Tampilkan postingan dengan label kejayaan majapahit di blitar 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kejayaan majapahit di blitar 4. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Juli 2025

kejayaan majapahit di blitar 4


 aimun bin Hibatallah yang meninggal 

pada tahun 495 H atau 1102 M (Moquette, 1912: 208 – 214). 

Kemudian pada tahun 1910 van Ronkel berhasil membaca 

nisan kubur Malik Ibrahim yang ada di kota Gresik kota. Hasil 

pembacaan van Ronkel diulangi lagi oleh Th.W. Juynboll. 

Kedua orang ini membaca bulan wafatnya Malik 

Ibrahim yaitu  Rabi’ul Awwal. Namun pembacaan keduanya 

disangkal oleh Moquette. Hasil pembacaan Moquette yaitu  

Rabi’ul Akhir. Dari inskripsi yang ada pada nisan makam 

Malik Ibrahim ini diperoleh angka tahun 822 H atau 1419 

M (Tjandrasasmita, 1992: 108). Di samping itu, pada Kompleks 

Makam Pusponegoro di kota Gresik juga ditemukan inskripsi 

dengan huruf pegon, yang terdapat pada salah satu cungkup 

makam. Masih di kabupaten Gresik, yaitu di daerah Giri 

terdapat sebuah pesantren dan kompleks makam Islam kuna 

yang dikenal sebagai pusat pengembangan agama Islam untuk 

wilayah Indonesia bagian timur (Umar, 1979).

Bangunan baru yang berfungsi sebagai cungkup Dok. Sugeng. R

178 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

Sementara itu, makam­makam yang terdapat di daerah 

Troloyo dan Trowulan, Kabupaten Mojokerto pernah diteliti 

oleh Uka Tjandrasasmita. Hasil penelitian ini kemudian 

dipubli kasikan lewat Aspek-aspek Arkeologi Indonesia No. 

3 tahun 1976. Di dalam tulisan ini diuraikan bahwa 

di kedua daerah ini (Troloyo dan Trowulan) banyak 

ditemu kan makam yang berasal dari abad XIV sampai dengan 

XVI. Dari makam­makam ini banyak ditemukan nisan 

yang berinskripsi huruf Arab. Sarjana lain yang lebih dahulu 

meneliti daerah ini yaitu  L.Ch. Damais yang tulisannya 

dimuat dalam BEFEO tahun 1957. Dalam tulisan tersebut, 

Damais menyebutkan bahwa di daerah itu banyak ditemukan 

nisan­nisan kubur dari orang­orang muslim yang pada waktu 

itu bermukim di sekitar Keraton Majapahit. Sekitar 30 buah 

nisan dan balok batu bertulis telah diteliti oleh Damais. Nisan­

nisan ini kebanyakan menyebut angka tahun dengan 

tahun Çaka. Angka­angka tahun ini sejaman dengan 

masa berdiri, masa kejayaan, dan masa keruntuhan Kerajaan 

Majapahit (Damais, 1957: 353­415).

Dari Kompleks Makam Troloyo dapat diketahui berbagai 

aspek kepurbakalaan yang berhubungan dengan gejala atau 

fenomena perkembangan Islam, khususnya di Jawa Timur, 

lebih khusus lagi berkaitan erat dengan keberadaan Kerajaan 

Majapahit. Dari berbagai macam penelitian yang pernah 

dilakukan, baik oleh peneliti asing maupun peneliti pribumi 

terhadap data kronologi, data keletakan kompleks makam, 

data ragam hias, dan data inskripsi, dapat diketahui tentang 

nilai sejarah, nilai politik, nilai budaya, dan juga nilai agama 

yang melatarinya.

Dalam tulisan ini yang akan dibahas yaitu  nilai yang 

berhubungan dengan agama (Islam). Khusus nilai agama, hal 

179Fenomena Islam Pada Masa Kebesaran Kerajaan Majapahit 

ini dapat diketahui salah satunya dari data inskripsi yang ada. 

Oleh sebab itu maka kajian yang akan dilakukan terhadap isi 

inskripsi dan studi terhadap paleografinya, diharapkan akan 

dapat mengungkap hal­hal yang berkaitan dengan maksud 

dan tujuan pencantuman isi dari inskripsi tersebut.

Bangsa Indonesia pada abad XIII sampai dengan XVIII 

pernah mengalami masa kejayaan lewat kerajaan­kerajaan 

Islam. Dengan demikian setidak­tidaknya akan meninggalkan 

bekas­bekas aktivitasnya. Terutama dalam hal ini yang ber­

kaitan dengan manusia dan warga  pendukungnya 

(warga  muslim), yaitu makam. Tetapi jauh sebelum itu, 

yaitu pada abad XI masehi sudah ditemukan peninggalan 

Islam tertua (berupa makam juga) yang merupakan indikasi 

tentang hadirnya Islam di Indonesia.

Kompleks Makam Troloyo

Kompleks makam Troloyo 

terletak di Dukuh Sidodadi, Desa 

Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, 

Kabupaten Mojokerto. Di kompleks 

pemakaman ini banyak ditemukan 

makam­makam kuna. Makam­

makam ini sebagian masih 

dalam keadaan terawat dengan 

adanya juru pelihara dari BP3 Jawa 

Timur, namun sebagian lagi telah 

mengalami perubahan dengan 

adanya penambahan berbagai bangunan baru. Pada kompleks 

makam ini sekarang telah dibuat beberapa bangunan baru 

Inskripsi yang berisi tentang 

kalimat tauhid  

Dok. Sugeng. R

180 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

yang berdiri di atas bangunan cungkup lama, termasuk areal 

perparkiran. Beberapa makam akan diuraikan di bawah ini:

1. Kubur Panjang

warga  menyebut makam ini Kubur Panjang, 

sebab  merupakan sebuah makam yang panjangnya 

melebihi ukuran panjang makam pada umumnya. Kubur 

Panjang terletak di sebelah timur laut masjid dan disebut 

sebagai makam Syeh Ngundung. Inskripsi yang terdapat 

pada nisan makam merupakan kutipan ayat­ayat Al­

Qur’an dari satu potong Surat Ali Imran ayat 185, Surat 

Al­Ambiya ayat 35, Surat Al­Ankabut ayat 37, dan Surat 

Ar­Rahman ayat 26 dan 27.

2. Kubur Tunggal

Dok. Sugeng. R Sebuah masjid yang terletak  

di dalam Kompleks Makam Troloyo

Disebut Kubur Tunggal sebab  dahulu (sebelum 

adanya pembangunan cungkup baru) kuburan ini terletak 

di dalam sebuah cungkup dan berdiri sendiri. Kuburan ini 

terletak di sebelah timur masjid. Makam ini oleh warga  

setempat disebut sebagai makam Syeh Jumadil Kubro. 

Inskripsi yang terdapat pada nisan makam merupakan 

181Fenomena Islam Pada Masa Kebesaran Kerajaan Majapahit 

kutipan ayat­ayat Al­Qur’an dari Surat Ali Imran ayat 185, 

Surat Al­Ambiya ayat 35, Surat Al­Ankabut ayat 37, Surat 

Ar­Rahman ayat 26, Surat Al­Qasas ayat 88, dua kalimah 

dalam bahasa Arab, dan Asma’ul Khusna.

3. Petilasan Walisongo

Disebut Petilasan Walisongo sebab  di dalam satu 

gentan terdapat sembilan makam. Petilasan Walisongo ini 

terletak di sebelah timur masjid. Inskripsi yang terdapat 

pada nisan makam merupakan kutipan ayat­ayat Al­

Qur’an dari Surat Ali Imran ayat 185, Surat Al­Ambiya 

ayat 35, Surat Al­Ankabut ayat 57, dan satu kalimah dalam 

bahasa Arab.

4. Kubur Telu

Kubur Telu terletak di 

sebelah timur masjid. Istilah 

Kubur Telu diberikan oleh 

warga  setempat, sebab  

di dalamnya terdapat tiga 

buah makam, yaitu:

a. Makam Syeh Maulana 

Ibrahim

Makam ini di dalam 

cungkup berada paling 

timur di antara tiga 

makam lainnya. Inskripsi 

yang ter dapat pada nisan 

makam merupakan kutipan ayat­ayat Al­Qur’an dari 

Surat Ar­Rahman ayat 26 dan 27.

b. Makam Syeh Maulana Sekah

Makam ini berada di tengah di antara tiga makam 

yang berada dalam satu bangunan. Inskripsi yang 

Dok. Sugeng. R Salah satu 

makam yang berangka tahun

182 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

terdapat pada nisan makam berupa satu kalimat 

tauhid (dua kalimah syahadat).

c. Makam Syeh Abdul Qodir Jaelani Sini

Makam ini berada di bagian paling barat di antara 

tiga makam lainnya. Inskripsi yang terdapat pada 

nisan makam merupakan kutipan ayat­ayat Al­Qur’an 

dari satu potong Surat Ali Imran ayat 185, Surat Al­

Ambiya ayat 35, Surat Al­Ankabut ayat 57, puji­pujian 

kepada Allah, kalimat Tauhid, Asma’ul Khusna. Selain 

itu juga tercantum angka tahun Çaka dalam angka 

Arab yaitu 1533 Ç (1611 M).

Arti dan Maksud Isi Inskripsi

Dari beberapa makam yang berinskripsi huruf Arab dapat 

diketahui adanya penggunaan atau kutipan beberapa ayat 

Al­Qur’an dari surat­surat yang berbeda. Ayat­ayat suci Al­

Qur’an ini ada yang dikutip secara utuh, namun ada pula 

yang dikutip secara sepotong­sepotong. Beberapa surat yang 

dikutip dari ayat Al­Qur’an yaitu :

1. Potongan dari Surat Ali Imran ayat 185

Artinya:  Tiap­tiap yang berjiwa akan merasakan mati. 

Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah 

disempurnakan pahalamu.

2. Potongan dari Surat Al­Ambiya ayat 35

Artinya:  Tiap­tiap yang berjiwa akan merasakan mati.

3. Dari Surat Al­Ankabut ayat 57

Artinya:  Tiap­tiap yang berjiwa akan merasakan mati. 

Kemudian hanyalah kepada Kami kamu 

dikembalikan.

183Fenomena Islam Pada Masa Kebesaran Kerajaan Majapahit 

4. Dari Surat Ar­Rahman ayat 26 dan 27

Artinya:  Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan 

tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai 

kebesaran dan kemuliaan.

5. Surat Al­Qasas ayat 88

Artinya:  Tiap­tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.

6. Selain surat­surat dalam Al­Qur’an, dicantumkan pula 

beberapa ungkapan, yaitu: dua kalimah dalam bahasa 

Arab, asma’ul khusna (nama­nama sifat Allah), puji­pujian 

kepada Allah, dan kalimat tauhid.

