Tampilkan postingan dengan label pelajaran hindu. 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pelajaran hindu. 2. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Juli 2025

pelajaran hindu. 2

 


an hendaknya perbuatan kita dalam keseharian, betapapun 

sibuknya sampai terengah-engah dalam melaksanakan dharma. Usahakanlah 

sebagai sambilan mencari harta dalam kesibukan  hidup ini. Tak ubahnya 

bagaikan sepasang lembu atau sapi yang menyandang bajak pada belakangnya, 

mengelilingi sawah sambil mencabut rumput yang dekat padanya sehingga 

menjadi senang.

4

Uji Kompetensi:

1. Buatlah ringkasan tentang materi yang berhubungan dengan sloka-

sloka kitab suci weda sebagai sumber hukum Hindu yang ada di 

lingkungan sekitar-mu! presentasikan di depan kelas, kumpulkan 

hasilnya dan atau laksanakan petunjuk sesuai ketentuan yang 

diberikan oleh bapak/ibu guru yang mengajar di kelasmu!

2. Setelah membaca dan melantunkan beberapa teks sloka kitab suci 

yang berhubungan dengan sumber hukum Hindu yang ada dan 

tersedia, bagaimana pandanganmu tentang sumber hukum Hindu? 

tuliskan, paparkan dan jelaskanlah!

3. Sloka kitab suci sebagai sumber hukum Hindu yang manakah 

yang sedang diterapkan atau berlaku di sekitar lingkungan 

masyarakatmu? Amati dan buatlah catatan seperlunya yang 

berhubungan dengan hal itu! Hasil pengamatan dan pecatatan yang 

anda lakukan, diskusikanlah dengan orang tuamu, selanjutnya 

buatlah laporannya sesuai dengan petunjuk membuat laporan, 

batas waktu pengumpulan laporan dan manfaat pembuatan laporan 

sebagaimana ditentukan oleh bapak/ibu guru yang mengajar di 

kelas-mu!

4. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari usaha 

dan upaya-mu memahami dan mempedomani tentang sloka-

sloka kitab suci Hindu, sebagai sumber hukum Hindu dalam 

mewujudkan kesejahtraan dan kebahagiaan hidup bermasyarakat? 

Tuliskanlah pengalaman anda!

5. Bila seseorang selalu mempedomani dan melaksanakan makna 

yang terdapat dalam sloka kitab suci yang berhubungan dengan 

hukum Hindu, dalam pengabdian hidupnya atau mengabaikannya, 

apakah yang akan terjadi? Buatlah narasinya 1–3 halaman diketik 

dengan huruf  Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas 

kwarto; 4-3-3-4!

                                           

D. Hubungan Hukum Hindu dengan Budaya, Adat-

Istiadat, dan Kearifan Daerah Setempat. 

Perenungan.

”Ye tu dharmasùyante

bhuddhimohànwita janàh,

apathà gacchatàm tesàm-

anuyàtàpi pidyate”.

Mwang ikang wwang nindà ring dharmaprawrtti, dening punggungya, jenek ta 

ya ring adharmaprawrtti, ikang manùtnùt iriya tuwi, niyata pamangguhanya 

lara.

Terjemahan:

Lagi pula orang yang merendahkan perbuatan dharma, karena angkuhnya, 

serta tetap melakukan perbuatan yang bertentangan dengan dharma dan juga 

yang mengikutinya, niscaya akan mendapatkan penderitaan, (Sarasamuçcaya, 

47).

Hukum Hindu adalah hukum agama dalam arti yang sebenar-benarnya. 

Sebagai hukum agama, hukum Hindu dapat disejajarkan atau disamakan 

dengan hukum yang lainnya yang berlaku di wilayah tertentu dimana umat 

sedharma berada, dalam arti yang sebenar-benarnya. Sebagai hukum agama, 

hukum Hindu disamakan pengertiannya dengan dharma yang bersumber pada 

Rta. Agama merupakan norma atau kaidah-kaidah moral yang bersumber 

langsung dari wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Dari sini tampak ada usaha untuk 

mengkaitkan nilai-nilai agama dengan praktek kehidupan, misalnya nilai 

agama itu telah ditranformasikan kedalan norma-norma sosial yang mengatur 

kehidupan manusia di dalam masyarakat.

Hubungan yang demikian tidak terlalu sulit mencari, karena agama Hindu 

memperlihatkan gejala yang multi-komplek sebagai pandangan hidup yang 

menyeluruh dan terpadu. John L. Esposito ketika memberi kata pendahuluan 

Agama Hindu disebut-sebut sebagai agama yang tertua di dunia, 

bagaimana hubungan hukum Hindu dengan budaya, adat-istiadat, dan 

kearifan daerah setempat di Indonesia? Diskusikanlah!

42 Kelas XII SMA/SMK 

pada buku” Agama dan Perubahan Sosiopolitik”, hanya melihat hubungaan 

agama pada dua dimensi, yakni dikatakan : agama mempunyai suatu hubungan 

yang integral dan organik dengan politik dan masyarakat.

Mengacu pada tujuan hidup manusia menurut pandangan agama Hindu, 

yaitu Moksartham Jagadhita ya ca iti dharma, maka sebenarnya tradisi Hindu 

menawarkan suatu sistem normatif dimana agama adalah integral dengan 

semua aspek kehidupan umat manusia, baik politik, sosial, ekonomi, hukum, 

pendidikan, keluarga dan lain sebagainya. Keseluruhan aspek kehidupan 

tersebut tercangkup dalam pengertian ”kekinian” dan ”keakanan” yang 

bersifat kesurgaan. (Soedjatmoko, 1979:25).

Pada gejala umum yang terjadi di Bali yakni keterkaitan agama dengan adat, 

adalah bukti adanya pertautan agama dengan salah satu aspek kehidupan 

manusia. Tjokorde Raka Dherana mengatakan, agama dan adat terjalin 

erat satu dengan yang lainnya, saling pengaruh-mempengaruhi. Karenanya 

pelaksanaan agama disesuaikan dengan keadaan tempat yang telah dan 

sedang berlaku. Penyesuaian yang dimaksud dimana bersifat membenarkan 

dan memperkuat adat setempat sehingga menjadikan kemudian suatu ”adat 

Agama” yaitu suatu penyelenggaraan agama yang disesuaikan dengan adat 

setempat (Dherana, 1984:18).

Pembuktian adanya pengaruh hukum Hindu menjiwai hukum adat telah 

terbukti sejak berdirinya kerajaan Hindu di Indonesia. Penguatan ini diberikan 

oleh Gde Pudja ketika membahas dimulainya pertumbuhan hukum Hindu. 

