Kamis, 22 Februari 2024

sejarah peradaban islam 2




  salah satu kelompok diserang  musuh,

maka kelompok lain wajib untuk membelanya.

Ketiga,  Masing-masing kelompok tidak dibenarkan

membuat perjanjian dalam bentuk apapun dengan orang

Quraisy.

Keempat, Masing-masing kelompok bebas menjalankan

ajaran agamanya tanpa campur tangan kelompok lain.

Kelima, Kewajiban penduduk Madinah, baik kaum

Muslimin, non-Muslim, ataupun bangsa Yahudi, saling bantu

membantu moril dan materiil.

Keenam, Nabi Muhammad yaitu  pemimpin seluruh

penduduk Madinah dan dia menyelesaikan masalah yang

timbul antar kelompok.

berdasar  konstitusi di atas, dapat diketahui bahwa

Nabi telah membentuk negara Islam di Madinah dan

Rasulullah menjadi kepala pemerintahannya yang

memiliki otoritas untuk menyelesaikan segala masalah

yang timbul berdasarkan konsitusi.

Oleh sebab itu di Madinah Nabi Muhammad

memiliki kedudukan bukan saja sebagai Rasul agama,

namun juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam

diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan

kekuasaan duniawi.

Pesatmya perkembangan Islam di Madinah,

mendorong pemimpin Quraisy Makkah dan musuh-musuh

Islam lainnya meningkatkan permusuhan mereka terhadap

Islam. Untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan

gangguan dari musuh, Nabi sebagai kepala negara mengatur

siasat dan membentuk pasukan perang.

Umat Islam pun pada tahun ke-2 Hijriah telah

dii zinkan berperang dengan dua alasan : (1) Untuk

mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya, dan (2)

Menjaga keselamatan dalam penyebaran Islam dan

mempertahankannya dari orang-orang yang menghalanginya.

10. Permusuhan Kafir Quraisy dengan Nabi

 Meskipun Nabi dan umat Islam telah meninggalkan

Makkah, namun kafir Quraisy tidak menghentikan

permusuhannya sebab jika Islam berkembang di Madinah

bukan hanya mengancam kepercayaan mereka namun juga

ekonomi. Sebab letak Madinah berada di jalur dagang mereka

ke Syam.

Maka tidak mengherankan jika terjadi peperangan

antara umat Islam dengan kafir Quraisy selama 8 tahun dalam

puluhan kali pertempuran. Yang terpenting di antaranya

yaitu :

10.1. Perang Badar

Perang Badar, terjadi pada bulan Ramadhan 2 H (624

M), di dekat sebuah sumur milik Badr. Sebab utamanya

yaitu  untuk memenuhi tekad kafir Quraisy membunuh Nabi

yang berhasil meloloskan diri ke Madinah dan menghukum

orang yang melindunginya.

Penyebabnya secara khusus sebab adanya berita

lewat mata-mata bahwa kabilah dagang yang dipimpin Abu

Sofyan yang kembali dari Syam akan dicegat oleh umat Islam

di Madinah, sehingga Abu Sofyan mengambil jalan lain

hingga selamat sampai ke Makkah. Umat Islam memang

memutuskan melakukan pencegatan itu, sebab harta kaum

muhajirin yang tinggal di Makkah telah diambil oleh orang-

orang Quraisy.

Orang-orang Quraisy sebanyak 1000 orang di

bawah pimpinan Abu Jahl bergerak menuju Madinah.

Sementara umat Islam sebanyak 314 orang menyongsong

barisan itu.

Sebelum diadakan peperangan terlebih dahulu

dilakukan perang tanding, tampil 3 orang pahlawan Quraisy,

semuanya dari keluarga Bani Umaiyah, yaitu;   Utbah ibn

Rabiah dan putranya Al-Walid ibn Utbah serta saudara

sepupunya Sya’ibah ibn  Muawiyah. Hubungan Hindun binti

Muawiyah,  istri Abu Sofyan dengan Sya’ibah yaitu  saudara

kandung.

Dari pihak Islam dipilih Nabi 3 orang panlawan Bani

Hasyim, yaitu ‘Ubaidah ibn Harits, paman beliau Hamzah

dan Ali ibn Abi Thalib. Pahlawan Kafir Quraisy tewas ketiga-

tiganya, Hamzah berhasil menewaskan Sya’ibah, Ali berhasil

menewaskan al-Walid serta ‘Utbah tewas di tangan mereka

bertiga. Adapun ‘Ubaidah sebab terkena luka parah gugur

menjadi syahid.

Dalam perang ini kaum muslimin keluar sebagai

pemenang. Di pihak  Islam gugur 14 orang dan di pihak

musuh gugur pula 70 orang, termasuk Abu Jahl sebagai

pemimpin  perang,  dan beberapa  orang la innya

tertawan.

Perang ini sangat menentukan bagi umat Islam. Hal

ini dapat terbaca dari doa Nabi sebelum berperang : “Ya Allah!

Bila umat Islam kalah, engkau tidak lagi akan disembah di

permukaan bumi”. Bantuan Allah datang dengan

menurunkan malaikat-malaikat. (Baca Surah Ali Imran, ayat

122, Al-Anfal, ayat 9 – 12, 17 dan 43 – 44).

Mendengar kekalahan orang Quraisy dalam perang

ini membuat Abu Lahab yang tidak ikut perang Badar jatuh

sakit sebab dia sangat mengharapkan kemenangan orang

Quraisy dalam perang ini  ternyata dia tidak dapat

menerima kekalahan kaumnya itu. Selama lebih kurang tiga

hari tiga malam jatuh sakit diapun tewas di tempat tidurnya.

Dengan demikian dalam perang Badar ini dua orang musuh

utama Nabi, yaitu Abu Jahl dan Abu Lahab tewas dalam

waktu yang hampir bersamaan.

10.2. Perang Uhud

Perang Uhud, terjadi pada tahun 3 H (625 M).

Penyebabnya sebab kekalahan kaum Quraisy dalam perang

Badr merupakan pukulan berat. Mereka bersumpah akan

melakukan pembalasan. Untuk itu pemimpin Abu Sofyan

memobilisasi 3000 prajurit. Beberapa orang pembesar disertai

istrinya berperang termasuk istri Abu Sofyan sendiri, Hindun.

Mereka berangkat menuju Madinah.

Mendengar berita itu, Nabi bermusyawarah dengan

para sahabat dan disepakati menyongsong musuh ke luar

kota. Nabi Muhammad dengan pasukan 1000 orang

meninggalkan kota Madinah. namun  baru saja melewati

batas kota, Abdullah bin Ubay seorang munafiq dengan

300 orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah.

Meski pun dengan 700 pasukan, Nabi tetap melanjutkan

perjalanan.

Di Bukit Uhud kedua pasukan itu bertemu. Nabi

memilih 50 orang pemanah ahli di bawah pimpinan Abdullah

bin Jabir untuk menjaga garis belakang pertahanan. Mereka

diperintahkan Nabi agar tidak meninggalkan tempat ini ,

apapun yang terjadi, menang atau kalah.

Perang dasyat pun berkobar. Pertama-tama prajurit

Islam dapat memukul mundur tentara musuh yang lebih

besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin Khalid bin Walid

gagal menembus benteng pasukan pemanah Islam.

Sayangnya kemenangan yang sudah diambang pintu itu tiba-

tiba gagal sebab godaan harta gonimah. Prajurit Islam mulai

memungut harta rampasan perang tanpa menhiraukan

gerakan musuh. Termasuk di dalamnya anggota pasukan

pemanah yang diperingatkan Nabi agar tidak meninggalkan

pos-nya apapun yang terjadi.

Kelengahan kaum muslimin ini dimanfaatkan oleh

Khalid bin Walid untuk melumpuhkan pasukan pemanah

Islam, dan pasukan musuh yang tadinya sudah kalah berbalik

menyerang pasukan Islam. Akibatnya satu per satu pahlawan

Islam gugur, bahkan Nabi sendiri terluka dan terperosok jatuh

ke dalam sebuah lubang, dengan bercucuran darah. Melihat

kejadian itu, seorang Quraisy meneriakkan bahwa Nabi telah

tewas. Karena yakin bahwa Nabi telah terbunuh, kaum Quraisy

menghentikan perang.

Di pihak Islam lebih dari 70 orang gugur, termasuk

paman Nabi Hamzah yang dadanya dibelah dan hatinya

dimakan istri Abu Sofyan, Hindun sebab dendam melihat

Hamzah yang membunuh saudaranya dalam perang tanding

badar sebelumnya.

Penghianatan Abdullah bin Ubay dan pasukan Yahudi

yang membelot diganjar dengan tindakan tegas. Mereka itu

terdiri dari Yahudi Bani Nadir, salah satu suku Madinah,

mereka diusir ke luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi

ke Khaibar. Sedangkan Yahudi lainnya, yaitu bani Quraizah

masih tetap di Madinah.

10.3. Perang Ahzab/Khandaq

   Perang Ahzab, terjadi pada bulan Syawal 5 H (627

M). di pihak musuh membentuk pasukan gabungan yang

terdiri dari orang-orang Quraisy, suku Yahudi yang

mengungsi ke Khaibar, dan beberapa suku Arab lainnya.

Mereka berjumlah 10.000 tentara di bawah pimpinan Abu

Sofyan.

Menghadapi pasukan sebanyak itu, Nabi memutuskan

bertahan, sesudah  mendengar usul Salman Al-Farisi, agar umat

Islam bertahan dengan menggali parit (Khandaq), terutama

di bagian utara kota. Sisi lain dikelilingi bukit yang dapat

dijadikan sebagai benteng pertahanan. Itulah sebabnya perang

ini selain disebut perang Ahzab (pasukan sekutu) juga perang

Khandaq (parit).