Pencantuman dan pemakaian ayat­ayat suci Al­Qur’an 

yang terdiri atas Surat Ali Imran ayat 185, Surat Al­Ambiya 

ayat 35, Surat Al­Ankabut ayat 57, Surat Ar­Rahman ayat 26­ 

27, dan Surat Al­Qasas ayat 88 dapat dipahami. Demikian pula 

kalimat tauhid (dua kalimah syahadat) seperti tercantum dalam 

beberapa nisan makam, pencantuman do’a­do’a, nama­nama 

sifat Allah (asma’ul khusna), serta puji­pujian kepada Allah, 

yang semua menyiratkan hubungan antara manusia dengan 

Allah sang pencipta. Lebih khusus lagi adanya hubungan 

antara kelompok warga  muslim yang berdiam di Troloyo 

(bagian dari wilayah kota Majapahit) dengan Tuhannya melalui 

agama yang dianutnya. Selain itu, pemakaian kalimat tauhid 

(dua kalimah syahadat) menunjukkan betapa pentingnya 

mengucapkan pengakuan atau kesaksian seseorang yang akan 

memeluk agama Islam. Pengakuan atau kesaksian ini 

yaitu : “tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad yaitu  

utusan­Nya (rasul­Nya)” (Tjandrasasmita, 1993: 281). Selain itu 

juga diungkapkan nama­nama sifat Allah, peringatan kepada 

manusia bahwa semua yang ada di bumi pasti akan mengalami 

kematian dan kebinasaan, serta peringatan bahwa setiap 

184 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

manusia akan memperoleh imbalan pahala atas perbuatannya 

selama hidup di dunia.

berdasar  data inskripsi tersebut, baik yang berupa 

pencantuman ayat­ayat Al­Qur’an maupun adanya pengakuan 

atau kesaksian terhadap Allah Sang Pencipta, menunjukkan 

bahwa orang­orang yang dimakamkan di Kompleks Troloyo 

telah menganut atau memeluk agama Islam.

Identifikasi Tokoh

Nama­nama tokoh yang digu­

nakan dalam penamaan makam seperti 

ini di atas merupakan penamaan 

yang berasal dari masya rakat sekitar 

kompleks makam Troloyo, bukan 

nama yang sesungguhnya. Nama­

nama ini semata­mata hanya 

untuk memper mudah identifikasi 

saja. Sebetulnya dasar dan maksud 

nama tokoh­tokoh tersebut, belum 

diketahui dengan jelas. Yang jelas 

nama­nama seperti Syeh Maulana 

Ibrahim, Makam Syeh Abdul Qodir 

Jaelani Sini, Syeh Maulana Sekah, 

Syeh Ngundung, Syeh Jumadil Kubro, dan istilah Walisongo 

merupakan nama­nama yang banyak dikenal dalam percaturan 

sejarah Islam di Indonesia. Sebenarnya dari seluruh makam 

di Troloyo yang ada prasastinya tidak ada satupun yang 

mencantumkan nama orang yang meninggal, kecuali satu 

inskripsi yang menyebut nama Zayn ud­Din (Zaenuddin?). 

Selebihnya tidak ada sama sekali.

Bangunan baru yang 

berdiri di atas cungkup 

lama Dok. Sugeng. R

185Fenomena Islam Pada Masa Kebesaran Kerajaan Majapahit 

Secara khusus antara nama yang dikenal sekarang dengan 

makamnya tidak ada hubungannya. Tetapi secara umum 

tokoh­tokoh ini pernah berjaya dan sangat dikenal di 

masa lalu, tidak di daerah Troloyo saja namun juga di daerah 

lain dalam kurun waktu yang lain pula. Dengan kata lain 

nama­nama tokoh ini bukan nama tokoh sejarah yang 

berhubungan dengan makam Troloyo. Selain itu, penamaan 

tokoh ini diberikan oleh warga  setempat.

Kronologi Makam Dalam Sejarah Majapahit

Makam­makam berangka tahun yang ada di kompleks 

makam Troloyo jumlahnya cukup banyak. Nisan dan balok 

batu yang berangka tahun sejumlah 21 buah, salah satunya 

berangka tahun 1533 Ç (1611 M). Nisan­nisan berangka tahun 

ini kebanyakan memakai tahun Çaka, meskipun ada juga 

yang memakai angka tahun Hijriyah. Nisan yang memakai 

angka tahun Arab menyebut nama Zayn ud­Din, dan bertahun 

874 H atau 1469 M (Damais, 1957: 353 – 415). Selain itu, yang 

menarik yaitu  adanya sebuah balok batu berangka tahun 

1204 Çaka atau 1282 M. Jika dilihat dari usia, maka balok 

batu ini berasal dari masa sebelum berdirinya Kerajaan 

Majapahit. Hal inilah yang meragukan L.Ch.Damais dan Uka 

Tjandrasasmita. Yang menjadi pertanyaan yaitu  apakah balok 

batu ini benar­benar merupakan nisan, atau hanyalah 

meru pakan bagian dari sebuah bangunan yang bercorak 

Hindu (candi) yang kemudian dimanfaatkan untuk nisan.

Selain itu, terdapat sebuah angka tahun yaitu 874 H yang 

bertepatan dengan tahun Çaka 1391 atau 1469 M. Dari angka 

tahun ini dapat disimpulkan bahwa agama Islam telah 

dianut oleh penduduk Majapahit pada jaman pemerintahan 

186 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

Raja Hayam Wuruk. Mengingat bahwa Kompleks Makam 

Troloyo ini letaknya tidak jauh dari keraton yaitu di dalam 

kota Majapahit, dapat dikatakan bahwa tempat merupakan 

pemakaman bagi penduduk kota Majapahit dan keluarga raja 

yang telah memeluk agama Islam. Oleh sebab  itu, pada waktu 

Majapahit mencapai puncak jaman keemasan yaitu di bawah 

raja Hayam Wuruk, agama Islam sudah dianut oleh penduduk 

ibu kota Majapahit (Djafar, 1978: 56).

Selanjutnya jika dilihat dari seluruh angka tahun yang ada, 

kisarannya berada antara 1204 Çaka atau 1282 M (yang tertua) 

sampai 1533 Ç atau 1611 M (yang termuda). Angka tahun yang 

tertua, 1204 Çaka atau 1282 M, jika dicocokkan dengan sejarah 

berasal dari masa sebelum Majapahit. Angka tahun ini 

semasa dengan pemerintahan raja Singasari awal. Ternyata 

antara Singasari dengan Majapahit mempunyai hubungan yang 

sangat dekat. Hubungan ini terlihat sebagai berikut: dinasti 

raja­raja Majapahit yaitu  Rajasa (Rajasawangsa) yang terkenal 

pula dengan sebutan Dinasti Girindra (Girindrawangsa). Dinasti 

ini merupakan keturunan langsung dari Ken Arok alias Sri 

Ranggah Rajasa Bhattara Sang Amurwwabhumi, yaitu pendiri 

dan raja pertama Kerajaan Singasari (Djafar, 1978: 70). Setelah 

Kerajaan Singasari runtuh, pada tahun 1293 M muncullah era 

baru, yaitu dengan berdirinya Kerajaan Majapahit. Kerajaan 

ini didirikan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa 

Jayawardhana.

Sementara angka tahun yang lain dapat dikelompokkan 

menjadi dua, yaitu:

1. Angka tahun yang berasal dari abad XIV ada 8 buah, yaitu: 

1241 Ç (1319 M), 1276 Ç (1354 M), 1278 Ç (1356 M), 1294 Ç 

(1372 M), dan 1298 Ç (1376 M), 1302 Ç (1380 M), 1319 Ç 

(1397 M), 1320 Ç (1398 M).

187Fenomena Islam Pada Masa Kebesaran Kerajaan Majapahit 

Sepeninggal Raden Wijaya, Jayanagara diangkat 

sebagai penggantinya mulai tahun 1309 M. Jayanagara 

memerintah Majapahit selama 19 tahun, yaitu sampai 

tahun 1250 Ç atau 1328 M, sebab  dia dibunuh oleh 

Tanca. Selanjutnya Jayanagara digantikan oleh 

Tribhuwanatunggadewi yang setelah menjadi raja bergelar 

Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani. Dalam 

perkawinannya dengan Kertawardhana memperoleh tiga 

orang anak, salah satunya Hayam Wuruk yang lahir pada 

tahun 1256 Ç atau 1334 M. Pada tahun yang sama terjadi 

gempa bumi yang kemudian ditafsirkan akan terjadinya 

perubahan besar di Majapahit. Kejadian itu diikuti dengan 

pengangkatan Gajah Mada sebagai patih amangkubumi 

(Slametmulyana, 1979: 130 ­ 133). Tribhuwanatunggadewi 

memerintah selama 22 tahun sampai tahun 1350 M. Setelah 

raja ini mengundurkan diri, kemudian diganti oleh Hayam 

Wuruk. Hayam Wuruk memerintah Majapahit cukup lama 

yaitu 36 tahun, antara tahun 1350 M sampai 1386 M. Dalam 

masa pemerintahan yang panjang ini, Hayam Wuruk 

didampingi oleh Patih Gajah Mada dan kerajaan mengalami 

masa kejayaan. Namun Gajah Mada mendampingi Hayam 

Wuruk hanya sampai tahun 1286 Ç (1364 M). Setelah 

Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1386 M, sebagai 

pengganti yaitu  menantunya, yaitu Wikramawardhana 

(suami Kusumawardhani) yang memerintah antara tahun 

1386 M – 1397 M (Kuswanto, 2006: 3). Demikianlah sampai 

dengan akhir abad XIV Majapahit sudah diperintah oleh 5 

orang raja yang berbeda dan pada masa ini pula Majapahit 

berada di puncak kejayaannya.

2. Angka tahun yang berasal dari abad XV ada 8 buah, yaitu: 

1329 Ç (1407 M), 1332 Ç (1410 M), 1340 Ç (1418 M), 1342 Ç 

188 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

(1420 M), 1349 Ç (1427 M), 1389 Ç (1467 M), 1391 Ç (1469 

M), dan 1397 Ç (1475 M).

Setelah Wikramawardhana meninggal pada tahun 

1397 M, maka sejak awal abad XV atau sekitar tahun 

1413 M keadaan Kerajaan Majapahit mulai mengalami 

kemunduran. Hal ini dapat diketahui berdasar  atas 

laporan dari kunjungan Ma Huan ke Majapahit. Ma 

Huan mengatakan bahwa pelabuhan­pelabuhan yang 

dikuasi oleh dan milik Majapahit mulai banyak didiami 

oleh pedagang­pedagang Cina dan pribumi yang kaya 

(Slametmulyana, 1979: 149). Pada tahun 1427 ­ 1429 M 

Kusumawardhani memerintah Majapahit menggantikan 

suaminya, Wikramawardhana. Pada periode berikutnya 

Majapahit diperintah oleh putrinya yang bernama Suhita, 

yaitu antara tahun 1429 M hingga tahun 1447 M. Oleh 

sebab  Suhita tidak mempunyai keturunan, maka hak 

atas tahta kerajaan diberikan kepada saudara seayah, 

yaitu Kertawijaya. Raja ini memerintah antara tahun 

1447 M hingga 1451 M. Sebagai pengganti Kertawijaya 

yaitu  Girindrawardhana Dyah Wijayakarana hingga 

tahun 1468 M. Setelah raja ini, secara berturut­turut 

Kerajaan Majapahit diperintah oleh Girindrawardhana 

Singawardhana Dyah Ranawijaya antara tahun 1468 M 

hingga 1474 M, Bhre Kertabhumi dari tahun 1474 M hingga 

1478 M. Selanjutnya sampai awal abad XVI, yaitu antara 

tahun 1486 M sampai tahun 1527 M Majapahit berada di 

bawah kekuasaan Girindrawardhana Dyah Ranawijaya 

(Slametmulyana, 1979: 151 ­ 157). Sampai awal abad XVI 

Majapahit telah diperintah oleh 7 orang raja dan pada masa 

ini pula Majapahit mengalami berbagai kemunduran, baik 

di bidang politik, sosial, maupun perdagangan.