Pudja mengatakan, bagian-bagian dari ajaran-ajaran Hindu dan pasal-pasal 

dalam Dharmasastra telah disesuaikan dan dipergunakan sebagai hukum pada 

masa kerajaan Hindu di Indonesia. Bahkan bukan pada masa kerajaan Hindu 

saja, karena secara tidak disadari bahwa hukum itu masih tetap berlaku dan 

berpengaruh pula dalam hukum positif di Indonesia melalui bentuk-bentuk 

hukum adat. Bentuk acara Hukum dan kehidupan hukum Hindu yang paling 

nyata terasa sangat berpengaruh adalah bentuk hukum adat di Bali dan lombok, 

sebagai hukum yang berlaku hanya bagi golongan Hindu semata-mata (Pudja, 

1977:34).

Dalam berbagai penelitian dan penulisan Hukum Adat, baik dalam bidang 

hukum pidana, dalam bidang hukum perdata terutama hukum waris, hukum 

kekeluargaan dan perkawinan yang dikatakan hukum adat, semuanya ternyata 

hukum Hindu. Baik pengertian, istilah-istilah yang dipakai maupun dasar 

filosofinya delapan belas titel hukum atau astadasa wyawahara, pembagian 12 

jenis anak, berbagai jenis pidana adat seperti brahmantia, wakparusia, sahasa 

                                           

dan sebagainya. Semuanya merupakan hukum agama, ini berarti hukum Adat 

sebagian besar adalah hukum agama, yakni hukum adat itu sebagian besar 

adalah hukum agama Hindu (Pudja, 1997:34-35).

Dalam prakteknya di tengah masyarakat memang tampak gejala yang bertautan 

antara hukum Hindu dengan Hukum Adat. Kitab-kitab Hukum Hindu dalam 

bentuk kompilasi seperti; Adigama, Agama, Kutaragama, Purwadigama dan 

Kutara Manawa, memang amat sering dijadikan sumber penyusunan Hukum 

Adat. Hanya transfer ke dalam Hukum Adat tidak dilakukan sepenuhnya, 

karena tidak semua materi dalam hukum Hindu tersebut sesuai dengan situasi, 

kondisi dan kebutuhan masyarakat. Di sini para tetua adat sangat berperan 

sebagai tokoh yang bertugas khusus menyaring nilai-nilai hukum Hindu untuk 

diselaraskan kebutuhannya sesuai dengan sistem sosial yang berkembang di 

lingkungan sekitarnya.

Hukum adat menduduki orbit yang sentral dan telah berperan dominan dalam 

suatu lingkungan budaya tertentu, yakni lingkungan masyarakat adat yang 

mendukungnya. Konsekuensi dari peran yang dominan itu menjadikan hukum 

Adat semakin mengakar dan melembaga dalam interaksi sosial masyarakatnya, 

dalam arti bahwa kepatuhan masyarakat terhadap Hukum Adat tersebut tidak 

dapat dibantahkan.

Konsekuensi lainnya adalah membawa akibat yang sangat fatal, dimana mulai 

muncul tokoh-tokoh hukum adat yang tidak lagi menerima anggapan bahwa 

hukum adat bersumber kepada hukum Hindu, berkesempatan mengemukakan 

hasil penelitiannya. Gde Pudja lebih jauh mengemukakan, ”Hukum Hindu-

lah yang merupakan sumber dasar dari Adat di Indonesia terutama di daerah-

daerah dimana pengaruh Hindu itu sangat besar. Untuk daerah Bali dan 

Lombok, pembuktian itu tidaklah begitu sulit, karena seluruh pola pemikiran 

dan tata kehidupan masyarakat yang beragama Hindu, tetap mendasarkan 

pada ajaran-ajaran agama Hindu yang mereka yakini (Pudja, 19977:192).

Menurut Soerjono Soerkarto, mengemukakan bahwa hukum Adat bersumber 

dari perkembangan perilaku yang berproses melalui cara, kebiasaan, tata 

kelakuan, dan adat istiadat, baru kemudian menjadi hukum adat, akan 

semakin mempertegas mengenai pembuktian adanya hukum Hindu menjiwai 

hukum adat. Namun kerangka teori ini akan melahirkan adat murni, karena ia 

bersumberkan kepada perilaku menjadi manusia, baik personal maupun umum. 

Dalam proses menjadikan kebiasaan, tata dan adat-istiadat, kitab Dharmasastra 

atau hukum Hindu sedikit banyak memberi pengaruh, berhubung kebiasaan, 

tata kelakuan dan adat istiadat itu dibatasi oleh suatu norma-norma sosial dan 

norma-norma agama yang besumber langsung dari Wahyu Tuhan. Hukum 

Hindu dalam pembahasan dimuka dinyatakan berdasarkan pada Åta.

44 Kelas XII SMA/SMK 

Meskipun dibentangkan secara tersirat dari beberapa uraian di depan, 

terkecuali menegakkan keberadaan hukum Hindu yang menjiwai hukum 

adat, sebenarnya dengan sendirinya juga mencangkup pengertian hukum 

Hindu menjiwai kebiasaan. Kebiasaan ini dibatasi dalam konteks-nya yang 

berakibat pada hukum adat. I Ketut Artadi menggambarkan kebiasaan itu 

demikian: ”Dalam aspek lain hubungan antara warga ini menonjol juga dalam 

hal pentaatan terhadap kebiasaan pergaulan hidup yang dihormati yang dapat 

berupa tata susila, sopan santun, hidup dalam pergaulan di suatu desa, yang 

sedemikian dianggap patut seperti cara bertegur sapa, tolong-menolong orang 

yang kena musibah, saling tolong dalam menanam padi, saling membantu 

dalam soal membuat rumah dan lain-lain. ”(Artadi, 1987:2). Komponen ini 

terdiri dari pernyataan tersebut berturut-turut adanya pentaatan dari warga, 

kebiasaan pergaulan hidup yang dihormati, dan output berupa kebiasaan 

tolong-menolong.

Ide-ide untuk mematuhi norma sosial dan norma agama, sehingga melahirkan 

perilaku sosial yang tolong menolong, seperti terdapat dalam komponen 

tersebut di atas merupakan ide-ide yang melahirkan hukum adat. Dengan 

demikian terdapat hubungan berantai dan estafet: dari hukum Hindu menjiwai 

hukum adat, dan penjiwaan itu mengalir juga menjiwai kebiasaan. Pembuktian 

adanya pengaruh hukum Hindu terhadap adat telah terbukti sejak berdirinya 

kerajaan Hindu di indonesia. Penguatan ini diberikan oleh Gde Pudja ketika 

membahas dimulainya pertumbuhan hukum Hindu. Gde Pudja mengatakan, 

bagian-bagian dari sejarah dan pasal-pasal dalam Dharmasastra dialihkan dan 

digunakan sebagai hukum pada masa kerjaan Hindu di Indonesia. Bukan pada 

masa Hindu saja, karena secara tidak disadari bahwa hukum Hindu itu masih 

tetap berlaku dan berpengaruh pula dalam hukum positif di Indonesia melalui 

bentuk-bentuk hukum adat. Bentuk secara kasat mata dengan kehidupan 

hukum Hindu yang paling nyata masih terasa sangat berpengaruh adalah 

bentuk hukum adat di Bali dan Lombok, sebagai hukum yang berlaku hanya 

bagi golongan Hindu semata-mata (Pudja, 1977:34). 