Di pihak Islam ada  3000 orang prajurit. Taktik

Nabi itu membawa hasil. Pasukan musuh tidak dapat

menyeberangi parit. Namun mereka mengepung Madinah

dengan mendirikan kemah-kemah di luar parit, hampir

sebulan lamanya. Dalam masa-masa kritis itu, orang-orang

Yahudi Bani Quraizah di bawah pimpinan Ka’ab bin Asad

berkhianat. Karena mereka yang ditugasi Nabi

mempertahankan garis belakang bergabung dengan Yahudi

Bani Nadir akan memukul umat Islam.

Hal itu membuat umat Islam semakin terjepit. Apalagi

mereka mengalami kesulitan yang amat dahsyat, menderita

kelaparan, sehingga terpaksa mengikatkan batu ke perut

mereka. Namun dalam kesulitan yang sempat

menggoncangkan jiwa mereka itu, pertolongan Allah tiba.

Angin dan badai yang amat kencang turun merusak

dan menerbangkan kemah-kemah mereka, dan menebarkan

debu yang membuat mereka susah melihat. Mereka terpaksa

kembali ke negeri masing-masing tanpa hasil apapun.

Sementara itu, penghianat-penghianat Yahudi Bani Quraizah

dijatuhi hukuman mati, sebanyak 700 orang.

10.4. Perjanjian Hudaibiyah

Perjanjian Hudaibiyah, pada tahun 6 H, saat  ibadah

haji sudah disyariatkan. Nabi memimpin 1000 kaum muslimin

berangkat ke Makkah, bukan untuk berperang melainkan

untuk melakukan ibadah umrah. Karena itu mereka memakai

pakaian ihram tanpa membawa senjata. Sebelum tiba di

Makkah, mereka berkemah di Hudaibiyah, beberapa

kilometer dari Makkah.

Penduduk Makkah tidak mengizinkan mereka masuk

kota apapun alasannya. Mereka mengutus Suhail bin Amr

menemui Nabi dan meminta agar umrah ditunda tahun

depan. Permintaan itu diterima Nabi.

Akhirnya diadakanlah  perjanjian yang lebih dikenal

dengan nama “Perjanjian Hudaibiyah”, yang isinya antara

lain:

(1) Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka’bah tahun

ini, namun ditunda sampai tahun depan.

(2) Orang kafir Makkah yang ingin masuk Islam tanpa izin

walinya harus ditolak umat Islam.

(3) Orang Islam yang ingin kembali ke Makkah (murtad)

tidak boleh ditolak orang Quraisy.

(4) Gencatan senjata antara kedua belah pihak selama 10

tahun.

10.5. Masa Genjatan Senjata.

Setahun kemudian  ibadah haji ditunaikan sesuai

dengan rencana. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam

sesudah  melihat kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh

warga  Islam Madinah. Di antaranya Khalid bin Walid

dan Amr bin Ash.

Masa gencatan senjata telah memberi kesempatan

kepada Nabi; pertama, mengirim utusan dan surat kepada

kepala-kepala negara dan pemerintahan ke berbagai negeri

lain yang ada saat itu untuk mengajak mereka memeluk

Islam.

Di antara raja-raja yang dikirimi utusan dan surat oleh

Nabi itu yaitu  raja Ghassan, Mesir, Abesinia, Persia, dan

Romawi. Namun tidak seorang pun di antara mereka yang

masuk Islam. Tapi ada yang menolak secara kasar, seperti

yang diperlihatkan oleh raja Ghassan yang membunuh utusan

Nabi, Harits bin Umair. Ada pula yang menolak secara halus,

seperti yang diperlihatkan Raja Mesir Maqaqis, dia

mengirimkan dua hamba sahaya dan sejumlah hadiah untuk

diberikan kepada Rasulullah.60

Untuk membalas perlakuan kasar Raja Ghassan itu,

Nabi mengirim pasukan perang sebanyak 3000 orang, pada

tahun 8 H. Maka terjadilah perang Mu’tah. Dalam peperangan

itu pasukan Islam itu mengalami kesulitan menghadapi

tentara Ghassan yang mendapat bantuan dari Romawi,

sehingga berjumlah 200.000 orang.

Akibatnya, tiga pimpinan pasukan Islam gugur dalam

perang ini , masing-masing Zaid bin Haritsah, Abdullah

bin Rawahah dan Ja’far bin Abi Thalib. Melihat kenyataan

yang tidak seimbang itu, Khalid bin Walid mengambil alih

komando dan memerintahkan pasukan kembali ke

Madinah.

Kedua. Masa gencatan senjata juga memberi

kesempatan kepada Nabi untuk mengadakan perhitungan

dengan orang-orang Yahudi yang sudah tiga kali melakukan

penghianatan. Oleh sebab itu pada tahun 7 H, kota Khaibar

60 Satu di antara hamba sahaya itu bernama Maria al-Qibtiyah diangkat

Nabi sebagai istrinya kelak.

sebagai kota pertahanan Yahudi dikepung. Akhirnya seluruh

Yahudi yang ada di Jazirah Arab mengadakan perjanjian

dengan Nabi. Isinya, mereka harus menyetor separoh dari

hasil tanaman dan buah-buahan mereka kepada kaum

muslimin sebagai jaminan agar mereka tidak berkhianat

lagi.

Ketiga, Masa gencatan senjata juga memberikan

kesempatan kepada orang-orang Arab memikirkan hakikat

Islam. Sehingga dalam dua tahun perjanjian Hudaibiyah,

dakwah Islam sudah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan

mendapat tanggapan yang positif.

Hampir seluruh Jazirah Arab, termasuk suku-suku

yang paling selatan menggabungkan diri dalam Islam. Hal

ini membuat orang-orang Makkah merasa terpojok. Perjanjian

Hudaibiyah ternyata menjadi senjata bagi umat Islam untuk

memperkuat dirinya.

10.6. Penaklukan Kota Makkah

Dua tahun sesudah  terjadi Perjanjian Hudaibiyah,

ternyata dilanggar oleh kaum Quraisy. Pada tahun 8 Hijrah

mereka membantu sekutunya Bani Bakr yang berperang

dengan Bani Khuza’ah sekutu umat Islam. Nabi menegur Abu

Sofyan tentang bantuan yang mereka berikan kepada Bani

Bakr. Dijawab Abu Sofyan bahwa perjanjian Hudaibiyah telah

mereka batalkan.

Oleh sebab  mereka telah membatalkan perjanjian

Hudaibiyah secara sepihak. Maka Nabi bersama 10.000

pasukan bertolak ke Makkah untuk melawan mereka.

Menjelang sampai di Makkah pasukan Islam berkemah di

pinggiran kota Makkah. Abu Sofyan, pemimpin Quraisy dan

anaknya Muawiyah dan juga paman Nabi, Abbas menemui

Nabi untuk menyatakan diri masuk Islam.

Dengan demikian pemimpin-pemimpin Quraisy

sudah semuanya masuk Islam menjelang penaklukan Kota

Makkah, maka pasukan Islam memasuki kota Makkah tanpa

perlawanan sama sekali. Berhala-berhala yang selama ini ada

di Ka’bah berjumlah 360 mereka hancurkan.

Setelah itu, Nabi berkhutbah menjanjikan ampunan

Tuhan terhadap kafir Quraisy. Kemudian mereka datang

bebondong-bondong memeluk agama Islam. Dengan

takluknya kota Makkah, maka patahlah sudah perlawanan

orang Quraisy terhadap orang Islam sebagaimana firman

Allah dalam surat al-Nashr.

11. Permusuhan Yahudi dengan Nabi

Seperti telah disebutkan bahwa   pada mulanya

orang Yahudi  termasuk di antara orang yang menanti-

nantikan kedatangan Nabi Muhammad s.a.w., namun karena

Nabi berasal dari bangsa Arab, mereka menolaknya.

Sewaktu Rasulullah mengadakan konstitusi

Madinah mereka termasuk yang ikut serta menandatangani

perjanjian ini , namun tidak dengan hati yang jujur dan

melanggarnya. Kedengkian mereka semakin bertambah

kepada umat Islam sesudah  mereka menyaksikan pesatnya

perkembangan Islam di Madinah.

Mereka memusuhi Islam dengan bertahap. Mula-mula

bergabung dengan orang Quraisy, dengan tipu muslihat agar

orang Arab sendiri yang menghancurkan orang Arab dengan

pedang mereka. Kemudian mereka dengan terang-terangan

memusuhi Islam. Fase-fase pergolakan antara orang Yahudi

dan Islam dapat dilihat sebagai berikut;

11.1. Bani Nadhir

Di antara isi “Perjanjian Madinah” yaitu  kewajiban

penduduk Madinah saling bantu membantu bidang moril dan

materiil, termasuk orang Yahudi, sewaktu diperlukan. Maka

sebab kaum Muslimin Makkah menderita kemiskinan sebab

harta mereka di tinggal di Makkah sewaktu hijrah, sementara

ada kaum Muslimin dengan tidak sengaja membunuh dua

orang laki-laki yang memicu mereka harus membayar

diyat, maka Nabi pergi ke perkampungan orang Yahudi Bani

Nadhir meminta mereka ikut membayar diyat, sesuai

perjanjian.

