Tampilkan postingan dengan label kepentingan Amerika 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kepentingan Amerika 1. Tampilkan semua postingan

Kamis, 10 Juli 2025

kepentingan Amerika 1

 




Pada  penghujung  2010  hingga  awal  2011,  kawasan  Afrika  Utara  dan  timur 

Tengah mengalami pergolakan politik yang besar sehingga menghasilkan revolusi. 

Revolusi ini bertujuan untuk menumbangkan penguasa yang dimulai dari Tunisia 

dan  menjalar  ke  Mesir,  Aljazair,  Yaman,  Bahrain,  Libya,  serta  negara-negara 

lainnya. Di Mesir dan Tunisia, revolusi ini telah berhasil menjatuhkan kedua 

pemimpinnya yaitu Zine Ebidin Ben Ali dan Husni Mubarak. Gelombang revolusi 

yang menerpa kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara terus meluas. Setelah 

sebelumnya  berhasil  menjatuhkan  pemimpin  Tunisia  dan  Mesir,  revolusi  juga 

menjalar  ke  Libya  yang  diperintah  oleh  Muammar  Khadafi.  Pada  tanggal  15 

Februari  2011,  rakyat  Libya  mulai  berdemonstrasi  di  depan  markas  polisi  di 

Benghazi. Protes kemudian menjadi semakin besar dengan bergabungnya pasukan 

khusus Libya  yang dipimpin Abdul Fatah Younes ke dalam pihak oposisi sejak 

tanggal 19 Februari 2011. 1Younes memiliki pasukan di Katiba lengkap dengan 

senapan mesin, truk, dan senjata anti pesawat yang kemudian menjadi milik oposisi. 

Dibandingkan dengan negara Arab lainnya, krisis politik yang terjadi di Libya 

memiliki intensitas pergolakan yang lebih tinggi. 

  

Protes  dan konflik mulai  terjadi  di seluruh  negeri  sejak tanggal  19  Februari 

  

2011. Pada tanggal 21 Februari 2011, pengunjuk rasa mengambil alih jalan-jalan 

dan senjata dijarah dari markas besar keamanan utama. Pengunjuk rasa menurunkan 

benderaa  Libya  dari  atas  gedung  pengadilan  utama  dan  menggantinya  dengan 

bendera   monarki  di  negara  tersebut.2

 

 

 

 

  Pada  tanggal  24  Februari  demonstran 

  

  

  

1

 

  Apriadi Tamburaka. Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-Negara Timur Tengah . 

(Yogyakarta: Narasi, 2011) Hal. 228 

2

 

  

 

  

  

  

  

  

memegang kendali penuh kota Tobruk. Unit angkatan darat di Tobruk dan Libya 

bagian timur bergabung dengan pengunjuk rasa, termasuk beberapa prajurit dan 

perwira.3

   

   Menanggapi krisis politik tersebut yang terkait dengan aksi protes dan 

demonstrasi oleh masyarakat Libya, Khadafi lebih mengutamakan penggunaan 

pendekatan yang represif. Pasukan Khadafi melakukan banyak pelanggaran dengan 

menembaki para demonstran secara membabi buta, bahkan dengan menggunakan jet 

tempurnya.  Hal  ini  tentunya  dipersepsikan  sebagai  pembantaian  yang  dilakukan 

oleh rezim di Libya terhadap warga sendiri dan merupakan kejahatan terhadap 

kemanusiaan.4

  

  

Dalam  perkembangannya,  masyarakat  Libya  terbagi  menjadi  dua  kelompok 

yaitu pasukan loyalis Khadafi (pemerintahan Khadafi) dan pihak oposisi yang 

dimobilisasi oleh Dewan Transisi Nasional Libya. Kedua kelompok ini  memiliki 

kepentingan yang kontradiktif. Pasukan loyalis Khadafi memiliki kepentingan untuk 

mempertahankan   kekuasaan   Khadafi.   Sedangkan   pihak  oposisi   menginginkan 

Khadafi  turun  dari  tahta  kekuasaannya.  Dengan  agenda  utama  mencapai 

kepentingan masing-masing, kedua kelompok tersebut terlibat konfrontasi. Dalam 

hubungan konfrontatif kedua kelompok tersebut, aksi saling menyerang yang 

melibatkan warga sipil tak terelakkan. Selain itu, terjadi ketidakseimbangan dari 

kekuatan kedua kelompok tersebut. Hal ini terlihat dari ketidakberdayaan pihak 

oposisi menghadapi serangan udara pasukan Khadafi. Kelompok loyalis Khadafi 

memiliki militer dan sistem persenjataan yang canggih jika dibandingkan dengan 

pihak oposisi yang memiliki persenjataan terbatas dan sistem militer yang kurang. 

Konsekuensinya, pihak oposisi lambat laun mengalami kemunduran. Di lain hal, 

adanya isu pembantaian yang dilakukan oleh rezim di libya dan ketidakseimbangan 

kekuatan   pro   Khadafi   dan  pihak  oposisi   mengundang   perhatian   masyarakat 

  

  

  

3

   

  

  

Internasional. Hal ini juga didukung oleh keinginan pihak oposisi dalam meminta 

bantuan terhadap dunia internasional terutama PBB. 

  

Dalam melihat pergolakan di Libya ini, setelah didesak akhirnya PBB terlibat 

dalam upaya untuk mengatasi persoalan tersebut. Keterlibatan PBB diwujudkan 

dengan menerapkan resolusi 1973 DK PBB yang mengizinkan anggota PBB 

menjalankan langkah apa pun yang diperlukan dalam upaya melindungi warga sipil 

di Libya dari kekerasan pasukan pemerintah pimpinan Moammar Khadafy. Salah 

satu upaya perwujudan  instrumen  tersebut  adalah persetujuan  Dewan  Keamanan 

PBB terhadap zona larangan terbang di atas wilayah Libya untuk melindungi warga 

sipil dan pemberontak dari serangan udara pemerintah Libya. Mandat itu kemudian 

dilaksanakan oleh NATO pada tanggal 17 Maret 2011. Pada tanggal 19 Maret 2011, 

dilancarkan operasi dengan nama Odissey Dawn oleh NATO yang berhasil 

membentuk  sejumlah  zona  larangan  terbang  sejumlah  kota  di  Libya, 

menghancurkan  jaringan  pertahanan  udara  Libya,  dan  menyerang  pasukan  pro 

Khadafi yang mengancam penduduk sipil. Operasi Odissey Dawn meliputi serangan 

pada kekuatan sejumlah mesin perang, artileri (rudal darat ke udara), menghalangi 

garis   komunikasi   yang   mensuplai   amunisi,   serta   mencegah   pasukan   musuh 

menyerang  penduduk  sipil  dan  kota-kota.5

 

 

 

 

 

 

 

 

   Negara-negara   yang  ikut  dalam 

intervensi ini meliputi sejumlah negara antara lain AS, Inggris, Prancis, Spanyol, 

Denmark, Norwegia, Kanada, Belgia, Italia, Belanda, UEA, dan Qatar.6

  

  

Dari krisis Libya itu sendiri, intervensi NATO (North Atlantic Treaty 

Organization)   sanagt   menentukan   perkembangan   pergolakan   politik   tersebut. 

NATO  mendapatkan   mandat  dari  PBB  untuk  melakukan  intervensi.  Dengan 

landasan  tersebut,  NATO  dalam  mencapai  kepentingannya,  menggunakan 

instrumen  kekerasan  dengan  menyerang  pangkalan-pangkalan   militer  pasukan 

loyalis Khadafi, walaupun dalam implementasinya banyak menewaskan warga sipil. 

  

  

5

 

  Jeremiah Gertler, Coordinator Specialist in Military Aviation. Operation Odissey Dawn: Background and  Issues  for 

Congress 28 Maret 2011 Hal. 11 

6

 

  

  

NATO begerak berdasarkan orientasi baru kebijakannya pasca perang dingin. Pada 

konferensi NATO di Istanbul pada 2004 NATO mencoba mendorong kemitraan 

dengan negara-negara Asia Tengah dan Timur Tengah yang bertujuan memperluas 

kestabilan ke luar eropa dan beralih dari perspektif eurosentris yang telah berlaku 

dalam NATO sepanjang 1990-an. Orientasi NATO di masa depan pada konferensi 

tersebut  adalah perluasan  keamanan  dengan  mengikutsertakan  timur tengah  raya 

yang membentang dari Asia Selatan dan Tengah sampai Timur Tengah dan Afrika 

Utara.7

   

  Adanya pergolakan di Libya akan turut mempengaruhi stabilitas di kawasan 

timur tengah. 

  

Intervensi  militer  NATO  di  Libya  lebih  menekankan  pada  pendekatan  hard 

power oleh aliansi tersebut dalam penjagaan kestabilan di Timur Tengah. Amerika 

Serikat sebagai salah satu anggota NATO juga ikut berperan dalam intervensi ini. 

Pada mulanya, Amerika Serikat ikut dalam intervensi ke Libya ini dengan 

mengirimkan sejumlah pesawat untuk menyerang sejumlah target di Libya, akan 

tetapi kemudian Amerika membatasi perannya dalam misi ini. Perannya sebagai 

pemimpin  dalam  intevensi  kemudian  diambil  alih  oleh  NATO.  Menurut  Robert 

Gates,  Amerika  kemudian  menggeser  fokus  operasinya  pada  sejumlah  program 

antara lain serangan elektronik, pengisian bahan bakar pesawat, pengangkutan, 

pencarian  dan  penyelamatan,  intelijen,serta  pengawasan  dan  pengintaian  pada 

tanggal 31 Maret 2011.8

   

   Dalam operasi tersebut, NATO secara resmi 

mengintegrasikan semua operasi udara yang tersisa di Libya di bawah kendali dan 

kontrolnya yang kemudian diberi nama Operasi Unified Proctector. Operasi udara di 

sini terdiri atas zona larangan terbang dan operasi untuk melindungi warga sipil. Hal 

ini juga adalah akhir dari operasi odyssey dawn secara resmi. Kegiatan AS lain yang 

  

  

  

7

 

  

  

  

  

  

terkait dengan Libya adalah mendukung NATO dalam operasi Unified Protector. 

Menurut menteri pertahanan, Robert Gates, AS tidak akan terlibat dalam operasi 

darat di Libya.9

  

  

Hal ini berarti Amerika tidak berperan secara langsung dalam misi ini dengan 

adanya penarikan mundur angkatan udaranya dalam intervensi ke Libya ini. Dengan 

adanya kebijakan ini, maka sejumlah kepentingan  nasional dari Amerika Serikat 

akan tercapai. Terlebih dengan dengan naiknya Obama sebagai presiden yang 

menggantikan   Bush   akan   merubah   pendekatan   dari   pencapaian   kepentingan 

nasional negarantya. Hal inilah yang menjadikan kasus ini menarik untuk dibahas 

karena adanya kombinasi faktor kepentingan nasional AS dalam menganalisis 

keterlibatan AS dalam intervensi militer NATO di Libya di bawah Obama. 