Team research Universitas Udayana Denpasar dalam penelitiannya tentang 

pengaruh agama Hindu terhadap hukum pidana adat di Bali, menunjukkan 

adanya pengaruh hukum Hindu dalam jenis pelanggaran susila ini: Lokika, 

Sanggraha, Amandel Sanggama, Gamia Gamana, salah krama, drati-krama, 

dan wakparusya. (Team research Universitas Udayana Denpasar, 1975 : 47).

                                           

Semua jenis hukum adat tersebut pernah diterapkan dalam peradilan Kerta di 

Bali semasa zaman penjajahan Hindu Belanda di Indonesia. Dari keputusan-

keputusan raad van kerta kita mendapatkan kesimpulan bahwa bentuk hukum 

perdata, terutama hukum waris dan perkawinan menempati skala pelanggaran 

terbesar dibandingkan bentuk hukum lainnya.

Apabila skala pengaruh hukum Hindu terhadap hukum adat ditinjau secara 

makro, maka kita harus bertolak pada tiga hal pokok yang dipakai tumpuan 

memahami eksistensi hukum adat Bali secara lebih mendasar. Ketiga hal 

pokok itu adalah Tri Hita Karana, yakni adanya upaya umum masyarakat 

itu sendiri. Upaya menegakkan keseimbangan hubungan masyarakat secara 

keseluruhan dengan alam Ketuhanan.

Berbagai pengaruh hukum Hindu terhadap hukum adat sebagaimana contoh 

yang dikedepankan di atas, menunjukkan skala pengaruh hukum Hindu 

terhadap hukum adat pada dimensi ”Pawongan” dan ”palemahan”. Adanya 

pengaruh hukum Hindu terhadap hukum adat, tidak dimaksudkan untuk 

mengatakan bahwa hukum adat itu tidak ada. Gde Pudja mengatakan, hukum 

adat haruslah tetap ada, sebagai kaidah yang asli pada masyarakat primer. 

Namun sejauh ini pembuktian untuk membedakan hukum adat dengan hukum 

Hindu, belum banyak dilakukan. Kalau ada, penulisan ini belum sampai 

melihat kemungkinan bahwa hukum itu bersumber pada Hukum Hindu. 

(Pudja, 1977:34).

Demikianlah hubungan hukum Hindu dengan budaya, adat-istiadat, dan 

kearifan daerah setempat telah menyatu saling memelihara diantaranya. 

Keberadaan adat-istiadat di Indonesia patut dipelihara guna mewujudkan 

cita-cita bangsa ini yakni menjadi bangsa yang sejahtera dan makmur serta 

bahagia.

Uji Kompetensi:

1. Buatlah ringkasan materi tentang hubungan hukum Hindu dengan 

budaya, adat-istiadat, dan kearifan daerah setempat yang ada di 

lingkungan sekitar-mu! presentasikan di depan kelas, kumpulkan 

hasilnya dan atau laksanakan sesuai petunjuk atau ketentuan yang 

diberikan oleh bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!

46 Kelas XII SMA/SMK 

2. Setelah membaca dan memahami teks hubungan hukum Hindu 

dengan budaya, adat-istiadat, dan kearipan daerah setempat 

yang ada dan tersedia seperti terurai tersebut di atas, bagaimana 

pandangan-mu tentang sumber hukum Hindu? tuliskan, paparkan 

dan jelaskanlah!

3. Bagaimana hubungan hukum Hindu dengan budaya, adat-istiadat, 

dan kearifan daerah setempat yang ada di sekitar lingkungan 

masyarakat-mu? Amati dan buatlah catatan seperlunya yang 

berhubungan dengan hal itu! Hasil pengamatan dan pecatatan yang 

anda lakukan, diskusikanlah dengan orang tua-mu, selanjutnya 

buatlah laporannya sesuai dengan petunjuk membuat laporan, 

batas waktu pengumpulan laporan dan manfaat pembuatan laporan 

sebagaimana ditentukan oleh bapak/ibu guru yang mengajar di 

kelas-mu!

4. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari 

usaha dan upaya memahami dan mempedomani hukum Hindu 

dan budaya, adat-istiadat, serta kearifan daerah setempat guna 

mewujudkan ketertiban hidup bermasyarakat? Tuliskanlah 

pengetahuan anda!

5. Amatilah lingkungan sekitar-mu, bagaimana praktik hubungan 

hukum Hindu dengan budaya, adat-istiadat, serta kearifan daerah 

setempat dalam mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan 

hidup bermasyarakat? Buatlah narasinya 1 – 3 halaman diketik 

dengan huruf  Times New Roman – 12, spasi 1,5 cm, ukuran 

kertas kwarto; 4-3-3-4! Selanjutnya ikuti petunjuk sebagaimana 

ditentukan oleh bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!

6. Amatilah gambar berikut ini dengan baik dan benar! Akibat hukum 

yang bagaimanakah akan diterima oleh pelakunya? Diskusikanlah 

dengan kelompokmu, buatlah catatan seperlunya dalam bentuk 

narasi terkait dengan hasil diskusi yang dilakukan!


Yathemàm vàcaý kalyànim àvadàni

janebhyaá, brahma-ràjanyàbhyàý

úùdràya càryàya ca, 

svàya càraóàya ca.

Terjemahan:

”Hendaknya engkau menyebarkan ajaran Weda yang suci ini 

kepada para brahmana, ksatriya, para vaisya, para sudra, orang-orang kami 

dan orang-orang asing dengan cara yang sama (Yajurveda, XXVI.2).

 

Peradaban Hindu dinyatakan 

berkembang dari daerah asalnya 

‘Lembah Sindhu – India’ ke seluruh 

Dunia, mengapa praktik ajarannya di 

daerah kita berbeda dengan daerah 

asalnya? Renungkanlah!


SEJARAH PERKEMBANGAN 

KEBUDAYAAN HINDU DI 

DUNIA

Bab II


A. Kebudayaan Prasejarah dan Sejarah Agama Hindu 

di Dunia

Zaman pra-sejarah adalah zaman dimana belum dikenalnya tulisan. Zaman 

prasejarah berlangsung sejak adanya manusia, sekitar ± (dua) juta tahun 

yang lalu, hingga manusia mengenal tulisan. Untuk mengetahui kehidupan 

prasejarah, para ahli mempelajari fosil, tentang bagian tubuh binatang, 

tumbuhan, dan atau manusia yang membatu. Kondisi lingkungan alam pada 

zaman pra-sejarah sangatlah berbeda dengan lingkungan yang ada sekarang. 

Hal ini disebabkan karena ketika itu banyak terjadi peristiwa alam, seperti 

pengangkatan daratan, naik-turunya air laut, dan kegiatan gunung berapi. 

Binatang dan tumbuh-tumbuhan yang berukuran besar sangat banyak 

ragamnya. Binatang dan tumbuhan itu kini sudah banyak yang punah.

