.

Tahan Uji dalam arti dapat mengendalikan diri; sifat semacam ini 

dapat dimaknai dalam cerita tentang seorang Maha Rsi yang bernama 

Bhagawan Dharmaswami. Beliau adalah seorang pendeta utama 

yang tahan uji dari segala macam penderitaan akibat ulah Raja Putra 

Madura atas laporan “Swarnangkara” karena itu beliau diburu dan 

diikat serta dipertontonkan di peraptan agung. Namun meskipun beliau 

dirundung malang, tetapi tetap menunjukan kesabaran dan tidak ada 

rasa amarah kepada yang mencaci makinya. Pikiran beliau bersih dan 

tenang, tidak sedikitpun ada celanya dari panas dingin. Atas nasehat 

Si Ular Sandi mengharapkan agar Prabu Madura memohon maaf 

kepada Bhagawan Dharmaswami dan memohon agar beliau berkenan 

mengobati putra mahkota yang dipagut ular. Oleh karenanya; Prabu 

Madura, para pendeta dan para menteri datang bersujud memohon 

ampun di hadapan Sri Bhagawan. Permohonannya terkabulkan, maka 

raja mau menyerahkan kerajaannya kepada Sri Bhagawan, namun Sri 

Bhagawan menolak dengan berkata:”Ya, paduka kami jangan bergaul 


dengan sahabat yang Durbudhi. Si Durbudhi akan mengantar paduka ke 

Yama loka. Begitu pula sang pendeta, bila bergaul dengan orang corah, 

hilanglah kewibawaan dan kemuliaan beliau.

Manfaat dari ajaran Kûmā (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat 

mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian keabadian, dan 

usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa 

dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat pengampun, 

pemaaf, serta sabar dan tahan uji.

c. Satya berarti tidak berkata bohong;

Satya adalah benar, setia, dan jujur yaitu sifat dan perilaku selalu 

berdasar atas kebenaran dan kejujuran. Orang yang memiliki sifat 

ini tidak akan pernah berkata bohong, selalu bersifat setia terhadap 

apa yang telah dikatakan dan tidak suka pada kehidupan yang penuh 

dengan kemunafikan. Satya juga berarti jujur sehingga terdapat asas 

keseimbangan terhadap pikiran, perkataan, dan perbuatan. Sehubungan 

dengan Satya yang berarti benar, setia, dan jujur, berikut ini dapat 

diuraikan tentang Panca satya sebagai berikut:

Panca Satya adalah Lima macam perilaku yang selalu berdasarkan atas 

kebenaran, kesetiaan dan kejujuran. Panca Satya harus dilaksanakan, 

agar kita mendapat julukan atau predikat sebagai orang yang dapat 

dipercaya, mengenal adat, sopan santun dan patut dihormati, serta 

berkesusialan tinggi. Nama baik adalah merupakan harta yang paling 

tinggi nilainya di dunia ini. Yang sangat tercela dalam pergaulan 

hidup adalah melanggar norma-norma agama, yang akan merupakan 

beban mental bagi seseorang dalam hidupnya di mayapada maupun di 

Paramaloka kelak. Panca Satya terdiri dari:

1). Satya Hredaya

2). Satya Samaya

3). Satya Wacana

4). Satya Laksana

5). Satya Mitra

Satya Hredaya adalah benar, setia dan jujur; yaitu selalu berfikir dan 

merencanakan sesuatu yang berdasarkan atas kebenaran dan kejujuran. 

Satya Samaya adalah benar, setia dan jujur dalam perjanjian; yaitu 

selalu berusaha untuk taat, dan menaati perjanjian yang telah disepakati 

bersama. Satya Wacana adalah benar, setia dan jujur dengan perkataan; 

                                           

yaitu selalu mengucapkan kata-kata yang baik dan benar sehingga 

dapat menyenangkan orang-orang yang mendengarnya. Satya laksana 

adalah benar, setia dan jujur dalam perbuatan; yaitu selalu bekerja dan 

berbuat baik dan benar. Satya Mitra adalah benar, setia, dan jujur dalam 

persahabatan; yaitu siap membantu teman yang dalam kesulitan sesuai 

dengan kemampuan yang ada pada diri masing-masing.

Sebagai penganut agama Hindu yang percaya pada tujuan hidup di dunia 

ini yaitu jagadhita, maka diharuskan sekuat tenaga untuk memahami, 

meneladani, menghayati, dan akhirnya mengamalkan dalam kehidupan 

sehari-hari Panca Satya tersebut agar jalan kita menuju jagadhita lurus, 

lebar, dan terang benderang.

Manfaat dari ajaran Satya (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat 

mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan 

usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa 

dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat kebenaran, 

kesetiaan, dan kejujuran.

d. Ahimsā berarti berbuat bahagianya makhluk sesama ciptaan-Nya;

Ahimsa berasal dari bahasa sanskerta berarti tidak himsa (menyiksa, 

menyakiti) sesama makhuk. Menerapkan Ahimsa dalam kehidupan 

sehari-hari berarti berbuat untuk menyelamatkan atau membahagiakan 

sekalian makhluk. Atau Ahimsa diartikan pula segala perbuatan atau 

tingkah-laku (pikiran, perkataan, dan tindakan) yang tidak menyebabkan 

sakit hati, matinya makhuk lain.

Secara khodrat manusia ingin hidup bahagia. 

Mereka tidak ingin menderita dan bahkan kalau 

boleh mereka ingin mendapatkan rakhmat 

panjang umur, ingin hidup lama, selama 

mungkin yang dapat diperoleh dari Yang Maha 

Kuasa yang mengatur hidup matinya makhluk 

hidup ini. Di samping itu diajarkan pula bahwa 

di antara yang paling berharga dalam hidup 

manusia di dunia ini adalah hidup atau jiwa itu 

sendiri. 

Hidup itu disebut jiwa atau Atman adalah 

merupakan Suksma Sarira yang menghidupi 

badan ini, sering tidak banyak orang menyadari 

pentingnya hidup ini, karena itu yang tampak 


pada setiap diri manusia, adalah pengalaman yang bersifat jasmaniah. 

Sebaliknya tidak pula disadari bahwa badan atau Stula Sarira yang 

memberi bentuk bangun tubuh kita ini adalah merupakan wastu atau 

benda materi yang bila setelah mati nilainya tidak ada lagi.

Dengan membandingkan kedua asal pengertian yang terdapat dalam 

keterangan itu, dimana Atma dan Sarira memiliki sifat dan fungsi yang 

sangat berbeda, akan bertambah jelas kepada kita bahwa mengapa 

agama Hindu menekankan agar setiap orang berusaha menghargai 

unsur yang disebut jiwa itu dengan sebaik-baiknya. Dengan menghargai 

jiwa berarti orang harus menghargai hidup dengan sebaik-baiknya. 

Dalam mengamalkan sikap menghargai hidup orang lain sebagaimana 

menghargai diri sendiri. Segala pikiran, perkataan dan tingkah-laku atau 

perbuatan yang akan dilakukan oleh setiap orang hendaknya berdasarkan 

atas sikap pandangan yang sama, itu akan memberi nikmat dalam 

hidup. Hanya dengan demikian kebahagiaan akan dapat diwujudkan. 

Sebaliknya bila nilai-nilai luhur itu sudah tidak dihormati lagi dimana 

segala perbuatan itu merupakan kepentingan orang lain, ini berarti akan 

merugikan diri sendiri dan karena itu akibatnya pun bukan kebahagiaan 

melainkan dosa dan sengsara yang akan dialami, baik di dunia maupun 

di alam kehidupan setelah mati. Hakikat yang harus dicita-citakan oleh 

setiap manusia, karena itu adalah bersandar pada cita-cita yang sama 

dengan pola pikir yang sama pada kebahagiaan sesama makhuk itu.

Adapun tujuan bersama untuk mencapai kebahagiaan setiap makhuk 

itulah yang harus ditumbuh-kembangkan dan bukan sebaliknya, dengan 

jalan tidak membikin susah orang lain. Orang sifat dan karmanya 

demikian inilah yang disebut memperoleh kebahagiaan tertinggi 

di dalam agama dan disebut mencapai Parama Sukha. Orang yang 

demikian pula yang dikatakan akan dapat dengan mudah mencapai apa 

yang dicita-citakan. Tanpa banyak rintangan dalam menjalani hidupnya, 

kemauan perginya tidak pernah dihantui oleh rasa takut. Rasa nyaman 

akan diperolehnya oleh orang yang demikian, karena yakin tidak 

membuat susah orang lain dan karena itu tidak akan ada musuh yang 

mencelakakannya. Dalam keadaan demikian itulah orang tidak perlu 

merasa takut. Inilah wujud kebahagiaan yang akan diperoleh orang 

seperti itu dan sekali-sekali tidak ada yang bermaksud menghalang-

halangi keinginnannya.

                                           

Manfaat dari ajaran Ahimsa (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat 

mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan 

usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa 

dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat menyiksa, 

dan menyakiti sesama-Nya.

e. Dama berarti sabar serta dapat menasihati diri sendiri;

Dama adalah orang bersifat sabar dan dapat menasehati diri sendiri. 