  

  

  

Dengan terjadinya gelombang revolusi yang telah meluas ke sejumlah negara di 

timur tengah telah menjadi fokus perhatian dari Amerika Serikat dalam pencapaian 

kepentingan nasionalnya. Adanya pergolakan politik yang cukup besar di Libya 

mengundang intervensi NATO untuk menghentikan  pembantaian  yang dilakukan 

oleh Muammar Khadafi terhadap rakyatnya. Pada awalnya, operasi militer yang 

diadakan  untuk  mencegah  pembantaian  dari  pihak  Khadafi  terhadap  rakyatnya 

diikuti oleh AS, akan tetapi setelah tanggal 31 Maret 2011, operasi tersebut diambil 

alih oleh NATO dan AS kemudian cuma membantu secara tidak langsung terhadap 

operasi yang sudah berjalan. 

Pada  kasus-kasus  sebelumnya  seperti  tragedi  kemanusiaan  di  Kosovo,  AS 

berperan aktif dalam intervensi yang ada di mana AS terlibat penuh dalam 

pengeboman  di negara  tersebut  sehingga  mampu  memaksa  tentara  Serbia  untuk 

  

  

  

9

  

  

  

menghentikan kekejamannya di sana. Akan tetapi dalam kasus Libya ini, AS tidak 

terlibat penuh. Dalam melancarkan intervensi di Libya, pihak NATO harus 

melancarkan serangan secara terus menerus dengan peperangan yang semakin 

berlarut-larut. Padahal dengan keunggulan kekuatan udara yang dimilikinya, pihak 

NATO  dan  AS  bisa  menghancurkan  kekuatan  militer  Libya  secara  keseluruhan 

tanpa perlu waktu yang lama 

Dengan fenomena yang sudah dijelaskan di atas, maka yang menjadi pertanyaan 

adalah mengapa pihak NATO dengan bantuan AS memakai serangan udara yang 

beruntun padahal pihak perang bisa diselesaikan dengan cepat ? 

  

 

  

  

  

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab tindakan militer AS 

dan NATO yang menggelar serangan beruntun dalam operasi di Libya. Dalam 

intervensi militer di Libya, pihak AS maupun NATO menggelar serangan beruntun 

untuk  melumpuhkan  militer  Khadafi  walaupun  perang  bisa  diselesaikan  dengan 

cepat. Tentunya ada kepentingan nasional AS yang mengakibatkan pilihan tersebut 

karena peperangan tidak hanya berkutat sekitar masalah militer. 

  

Peran AS tidak terlalu dominan dalam intervensi militer NATO ke Libya 

pada 2011 yang lalu tercermin dalam peran AS yang hanya memberikan aset 

militernya dalam operasi unified protector pada fase kedua intervensi. Kepentingan 

nasional itulah yang nantinya akan diterapkan AS dalam keterlibatannya pada 

intervensi militer NATO ke Libya pada tanggal 19 Maret – 31 Oktober 2011 yang 

lalu. 

  

Adapun signifikansi dari penelitian ini adalah untuk memberikan sudut 

pandang yang baru mengenai pendekatan untuk mencapai kepentingan nasional AS 

dengan cara yang baru sehingga dapat memberikan kontribusi pada studi hubungan 

Kepentingan Amerika..., Roby Rakhmadi, FISIP UI, 2012

7

 

  

  

  

  

1.4.1 Perang udara (Air War) 

Penggunaan kekuatan udara sebagai instrumen utama peperangan menjadi 

nyata dengan adanya ide dari dua orang yang telah mengalami peperangan secara 

langsung.  Perang  pada  1914-1918  telah  membawa  mereka  menjadi  tokoh-tokoh 

yang mendukung keunggulan penggunaan pesawat terbang dalam perang. Mereka 

adalah Giulio Douhet dan William Mitchell.10 

Anggapan-anggapan yang mendasari teori Douhet antara lain :11 

  

 Pesawat terbang adalah instrumen penyerangan yang potensinya tidak dapat 

dibandingkan dengan pertahanan efektif 

 Moral orang-orang sipil akan runtuh dengan pengeboman pusat populasi 

  

Berdasarkan pondasi tersebut terdapat beberapa elemen antara lain : 

  

§ Untuk   memperoleh   pertahanan   nasional   yang   cukup   memadai   dalam 

keadaan perang, komando udara harus dikuasai 

§ Tujuan utama dari serangan udara tidak harus merupakan instalasi militer, 

akan tetapi lebih difokuskan pada pusat industri dan populasi yang jauh dari 

kontak angkatan darat 

§ Kekuatan udara musuh, tidak boleh dihadapi dengan pertempuran di udara 

akan  tetapi  dengan  penghancuran  instalasi  dan  pabrik  yang  menyuplai 

material kekuatan udara tersebut 

§ Peran  pasukan  darat  harus  defensif  yang  dirancang  untuk  menjaga  garis 

depan  dan  mencegah  musuh  maju  sepanjang  permukaan  dan  serangan 

musuh  oleh pasukan darat yang didukung oleh komunikasi,  industri, dan 

angkatan udara. Sementara pengembangan serangan udara diawali dengan 

  

  

  

  

  

  

penghancuran  kemampuan  musuh  untuk  memelihara  tentara  dan  tekad 

rakyat untuk bertahan 

§ Dalam   upaya   yang   paling   hemat,   penggunaan   pesawat   tempur   yang 

terspesialiasi dengan pertahanan terhadap pesawat pengebom musuh harus 

didahulukan. Tipe mendasar dari peralatan angkatan udara harus merupakan 

pesawat  tempur  yang  dapat  melakukan  pengeboman  dan  pada  saat  yang 

sama dapat membela diri atau dapat dipergunakan untuk tujuan perang 

Dari elemen-elemen di atas, komando udara dapat ditafsirkan sebagai berikut : 

  

Jika negara yang berperang mampu menyerang musuhnya dari udara dan 

semua pusat-pusat pertahanan negara musuhnya telah berhasil dimusnahkan, maka 

kemenangan akan menjadi milik negara yang memiliki kekuatan udara atas negara 

musuhnya yang tidak memiliki kekuatan udara terhadap serangan negara tersebut.12 

Sedangkan Mitchell yakin bahwa efisiensi serangan pada struktur ekonomi 

  

dan  industri   musuh.   Ia  percaya   dengan   moral  penduduk  sipil  yang  mudah 

diruntuhkan dengan memusnahkan aktivitas industri dan sipil melalui pengeboman 

besar-besaran.13  Dalam tulisan pertamanya setelah 1918, ia mendukung kerjasamara 

antara pasukan darat dengan udara akan tetapi setelah kekuatan pasukan darat 

berkurang sesuai dengan perkiraannya, ia lebih percaya pada lebih pentingnya 

penggunaan kekuatan udara untuk penghancuran pasukan darat musuh. Ia berbeda 

dari  Douhet  yang  mengabaikan  penggunaan  pasukan  darat  saat  menghancurkan 

negara dan sumberdaya di belakang mereka. Perbedaan di antara keduanya adalah 

karena masalah kewarganegaraan dan pandangan geografi di antara mereka berdua. 

Pada perang dunia I, penggunaan pesawat terbang masih sedikit sekali dan 

pada umumnya masih diandalkan sebagai alat pengintai dibanding penggunaannya 

untuk misi menyerang seperti pengeboman. Dengan menggunakan bantuan radio, 

misi intelijen Inggris pada waktu itu lebih leluasa melaksanakan pengintaian jauh 

melampaui  daerah  medan  perang  dan  menyampaikan  informasi  intelijen  pada 

  

 

  

  

  

  

  

kesempatan pertama.14 Keleluasaan yang diperoleh dengan menggunakan pesawat 

terbang sebagai sistem senjata telah memberikan banyak keuntungan. Dalam 

pengintaian, jelas dapat digunakan memperoleh informasi kedudukan musuh yang 

dengan demikian dapat mempermudah pasukan kawan dalam melaksanakan 

penyerangan. Untuk menyerang kedudukan lawan menggunakan bom, pesawat 

terbang  telah  menjadi  sistem  senjata  mutakhir  yang  dapat  menjangkau  daerah- 

daerah lawan di mana saja dengan mudah dan kemudian menghancurkannya. 

Fondasi dari angkatan darat sebagai tulang punggung kekuatan negara pada 

zaman itu adalah pabrik-pabrik yang menghasilkan senjata dan memproduksi 

perlengkapan perang lainnya. Satu resimen infantri misalnya, dapat dengan mudah 

dihancurkan dalam sekejap dengan satu serangan udara, namun dalam beberapa jam 

saja sudah dapat digantikan oleh resimen lainnya. Akan sangat berbeda misalnya, 

bila pabrik-pabrik senjata yang dihancurkan dengan serangan udara. Walaupun tidak 

serta merta melumpuhkan pasukan musuh namun kekuatan pasukan lawan secara 

perlahan tetapi pasti sudah dapat dilumpuhkan. Di samping itu tidak saja pabrik, 

tetapi para pekerja pabrik dan struktur sosial lainnya yang mendukung keberadaan 

pabrik sebagi unsur kekuatan perang suatu negara tentunya juga harus ditentukan 

sebagai target utama serangan udara.15  Walaupun tidak serta merta melumpuhkan 

  

pasukan musuh namun kekuatan pasukan lawan secara perlahan tetapi pasti sudah 

dapat dilumpuhkan. Di samping itu tidak saja pabrik, akan tetapi para pekerja pabrik 

dan  struktur  sosial  lainnya  yang  mendukung  keberadaan  pabrik  sebagai  unsur 

kekuatan perang suatu negara tentunya juga harus ditentukan sebagai target utama 

serangan udara.16 

Kekuatan   dahsyat   dari   serangan   udara   tidak   hanya   digunakan   untuk 

menghancurkan objek vital musuh secara fisik tetapi juga digunakan untuk 

menghancurkan moral musuh dengan menyerang tempat-tempat yang padat 

penduduknya.   Giolio Douhet, Jendral Italia, Bapak teori air power modern dalam 

  

  

  

bukunya  yang  sangat  terkenal  Command  of  the  Air  menulis  antar  lain  bahwa 

panduan yang mendasar dari pelaksanaan pengeboman dalam suatu operasi udara 

harus dilaksanakan dengan cara: 

“ sasaran harus diupayakan dapat dihancurkan secara menyeluruh dalam satu 

kali  serangan  saja,  karena  pelaksanaan  suatu  serangan  susulan  adalah  sangat 

berbahaya untuk dilakukan.“ 

Dengan demikian maka pada perkembangan penggunaan kekuatan udara 

menjadi suatu hal yang sangat dahsyat mengikuti pada teori-teori yang menyertai 

sejajar dengan perkembangan teknologi yang mengiringinya.Tuntutan untuk selalu 

mengembangkan persenjataan udara menjadi lebih dahsyat dari waktu ke waktu 

menjadi jawaban yang logis dari pengertian prinsip suatu serangan udara. Jendral 

Giulio Douhet mengatakan bahwa “ suatu sasaran harus dapat dihancurkan secara 

menyeluruh dalam satu kali serangan saja.17 

  