Manusia purba yang hidup pada zaman pra-sejarah dapat di kelompokkan 

menjadi sebagai berikut ;

1. Meganthropus palaeojavanicus: manusia yang paling purba;

2. Homo erectus atau Pithecanthropus: manusia yang sudah berjalan tegak; 

3. Homo sapiens: manusia purba yang sudah mirip manusia sekarang.

Ketiga kelompok manusia purba ini memiliki masa 

perkembangan dan migrasi untuk mempertahankan 

kelangsungan hidupnya. Berdasarkan temuan-

temuan fosil manusia purba di berbagai penjuru 

dunia, kini para ahli paleoantropologi dapat 

menyusun sejarah makhluk manusia. Sejarah yang 

disusun itu menyangkut proses perkembangan 

jasmani manusia maupun proses migrasi manusia 

untuk menghuni seluruh permukaan bumi yang 

ada ini. Proses penyusunan dan perkembangan 

tentang jasmani manusia yang dilakukan oleh para 

ahli paleoantropologi mengikuti teori evolusi, yang 

sudah dikemukakan oleh Charles Darwin pada 

tahun 1859. Menurut temuan fosil pra manusia yang 

Apakah kebudayaan itu?, Bagaimana prasejarah, dan sejarah kebudayaan 

agama Hindu itu terjadi? Carilah artikel yang berhubungan dengan 

sejarah kebudayaan agama Hindu, selanjutnya diskusikanlah!


telah di temukan saat ini, mahkluk yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal 

manusia adalah mahluk Australopithecus. Jika diamati dari bentuk fosil yang 

ada, tampak ada 4 (empat) perubahan jasmani dalam makhluk pra-manusia 

yang sangat menentukan proses evolusi menuju manusia sejati. Melalui proses 

evolusi inilah manusia kemudian mampu mengembangkan kehidupannya 

dengan lebih baik dari sebelumnya.

Menurut temuan fosil pra-manusia yang telah ditemukan hingga saat ini, 

makhluk yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal manusia adalah mahkluk 

Australopithecus (kera dari selatan). Makhluk ini berkembang dengan pola 

migrasi. Dinyatakan ada 4 (empat) jenis mahkluk Australopithecus yang 

ditemukan di Afrika, seperti; Australopithecus afarensis, Australopithecus 

africanus, Australopithecus robustus, dan Australopithecus boisei (Soekmono, 

1958: 10).

Menurut pandangan Hindu, manu adalah manusia yang pertama diciptakan 

oleh Brahman /Ida Sang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa pada masa srsti 

atau penciptaan. Ciptaan Brahman setelah alam semesta adalah tumbuh-

tumbuhan, kemudian binatang, dan baru kemudian manusia. Manu yang 

disebut manusia adalah makhluk yang tersempurna dengan bayu, sabda, 

dan idep yang dimilikinya. Bayu adalah tenaga yang mengantarkan manusia 

memiliki kekuatan atau tenaga. Sabda adalah unsur suara yang menyebabkan 

manusia dapat berbicara atau bertutur kata yang baik dan sopan. Sedangkan 

idep adalah pikiran, hati, dan rasa yang menyebabkan manusia dapat berlogika. 

Ketiga unsur utama inilah yang menyebabkan manusia dapat membedakan 

antara yang baik dengan yang buruk, benar dan salah, boleh dan tidak boleh. 

Kitab Bhagawadgita menyebutkan sebagai berikut;

”Prakrtim purusa chai ‘wa widdhy anadi ubhav api, vikarams cha gunams 

chai ‘wa, viddhi prakrti sambhavan ” (Bhagawan Gita, XIII.19).

Terjemahannya:

Ketahuilah bahwa Prakrti dan Purusa kedua-duanya adalah tanpa permulaan, 

dan ketahuilah juga bahwa segala bentuk dan ketiga guna lahir dari Prakrti.

”Tapo wācam ratim caiwa kāmam ca wiwerkatham dharman wyawecayat, 

srstim sasarja caiwemām srastumicchannimah prajāh (Menawa Dharmasastra 

I.25)

Terjemahannya:

Ketawaqalan, ucapan, kesenangan, nafsu dan kemarahan serta segala isi alam, 

Tuhan ciptakan karena Ia ingin menciptakan segala mahkluk ini.

5

”Mangkana pwa Bhatara Siwa, irikang tattwa kabeh, ri wekasan lina ring sira 

mwah, nihan drstopamanya kadyangganing wereh makweh mijilnya tunggal 

ya sakeng way” (Bhuwana Kosa. lp. 22b).

Terjemahannya:

Demikian halnya Bhatara Siwa (Tuhan), keberadaan-Nya pada segala makhluk, 

pada akhirnya akan kembali pula kepada-Nya, demikian umpamanya, bagaikan 

buih banyak timbulnya, tunggallah itu asalnya dari air.

Berdasarkan uraian dan penjelasan pustaka suci tersebut di atas, sangat jelas 

menyatakan bahwa menurut pandangan Hindu, manusia diciptakan oleh 

Brahman/Sang Hyang Widhi wasa/Tuhan Yang Maha Esa pada masa srsti. 

Selanjutnya hidup dan berkembang sesuai dengan budaya dan lingkungan 

alam sekitarnya. 

Pada zaman migrasi disebutkan ada dua tingkatan masa, yaitu masa berburu 

dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana dan tingkat lanjut. Masa 

berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana sering disebut zaman 

Paleolitik. Masa ini berlangsung sejak (2 juta tahun yang lalu hingga 10.000 

tahun sebelum Masehi), yaitu ketika manusia masih hidup berpindah-pindah 

(nomaden). Pada zaman ini alat yang digunakan adalah kapak batu dan alat 

serpih.

Oleh manusia purba, masa migrasi dilanjutkan dengan masa berburu dan 

mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Zaman ini juga disebut sebagai zaman 

maesolitik yang berlangsung sejak (10.000–4000 tahun sebelum masehi). Di 

zaman maesolitik manusia sudah hidup di gua-gua atau di tepi pantai agak 

menetap. Pada zaman ini manusia purba sudah menggunakan peralatan kapak 

pendek, kapak Sumatralit, mata panah, dan alat-alat tulang.

Setelah masa maesolitik kehidupan manusia purba menuju ke masa bercocok 

tanam. Zaman ini disebut juga zaman Neolitik dan berlangsung sejak (4000-

2000 tahun sebelum masehi). Di zaman Neolitik, manusia sudah dapat 

menanam berbagai jenis tumbuhan dan menernakkan hewan. Mereka sudah 

hidup menetap dan menggunakan alat-alat batu yang sudah diasah halus, 

seperti kapak persegi dan kapak lonjong. Pada masa inilah manusia tidak 

lagi menjadi pengumpul makanan (food-gatherer), tetapi juga penghasil 

makanan (food-producer). Perubahan ini disebut Revolusi neolitik. Mereka 

percaya pada roh nenek moyang dan mulai mendirikan bangunan megalitik. 