Orang sabar, tahu akan biasanya mengalami keselamatan. Sering terjadi 

kegaduhan dalam suatu keramaian akibat penonton kurang sabar. Begitu 

pula orang kaya sering menjadi miskin karena orang tidak menasihati 

dirinya untuk tidak berjudi. Kurang sabar, tidak dapat menasehati diri 

sendiri dapat menyebabkan kematian.

Manfaat dari ajaran Dama (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat 

mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan 

usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa 

dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat sabar dan 

dapat menasehati diri sendiri.

f. Àrjawa berarti tulus hati, berterus terang;

Yang dimaksud dengan Arjawa adalah sifat yang tulus hati dan berterus 

terang. Orang yang bersifat tulus hati berarti juga tulus ikhlas. Marilah 

kita perhatikan sebagai contoh ketulus ikhlasan para pejuang seperti 

Pangeran Diponegoro. Beliau tidak tega penjajah berkuasa, beliau rela 

ditangkap. Raja Klungkung, Raja Badung dengan tulus hati berperang 

Puputan dengan Belanda.

Berterus terang artinya berterang-terangan dan tidak suka berbohong, 

yaitu menggungkapkan apa adanya.

Manfaat dari ajaran Àrjawa (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat 

mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan 

usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa 

dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat berterus 

terang.

g. Prtti berarti sangat welas asih;

Prtti adalah sikap yang sangat welas-asih yakni sifat cinta kasih sayang 

kepada semua makhuk. Sifat ini merupakan dasar bagi sifat welas-asih 

yang universal. Welas asih itu adalah perbuatan yang begitu luhur, karena 

hanya welas-asih yang akan dapat menyelesaikan semua permusuhan 

266 Kelas XII SMA/SMK 

dan kebencian. Welas asihlah yang akan menciptakan perdamaian 

dengan sebenarnya. Kondisi dalam welas-asih inilah sebenarnya terdapat 

keadilan, kebenaran, dan ketenangan yang penuh kedamaian. Maka dari 

itu kita katakan bahwa welas-asih itu mencakup semua yang benar. Ada 

kata-kata yang sedemikian tinggi mutunya untuk direnungkan, sebab 

kata-kata bernilai tinggi cukup jelas membicarakan mengenai mengapa 

iri-hati. Kata-kata yang bermutu itu berbunyi sebagai berikut:

“Kebencian tidak akan pernah berakhir kalau dibalas dengan dengan 

kebencian. Tetapi kebencian akan berakhir apabila dibalas dengan 

welas-asih.” Demikianlah bahwa segala sesuatu itu akan dapat berjalan 

dengan baik, bisa sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan. 

Dunia akan aman, kalau setiap manusia memancarkan perasaan welas-

asih. Tanpa welas asih kita tidak akan dapat menyelesaikan pekerjaan 

yang besar. Seorang guru yang bertanggung jawab ialah yang adil, 

mengajar pada waktunya, dan dapat mencurahkan welas asih dari hati 

nuraninya.

Manfaat dari ajaran Prtti (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat mewujudkan 

ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan usia yang panjang 

dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara 

dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat sangat welas asih.

h. Prasāda berarti kejernihan hati;

Yang dimaksud dengan Prasāda adalah 

sifat dengan fikiran yang suci, hati yang 

bersih, tulus ikhlas tanpa pamrih dan suci. 

Pikiran adalah sumber segala perbuatan, 

maka ia harus terhindarkan dari kehendak 

yang buruk, kotor, tercela dan yang 

lainnya dengan cara mengendalikannya. 

Dengan mengendalikan pikiran 

secara menyeluruh maka akhirnya 

akan membawa diri kita pada posisi 

yang tenang, tentram, damai dan suci. 

Menyucikan pikiran dapat dilakukan 

dengan cara; selalu mendekatkan diri 

kepada Hyang Widhi beserta manifestasinya melalui sembahyang, 

berpikir positif, melenyapkan pikiran negatif, tidak iri hati, tidak dengki, 

tidak suka memfitnah dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan 

buruk terhadap sesama mahkluk ciptaan-Nya.


Kejernihan pikiran dapat dibangun dan ditumbuh-kembangkan dengan 

percaya dan yakin tentang adanya Hyang Widhi, kebenaran ajaran 

Karma Phala, dan samsara. Ketiga sifat dan sikap manusia mampu 

untuk mengantarkanya untuk selalu berpikiran jernih, terbebas dari 

pengaruh negatif indriya. 

Manfaat dari ajaran Prasāda (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat 

mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan usia 

yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan 

bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat kejernihan hati.

i. Mādhurya berarti manis pandangan (muka manis) dan manis perkataan; 

Madhurya adalah orang yang mempunyai pandangan atau roman muka 

dan perkataan yang manis. Ini berarti orangnya harus mempunyai sifat 

ramah tamah, lemah-lembut, dan sekali-kali tidak pernah mengeluarkan 

kata-kata yang kasar. Perkataan yang suci dan perbuatan yang suci harus 

selalu dikedepankan. Ada empat macam perkataan yang tidak patut 

diucapkan oleh seseorang yang bersifat Mādhurya yaitu; perkataan yang 

jahat, perkataan yang kasar dan menyakitkan (bohong, menghardik, 

dan menfitnah) yang membuat orang menjadi susah. Keempat macam 

perkataan itu supaya dijauhkan dari seseorang yang bersifat mādhurya. 

Manfaat dari ajaran Mādhurya (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat 

mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan 

usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa 

dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat manis 

pandangan.

j. Mārdawa berarti kelembutan hati.

Mardawa adalah sifat dan perilaku seseorang yang rendah hati dan tidak 

suka menyombongkan diri. Sifat rendah hati bukan berarti rendah diri. 

Sifat rendah hati dapat juga dikatakan mempunyai kelembutan hati. 

Orang yang menpunyai budi pekerti yang luhur mengantarkan yang 

bersangkutan banyak teman, disayangi oleh lingkungannya, dan dicintai 

oleh sahabat-sahabatnya. Salah satu perbuatan yang luhur adalah bekerja 

penuh pengabdian, tidak tinggi hati atau angkuh. Sebab sering kali 

dalam keadaan sukar dan susah, orang mau mengerjakan dan menerima 

segalanya, tetapi setelah keadaannya menjadi lebih baik, maka ia mulai 

menunjukan kesombongannya. Demikian juga dengan suatu bangsa 

yang mulai mabuk dengan kemewahannya, ini menunjukkan sebagai 

pertanda bahwa negara itu sudah dekat dengan kehancurannya.

268 Kelas XII SMA/SMK 

Sedapat mungkin sebagai masyarakat bangsa yang beradab sudah 

sepatutnya lebih mengedepankan kelembutan hati dari pada 

kesombongan yang akan mengantarkan kehancuran.

Manfaat dari ajaran Mārdawa (Dasa Yama bratha) ini adalah dapat 

mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan 

usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa 

dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat kelembutan 

hati.

Uji Kompetensi:

1. Apakah tujuan dari pengamalan ajaran Dasa Yama bratha dalam 

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara? Jelaskanlah!

2. Manfaat apakah yang akan diperoleh oleh seseorang, masyarakat, 

bangsa dan negara yang selalu berpedoman pada nilai-nilai ajaran 

Dasa Yamabrata untuk mewujudkan sikapnya? Jelaskanlah!

3. Buatlah ringkasan tentang ajaran Dasa Yamabrata dari berbagai 

sumber media sosial dan pendidikan! Laporkan dan pertanggung-

jawabkanlah isi ringkasan yang dimaksud sesuai dengan petunjuk 

dari bapak/ibu guru yang mengajar di kelas!

4. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari usaha 

dan upaya untuk mewujudkan ajaran Dasa Yamabrata dalam hidup 

keseharian? Tuliskanlah pengalaman anda!

5. Bila seseorang melaksanakan ajaran Dasa Yamabrata tanpa 

mengikuti tahapan-tahapannya, apakah yang akan terjadi? Buatlah 

narasinya 1–5 halaman diketik dengan huruf  Times New Roman 

–12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! Laporkan hasil 

kegiatan yang dimaksud sesuai dengan petunjuk dari bapak/ibu 

guru yang mengajar di kelas-mu!

                                           Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 269

2. Tujuan dan Manfaat Ajaran Dasa Nyama Bratha dalam Pembentukan 

Kepribadian yang Luhur:

Perenungan.

Viúvàhà tvà sumanasah sucaksasah,

prajàvanto anamivà anàgasah.

udyantaý tvà mitramaho divedive,

jyogjivàh prati paúyema sùrya.

Terjemahan:

‘Sang Hyang Surya, semoga kami dalam suasana hati yang berbahagia, 

dalam pandangan yang bagus, mempunyai anak cucu yang baik, dalam 

kesehatan yang bagus, dalam keadaan tanpa dosa, senantiasa menghaturkan 

persembahan kepadamu. Sang Hyang Surya, yang berfaedah untuk semua 

sahabat, hendaknyalah kami melihat engkau yang terbit terus-menerus’ 

(Ågveda X. 37. 7).