Bersama Nabi ikut Abu Bakar, Umar dan Ali bin Abi

Thalib. Mereka siap membantu Rasulullah, namun pada saat

ada yang mempersiapkan uang yang akan diberikan kepada

Nabi, ada pula di antara mereka yang hendak berusaha

membunuh Rasulullah. Rencana ini  diwahyukan Allah

kepada Rasulullah, agar menyingkir dari situ secara diam-

diam. Nabi lalu menyingkir.

Dari peristiwa ini , membulatkan tekad Nabi dan

kaum Msulimin mengusir Bani Nahdir dari kota Madinah,

kalau tidak, mereka tidak akan aman dalam negeri mereka

sendiri. Kamu Muslimin secepatnya bertindak mengepung

perkampungan Yahudi Bani Nadhir selama enam hari enam

malam lamanya.

Allah menimbulkan rasa takut di hati musuh itu,

mereka cepat-cepat minta izin kepada Rasulullah supaya

diizinkan meninggalkan kota Madinah. Nabi mengizinkan

dengan syarat hanya membawa sekedar yang dapat dibawa

oleh seekor unta dan tidak boleh membawa baju besi. Di

antara mereka ada yang menetap di Khaibar, ada pula yang

menetap di Syam.

11.2. Bani Quraizhah

Bani Quraizhah berkhianat di saat yang sangat

genting, sebab kaum Muslimin tercepit di antara musuh-

musuhnya, yaitu musuh yang datang dari muka belakang dari

luar dan dalam di saat adanya perang Ahzab.

Pada saat itu, kaum Muslimin menderita kelaparan

yang sangat hebat, sehingga mereka mengikat batu ke perut

mereka. Mereka dikepung musuh dari segenap penjuru. Saat

itu Yahudi Bani Nadhir mengajak Yahudi Bani Quraizhah

bergabung dengan orang Quraish dalam perang Ahzab

menghancurkan Islam. Ka’ab pemimpin Bani Quraizhah

menerima ajakan itu. Mereka bertekad menghancurkan

Islam.

Nabi mengutus Sa’ad bin Mu’az ketua suku Aus dan

Sa’ad bin Ubadah ketua suku Khazraj untuk

memperingatkan Ka’ab akan bahaya pengkhianatan itu.

Akan namun peringatan itu diterima Ka’ab dengan sangat

kasar dan angkuh.64

Akhirnya, perang Ahzab selesai. Musuh- musuh yang

menyerang Madinah kembali ke negeri masing-masing

dengan tangan hampa. Kaum Muslimin bergerak cepat

mengepung tempat-tempat Bani Quraizhah. Kepungan itu

menyusahkan Yahudi Bani Quraizhah, akhirnya mereka

menyesali perbuatan mereka. namun  sesal kemudian tak

berguna.

Siang malam selama dua puluh lima hari, mereka

dikepung kaum Muslimin, akhirnya mereka menyerah dan

menyerahkan nasib mereka kepada Sa’ad bin Mu’az. Sesuai

dengan “Perjanjian Madinah” mereka harus dihukum.

Dengan beberapa pertimbangan, antara lain, kalau

mereka diampuni dan diusir dari Madinah pasti mereka

berkhianat lagi seperti Bani Nadhir, maka Sa’ad menjatuhkan

hukuman; “kepada pengkhianat-pengkhianat itu, kaum laki-

lakinya dibunuh, dan wanita serta anak-anaknya ditawan”.

Peristiwa itu terjadi tahun 5 H.

11.3. Perang Khaibar

Seperti yang telah diterangkan bahwa kaum Yahudi

sangat memusuhi dan mengkhianati kaum Muslimin,

meskipun kaum Muslimin sudah berbuat baik kepada

mereka. Karena itu, Rasulullah berpendapat bahwa mereka

tidak dapat dipercayai lagi. Tidak mustahil mereka akan

mengadakan kompolotan lagi sesudah  gagal dalam perang

Ahzhab.

Maka Nabi berketetapan bahwa bahaya seperti ini

harus dilenyapkan. Karena itu, Nabi mulai bersiap-siap akan

menyerang orang-orang Yahudi penduduk Wadil Qura,

Fadak, Taima’ dan Khaibar. Kota pertahanan orang Yahudi

yang paling kuat yaitu  Khaibar. Dari dahulu orang Yahudi

sudah bertempat tinggal disitu, ditambah pengungsi Bani

Nadhir yang menaruh dendam kepada kaum Muslimin.

Pada tahun ke-7 H, di saat Nabi sedang mengadakan

perjanjian dengan orang Quraisy, kaum Muslimin menyerang

kota Khaibar. Setelah lama mereka kepung, akhirnya

penduduk Khaibar menyerah kepada kaum Muslimin. Maka

Rasulullah membuat perjanjian dengan mereka, berikut

dengan orang Yahudi penduduk Fadak dan Taima’, demikian

juga dengan penduduk Wadil Qura. Dengan demikian

fatahlah kekuatan orang Yahudi di masa Nabi.

12. Permusuhan Orang Arab Lainnya dengan Nabi

Sekalipun Makkah sudah dapat dikalahkan masih ada

lagi dua suku Arab yang masih menentang Nabi, yaitu Bani

Tsaqif di Thaif dan Bani Hawazin di antara Thaif dan Makkah.

Kedua suku ini bergabung membentuk pasukan untuk

memerangi Islam. Mereka menuntut bela atas berhala-berhala

mereka yang dihancurkan Nabi dan umat Islam di Ka’bah.

Nabi mengerahkan 24.000 pasukan menuju Hunain

untuk menghadapi mereka. Pasukan ini dipimpin langsung

oleh Nabi, sehingga umat Islam memenangkan pertempuran

dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dengan ditaklukkannya

Bani Tsaqif dan Bani Hawazin pada tahun 8 H, seluruh Jazirah

Arab telah berada di bawah kekuasaan Rasulullah.

Pada tahun 9 H, Nabi ingin membalas kekalahan Islam

dalam perang Mu’tah dengan mengerahkan pasukan besar

sebanyak 70.000 orang. Melihat besarnya pasukan Islam yang

dipimpin Nabi, tentara Romawi terpaksa menarik mundur

pasukannya. Nabi tidak ingin menyerang pasukan yang

mundur itu.

Nabi tinggal sebentar di Tabuk dan mengadakan

perjanjian dengan penduduk yang ada di perbatasan Jazirah

Arab itu. Dengan demikian, daerah perbatasan itu dapat

dirangkul ke dalam barisan Islam. Perang Tabuk merupakan

perang terakhir yang diikuti Rasulullah Saw.

13. Tahun Perutusan/Tahun Delegasi

Pada tahun 9 dan 10 H (630 – 632 M) disebut tahun

delegasi sebab berbagai suku dari pelosok-pelosok Arab

mengutus delegasinya kepada Nabi menyatakan diri tunduk

di bawah kekuasaan Islam. Masuknya orang Makkah ke

dalam agama Islam rupanya memiliki pengaruh yang amat

besar pada penduduk padang pasir yang liar itu. persatuan

bangsa Arab telah terwujud. Peperangan antara suku

sebelumnya, telah berubah menjadi persaudaraan beragama.

14. Haji Wada’

Pada tahun 10 H Nabi menunaikan ibadah Haji yang

dikenal dengan Haji Wada’. Didepan kurang lebih 100.000

orang kaum muslimin Nabi berkhutbah yang isinya antara

lain:

Pertama,  jangan menumpahkan darah kecuali dengan hak.

Kedua, jangan mengambil harta orang lain dengan bathil.

Ketiga, jangan riba dan menganiaya.

Keempat, jangan balas dendam dengan tebusan dosa.

Kelima, memperlalukuan para istri dengan baik dan

lemah lembut.

Keenam, perintah menjauhi dosa.

Ketujuh, perintah saling memaafkan atas semua

pertengkaran antara mereka di zaman jahiliyah,

Kedelapan, tegakkan persaudaraan dan persamaan

antara manusia.

Kesembilan, perintah memperlakukan hamba sahaya

dengan baik.

 Kesepuluh,  perintah harus berpegang teguh kepada

dua sumber yang ditinggalkan Nabi, yaitu al-Qur’an dan

Sunnah.

15. Nabi Wafat

Tiga bulan sesudah  Nabi kembali ke Madinah, beliau

menderita sakit. Abu Bakar disuruh Nabi mengimami kaum

muslimin dalam sholat sebanyak tiga kali, bila beliau tidak

sanggup melakukannya. Sakit Nabi itu berlangsung selama

14 hari. Akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada

hari Senin, 12 Rabiul Awwal 11 H, dalam usia 63 tahun di

rumah istrinya ‘Aisyah.

Kaum muslimin yang diberitahukan atas wafatnya

Nabi itu dicekam kebingungan, namun Abu Bakar tampil

membacakan ayat al-Qur’an Surat Ali ‘Imran ayat 144, dan

berpidato: “wahai manusia, barang siapa memuja Nabi

Muhammad, maka Nabi Muhammad telah wafat. namun 

barang siapa memuja Allah Swt. maka Allah Swt. hidup

selama-lamanya.

Dari perjalanan sejarah Rasulullah di atas, dapat

disimpulkan bahwa Nabi Muhammad s.a.w. di Makkah hanya

sebagai seorang Rasul. Sedang di Madinah selain sebagai

Rasul pemimpin agama, Nabi juga seorang Kepala Negara,

komandan perang, pemimpin politik dan adminstrator yang

cakap, sehingga dalam waktu 10 tahun beliau berhasil

mewujudkan penduduk sahara itu ke dalam kekuasaannya.