Di Indonesia, cara bercocok tanam di bawa oleh orang-orang Nusantara yang 

berbahasa Austronesia dari Taiwan dan Filipina Utara.

                                           

Zaman Perundagian disebut juga zaman Logam Awal atau kehidupan 

masa perundagian yang berlangsung sejak (2000 tahun sebelum masehi 

sampai dengan abad IV masehi). Sejak zaman Logam Awal  manusia mulai 

mengenal pembuatan alat-alat dari logam seperti nekara, kapak perunggu, 

bejana gepeng, dan perhiasan. Budaya ini disebut budaya Dongson. Mereka 

hidup di perkampungan tetap. Ada kelompok pengrajin benda tertentu dan 

perdagangan mulai maju. Di masa ini mulai terbentuk golongan masyarakat 

sebagai pemimpin, pendeta, orang awam, dan budak. Hasil kebudayaan yang 

ditemukan pada masa ini adalah;

1. Kapak Genggam: berfungsi untuk menggali umbi, memotong dan menguliti 

binatang.

2. Kapak Perimbas: berfungsi untuk merimbas kayu, memecahkan tulang, 

dan sebagai senjata yang banyak ditemukan di Pacitan. Maka Ralph 

Von Koeningswald menyebutkan kebudayaan Pacitan, dan pendukung 

kebudayaan Pacitan adalah jenis Phitecantropus.

3. Alat-alat dari tulang dan tanduk binatang: berfungsi sebagai alat penusuk, 

pengorek dan tombak. Benda-benda ini banyak ditemukan di ngandong, dan 

sebagai pendukung kebudayaan ini adalah Homo Wajakensis, dan Homo 

Soloensis. Alat-alat yang dimanfaatkan untuk hidup adalah;

a. Serpih (flakes) – terbuat dari batu bentuknya kecil, ada juga yang 

terbuat dari batu induk (kalsedon): berfungsi untuk mengiris daging atau 

memotong umbi-umbian dan buah-buahan. Pendukung kebudayaan ini 

adalah Homo soloensis dan Homo wajakensis.

b. Kapak Sumatra (Pebble): Sejenis kapak genggam yang sudah digosok, 

tetapi belum sampai halus. Terbuat dari batu kali yang dipecah atau 

dibelah.

c. Kjokenmoddinger: Dari bahasa denmark yang artinya sampah dapur.

d. Abris Sous Roche: Adalah tempat tinggal yang berwujud goa-goa dan 

ceruk-ceruk di dalam batu karang untuk berlindung.

e. Batu Pipisan: Terdiri dari batu penggiling dan landasannya. Berfungsi 

untuk menggiling makanan, menghaluskan bahan makanan.

f. Kapak Persegi: Adalah kapak yang penampang lintangnya berbentuk 

persegi panjang atau trapesium. Ditemukan di Sumatera, Jawa, Bali, 

Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Sebutan kapak 

persegi diberikan oleh Von Heine Geldern.

5

g. Kapak Lonjong: Adalah kapak yang penampangnya berbentuk lonjong 

memanjang. Ditemukan di Irian, seram, Gorong, Tanimbar, Leti, 

Minahasa, dan Serawak.

h. Kapak Bahu: Adalah kapak persegi namun pada tangkai diberi leher 

sehingga menyerupai botol persegi. Kapak bahu hanya ditemukan di 

Minahasa, Sulawesi Utara.

i. Menhir: tugu batu yang didirikan sebagai pemujaan roh nenek moyang 

memperingati arwah nenek moyang dan lain-lain.

Pembagian zaman pada masa pra-sejarah diberi sebutan menurut benda-benda 

atau peralatan yang menjadi ciri utama dari masing-masing periode waktu itu. 

Adapun pembagian kebudayaan zaman pra-sejarah tersebut adalah:

1. Zaman Batu Tua (Palaelitikum);

Berdasarkan tempat penemuannya, 

maka kebudayaan tertua ini lebih 

dikenal dengan sebutan kebudayaan 

Pacitan dan kebudayaan Ngandong. 

Pada tahun 1935 di daerah Pacitan 

ditemukan sejumlah alat-alat dari 

batu, yang kemudian dinamakan 

kapak genggam, karena bentuknya 

seperti kapak yang tidak bertangkai. 

Dalam ilmu pra-sejarah alat-alat atau 

kapak Pacitan ini disebut chopper 

(alat penetak).

Soekmono; mengemukakan bahwa asal kebudayaan Pacitan adalah dari 

lapisan Trinil, yaitu berasal dari lapisan pleistosen tengah, yang merupakan 

lapisan ditemukannya fosil Pithecantropus Erectus. Sehingga kebudayaan 

Palaelitikum itu pendukungnya adalah Pithecanthropus Erectus, yaitu 

manusia pertama dan manusia tertua yang menjadi penghuni Indonesia 

(Kebudayaan Pacitan).

Di sekitar daerah Ngandong dan Sidorejo dekat Ngawi, Madiun, ditemukan 

alat-alat dari tulang bersama kapak genggam. Alat-alat yang ditemukan 

dekat Sangiran juga termasuk jenis kebudayaan Ngandong. Alat-alat 

tersebut berupa alat-alat kecil yang disebut flakes. Selain di Sangiran 

flakes juga ditemukan di Sulawesi Selatan. Berdasarkan penelitian, alat-

alat tersebut berasal dari lapisan pleistosen atas, yang menunjukkan bahwa 

alat-alat tersebut merupakan hasil kebudayaan Homo Soloensis dan Homo 

Wajakensis (Soekmono, 1958: 30). 


Dengan demikian kehidupan manusia Palaelitikum masih dalam tingkatan 

food gathering, yang diperkirakan telah mengenal sistem penguburan 

untuk anggota kelompoknya yang meninggal. 

2. Zaman Batu Madya (Mesolitikum);

Peninggalan atau bekas kebudayaan Indonesi zaman Mesolitikum, 

banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores. 

Kehidupannya masih dari berburu dan menangkap ikan. Tetapi sebagian 

besar mereka sudah menetap, sehingga diperkirakan sudah mengenal 

bercocok tanam, walaupun masih sangat sederhana. Bekas-bekas tempat 

tinggal manusia zaman Mesolitikum ditemukan di goa-goa dan di pinggir 

pantai yang biasa disebut Kyokkenmoddinger (di tepi pantai) dan Abris Sous 

Roche (di goa-goa). Secara garis besar kebudayaan zaman Mesolitikum 

terdiri dari: alat-alat pebble yang ditemukan di Kyokkenmoddinger, alat-

alat tulang, dan alat-alat flakes, yang ditemukan di Abris Sous Roche.

Kebudayaan zaman Mesolitikum di Indonesia diperkirakan berasal dari 

daerah Tonkin di Hindia Belakang, yaitu di pegunungan Bacson dan 

Hoabinh yang merupakan pusat kebudayaan prasejarah Asia Tenggara. 

Adapun pendukung dari kebudayaan Mesolitikum adalah Papua Melanesia.