Teori 5 lingkaran ditulis oleh Kolonel John Warden didasarkan pada strategi 

menyerang suatu negara yang didasarkan pada pelumpuhan kekuatannya dengan 

menggunakan kekuatan udara. Pandangannya menyatakan bahwa sejumlah target 

tertentu  dapat  diserang  untuk  menciptakan  efek  yang  melumpuhkan  bagi  suatu 

negara. Beliau percaya bahwa tiap negara mempunyai titik gravitasi yang dapat 

melemahkan   keamanannya.   Pusat   gravitasi   ini   dapat   digolongkan   ke  dalam 

rangkaian sistem. Serangan sukses pada hirarki dalam sistem ini dapat menjatuhkan 

suatu  negara.  Kekuatan  udara  dapat  mempercepat  penghancuran  sebuah  negara 

dengan menyerang target yang sama daripada mengerahkan   kekuatan darat 

tradisional   yang  menyerang   target   sekali  saja  atau  berturut-turut.   Teknologi 

membuat ketepatan serangan satu pesawat saja terhadap sebuah target yang pada 

masa lampau memerlukan armada pesawat.18 

Kemajuan ini mengakibatkan komandan dapat menyerang beberapa target 

sekali saja daripada menggunakan semua kekuatan mereka untuk menyerang satu 

  

  

  

sistem dalam suatu waktu. Serangan yang bersamaan mencegah musuh melakukan 

operasi militer yang bisa mempengaruhi kekuatan mereka. Setelah kekuatan udara 

suatu negara memperoleh superoritas udara, mereka dapat melakukan kampanye 

pengeboman strategis atau mendukung pasukan darat. Hal ini memberi kekuatan 

udara kebebasan untuk menyerang sejumlah target di antara sistem ini. tujuannya 

adalah untuk mempengaruhi pikiran pimpinan musuh atau sistem musuh secara 

keseluruhan.  Serangan  fisik  pada  target  industry  dan  militer  yang  berhubungan 

dengan tujuan politik akan menyediakan kesempatan yang lebih baik dalam 

mengalahkan suatu negara. 

Jaringan dari sistem musuh terdiri dari 5 bagian atau lingkaran. Tiap negara 

mempunyai pusat gravitasi yang mengakibatkan komandan komandan memandang 

negara tersebut dengan lingkaran berbeda. Pusat gravitasi memberikan perencana 

kampanye udara prioritas dalam melakukan aksi mereka. Pimpinan atau komando 

adalah   target   pertama   karena   keputusan-keputusan   penting,   bimbingan,   dan 

koordinasi datang dari pimpinan. Menumpulkan atau menghancurkan lingkaran ini 

akan memisahkan otak dari tubuh musuh. Aksi ini bertujuan guna meninggalkan 

negara  musuh  tanpa  pedoman.  Sebagai  contoh,  lingkaran  pimpinan  terdiri  dari 

majelis pembuat keputusan tingkat atas, organisasi kunci, dan sistem komunikasi.19 

  

Lingkaran  lain  terdiri  dari  esensi  organik,  infrastruktur,  populasi,  dan 

pasukan darat. Esensi organik adalah fasilitas atau tempat pengolahan yang suatu 

negara butuhkan untuk menunjang keberadaannya.  Infrastruktur terdiri dari 

kapabilitas  transportasi  negara.  Merintangi  aliran  barang  dan  jasa  secara  efisien 

akan membatasi kemampuan negara dalam melakukan operasi militer dan bisnis. 

Target-targetnya  antara  lain  jalan  raya,  rel  kereta  api,  pelabuhan,  dan  bandara. 

Warden tidak mendukung serangan langsung dan sembarangan terhadap penduduk 

sipil dan merasa hal tersebut sangat tercela untuk dilakukan. Tetapi, jika tekanan 

digunakan pada populasi untuk mempengaruhi pemerintah musuh, tekanan ini akan 

mendukung  penyelesaian  konflik  secara  sukses.  Moral  musuh  akan  diturunkan 

Kepentingan Amerika..., Roby Rakhmadi, FISIP UI, 2012

2

  

  

  

  

melalui  serangan  siang  malam  pada  sejumlah  target  yang  akan  mengganggu 

kehidupan masyarakat biasa sehari-hari. Pasukan darat, lingkaran terakhir adalah 

pasukan militer tradisional yang pasukan darat dan laut. 

Pasukan darat di masa lalu dipandang sebagai lingkaran paling penting. Tapi 

warden menganggapnya hanya sebagai alat bagi musuh untuk mencapai tujuan yang 

jelas. Jika mereka tidak mampu melancarkan serangan karena serangan udara pada 

lingkaran yang lain, mereka akan menjadi kurang mamu dalam mencapai tujuan 

politik  musuh.  Warden  menyarankan  serangan  dilakukan  dari  lingkaran  paling 

dalam. Lingkaran pertama yang harus diserang adalah pimpinan dan terakhir adalah 

pasukan darat. Kekuatan udara mengakibatkan komandan dapat menghantam semua 

atau  lingkaran  terpilih  dalam  serangan  secara  bersamaan.  Fleksibilitas  kekuatan 

udara memberi mereka keuntungan khusus dalam menyerang sistem musuh dengan 

banyak cara. 

Teori warden  berpusat  pada efek strategis  dalam sistem kekuatan  musuh 

secara  keseluruhan.   Serangan-serangan   ini  tidak  semata-mata   ditujukan   pada 

pasukan darat lawan tapi juga menentang tujuan politik dari suatu negara. Teknologi 

telah   membuat   kekuatan   udara   mencapai   kapabilitas   yang  sebelumnya   para 

teoretikus hanya dapat bermimpi atau berspekulasi di masa depan. Asumsi warden 

tentang penyerangan  musuh berdasarkan  sistem atau organisasinya  akan berhasil 

dengan lawan atau operasi yang sudah jelas.20 

  

Dalam intervensi militer di Libya, AS dan NATO memusatkan serangan 

berdasarkan titik-titik gravitasi seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dengan 

menyerang pusat-pusat gravitasi ini, maka intervensi militer NATO dengan 

mengunakan serangan udara bisa dijalankan dengan sukses. 

Kepentingan Amerika..., Roby Rakhmadi, FISIP UI, 2012

13

 

  

  

  

Menurut Bikhu Parekh, intervensi adalah upaya mencampuri urusan negara 

lain dengan tujuan untuk mengakhiri penderitaan fisik yang diakibatkan oleh 

disintegrasi atau penyalahgunaan kekuasaan dari suatu negara dan membantu 

menciptakan di mana stuktur dari pemerintah sipil dapat muncul dan terus berjalan. 

Dengan  dasar ini, pencegahan  dari penderitaan  fisik atau kematian  yang meluas 

yang diakibatkan oleh penyalahgunaan kekuasaan dapat menjadi sebab-sebab yang 

dibenarkan.21  Menurut Adam Roberts, Mengintervensi suatu negara secara militer 

  

tanpa persetujuan dari negara yang bersangkutan bertujuan mencegah penderitaan 

atau kematian yang meluas di antara penduduk.22 

Dengan demikian aksi militer yang dimaksud adalah intervensi humaniter 

dengan situasi ketika sejumlah tindakan telah diambil untuk mencegah penderitaan 

yang diakibatkan oleh pemerintah represif atau konflik internal di mana hak-hak 

politik dan sipil dari warga negara telah dilanggar. Intervensi berarti penyebaran 

kekuatan militer melistasi perbatasan untuk melindungi warga negara asing dari 

kekerasan yang diakibatkan oleh tindakan manusia serta intervensi tersebut harus 

dilakukan secara multilateral sehingga dapat diterima dan berlegitimasi.23  Dengan 

  

legitimasi yang diberikan, intervensi eksternal dilakukan berdasarkan norma-norma 

internasional yang bisa diterima dan berdasarkan alasan humaniter atau keinginan 

untuk mencegah pembunuhan, penderitaan, dan aliran lintas batas yang massif.24 

Oleh   karena   itu,   intervensi   militer   didefinisikan   sebagai   penggunaan 

  

kekuatan dengan melintasi perbatasan negara oleh kelompok negara dan organisasi 

  

  

  

  

  

regional dengan pembenaran dan alasan untuk aksi mereka guna memulihkan 

perdamaian dan keamanan sebagaimana mengakhiri penderitaan dan pelanggaran 

HAM   yang meluas melalui bantuan multilateral tanpa persetujuan dari negara di 

mana intervensi tersebut terjadi.25 

Terdapat 10 pola dalam intervensi militer yang dapat dilihat yang ditarik dari 

  


  

1.   Pola imperialistik: negara kuat mengintervensi secara militer di negara lain 

untuk    memperoleh kuentungan, memperdalam kepentingannya, dan 

meningkatkan meningkatkan pengaruh terhadap negara target dan dunia 

internasional. Versi yang lebih dikenal   dalam pola ini adalah intervensi 

hegemoni  yang  terjadi  ketika  negara  hegemoni  mengintervensi  negara 

tersebut agar tidak lepas dari pengaruhnya guna menjauhkan perkembangan 

politik yang tidak disukai oleh kepentingannya 

2.  Pola kolonial: kepentingan nasional dari negara kolonialis kuat dipaksakan 

dengan keras terhadap negara lemah, perang candu terhadap Cina dan 

diplomasi gunboat terhadap Amerika Latin di abad ke-19 adalah contoh dari 

pola ini 

3. Perimbangan kekuatan. Selama berabad-abad, ciri utama yang mengatur 

hubungan antar negara Eropa adalah perimbangan kekuatan antar negara 

berdaulat yang mengakibatkan terjadinya nonintervensi. Akan tetapi  perang 

dan intervensi kadang-kadang digunakan sebagai  alat untuk memperbaiki 

keseimbangan itu dan mencegah transformasi dari sistem multipolar menjadi 

hegemoni yang didominasi oleh satu aktor. Dalam perang suksesi  Spanyol, 

pada  awal  abad  ke-18,  justifikasi  yang  digunakan  untuk intervensi  asing 

adalah klaim dari pewaris takhta  yang sah akan tetapi tujuan sebenarnya 

adalah mencegah Bourbon Prancis menjadi terlalu kuat 

  

  

  

  

  

  

4.   Ideologi:  negara  yang  mengintervensi  mencoba  untuk  mengubah  sistem 

politik  dari  negara  sasaran  dengan  alasan  ideology.  Sebagai  contoh,  dari 

1815 sampai 1830 aliansi suci mengintervensi untuk mendukung rezim 

monarki ketika berhadapan dengan revolusi demokratik di Eropa, sementara 

intervensi AS di tahun 1980-an dirancang untuk menegakkan demokrasi.27 

5.   Penentuan nasib sendiri (self determination) intervensi militer dalam perang 

saudara  mungkin  mempunyai    motif imperialistic  atau ideologi,  tapi niat 

yang ada terkadang untuk mendukung salah satu pihak yang mengklaim hak 

penentuan nasib sendiri. Persamaannya, intervensi asing juga dimaksudkan 

untuk membantu masyarakat yang sedang berjuang melawan pendudukan 

colonial. 

6.  Membela diri.  Angkatan bersenjata digunakan di negara tetangga untuk 

membalas serangan dari pihak-pihak yang tidak bisa dikendalikan oleh 

pemerintahnya. Tujuan dari intervensi ini tidak untuk menggulingkan 

pemerintah dari negara sasara, tapi untuk mencegah serangan. Israel pada 

tahun 1980-an dan Turki di Utara Irak sering mengintervensi mengikuti pola 

ini. 