Wa Allah A’lam



KHULAFA’ RASYIDUN

Sepeninggal Rasulullah, muncul beda pendapat di

antara orang Anshar dan orang Muhajirin tentang siapa

sebenarnya yang berhak menjadi khalifah pengganti Nabi,

sebab Nabi tidak meninggalkan wasiat tentang penunjukan

seseorang menjadi khalifah sepeninggalnya.

Lain halnya dengan Ahl al-Bait yang berpendapat

bahwa Nabi telah menunjuk Ali sebagai khalifah pengganti

Rasul berdasarkan wasiat Nabi. Hal itu, dibantah pihak orang

Anshar dan orang Muhajirin. Kalau Nabi pernah berwasiat

menunjuk Ali sebagai khalifah pengganti beliau, tidak

mungkin orang Anshar dan Muhajirin bermusyawarah

mencari khalifah pengganti Nabi.

Abu Bakar yang ditunjuk menjadi khalifah pengganti

Nabi berdasarkan musyawarah yang diadakan di Tsaqifah

bani Sa’idah antara orang Anshar dengan orang Muhajirin

mendapat bai’at dari mayoritas umat Islam, namun tidak dari

Ali bin Abi Thalib kecuali enam bulan kemudian.

Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah dapat

menyelamatkan umat Islam dari krisis yang sangat genting

sebab munculnya orang murtad, Nabi palsu dan yang enggan

membayar zakat, Abu Bakar bertindak tepat memerangi

mereka sampai kembali kepada kebenaran. Itu sebabnya Abu

Bakar dikenal sebagai khalifah penyelamat Negara Islam.

Umar bin Khathab yang dipilih sebagai khalifah

pengganti Abu Bakar melakukan pembenahan administrasi

Negara, membentuk lembaga kehakiman, Baitul Mal, lembaga

kepolisian, lembaga pertahanan Negara dan memperluas

wilayah Islam ke fron timur dan barat. Sehingga dia dikenal

sebagai khalifah yang sukses mebenahi administrasi

pemerintahan Islam.

Utsman bin Affan yang dipilih sebagai khalifah

pengganti Umar, mengganti para pejabat yang diangkat Umar,

kecuali Muawiyah di Syria, membubarkan dewan Baitul Mal,

memperjual belikan tanah Negara memicu  munculnya

kerusuhan-kerusuhan. Akibatnya, warga berjalan kaki dari

Mesir, Kufah dan Bahsah menuju ibu kota Negara Madinah

menunutut Utsman meletakkan jabatan, kalau tidak mampu

memperbaiki keadaan. Akhirnya para pemberontak terlancur

membunuh khalifah Utsman.

Ali bin Abi Thalib yang ditunjuk para pemberontak

sebagai khalifah, tidak mendapat bai’at dari tokoh-tokoh

sahabat, seperti Thalhah, Zubeir dan Muawiyah, termasuk

Aisyah. Mereka menuntut bela atas kematian Utsman yang tidak

dapat dipenuhi khalifah Ali. Akibatnya terjadi perang Jamal dan

perang Shiffin yang memakan banyak korban umat Islam.

1. Abu Bakar Siddiq (11-13 H / 632 – 634 M)

1.1. Riwayat Singkat Abu Bakar

Nama lengkapnya yaitu  Abdullah bin Utsman bin

‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’id bin Taim bin Murrah al-

Tamimi, yang lebih dikenal dengan Abd al-Ka’bah di masa

Jahiliyah. Dia dilahirkan di Makkah dua tahun beberapa bulan

sesudah  tahun gajah, berarti beliau lebih muda dua tahun dari

Rasulullah s.a.w. Dia terkenal sebagai seorang yang berprilaku

terpuji, tidak pernah minum khamar dan selalu menjaga

kehormatan diri.

Abu Bakar pada masa mudanya yaitu  seorang

saudagar kaya, dia yang pertama kali masuk Islam dari

kalangan lelaki dewasa dan sesudah  menjadi seorang muslim

dia lebih memusatkan diri dalam kegiatan dakwah Islamiyah

bersama Rasulullah. Banyak orang Arab masuk Islam melalui

Abu Bakar, di antaranya Utsman bin Affan, Zubeir bin

Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan

Thalhah bin Ubaidillah.

1.2. Diangkat Menjadi Khalifah

Masalah yang pertama timbul dalam Islam sesudah

Nabi wafat yaitu  politik, yaitu mengenai pengganti Nabi

sebagai kepala negara dalam kapasitasnya sebagai kepala

negara di Madinah, sedang kedudukannya sebagai Rasul

tidak dapat digantikan oleh siapapun. Sementara Nabi tidak

meninggalkan wasiat tentang penunjukan seseorang yang

akan menggantikannya sebagai kepala negara

sepeninggalnya.

Karena itu, tidak lama sesudah  beliau wafat, belum lagi

jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Anshar dan

Muhajirin berkumpul di balai Tsaqifah Bani Sa’idah Madinah.

Mereka bermusyawarah untuk memilih siapa yang ditunjuk

menjadi kepala negara. Dalam musyawarah itu terjadi

perdebatan yang sangat alot sebab masing-masing kelompok

di antara dua kelompok ini  menganggap bahwa

kelompoknya yang paling pantas menggantikan Nabi sebagai

khalifah.

Orang-orang Muhajirin mengatakan bahwa mereka

yang paling berhak menjadi khalifah sebab mereka lah yang

mula-mula masuk Islam dan Nabi berasal dari kalangan

mereka. Sementara orang-orang Anshar menyebutkan mereka

pula yang paling berhak sebab mereka lah yang telah

membantu dan melindungi Nabi dari serangan kaum Quraisy

pada waktu hijrah ke Madinah.

Abu Bakar mengusulkan agar pemimpin baru itu

dijabat oleh orang Muhajirin dan wakilnya dari kaum Anshar,

namun orang Anshar menolak usul itu. mereka mengusulkan

agar diangkat dua orang pemimpin dari dua kelompok itu.

Abu Bakar tidak menerima usul itu dengan alasan bisa

membawa perpecahan. Kemudian Abu Bakar mengingatkan

kaum Anshar terhadap hadits Nabi yang mengatakan

“Pemimpin itu dari orang Quraisy”.

Oleh sebab itu beliau mengusulkan agar Umar bin

Khaththab diangkat menjadi khalifah, usul itu tidak diterima

Umar dan mengatakan jika Abu Bakar masih ada beliaulah

yang paling pantas menjadi khalifah. Akhirnya Abu Bakar

terpilih sebagai pemimpin atas usul Umar bin Khaththab,

saat  itu usia Abu Bakar 61 tahun.

Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat

penghargaan yang tinggi dari umat Islam. sehingga masing-

masing pihak menerima dan membai’atnya sebagai pemimpin

umat Islam pengganti Rasulullah yang dalam perkembangan

selanjutnya disebut “Khalifah” saja.

Perlu dicatat bahwa Ali bin Abi Thalib tidak hadir

dalam pertemuan itu sebab sibuk mengurusi pemakaman

Nabi Muhammad s.a.w., dan ia tidak segera memberikan

bai’atnya kepada Abu Bakar kecuali 6 bulan kemudian,

sesudah  istrinya Fatimah, puteri Nabi meninggal dunia.

namun  bagaimana pun juga Abu Bakar yaitu  orang

yang paling tepat menggantikan Nabi. Mengingat prestasinya

dalam tiga hal yang tidak dimiliki oleh sahabat lainnya.

Pertama, sebagai orang yang pertama masuk Islam dari

kalangan dewasa. Kedua, menemani Nabi sewaktu hijrah ke

Yatsrib. Ketiga,  satu-satunya orang yang ditunjuk oleh Nabi

menjadi imam shalat saat  beliau sakit.

1.3. Perang Riddah

Ada tiga golongan pembangkang yang muncul

sepeninggal Rasulullah, yaitu orang-orang murtad, orang-

orang yang enggan membayar zakat dan Nabi-nabi palsu.

Orang-orang murtad muncul di Bahrain, sedangkan orang

yang tidak mau membayar zakat kebanyakan ada  di

Yaman, Yamamah dan Oman. Adapun Nabi-nabi palsu

muncul di Yaman (al-Aswad), Yamamah (Musailamah), Arabia

selatan (Thulaihah), Arabia tengah (Sajah). Yang terakhir ini

paling banyak pengikutnya, apalagi dia menikah dengan

Musailamah.

Di lihat dari letak geografisnya, hanya Hijaz yang

tidak ketularan wabah kaum peneyeleweng itu. munculnya

kaum penyeleweng ini dipicu  sebab mereka belum

memahami Islam secara benar, selain itu ada ambisi pribadi.

Hal ini dapat dimengerti sebab banyak di antara mereka

yang baru masuk Islam satu atau dua tahun sebelum Nabi

Muhammad s.a.w. wafat. Hal itu tidak terjadi pada

penduduk Hijaz.

Untuk menghadapi kaum penyeleweng itu, Abu Bakar

bermusyawarah dengan para sahabat terkemuka. Diputuskan

bahwa semua kaum penyeleweng itu harus diperangi sampai

mereka kembali kepada kebenaran. Kemudian Abu Bakar

membentuk 11 pasukan, antara lain dipimpin oleh Khalid

bin Walid, Amr bin Al-Ash, Ikrimah bin Abi Jalal dan Surahbil

bin Hasanah. Kepada mereka dinasehatkan agar hanya

menyerang orang-orang yang menolak diajak ke jalan yang

benar. Perang ini disebut dengan “Perang Riddah” (perang

melawan kemurtadan).