3. Zaman Batu baru (Neolitikum);

Zaman Neolitikum merupakan zaman yang menunjukkan bahwa manusia 

pada umumnya sudah mulai maju dan telah mengalami revolusi kebudayaan. 

Dengan kehidupan yang telah menetap, memungkinkan masyarakatnya 

mengembangkan aspek-aspek kehidupan lainnya. Sehingga dalam zaman 

Neolitikum ini terdapat dasar-dasar kehidupan. Berdasarkan alat-alat yang 

ditemukan dari peninggalan zaman Neolitikum yang bercorak khusus, 

dapat dibagi kedalam dua golongan, yaitu;

Kapak persegi, didasarkan kepada penampang dari alat-alat yang 

ditemukannya berbentuk persegi panjang atau trapesium (von Heine 

Geldern). Semua bentuk alatnya sama, yaitu agak melengkung dan diberi 

tangkai pada tempat yang melengkung tersebut. Jenis alat yang termasuk 

kapak persegi adalah kapak bahu yang pada bagian tangkainya diberi leher, 

sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi.

Kapak lonjong, karena bentuk penampangnya berbentuk lonjong, dan 

bentuk kapaknya sendiri bulat telur. Ujungnya yang agak lancip digunakan 

untuk tangkai dan ujung lainnya yang bulat diasah, sehingga tajam. 

Kebudayaan kapak lonjong disebut Neolitikum Papua, karena banyak 

ditemukan di Irian.

5

Kapak pacul, beliung, tembikar atau periuk belanga, alat pemukul kulit 

kayu, dan berbagai benda perhiasan dan yang lainnya adalah termasuk 

benda-benda pada zaman Neolitikum. Adapun yang menjadi pendukungnya 

adalah bangsa Austronesia untuk kapak persegi, bangsa Austro-Asia untuk 

kapak bahu, dan bangsa Papua Melanesia untuk kapak lonjong.

4. Zaman Logam;

Zaman logam dalam prasejarah terdiri dari zaman tembaga, perunggu, 

dan besi. Di Asia Tenggara termasuk Indonesia tidak dikenal adanya 

zaman tembaga, sehingga setelah zaman Neolitikum, langsung ke zaman 

perunggu. Adapun kebudayaan Indonesia pada zaman Logam terdiri dari; 

kapak Corong yang disebut juga kapak sepatu, karena bagian atasnya 

berbentuk corong dengan sembirnya belah, dan kedalam corong itulah 

dimasukkan tangkai kayunya. Nekara, yaitu barang semacam berumbung 

yang bagian tengah badannya berpinggang dan di bagian sisi atasnya 

tertutup, yang terbuat dari perunggu. Selain itu, benda lainnya adalah 

benda perhiasan seperti kalung, anting, gelang, cincin, dan binggel, juga 

manik-manik yang terbuat dari kaca serta seni menuang patung.

Dongson adalah sebuah tempat di daerah Tonkin Tiongkok yang dianggap 

sebagai pusat kebudayaan perunggu Asia Tenggara, oleh sebab itu disebut 

juga kebudayaan Dongson. Sebagaimana zaman tembaga, di Indonesia 

juga tidak terdapat zaman besi, sehingga zaman logam di Indonesia adalah 

zaman perunggu.

5. Zaman Batu Besar (Megalitikum);

Zaman Megalitikum berkembang pada zaman logam, namun akarnya 

terdapat pada zaman Neolitikum. Disebut zaman Megalitikum karena 

kebudayaannya menghasilkan bangunan-bangunan batu atau barang-

barang batu yang besar. Bentuk peninggalannya adalah:

a. Menhir, yaitu tiang atau tugu yang didirikan sebagai tanda peringatan 

terhadap arwah nenek moyang.

b. Dolmen, berbentuk meja batu yang dipergunakan sebagai tempat 

meletakkan sesajen yang dipersembahkan untuk nenek moyang.

c. Sarcopagus, berupa kubur batu yang bentuknya seperti keranda atau 

lesung dan mempunyai tutup.

d. Kubur batu, merupakan peti mayat yang terbuat dari batu.

                                           

e. Punden berundak-undak, berupa bangunan pemujaan dari batu yang 

tersusun bertingkat-tingkat, sehingga menyerupai tangga.

f. Arca-arca, yaitu patung-patung dari batu yang merupakan arca nenek 

moyang.

Demikian era pra-sejarah di Indonesia dengan kebudayaan Megalitikumnya, 

mempunyai latar belakang kepercayaan dan alam pikiran yang berlandaskan 

pemujaan terhadap arwah nenek moyang. Bagaimana dengan sejarah agama 

Hindu?

Sejarah Agama Hindu di Dunia;

Untuk pertama kalinya agama Hindu 

mulai berkembang di lembah Sungai 

Shindu di India. Di lembah sungai ini para 

Rsi menerima wahyu dari ”Sang Hyang 

Widhi” (Tuhan) dan diabadikan ke dalam 

bentuk Kitab Suci Weda. Agama Hindu 

sering disebut dengan sebutan Sanātana 

Dharma (Bahasa Sanskerta) berarti 

”Kebenaran Abadi”, dan Vaidika-Dharma 

”Pengetahuan Kebenaran”. Agama Hindu 

merupakan sebuah agama yang berasal dari 

anak benua India. Agama ini merupakan 

lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) 

yang merupakan kepercayaan bangsa 

Indo-Iran (Arya).

Agama Hindu diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM 

dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. Agama 

ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam 

dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa. Dalam bahasa Persia, 

kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta). Dalam kitab Rg 

Weda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah 

dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai 

tersebut bernama sungai Indus). Kata sapta sindhu berdekatan dengan kata 

Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18)- 

sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada 

masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu. Hindu sendiri sebenarnya 


baru terbentuk setelah masehi ketika beberapa kitab dari Weda dilengkapi 

oleh para brahmana. Zaman munculnya agama Buddha, nama agama Hindu 

lebih dikenal dengan sebutan sebagai ajaran Weda.

Agama Hindu sebagaimana istilah yang dikenal sekarang ini, pada awalnya 

tidak disebut demikian, bahkan dahulu ia tidak memerlukan nama, karena 

pada waktu itu ia merupakan agama satu-satunya yang ada di muka bumi. 

Sanatana Dharma adalah nama sebelum nama Hindu diberikan. Kata ”Sanatana 

dharma” bermakna ”kebenaran yang kekal abadi” dan jauh belakangan setelah 

ada agama-agama lainnya barulah ia diberi nama untuk membedakan antara 

satu dengan yang lainnya. Sanatana dharma pada zaman dahulu dianut oleh 

masyarakat di sekitar lembah sungai Shindu, penganut Weda ini disebut oleh 

orang-orang Persia sebagai orang indu (tanpa kedengaran bunyi s), selanjutnya 

lama-kelamaan istilah indu ini menjadi Hindu. Sehingga sampai sekarang 

penganut sanatana dharma disebut Hindu.