7. Pola intervensi perang dingin: antara 1945 dan 1990, 2 negara adidaya 

mengintervensi  di  wilayah  pengaruh  atau  zona  yang  disengketakan  baik 

dalam pola imperialistik maupun ideology. Pola ini meluas pada masa 

dekolonisasi dalam sistem lingkungan bipolar yang tidak biasa sehingga pola 

baru  intervensi  dapat  ditetapkan.  Contoh  kasusnya  antara  lain  adalah 

intervensi Uni Soviet di Hongaria pada tahun 1956 dan Afghanistan pada 

tahun  1979,  atau  intervensi  amerika  dalam  perang  saudara  Vietnam  dari 

tahun 1964 

8.  Intervensi humaniter: satu atau kelompok negara menggunakan angkatan 

bersenjata  untuk meredakan  penderitaan  manusia di dalam wilayah  suatu 

negara   lain.  Terdapat   dua  situasi   yang  dapat   dibedakan   antara   lain: 

  

  

  

  

  

perlindungan warga negara di luar negeri contohnya intervensi Israel di 

Entebbe Uganda pada 1976 atau intervensi prancis di Kinshasa, Zaire, pada 

tahun  1991  b  perlinedungan  penduduk  negara  lain  atau  minoritas  dalam 

contoh bencana kemanusiaan yang diprovokasi oleh pemerintah mereka. 

Operasi provide comfort di Irak Utara pada 1991 termasuk dalam kategori 

itu juga.28 

  

9. Intervensi  kolektif:       komunitas  internasional  secara  keseluruhan 

memutuskan untuk mengintervensi secara militer dalam suatu negara untuk 

memelihara perdamaian dan keamanan internasional.  Terdapat 2 perbedaan 

antara  pola  ini  dan  pola  sebelumnya  yaitu  pihak  yang  mengotorisasi 

intervensi ini adalah dewan keamanan PBB yang mewakili komunitas 

internasional  tanpa  tergantung  fakta  bahwa  intervensi  tersebut  dilakukan 

oleh satu  atau  beberapa  negara  atau organisasi  internasional  tujuan  yang 

sudah dinyatakan adalah memelihara atau memulihkan perdamaian dan 

keamanan internasional. Tipe intervensi ini hanya mungkin terjadi dalam 

masyarakat  suatu  negara  yang  telah  diorganisasikan  dengan  wewenang 

umum.  Intervensi  dengan kekuatan  yang disahkan oleh dewan  keamanan 

PBB sepanjang 1990-an terjadi di Irak, Somalia, Bosnia, Haiti, dan Timor 

Timur 

10. Intervensi untuk penghukuman: beberapa negara melakukan serangan pada 

negara  lain  untuk  menghukum  kesalahan  yang  diarahkan  pada  negara 

sasaran. Serangan AS pada Libya di tahun 1996 atau serangan rudal AS 

terhadap  target  di  Sudan  dan  Afghanistan  pada  1998  dapat  dimasukkan 

dalam kategori ini.29 

  

  

Berbagai   macam  prinsip  normatif   muncul  sebagai  akibat  pola  intervensi 

berdasarkan   sejarah.   Dalam   pemberlakuan   intervensi   militer,   kekuatan   yang 

mengintervensi  mengklaim  dengan  sejumlah  keyakinan,  pembenaran,  dan alasan 

  

  

  

  

  

  

untuk aksi mereka sedangkan negara lain menggunakan sejumlah argumen untuk 

mengutuk aksi tersebut.   Prinsip menyangkut masalah intervensi dibingkai oleh 

masyarakat internasional sebagai hasil dari pertentangan tersebut. 

  

  

  

Kepentingan nasional menurut Coulumbus dan Wolve adalah konsep sentral 

untuk mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi maupun menjelaskan 

kemungkinan perilaku negara di tingkat internasional. Menurut Papp, negara adalah 

entitas  yang  mendefinisikan  sendiri  apa  kepentingannya  dan  menentukan  usaha 

untuk mencapainya. Kepentingan suatu negara adalah kepentingan nasional dan 

metode  maupun  aksi  untuk  mencapai  kepentingan  nasional  disebut  kebijakan 

nasional. 

Papp mengidentifikasi setidaknya ada lima metode untuk mendefinisikan 

kepentingan nasional, yakni : 1) kriteria ekonomi, 2) kriteria ideologi , 3) 

augmentasi  power,  4)  keamanan  dan/atau  militer,  serta  5)  moralitas  dan 

legalitas.  Sementara  Couloumbus  dan  Wolfe  mengemukakan  sepuluh  kriteria 

untuk mendefiniskan kepentingan nasional, yakni : 1) operasional-filosofis (lokasi, 

waktu, dan persepsi terhadap dunia internasional), 2) ideologi, 3) moral dan 

legal, 4)  pragmatis, 5) keunggulan profesional, 6)partisan, 7) birokratis, 8) 

etnis/ras,  9)  status  kelas,  dan  10)  ketergantungan  terhadap  kebijakan  luar 

negeri. 

  

Kepentingan nasional juga dapat dilihat dari tantangan-tantangan yang 

dihadapi   oleh   negara   seperti   interdependensi   ekonomi,   kemajuan   teknologi, 

hadirnya institusi internasional, perpindahan transnasional dan sistem berpikir serta 

fragmentasi internal. Bagi kaum realis, negara memiliki pilihan yang lebih sempit 

untuk mendefinisikan kepentingan nasional mereka sebab sistem internasional yang 

anarki mengharuskan kepentingan nasional didefinisikan dalam kondisi balance of 

Kepentingan Amerika..., Roby Rakhmadi, FISIP UI, 2012

18

 

  

  

  

  

  

power.  Posisi  negara  dalam  sistem  internasional  itulah  yang  kemudian  akan 

membentuk definisi kepentingan nasional dan kebijakan luar negeri negara tersebut. 

Sementara, bagi kaum liberalis, kepentingan nasional sangat tergantung pada 

tipe masyarakat domestik di suatu negara sehingga kepentingan nasional tidaklah 

tergantung pada posisi negara dalam sistem internasional saja. Dalam paradigma 

liberal, sistem internasional dipercaya sebagai sistem moderat yang memungkinkan 

institusi dan jalur-jalur komunikasi menjaga kestabilan sistem dalam kondisi damai. 

Dapat dikatakan, paradigma liberalis lebih memandang kepentingan nasional 

ditentukan dari faktor-faktor yang berada dalam negara sementara paradigma realis 

cenderung mendefinisikan kepentingan nasional dari faktor-faktor yang berada di 

luar negara. 

  

 

  

  

Menurut  Viotti  Kauppi,  model  teori rasional  dalam pembuatan  kebijakan 

luar negeri menjadi dasar bagi alternatif, kebijakan, dan tindakan para pembuat 

kebijakan agar tujuan akhir dapat dicapai dengan sefektif dan seefesien mungkin. 

Model ini tidak bebas nilai karena sangat tergantung   pada pembuat kebijakan 

mempersepsikan tujuan yang ingin dicapai dan cara yang dianggap paling efektif 

untuk mencapainya.30 

  

Teori pilihan rasional memfokuskan perhatiannya pada aktor-aktor pembuat 

kebijakan dan pilihan-pilihan yang mereka buat. Mereka umumnya akan membuat 

kebijakan  yang membuat  diri berada  dalam  keadaan  yang lebih  menguntungkan 

bagi kepentingan mereka atau preferensi ideologis masing-masing. Dalam hal ini 

para pembuat kebijakan akan memaksimalkan kepuasan mereka dalam pengambilan 

keputusan.31  Teori ini didasarkan pada ide bahwa semua tindakan adalah rasional 

  

  

  

secara fundamental dan bahwa orang telah memperhitungkan untung dan rugi dari 

tiap tindakan sebelum memutuskan untuk melakukannya.32 

Rasionalitas dalam negara merujuk pada kepentingan nasional. Hal itu akan 

sulit didefinisikan secara pasti. Pilihan kebijakan politik yang diambil tergantung 

dari pengambil keputusan dengan kepentingannya sendiri dan persepsinya atas 

kepentingan nasional. Teori pilihan rasional atau rational choice theory menganggap 

dalam memahami  tindakan  atau fenomena internasional  tergantung dari individu 

yang terlibat di dalamnya atau pengambilan keputusan dan tujuan masing-masing 

dan hubungannya dengan pembuat keputusan (hubungan individu dan organisasi) 

dan konteksnya. 

  

  

  

Strategis  mengartikan  peperangan  asimetris  sebagai  konflik  yang 

menyimpang  dari  norma  atau  berdasar  pendekatan  tidak  langsung  untuk 

mengimbangi kekuatan musuh. Pihak yang berperang sepanjang waktu berupaya 

untuk meniadakan atau menjauhi kekuatan dari pihak lain sementara menggunakan 

kekuatan musuhnya sebagai kelemahannya. Peperangan asimetris dipahami sebagai 

strategi, taktik, atau metode peperangan dan konflik. Peperangan biasanya dilakukan 

antar negara-bangsa dengan kapabilitas yang seimbang dan konvensional. Ketika 

metode  asimetris  digunakan,  biasanya  dalam  bentuk  manuver  atau  keuntungan 

teknologi, mereka memiliki efek yang dramatis.33 

Peperangan asimetris meliputi sejumlah jangkauan teori, pengalaman, 

perkiraan, dan ketentuan. Dasarnya adalah peperangan asimetris berkaitan dengan 

akhir dan cara  yang tidak diketahui.34   Semakin  berbeda  lawannya  semakin sulit 

untuk mengantisipasi  aksinya. Jika suatu pihak tahu cara perencanaan  lawannya 

dalam mengeksploitasi perbedaannya, pihak tersebut akan mempu mengembangkan 

  

  

  

doktrin  tertentu  guna  mengimbangi  aksinya.  Terhadap  lawan  asimetris,  doktrin 

harus  menyediakan  cara untuk memperkirakan  asimetris  dan pikiran operasional 

yang asimetris lakukan di lapangan. 

Salah satu cara untuk meneliti peperangan asimetris adalah dengan melihat 

siklus pencegahan aksi reaksi klasik. Pihak musuh akan mempelajari doktrin dan 

mencoba mengimbanginya. Musuh kompeten akan melakukan hal yang tidak dapat 

diduga jika hal tersebut bekerja dengan baik. Ketidakpastian tidak dapat dipisahkan 

dari sifat peperangan dan asimetri meningkatkan hal tersebut. Doktrin dan taktik, 

teknik,  dan  prosedur  yang  menyediakan  solusi  sering  menjadi  tidak  terpakai 

sepanjang  operasi  di  lapangan.  Jika  musuh  datang  mengejutkan  dengan 

kapabilitasnya, balasan yang ada cenderung khusus dan kurang efektif. Berdasarkan 

prasangka dan kemampuan untuk beradptasi, keuntungan atas musuh harus 

berlangsung lama. Doktrin yang ada harus mempersiapkan kekuatan militer dengan 

pikiran untuk berhadapan dengan ketidakpastian secara cepat dan efektif.35 

  

  

  

Dengan adanya revolusi di timur tengah, khususnya yang terjadi di Libya, 

maka hal ini turut menjadi salah satu perhatian bagi AS di bawah Obama dalam 

mencapai kepentingan nasional negaranya. Revolusi yang terjadi di Libya ini 

mengakibatkan terjadinya intervensi militer yang dimandatkan oleh PBB kepada 

NATO di mana AS turut berperan di dalamnya. Berbagai literatur dan karya ilmiah 

mencoba melihat kasus ini dari berbagai sisi, mulai dari kondisi Libya sebelum 

revolusi, fokus keamanan NATO, kepentingan nasional AS di bawah Obama serta 

berbagai sudut pandang lainnya. Berbagai literatur tersebut akan digunakan sebagai 

materi pendukung penulisan dan sebagai bahan pembanding dalam penelitian ini. 