Khalid bin Walid yang memimpin perang melawan

Musailamah yang berhasil mengumpulkan 40.000 orang

berlangsung sengit. Dalam perang itu ribuan orang meninggal,

termasuk Musailamah. Pasukan lain berhasil juga mencapai

sasarannya sehingga 6 bulan kemudian para penyeleweng

yang masih hidup kembali kepada kebenaran, termasuk Nabi

palsu Sajah, kecuali Thulaihah masuk Islam di masa khalifah

Umar.

Tekad Abu Bakar memerangi kaum penyeleweng telah

menyelamatkan Negara Islam yang masih muda itu. meslipun

untuk itu harus dibayar mahal dengan gugurnya 70 orang

penghafal Al-Qur’an. Bagaimana pun juga, Abu Bakar telah

bertindak tepat dalam mengatasi krisis itu dan untuk itu ia

pantas disebut sebagai “juru selamat Islam”. 69

Orang-orang Romawi yang tadinya berharap agar

Islam hancur sebab umatnya berperang dengan sesamanya,

menjadi kecewa sesudah  Abu Bakar berhasil mengatasi situasi.

Kini mereka membujuk suku-suku Badawi di perbatasan utara

Jazirah Arab agar membantunya melawan Islam.

Untuk menjawab tantangan itu, Abu Bakar

mengirimkan 4 pasukan yang terdiri dari 24.000 orang. Abu

Ubaidah bin Jarrah memimpin pasukan menuju Hims

sekaligus memegang komandan umum. Surahbil bin

Hasanah menuju Wadi Yordania, Yazid bin Abi Sofyan

menuju Damaskus dan Amr bin Al-‘Ash menuju Palestina.

Bersamaan dengan pengiriman pasukan ke utara Abu

Bakar juga mengirim Mutsanna bin Hasanah memimpin

pasukan ke timur. Setelah Khalid bin Walid berhasil

menumpas pemberontakan dalam negeri, dia dikirim oleh

khalifah Abu Bakar memperkuat pasukan Mutsanna sehingga

menjadi 10.000 pejuang dan sekaligus mengangkatnya sebagai

panglima baru.

Sementara itu, pasukan yang dikirim ke utara

menemui kesulitan dalam menghadapi tentara Bizantium.

Khalid diperintahkan pula untuk memperkuat pasukan

mereka. Setelah menyerahkan pimpinan kembali ke

Mutsanna, Khalid secara dramastis mengarungi gurun

padang pasir selama 18 hari dengan 800 tentara sampai di

Syam dan memegang komando dari 4 pasukan yang sudah

ada di situ dan kini mereka berjumlah 30.000 orang.

Pertempuran pertama terjadi di Ajanadin, 30 Juli 634 M,

dan dimenangkan pihak Islam.

1.4. Abu Bakar Wafat

Pada saat pasukan Islam sedang berada di luar kota

Abu Bakar sakit selama satu minggu. Pada saat sakit itu, dia

bermusyawarah dengan para sahabat terkemuka, yang

berhasil menetapkan penggantinya Umar bin Khaththab

sebagai khalifah kedua. Abu Bakar meninggal dunia dalam

usia 63 tahun beberapa bulan, sesudah  memerintah selama dua

tahun beberapa bulan.

2. Umar bin Khaththab (13 – 23 H / 634 – 644 M)

2.1. Riwayat Singkat Umar bin Khaththab

Nama lengkapnya yaitu  Umar bin Khaththab bin

Nafil bin Abd al-Uzza bin Rabah bin Ka’ab bin Luay al-

Quraisy. Silsilah Umar bertemu dengan Rasulullah pada

kakek ketujuh, sedangkan dari pihak ibunya pada kakek

keenam.

Umar dilahirkan di Makkah empat tahun sebelum

perang Fijar, namun menurut Ibn Atsir dia dilahirkan tiga belas

tahun sesudah kelahiran Rasulullah s.a.w. Hal ini berarti beliau

lebih muda tiga belas tahun dari Nabi Muhammad s.a.w. Dia

fasih berbicara, tegas dalam menyatakan pendapat dan

membela yang hak.

Semasa kecil dia mengembala kambing ayahnya dan

berdagang ke negeri Syam. Jika terjadi perang antara suku,

dia selalu diutus sebagai penengah. Umar masuk Islam pada

tahun kelima dari kerasulah Nabi Muhammad s.a.w. Setelah

masuk Islam dia menolak menyembunyikan ke-Islamannya.

Dalam sebuah hadits Rasulullah pernah berdo’a:

Ya Allah muliakanlah Islam dengan salah seorang dua lelaki ini,

yaitu ‘Amr bin Hisyam dan Umar bin Khaththab.

Doa Nabi Muhammad s.a.w. dikabulkan Allah dengan

Islamnya Umar. Bersamaan dengan Islamnya Umar, masuk

Islam pula paman Nabi Hamzah ibn Abdul Muththalib.

Sebelum masuk Islam Umar dikenal paling gigih

menantang dakwah Nabi saat  disampaikan kepadanya adiknya

Fatimah beserta suaminya telah masuk Islam dia sangat marah

dan pergi ke tempat adiknya dengan emosi yang meluap-luap

dia menampar adiknya yang sedang belajar al-Qur’an dan

membaca pangkal surah Taha, namun dia kemudian terharu dengan

bacaan ayat al-Qur’an ini , karenanya dia menemui Nabi

untuk menyatakan diri masuk Islam.

Sewaktu hendak meninggalkan Makkah berhijrah ke

Madinah dia melewati Ka’bah sedangkan saat itu pembesar

Quraisy berada di pelataran Ka’bah. Dengan tenang dan

khusu’ dia melakukan thawaf tujuh putaran, kemudian

menuju maqam Ibrahim untuk melaksanakan shalat. Setelah

selesai dia berdiri menghampiri satu persatu pembesar orang

Quraisy itu dan berkata: “Sungguh buruk muka kalian, siapa

yang menginginkan ibunya menderita, isterinya menjadi

janda, anaknya menjadi anak yatim, hendaklah dia menemui

saya di lembah ini”. Tidak seorang pun yang berkutik di antara

mereka.

2.2. Diangkat Menjadi Khalifah

Ketika Abu Bakar sakit, dia memperhatikan

sahabatnya, siapa di antara mereka yang sesuai diangkat

menjadi khalifah, “yang tegas tidak kejam dan yang lembut

tidak lemah”. Dia mendapatkan kriteria pilihannya itu, di

antara dua sahabat, yaitu antara Umar bin Khaththab dan

Ali bin Abi Thalib. namun  kemudian pilihannya jatuh kepada

Umar.

Ketika pilihannya jatuh kepada Umar, dia pun

mengundang para sahabat untuk bermusyawarah perihal

pilihannya itu. Abdurahman bin Auf meminta pendapat Abu

Bakar agar mengemukakan alasan memilih Umar. Abu Bakar

berkata: “Dia yaitu  seorang yang berhati lembut”.

Abdurrahman berkata: “Demi Allah! Dia lebih utama dari apa

yang engkau kira”.

Kemudian Abu Bakar mengundang Utsman dan

berkata: Ceritakan kepadaku! Penilaianmu kepada Umar.

Utsman menjawab: Sungguh sepengetahuanku bahwa

hatinya lebih baik dari apa yang ditampakkan oleh

perilaku anggota badannya. Di tengah kita, dia tidak ada

duanya.

Kemudian Abu Bakar meminta pendapat Asid bin

Hudhair al-Anshari dan mengajak musyawarah Sa’id bin

Zaid dan yang lain dari kalangan Muhajirin dan Anshar

tentang penilaian mereka terhadap Umar, ternyata

semuanya menyanjungnya. Setelah Abu Bakar

bermusyawarah dengan mereka, lalu beliau pun memanggil

Utsman bin Affan untuk menuliskan bahwa Umar yaitu 

pengganti dirinya, menjadi khalifah nanti. Berikut ini

yaitu  teks pernyataannya:

“Bismillahirrahmanirrahim. Ini yaitu  pernyataan Abu Bakar, -

Khalifah penerus kepemimpinan Muhammad – Rasulullah s.a.w.,

saat dia mengakhiri kehidupannya di dunia dan saat dia memulai

kehidupannya di akhirat. Dalam keadaan dipercayai oleh orang

kafir dan ditakuti oleh orang durhaka, sesungguhnya aku

mengangkat Umar bin Kaththab, sebagai pemimpin kalian;

bahwasanya dia yaitu  orang baik dan adil. Hal ini sejauh

sepengetahuan dan penilaian diriku tentang dia. Bilamana

ternyata dikemudian hari dia seorang pendurhaka dan zhalim,

sungguh aku tidak pernah tahu akan hal yang bersifat ghaib.

Sungguh aku bermaksud baik dan segala sesuatu tergantung

atas apa yang dilakukan..” 

Dengan demikian, Penetapan Umar sebagai khalifah

ditulis pada suatu piagam pengangkatan. Pengangkatan

Umar ini bermaksud untuk mencegah kemungkinan

terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat

Islam di kemudian hari. Kebijakan Abu Bakar ini 

ternyata diterima warga  dan mereka secara beramai-

ramai membai’at Umar sebagai khalifah kedua dalam usia

53 tahun. Kemudian Umar memperkenalkan istilah “Amirul

Mukminin” (komandan orang-orang yang beriman) bukan

khalifah.

Yang pertama sekali dilakukan Umar sesudah  diangkat

menjadi khalifah yaitu  memecat Khalid bin Walid dari

jabatannya sebagai komandan 4 pasukan di utara dan

menyerahkannya kembali kepada komandan semula Abu

Ubaidah bin Jarrah.