Agama Hindu adalah suatu kepercayaan yang didasarkan pada kitab suci 

yang disebut Weda. Weda diyakini sebagai pengetahuan yang tanpa awal 

tanpa akhir dan juga dipercayai keluar dari nafas Tuhan bersamaan dengan 

terciptanya dunia ini. Karena sifat ajarannya yang kekal abadi tanpa awal 

tanpa akhir maka disebut sanatana dharma. Apabila membahas tentang Agama 

Hindu, kita harus mengetahui sejarah tempat munculnya agama tersebut. 

India adalah sebuah Negara yang penuh dengan rahasia dan cerita dongeng, 

masyarakatnya berbangsa-bangsa dan berkasta-kasta, malah ada masyarakat 

dalam masyarakat, serta sungguh banyak ditemui agama-agama. Bahasa dan 

warna kulit pun bermacam-macam.

Pembicaraan mengenai India berarti adalah pembicaraan yang bercabang-

cabang. Dipandang dari sudut etnologi, India adalah tanah yang beraneka 

penduduknya, dan akibatnya orang dapat melihat kebudayaan yang beraneka 

pula. Semuanya ini tercermin dalam agamanya. Oleh karena itu barang siapa 

mulai mempelajari agama Hindu yang bersangkutan segera merasa terlibat 

dalam sejumlah ajaran-ajaran, sehingga hampir tidak dapat menemukan jalan 

untuk mengadakan penyelidikan. Sepanjang orang dapat menyelidikinya, 

maka sejarah kebudayaan India mulai pada zaman perkembangan kebudayaan-

kebudayaan yang besar di Mesopotamia dan Mesir. Antara 3000 dan 2000 

tahun sebelum Masehi, di lembah sungai Sindhu (Indus) tinggallah bangsa-

bangsa yang peradabannya menyerupai kebudayaan bangsa Sumeria di daerah 

sungai Efrat dan Tigris. Berbagai cap daripada gading dan tembikar yang ada 

tanda-tanda tulisan dan lukisan-lukisan binatang, menceritakan kepada kita 

bahwa pada zaman itu di sepanjang pantai dari Laut Tengah sampai ke Teluk 

Benggala terdapat jenis peradaban yang sejenis dan sudah meningkat pada 

                                           Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 57

perkembangan yang tinggi. Sisa-sisa kebudayaan tersebut terutama terdapat 

di dekat Kota Harappa di Punjab dan di sebelah utara Karachi. Bahkan disitu 

diketemukan sisa-sisa sebuah Kota, Mohenjodaro namanya, dimana ternyata 

orang telah mempunyai rumah-rumah yang berdinding tebal dan bertangga.

Penduduk India pada zaman itu terkenal dengan sebutan bangsa Dravida. 

Mula-mula mereka tinggal tersebar di seluruh negeri, tetapi lama-kelamaan 

hanya tinggal di sebelah selatan dan memerintah negerinya sendiri, karena 

mereka di sebelah utara hidup sebagai orang taklukkan dan bekerja pada 

bangsa-bangsa yang merebut negeri itu. Mereka adalah bangsa yang berkulit 

hitam dan berhidung pipih, berperawakan kecil dan berambut keriting. Nama 

India diambil dari sungai Indus. Perkataan Indus dan Hindu keduanya berarti 

bumi yang terletak di belakang Sungai Indus, dan penduduknya dinamakan 

orang-orang India atau orang-orang Hindu. Mengenai penamaan Negara India, 

Gustav Le Bon menyatakan: ”Orang-orang Barat berpendapat bahwa sebutan 

Sungai Indus telah dipinjamkan kepada negara yang mengandung berbagai 

rahasia yang terletak di sebelah belakangnya. Alasan ini tidak diterimanya 

bulat-bulat sebab sebutan India itu harus diambil dari sebutan Tuhan Indra.” 

Peradaban India telah berlangsung lama. Negara India telah menghasilkan 

beberapa Filosof agung sebelum Socrates dilahirkan. Di Negara India ini 

sudah tersebar tanda-tanda ilmu pengetahuan dan bangunan-bangunan yang 

megah pada masa dahulu ketika Kepulauan Inggris masih dalam keadaan 

terbelakang. India adalah negara yang penuh dengan keajaiban. India adalah 

salah satu pusat peradaban kuno di dunia. Dalam hal ini, India menandingi 

Mesir, Cina, Assyria, dan Babilonia. Peradaban India sebelum zaman Arya 

dapat diketahui dan ditemukan dengan pengungkapan-pengungkapan pada 

tingkat kemajuan yang pernah dicapai oleh India dalam bidang arsitektur, 

pertanian, dan kemasyarakatan sejak masa 300 tahun SM, yaitu 1500 tahun 

sebelum kedatangan bangsa Arya. 

Antara 2000 dan 1000 tahun SM masuklah kaum Arya ke India dari sebelah 

utara. Bangsa Arya memisahkan diri dari bangsanya di Iran dan yang 

memasuki India melalui jurang-jurang di pegunungan Hindu-Kush. Bangsa 

Arya itu serumpun dengan bangsa Jerman, Yunani dan Romawi dan bangsa-

bangsa lainnya di Eropa dan Asia. Mereka tergolong dalam apa yang kita sebut 

rumpun-bangsa Indo-German. Hinduisme dapat disamakan dengan rimba-

raya yang penuh dengan pohon-pohonan, tanam-tanaman, tumbuh-tumbuhan 

dan kembang-kembangan. Hinduisme memperlihatkan berbagai bentuk dan 

bermacam-macam gejala agama. Gambaran yang diberikan Hinduisme dalam 

keseluruhannya memang beraneka warna. Pesan pertama yang kita dapat ialah 

bahwa dalam Hinduisme boleh dikatakan terhimpun seluruh sejarah agama 

5

dengan segala ragam dan bentuknya. Hinduisme ialah agama dari jutaan 

penduduk India.

Tidaklah mudah untuk menentukan dengan kata-kata yang singkat, apakah 

sebenarnya Hinduisme itu. Lebih tepat rasanya jika Hinduisme kita namakan 

sebagai suatu sistem sosial yang diperkuat oleh cita-cita keagamaan dan dengan 

demikian lalu mempunyai tendensi keagamaan. Tak ada seorang pun yang 

dapat menjadi seorang Hindu dengan jalan menganut suatu agama tertentu. 

Menjadi seorang Hindu adalah berkat kelahirannya. Keadaan ini meletakkan 

kewajiban untuk megikuti peraturan-peraturan upacara-upacara tertentu, pada 

umumnya peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pembagian Varna 

dan khsusunya pemberian korban dan upacara-upacara keagamaan yang 

timbul dari pada pembagian Varna tadi. Ikatan-ikatan batin pada upacara yang 

turun temurun ini sangat kuat. Hal ini nyata sekali pada diri Gandi yang jelas 

bersimpati terhadap agama lain, tetapi tetap tinggal di Hindu karena pertanian, 

bangsa dan hubungan batinnya dengan kebudayaan agama sukunya. Bangsa 

Arya turun ke lembah Indus kira-kira 1500 tahun SM dan memberi corak pada 

kebudayaan India. Bangsa Arya satu suku dengan bangsa Iran.