Berbahagia atau hidup selalu dalam kebahagiaan sangat didambakan oleh 

umat sedharma “manusia” yang masih diberikan kesempatan untuk hidup 

di dunia sampai saat ini. Suasana hati yang berbahagia dapat dilambangkan 

dengan: seperti saat bertemunya orang tua dengan anak-anak dan cucunya; 

merasakan tidak kekurangan segala sesuatu ‘uang’ karena nilai kebahagiaan 

itu tidak dapat diukur dengan banyak atau sedikitnya seseorang memiliki 

uang; hidup yang berfaedah serta bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, 

bangsa dan negara; selalu merasa memiliki (tenaga yang sehat, kekayaan, 

kerajinan, kecemerlangan dan kejernihan hati). Atas petunjuk dan tuntunan 

dari Sang Hyang Surya/Tuhan Yang Maha Esa, bagaimana umat dapat 

mencapai tujuan dan memanfaatkan ajaran Dasa Nyama bratha untuk 

mewujudkan kesempurnaan bathin dalam hidup ini?

Dasa nyama bratha adalah ajaran yang dapat dipergunakan sebagai pegangan 

bagi manusia untuk mencapai kesempurnaan batin melalui pengamatan 

hidup di dunia ini. Pegangan untuk mewujudkan kesempuraan batin  yang 

dimaksud adalah berupa pelaksanaan dharma guna mencapai tingkatan 

kebahagiaan yang kekal abadi yang disebut moksa. Selama manusia hidup 

pengamalan ajaran dasa nyama brata di dunia inilah tempatnya. Sebab 

dari perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari itulah dapat diketahui 

tingkatan keluhuran mental manusia itu sendiri. Oleh karena itu orang 

dapat dinilai memiliki mental baik dan sehat dapat diperhatikan dari cara 

seseorang berperilaku. 


Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tujuan dari pada ajaran dasa 

nyama bratha adalah untuk mewujudkan kesempurnaan batin (bahagia - 

abadi - moksa) melalui pengamatan dan pengamalan hidup di dunia ini 

dengan melaksanakan dharma serta berkepribadian luhur. Manfaat dari 

ajaran dasa nyama bratha adalah sebagai media pembelajaran, pendidikan, 

pendalaman, pengamalan ajaran agama Hindu dalam mewujudkan umat 

sedharma yang berkepribadian luhur berlandaskan pelaksanaan dharma 

guna mencapai tingkat kebahagiaan batin yang kekal abadi yang disebut 

moksa. Berikut ini adalah pelaksanaan dharma berdasarkan ajaran dasa 

nyama bratha yang bermanfaat membentuk umat sedharma menjadi insan 

yang berkepribadian luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” 

adalah dengan melaksanakan; 

a. Dana berarti pemberian-pemberian makanan dan minuman, dan 

lain-lainnya.

Dana artinya suka berderma (bersedekah) berupa makan dan minum 

dan bentuk pemberian lain yang sejenis dengan itu. Memberikan 

dana kepada orang lain berarti orang telah dapat meringankan beban 

penderitaan orang lain. Membantu seseorang yang sedang dan sangat 

memerlukan untuk menyambung hidupnya adalah perbuatan yang 

mulia. Dalam hidup dan kehidupan ini seseorang harus saling bantu 

membantu karena setiap orang mempunyai kelemahan-kelemahan 

sendiri yang harus dibantu oleh orang lain. Apalagi kalau kita 

renungkan bahwa sebagian besar kebutuhan hidup ini kita didapati 

dari orang lain, seperti perabot rumah tangga, barang-barang dari besi, 

makan, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Dalam hidup bersama ini 

orang tidak dibenarkan mementingkan diri sendiri dengan menginjak-

injak, menindas yang lain. Memberikan dana puniya dengan sesama 

adalah merupakan kewajiban hidup sebagai manusia. Kitab suci weda 

menjelaskan sebagai berikut;

Na màtà na pità kiñcit kasyacit pratipadate,

dàna pathyodano jantuh swakarmaphalamacnute.

Ika tang dàna, tan bapa, tan ibu, umukti phalanika, anghing ika 

wwang gumawayaken ikang dànapunya, ya juga umukti phalanikang 

danapunya.

                                           

Terjemahan:

Itulah hakekat suatu dana, bukan si bapak, bukan si ibu yang menikmati 

pahalanya, melainkan hanya orang yang melakukan kebajikan berdana 

puniya itu, dia saja yang akan menikmati pahala dari berbuat dana punia 

itu (Sarasamuscaya, 169).

Manfaat dari ajaran Dana (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah 

dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian 

luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental 

yang dimotivasi oleh sifat-sifat suka berderma (bersedekah) berupa 

makan dan minum dan bentuk pemberian lain yang sejenis dengan itu.

b. Ijya berarti pujaan kepada Deva, kepada leluhur, dan lain-lainnya.

Ijya artinya pemujaan kepada para Deva, 

leluhur dan pemujaan lainnya yang sejenis 

dengan itu. Disamping pemujaan kepada 

Tuhan, maka pemujaan kepada para Deva 

dan leluhur pun hendaknya dilakukan 

oleh seseorang yang berkecimpung dalam 

hidup suci. Kita percaya dan yakin bahwa 

Deva itu manifestasi Tuhan, dan melalui 

bantuan manifestasi Tuhan itulah maka 

manusia adalah memohon dan menikmati 

berkahnya. Pemujaan itu pula dilakukan 

oleh para leluhur untuk memohon doa 

restunya agar sehat dan sejahtera di dunia. 

Kitab suci weda menjelaskan sebagai 

berikut;

Mayi sarvàói karmàói saònyasyàdhyàtma-cetasà,

niràúir nirmamo bhùtvà yudhyasva vigatajvaraá.

Terjemahan:

Pasrahkan semua kegiatan kerjamu itu kepada-Ku, dengan pikiran 

terpusat pada sang àtma, bebas dari nafsu keinginan dan ke-akuan, 

berperanglah, enyahkanlah rasa gentarmu itu (Bhagavadgita. III. 30).

Sebagai pemuja yang baik adalah tulus, lepas, menyerahkan sepenuhnya 

kehadapan-Nya beserta prabhawa. Yakinlah bahwa beliau Sang Pencipta 

Mahatahu, pemurah dan penyayang kepada ciptaan-Nya.


Manfaat dari ajaran Ijya (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah 

dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian 

luhur untuk mewujudkan kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-

mental yang dimotivasi oleh sifat-sifat pemuja Tuhan Yang Maha Esa, 

para Deva, para leluhur, dan pemujaan lainnya yang sejenis dengan itu.

c. Tapa berarti pengekangan hawa nafsu jasmani.

Tapa berasal dari kata “tap” artinya mengekang, mengendalikan hawa 

nafsu agar memperoleh hidup suci. Tapa merupakan salah satu keimanan 

dalam ajaran agama Hindu, sebab dengan tapa itu umat Hindu dapat 

meyakini suatu cita-cita atau tujuan dapat tercapai melalui pelaksanaan 

tapa itu. Misalnya melalui pengekangan nafsu jasmaniah seseorang 

dapat mengurangi porsi makan yang dimakan setiap hari. Cara ini 

bertujuan untuk mengendorkan gejolak emosi seseorang dapat berfikir 

dengan tenang.

Widyām mānāwamānābhyāmātmānam 

tu pramādatah. 

Nihan tang kayatnākena ikang tapa raksan, makasādhana kapa- 

demaning krodha ika, kuneng hyang çrī, pademning īrsyā pangraksa 

ri sira, kuneng sang hyang aji, pademning ahangkāra mwang awa-mana 

pangraksa ri sira, yapwan karaksanyawakta, si tan pramada sadhana 

irika. (Sarasamuccaya 103)

Terjemahan:

Inilah hendaknya engkau perhatikan, pegang teguh tapa dengan jalan 

memunahkan nafsu amarah itu, adapun Devi Sri (kebahagiaan tertinggi) 

melalui pengendalian kedengkian (sebagai) penyelamat-nya, adapun 

ilmu dharma sastra pemunah keakuan dan lenyapnya kecongkakan yang 

ada pada dirinya, karena itu supaya engkau menjaga dirimu, orang yang 

tidak lalai merupakan jalan baginya di situ.

Manfaat dari ajaran Tapa (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah 

dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian 

luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental 

yang dimotivasi oleh sifat-sifat pengekangan atau memunahkan nafsu 

amarah.

                                          

d. Dhyana berarti merenung memuja Tuhan.

Dhyana artinya tekun merenung dan memusatkan pikiran kepada Tuhan 

sebagai usaha tercapainya kesatuan antara pikiran dengan Tuhan. Usaha 

tersebut bertujuan untuk tercapainya kondisi mantap dalam konsentrasi 

sebagai dasar memperoleh kesucian batin. Kondisi ini akan diperoleh 

secara bertahap, melalui dari tingkatan pemusatan dengan waktu yang 

singkat sampai dengan tenggang waktu cukup lama. Akhirnya karena 

sudah terbiasa, maka makin hari makin mencapai tingkat konsentrasi 

yang makin lama dan mantap, lalu mencapai tingkat semadhi.