189Fenomena Islam Pada Masa Kebesaran Kerajaan Majapahit 

berdasar  atas sederetan angka tahun yang disampaikan 

oleh Tjandrasasmita tersebut, diperkirakan bahwa kelompok 

warga  muslim pada masa puncak kekuasaan Kerajaan 

Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk dengan Patih Gajah 

Mada dan raja­raja sesudahnya sudah bermukim di sekitar ibu 

kota kerajaan. Kebanyakan dari mereka bermukim di Troloyo, 

yang terletak di sebelah selatan Kedaton yang merupakan pusat 

atau inti kerajaan Majapahit. Tempat itu (Troloyo) merupakan 

suatu lokasi yang diberikan oleh pihak Kerajaan Majapahit 

(Tjandrasasmita, 1993: 280). Pemberian lokasi tertentu kepada 

kelompok warga  muslim mempunyai maksud tertentu. 

Hal ini kemungkinan dimaksudkan sebagai sikap toleransi 

terhadap kelompok tertentu atau penghormatan terhadap 

golongan tertentu, seandainya memang benar bahwa lokasi 

di Troloyo ini diberikan oleh pihak kerajaan untuk 

kaum muslim di Majapahit saat itu. Keadaan ini menyiratkan 

adanya sifat toleransi pihak penguasa terhadap kegiatan 

yang dilakukan oleh kelompok warga  muslim. Terdapat 

kemungkinan lain bahwa adanya permukiman kelompok 

warga  muslim di Troloyo, diduga terkait dengan pola 

dan penataan kota Majapahit saat itu. Sebuah kota sejak dulu 

terbagi dalam perkampungan­perkampungan atau kelompok­

kelompok yang dihuni oleh komunitas yang heterogen 

dan mempunyai hubungan erat. Pembagian itu didasarkan 

atas profesi, status, agama, dan ras. Komponen­komponen 

ini merupakan data yang dapat mencerminkan kondisi 

sosial, ekonomi, dan budaya warga  pendukungnya 

(Atmosudiro, 2002: 144).

190 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

Penutup

berdasar  atas adanya inskripsi­inskripsi pada makam 

di Kompleks Troloyo, baik dilihat dari arti, maksud pencan­

tumannya, serta kronologi yang ada dapat diketahui beberapa 

hal yaitu:

1. Arti dan maksud pencantuman isi inskripsi berkaitan erat 

antara yang dimakamkan dengan para pendukungnya 

yaitu warga  muslim yang berlokasi di Troloyo selaku 

warga  minoritas. Pencantuman ayat­ayat suci Al­

Qur’an dimaksudkan untuk mendo’akan kepada yang 

telah meninggal, juga untuk peringatan bagi yang masih 

hidup. Peringatan ini berkaitan bahwa pada suatu 

saat manusia pasti akan mengalami maut atau mati. Untuk 

itu agar manusia yang masih hidup supaya bersiap­siap 

sebelum ajal menjemput.

2. berdasar  atas penelitian L.Ch.Damais hanya terdapat 

satu buah makam yang menyebutkan nama orang yaitu 

Zayn ud­Din (mungkin Zaenuddin). Selebihnya tidak ada 

nama orang yang dicantumkan.

3. berdasar  angka tahun yang tertera pada makam 

dapat diketahui bahwa angka tahun tertua berasal 

dari masa sebelum Majapahit yaitu raja Singasari yang 

bernama Kertanagara. Selanjutnya diikuti pada masa awal 

Kerajaan Majapahit yaitu Raja Raden Wijaya, melewati 

masa kejayaan yaitu Hayam Wuruk hingga masa 

keruntuhannya.

4. Toleransi beragama telah tercipta di jaman Majapahit, 

yang dapat terlihat dari keberadaan makam­makam Islam 

di dekat pusat Kerajaan Majapahit.

191Fenomena Islam Pada Masa Kebesaran Kerajaan Majapahit 


ajapahit yaitu  sebuah kerajaan yang besar dan 

megah dengan warna agama Hindu yang kental. 

Akan tetapi kini tinggal kenangan. Kerajaan ini 

hingga kini masih banyak menyimpan misteri tentang tata 

kehidupan kerajaan. Pada beberapa tahun lalu Balai Arkeologi 

Yogyakarta mengadakan pendokumentasian terhadap sisa­

sisa peningggalan kerajaan yang besar ini yang diawali 

dengan suatu perjalanan yang cukup melelahkan. Selama 21 

hari kami harus meninggalkan sanak keluarga. Saat melakukan 

aktivitas pendokumentasian kami tidak mengenal waktu. 

194 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

Terkadang kami harus berangkat ke lokasi pada jam tiga pagi, 

terkadang jam empat pagi, jam enam pagi dan pada waktu­

waktu lain yang sangat sulit dipastikan jamnya, sebab  harus 

berburu cuaca.

Luas areal kota Majapahit diperkirakan hampir mencapai 

seratus kilo meter persegi. Peninggalan­peninggalannya 

sangat banyak dan beragam. Berbagai bangunan candi men­

dominasi tinggalan di wilayah ini. Ada bangunan segaran, 

ada bangunan permukiman dan lain sebagainya, baik yang 

sakral maupun yang profan. Di Desa Sentonorejo, Kecamatan 

Trowulan, Kabupaten Mojoklerto terdapat suatu kompleks 

makam kuno yang terdapat di tengah kota Majapahit yang 

besar dan megah tersebut. Konon makam ini lebih tua bila 

dibandingkan dengan makam­makam tokoh penyebar Islam 

di Jawa yang dikenal dengan sebutan Walisongo. Sehingga 

menurut informasi dari warga  setempat, tidaklah afdhol, 

bila seseorang melakukan ziarah ke makam walisongo kalau 

tidak terlebih dahulu melakukan ziarah ke makam Troloyo. 

Situs Troloyo terkenal sebagai tempat wisata religius 

semenjak masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, 

atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Dur, saat mengadakan 

kunjungan ziarah ke tempat tersebut. Sejak saat itu, tempat ini 

banyak dikunjungi peziarah baik dari Trowulan maupun dari 

daerah lain, bahkan dari luar Jawa Timur. Ketenaran Makam 

Troloyo ini juga disebabkan sebab  seringnya dikunjungi oleh 

para pejabat tinggi. Selain itu, pada hari­hari tertentu seperti 

malam Jumat Legi, haul Syekh Jumadil Qubro, dan Gerebeg 

Suro di tempat ini dilakukan upacara adat yang semakin 

menarik wisatawan untuk datang ke tempat ini. Situs Troloyo 

merupakan salah satu bukti keberadaan komunitas muslim 

pada masa Majapahit. Situs ini terletak di Dusun Sidodadi, 

195Komunitas Muslim di Tengah Kota Majapahit 

Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. 

Untuk mencapai situs ini dapat ditempuh dari perempatan 

Trowulan kearah selatan sejauh ± 2 km.

Menurut cerita rakyat yang dikumpulkan oleh J. Knebel, 

Troloyo merupakan tempat peristrirahatan bagi kaum niaga­

wan muslim dalam rangka menyebarkan agama Islam kepada 

Prabu Brawijaya V beserta para pengikutnya. Di hutan 

Troloyo ini kemudian dibuat petilasan untuk menandai 

peristiwa itu. Menurut Poerwodarminta, tralaya berasal dari 

kata setra dan pralaya. Setra berarti tegal/tanah lapang tempat 

pembuangan bangkai (mayat), sedangkan pralaya berarti 

rusak/mati/kiamat. Kata setra dan pralaya disingkat menjadai 

Tralaya.

Kepurbakalaan yang ada di situs Troloyo yaitu  berupa 

makam Islam kuna yang berasal dari masa Majapahit. Adanya 

makam kuna ini merupakan bukti adanya komunitas muslim 

di wilayah ibukota Majapahit. Disebutkan pula oleh Ma­Huan 

dalam bukunya Ying Yai ­ Sing Lan, yang ditulis pada tahun 

1416 M. Dalam buku The Malay Annals of Semarang and 

Cherbon yang diterjemahkan oleh HJE. de Graaf disebutkan 

bahwa utusan­utusan Cina dari Dinasti Ming pada abad 

XV yang berada di Majapahit kebanyakan muslim. Sebelum 

sampai di Majapahit, muslim Cina yang bermahzab Hanafi 

membentuk warga  muslim di Kukang (Palembang), 

barulah kemudian mereka bermukim di tempat lain termasuk 

wilayah kerajaan Majapahit. Pada masa peme rintahan Suhita 

(1429­1447 M), Haji Gen Eng Cu yang diberi gelar A Lu Ya 

(Arya) telah diangkat menjadi kepala pelabuhan di Tuban. 

Selain itu, duta besar Tiongkok bernama Haji Ma Jhong 

Fu ditempatkan di lingkungan kerajaan Majapahit. Dalam 

196 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

perkembangannya, terjadi perkawinan antara orang­orang 

Cina dengan orang­orang pribumi.

Adanya situs makam ini menarik perhatian para sarjana 

untuk meneliti, antara lain P.J. Veth, Verbeek, Knebel, Krom, dan 

L.C. Damais. Menurut L.C. Damais, Makam Troloyo meliputi 

kurun waktu antara 1368–1611 M. berdasar  hasil penelitian 

yang telah dilakukan, hanya diketahui nama seorang yang 

dimakamkan di kompleks Makam Troloyo, yaitu Zainudin. 

Namun nisan dengan nama ini tidak lagi diketahui 

tempatnya, sedangkan nama­nama tokoh yang disebutkan di 

makam ini berasal dari kepercayaan warga .

Tulisan ini dilatarbelakangi oleh adanya suatu gagasan 

bahwa benda warisan budaya masa lalu tumbuh dalam 

proses sakralisasi, di mana warga  menempatkan warisan 

budaya sebagai sesuatu yang sangat terhormat. Tetapi kini 

gagasan tentang benda warisan budaya ini berada pada 

suatu titik balik, yaitu semakin dipaksa terlibat dalam konflik­

konflik kepentingan antar sektor, akhirnya suatu benda 

budaya yang memiliki sifat langka, mudah rusak, unik dan 

tidak dapat diperbaharui (non renewable) sering meninggalkan 

keberadaannya dengan penuh keprihatinan. Oleh sebab  itu 

dalam hal pengembangan sumberdaya budaya seharusnya 

dipelajari terebih dahulu tentang nilai­nilai dan makna kultural 

yang terdapat di dalamnya. Sumberdaya budaya yang bersifat 

tangible hendaknya dijunjung tinggi keberadaannya, sebab  

di dalamnya terdapat nilai­nilai sosial dan individu yang 

membentuk jalinan tradisi dan adat istiadat yang akhirnya 

menghasilkan produk benda­benda budaya oleh lingkungan 

warga  tertentu dan pada zaman tetrtentu pula.

Karya­karya budaya yang memiliki kepastian dalam 

bentuk fisik akan dapat berubah maknanya, bahkan sering 

197Komunitas Muslim di Tengah Kota Majapahit 

menemukan makna yang baru yang jauh dari makna penciptaan 

semula. Konsep kebudayaan tradisional dan moderen pada 

dasarnya menunjukkan dinamika perkembangan budaya 

warga  t yang sama di dalam menempuh perubahan­

perubahan zaman. Oleh sebab nya kebudayaan dapat disebut 

sebagai perwujudan dari kemampuan keseluruhan hidup 

warga  dalam menghadapi tantangan lingkungan secara 

spasial dan temporal dalam upaya mewujudkan pengalaman 

hidupnya.