Tentang pemecatan ini Umar menyatakan orang terlalu

mengagungkan Khalid dan ini bisa berbahaya, sementara ada

sejarawan mengatakan Abu Ubaidah lebih mampu

membenahi administrasi dibanding Khalid yang lebih mahir

berperang. Sedangkan Khalid menerimanya dengan rela dan

patuh.


2.3. Perluasan Wilayah

Bagian Utara

Abu Ubaidah melanjutkan peperangan yang

dimenangkan Khalid di Ajnadin, sasaran berikutnya yaitu 

Damaskus, ibu kota Syiria. Kota ini dikepung selama 6 bulan

dan akhirnya menyerah. Untuk membalas kekalahan Romawi

di Damaskus, Heraklius, Kaisar Bizantium menyiapkan pasukan

sebanyak 200.000 orang. Di pihak Islam hanya 25.000 orang.

Pertempuran sengit terjadi di dekat sungai Yarmuk.

Pasukan musuh mengikatkan diri satu sama lain dengan

rantai. Kendati demikian mereka kalah juga. Heraklius

melarikan diri ke Konstantinopel seraya berkata : “Selamat

tinggal Syiria ! Aku tiada akan kembali lagi”.

Kini tinggal satu kota penting lagi yang belum direbut,

yaitu Baitul Maqdis (Yerussalem). Panglima pasukan Bizantium

di kota itu bernama Urtubun melarikan diri ke Mesir.

Orang-orang Masehi/Kristen, penduduk Yerussalem

menyerah dengan syarat penyerahan harus diterima oleh

khalifah Umar sendiri. Amr bin Al-Ash menyampaikan hal

itu kepada khalifah. Beliau datang ke Baitul Maqdis dan

menulis surat perjanjian.

Selanjutnya Muawiyah ibn Abi Sofyan diangkat

Khalifah menjadi gubernur bagian utara Jazirah Arab ini ,

walaupun Abu Ubaidah ibn Jarrah yang ditunjuk menjadi

Panglima Perang ke wilayah utara itu.

Bagian Barat

Untuk menjaga stabilitas keamanan di Palestina, maka

Mesir yang terletak sebelah barat harus ditakhlukkan. Khalifah

Umar memerintahkan Amr bin Al-Ash untuk tugas itu, ia

bersama 4000 pejuang berangkat ke Mesir dan sampai di kota

paling timur Al-Farama pada bulan Januari 640 M.

Selanjutnya Amr menuju benteng Babilon yang amat

terkenal itu. Untuk merebut benteng ini , Amr meminta

bantuan prajurit kepada khalifah Umar. Khalifah mengirimi

bantuan sehingga pasukannya berjumlah 10.000 orang.

Benteng itu dikepung selama 6 bulan, meskipun

dipertahankan oleh 25.000 prajurit, akhirnya menyerah pada

bulan Juli 640 M.

Sasaran utama berikutnya yaitu  Alexander. Kota

terindah kedua saat itu sesudah  Konstantinopel, ibu kota

Bizantium. Kota itu diserang sesudah Amr memperoleh

tambahan bantuan sebanyak 10.000 orang prajurit baru dan

dipertahankan oleh 50.000 pejuang. Akhirnya menyerah pada

bulan September 642 M, sesudah  khalifah Umar mengingatkan

Amr betapa pentingnya menakhlukkan Iskandariah (Alexander).

Amr bin ‘Ash diangkat menjadi gubernur Mesir. Ia

membangun kota baru bernama Al-Fusthath yang terletak

tidak jauh dari benteng Babilon dan menjadi ibu kota propinsi

Mesir sampai didirikan Kairo pada tahun 969 M. dan sebuah

mesjid yang dibangunnya dengan memakai  namanya

yang masih berdiri sampai sekarang.

Bagian Timur

Di bagian timur guna memperkuat pasukan Mutsanna

bin Haritsah yang dulu dikirim Abu Bakar, kini Umar

mengirim Sa’ad bin Abi Waqqash dengan kekuatan 10.000

pejuang. Sa’ad melakukan pertempuran pertama di Qadisiah

dengan tentara Persia yang dipimpin panglimanya Rustam

pada bulan Mei 637. dengan kekuatan 30.000 orang.

Dalam perang itu Rustam terbunuh membuat

pasukannya kucar-kacir. Kaum muslimin mendapat harta

rampasan yang banyak. Sasaran Sa’ad selanjutnya yaitu  Al-

Madain, ibu kota kerajaan Persia dan  berhasil merebutnya

bulan Juni 637 M. Kisra Yaszdajird III, maharaja Persia terakhir,

melarikan diri dengan jatuhnya Al-Madain, kerajaan Persia

yang didirikan tahun 226 M itu mendekati kehancurannya.

Yazdajird berhasil mengumpulkan sisa-sisa terakhir

pasukannya sebanyak 100.000 orang. Pertempuran terakhir

terjadi di Nihawand pada tahun 641 M. kedua kalinya

Yazdajird menderita kekalahan, dan melarikan diri ; untuk

kemudian dibunuh orang pengikutnya di Khurasan 10 tahun

kemudian pada masa pemerintahan Utsman.76

Dengan matinya Yazdajird, tamatlah riwayat kerajaan

Sasan, sesudah berkuasa di Persia selama 4 abad. Dengan

demikian pada masa khalifah Umar wilayah kekuasaan Islam

sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, sebagian besar

wilayah Persia dan Mesir.

Khalifah Umar mengutus kurir menyampaikan surat

pengangkatan Salman al-Farisi menjadi gubernur Persia

(daerah kelahirannya)  yang berkedudukan di ibu kota

Madain, walaupun Sa’ad ibn Abi Waqqash yang terkenal

sebagai sang Penakluk Persia.

2.4. Mengatur Administrasi Negara.

Karena perluasan wilayah terjadi dengan cepat, Umar

segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh

administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia.

Pemerintahannya diatur menjadi 8 wilayah propinsi : Makkah,

Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.

Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan

administrasi negara, sebagai berikut;

1) Menertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.

2) Mendirikan Pengadilan Negara dalam rangka memisahkan

lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.

3) Kepala negara dalam rangka menjalankan tugas

eksekutifnya, ia dibantu oleh pejabat yang disebut al-Katib

(sekreteris negara). Di masa Umar dijabat oleh Zaid bin

Tsabit dan Abdullah bin Arqam.

4) Membentuk Jawatan Kepolisian untuk menjaga

keamanan dan ketertiban serta menangkap penjahat.

5) Membentuk  Jawatan Militer, terdaftar secara resmi di

negara, bertugas di daerah-daerah perbatasan seperti di

Kufah, Basrah dan Fusthah, dan diberi gaji secara teratur

setiap bulannya.

6) Umar juga mendirikan Baitul Mal, keuangan negara yang

dipungut dari pajak dan lain-lain disimpan di Baitul Mal

dan penggunaannya diatur oleh Dewan.

7) Menempa/mencetak mata uang sebagai alat tukar yang

resmi dari negara dan

8) Menciptakan kelender Islam atau tahun Hijrah.79

Demikian banyaknya penerimaan negara, sehingga di

luar biaya rutin negara, masih tersisa untuk memberi

tunjangan kepada warga negara, sehingga di masa Umar

warga mendapat tunjangan dari negara.

Dewan menetapkan tunjangan itu berdasarkan cepat

lambatnya seseorang masuk Islam dan kegiatannya dalam

perang. Tunjangan tertinggi diperoleh istri Nabi, Aisyah

sebanyak 12.000 Dirham, yang terendah yaitu  wanita dan

anak-anak antara 200-600 Dirham. Semuanya diberikan satu

kali untuk satu tahun.

Sungguh pun Umar menjadi kepala negara dari suatu

negara terbesar saat itu, namun ia tetap hidup sederhana. Ia

hanya memiliki sehelai kemeja dan sebuah mantel , serta tidur

di atas dedaunan korma. Ia dikenal adil dan bijaksana.

Sehingga para sejarawan sepakat menyebutnya “Khalifah

Yang Terbesar Sesudah Nabi”.

2.5. Perkembangan Peradaban Islam

1. Pembukuan Al-Qur’an

Penulisan ayat-ayat al-Qur’an sudah dimulai

semenjak masa Rasulullah. Setiap kali menerima wahyu,

Nabi selalu membacakan dan mengajarkannya kepada

para sahabat serta memerintahkan mereka menghafalnya.

Rasulullah juga memiliki sekretaris penulis wahyu, di

antara mereka yaitu  sahabat Abdullah bin Abbas, Zaid

bin Tsabit, Muawiyah bin Abi Sofyan, kepada mereka

diperintahkan Nabi menulis wahyu yang baru saja

diterimanya.

Mereka menulisnya di pelepah-pelepah kurma,

lempengan-lempengan batu, dan kepingan-kepingan

tulang. Rasulullah memberi nama surah, juga urutan-

urutannya dan tertib ayatnya sesuai dengan petunjuk Allah

swt. Tulisan ayat-ayat ini  disimpan di rumah

Rasulullah saw. Selain itu, masing-masing sahabat juga

menulis ayat-ayat al-Qur’an dan disimpan di rumah sendiri.

Pada masa Rasulullah tulisan-tulisan al-Qur’an belum

dikumpulkan satu mushaf namun masih berserakan.81

Di masa Abu Bakar menjadi khalifah, terjadi Perang

Riddah, dalam peperangan itu kurang lebih 70 orang

penghafal al-Qur’an gugur. Timbul kekhawatiran di

kalangan sahabat, terutama Umar bin Khathab hilangnya

al-Qur’an. Beliau menyarankan kepada Abu Bakar betapa

pentingnya menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang masih

berserakan ke dalam satu mushaf.