Namun demikian menyadari akan kekurang-sempurnaan manusia 

ketika seseorang didorong oleh insting mengarahkan pikiran kepada 

benda-benda menyenangkan tanpa didasari pengertian kesadaran, atau 

ketika jiwa pada akhirnya menjadi kasar karena selalu melekat pada 

motivasi yang mementingkan diri sendiri, apakah ketika itu berfikir 

menyakiti orang lain atau tidak, maka ketika itupun jiwa kita telah 

rusak. Keadaan yang menyebabkan terjadinya kerusakan jiwa ini tidak 

lain dari kekotoran dan kekeruhan pikiran. Sama seperti pakaian dan 

rumah yang menjadi kotor dalam sekejap ketika bertiup angin kencang. 

Orang harus selalu waspada terhadap badai nafsu yang melanda dan 

berusahalah untuk menekan ego yang ada dalam diri. Karena suatu 

keadaan pikiran sangat tercermin melalui perkataan dan perbuatan, jadi 

dengan selalu berbuat dan berkata yang jujur sudah tentu mencerminkan 

pikiran yang bersih. Kitab suci weda menjelaskan sebagai berikut;

“Teṣu samyag warttamāno gacchatya mara lokatām, 

yathā samkalpitāṁṡceha sarvān kāmān samaṡnute”

Terjemahan:

Ketahuilah bahwa ia yang selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban 

yang telah diatur dengan cara yang benar, mencapai tingkat kebebasan 

yang sempurna kelak dan memperoleh semua keinginan yang ia 

mungkin inginkan (Manawa Dharmasastra, II.5).

Sesungguhnya semua yang kita lakukan dalam pengabdian hidup ini 

telah ada yang menentukan ‘Sang Hyang Widhi Wasa’. Kewajiban kita 

adalah hanya berbuat/melaksanakan apa yang patut dilaksanakan, akan 

semuanya itu adalah sudah menjadi kehendaknya. Beliau tidak akan 

pernah melupakan apa yang dilakukan oleh umat-Nya. Oleh karena itu 

pujalah beliau sesuai petunjuk yang telah ada.


Manfaat dari ajaran Dhyana (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah 

dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian 

luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental 

yang dimotivasi oleh sifat-sifat suka merenung untuk memuja Deva 

Siwa sebagai wujud keyakinan kita semua.

e. Swadhyaya berarti mempelajari Weda.

Swadhyaya artinya yakin mempelajari kitab suci Weda. Mempelajari 

kitab suci kerohanian bagi mereka yang berkecimpung dalam hidup 

suci adalah kewajiban. Di dalam kitab kerohanian terdapat tuntunan 

atau petunjuk bagi mereka yang sedang akan menjalani hidup suci. 

Dalam berbagai jenis kitab Weda terdapat penuntun untuk menempuh 

kehidupan suci. Kitab yang dimaksud menjelaskan sebagai berikut;

Na karmanàm anàrambhàn Naishkarmyam purusho’snute,

Na cha samnyasanàd ewa Siddhim samadhigachchhati.

Terjemahan:

Orang tidak akan mencapai kebebasan karena diam tiada bekerja juga 

ia tak-kan mencapai  kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja 

( Bhagawadgita. III. 4)

Dalam cloka selanjutnya disebutkan:

Yajñàrthàt karmano ‘nyatra Loko ‘yam karma bandhnah,

Tadartham karma kaunteya Mukta saògah samàçhara.

Terjemahan:

Kecuali tujuan berbakti dunia ini dibelenggu oleh hukum kerja 

karenanya, bekerjalah demi bakti tanpa kepentingan pribadi, oh Kunti 

Putra (Bhagawadgita. III. 9).

Båhaspate pratamaý vàco agraý yat prairata nàmadheyaý dadhànaá,

yad eûàý sreûtaý yad aripram àsit prenà tad eûàý nihitaý guvàviá.

saktum iva titaunà punanto yatra ghirà manasà vàcam akrata,

atrà sakhàyaá sàkhayàni janàte bhadraiûaý lakûmiá nihitàdhi vàci.

                                           

Terjemahan:

‘Sabda pertama dan yang utama, ya Brihaspati, yang disampaikan 

kepada orang-orang suci, menyebut nama-Nya sabda yang mulia, tiada 

cahaya yang diungkapkan dengan cinta kasih mengungkapkan yang 

maha suci dan gaib. Dan mereka mengucapkan sabda itu, tersaring 

dalam batin, seperti mereka mengayak tepung dengan ayakan, disitulah 

terjadi ikatan persahabatan, dalam sabda itulah terkandung keindahan 

(Ågveda X. 71. 1. 2).

Demikianlah sabda Tuhan Yang Maha Esa, yang patut kita camkan 

bersama untuk mempelejari, mempedomani, mendalami, dan 

menerapkan ajaran-Nya yang mulia ini. Manfaat dari ajaran Swadhyaya 

(dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah dapat membentuk umat 

sedharma menjadi insan yang berkepribadian luhur dan mencapai 

kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental yang dimotivasi 

oleh sifat-sifat suka mempelajari Weda dan kita yang sejenis dengan itu.

f. Upasthanigraha berarti pengekangan nafsu kelamin.

Upasthanigraha berarti pengekangan upastha (alat kelamin) dari nafsu 

birahi. Upaya untuk mendapatkan kesucian jiwa bagi umat sedharma 

yang ingin menjalani hidup suci, maka pengekangan jiwa atas nafsu 

birahi hendaknya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Seseorang 

yang selalu mengumbar hawa nafsunya adalah sebagai akibat dari 

yang bersangkutan telah tahu dan merasakan nikmatnya birahi itu, 

sehingga untuk memenuhi keinginan seks-nya yang lebih nikmat, 

dilakukan berbagai cara yang akhirnya sampai menjadi pemerkosaan. 

Memperkosa sering disebut berzina, termasuk sikap-mental yang tidak 

terpuji. Berzina merupakan perbuatan yang sangat hina dan terkutuk. 

Perbuatan ini harus dikendalikan karena bisa menimbulkan kemerosotan 

moral. Berzina artinya sikap suka memperkosa wanita atau istri orang 

lain. Adapun yang termasuk perbuatan berzinah (paradara) antara lain :

1). Mengadakan hubungan kelamin dengan istri/suami orang lain.

2). Mengadakan hubungan kelamin (seks) antara pria dengan wanita 

dengan cara-cara yang tidak sah.

3). Mengadakan hubungan kelamin dengan paksa, artinya tidak atas 

dasar cinta sama cinta (memperkosa).

4). Mengadakan hubungan kelamin atau seks yang dilarang oleh agama.


Larangan melakukan zina itu adalah sangat wajar, karena kalau itu 

dibiarkan maka kemerosotan moral akan semakin merajalela dan 

memuncak. Semakin banyak kasus pelacuran atau tuna susila terjadi 

maka kehidupan kita sebagai manusia yang menjungjung tinggi 

budaya dan agama akan menjadi hancur. Dengan berbuat seperti itu 

menandakan sebagai jiwa manusia yang tetap terikat oleh duniawi. 

Oleh sebab itu yang bersangkutan harus cepat-cepat mengendalikan 

nafsu birahi itu agar segera memperoleh kehidupan suci. Kehidupan 

yang suci sebagaimana tertulis dalam kitab suci weda yang menyatakan 

sebagai berikut:

Tadvajjàticatairjivah ûuddhyate’lpenà karmanà, 

yatnena mahatà càpi kyekajatàu viçuddhyate.

Mangkana tang hurip, an ûinocan pinakaûuddhi, kinlabakëràgàdi 

malanya, yan alpayatna ngwang, alawas ya tan çuddhya, yapwan 

tibrayatna ngwang, kumlabakë malanya, enggal ûuddhinya.

Terjemahan:

Demikian jiwa itu, yang dibersihkan agar menjadi suci, dikendalikan 

nafsu birahi itu dan segala nodanya, jika kurang giat dan pandai 

melaksanakannya, lemahlah jiwa itu tidak menjadi suci, beratus-

ratus kelahiran lamanya, sebelum jiwa itu menjadi suci, jika ia 

pandai dan sangat giat melenyapkan nodanya, cepatlah suci jiwa itu 

(Sarasamuçchaya, 406).

Makna sloka suci patut dipedomani oleh setiap umat sedharma yang 

mengupayaka kesucian moralnya untuk mempercepat usahanya dapat 

mewujudkan kesempurnaan batin yang dicita-citakannya.

Manfaat dari ajaran Upasthanigraha (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) 

ini adalah dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang 

berkepribadian luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” 

dengan sikap-mental yang dimotivasi oleh sifat-sifat pengendalian atau 

pengekangan nafsu birahi yang ada pada pribadinya.

g. Brata berarti pengekangan nafsu terhadap makanan.

Brata adalah pengekangan nafsu dalam mengkonsumsi makanan dan 

minuman. Seseorang atau umat sedharma yang bercita-cita untuk 

mencapai kesucian jiwa hendaknya mampu membatasi diri untuk 

mengkonsumsi makanan dan minuman dari segi jumlah maupun 

                                           

mutunya. Seperti membatasi makanan yang berlebihan, membatasi 

makanan yang mengandung bahan kimia, makan pedas, makan yang 

terlalu manis dan sebagainya. Mengkonsumsi makanan yang berlebihan 

sangat mempengaruhi perkembangan jasmani dan rohani yang 

mengkonsumsinya.

Yathà yathà prakstànam ksetrànàm sasyasampadah, 

Sàkhà phalabhàrena namrah sadhustathàtathà.