Situs Kota Majapahit yaitu  suatu kawasan yang 

secara administratif bentang lahannya berada di wilayah 

Kecamatan Trowulan. Situs ini kaya akan peninggalan­

pening galan arkeologis. Sebaran tinggalan arkeologisnya 

hampir mnencapai seratus kilometer persegi. Pada lokasi yang 

begitu luas, situs ini juga diimbangi dengan bervariasinya 

jenis peninggalan arkeologis, meliputi berbagai artefak yang 

sebagian sudah berada di permukaan tanah. Berbagai jenis 

pening galan arkeologis ini merupakan data yang sangat 

penting untuk rekonstruksi kehidupan masa lalu terutama 

menyangkut kehidupan warga  Majapahit beserta 

keadaan lingkungannya.

Di antara peninggalan­peninggalan yang secara fisik 

terdapat di Trowulan antara lain yaitu  bangunan­bangunan 

baik yang profan maupun yang sakral. Bangunan profan 

ditunjukkan oleh sisa­sisa bangunan fondasi, genteng dan 

unsur­unsur bangunan lain yang selama ini belum pernah 

ditemukan struktur bangunan profan yang masih utuh. Hal 

ini disebabkan oleh material bangunan ytang terbuat dari 

bahan yang relatif mudah rusak sebagaimana terdapat di situs 

Pendopo Agung dan situs Sentonorejo. Adapun beberapa 

bangunan sakral yang terdapat di wilayah Trowulan anatara 

198 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

lain Candi Tikus, Candi Brahu, Candi Kedaton, Candi Gentong, 

Siti Hinggil, kompleks makam Troloyo, makam Putri Cempo, 

situs Makam Panjang dan situs­ situs lain yang masih belum 

jelas keberadaannya apakah termasuk bangunan profan atau 

bangunan sakral seperti Wringin Lawan dan Bajang Ratu 

(Soekmono, 1993 : 68­88).

Sebagian besar tinggalan­tinggalan arkeologis yang 

terdapat di Trowulan ini dalam kondisi tidak utuh atau 

rusak, namun demikian jika dilakukan analisi secara mendalam 

terhadap temuan­temuan tersebut, berbagai aspek kehidupan 

warga  Majapahit, baik aspek sosial budaya, ekopnomi 

dan politiknya akan dapat terungkap. Disisi lain rusaknya 

sebagian besar tinggalan­tinggalan arkeologis ini akan 

berdampak semakin terancam keselamatannya. Adapun faktor 

penyebabnya antara lain;

1. Kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam, misalnya 

gempa bumi, Banjir. dan gunung meletus.

2. Kerusakan oleh faktor kimia, seperti adanya pengruh 

oksidasi.

3. Kerusakan yang disebabkan oleh faktor biologik, yaitu 

disebabkan oleh perlakukan benda­benda hidup, 

seperti tanaman, binatang dan manusia.

Faktor kerusakan yang bersumber dari perlakukan 

manusia inilah merupakan salah satu faktor yang sangat sulit 

untuk diatasi. Adapun permaslahannya yaitu  bagaimana 

langkah yang harus dilakukan agar keberadaan tinggalan­

tinggalan arkeologis ini tidak semakin rusak dan dapat 

diselamatkan.

Dari permasalahan ini maka tulisan ini bertujuan 

untuk membantu memberikan sumbangan pemikiran dalam 

199Komunitas Muslim di Tengah Kota Majapahit 

hal pengelolaan sumberdaya arkeologi, khususnya tentang 

keberadaan situs­situs Islam yang terdapat di tengah situs 

kota Majapahit terutama dalam hal pelestarian dan peman­

faatannya. Secara teknis, untuk mengetahui keberadaan 

komunitas muslim di tengah kota Majapahit dilakukan secara 

deskripsi terhadap makam­makam Islam kuna yang terdapat 

di wilayah Trowulan, sehingga akan diperoleh data arkeologi 

yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang 

peninggalan pada masa Majapahit yang bernuansa Islam.

Bukti Peninggalan Islam di Trowulan

Pada awalnya kebanyakan warga  tak mengira kalau 

di tengah kota Majapahit yang sarat dengan agama Hindu, 

Islam telah tumbuh dan berkembang dengan subur. Memang 

pada akhir masa Majapahit Islam telah mulai berkembang di 

Jawa yang ditandai dengan berdirinya suatu dinasti, yaitu 

Kerajaan Demak yang dikenal sebagai Kerajaan Islam di Jawa. 

Dinasti ini telah didukung oleh orang­orang kharismatik yang 

memiliki berbagai strategi dalam pengembangan Islam. Orang­

orang ini yaitu  para wali yang memiliki semangat 

juang yang sangat tinggil. Berbagaai strategi telah ditempuh 

demi tercapainya tujuan dakwah Islamiyah di tengah­trengah 

warga  yang beragama Hindu dan Budha. Akan tetapi 

pada kenyataannya berbeda, bahwa di dalam suatu kerajaan 

yang mayoritas warga nya beragama Hindu dan Budha 

terdapat suatru komunitas muslim.

Keberadaan kompleks makam Troloyo merupakan salah 

satu bukti bahwa Islam telah hadir di pusat kerajaan Majapahit. 

Kehadiran warga  muslim ini berkisar antara abad ke 

14 hingga 17 Masehi, suatu bentang waktu yang menunjukkan 

200 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

awal berdirinya Kerajaan majapahit hingga surutnya kerajaan 

ini dari panggung sejarah. Kompleks makam Troloyo 

juga merupakan suatu bukti bahwa dalam kehidupan 

beragama ; Hindu, Budha dan Islam dapat berlangsung secara 

harmonis. Hal ini dapat diketahui melalui adanya kompleks 

makam Troloyo di tengah­tengah sebuah kerajaan besar yang 

sarat dengan agama Hindunya. Dalam kondisi yang demikian 

Islam telah diberikan suatu kelonggaran untuk melakukan 

syi’ar kepada warga  antara lain melalui media makam, 

yaitu dengan pesan­pesan kutipan ayat­ayat al­qur’an yang 

mengingatkan kepada manusia bahwa setiap yang bernyawa 

pasti akan mati, suatu kematian yang kebanyakan orang 

menakutinya pasti akan ditemuinya. Terlepas dari boleh 

atau tidaknya dalam ajaran Islam yang pasti telah terbukti 

bahwa kutipan ayat­ayat al­qur’an banyak dijumpai dalam 

beberapa inskripsi berhuruf Arab, yaitu pada bagian beberapa 

nisan di kompleks makamTroloyo. Pola hias sinar Majapahit 

merupakan suatu lingkaran yang dibagian luar lingkaran 

terdapat 6 sampai dengan 12 buah sudut serta beberapa garis 

yang mengelilingi lingkaran tersebut. Pada masa kemudian 

pola ini kemudian berkembangan ke beberapa daerah di 

jawa Tengah dan Jawa Tmur (Ambary, 1998: 64).

Situs makam Troloyo terletak di Desa Sentonorejo, 

Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Di 

makam ini terdapat beberapa makam kuna yang secara 

kronologis usianya tebih tua disbanding dengan makam para 

wali penyebar Islam diJawa yang dikenal dengan sebutan 

Walisongo. Diantara makam yang ada terdapat sepuluh buah 

makam yang pada bagian nisannya terdapat inskripsi dengan 

aksara Jawa kuna dan inskripsi berhuruf serta berbahasa Arab. 

Dari inskripsi yang beraksara Jawa kuna menunjukkan angka 

201Komunitas Muslim di Tengah Kota Majapahit 

tahun tertua, yaitu 1203 Caka atau 1281 Masehi. Sementara 

angka tahun termuda menunjuk pada angka tahun 1533 caka 

atau 1611 Masehi. Kemudian dari inskripsi yangberhuruf dan 

berbahasa Arab merupakan kutipan dari kalimah thayyibah 

dan kutipan ayat­ayat al­qur’an.(Ambary, 1998: 63).

berdasar  inskripsi yang terdapat di kompleks makam 

Troloyo ini dapat diprediksi bahwa kehadiran warga  

muslim di tengah Kerajaan Majapahit berkisar antara abad ke­

13 sampai dengan abad ke­17 Masehi. Angka tahun ini 

menunjukkan adanya suatu keterkaitan dengan bentang 

waktu awal berdirinya kerajaan Majapahit hingga surutnya 

dari panggung sejarah. Dengan demikian dapat diketahui 

bahwa warga  muslim di tengah kerajaan Majapahit sudah 

ada sejak awal berdirinya kejaan tersebut. Kompleks makam 

Troloyo ini terbagi dalam beberapa kelompok:

1. Cungkup Kubur panjang

Dalam kelompok makam ini terdapat seorang tokoh 

yang dimakamkan, yaitu Syekh Ngudung. Makam 

ini berada pada posisi sebelah timur masjid Troloyo. 

Nama Cungkup Kubur Panjang sendiri yaitu  penamaan 

oleh warga  setempat yang semata­mata untuk 

memudahkan dalam identifikasi. Makam ini memiliki 

ukuran paling panjang disbanding dengan makam­makam 

yang lain. Kemudian nama Syekh Ngudung juga tidak 

terdapat pada inskripsi, sehingga secara fisik, mengenai 

nama tokoh yang dimakamkan tidak disertai bukti. 

Inskripsi yang ada hanyalah merupakan suatu kutipan 

ayat al­quranul­karim yang terdapat pada surat Ali ‘Imran 

185. Surat Al­Anbiya 35 dan surat Al­‘Ankabut 57;

202 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

Tiap yang berjiwa akan merasakan mati : 

كل نفس ذا ئقة الموت 

Surat ar­rahman ayat 26­27:

كل من عليها فان ويبقى وجه ريك ذوالجلال والاكرام :

Semua yang ada di bumi akan binasa, dan akan tetap kekal 

wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.

2. Cungkup Kubur Tunggal

Cungkup Kubur Tunggal terletak di sebelah timur 

masjid Troloyo, di dalam cungkup hanya terdapat sebuah 

makam yaitu makam Syekh Jumadil­Kubro. Tetapi 

inskripsi yang terdapat pada batu nisan hanyalah kutipan­

kutipan ayat al­Qut’an : surat Ali ‘Imran 185. Surat Al­

Anbiya 35 dan surat Al­‘Ankabut 57;

Tiap yang berjiwa akan merasakan mati : 

ßá äÝÓ ÐÇ ÆÞÉ ÇáãæÊ 

Surat ar­rahman ayat 26:

ßá ãä ÚáíåÇ ÝÇä:

Semua yang ada di bumi akan binasa.

3. Makam Petilasan Walisongo

Di sdebelah timur masjid troloyo juga terdapat 

Sembilan buah makam dengn formasi berjajar yang berada 

di dalam sati kotak. Oleh warga  setempat disebut­

nya dengan makam petilasan Walisongo. Inskripsi yang 

terdapat pada nisan merupakan kutipan ayat al­Qur’an 

surat Ali ‘Imran 185. Surat Al­Anbiya 35 dan surat Al­

‘Ankabut 57;

Tiap yang berjiwa akan merasakan mati :

 ßá äÝÓ ÐÇ ÆÞÉ ÇáãæÊ 

203Komunitas Muslim di Tengah Kota Majapahit 

4. Cungkup Kubur Telu

Disebut dengan Cungkup kKubur Telu sebab  di 

dalam satu cungkup terdapat tiga buah makam, yaitu 

makam Syekh Maulana Ibrahim, makam Syekh Maulana 

Ishak dan makam ASyekh Abdul­Qadir Jaelani dengan 

formasi berjajar dari arah timur ke barat. Pada bagian nisan 

makam Syekh Maulana Ibrahim terdapat inskripsi dengan 

gaya tulisan Naskhi, berupa kutipan ayat al­Qur’an Surat 

ar­rahman ayat 26­27:

ßá ãä ÚáíåÇ ÝÇä æíÈÞì æÌå Ñíß ÐæÇáÌáÇá æÇáÇßÑÇã :

Semua yang ada di bumi akan binasa, dan akan tetap kekal 

wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.