Abu Bakar pada mulanya kebaratan sebab tidak

dilakukan Rasul. namun  Umar dapat meyakinkan beliau,

bahwa hal itu semata-mata untuk melestarikan al-Qur’an,

akhirnya Abu Bakar menyetujuinya. Zaid bin Tsabit, sebagai

salah seorang sekretaris penulis wahyu, mendapat tugas

memimpin pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an ini .82

Dalam pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an, selain

Zaid berpegang pada tulisan yang terhimpun di rumah

Nabi juga didasarkan pada hafalan para sahabat dan

naskah-naskah yang ditulis para sahabat yang disimpan

di rumah sendiri. Zaid berhasil menulis ayat-ayat al-

Qur’an ini  dalam satu mushaf.

Setelah selesai, mushaf ini  diserahkan kepada

Abu Bakar dan dia simpan sampai wafatnya. Ketika Umar

menjadi khalifah, mushaf ini  berada dalam

pengawasannya. Sepeninggal Umar mushaf itu disimpan

di rumah Hafsah binti Umar, dan isteri Rasulullah.

Di masa pemerintahan Utsman bin Affan, muncul

perbedaan perbacaan ayat-ayat al-Qur’an di kalangan

umat Islam. Hal ini terjadi sebab Rasulullah memberi

kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab untuk membaca

al-Qur’an menurut dialek mereka masing-masing. Sampai

pada masa khalifah Utsman membaca al-Qur’an menurut

dialek masing-masing kabilah sudah sangat banyak variasi

(berbagai dialek).

Huzaifah bin Yaman yang pernah mendengar

bacaan al-Qur ’an dalam banyak bentuk dialek,

mengusulkan kepada khalifah Utsman agar membuat

mushaf standar yang kelak menjadi pegangan bagi

seluruh umat Islam di berbagai wilayah. Utsman

menerima usul ini  dan membentuk panitia (lajnah)

yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit. Al-Qur’an yang

disimpan Hafsah disalin dan diseragamkan dialeknya

menurut dialek Quraisy sebab diturunkan melalui

dialek Quraisy.84

Setelah selesai disalin dalam 6 buah, mushaf yang

dipinjam ini  dikembalikan lagi kepada Hafsah. Dari

6 buah salinan ini , satu diantaranya disimpan

khalifah Utsman, yang lain disuruh Khalifah agar di kirim

ke wilayah-wilayah Islam, yaitu Makkah, Madinah,

Basrah, Kufah dan Syam/Syria. Naskah lainnya

diperintahkan untuk dibakar sehingga keaslian al-

Qur’an dapat terjamin  dan terpelihara. Sedangkan

Mushaf yang sudah diseragamkan dialeknya itu disebut

Mushaf Utsmani sebagai Mushaf yang resmi sampai

sekarang.

Huruf-huruf al-Qur’an barulah diberi berbaris, fat-

hah, dhammah, kasrah dan sukun  di masa pemerintahan

Muawiyah bin Abi Sofyan, khalifah Bani Umayyah

pertama atas perintah gubernur Bashrah Ziyyad bin

Ubaidillah kepada Abu al-Aswad al-Du’ali. Barulah diberi

bertitik di masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan,

khalifah kelima Bani Umayyah atas buah pikiran gubernur

Irak, al-Hajjaj bin Yusuf.

2. Ilmu Qira’at

Sejalan dengan perluasan wilayah Islam,

banyak orang Islam yang tidak dapat membaca al-Qur’an,

oleh sebab itu muncul kekhawatiran terjadinya kesalahan

dalam membacanya. Selain itu ada  beberapa dialek

di kalangan umat Islam dalam membaca al-Qur’an. Oleh

sebab itu, diperlukan kaidah-kaidah tentang tata cara

membaca al-Qur’an. Untuk mempelajari bacaan al-Qur’an,

Umar bin Khathab telah mengutus Muadz bin Jabal ke

Palestina, Ibadah bin al-Shamit ke Hims, Abu Darda’ ke

Damaskus, Ubai bin Ka’ab dan Abu Ayub tetap di

Madinah.

3. Ilmu Tafsir

Ilmu Tafsit diperlukan dalam rangka memahi

ayat-ayat al-Qur’an. Sahabat menafsirkan al-Qur’an pada

masa Khulafa al-Rasyidun  sesuai dengan apa yang mereka

dengarkan dari Rasulullah. Artinya pada masa ini belum

dikenal tafsir bi al-ra’yi. Inilah tahap awal munculnya Ilmu

Tafsir. Beberapa sahabat telah ada yang menafsirkan al-

Qur’an, sesuai dengan yang mereka terima dari Rasulullah.

Di antaranya yaitu  Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin

Abbas, Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Ka’ab.

4. Ilmu Hadits

Ilmu Hadits belum dikenal pada masa Khulafa’ al-

Rasyidun ini, namun ilmu pengetahuan tentang hadits Nabi

telah tersebar luas di kalangan umat Islam. Rasulullah

melarang sahabat menulis hadits sebab dikhawatirkan

bercampu baur dengan al-Qur’an. Sehingga, hadits Rasul

pada masa Khulafa’ al-Rasyidun belum dibukukan, baru

ada usaha membukukannya pada masa khalifah Umar bin

Abd al-Aziz. Pada masa khalifah Umar ada  beberapa

sahabat yang diperintahkan beliau untuk menyebarkan

hadits ke wilayah-wilayah Islam, seperti Abdullah bin

Mas’ud ke Kufah, Ma’qal bin Yasar ke Basrah, Ibadah bin

Samit dan Abu Darda’ ke Syria.

5. Ilmu Nahwu

Ilmu nahwu lahir dan berkembang di Basrah dan

Kufah, sebab di dua kota ini  banyak tinggal kabilah

Arab yang berbicara dengan bermacam dialek bahasa.

Selain orang Arab, ada  juga orang-orang Persia. Untuk

itu, perlu disusun tata bahasa mempelajari bahasa Arab.

Ali bin Abi Thalib yaitu  Pembina dan penysun pertama

dasar-dasar Ilmu Nahwu.

6. Ilmu Fiqih

Ilmu Fiqih sudah mulai muncul pada masa

Khulafa’ al-Rasyidun sebab wilayah Islam semakin luas,

semakin banyak permasalahan yang dihadapi umat Islam

yang memerlukan ketetapan hukum. Beberapa sahabat

ada yang memiliki keahlian dalam bidang fiqih ini,

seperti Umar bin Khathab, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin

Tsabit tinggal di Madinah,  Abdullah bin Abbas tinggal di

Makkah, Abdullah bin Mas’ud tinggal di Kufah, Anas bin

Malik tinggal di Basrah, Muadz bin Jabal tinggal di Syria,

dan Abdullah bin Amr bin ‘Ash tinggal di Mesir. 

7. Ilmu Arsitektur

Ilmu arsitektur pertama dalam Islam yaitu 

arsitektur masjid, kemudian baru ada arsitektur kota,

selanjutnya arsitektur bangunan. Bangunan dalam seni

arsitektur masjid pada masa Khulafa’ al-Rasyidun yaitu :

1. Masjid Kuba, pada mulanya didirikan oleh Rasulullah

dalam perjalanan hijrah, sebelum sampai di Madinah

beliau mendirikan masjid ini  dan belum

memiliki nilai seni. Karena dindingnya hanya terdiri

dari tanah liat yang dikeraskan dan atapnya terdiri dari

pelepah-pelepah daun korma. Masjid ini diperbaharui

dan diperbaiki kembali pada masa Khulafa’ al-

Rasyidun.

2. Masjid al-Haram yaitu  satu dari tiga masjid yang

paling mulia dalam Islam. Pada mulanya masjid ini

dibangun disekitar Ka’bah oleh Nabi Ibrahim. Kalifah

Umar mulai memperluas masjid yang masih sederhana

pada masa Rasulullah. Beliau membeli rumah-rumah

penduduk yang ada di sekitarnya. Masjid diberi pagar

sekitarnya dengan tembok batu bata setinggi kira-kira

1,5 meter. Pada masa khalifah Utsman (26 H) masjid al-

Haram diperluas beliau.

3. Masjid Madinah  (Nabawi) didirikan Rasulullah pada

saat pertama kali sampai di Yatsrib (Madinah) dari

perjalanan hijrahnya. Pada mulanya masjid ini sangat

sederhana. Di sekelilingnya didiran pagar tembok dari

batu bata yang dibuat dari tanah liat. Pada tahun ke-7

H masjid ini mulai diperbaiki dan diperluas menjadi

35x30 meter, dengan 3 buah pintu. Di masa khalifah

Utsman diperluas lagi dan diperindah. Dindingnya

diganti dengan batu dan dihiasi dengan ukiran, tiang-

tiangnya dibuat dari beton bertulang dan diukir,

plafonnya dari kayu pilihan. Unsur seninya lebih

diperhatikan.

4. Masjid Al-Atik yaitu  masjid yang pertama kali

didirikan di Mesir (21 H), terletak di utara benteng

Babylon, berukuran 50 x 30 hasta. Masjid ini tidak

bermihrab, memiliki tiga pintu dan dilengkapi

dengan tempat berteduh para musafir.93

Setelah Irak dan Mesir ditaklukkan, khalifah Umar

memerintahkan membangun kota-kota yang baru. Di Irak

dibangun kota Basrah dan Kufah, di Mesir dibangun kota

Fusthah. Mulai dari sinilah munculnya arsitektur

perkotaan dalam Islam. Bangunan dalam seni arsitektur

kota pada masa Khulafa’ al-Rasyidun yaitu :

1. Basrah dibangun pada tahun 14-15 H. dengan

arsiteknya Utbah bin Ghazwah, dibangun dengan

mempekerjakan 800 tukang. Lokasinya ditentukan

sendiri oleh Umar bin Khathab, kira-kira 10 mil dari

sungai Tigris. Untuk memenuhi keperluan air bagi

penduduk, saluran air dibuat dari sungai menuju kota.