Paramàrthanya, upasama ta pwa sang sàdhu ngaranira, 

Tumukul dening kweh gunanira, mwang wruhnira, 

kadyangga ning pari,tumungkul dening wwahnya, 

mwang pang ning kayu, tumungkul  de ning tob ning phalanya 

(Sarasamuscaya, 308).

Terjemahan: 

Kesimpulannya, sabar dan tenang  pembawaan sang sadhu, merunduk 

karena banyak kebajikan dan ilmunya, sebagai halnya padi runduk 

karena beratnya buahnya dan dahan pohon kayu itu runduk, disebabkan 

karena lebat buahnya.

Manfaat dari ajaran Brata (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah 

dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian 

luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental 

yang dimotivasi oleh sifat-sifat suka melakukan pengekangan nafsu 

terhadap makanan.

h. Upawasa berarti pengekangan diri.

Upawasa adalah berpuasa. Cara ini banyak ragamnya, ada puasa makan 

minum, puasa tidak tidur, puasa melihat, puasa tidak bicara, tidak 

bepergian, tidak bekerja dan sebagainya. Khusus buat umat Hindu 

jenis puasa ini pelaksanaannya dirangkaikan dengan pelaksanaan hari 

raya, seperti Nyepi, Siwaratri. Misalnya dalam pelaksanaan upawasa 

nyepi, umat Hindu berkumpul pada suatu tempat yang suci yang 

telah disepakati dengan harapan puasanya menjadi lebih mantap dan 

khusyuk. Adapun jenis puasa pada hari nyepi umumnya:


1). Puasa makan dan minum

2). Tidak bekerja

3). Tidak tidur (melek)

4). Tidak bepergian

Tujuan pokok keempat puasa ini dimaksudkan untuk mendukung 

keberhasilan meditasi (semadhi) yang merupakan acara pokok dari 

perayaan hari nyepi.

Berata penyepian telah dirumuskan menjadi Catur Berata Penyepian, 

yang terdiri dari;

1). Amati geni yakni tidak menyalakan api termasuk memasak. itu 

berarti melakukan upawasa (puasa).

2). Amati karya yakni tidak bekerja, menyepikan indra.

3). Amati lelungan berarti tidak bepergian termasuk tidak keluar rumah.

4). Amati lelanguan berarti tidak menghibur diri 

Pada prinsipnya, saat nyepi panca indra umat sedharma hendaknya 

diredakan dengan kekuatan manah dan budhi. Dengan meredakan 

nafsu indra itu umat sedharma dapat menumbuhkan kebahagiaan yang 

dinamis sehingga kualitas hidup ini semakin meningkat. Melaksanakan 

pengendalian diri pada saat nyepi adalah merupakan kewajiban bagi 

umat sedharma. Kitab sarasamuscaya menjelaskan sebagai berikut;

Àryavåttamidaý vrttamiti vijñàya sàsvatam, santah

Paràrthaý, kurvànà nàveksante pratikriyàm.

Tatan pakanimittha hyunira ring pratyupakàra sang sajjana ar 

gawayaken ikang kaparàrthan, kunang wiwekanira, prawrtti sang 

sadhu ta pwa iki, maryada sang mahapurusa, mangkana juga 

wiwekanira, tan prakoseka ring phala.

Terjemahan:

Bukan karena keinginanannya akan pembalasannya, sang utama budi 

mengusahakan kesejahteraan orang lain, melainkan karena hal itu telah 

merupakan keyakinannya. Pembawaan sang sadhu memang demikian. 

Itulah cirri orang yang berjiwa besar. Demikianlah keyakinan beliau, 

tidak memandang akan buah hasilnya (Sarasamuscaya, 313).

                                           

Caritraniyatà ràjan ye krsàh krsavrttayaá,

Arthinascopacchanti tesudattam mahà phalam.

Lwirning yukti ikang wehana dana wwang suddhàcara, wwang daridra, 

tan panemu ahara, wwang mara angegong harep kuneng, ikang dana 

ring wwang mangkana agong phalanika. 

Terjemahan: 

Orang yang diberikan dana, ialah orang yang berkelakuan baik, orang 

miskin, yang tidak memperoleh makanan, orang-orang yang benar 

mengharapkan bantuan, pemberian dana kepada orang yang demikian 

besar pahalanya (Sarasamuscaya,187).

Manfaat dari ajaran Upawasa (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) 

ini adalah dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang 

berkepribadian luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” 

dengan sikap-mental yang dimotivasi oleh sifat-sifat suka melakukan 

pengekangan diri.

i. Mona berarti tidak bersuara.

Mona artinya tidak berkata, membatasi bersuara. Dalam kehidupan 

sehari–hari mona tidak diartikan tidak berkata–kata sama sekali, 

melainkan adalah kata–kata itu harus dibatasi dalam batasan–batasan 

kewajaran. Misalnya dianggap wajar bila berkata baik dan benar, berkata 

menyenangkan orang lain bila didengar. Dalam perilaku hidup suci 

upaya membatasi kata–kata itu memang penting, sebab dari kata atau 

suara itulah seseorang akan disenangi atau tidak, dari kata atau suara 

itulah akan terletak celaka tidaknya seseorang. Terutama dari kata atau 

suara itulah akan terdapat kebahagiaan, kedamaian rohani. Orang yang 

ternoda rohaninya, dia sendiri akan merasakan ketidak-tentraman dalam 

batinnya. Lebih–lebih kata–kata itu sengaja diucapkan agar orang lain 

sakit hati. Sikap demikian itu sama saja membuat batin sendiri ternoda. 

Selama ucapan itu ternoda maka selama itu pula batin menjadi tidak 

damai. Minimal ia akan selalu menimbang–nimbang kata yang telah 

diucapkan. Hal ini tak dapat dihindari, karena semua manusia punya 

perasaan, pikiran yang selalu membututi dan ikut menimbang–nimbang 

ucapan yang telah dikeluarkan. Perasaan dan pikiran inilah akan selalu 

membayangi kehidupan suasana batin tidak tenang.


Berkata-kata baik, menyenangkan, bermanfaat, penuh makna dan 

suci disebut wacika. Wacika adalah perkataan yang baik (suci). Kata-

kata ibarat pisau bermata dua, disatu pihak akan bisa mendatangkan 

kebaikan dan di lain pihak akan bisa mendatangkan penderitaan bahkan 

kematian, seperti termuat dalam kitab Nitisastra sargah V.3 sebagai 

berikut :

“Wasita nimittanta manemu laksmi, Wasita nimittanta pati kapangguh, 

Wasita nimittanta manemu dukha, Wasita nimittanta manemu mitra”.

Terjemahan:

Oleh perkataan engkau akan mendapat bahagia, oleh perkataan engkau 

akan menemui ajalmu, oleh perkataan engkau akan mendapatkan 

kesusahan, oleh perkataan engkau akan mendapatkan sahabat.

Demikianlah akibat dari perkataan yang diucapkan ada yang baik dan 

ada yang buruk. Kata-kata kotor atau buruk disebut Mada (dalam Tri 

Mala). Kata-kata yang kotor seperti raja pisuna (fitnah), wak purusa 

(berkata kasar), berbohong dan sebagainya tidak usah dipelihara, sebab 

hal tersebut akan bisa mendatangkan penderitaan bahkan lebih fatal lagi 

bisa menyebabkan kematian. Oleh karena itu marilah kita sucikan wak/

kata-kata sehingga menjadi “wacika” yaitu kata-kata yang suci, karena 

kata-kata yang suci ini akan dapat mengantarkan kita kepada sahabat 

atau mitra dan kepada kebahagiaan atau laksmi. Ada empat cara (karma 

patha) untuk menyucikan perkataan yaitu : 

1). Tidak berkata jahat (ujar ahala). Kata-kata jahat yang terucap 

akan dapat mencemarkan vibrasi kesucian, baik kesucian yang 

mengucapkan maupun yang mendengarkan. Karena dalam kata-

kata yang jahat itu ada gelombang yang mengganggu keseimbangan 

vibrasi kesucian.

2). Tidak berkata kasar (ujar akrodha), seperti menghardik, mencaci, 

mencela. Kata-kata kasar itu sangat menyakitkan bagi yang 

mendengarkan dan sesungguhnya dapat mengurangi vibrasi 

kesucian bagi yang mengucapkan. Perlu diperhatikan, meskipun 

niat baik, kalau diucapkan dengan kata-kata yang kasar maka niat 

baik itu turun nilainya (menjadi tidak baik). Bagi yang mempunyai 

kebiasaan berkata kasar, berjuanglah untuk merubahnya. 

3). Tidak memfitnah (raja pisuna). Ada pepatah mengatakan fitnah itu 

lebih kejam dari pembunuhan. Dalam persaingan hidup orang sering 

mengalahkan persaingan dengan cara memfitnah agar lawan dengan 

                                           

mudah dikalahkan. Salah satu sifat manusia yang dapat menimbulkan 

akibat negatif adalah yang disebut “distinksi” yaitu suatu dorongan 

untuk lebih dari orang lain. Kalau ia tidak mampu berbuat lebih dari 

kenyataan maka fitnahpun akan dipakai senjata agar ia kelihatan 

lebih dari yang lain. Cegahlah lidah agar tidak mengucapkan kata-

kata fitnah.