Kemudian pada makam Maulana Ishak yang terletak 

di tengah terdapat inskripsi berupa kalimah tauhid dengan 

gaya tulisan Tsuluts:

áÇ Çáå ÇáÇ Çááå ãÍãÏ ÑÓæá Çááå 

Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad yaitu  utusan Allah

Pada makam yang berada pada posisi paling barat 

(makam Syekh Abdul­Qadir Jaelani pada bagian nisannya 

terdapat inskripsi berupa kutipan ayat al­Qur’an, Surat 

Ali ‘Imran 185. Surat Al­Anbiya 35 dan surat Al­‘Ankabut 

57, kalimah tauhid, asmaul­husna dan angka tahun caka 

1533:

Tiap yang berjiwa akan merasakan mati :

 ßá äÝÓ ÐÇ ÆÞÉ ÇáãæÊ 

 áÇ Çáå ÇáÇ Çááå ãÍãÏ ÑÓæá Çááå 

Tidak ada Tuhan selain Allah, 

Muhammad yaitu  utusan Allah (Chawary 1997, 57-58)

204 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

Mengingat situs ini merupakan asset budaya 

yang perlu dilestarikan, meskipun di satu sisi telah diman­

faatkan oleh warga  banyak untuk kepentingan ziarah 

(nenepi) maka untuk meminimalkan konflik yang ada perlu 

adanya suatu langkah yang lebih terarah dengan tanpa 

meninggalkan aktivitas yang telah berlangsung. Adapun 

langkah yang dimaksud yaitu  penataan ling kungan dan 

penataan ruang­ruang yang sekiranya mendukung untuk 

aktivitras peziarahan.

Penglolaan kompleks Makam Islam di Trowulan 

Kultural Resourse Management (CRM) muncul sebab  

banyaknya benda­benda budaya yang dialihfungsikan demi 

kepentingan pribadi atau kelompok. Secara konseptual 

di Indonesia, CRM sebenarnya sudah mulai muncul pada 

tahun 1931 M, yaitu dengan diundangkannya Monumenten 

Ordonantie yang berfungsi sebagai perangkat hukum yang 

meng atur warisan budaya dari aktivitas lembaga­lembaga 

peminat warisan budaya yang sudah ada sejak tahun 1778 M. 

Perangkat hukum ini masih bersifat sepihak. Pemerintah 

atau lembaga­lembaga peminat warisan budaya termasuk para 

peneliti telah merasa dan mengaku sebagai pihak yang paling 

berhak melestarikan dan memanfaatkannya. Oleh sebab nya 

perangkat hukum ini perlu di perbaharui. Kemudian 

pada tahun 1992 baru diberlakukan suatu perangkat hukum 

yang baru daalam bentuk undang­undaang, yaitu Undang­

Undang No. 5 Tahun 1992, tentang Benda Cagar Budaya 

(Tanudirjo, 1998: 14)

Berkenaan dengan pengelolaan sumberdaya budaya, 

siapapun orangnya harus paham benar dengan bidang yang 

205Komunitas Muslim di Tengah Kota Majapahit 

ditekuninya sehingga diperlukan suatu proporsi yang tepat 

antara penguasaan objek dan kemampuan manajerial yang 

tinggi belum tentu menjamin hasil yang optimal, jika tidak 

disertai pemahaman yang memadahi mengenai objek yang 

ditanganinya dan demikan juga sebaliknya.

Kebudayaan yaitu  suatu karya individu atau kelompok 

manusia yang sekaligus merupakan sistem nilai yang dihayati 

oleh sekelompok manusia. Hasil dari suatu kebudayaan dapat 

dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu hasil budaya yang 

secara fisik dapaat dilihat dan disentuh (tangible), misalnya, 

candi, gua, masjid, gereja, benteng, rumah adat, kuil makam 

dan lain­lain. Sedangkan yang satu lagi yaitu  hasil budaya 

yang tidak dapat disentuh (intangible) seperti ilmu pengetahuan, 

teknologi, adat istiadat, hukum, kesenian, gagasan dan lain 

sebagainya.

Kebudayaan dengan berbagai pengertian yang ada pada 

hakekatnya berkembang sebagai perwujudan tanggapan aktif 

manusia terhadap lingkungannya. Dengan segala kemampuan 

yang dimiliki manusia berusaha melihat, memahami dan 

memilah gejala yang ada untuk kemudian merencanakan 

tindakan, menentukan sikap untuk suatu perbuatan yang 

meng hasilkan karya. Pada mulanya manusia menanggapi 

lingkungan dan sekitarnaya dengan berbagai pengalaman 

yang didasari pada suatu sikap trial and error, salah­mencoba 

dan seterusnya. Oleh sebab  itu cepat­lambatnya suatu 

kebudaya an tergantung pada sedikit banyaknya umpan balik 

yang dapat ditangkap oleh akal manusia dalam mengelola 

lingkungannya.

Dalam hal pengembangan sumberdya budaya seharusnya 

di ketahui atau dipelajari terlebih dahulu tentang nilai­nilai 

dan makna kultural yang terdapat di dalamnya. Sumberdaya 

206 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

budaya yang bersifat yang bersifat tangible sebagai karya 

manusia di masa lalu yang juga dikenal sebagai warisan 

budaya ini hendaknya dijunjung tinggi, sebab  di dalam­

nya terdapat nilai­nilai tinggi yang terlihat melalui nilai­nilai 

sosial dan individu yang membentuk jalinan tradisi dan adat 

istiadat yang kemudiasn menghasilka produk­produk bendas 

budaya oleh lingkungan warga  tertentu serta pada zaman 

tertentu pula) 

Mengingat faktor kerusakan yang bersumber dari perla­

kukan manusia merupakan salah satu faktor yang sangat sulit 

untuk diatasi. Serta yang yang menjadikasn sebab keberadaan 

tinggalan­tinggalan arkeologis di Twowulan semakin rusak 

dan semakin terancam kelestariaanya, maka dalam upaya 

mengantisipasi hal tersebut, yaitu agar keberadaan tinggalan­

tinggalan arkeologis ini tidak semakin rusak, sebenarnya 

secara yuridis sudah ada undang­undang no. 5 tahun 1992, 

tentang Cagar Budaya. Akan tetapi dengan adanya beberapa 

kepentingan, terutama kepentingan ekonomi bagi pemilik 

lahan yang merasa masih berhak untuk menggarap lahannya 

sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka perlu 

upaya­upaya yang lain. Adapun langkah yang paling men­

desak untuk dilakukan dalam rangka upaya pelestarian dan 

penyelamatan yaitu ;

A. Menekan atau mengurangi tingkat kerusakan

B. Melakukan kontrol terhadap bangunan candi melalui 

petugas yang ditunjuk oleh instansi terkait (BP­3). 

C. Menjalin kerjasama yang erat antara Pemerintah 

Daerah, BP­3 dan warga , dalam rangka menum­

buhkan kesadaran warga  akan penting nya suatu 

tinggalan budaya (bangunan candi bata Samberan). 

207Komunitas Muslim di Tengah Kota Majapahit 

Hal­hal ini di atas akan dapat terealisir jika dilaku­

kan suatu upaya pengembangan sumberdaya manusia. 

Pengembangan Sumberdaya manusia dapat diartikan sebagai 

upaya mempersiapkan seseorang, baik sebagai individu 

maupun sebagai anggota warga  dengan segala kedu­

dukannya. Artinya upaya ini tidak hanya terbatas 

pada upaya pembinaan kemampuan fisik, tetapi juga upaya 

pem binaan mental sebagai pendukung suatu kebudayaan. 

Sehingga pengembangan sumberdaya manusia harus dapat 

mempersiapkan kemampuan atau ketrampilan jasmaniah 

agar seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Disamping itu pengembangan sumberdaya manusia juga 

harus dapat mempersiapkan seseorang untuk dapat berperan 

dalam kehidupan sosial secara mantap. Oleh sebab  itu dalam 

praktek komunikasi atau interaksi sosial, secara efektif dapat 

terselenggara kalau terdapat pranata, aturan, hukum, undang­

undang dan lain sebagainya yang semuanya didasari oleh 

nilai­nilai, gagasan ataupun keyakinan yang mendominasi 

kehidupan warga  yang bersangkutan. 

Masalah yang secara umum dihadapi oleh warga  

kita (Indonesia) yaitu  suatu kenyataan bahwa kita hidup 

dalam warga  yang majemuk yang terdiri dari berbagai 

suku bangsa dan golongan dengan latar belakang aneka ragam 

kebudayaan. Disamping itu berkenaan dengan pembangunan 

yang merupakan upaya peningkatan kesejahteraan yang 

dalam penyelenggaraannya dilakukan secara singkat. Banyak 

teknologi dan ilmu pengetahuan asing yang diadopsi untuk 

mempercepat suatu proses. Akibatnya, menuntut adaptasi 

(penyerapan) ke dalam sistem budaya yang ada, bahkan 

tidak mungkin akan menggeser nilai­nilai yang tidak sesuai. 

208 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

Masalah yang lain yaitu  adanya kontak dengan pihak asing 

yang dipermudah dengan kemajuan teknologi

Untuk mengatasi permasalahan demikian yaitu  sesuatu 

yang tidak gampang untuk dilakukan, sebab  diperlukan 

suatu sistem sosial yang mampu mengendalikan pergaulan 

antara sesama penduduk tanpa memandang asal kesukuan, 

etnis, maupun golongan. Disamping itu dalam upaya mengem­

bangkan sistem sosial yang memadai diperlukan landasan 

yang diterima sebagai acuan bersama, yaitu kebu dayaan 

sebagai sistem nilai, gagasan dan keyakinan. 

Pelestarian

Istilah pelestarian dalam arkeologi dapat disamakan 

dengan istilah konservasi, yaitu suatu kegiatan yang berhu­

bungan dengan pengelolaaan dan perlindungan terhadap 

peninggalan arkeologi. Pada mulanya istilah konservassi 

berhubungann cara pemanfaatan sumberdaya alam, misal­

nya tanah, air, tanaman, binatang dalam mineral dan lain 

sebagainya. Akan tetapi dalam hal ini konservasi dapat 

dimasuk kan sebagai upaya memenfaatkan tanah dan sumber­

daya alam yang lain secara bijaksana sehingga tanah dan 

sumber daya alam ini dapart dimanfaatkansecara lebih 

lama.

Dari sudut pandang estetis inilah konservasi berkembang 

menjadi suatu upaya pemeliharaan sumberdaya alam, ter­

masuk situs­situs arkeologi dan sejarah. Peninggalan arkeologi 

beserta situs­situsnya merupakan asset budaya bangsa yang 

memeiliki nilai yang sangat tinggi. Oleh sebab  itu agar 

asset budaya bangsa ini dapat diselamatkan selama 

mungkin, maka perlu dilakukaan suatu upaya konservasi 

209Komunitas Muslim di Tengah Kota Majapahit 

yang dapatmemelihara nilai estetis, historis, nilai sosial dan 

nilai akademis.

Dari pengertian ini di atas jelaslah bahwa konservasi 

bagi arkeologi bertujuan untuk mengelola dan memlihara 

(memelihara peninggalan arkeologi beserta situs­situsnya) 

dengan berbagai cara sebagaimana ini di atas agar dapat 

dimanfaatkan lebih lama dengan memperhatikan makna 

kulturalnya.