Beberapa di antaranya akan dipaparkan secara singkat untuk membuktikan bahwa 

  

  

  

  

  

topik penelitian yang diajukan ini merupakan karya ilmiah yang orisinil dan berbeda 

dengan penelitian serupa sebelumnya. 

  

1.5.1 Intervensi NATO di Libya 

  

  

Salah satu buku yang membahas mengenai sebab-sebab terjadinya intervensi 

NATO di Libya adalah karya Apriadi Tamburaka dengan judul Revolusi Timur 

Tengah:  Kejatuhan  para  Penguasa  Otoriter  di Negara-Negara  Timur  Tengah.36 

Buku ini membahas mengenai revolusi yang terjadi di timur tengah dan dampaknya 

terhadap  Libya  di  mana  terjadi  pergolakan  politik  yang  besar  sehingga 

mengakibatkan terjadinya pendekatan represif oleh rezim Khadafi terhadap para 

demonstran.  Pendekatan  represif  tersebut  mengundang  terjadinya  intervensi  oleh 

pihak  internasional  yang  diwakili  oleh  NATO.  Setelah  mendapat  mandat  PBB, 

maka NATO pun kemudian mengintervensi Libya dengan tujuan untuk  melindungi 

rakyat sipil dari ancaman militer Khadafi. 

Anggota NATO yang ikut terlibat dalam intervensi ini terutama terdiri dari 

  

Inggris, Prancis, dan AS. Mereka memulai serangan tersebut pada tanggal 19 Maret 

  

2011 dengan tujuan membentuk zona larangan terbang di wilayah udara Libya. 

Dengan pesawat dan kapal induk yang sudah mereka persiapkan, maka serbuan pun 

dimulai dengan menyerang target-target militer yang sudah ditentukan. 

Salah satu artikel lain yang dapat menambah penjelasan mengenai intervensi 

NATO ke Libya adalah karya ilmiah yang ditulis oleh Jeremiah Gertler dengan 

judul “Operation Odissey Dawn (Libya) Background and Issues for Congress”.37 

Dalam artikelnya, Gertler membicarakan mengenai operasi militer NATO di Libya 

yang dilakukan berdasarkan resolusi PBB No. 1973 dengan tujuan guna melindungi 

rakyat  sipil  Libya  dari  ancaman  militer  pemerintah  tanpa  adanya  pendudukan 

langsung  wilayah  darat  Libya.  Sebagai  responnya,  pemerintah  AS  menggelar 

operasi militer dengan nama Odissey Dawn dengan upaya multilateral di bawah 

  

  

  

NATO dengan tujuan menciptakan zona larangan terbang dan melindungi rakyat 

  

s

  

Operasi tersebut dengan cepat berhasil menciptakan zona larangan terbang 

di atas sejumlah kota di Libya, menghancurkan pertahanan udara Libya, dan 

menyerang pasukan Khadafi yang dianggap dapat menimbulkan bahaya bagi 

penduduk sipil. Dari awal, pemerintah Obama berniat menyerahkan komando 

operasinya kepada NATO dan pada tanggal 31 Maret 2011 akhirnya NATO 

mengambil  alih  kepemimpinan  tersebut  dari  AS.  Artikel  ini  juga  membahas 

mengenai peran kongres AS dalam mengesahkan penggunaan kekerasan, biaya 

operasi, kepentingan politik dan strategis AS, peran militer AS dalam operasi di 

bawah komando internasional, dll. 

   

  

  

Artikel  ilmiah  yang  dapat  digunakan  dalam  menjelaskan  mengenai 

penelitian  ini  adalah  tulisan  Ana  Dimitrova  dalam  Obama’s  Foreign  Policy: 

Between Pragmatic Realism and Smart Diplomacy.38  Dalam tulisannya, Dimitrova 

menjelaskan mengenai doktrin Obama dalam studi kasus intervensi militer NATO 

di Libya. Pemerintahan Obama yang menggantikan Bush sebagimana diungkapkan 

oleh  NSS  (National  Security  Strategy)  pada  tahun  2010  berupaya  menguatkan 

kembali kembali kepemimpinan AS di dunia pada saat telah muncul negara-negara 

yang  menjadi  penantang  dari  hegemoni  AS  seperti  BRIC  (Brazil,  Rusia,  India, 

Cina). Terdapat beberapa perbedaan dengan pola kebijakan luar negeri pada masa 

pendahulunya, yaitu Bush antara lain 

 Relativisasi kekuatan Amerika dalam dunia yang semakin kompleks yang 

berarti AS tidak dapat berperan sendiri dalam dunia internasional 

  

  

  

 Perubahan   dalam   persepsi   peran   AS   di   dunia   internasional.   Ketika 

interdependensi di dunia semakin meningkat dalam bidang ekonomi dan 

politik,  amerika tidak lagi dipandang  sebagai  bangsa  yang sangat 

diperlukan, akan tetapi lebih sebagai pemimpin. Presiden Obama 

menggambarkan kepemimpinan AS yang baru dalam hal kemitraan. 

  

Kebijakan Bush dengan agenda kebebasan digantikan oleh peran AS sebagai 

pemimpin  yang  mencari  solusi  melalui  dialog  dan  kerjasama.  Hal  ini  dapat 

dikatakan bahwa kebijakan obama bertentangan dengan pendahulunya di gedung 

putih. Kebijakan Bush lebih didasarkan pada kekuatan ekonomi dan militer atau 

hard power sedangkan Obama lebih menyukai penggunaan diplomasi dan bantuan 

pembangunan atau soft power untuk mencapai tujuan kebijakan luar negeri AS. 

Dengan memadukan keduanya jadilah smart power. 

  

Kebijakan yang berfokus pada smart power terbagi menjadi 5 area antara lain: 

  

  

 Kemitraan dan aliansi 

  

 Pembangunan global yang dimulai dengan kesehatan publik 

  

 Diplomasi publik 

  

 Integrasi ekonomi 

  

 Teknologi dan inovasi 

  

  

Strategi  smart  power  kemudian  diumumkan  secara  resmi  pada  tanggal  13 

  

Januari 2009 ketika sekretaris negara Hillary Clinton ketika berkunjung ke komite 

hubungan luar negeri senat. Dalam penerapannya, AS mencoba mereformasi negara 

dan memperkuat peran institusi sipil. Hal ini menunjukkan bahwa smart power telah 

menjadi prinsip utama dari kebijakan luar negeri Obama. Penerapannya dalam 

keikutsertaan  AS  dalam  perang  di  Libya  adalah  intervensi  AS  ditetapkan  oleh 

Obama sebagai humanitarian (tergabung dalama koalisi internasional yang disahkan 

oleh resolusi dewan keamanan PBB no. 1973 atas nama responsibility to protect) 

dan terbatas (dalam  hal pembagian  beban  yang berarti AS tidak akan  bertindak 

Kepentingan Amerika..., Roby Rakhmadi, FISIP UI, 2012

24

 

  

  

  

  

  

sendirian tapi bersama-sama dengan negara lain yang ikut dalam koalisi). Bentuk 

baru  dari  kepemimpinan  Amerika  dapat  ditetapkan  dengan  kepemimpinan  yang 

lebih luas dan pintar dalam peran AS untuk memobilisasi komunitas internasional 

dalam keamanan kolektif. Strategi smart power ini tentunya akan berkaitan dengan 

pencapaian kepentingan nasional AS di bawah Obama. 

  

  

Salah satu buku yang membahas mengenai perdebatan tentang intervensi 

humaniter  adalah  Security  Studies:  An  Introduction  karya  Paul  D.  Williams.39 

Dalam buku ini dibahas mengenai pengaturan kembali antara kedaulatan, Hak Asasi 

Manusia, dan masyarakat internasional. Secara tradisional hal tersebut dianggap 

sebagai  permintaan  dari  tatanan  internasional  yang  membutuhkan  ketaatan  ketat 

pada prinsip-prinsip dari kedaulatan dan noninterference di mana keamanan negara 

dan individu saling bertabrakan. Pada keadaan seperti itu, keamanan individu harus 

lebih diutamakan. 

Pasca perang dingin, banyak pemerintah dan cendekiawan berpendapat bahwa 

dalam kondisi tertentu, aspek kedaulatan bisa dibekukan dan intervensi diizinkan. 

Hal ini mengakibatkan perdebatan tentang pihak yang mempunyai hak untuk 

mengesahkan intervensi tersebut dan kondisi yang sesuai untuk perbuatan tersebut. 

Perdebatan ini mempertentangkan kedaulatan melawan HAM. Dari perspektif 

republikan, kedaulatan terletak pada rakyat dan pemerintah hanya boleh mengklaim 

hak kedaulatan jika mereka mampu memenuhi tanggungjawab mendasar terhadap 

rakyat mereka. Jika kedaulatan dimengerti sebagai hal yang tergantung pada HAM, 

  

  

  

  

maka  masyarakat  internasional  berperan  dalam  mendukung  kedaulatan  dengan 

melepaskan tanggungjawab mereka terhadap warga negara. 

Tanggung jawab dalam perlindungan (responsibility to protect) bukan hanya 

sekadar masalah kepedulian akan tetapi juga masalah tanggungjawab karena dasar- 

dasar dari kedaulatan dan masyarakat internasional adalah HAM secara individu. 

Sebagai akibatnya, masyarakat internasional mempunyai tanggungjawab guna 

memastikan bahwa pemerintah memenuhi kewajiban mereka dengan mencegah dan 

bereaksi terhadap kasus genosida, pembunuhan massal, dan pembersihan etnis serta 

membantu transformasi masyarakat setelah kejadian tersebut tuntas. 

  

Tanggung jawab dalam perlindungan (responsibility to protect) terbagi menjadi 3 

antara lain: 

  

1.   Responsibility  to  prevent  (pencegahan):   pencegahan  konflik  adalah 

tujuan mendasar dari PBB. Keseluruhan tujuan dari penjaga perdamaian 

PBB  tumbuh  dari  keyakinan  sekjen  bahwa  organisasi  dunia  dapat 

berperan lebih dalam perdamaian dan keamanan 

internasional  terutama  dalam  pencegahan  dan  penyelesaian  konflik 

bersenjata 

2.   Responsibility  to react (cepat tanggap): terjadi berdasarkan  dua kasus 

yaitu Kosovo dan Rwanda. Di Kosovo, hal dibuat untuk menghindarkan 

situasi  seperti  Kosovo  di  mana  dewan  keamanan  PBB  terbagi.  Di 

Rwanda, hal ini untuk menghindarkan pembiaran atas pembantaian yang 

terjadi di negara tersebut. 