4). Tidak mengeluarkan kata-kata yang mengandung kebohongan. 

Kebiasaan berbohong ini juga sering di dorong oleh nafsu distinksi 

tadi. Agar ia kelihatan lebih dari orang lain berbohongpun sering 

dilakukan. Berbohongpun sering dilakukan untuk menutupi 

kekurangan diri. Menghilangkan kebiasaan berbohong memang 

susah, namun ini haruslah dibiasakan untuk rela menerima apa 

adanya sesuai karma kita.

Demikianlah empat hal yang harus dibiasakan agar tidak keluar dari 

lidah kita kata-kata yang tidak baik atau menyakitkan. Untuk melatih 

itu biasakanlah menyanyikan nama-nama Tuhan atau Dharmagita atau 

Mantram-mantram tertentu secara terus menerus, sampai kebiasaan 

‘kurang baik’ itu dapat dihapuskan. Hal ini memang memerlukan 

kesungguhan, karena mengubah kebiasaan jelek memang tidak mudah. 

Kebaikan itu hanya dapat diwujudkan dengan cara membiasakannya 

sampai melembaga dalam tingkah laku. Pada mulanya memang 

dirasakan beban, tetapi lama-kelamaan akan menjadi kebutuhan. Orang 

suci sudah menjadi kewajibannya untuk selalu bertutur-kata suci, oleh 

karenanya kebahagiaan batin itu dapat terwujudkan.

Manfaat dari ajaran “mona” (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah 

dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian 

luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental 

yang dimotivasi oleh sifat-sifat selalu mengusahakan untuk berbicara 

yang baik dan suci.

j. Snana berarti melakukan pemujaan dengan Tri Sandhya.

Snana artinya tekun melaksanakan pembersihan dan penyucian batin 

dengan sembahyang tiga kali sehari atau tri sandhya. Melaksanakan tri 

sandhya bila dicermati suasana pelaksanaannya, sesungguhnya adalah 

dasar dari dhyana. Biasanya seseorang sebelum secara tekun dapat 

melakukan dhyana maka tingkatan dasar (tri sandhya) dilakukan 

terlebih dahulu. Praktik ini diawali dengan membersihkan badan, 

seperti mandi. Aktivitas antara mandi dengan tri sandhya sangat erat 

282 Kelas XII SMA/SMK 

hubungannya, dimana dengan memebersihkan badan terlebih dahulu 

pelaksanaan tri sandhya itu akan menjadi lebih mantap. Dengan kata 

lain terbiasa membersihkan diri, badan, mandi sebelum akan melakukan 

pemujaan kehadapan-Nya dapat mendukung suksesnya sembahyang 

dengan baik. Seperti yang telah terbiasa dipraktikkan atau dilaksanakan 

oleh umat sedharma dalam memuja isthaDewata, panca sembah atau 

kramaning sembah dilaksanakan setelah melakukan pemujaan dengan 

mantram tri sadhya bersama. Kitab suci weda menjelaskan sebagai 

berikut;

 Sarvà pavitrà vitatà-adhyasmat.

Terjemahan:

‘Semua hal (benda) yang suci 

mengelilingi kita’

(Atharvaveda VI.124. 3).

Dengan kesucian diri dan hati dapat 

menyebabkan seseorang memperoleh 

kebahagiaan, menghancurkan pikiran 

atau perbuatan yang tercela. Orang 

yang memiliki kesucian hati mencapai 

surga dan bila kita berpikiran yang jernih serta suci, maka kesucian akan 

selalu melindungi kita. Kesucian atau hidup suci telah diamanatkan 

sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi/

Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu ada baiknya sebagai umat 

sedharma selalu terjaga untuk hidup suci.

Manfaat dari ajaran Snana (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah 

dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian 

luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental 

yang dimotivasi oleh sifat-sifat kesucian yang secara tekun melakukan 

pemujaan dengan ‘Tri Sandhya, dan do’a sehari-hari’ yang lainnya.

Ajaran dasa nyama brata yang terdapat dalam sloka kitab 

saracamucchaya, adalah merupakan pegangan hidup bagi umat 

sedharma yang hendak mencapai kesempurnaan batin. Upaya itu dapat 

dicapai ‘moksa‘kehidupan yang abadi melalui pengamalan hidup di 

dunia dengan berlaksana yang benar. Dunia ini tempat berbuat, oleh 

sebab itu perilaku sehari-hari yang ditampilkan oleh umat sedharma 

dapat dijadikan ukuran sampai dimana tingkat kesempurnaan jiwa-

nya. Seseorang dalam hidupnya. Dalam pengamalannya keluar, maka 


sebelumnya orang hendaknya mengadakan pembenahan kedalam diri 

sendiri terlebih dahulu, baru mengadakan pembenahan keluar diri. Hal 

ini wajar karena bagaimana orang dapat membenahi orang lain jika 

dirinya belum dibenahi.

Atma merupakan percikan terkecil dari Brahman yang sudah memasuki 

tubuh sehingga menimbulkan adanya penghidupan, dan gerak yang 

disemangati oleh atma itu sendiri. Ia menjadi pelaku lima klesa atau 

sumber kesedihan yakni avidya (ketidaktahuan), asmita (kesombongan 

/ keakuan), Raga (keterikatan dan kesukaan), Dvesa (kemarahan, 

keserakahan) dan Abhinivesa (ketakutan yang berlebihan terhadap 

kematian). Selama adanya perubahan dan kegoncangan pada pikiran, 

selama itu pula atma terpantulkan pada perubahan – perubahan itu. Dan 

untuk melepaskan atma dari cengkraman lima klesa tersebut di dalam 

yoga  dapat dilakukan dengan disiplin kriya – yoga dimana kriya – yoga 

sekaligus membawa pikiran pada keadaan Samadhi. Di dalam Kriya – 

yoga itu sendiri diantaranya berisikan beberapa aktivitas yaitu : tapas 

(kesederhanaan), svadhyaya (mempelajari dan memahami kitab suci).

Akal atau budhi merupakan azas kejiwaan namun bukan meupakan 

roh yang memiliki kesadaran. Ia yang halus dari segala proses 

kecakapan mental untuk lebih mempertimbangkan dan memutuskan 

segala sesuatu yang diajukan oleh indrya yang lebih rendah, namun ia 

(budhi). Sebagai azas kejiwaan atau psikologis, ia memiliki sifat jnana 

(pengetahuan), dharma (kebajikan, tidak bernafsu / wairagya) dan 

aiswarya (ketuhanan). Namun terkadang suara–suara kebajikan yang 

keluar dari budhi itu sendiri masih belum mampu mengalahkan kuatnya 

pengaruh daripada indra–indra yang ada pada diri kita sehingga timbul 

perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh budhi itu 

sendiri. Melalui kebijaksanaan yang dapat kita peroleh dengan jnana 

atau pengetahuan dapat membersihkan akal itu sendiri sehingga sinar 

sattva mampu merefleksikan kesadaran jiwa (purusha) itu sendiri.

Uji Kompetensi:

1. Apakah makna dari masing-masing bagian ajaran Dasa 

Nyama bratha tersebut bila kita hubungkan dengan kehidupan 

bermasyarakat keseharian seperti sekarang ini? Jelaskanlah!

2. Kita semua patut bersyukur dapat menerima warisan leluhur 

berupa ajaran Dasa Nyama bratha, dengan cara bagaimana anda 

mewujudkan rasa bersyukur itu? Deskripsikanlah!

284 Kelas XII SMA/SMK 

D. Contoh Penerapan Dasa Yama Bratha dan Dasa 

Nyama Bratha dalam Kehidupan.

Dasa Yama bratha dan Dasa Nyama bratha adalah konsep ajaran yang dapat 

mempermulia sifat dan sikap seseorang dalam hidup dan kehidupannya. Oleh 

karena itu wajib hukumnya untuk dapat diterapkan dengan sungguh-sungguh 

dalam hidup dan kehidupan sehari-hari. Berikut adalah contoh penerapannya 

dalam bentuk cerita singkat.

1. Contoh penerapan Dasa Yama Bratha dalam kehidupan.

Perenungan.

Uccā divi dakûióāvanto asthur

ye asvadāh saha te sùryeóa.

Terjemahan:

“Orang-orang yang dermawan menghuni tempat yang tinggi di alam surga. 

Orang-orang yang tidak picik, yang mendermakan kuda, bertempat tinggal 

bersama Sang Hyang Surya (Rgveda X. 107. 2).

3. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari 

pengamalan ajaran Dasa Nyama bratha dalam hidup bermasyarakat? 

Tuliskanlah pengalaman anda! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari 

bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!

4. Amatilah masyarakat lingkungan sekitar anda terkait dengan 

pengamalan ajaran Dasa Nyama bratha dalam keseharian, buatlah 

catatan tersendiri dan diskusikanlah dengan orang tua, saudara, 

dan anggota keluarga anda. Buatlah narasinya 1–3 halaman diketik 

dengan huruf  Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas 

kwarto; 4-3-3-4! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari bapak/ibu 

guru yang mengajar di kelas!