Oleh sebab  sumberdaya arkeologi merupakan bagian 

daripada sumberdaya budaya yang memiliki sifat spesifik, maka 

sumberdaya arkeologipun memerlukan suatu penanganan yang 

spesifik dan professional. Artinya pelaku pengelolaan harus 

melakukan pengelolaan secara bertanggungjawab. Untuk itu 

diperlukan suatu perencanaan yang matang, mulai dari metode 

atau teknik pelaksanaan sampai dengan penyebarluasan 

informasi, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan 

evaluasi kerja, sehingga seluruh kegiatan akan dapat berjalan 

secara efektif dan efisien. Selain itu penyebarluasan informasi 

mengenai hasil yang diperoleh dalam suatu kegiatan harus 

dilakukan, yaitu menyampaikan informasi kepada publik 

(warga  luas) agar dapat memberi manfaat yang seimbang 

bagi semua pihak, sebab  sumberdaya budaya sebagaimana 

sumberdaya lainnya yaitu  warisan untuk seluruh masya­

rakat, sehingga segala sesuatu yang terjadi padanya harus 

sepengetahuan warga . Untuk itu informasi kepada 

warga  luas sangatlah penting, sebab  jika warga  

luas mengetahui dan memahami akan mafaat dan nilai penting 

suatu sumberdaya budaya, maka warga pun akan merasa 

ikut memiliki sehingga upaya untuk pelestarian terhadap suatu 

sumberdaya budaya akan terpenuhi.

210 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

Pemanfaatan dan Pengembangan

Dalam upaya pengembangan terhadap situs makam 

Troloyo akan menambah rasa kebanggaan bangsa dan dapat 

memperkuat jati diri bangsa, sehingga akan menambah dan 

memperkuat rasa kebangsaannya. Dalam hal ekonomi, suatu 

sumberdaya budaya akan dapat bermanfaat untuk kemajuan 

ekonomi melalui sektor pariwisata yang dalam hal ini terdapat 

tiga sektor yang berkepentingan, yaitu akademisi, pemerintah 

dan public yang dalam pemanfaatan dan pengembangannya 

harus seimbang dan harus memperhatikan kepentingan masya­

rakat luas serta berorientasi ke masa depan (Triger, 1989).

Dalam pemanfaatan sumberdaya budaya haruslah ber­

orientasi pada pelestarian. Hal ini disebabkan oleh jumlah 

sumberdaya budaya yang terbatas (finite), tak terbaharui 

(non renewable), tak dapaat dipindahkan serta mudah rapuh. 

Oleh sebab  itu dalam rangka pemanfaatannya hendaknya 

dilakukan secara hati­hati. Dalam hal pengembangan ter­

hadap aset budaya harus pula melihat nilai dari berbagai 

kepentingan, sehingga berbagai konflik kepentingan yang ada 

dapat di tekan sejauh mungkin agar tidak ada upaya untuk 

saling mengalahkan, tetpi saling menguntungkan.

Situs Troloyo merupakan salah satu sumberdaya budaya 

yang ada di wilayah Trowulan yang memiliki nilai ideologik, 

akademik dan ekonomik. Dalam UU RI Nomor 5 Tahun 1992 

tentang Benda Cagar Budaya (BCB) antara lain dinyatakan 

bahwa BCB dapat dimanfaatkan untuk kepen tingan 

agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan 

dan kebudayaan. Dalam hal ini kompleks makam Troloyo 

dapat dimanfaatkan untuk kepeentingan penelitian ber­

kesinambungan, pendidikan, penggalian jati diri bangsa 

211Komunitas Muslim di Tengah Kota Majapahit 

dan daerah (local genius) serta dapat dimanfaatkan untuk 

kepentingan pariwisata. Adapun pariwisata yang dapat dikem­

bang kan yaitu  pariwisata arkeologi (Archaeology Tourism). 

Bentuk wisata ini yaitu  merupakan suatu kunjungan ke 

situs­situs arkeologi dan bentang lahan yang ditinggalkan 

oleh kebudayaan masa lalu. Wisata arkeologi yaitu  meru­

pakan bagian akowisata (ecotourism), yaitu perjalanan ke 

daerah­daerah aang bertanggungjawab terhadap pelestarian 

lingkungan dan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk 

setempat (Tjahjono, 2003).

Kompleks makam Troloyo merupakan situs arkeologi 

yang dapat dijadikan sebagai bagian dari program pariwisata 

arkeologi di Trowulan dan sekitarnya. Untuk itu perlu adanya 

upaya untuk menampilkan potensi­potensi sumberdaya yang 

ada di sekitar objek, antara lain sumberdaya alam dan sumber­

daya budaya. Sumberdaya alam meliputi bentang lahan 

berupa lembah, bukit, sungai, dataran dan pemandangan alam. 

Sedangkan sumberdaya budaya meliputi kesenian tradisional, 

kerajinan dan tradisi­tradisi budaya setempat yang masih asli. 

Dalam kaitannya dengan penyajian objek dan atraksi budaya, 

upaya pemberdayaan warga  setempat sangat diharapkan, 

seperti pembuatan cinderamata serta pengadaan sarana dan 

prasarana yang ramah lingkungan. 

Dalam pariwisata arkeologi ini perlu memperhatikan 

daya dukung situs arkeologi apabila dikunjungi orang, yaitu 

perlu dilakukan studi teknik manajemen pengunjung ke 

situs­situs arkeologi. Selain itu perlu dibuat panduan untuk 

wisatawan tentang apa yang boleh ataupun yang tidak boleh 

dilakukan pada saat melakukan perjalanan wisata ke situs­

situs arkeologi. Dengan adanya aturan ini diharapkan 

situs­situs arkeologi dapat terjaga kelestariannya.

212 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

Situs­situs Islam di daerah Trowulan pada umumnya 

telah dimanfaatkan sebagai objek wisata ziarah dengan 

pengunjung yang datang dari berbagai daerah di Jawa. 

berdasar  banyaknya pengunjung yang datang ke situs 

ini menunjukkan adanya suatau potensi untuk dilakukan 

suatu pengembangan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya 

arkeologi sebagai objek wisata religi (weisata ziarah). Terkait 

dengan wisata yang kini berkembang di beberapa daerah di 

Nusantara kegiatan ini ditangani oleh Dinas Pariwisata. 

Akan tetapi bukan berarti bahwa Dinas Pariwisata harus 

berdiri sendiri, tanpa adanya kerjasama dengan pihak­pihak 

lain seperti warga  dan instansi­instansi terkait yang 

berwenang mengelola suatu ebjek wisata.

Dalam upaya membangun atau mengelola peluang pasar 

wisata harus disadari bahwa tidak semua objek memiliki 

kemam puan daya tembus pasar yang kuat secara nasional 

maupun internasional baik berskala primer, yaitu suatu 

objek wisata yang menjadi motivasi utama maupun berskala 

sekunder yang berarti suatu objek wisata bukanlah menjadi 

motivasi utama (Nuryanti, 2003). 

Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya 

arkeologi, CRM dapat diartikan sebagai cara pengelolaan 

sumber daya budaya dalam rangka pemanfaatannya termasuk 

di dalamnya opelestarian.Dal hal pelestarian sumberdaya 

budaya ada dua hal pokok yang tercakup di dalamnya, 

yaitu pelestarian secara fisik terhadap benda budaya itu 

sendiri dan pelestarian secara non fisik melalui upaya untuk 

mempertahankan nilai­nilai yang melekat pada benda 

tersebut, seperti nilai arkeologis dan nilai historis (Samidi, 

1998: 9). Selaian itu CRM merupakan salah satu pendekatan 

untuk menyelesaikan konflik kepentingan yang terkait dengan 

213Komunitas Muslim di Tengah Kota Majapahit 

benda­benda budaya. Oleh sebab nya upaya yang dilakukan 

bukan hanya melestarikan, melindungi dan mempertahankan 

benda­benda budaya yang terkait dengan kepentingan 

arkeologi, tetapi harus juga memperhatikan kepentingan lain 

terutama yang berkaitan dengan kepentingan sosial ekonomi 

tanpa mengesampingkan tujuan utamanya yaitu melestarian 

terhadap benda budayanya. 

Dengan banyaknya peziarah yang datang ke kompleks 

makam Troloyo tersebut, maka situs ini akan mempunyai 

nilai positif bagi warga  sekitar situs. Dampak posistif 

itu dapat dilihat dari segi ekonomi, di mana pendapatan 

warga  sekitar menjadi bertambah. Hal ini menjadi 

perhatian dari pemerintah daerah untuk membangun sarana 

dan prasarana yang ditujukan untuk menarik pengunjung. 

Namun demikian terdapat juga sisi negatifnya, yaitu pem­

bangunan yang mengabaikan prinsip­prinsip pelestarian.

Dari keadaan sekarang yang ada di situs Makam Troloyo 

diketahui bahwa sarana­sarana bangunan yang ada menyim­

pang dari penataan yang sesuai dengan prinsip­prinsip 

pelestarian. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 

1993 Pasal 27 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa pemugaran 

sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dilakukan dengan 

memperhatikan keaslian bentuk, bahan, pengerjaan, dan tata 

letak, serta nilai sejarahnya.

Pengrusakan situs Troloyo dalam arti luas telah merubah 

bentuk secara keseluruhan, antara lain denah halaman makam, 

serta benda cagar budayanya itu sendiri. Denah halaman yang 

dimaksud yaitu  tambahan bangunan baru berbentuk lorong 

beratap, serta jirat dan nisan diganti bahan keramik baru warna 

putih sehingga sangat terlihat tidak asli. Perubahan ini 

214 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

jelas tidak sesuai dengan prinsip­prinsip pelestarian benda 

cagar budaya.

Kasus pengembangan Makam Troloyo ini dapat menjadi 

pelajaran bagi kita, agar di kelak kemudian hari tidak terjadi 

lagi kasus­kasus serupa pada situs yang lain, mengingat 

dewasa ini semakin maraknya perhatian Pemerintah Provinsi 

dan Kabupaten/Kota terhadap situs­situs kepurbakalaan yang 

bersifat living monument. http://www.facebook.com/note.

php?note_id=39408192604

Dengan demikian, untuk mengantisipasi hal­hal yang 

disebabkan oleh adanya beberapa pihak yang berkepentingan, 

agar situs ini tidak semakin terancam kelestariannya, 

maka diperlukan beberapa langkah, Yaitu:

1. Profesionalisasi, yaitu para pelaku pengembangan dan 

pelestarian harus memikliki kemampuan yang profe­

sional, tidak hanya sekedar teori yang dimiliki, tetapi 

harus mampu mengaplikasikan dalam hal pengem­

bangan situs Makam Troloyo

2. Menempatkan dampak manfaat ekonomi yang signifi­

kan sebagai salah satu faktor dalam perencanaan 

pengem bangan pariwisata yang pada akhirnya 

menjadi sumber penting bagi pengembangan budaya.

3. Melakukan kontrol terhadap situs melalui petugas 

yang ditunjuk oleh instansi terkait.

4. Menjalin kerjasama yang erat antara warga , BP­3 

Jawa Timur, beberapa instansi terkait dan pemerintah 

dalam rangka menumbuhkan kesadaran warga  

akan pentingnya suatu tinggalan budaya.

5. Menumbuhkan kesadaran warga  agar terwujud 

suatu semangat untuk merasa ikut memiliki.