3. Responsibility to rebuild (rekonstruksi pasca perang): setelah konflik 

berhasil diselesaikan, tujuan dari PBB bukan untuk mengembalikan 

masyarakat  ke  keadaan  sebelum  perang,  akan  tetapi  mengubahnya 

menjadi sesuatu yang baru. 

  

  

  

Humanitarian  Intervention  and Just  War.40   Sudut  pandang  idealis  membenarkan 

alasan perlunya intervensi humaniter. Dalam prosesnya, sangat etis untuk merespon 

tragedi kemanusiaan dan kemudian menerjemahkannya ke dalam aksi politik. 

Intervensi humaniter juga dilakukan secara multilateral dan melalui kerjasama antar 

negara. Sedangkan realisme menganggap bahwa negara-negara yang terlibat dalam 

operasi tersebut  adalah pemerintah  yang mempunyai  kepentingan  jangka pendek 

dan panjang. Dengan kata lain bahwa intervensi humaniter yang dilakukan tidaklah 

hanya untuk tujuan kemanusiaan. 

Untuk  kasus  di  Libya,  banyak  pihak  menilai  bahwa  berbagai  negara 

memiliki  kepentingan  dengan  adanya  revolusi  ini  dalam  artikel  di  kompasiana 

Politik Kepentingan dalam Krisis Libya41. Hal inilah yang menjadikan kasus ini 

kontroversial karena dianggap sebagai campur tangan barat untuk mencapai 

kepentingannya di Libya. Dalam krisis Libya itu sendiri, intervensi NATO (North 

Atlantic Treaty Organization) menentukan perkembangan keberlangsungan revolusi 

tersebut.  NATO  mendapatkan  mandat  dari  PBB  untuk  melakukan  intervensi  di 

negara tersebut. Dengan landasan yang dimiliki, NATO dalam mencapai 

kepentingannya, menggunakan instrumen kekerasan dengan menyerang pangkalan- 

pangkalan  militer  pasukan  loyalis  Khadafi,  walaupun  dalam  implementasinya 

banyak  menewaskan  warga  sipil.  Dengan  alasan  untuk  melindungi  warga  sipil, 

NATO memberlakukan zona larangan terbang di sejumlah kota di Libya. Tujuan 

resmi yang mereka dapatkan dari PBB adalah intervensi humaniter yang disahkan 

dengan  resolusi  no.  1973  Dewan  Keamanan.  Yang  mengejutkan  di  sini  adalah 

NATO juga melakukan serangan untuk membantu kelompok pemberontak dalam 

menggulingkan  Khadafi. Hal inilah yang menyebabkan banyak pihak meragukan 

niat NATO dalam mengadakan intervensi di sana. 

  

  

  

  

Sesuai dengan paradigma realis, keterlibatan NATO dalam krisis Libya 

tentunya didasari beberapa kepentingan. Kepentingan kapital dan geopolitik 

merupakan  dua  hal  yang  diperjuangkan.  Kepentingan  kapital  berkaitan  dengan 

ladang minyak yang dimiliki Libya.42 Jika negara-negara NATO seperti Amerika 

Serikat dan negara barat lainnya, dapat menanamkan pengaruhnya, tentunya hal ini 

akan berimplikasi pada kontrol perminyakan Libya. Di lain hal, kepentingan 

geopolitik  lebih  dikaitkan  dengan  pergolakan  politik  di negara-negara  Arab  dan 

posisi strategis Libya dalam kawasan tersebut. Berbicara dalam konteks ini, peran 

utama dalam intervensi NATO tentunya dipegang oleh Amerika Serikat. NATO 

menjadi kepanjangan tangan Amerika Serikat dalam melihat kepentingannya yaitu 

menanamkan pengaruhnya di Libya dan terkait ladang minyaknya. Inggris dan 

Perancis juga merupakan dua negara yang turut serta dalam operasi militer di Libya. 

Kedua negara ini memiliki  kepentingan  untuk memperbaiki  perekonomian 

negaranya  dengan  melirik  kekayaan  minyak  dan sejumlah  mineral  lainnya  yang 

melimpah di Libya.43  Seperti halnya dengan Amerika Serikat, kedua negara ini juga 

  

berkepentingan untuk menurunkan Khadafi dari tampuk kekuasaannya dalam 

menanamkan pengaruhnya di Libya. Khadafi dikenal sebagai pemimpin yang anti 

barat dan menjadi penghambat kepentingan barat. 

Sedangkan kondisi di Libya sudah sangat mendesak dengan adanya 

pembantaian  yang  dilakukan  oleh  Khadafi  terhadap  rakyatnya  di  mana  loyalis 

Khadafi berhasil mendesak pasukan oposisi di Benghazi sehingga  dikhawatirkan 

akan terjadi pembantaian oleh pihak Khadafi terhadap para oposisi. Dalam kasus 

ini, posisi AS dalam memandang konflik di Libya menjadi terjepit antara 2 opsi 

yaitu membiarkan saja krisis terjadi atau ikut dalam intervensi walaupun banyak 

pihak yang menganggap  bahwa keikutsertaan  AS dalam krisis ini adalah karena 

faktor minyak yang dimiliki Libya. Terlebih Libya adalah negara penghasil minyak 

terbesar ke-9 di dunia dan memiliki cadangan minyak terbesar di Afrika. Sedangkan 

AS sendiri di bawah kepemimpinan Obama berusaha untuk memperbaiki citranya di 

  

  

dunia  Islam.  Dengan  ikut  serta  di  dalam  intervensi  militer  yang  diadakan  oleh 

NATO   maka   AS   bisa   ikut   berperan   dalam   menanamkan   pengaruh   pasca 

tergulingnya Khadafi. Dikhawatirkan bila AS tidak ikut dalam intervensi tersebut, 

maka NATO tidak akan bergerak mengingat peran AS yang sangat sentarl dalam 

organisasi NATO. Walaupun setelah tanggal 31 Maret, AS mundur dari operasi 

tersebut dan menyerahkannya kepada NATO, akan tetapi AS telah menunjukkan 

citranya untuk ikut dalam intervensi tersebut. Penelitian ini akan mencoba untuk 

melihat perilaku AS dalam intervensi militer NATO ke Libya dari tanggal 19 Maret 

– 31 Oktober 2011. 

  

  

  

Salah satu buku yang dapat menjelaskan mengenai kebijakan luar negeri AS 

di timur tengah adalah karya Yakub Halabi dengan judul US Foreign Policy in the 

Middle East halaman 110-113.44 Halabi membahas mengenai kebijakan AS untuk 

mempromosikan demokrasi di negara-negara Arab dan muslim. Dengan adanya 

demokratisasi yang dilakukan, diharapkan akan tercipta kesejahteraan yang nantinya 

akan memberikan dampak keamanan pada AS sendiri. Adanya demokrasi di negara- 

negara  muslim  juga  akan  menghilangkan   terorisme   yang  sering  mengancam 

keamanan AS. Sebagai contoh untuk negara-negara muslim lainnya, AS mencoba 

memberikan proyek percontohan dengan demokrasi yang mereka coba terapkan di 

Irak dan Afghanistan. 

  

  

Demokratisasi yang dipromosikan oleh AS adalah kebijakan luar negeri AS 

pasca 11 September yang digaungkan oleh pemerintahan Bush agar kepentingan- 

kepentingan strategis Amerika seperti keamanan dan suplai minyak tetap stabil. 

Promosi demokrasi juga akan memperbaiki citra AS di mata negara-negara Arab. 

Citra Amerika Serikat yang selama ini selalu berpegang pada kekuatan militer akan 

  

  

  

  

  

menjadi  pulih  dengan  adanya  demokratisasi   yang  didengungkan  oleh  negara 

tersebut.  Pemerintahan  Obama  yang  menggantikan  Bush  tetap  berpegang  pada 

upaya penyebaran nilai-nilai demokrasi sebagaimana ditunjukkan oleh dukungan 

Obama terhadap kelompok oposisi di Libya. Dengan menyebarkan nilai-nilai 

demokrasi,  AS  berharap  dapat  mencapai  kepentingan  nasionalnya  yaitu  suplai 

minyak yang stabil dan keamanan negaranya. 

  

Buku lain yang dapat menjelaskan mengenai perilaku AS di timur tengah 

adalah karya fraser cameron dengan judul US Foreign Policy after the Cold War: 

Global Hegemon or Reluctant Sheriff ? (US: Routledge, 2005) hal. 181-192.45  Pasca 

perang dingin, AS menjadi superpower tunggal di dunia dan terjadi perubahan 

kebijakan luar negeri dari sebelumnya yang memerangi komunis menjadi melawan 

fundamentalis Islam. Keberlanjutan politik luar negeri Amerika Serikat di Timur 

Tengah dapat dibagi menjadi beberapa karakter antara lain memilih, menerima, dan 

menetapkan  kebijakan  keamanan  dan  luar  negerinya  secara  sendiri-sendiri.  Di 

dalam politik domestik AS sendiri, ada perpecahan di dalam partai yang ada di AS 

mengenai politik luar negeri. Unilateralis lebih banyak berada di partai republik 

sedangkan multilateralis lebih banyak berada di Demokrat. 

  

Buku lain yang dapat menjadi bahan tambahan dalam menjelaskan kebijakan 

luar negeri AS adalah karya Roland Dannreuther dan John Peterson dengan judul 

Security  Strategy  and  Transatlantic  Relations46.   Pasca  11  September,   terjadi 

perubahan kebijakan Amerika Serikat di timur tengah. Salah satu proyek Amerika 

yang baru adalah Timur Tengah raya yang merupakan strategi untuk menghadapi 

bahaya baru yang dipersepsi oleh pemerintah Amerika lebih berbahaya daripada 

ancaman   Soviet.   Kebijakan   luar   negeri   Amerika   Serikat   yang   baru   adalah 

membentuk  kembali  lingkungan  domestik  di  negar-negara  timur  tengah  yang 

  

dianggap  gagal  sehingga  dapat  menangkal  pertumbuhan  terorisme  yang  anti 

  

  

  

45

  Fraser Cameron. US Foreign Policy after the Cold War: Global Hegemon or Reluctant Sheriff  ? (US: Routledge, 2005) 

46

  

Roland Dannreuther dan John Peterson. Security Strategy and Transatlantic Relations. (US: Routledge, 2006) 

Kepentingan Amerika..., Roby Rakhmadi, FISIP UI, 2012

30

 

  

  

  

  

  

amerika.  Kebijakan  luar  negeri  Amerika  Serikat  dalam  timur  tengah  di  sini 

dipandang dari sudut eksternal. Dengan menyebarkan demokrasi, AS berupaya 

mengurangi gangguan teroris yang dianggap berasal di timur tengah. 