                                           Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 285

Pemburu dan Burung Sindhuka

Di sebuah puncak gunung, ada sebuah pohon besar. Di pohon itu, tinggal 

seekor burung istimewa bernama Sindhuka. Keistimewaan burung itu adalah, 

tahinya selalu berubah menjadi emas.

Pada suatu hari, seorang pemburu datang ke tempat itu. Ketika dia mengamati 

burung itu berak dan tahinya segera menjadi selempengan emas, ia sangat 

takjub. “Sudah sejak kecil aku menangkap ribuan burung, namun tidak pernah 

melihat tahi burung berubah menjadi emas,”kata pemburu itu dalam hati.

Kemudian sang pemburu memasang perangkap di pohon itu. Burung yang 

bodoh itu tidak menghiraukannya perangkap itu. Dia terperangkap dan 

pemburu itu segera mengambil dan memasukkan ke dalam sangkar.

Kemudian dia berpikir dalam hati, “sekarang sebelum seseorang menemukan 

burung yang aneh ini dan melaporkannya kepada raja, lebih baik aku sendiri 

yang pergi dan memperlihatkan burung ini kepada raja.”

Si pemburu segera menghadap raja dan menuturkan semuanya tentang hal 

ihwal burung itu. Sang raja menjadi senang dan berkata kepada pelayan-

pelayannya, “Peliharalah burung ini dengan saksama. Berikanlah dia makanan 

dan minuman dengan baik.”

Namun para menteri raja berkata kepadanya, “Yang Mulia, bagaimana 

Tuan dapat mempercayai kata-kata seorang pemburu? Apakah mungkin 

mendapatkan emas dari tahi seekor burung? Kami menganjurkan Tuan untuk 

mengeluarkannya dari sangkar itu dan melepaskannya.”

Setelah berpikir cukup lama, sang raja memperhatikan nasihat para menteri itu. 

Burung itupun di lepas ke alam bebas. Burung itu terbang dan bertengger di 

atas pintu gerbang dekat sana dan mengeluarkan tahinya yang segera menjadi 

emas.Burung itu berkata;

“Pada mulanya aku bodoh, kemudian pemburu, kemudian para menteri, 

kemudian raja. Kita semua adalah kelompok orang bodoh, (Dikutip dari Buku 

Panca Tantra ketiga, hal. 77 s/d 79).


2. Contoh penerapan Dasa Nyama Bratha dalam kehidupan.

Perenungan.

Utpàtàh pàrtáivàntarikûàh

saý no divicarà grahàá.

Terjemahan:

‘Semoga semua gangguan terhadap bumi dan langit berakhir. Semoga 

planet-planet yang amat menyenangkan memberikan kedamaian kepada 

kami (Atharvaveda XIX. 9. 7).

Ketenangan, kedamaian atau ketentraman batin adalah sesuatu yang menjadi 

dambaan setiap mahkluk yang dilahirkan ke dunia ini. Lingkungan yang 

nyaman tidak hanya diharapkan oleh umat manusia, tumbuh-tumbuhan dan 

binatang pun juga memerlukan kedamaian itu. Demikianlah weda sumber 

ajaran agama kita mengajarkan kedamaian didambakan untuk semuanya, 

Uji Kompetensi:

1. Baca dan hayatilah dengan baik ceritera yang berjudul “Seorang 

Pemburu dan Burung Sindhuka” sebagaimana tersurat seperti 

tersebut di atas! Nilai-nilai ajaran Dasa Yamabrata yang manakah 

yang manakah tersurat dan tersirat di dalam cerita itu? Mengapa 

demikian, buatlah narasinya dan deskripsikanlah sesuai dengan 

petunjuk dari bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!

2. Carilah artikel yang berhubungan dengan penerapan ajaran 

Dasa Yama brata di media cetak sosial dan pendidikan. Buatlah 

ringkasannya dan paparkanlah isinya di depan kelas sebagai 

laporan hasil kegiatan yang dimaksud sesuai dengan petunjuk dari 

bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!

3. Amatilah sekitar lingkungan anda, adakah penerapan ajaran Dasa 

Yamabrata sehubungan dengan pembentukan kepribadian yang 

luhur dari anggota lingkungan sekitar-mu? Lakukanlah pencatatan 

seperlunya, diskusikan dengan orang tua-mu. Buatlah narasinya 

1–3 halaman diketik dengan huruf  Times New Roman –12, spasi 

1,5 cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! dan deskripsikanlah sesuai 

dengan petunjuk dari bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!

                                           

utamanya lingkungan sekitar kita. Kedamaian yang sejati adalah bersatunya 

àtman sebagai sumber hidup setiap mahluk dengan Brahman/Tuhan Yang 

Maha Esa. Kedamaian bukan hanya untuk  saat ini, diri sendiri, tetapi juga 

untuk masa yang akan datang, orang lain atau masyarakat. Bagaimana 

kedamaian itu dapat terwujud dalam kehidupan ini? ada baiknya simaklah 

ceritra berikut ini!

Bala Dewa dan Narayana

Sang 

Penyelamat Dunia

Dahulu kala hidup seorang raksasa Sang Kangsa namanya. Sang Kangsa 

adalah raksasa yang berwatak tidak baik. Ia suka membuat huru-hara dan 

melakukan penganiayaan terhadap bangsa Yadawa. Sang Kangsa memiliki 

istri bernama Devi Asti dan Devi Prapti. Kedua putri ini adalah putra dari 

Prabhu Jarasanda, seorang raja dari Negeri Widarbha. Prabhu Jarasanda 

terkenal sangat kebal terhadap segala macam jenis senjata, karenanya seluruh 

raja yang ada dimuka bumi ini takut padanya. Perkawinan Sang Kangsa dengan 

putri Prabhu Jarasanda menyebabkan tabiat tidak baik dari Sang Kangsa 

menjadi semakin bertambah, karena merasa memiliki pelindung seorang raja 

yang sakti dan ditakuti oleh seluruh raja yang ada dimuka bumi ini. Begitulah 

dikisahkan, bahwa nafsu angkara murka Sang Kangsa semakin berkobar-

kobar, kebengisannya semakin bertambah. Kegemarannya menganiaya 

bangsa Yadawa dengan tidak mengenal pradaban/perikemanusiaan semakin 

menjadi-jadi.

Sang Kangsa belum puas dengan tindakannya sebatas membabat bangsa 

Yadawa saja, maka segera ia memerintahkan kepada prajuritnya untuk 

menaklukkan Negeri Boja. Perintah Sang Kangsa kepada prajuritnya, “Hai 

tentaraku sekalian, dengarkanlah ini titah rajamu! Aku Kangsa belum merasa 

puas dengan keadaan seperti sekaranmg ini. Aku ingin menaklukkan raja-

raja di seluruh permukaan bumi ini. Untuk itu, pertama-tama aku ingin 

menghancurkan Negeri Boja. Tunjukkanlah keberanian, keperkasaanmu 

sebagai prajurit raksasa dalam peperangan nanti. Laksanakanlah segera 

titahku ini!”. Setelah mendapatkan titah demikian, para prajurit raksasa 

mempersiapkan perlengkapan perangnya selanjutnya segera berangkat hendak 

menyerbu Negeri Boja. Para raja bangsa Negeri Boja yang tidak mau tunduk 

segera dibunuh, karena memang demikianlah tabiat asli Sang Kangsa. Tiada 


henti-hentinya mereka mengejar para raja bangsa Boja. Kemanapun mereka 

melarikan diri, yang berhasil mereka tangkap dianiaya dengan keji.

Karena tingkah laku Sang Kangsa seperti itu, sudah tentu menimbulkan 

ketakutan sekalian para raja, para kesatriya dan bangsa Boja. Lebih-lebih lagi 

para kawula kecil, ketakutan itu senantiasa mencekam hatinya. Tempat tinggal 

mereka bukan lagi merupakan tempat yang aman, tetapi sudah merupakan 

neraka sebagai tempat penyiksaan manusia yang dilakukan oleh tentara 

raksasa yang bengis. Oleh karena daerah tempat tinggal mereka bukan lagi 

merupakan tempat tinggal yang nyaman, lalu selanjutnya mereka melarikan 

diri entah kemana, tidak tentu arah dan tujuannya. Kemana kaki melangkah, 

kesanalah menuju, yang penting dapat meloloskan diri dari neraka siksaan 

prajurit raksasa. Itulah yang terlintas dalam benak dan pikirannya.

Diantara orang-orang yang melarikan diri ada yang menceburkan diri ke 

laut karena ia lebih suka mati seperti itu dari pada mati dalam penganiayaan 

Sang Kangsa berikut pengikut-pengikutnya yang bengis itu. Selain itu ada 

pula yang menceburkan diri ke dalam jurang yang kemudian mereka jatuh 

dan mati dengan keadaan badan hancur berkeping-keping. Lain lagi ada 

yang melarikan diri ke dalam hutan kemudian bersembunyi di dalam gua-

gua untuk menyelamatkan dirinya, akan tetapi akhirnya ia mati juga diterkam 

dan dimangsa oleh binatang buas. Alangkah sengsaranya seluruh bangsa Boja 

pada waktu itu oleh perbuatan bengis Sang Kangsa dan pengikut-pengikutnya. 