215Komunitas Muslim di Tengah Kota Majapahit 

Kesimpulan

Peninggalan Majapahit merupakan produk masa lalu 

yang memiliki potensi pendidikan bagi bangssa. Sebagai 

sumberdaya budaya, situs makam Troloyo dapat menyadarkan 

bangsa akan sejarah di masa lampau. Dalam era sekarang, 

suatu sumberdaya budaya harus memiliki ketahanan budaya 

agar tidak mudah terombang ambing oleh persentuhan budaya 

asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. 

Jika suatu ketahanan budaya telah dimiliki, maka perusakan 

budaya tidak akan terjadi, meskipun kontak budaya bangsa 

dengan budaya asing tidak dapat dihindari.

Upaya pelestarian terhadap peninggalan sejarah dan 

purbakala yaitu  suatu langkah untuk menjaga kelestarian 

suatu objek dengan segala potensi yang ada, sehingga dapat 

bermanfaat untuk kesejahteraan hidup manusia. Oleh kerna itu 

suatu kegiatan pelestarian harus diawali dengan menumbuhkan 

apresiasi warga  tentang pentingnya warisan budaya yang 

dapat difanfaatkan untuk kepentingan jati diri dan peningkatan 

kesejahteraan hidup warga . Dengan demikian upaya 

pelestarian terhadap suatu sumberdaya budaya dilaksanakan 

dengan mempertimbangkan asas manfaat. Sedangkan dalam 

hal pemanfaatan sumberdaya budaya harus selalu berwawasan 

pelestarian. 


ajapahit, sebagai salah satu kerajaan besar pada 

masa lampau telah banyak mengilhami kehi­

dupan kita pada masa kini. Usaha­usaha untuk 

mengungkapkan kebesaran kerajaan ini telah dimulai 

sejak Letnan Jenderal Raffles menguasai Pulau Jawa dan daerah 

sekitarnya. Thomas Stamford Raffles­lah yang menggeluti 

bidang kepurbakalaan dan sejarah Indonesia kuno. Dalam 

bukunya “the History of Java” tahun 1817, telah dimuat 

beberapa keterangan mengenai peninggalan Majapahit yang 

220 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

menarik perhatiannya, antara lain Candi Brahu dan Gapura Jati 

Pasar (lihat Raffles, 1978: 54 dan 134). Setelah itu banyak pula 

sarjana asing, kebanyakan Belanda ikut andil menyumbangkan 

pemikirannya dalam merekonstruksi Majapahit, yang beberapa 

diantaranya merupakan ahli bahasa Sansekerta, antara lain 

yaitu ; J.L.A. Brandes (1857­1905), H. Kern (1833­1917), N.J. 

Krom (1883­1945), dan W.F. Stutterheim (1892­1942). Pada 

tahun 1896, Brandes menerbitkan edisi pertamanya tentang 

Pararaton, yang kemudian diikuti oleh artikel Kern pada tahun 

1905 tentang Nagarakretagama dan kebesaran Majapahit, serta 

karya Krom tentang “Sejarah Hindu­Jawa” (Hindoe-Javaansche 

Geschiedenis) pada tahun 1931 (lihat Lombard, 2006b: 6­7). 

Selain itu, karya yang cukup komprehensif menggambarkan 

keadaan Majapahit pada masa Hayam Wuruk berdasar  

kitab Nagarakretagama yaitu  terbitan lima jilid “Java in the 

Fourteenth Century” karya Theodore G. Th. Pigeaud pada 

tahun 1960.

Selain para peneliti asing, anak bangsa pun tidak mau 

kalah dalam mengkaji kebesaran Majapahit. Pada masa awal 

kemerdekaan, ketika bangsa ini sedang memerlukan jati 

diri yang kuat akibat pengaruh kolonialisme yang cukup 

lama, Muhammad Yamin begitu antusiasnya menyejajarkan 

kebesaran Sriwijaya sebagai Indonesia jilid satu dan kejayaan 

Majapahit sebagai jilid duanya. Kemudian Slamet Mulyana 

seorang sejarawan, menghasilkan beberapa buku sejak 

“Menuju Puncak Kemegahan” Majapahit, sampai “Runtuhnya 

Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara­negara Islam 

di Nusantara”. Hassan Djafar yang juga seorang arkeolog, 

dalam penelitiannya berhasil merekonstruksi klan penguasa 

pada masa akhir pemerintahan Majapahit, dalam bukunya 

“Girindrawarddhana”. Di tahun 1993, pada peringatan 700 

221Mungkinkah Batas Kota Majapahit Ada di Jakarta ?

tahun Majapahit (1293­1993) beberapa peneliti yang berasal dari 

lembaga penelitian dan civitas akademika, yang dikoordinir 

oleh seorang sejarawan kawakan, Sartono Kartodirjo, turut 

andil menuangkan pemikirannya dalam suatu bunga rampai. 

Hingga kini, Majapahit masih memberikan inspirasi pada 

beberapa sastrawan muda seperti Langit Kresna Hariadi yang 

menghasilkan beberapa novel, kemudian diterbitkan oleh 

Tiga Serangkai. Tokoh utamanya yaitu  Gajah Mada dan 

mengambil setting cerita penggalan sejarah Majapahit, seperti 

“Gajah Mada”, “Hamukti Palapa”, “Bergelut dalam Kemelut 

Takhta dan Angkara”, “Perang Bubat” serta “Madakaripura 

Hamukti Moksa”. 

Batas Kota

Telah banyak para ahli baik asing maupun lokal yang 

berkutat pada peninggalan­peninggalan di Trowulan, yang 

ditengarai sebagai isi ibu kota Majapahit. Kini, para peneliti 

ini mengais reruntuhan Majapahit, berkejaran dengan 

ribuan pabrik pembuat bata yang menjamur di sekitarnya. H 

Maclaine Pont, yaitu  seorang arsitek Belanda yang meng­

awali penelitian intensif terhadap sisa­sisa Majapahit di 

Trowulan. Terinspirasi dengan Nagarakretagama terjemahan 

Brandes, beliau menggali banyak lokasi di sana. Hasil inves­

tigasinya antara lain yaitu  fasilitas hidrologi Majapahit 

berupa waduk­waduk besar di sekitar Trowulan, yang salah 

satunya berukuran kira­kira 175 m x 350 m, dan kemungkinan 

memiliki daya tampung air sejumlah 350.000 m³. Kondisi 

serupa dijumpai di baray, Angkor namun dengan skala yang 

jauh lebih besar (Lombard, 2006b:19). Begitu terinspirasinya 

Maclaine Pont dengan Majapahit, ia membidani pembangunan 

222 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

Gereja Poh Sarang, Kediri, Jawa Timur. Sebagai seorang arsitek 

ia menggabungkan gaya arsitektur modern dengan arsitektur 

tradisional Jawa, untuk melahirkan Gereja dengan gaya 

Majapahit ini (Lombard, 2006a: 180). 

Pada tahun 2003, tim dari Balai Arkeologi Yogyakarta yang 

dipimpin oleh Nurhadi Rangkuti melakukan survei untuk 

mencari batas­batas Situs Kota Majapahit yang diperkirakan 

memiliki luas 11 Km x 9 Km memanjang arah utara­selatan. 

Dari penelitian sebelumnya telah ditemukan tiga lokasi batas 

kota yang ditandai dengan sebuah kompleks bangunan suci 

agama Hindu yang besar dengan Yoni berhias naga raja. Tiga 

batas kota ini yaitu  Klinterejo di timur laut, Lebak Jabung 

di tenggara, dan Sedah di barat daya (Rangkuti, 2005:53). 

berdasar  ekskavasi arkeologis di Situs Klinterejo dan Lebak 

Jabung, didapatkan gambaran mengenai bentuk bangunan 

suci Hindu di penjuru sudut penanda batas kota. Secara garis 

besar, pola tata ruang bangunan ini memanjang barat – 

timur, yang terdiri dari tiga halaman. Pada halaman paling 

barat terdapat bangunan terbuka, berumpak batu dengan 

batur batu bata, mirip bangunan balai atau pendopo. Pada 

halaman tengah terdapat sisa­sisa bangunan dari bata, dan 

pada halaman bagian timur juga terdapat bangunan bata 

dengan Yoni Naga Raja. Tampaknya pola tata ruang bangunan 

suci ini mirip dengan kompleks bangunan Pura di Bali, 

yang memiliki tiga halaman yaitu: jaba, jaba tengah dan jeroan 

(lihat Rangkuti, 2006:175­176).

Selain berhasil membangun hipotesis mengenai lokasi dan 

penanda batas kota, sebelumnya Rangkuti juga berhasil mere­

konstruksi pola pemukiman desa­desa Majapahit di sekitar 

Trowulan di Kabupaten Sidoarjo, Probolinggo, Pasuruan, 

dan Lumajang. Rupa­rupanya berbeda dengan peneliti 

223Mungkinkah Batas Kota Majapahit Ada di Jakarta ?

lainnya, peneliti ini memiliki kecenderungan untuk lebih suka 

menelusuri tepian Majapahit yang masih menjadi misteri 

dan belum banyak diungkap, daripada isi bagian dalam 

kotanya yang telah diobrak­abrik pembuat bata (atau bahkan 

pemerintah ?).

(Hipotesis Batas Kota Majapahit dan Kepurbakalaan di 

Dalamnya, 

Masih Misteri

berdasar  hasil penelitian tahun 2003 yang lalu, muncul 

hipotesis bahwa kompleks bangunan di sudut barat laut 

kemungkinan berada di Desa Tugu dan Desa Badas, Kecamatan 

Sumobito, Kabupaten Jombang. Pada saat dilakukan penelitian, 

di kedua lokasi ini ditemukan beberapa sebaran struktur 

bata, namun belum ditindaklanjuti dengan penelitian yang 

224 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

intensif. Sayangnya pula, sejauh penelusuran di lapangan tidak 

ditemukan Yoni kerajaan berpahat naga raja, kecuali sebuah 

Yoni kecil polos dan sederhana yang kini terletak di tepi rel 

kereta api, setelah beberapa kali dipindahkan oleh penduduk 

(Rangkuti, 2006: 176). berdasar  kondisi di lapangan ini 

maka muncul beberapa permasalahan, antara lain yaitu : 

Adakah sesungguhnya batas kota Majapahit yang ditandai 

dengan kompleks bangunan suci besar agama Hindu? Jika 

ada, di manakah letak sesungguhnya? Apakah keberadaannya 

juga ditandai dengan media pemujaan Yoni Naga Raja Segi 

Delapan? Jika beberapa permasalahan ini telah terjawab, 

lalu bagaimanakah cara untuk menyajikan informasi ini 

kepada warga  luas ?

Tulisan kecil ini tidak akan mempertanyakan ada tidaknya 

kompleks bangunan suci di tiap sudut kota, namun hanya 

mencoba sedikit menelusuri keberadaan salah satu Yoni Naga 

Raja Segi Delapan, sebagai ikon Majapahit yang misterius 

tersebut. Jika memang kompleks bangunannya telah musnah, 

kira­kira di mana relik ini kini berada? Perhatian kita 

kemudian beralih ke “gudang” “Perkumpulan Batavia” yang 

menyimpan barang­barang sejarah kebudayaan dari hampir 

seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda. Perkumpulan 

yang telah berdiri sejak paruh akhir abad 18 Masehi, bahkan 

telah mendirikan museum yang sekarang dinamai Museum 

Nasional, di Jakarta.

Museum Nasional

Cikal bakal Museum Nasional dimulai ketika J.C.M 

Rademacher salah seorang anggota Raad van Indie mendirikan 

Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen 

225Mungkinkah Batas Kota Majapahit Ada di Jakarta ?