  

  

  

Model  Level  Analisis  pada  tingkat  negara  dan  konsep  intervensi  militer 

dalam  penelitian  ini  berfungsi  sebagai  “alat”  untuk  memahami  fenomena  yang 

hendak  diteliti.  Kesimpulan  atau  jawaban  atas  penelitian  ini  akan  diupayakan 

sebagai refleksi dari pemahaman konsep yang dipergunakan48. Akan tetapi, 

pengukuran  yang  akan  digunakan  dalam  penelitian  ini  bukanlah  dengan  angka- 

angka, melainkan lebih mengacu pada keakuratan deskripsi setiap variabel dan 

keakuratan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya49

  

Dengan demikian, penelitian ini tidak akan menempuh metode statistika 

dan matematika. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan 

dengan  metode  studi  dokumentasi  dan  literatur  untuk  mengumpulkan  informasi 

dalam materi-materi tertulis. Dokumen dalam hal ini mengacu pada teks atau apa 

  

  

  

saja  yang tertulis, tampak secara visual atau diucapkan  melalui  medium 

komunikasi.50

   

   Studi dokumen primer diperoleh dari website resmi pemerintah 

Amerika Serikat. Sementara data-data dokumen sekunder bersumber pada buku, 

jurnal, atau hasil penelitian dari sumber yang valid, yang berhubungan dengan topik 

penelitian. 

  

  

  

Pesawat terbang mempunyai keuntungan atas kecepatan dan ketinggian serta 

memiliki  kekuatan  dalam  menghancurkan  instalasi  dan  instrument  darat  baik di 

darat maupun di laut sementara pesawat tersebut tetap aman dari pembalasan efektif 

di darat.

  Pengunaan kekuatan udara dalam militer adalah untuk menciptakan kondisi 

yang paling menguntungkan dan merugikan musuh. 

Penelitian   ini  adalah  penelitian   yang  berbasiskan   konsep   kepentingan 

nasional untuk menganalisis peran AS yang mengandalkan serangan udara secara 

beruntun melalui NATO dalam intervensi militer yang terjadi di Libya pada 2011 

yang lalu. 

  

Penelitian ini akan menggunakan asumsi realisme klasik. Realisme klasik 

mengatakan bahwa negara adalah aktor yang uniter dan rasional. Pendekatan state- 

centric yang akan digunakan dalam penelitian ini berangkat pada pemikiran bahwa 

negara adalah aktor yang terpenting dalam politik dunia, dan bahwa sebagai aktor 

yang  rasional,  negara  akan  berupaya  mencapai  kepentingan  nasionalnya  melalui 

cara-cara yang tersedia.51

  

Berangkat  dari  asumsi  dan  kerangka  teori  yang  digunakan  sebelumnya, 

  

penelitian ini akan memfokuskan pada penggunan konsep kepentingan nasional 

terhadap   penggunaan   serangan   udara   dalam   intervensi   militer   NATO   yang 

dilakukan di Libya pada tanggal 19 Maret – 31 Oktober 2011. Dalam intervensi 

militer  tersebut   juga  akan  dijelaskan   motif-motif   kepentingan   nasional   yang 

  

1.8 Hipotesis 

  

  

  

Penelitian ini memiliki hipotesis yang akan dibuktikan sebagai berikut: “AS 

  

melalui  NATO  melakukan  serangan  beruntun  dalam  intervensi  militer  ke  Libya 

  

2011 karena terkait dengan kepentingan nasionalnya”. 

  

  

  

  

  

1.9 Sistematika Penulisan 

  

  

  

Untuk memudahkan  pemahaman  terhadap permasalahan  dalam skripsi ini, maka 

sistematika penulisan akan dibagi dalam lima bab, perinciannya sebagai berikut: 

BAB I 

Merupakan bagian pendahuluan, yang menjelaskan latar belakang permasalahan, 

kerangka pemikiran, model analisis, asumsi dan hipotesis, metode penelitian dan 

pengumpulan data, serta sistematika penulisan 

BAB II 

  

Penjelasan Konsep Air Power dalam Intervensi Militer NATO ke Libya 2011 

  

Bab III 

  

Kepentingan AS dan NATO di Libya 

  

BAB IV 

  

Perang Asimetris di Libya 

  

BAB V 

  

Bab kelima yang merupakan bab penutup dalam skripsi berisi kesimpulan dan saran 

dari skripsi 

Kepentingan Amerika..., Roby Rakhmadi, FISIP UI, 2012

35

 

  

  

  

   

  

INTERVENSI MILITER NATO KE LIBYA 2011 

  

  

  

  

Intervensi  militer  NATO  ke  Libya  yang  berlangsung  pada  19  Maret-31 

  

Oktober 2011 terbagi menjadi 2 operasi yaitu operasi odyssey Dawn dan operasi 

unified protector. Pada operasi odyssey dawn, AS memimpin operasi tersebut yang 

berlangsung  sampai  19  Maret  2011.  Sedangkan  pada  fase  kedua  yaitu  operasi 

unified protector, NATO memimpin langsung serangan dengan adanya pengalihan 

kepemimpinan  dari  AS.  Operasi  ini  berakhir  pada  tanggal  31  Oktober  2011. 

Intervensi ini dilakukan berdasarkan mandate DK PBB no. 1973 guna melindungi 

rakyat sipil dari ancaman militer Khadafi. 

  

  

  

  

Intervensi internasional di Libya dipimpin oleh AS, inggris, dan Prancis 

dimulai pada 19 Maret 2011 yang mengubah jalan revolusi Libya. Dalam waktu 4 

minggu, AS dan Eropa yang telah mempunyai hubungan baik dalam bidang politik, 

militer, dan perdagangan kemudian berbalik melawan Khadafi dengan meluncurkan 

kampannye militer terhadap beliau. Respon pemimpin barat terhadap pergolakan di 

Libya  sangat  berbeda  bila  dibandingkan  dengan  reaksi  mereka  sebelumnya  di 

Tunisa dan Mesir. Mereka mengimbau Khadafi untuk turun dan menginginkannya 

untuk pergi. Mereka menganggap bahwa sangat penting turut campur tangan untuk 

menyelamatkan  oposisi  dan  penduduk  sipil  serta  menurunkan  Khadafi  dengan 

kekerasan.52 

Komunitas internasional dengan cepat juga mengutuk penggunaan kekerasan 

oleh  aparat  keamanan  Khadafi  setelah  terjadinya  protes.  Setelah  hari  pertama 

  

  

demonstrasi pada 17 Februari, Obama mengutuk kekerasan terhadap para pemrotes 

pada hari itu juga. Perdana menteri Inggris David Cameron dan Presiden Prancis 

Nicholas Sarkozy mengekang dan menangguhkan ekspor militer mereka ke Libya. 

Di Prancis, Sarkozi Sejak awal pemberontakan berhasrat untuk menunjukkan 

kepempimpinan dalam kebijakan luar negeri negaranya dengan menjadikan ia 

berperan penting dalam intervensi militer. Sarkozy mencoba untuk menggunakan 

Libya  untuk  menaikkan  kembali  popularitas  politiknya  di  Prancis  menjelang 

pemilihan umum pada 2012. 

Ketika pertempuran semakin meningkat, para pemimpin AS, Inggris, dan 

Prancis mendapatkan tekanan politik domestik untuk memutuskan hubungan dengan 

Khadafi dan mengambil tindakan untuk menghukum rezimnya dan mendukung para 

pemrotes. Obama mencela kekerasan yang kembali dilakukan oleh rezim pada 23 

Februari  dan  mengatakan  bahwa  administrasinya  sedang  mencari  sejumlah  opsi 

untuk  merespon  krisis.  Obama  membekukan  sejumlah  simpanan  tokoh  rezim 

Khadafi. Beliau juga membatalkan seluruh kontak militer dengan Libya dan 

memerintahkan  intelijen  AS  guna  mengalihkan  aset  mereka  terhadap  kekerasan 

yang semakin meningkat dan memulai pengawasan terhadap pasukan loyalis dan 

pergerakan kendaraan lapis baja. 

Dengan dukungan dari AS dan Jerman, Inggris dan Prancis memperkenalkan 

sebuah resolusi di dewan keamanan PBB untuk menekan Khadafi dengan sanksi 

multilateral. Rusia keberatan dengan resolusi versi Inggris yang akan mengesahkan 

negara guna mengambil segala hal yang diperlukan dalam memungkinkan bantuan 

kemanusiaan yang dikhawatirkan akan menjadi dasar untuk intervensi militer. 

Resolusi tersebut dengan cepat berhasil dibuat setelah Cina dan Rusia berisyarat 

akan akan mendukung sanksi terbatas terhadap Khadafi. Resolusi Dewan Keamanan 

PBB no. 1970 segera diadopsi pada 26 Februari yang berbunyi:53 

Kepentingan Amerika..., Roby Rakhmadi, FISIP UI, 2012

54  Ibid. 16 

37

  

  

  

  

  

  

 Memberikan  yuridiksi  pada  mahakmah  internasional  (ICC)  atas  segala 

kejahatan  dan  kejahatan  terhadap  kemanusiaan  yang  dilakukan  di  Libya 

sejak 15 Februari 2011 

 Pemberlakuan  embargo  senjata  pada  Libya     dengan  mencegah  negara 

anggota untuk menyediakan segala jenis senjata atau peralatan militer pada 

Libya, menjalankan inspeksi pada pesawat dan kapal angkutan 

 Melarang negara anggota mengizinkan transit tentara bayaran ke Libya 

  

 Memberlakukan larangan bepergian pada 17 pejabat rezim Libya 

  

 Mendorong negara-negara anggota untuk membekukan aset keuangan dari 6 

tokoh rezim dan anggota keluarga Khadafi 

  

Dalam waktu sebulan, posisi pemberontak di lapangan mengalami kemunduran 

ketika  Khadafi  melancarkan  serangan  pada  Zawiyah,  Misrata,  dan  Cyrenaica. 

Inggris  dan  Prancis  meminta  diadakannya  tindakan  militer  terhadap  Khadafi 

walaupun mendapat keengganan dari AS. Tekanan domestik atau antusisasme yang 

sedikit mempengaruhi kesediaan dari AS untuk ikut berperan. Sementara kekerasan 

tidak dapat dihindarkan, AS dan sekutunya merencanakan dan menggerakkan 

peralatan militernya ke sekitar Libya. AS, Inggris, dan Prancis masih ragu untuk 

mengambil kampanye militer terhadap Khadafi tanpa bantuan dan partisipasi dari 

negara-negara Arab, pengesahan dari dewan keamanan, dan dalam payung NATO 

yang membutuhkan upaya diplomatik yang luas dalam waktu singkat.54 

  

Pada 28 Februari, menteri luar negeri AS Hillary Rodham Clinton menyatakan 

bahwa AS telah menjalin kontak dengan kepemimpinan pemberontak di Cyrenaica. 

Pada 1 Maret, anggota senat AS mengadopsi Resolusi No 85 yang mengutuk 

pelanggaran  HAM  di  Libya  dan  meminta  Khadafi  untuk  mundur  dalam  rangka 

transisi  demokrasi  yang  damai.  Resolusi  tersebut  mendorong  dewan  keamanan 

untuk  mengambil  langkah  yang  lebih  jauh  guna  melindungi  warga  sipil  dari 

serangan termasuk kemungkinan pemberlakuan zona larangan terbang atas wilayah 

Libya. Ketika pertempuran semakin meningkat, tekanan pada para pemimpin negara 

Kepentingan Amerika..., Roby Rakhmadi, FISIP UI, 2012

38

 

  

  

  

  

  

barat untuk campur tangan semakin tinggi.55 Obama, Cameron, dan Sarkozy 

menyatakan bahwa aksi militer harus disahkan oleh dewan keamanan. 