2. Kufah dibangun di bekas ibu kota kerajaan Arab

sebelum Islam, yaitu Manadzir, kira-kira 2 mil dari

sungai Efhrat pada tahun 17 H. Pembangunannya

dipercayakan kepada sahabat Salman al-Farisi dan

kawan-kawan. Itu sebabnya Arsitek asal Persia ini

memperoleh dana pension selama hidupnya.94

3. Fusthah dibangun pada tahun 21 H. Kota ini dibangun

dipicu  khalifah Umar tidak menyetujui usul Amr

bin ‘Ash untuk menjadikan kota Iskandariyah sebagai

ibu kota propinsi Mesir, sebab letaknya dibatasi

sungai Nil dengan Madinah sehingga menyulitkan

hubungan dengan pemerintahan pusat. Fusthah

dibangun di sebelah timur sungai Nil dilengkapi

dengan bangunan-bangunan gedung.95

Di dalam membangun kota-kota baru atau

memperbaharui kota-kota lama dibangun gedung-gedung

bergaya Persia, Romawi dan Arab yang dijiwai oleh seni

bangunan Islamy. Mulai dari sini muncullah ilmu

arsitektur bangunan dalam Islam.

2.6. Umar Terbunuh

namun  sungguh suatu ironi, pribadi yang

mengagumkan dan mempesona itu akhirnya terbunuh di

tangan budak Persia, bernama Abu Lu’lu’ (Abd Mughiroh).

Karena orang-orang Persia sangat merasa dendam kepada

Umar yang menaklukkan dan telah menghancurkan negeri

mereka, dan sebab itu mereka mempergunakan budak

ini  untuk membunuhnya. Umar meninggal dunia dalam

usia 63 tahun, sesudah  memerintah selama sepuluh tahun.

3. Utsman bin Affan (23 – 35 H / 644 – 656 M)

3.1. Riwayat Singkat Utsman bin Affan

Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Abu al-Ash

bin Umayah bin Abd al-Syams bin Abd al-Manaf bin Qushai.

Lahir pada tahun kelima dari kelahiran Rasulullah s.a.w. Tapi

ada yang mengatakan dia lahir pada tahun keenam sesudah

tahun gajah.

Utsman masuk Islam melalui Abu Bakar dan

dinikahkan Nabi dengan puterinya Rukaiyah bin Muhammad

s.a.w. Utsman tercatat sebagai orang yang pertama memimpin

hijrah bersama isterinya ke Habsyi untuk kemudian hijrah

pula ke Madinah.

Perlu dicatat bahwa Utsman selalu ikut dalam berbagai

perang, kecuali perang Badar, sebab dia sibuk menemani

dan merawat isterinya Rukaiyah yang sedang sakit sampai

wafat dan dimakamkan pada hari kemengan kaum

muslimin. Kemudian Utsman dinikahkan Rasulullah dengan

puterinya Ummu Kalsum, itulah sebabnya dia digelari

Dzunnurain.

Utsman terkenal orang yang pandai menjaga

kehormatan diri, pemalu, lemah lembut, budiman, penyabar,

dan banyak berderma, pada waktu perang Tabuk, atas ajakan

Rasulullah, dia berderma sebanyak 950 kuda dan bahan

logistik, ditambah uang sebanyak 1000 dinar. Dia sanggup

membeli sumur seorang Yahudi seharga 20.000 dirham dan

disedekahkan kepada kaum muslimin.

3.2. Diangkat Menjadi Khalifah

Para sahabat terkemuka meminta Umar agar

menetapkan penggantinya sebagai khalifah bila dia

meninggal dunia. Dia menolak sebab orang yang

dipandangnya cakap Abu Ubaidah bin Jarrah telah

meninggal dunia. Ada usul agar anaknya Abdullah bin Umar

dapat diangkat, itu pun ditolaknya juga. Akhirnya dia

membentuk “Panitian Enam” (Ashab al-Sittah) dan diberi

tugas untuk memilih penggantinya. Mereka itu yaitu 

Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah,

Zubeir bin Awwam, Abd. Rahman bin Auf, dan Saad bin Abi

Waqqash.

Mereka bersidang sesudah Umar wafat. Dalam sidang

itu mulai nampak persaingan antara Bani Hasyim dengan Bani

Umayah. Dua keturunan yang juga bersaing di masa jahiliyah.

Kedua keturunan itu kini terwakili dalam diri Ali dan Utsman

yang merupakan calon terkuat. berdasar  hasil sidang dan

pendapat di kalangan warga , Abd. Rahman sebagai ketua

sidang menetapkan Utsman sebagai khalifah ketiga dalam usia

70 tahun sesudah  empat hari Umar wafat, dengan tiga

pertimbangan;

Pertama, dari segi senioritas bila Ali diangkat

menjadi khalifah tidak ada lagi kesempatan buat Utsman

sesudahnya.

Kedua, warga  telah jenuh dengan pola

kepemimpinan Umar yang serba disiplin dan keras bila Ali

diangkat akan terulang seperti itu.

Ketiga, menarik jabatan khalifah dari Ali sebagai

keluarga Nabi jauh lebih sulit dibandingkan dengan Utsman.

Ali bin Abi Thalib dengan pendukungnya turut memberikan

bai’at mereka kepada Utsman.

Utsman melanjutkan perluasan wilayah yang

dilakukan khalifah Umar. Di fron utara Armenia direbut dari

orang-orang Bizantium. Demikian juga pulau Cyprus, pulau

Rhodes di fron timur, Thabaristan, Khurasan, dan bagian yang

tersisa dari Persia. Di fron barat Tunisia direbut dari Romawi.

Sampai di sini ekspansi pertama dalam Islam terhenti, karena

disibukkan menhadapi pergolakan dalam negeri pada masa

pemerintahan Ali.

3.3. Kebijaksanaan Utsman

Kepemimpinan Utsman sangat berbeda dengan

kepemimpinan Umar. Utsman mengambil beberapa

kebijaksanaan yang menimbulkan keresahan warga  yang

berlanjut pada kerusuhan.

Pertama, dia mengangkat kaum kerabatnya pada

jabatan-jabatan tinggi negara atau yang dikenal dengan politik

nepotisme, yaitu sebagai gubernur dan sekretaris negara;

a. Saudara sesusuannya Abdullah bin Sa’ad diangkat menjadi

gubernur Mesir menggantikan Amr bin Al-Ash.

b. Saudara sepupunya Walid bin Uqbah diangkat menjadi

gubernur Kufah menggantikan Mughirah bin Syu’bah.

Walid bin Uqbah kemudian diganti pula dengan saudara

sepupunya Sa’ad bin al-Ash.

c. Anak bibinya Abdullah bin Amir diangkat menjadi

gubernur Basrah menggantikan Abu Musa al-Asy’ari.

d. Muawiyah bin Abi Sofyan yang masih sama-sama

keturunan Bani Umaiyah dikukuhkan menjadi gubernur

Syria dan ditambah dengan wilayah Hims, Yordania,

Libanon dan Palestina, semuanya berada di tangannya.

e. Saudara sepupunya sekaligus menantunya Marwan bin

Hakam diangkat menjadi sekretaris Negara menggantikan

Zaid ibn Tsabit. Sehingga terkumpullah seluruh kekuasaan

di tangan satu keluarga saja.

Akibat dari politik nepotisme ini  menyebabkan

muncul protes-protes dan kecaman-kecaman dari rakyat. Sebab

meskipun mereka terdiri dari orang-orang yang telah

menunjukkan kemampuan militer yang tinggi dan

administrator kelas utama, namun mereka belum memiliki

moral yang baik, sebab baru masuk Islam waktu

penakhlukkan kota Makkah, sehingga Islam belum meresap

dalam hati sanubari mereka. Abdullah bin Sa’ad misalnya

pernah murtad, demikian juga Walid bin Uqbah dikenal

sebagai seorang pemabuk.98

Kedua,  membubarkan dewan pengelola Baitul Mal

yang dulu dibentuk pada masa khalifah Umar dan dijabat oleh

Abdullah ibn Arqam yang terkenal sangat jujur dan berpotensi

mengelola Baitul Mal. Kini badan itu dihapuskan sehingga

pengelola Baitul Mal langsung berada di tangan khalifah.

Akibatnya orang yang dulu mendapat tunjangan dari negara,

kini tidak ada lagi.

Pengangkatan Marwan ibn Hakam menjadi ketua

sekretaris Negara dan pencopotan Abdullah ibn Arqam dari

ketua Baitul Mal mendapat kecaman pedas dari tokoh-

tokoh warga . Sebab mereka mengetahui bahwa

Marwan dan ayahnya Hakam keduanya yaitu  orang yang

berbahaya bagi daulah Islamiyah, kalau tidak mengapa dulu

Rasulullah, Abu Bakar dan Umar melarang kedua orang itu

pindah dari Thaib ke Madinah. Justru Utsman meminta

Marwan datang ke Madinah untuk diserahi jabatan penting

Negara. Sementara Abdullah Ibn Arqam terkenal sangat

jujur dan profesional dalam 

Related Posts:

  • sejarah peradaban islam 2  salah satu kelompok diserang  musuh,maka kelompok lain wajib untuk membelanya.Ketiga,  Masing-masing kelompok tidak dibenarkanmembuat… Read More