(Perkumpulan Batavia untuk Ilmu dan Seni) pada tanggal 24 

April 1778. Beliau menghibahkan kepada organisasi ini 

patung­patung batu, perunggu, dan benda­benda etnografi 

yang kemudian menjadi koleksi Museum Nasional dan enam 

lemari buku­buku ilmu alam, ilmu hayat, dan hukum yang 

menjadi koleksi Perpustakaan Museum Nasional. Museum 

tertua di Asia Tenggara ini pada mulanya menempati sebuah 

rumah di Kali Baru yang juga dihibahkan oleh Rademacher. 

sebab  koleksinya bertambah kemudian Raffles memindahkan 

museum ini ke Jl. Majapahit No. 3 pada awal abad ke 

19, dan memberinya nama “the Literary Society”. Pada tahun 

1862 pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah gedung 

museum baru yang tidak hanya berfungsi sebagai perkantoran, 

namun juga berfungsi untuk menyimpan, mengawetkan, 

dan menampilkan koleksi. Pada tahun 1868 secara resmi 

museum ini pindah ke lokasi saat ini di Jl. Merdeka Barat 

No. 12 dan dikenal dengan nama Gedung Arca (lihat www.

museumnasional.org dan Martowikrido, 2006:1­2). 

Baru tiga tahun berselang, pada bulan Maret 1871, Raja 

Siam Somdetch Phra Paramindr Maha Chulalonkorn mengun­

jungi museum ini. Kehadirannya sangat dipuja banyak orang 

dan diabadikan dengan “Sair Kedatangan Sri Maharaja Siam 

di Betawi” yang bahkan sampai saat ini siapa pengarangnya 

belum diketahui (lihat Marcus A.S, 2000). Dalam kunjungannya 

beliau menghadiahkan sebuah arca gajah perunggu yang 

sekarang masih nangkring di depan museum, dan ditukar 

dengan enam kontainer koleksi arca dan relief dari Borobudur. 

Suatu tragedi dalam sejarah pengelolaan warisan sejarah 

budaya di Indonesia. Sejak kedatangan arca gajah tersebut, 

Gedung Arca atau Gedung Perabot (disebut demikian sebab  

226 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

banyak menyimpan perkakas etnografis) juga dikenal dengan 

sebutan Gedung Gajah atau Museum Gajah. 

Kebanyakan orang awam yang belum pernah berkunjung 

ke museum ini akan mengira dari namanya, bahwa Museum 

Gajah menyimpan hal­hal yang berkaitan dengan binatang 

gajah, barangkali mirip dengan kebun binatang. Padahal, 

sejatinya museum ini menyimpan benda­benda peninggalan 

sejarah dan kebudayaan Indonesia. berdasar  informasi 

yang dipublikasikan di website www.museumnasional.org, 

diketahui bahwa institusi ini menyimpan 109.342 koleksi 

yang dipamerkan di sembilan ruang display dengan kategori 

prehistori, ruang harta karun, koleksi perunggu, arca batu, 

keramik, numismatik, relik sejarah, etnografi, tekstil, dan 

koleksi geografi. Museum ini juga dilengkapi dengan toko 

cinderamata yang menyediakan beberapa terbitan pilihan, kartu 

pos dan reproduksi benda­benda koleksi museum. Museum 

Nasional melayani pengunjung pada hari Senin­Kamis dan 

Minggu pukul 8.30­14.30, Jumat pukul 8.30­11.30 serta Sabtu 

pukul 8.30­13.30. Museum ini juga menyediakan guide dalam 

bahasa asing, seperti Inggis, Jepang, dan Jerman serta melayani 

tour privat bagi siswa­siswa sekolah dan kelompok minat 

khusus lainnya. Gudangnya ilmu pengetahuan, sejarah dan 

kebudayaan Indonesia ini dapat kita kunjungi hanya dengan 

membayar tiket Rp. 750 bagi dewasa dan Rp. 250 bagi pelajar 

dan anak­anak. Harga yang untuk saat ini sangat­sangat luar 

biasa terjangkau.

Memasuki halaman museum ini, kita akan disapa oleh arca 

gajah berlapik prasasti dari Kerajaan Siam, meriam­meriam 

perunggu yang sudah tidak dapat menyalak, dan beberapa 

jambangan batu berinskripsi dari zaman Kadiri. Memasuki 

bangunan utama, duduk berderet dengan syahdunya arca­arca 

227Mungkinkah Batas Kota Majapahit Ada di Jakarta ?

Dhyani Buddha Borobudur bergaya Gupta. Kemudian kita 

akan sedikit bingung, dari mana harus memulai menikmati 

koleksi di museum ini, ke sayap selatan tempat koleksi keramik 

dan barang pecah belah lainnya, ke sayap utara dengan koleksi 

artefak etnografisnya, atau naik ke lantai atas menuju ruang 

harta karun dengan koleksi logam mulianya. Kita tentunya 

tetap pada tujuan semula mencari relik Yoni Naga Raja Segi 

Delapan. Kebetulan, seluruh koleksi batu dari masa Hindu­

Budha dipamerkan di sepanjang selasar gedung bagian depan, 

belakang, sayap selatan, dan sayap utara museum. Namun 

nampaknya koleksi­koleksi batu dari zaman Klasik Indonesia 

yang sangat berlimpah ini dijajar berjubel, seandainya mereka 

hidup tentunya akan sesak nafas. Ratusan koleksi ini 

ditempatkan tanpa suatu konsep kronologis, lokasional atau 

 (Museum Nasional, Jakarta dan Prasasti Raja Chulalonkorn pada lapik 

Arca Gajah. Dok: Pribadi)

228 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

tema yang jelas sehingga bercampur antara satu dan lainnya, 

dan menyulitkan aksesibilitas pengunjung. 

Di bagian depan, koleksi dari Sumatera bercampur dengan 

arca dari Mataram Kuna dan Majapahit. Di ujung selasar, 

sebelum memasuki ruang koleksi prehistori, dipamerkan 

Yupa inskripsi tertua di Indonesia sekitar abad V dari Kutai 

yang berhadapan dengan arca­arca Candi Gurah, dari masa 

peralihan klasik awal dan klasik muda. Arca­arca Singasari 

yang anggun tersebar di selasar sudut timur laut (dari Candi 

Jago) dan barat daya (replika dari Candi Singasari). Perlakuan 

yang sangat kontras terlihat dengan ditempatkannya arca 

Prajñaparamita (dikenal dengan sebutan Ken Dedes) di 

dalam kotak berkaca di ruang harta karun. Sedangkan 

(Yang terawat dan kurang terawat, Arca Ganesha dari Singasari 

koleksi Museum Leiden dan Arca Nandi dari candi yang sama koleksi 

Museum Nasional. Dok: Pribadi)

229Mungkinkah Batas Kota Majapahit Ada di Jakarta ?

arca Nandi yang sejaman berada di taman tengah yang tak 

beratap, kepanasan dan kehujanan. Dengan demikian pada 

saat pameran bersama koleksi Singasari antara Leiden dan 

Museum Nasional beberapa waktu yang lalu, tampak jelas 

perbedaan kondisi arca­arca di kedua museum. Tampaknya 

memang Museum Nasional cukup kesulitan memadukan tema 

pameran dengan ruang yang terbatas, dan isinya yang sangat 

berlimpah. Lalu, dimanakah relik Majapahit yang kita cari­cari 

ini teronggok?

Yoni Naga Raja

Di gedung lama Museum Nasional (pada tahun 1994 

pemerintah membangun gedung baru dengan style yang 

sama dengan gedung asli di sebelah utaranya), tepatnya di 

depan arca raksasa Bhairawa Budha dari Padang Roco, pada 

bagian tengah selasar yang tak beratap, teronggok sebuah 

Yoni dengan nomor inventaris 366a. Yoni ini dihias 

dengan pahatan sulur­suluran yang cukup raya, berhiaskan 

relief Naga Raja pada bagian bawah ceratnya dan berbentuk 

segi delapan. Sayangnya, selain nomor inventaris di bagian 

badan Yoni, tidak terdapat keterangan apapun mengenai 

keberadaan benda unik tersebut. Wawancara sepintas dengan 

staf museum yang dijumpai di sekitar Yoni, tidak diketahui 

hal­ihwal mengenai benda tersebut, sekilas yang mereka 

ketahui bahwa Yoni ini telah ada (disimpan di Museum 

Nasional) sejak zaman kolonial Belanda. Walaupun penulis 

belum pernah mendeskripsikan secara detil morfologi dan 

morfometri benda tersebut, namun sepintas bentuk, ukuran 

dan motif hiasnya mirip benar dengan Yoni Naga Raja Segi 

Delapan dari sebuah pekuburan di Situs Lebak Jabung, 

230 Majapahit :  Batas Kota dan Jejak-Jejak Kejayaannya

yang saat ini telah dipindahkan ke Balai Penyelamatan Arca, 

Trowulan. Nampaknya perlu ditelusuri arsip dan catatan 

sejarah di perpustakaan museum mengenai penemuan Yoni 

ini dan perihal pemindahannya ke Gedung Arca dari 

lokasi asalnya. Jika nomor inventarisnya (366a) dilengkapi 

dengan alphabet di bagian belakangnya, tentunya ada koleksi 

bernomor sama dengan alphabet yang berbeda di museum ini. 

Biasanya koleksi­koleksi dengan nomor inventaris yang sama 

namun akhiran alphabet berbeda, berasal dari satu konteks 

temuan. Mudah­mudahan ketika benda ini diangkut ke 

museum masih dilengkapi dengan konteks temuan penting 

lainnya (seperti Lingga misalnya). Dan jangan­jangan benda 

inilah yang menjadi target Nurhadi Rangkuti beserta tim dari 

Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 2003 dalam suvei 

pencarian batas kota Majapahit sekitar Kecamatan Sumobito, 

Kabupaten Jombang, Jawa Timur. 

(Mungkin, Yoni Naga Raja Segi Delapan inilah yang dicari­cari.  

Dok: Pribadi)

231Mungkinkah Batas Kota Majapahit Ada di Jakarta ?

Yoni berhias naga raja lainnya yang menjadi koleksi 

Museum Nasional yaitu  Yoni Naga Raja yang ditempatkan 

di selasar sayap utara sudut timur laut gedung tersebut. 

Sayangnya, pada saat berkunjung ke Museum Nasional 

penulis kurang memperhatikan nomer identitas inventaris 

koleksi tersebut. Berbeda dengan Yoni Naga Raja Segi Delapan 

366a, walaupun juga berhias naga raja, Yoni ini berbentuk segi 

empat dengan motif hias flora­fauna yang sangat raya pada 

bagian tepian­tepiannya. Nampaknya Yoni yang berfungsi 

sebagai lapik arca ini lebih mirip dengan Yoni Naga Raja dari 

bangunan Candi Tigawangi di Kediri. Dalam kenyataannya di 

lapangan, Yoni Naga Raja yang menjadi hipotesis batas kota 

sudut timur laut di Klinterejo merupakan Yoni Naga Raja Segi 

Empat yang bentuk dan motif hiasnya berbeda dengan dua 

yoni lainnya dari Sedah dan Lebak Jabung. Kelihatannya Yoni 

Naga Raja Segi Delapan 366a lebih memenuhi syarat untuk 

ditempatkan pada salah satu penjuru batas kota yang hilang. 

Perlu diketahui bahwa pada tahun 1914 Belanda menggali 

sudetan Kali Konto, sehingga memisahkan Situs Tugu­Badas 

dan Situs Mentoro (Rangkuti, 2005:62). Perlu dise