Ketika pertempuran semakin berkecamuk, angkatan laut dan udara sekutu mulai 

dikerahkan ke selatan Eropa dan Mediterania guna persiapan kemungkinan tindakan 

militer di akhir Februari. Pejabat Eropa dan AS mengusulkan bahwa NATO harus 

menjadi payung dari segala operasi militer yang diambil. Aliansi membutuhkan 

kesatuan dari semua anggotanya dalam menjalankan operasi akan tetapi hal tersebut 

terhambat karena beberapa faktor, salah satunya adalah mandat dari PBB.56 Pada 25 

  

Februari, para menteri NATO menggelar rapat darurat di Brussel pada 25 Februari 

untuk  membahas  situasi  di  Libya.  Spanyol  mengusulkan  untuk  mengirimkan 

pesawat  pengintai  AWACS  (Airborne  Warning  and  Control  System)  dan  kapal 

perang   ke   pantai   Libya   guna   memantau   keadaan.   Pada   7   Maret,   NATO 

menerbangkan pesawat AWACS-nya dari 10-24 jam sehari guna membantu 

perencanaan intervensi. Aset-aset ini disebar sebagai bagian dari operasi active 

endeavor yang melakukan operasi kontra terorisme dan keamanan maritim di 

mediterania. 

AS   dan   sekutunya   mulai   melakukan   perencanaan   dan   menggerakkan 

pasukan ke Libya segera setelah pemberontakan dimulai, yang pertama dilakukan 

adalah membantu evakuasi penduduk sipil serta meningkatkan kapabilitas untuk 

menentukan   tindakan   militer.  Setelah  pemberontakan,   Obama  memerintahkan 

Mullen untuk merancang operasi militer di Libya. Pada 27 Februari, pejabat Gedung 

Putih, Pentagon, dan Departemen Dalam Negeri berunding dengan pejabat NATO 

dan Eropa guna memberlakukan zona larangan terbang atas Libya. Kapal perang AS 

mulai bergerak melalui terusan Suez ke arah pantai Libya yang terdiri dari USS 

barry (kapal perusak dengan peluru kendali terarah) serta Kearsarge Amphibious 

Ready Group (KARG). Kearsarge ready group terdiri dari USS Kearsarge, kapal 

pendarat   amfibi   dan   USS   Ponce,   kapal   dok  transport   amfibi.   26th    Marine 

  

Expeditionary  Group  (MEU)  diangkut  dengan  Kearsarge  ARG  bersama  dengan 

  

  

  

  

skadron (AV-8B Harrier).  Hal ini mendorong Pentagon guna mengirim 400 marinir 

dari  battalion  pertama  dan  marinir  kedua  ke  luar  negeri  guna  mengantisipasi 

terjadinya operasi militer. Inggris yang mempunyai pangkalan udara di Malta telah 

siap untuk melancarkan serangan, sedangkan frigate dan kapal perusak Inggris yang 

telah membantu pengevakuasian warga Inggris masih tetap berada di dekat pantai 

Libya.  Prancis  mengirim  kapal  induk  Mistral  dan  frigate  pengawal  Georges- 

Leyguse ke pantai Libya. 

Pada 26 Februari, Italia membekukan perjanjian persahabatannya dengan Libya 

pada  tahun  2008  yang  mengandung  pernyataan  non-agresi  yang  bisa  mencegah 

Italia menggunakan kekuatan militer langsung maupun tidak terhadap Libya atau 

membolehkan  sekutu  guna  memakai  wilayah  Italia  termasuk  pangkalan  militer 

NATO dan AS.57 

  

Sementara situasi di Libya memburuk dan tekanan pada pemain regional untuk 

terlibat telah membuat Libya menjadi perhatian di dunia Arab. AS dan Eropa masih 

membahas dasar intervensi militer mereka atas dasar dukungan internasional dan 

regional. Dukungan regional pertama yang mereka dapatkan berasal dari Gulf 

Cooperation Council (GCC), kelompok regional yang terdiri dari 6 negara teluk. 

Setelah pertemuan antar menteri GCC di Dubai pada 7 Maret, pemimpin negara- 

negara teluk mengumumkan dukungan mereka pada resolusi DK PBB no. 1970 dan 

meminta dewan keamanan untuk melakukan segala hak yang diperlukan untuk 

melindungi warga sipil Libya termasuk pembentukan zona larangan terbang atas 

Libya. GCC juga mendorong Liga Arab untuk merespon pertempuran di Libya dan 

meminta diadakannya pertemuan darurat. Pada 12 Maret, 22 negara anggota Liga 

Arab menggelar pertemuan di Kairo guna merespon kekerasan di Libya. Liga Arab 

berniat  untuk berbicara  dengan  NTC  dan meminta  pemberlakuan  zona  larangan 

terbang oleh PBB atas Libya dan pendirian wilayah aman untuk penduduk sipil.58 

  

  

  

  

  

Dukungan terkuat tentang zona larangan terbang datang dari 6 anggota GCC yang 

telah meminta sesi darurat untuk mendorong zona larangan terbang. 

Prancis  mempelopori  upaya  untuk  mendapat  persetujuan  dari  kelompok  G-8 

untuk tindakan militer atas Libya dengan meminta dukungan AS dan negara-negara 

Eropa lainnya. Pada 14 Maret, Clinton bertemu dengan perwakilan NTC Mahmud 

Jibril yang meminta AS untuk mendukung zona larangan terbang. Pada 15 Maret, 

posisi AS dalam tindakan militer di Libya masih belum jelas akan tetapi waktu yang 

tersisa sangat sedikit untuk melakukan intervensi.59  Pasukan loyalis dipukul mundur 

  

ke Benghazi dan jika Khadafi berhasil merebut kota itu kembali akan sangat sulit 

bagi  AS  untuk  mendukung  gerakan  pemberontak.  Pada  16  Maret,  menhan  AS 

Mullen telah mempertimbangkan aksi militer. Obama kemudian menandatangani 

keputusan rahasia yang mengesahkan CIA untuk memberikan persenjataan ke 

pemberontak, langkah-langkah legal ke arah pembukaan pipa minyak, dukungan 

lainnya  terhadap  pemberontak.  Pada  17  Maret,  pasukan  loyalis  telah  merebut 

Ajdabiya dan maju ke arah timur laut ke Benghazi di mana mereka mendapatkan 

perlawanan  keras  dari  pemberontak  di  sepanjang  jalan.  Dengan  pusat 

pemberontakan yang terancam oleh pasukan Khadafi, AS dan sekutunya kemudian 

menekan Dewan Keamanan guna meluluskan resolusi. 

Rusia dan Cina menentang intervensi dan mengancam veto. Akan tetapi kedua 

negara  tersebut  kemudian  abstain  dalam  veto.  AS  berhasil  menarik  dukungan 

anggota non permanen  (Afrika Selatan, Nigeria, Bosnia, dan Portugal).  Pada 17 

Maret, DK PBB mengesahkan resolusi DK PBB no. 1973 yang memberikan negara 

anggota untuk bertindak secara mandiri atau melalui organisasi regional pengesahan 

untuk melakukan segala hal yang diperlukan untuk melindungi warga sipil Libya 

dari  ancaman  serangan  militer  pemerintah  Libya.  Resolusi  tersebut  menegaskan 

zona larangan terbang, embargo senjata yang ketat termasuk pencegahan tentara 

bayaran dari memasuki Libya yang dilakukan dengan pemeriksaan terhadap kapal 

dan  pesawat  yang  keluar  masuk  Libya,  pembekuan  aset  rezim,  dan  larangan 

  

  

bepergian  bagi  pejabat  Libya.  Resolusi  tersebut  melarang  pasukan  darat  untuk 

menduduki wilayah Libya. 

Pada   17   Maret,   dengan   resolusi   DK   PBB   no.   1973,   Obama   akhirnya 

memberikan pengesahan serangan udara terhadap Libya ketika terjadi rapat dewan 

keamanan  nasional  di  Gedung  Putih.  NATO  telah  ditetapkan  untuk  mengepalai 

operasi sejak awal, tetapi persetujuan di antara 28 anggotanya masih belum 

didapatkan. Anggota kunci seperti Jerman dan Turki masih enggan untuk terjun ke 

dalam konflik melalui aliansi. AS, Inggris, Prancis, dan beberapa negara Arab 

kemudian mengeluarkan ultimatum kepada Khadafi antara lain: gencatan senjata 

secepat  mungkin,  penarikan  pasukan  dari  kota  yang  diperebutkan,  dan 

menghentikan tindakan militer atau menghadapi serangan militer. Pada 19 Maret, 

pasukan loyalis mencapai pinggiran Benghazi. Prancis kemudian menggelar rapat di 

Paris untuk menyusun kebijakan koalisi di Libya. Keputusan yang dihasilkan dalam 

rapat itu adalah peserta menghasilkan kesepakatan bersama untuk memberlakukan 

resolusi  DK  PBB  no.  1973  dengan  segala  tindakan  yang  diperlukan,  termasuk 

kekuatan  militer.60   Dengan  kekuatan  militer  koalisi  yang  sudah  siap,  dukungan 

  

politik dan militer negara-negara  Arab serta pengesahan dari DK, maka AS dan 

sekutunya kemudian melancarkan operasi odyssey dawn (petualangan fajar) pada 19 

Maret.61 

  

Pada pagi tanggal 19 Maret, pasukan loyalis telah maju sepanjang pantai ke arah 

Benghazi dan telah mencapai pinggiran kota. Pada malam harinya, operasi militer 

koalisi terhadap Khadafi dimulai mengikuti hasil dari rapat di Paris, di mana 

pemimpin  dan  pejabat  tingkat  atas  telah  merapatkan  tujuan  militer  dan  politik. 

Dengan Benghazi yang terancam, Sarkozy memerintahkan pesawat tempur Prancis 

terbang ke ruang udara Benghazi guna melindungi kota dari serangan loyalis pada 

pertengahan rapat.62 

  

  

  

  

Tahap pertama dari intervensi koalisi berhasil, akan tetapi telah mengejutkan 

publik di AS dan Eropa. Di AS, terdapat reaksi yang ragu-ragu dan negatif dari 

kongres dan masyarakat bahwa negara terlibat dalam perang di luar negeri untuk 

ketiga kalinya. Obama   membela keterlibatan AS di Libya dengan dalih untuk 

mencegah bencana kemanusiaan dan mencega banjir darah di Benghazi. Beliau 

menekankan bahwa keterlibatan AS adalah terbatas dan tidak ditarik ke arah perang 

yang lebih luas di Libya. Sementara peperangan di Libya berlanjut di darat dan 

udara, administrasi kemudian mengalihkan kepemimpinan ke NATO untuk 

meminimalisir peran AS serta mengizinkan Inggris dan Prancis untuk memimpin. 

Obama,  Sarkozy,  dan  Cameron  telah  mencapai  kesepakatan  sementara  bahwa 

NATO akan mengambil alih operasi.63 

  

Presiden  Obama  berharap  bahwa  AS  akan  mampu  mentransfer 

kepemimpinan dalam operasi kepada entitas lain (negara, kelompok negara, atau 

organisasi multinasional) dalam beberapa hari. Kandidat terkuatnya adalah NATO, 

tapi Jerman dan Turki menolak opsi