Sementara huru-hara itu terus berlangsung karena Sang Kangsa dan pengikut-

pengikutnya terus mengadakan pengejaran terhadap raja-raja bangsa Yadawa 

yang terus melarikan diri. Akhirnya banyak raja bangsa Boja berikut 

keluarganya datang ke Negeri Dwaraka (Dwarati) meminta perlindungan 

kepa Sri Narayana.

Sri Narayana terkejut karena kedatangan pengungsi raja bangsa Boja berikut 

keluarganya, kemudian menyapanya. “Wahai tuan-tuan raja dan kesatria 

bangsa Boja, kenapa gerangan datang berduyun-duyun kemari dengan disertai 

keluarga?  Apakah yang telah terjadi atas negeri tuan ?”  Demikianlah Sri 

Narayana menyapanya.

“Ampun tuanku, Sri Narayana. Tuanku adalah perwujudan Wisnu di jagatraya 

ini. Tuanku adalah pelindung jagatraya ini dari segala kehancurannya. Tuanku 

juga pengayom kawula kecil yang lemah. Oh, tuanku yang maha kasih, tuanku 

adalah penyayang segala yang ada ini. Hamba sekalian datang untuk memohon 

belas kasihan tuanku yang mulia. Sudilah kiranya paduka tuanku melindungi 

kami dan bangsa kami dari kehancuran. Saat ini bangsa kami diserang oleh 

Sang Kangsa yang biadab itu”.

                                           

“Duhai saudara-saudaraku bangsa Boja, hatiku menjadi sedih dan haru 

mendengar ucapan kalian. Oh Sang Hyang Widhi, lindungi dan tabahkanlah 

hati umat-Mu dari kebengisan Sang Kangsa. Dan ai Kangsa tak jemu-jemunya 

kau menyusahkan dunia, maka sudah sepatutnya engkau mendapat  hukuman 

dari Sang Hyang Widhi. Aku akan datang untuk membunuh-mu”. Demikianlah 

Sri Narayana berkata sambil menggertakkan giginya.

Kemudian para pemimpin/ksatria bangsa Boja bermohon lagi sambil 

menangis. Oh, Paduka tuanku, tuluskanlah kasih paduka tuanku kepada kami. 

Bunuhlah si Kangsa dan seluruh pengikutnya dari muka bumi ini agar bangsa 

Boja dapat hidup tenang kembali. Kami merasa sangat kasihan menyaksikan 

nasib bangsa kami dari penganiayaan si Kangsa. Hanya sedih yang dapat kami 

lakukan terhadap derita bangsa kami. Sedangkan untuk membebaskannya, 

kami tidak punya kemampuan untuk itu. Hanya pada tuanku kami temukan 

kekuatan itu untuk melenyapkan si Kangsa yang biadab. Karena itu, padamu 

kami berlindung”.

Mendengar permohonan para ksatria dan pemimpin bangsa Boja yang sangat 

memilukan hati, Sri Narayana dan Sang Kakarsana (BalaDeva), menjadi 

terketuk hatinya. Sri Narayana dan Sang Kakarsana menyanggupi untuk 

memberikan pertolongan. Keduanya sudah sepakat hendak melawan Sang 

Kangsa, kendatipun keduanya hancur menjadi abu. “Kakang Mas Kakarsana, 

kita tidak dapat membiarkan keadaan ini berlarut-larut. Mari segera kita 

hancurkan si Kangsa sebelum bangsa Boja hancur oleh ulahnya yang tidak 

mengenal perikemanusiaan”. “Baik Dimas, rasanya tangan kakang sudah ingin 

mencekik lehernya sampai mati. Kakang sudah muak dengan tingkah lakunya 

yang menjadi semakin biadab. Ayo Dimas, mari kita berangkat. Tunggu apa 

lagi”.

Setelah berkata demikian, kedua ksatria muda itu berangkat lengkap dengan 

senjatanya masing-masing. Matanya merah bagaikan darah segar mengalir 

sebagai tanda murka yang luar biasa. Namun sebelum berangkat, beliau 

mempersilakan tamunya beristirahat. Sang Sri Narayana dan Sang Kakarsana, 

keduanya adalah merupakan buruan Sang Kangsa, karena keduanya dianggap 

perintang untuk mewujudkan cita-citanya menaklukan seluruh raja yang ada 

di permukaan bumi ini. Karena itu, begitu ia melihat keduanya, Sang Kangsa 

sangat senang hatinya.

Kemudian berkata:

“Hai penjahat-penjahat kecil, pucuk dicinta ulam tiba. Engkau yang kucari-

cari selama ini tidak ketemu, dimana saja engkau bersembunyi? Tetapi tidak 

dicari rupanya engkau datang untuk mengantarkan nyawa, sehingga aku tidak 


usah payah-payah mencarimu lagi”. Demikianlah Sang Kangsa berkata dengan 

sangat senangnya sambil tertawa terbahak-bahak. Namun tidak sedikitpun Sri 

Narayana dan Sang Kakarsana gentar mendengarkan kata-kata Sang Kangsa 

karena memang sudah bulat hatinya untuk melawan. Kemudian balik meraka 

berkata :

“Hai manusia jahat. Rupanya engkau pandai memutar balikan fakta. Aku, 

kau katakan penjahat cilik, apakah itu tidak sebaliknya?  Bukankah engkau 

penjahat besar yang telah mengganggu dan merusak tatanan masyarakat? 

Bukankah engkau adalah pengganggu ketentraman masyarakat? Engkaulah 

semua itu. Jadi bukan aku. Karena itu, sudah sepantasnya engkau dilenyapkan 

dari muka bumi ini. Kedatangan ku kemari adalah untuk itu, bukanlah untuk 

mengantarkan nyawa sebagai katamu itu. Nah bersiaplah untuk mati”. 

Demikianlah kata-kata Sri Narayana.

Sang Kangsa yang sangat kegirangan melihat kehadiran Sang Sri Narayana dan 

Sang Kakarsana mendadak menjadi merah padam mukanya bagaikan ditampar 

mendengar kata-kata pedas Sri Narayana. Timbulah kemarahannya yang luar 

biasa. Dan berkata : “Hai anak-anak kemarin sore, berani engkau berkata 

sombong dihadapanku. Mustahil engkau dapat mengalahkan kesaktianku. 

Lihatlah berapa banyak para raja telah dapat aku taklukkan, apalagi engkau 

yang baru kemarin sore, belum apa-apa bagiku, tanganku sebelah saja dapat 

memecahkan kepalamu”.

“Hai perusak ketentraman masyarakat, mungkin dihadapan raja-raja yang 

telah kau taklukan, kau dapat berkata sombong. Akan tetapi dihadapanku 

engkau tidak boleh berkata begitu. Nah bersiaplah untuk mati”.

Setelah berkata demikian, Sang Baladeva dan Sri Narayana bersiap 

dengan senjatanya masing-masing. Sedangkan Sang Kangsa yang hatinya 

sedang terbakar oleh kemarahannya karena merasa dihina oleh orang 

yang masih terlalu muda, dengan sangat bernafsu ingin membunuh Sang 

BalaDeva dengan Sri Narayana. Hal ini juga didorong karena andal dengan 

kesaktiannya sehingga meremehkan musuh yang sedang dihadapinya. Sang 

Kangsa segera maju hendak meraih tangan Sri Narayana, namun dengan 

tangkasnya Sang Kakarsana mengayunkan senjata pegangannya ke dada 

Sang Kangsa. Bersamaan dengan itu Sri Narayana yang telah bersiap-siap 

kemudian melepaskan senjatanya. Masing-masing senjatanya tepat mengenai 

dada Sang Kangsa, sehingga dadanya berlubang dua dan mati dengan tidak 

sempat berkata apa-apa. Demikianlah Sang Kangsa terbunuh, karena terlalu 

menyombongkan diri akan kesaktiannya, tidak beradab dan selalu menyakiti 

sesamanya. Karena keangkuhannya maka kesaktiannya lenyap begitu saja. 

Hal ini pertanda bahwa Sang Hyang Widhi tidak berkenan bila diantara 

                                           

ciptaan-Nya, saling tidak memperhatikan, saling merusak dan selalu bertindak 

adharma. Setiap saat ciptaan-Nya dirusak maka setiap saat itu pula beliau 

berkehendak menyelamatkannya. Sri Narayana sesungguhnya adalah utusan 

Sang Hyang Widhi untuk menyelamatkan dunia beserta isinya dari kehancuran. 

Dunia dan isinya akan selalu damai serta harmonis bila diantaranya mampu 

hidup rukun, saling menyayangi dan mengasihi. Begitulah nasib Sang Kangsa 

(durjana) yang tidak mengindahkan dharma dalam hidupnya, terbunuh oleh 

Sri Narayana dan Baladeva sebagai penjelmaan “Dharma”. Sikap dan perilaku 

Sang Kangsa yang demikian tidaklah patut unutk ditiru, apalagi dilaksanakan!

Demikianlah uraian singkat mengenai ajaran Dasa Yamabrata sebagaimana 

tersurat dalam beberapa susastra Hindu yang dapat dipedomani untuk 

mewujudkan tatanan masyarakat yang; tenang, tentram, damai, abadi, dan 

usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan 

bernegara.