Menurut pendapat para peneliti bahwa bangsa Arya berasal dari Asia, 

dahulunya mereka hidup di Asia Tengah dari negeri Turkistan yang berdekatan 

dengan Sungai Jihun, kemudian berpindah dalam kelompok-kelompok 

yang besar menuju ke India melalui Parsi, dan mereka juga menuju Eropa. 

Nyatalah bahwa kedatangan bangsa Arya ke India terjadi pada abad ke-15 

Renungkanlah:

”Yo bhùtaý ca bhavyaý ca

sarvaý yaúcàdhiûþhati,

svaryasya ca kevalam tasmai

jyeûthàya brahmane namaá.

Terjemahanya:

‘Kami memuja Tuhan Yang Maha Ada, yang menjadikan segalanya yang 

ada dimasa lalu, kini dan yang akan datang, yang merupakan satu-satunya 

intisari kebahagiaan’, (Atharvaveda, X.8.1).

Diskusikanlah sloka suci ini dengan kelompokmu, deskripsikanlah di 

depan kelas dengan tuntunan Bapak/Ibu Guru yang mengajar!

                                           

SM. Bangsa Arya ini telah memerangi kerajaan-kerajaan yang didirikan 

oleh bangsa berkulit kuning di India dan berhasil mengalahkan sebagaian 

besar dari mereka serta menjadikan kawasan-kawasan yang dikalahkannya 

itu sebagai wilayah yang tunduk di bawah pengaruh mereka. Bangsa Arya 

tidak bercampur dengan penduduk India dengan jalan perkawinan. Mereka 

menjaga dengan sungguh-sungguh keturunan mereka yang berkulit putih itu. 

Bangsa Arya menggiring penduduk asli Negara India ke hutan-hutan atau ke 

gunung-gunung dan menjadikan mereka sebagai orang-orang tawanan yang 

dalam sastra lama Bangsa Arya dinamakan sebagai Bangsa Hamba Sahaya. 

Bangsa Arya ini telah meminta pertolongan dari Tuhan mereka ”Indra” untuk 

mengalahkan penduduk India. Di antara bacaan do’a mereka adalah ”wahai 

Indra Tuhan kami! Suku-suku kaum Dasa (budak) telah mengepung kami dari 

segenap penjuru dan mereka tidak memberikan korban apa-apa, mereka bukan 

manusia dan tidak berkepercayaan. Wahai Penghancur musuh! Binasakanlah 

mereka dari keturunannya.”

Tentang sejauh mana pengaruh bangsa-bangsa berkulit kuning (Bangsa 

Turan) dan berkulit putih (Bangsa Arya) di India telah diterangkan oleh 

Gustav Le Bon: ”Bangsa Turan adalah bangsa penyerang yang kuat. Bangsa 

Arya meninggalkan kesan yang mendalam terhadap bangsa India dari segi 

budaya. Dari bangsa Turan, penduduk India mengambil ciri ukuran tubuh dan 

raut muka. Dari bangsa Arya mereka mengambil ciri bahasa, agama, undang-

undang, dan adat-istiadat.” Pertemuan bangsa Arya dan bangsa Turan dengan 

penduduk asli telah menimbulkan kelas-kelas masyarakat di India, dan 

merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam sejarah negara ini. Dari 

bangsa Arya terbentuk golongan ahli-ahli agama (Brahmana) dan golongan 

prajurit (Ksatria).

Dari bangsa Turan terbentuk pula golongan saudagar dan ahli-ahli tukang 

(Waisya). Pada mulanya orang-orang Hindu yang bergaul dengan bangsa Turan 

tidak termasuk dalam pembagian ini. Tetapi dalam beberapa zaman kemudian 

peradaban Arya meresap ke dalam sebagian diri mereka. Selanjutnya bangsa 

Arya pun terbentuk dari kalangan orang-orang Hindu golongan keempat, 

yaitu golongan pesuruh dan hamba sahaya (Sudra). Penduduk-penduduk 

asli yang tidak tersentuh dengan peradaban Arya adalah disebabkan karena 

mereka memisahkan diri dari bangsa-bangsa pendatang itu. Maka, tinggallah 

mereka jauh dari pembagian ini dan terus menjadi orang-orang yang tersingkir 

atau terhalau dari masyarakat (out-casts). Bangsa Arya ketika masuk ke India 

kemungkinan kurang beradab dari pada bangsa Dravida yang ditaklukkannya. 

Tetapi mereka lebih unggul dalam ilmu peperangan daripada bangsa Dravida. 

Pada waktu bangsa Arya masuk ke India, mereka itu masih merupakan bangsa 


setengah nomaden (pengembara), yang baginya peternakan lebih besar artinya 

daripada pertanian. Bagi bangsa Arya, kuda dan lembu adalah binatang-

binatang yang sangat dihargai, sehingga binatang-binatang itu dianggap 

suci. Dibandingkan dengan bangsa Dravida yang tinggal di kota-kota dan 

mengusahakan pertanian serta menyelenggarakan perniagaan di sepanjang 

pantai, maka bangsa Arya itu bolehlah dikatakan primitive. 

Dahulu orang belum tahu dengan tepat dan selalu memandang kebudayaan 

yang ada di India dibawa oleh bangsa Arya. Sesudah adanya penggalian-

penggalian di India, pandangan orang berubah dan makin banyak diketahui 

bahwa bermacam-macam unsur di dalam kebudayaan India berasal dari 

kebudayaan Dravida yang tua itu. Bangsa Arya belum mempunyai patung-

patung Dewa, bangsa Dravida sudah. Sebuah gejala yang khas di dalam agama 

Hindu ialah pengakuan adanya Dewa-Dewi induk, itupun suatu gejala pra-

Arya. Banyak gejala-gejala Agama Hindu yang rupa-rupanya tidak berasal 

dari agama bangsa Arya, melainkan berasal dari bangsa Dravida. Dengan 

demikian dapat dinyatakan bahwa agama Hindu sebagai agama tumbuh dari 

dua sumber yang berlainan, tumbuh dari perasaan dan fikiran keagamaan dua 

bangsa yang berlainan, yang mula-mula dalam banyak hal sangat berlainan, 

tetapi kemudian lebur menjadi satu. Di dalam tulisan-tulisan Hindu tua, unsur-

unsur Arya-lah yang sangat besar pengaruhnya. Hal itu tidak mengherankan 

karena tulisan-tulisan itu berasal dari zaman bangsa Arya memasuki India 

dengan kemenangan-kemenanganya. Pengaruh bangsa Dravida tentunya 

belum begitu besar. Agama bangsa Arya dapat kita ketahui dari kitab-kitab 

Weda (Weda artinya tahu). Oleh karena itu masa yang tertua dari agama 

Hindu disebut masa Weda. Maulana Mohamed Abdul Salam al-Ramburi juga 

berkata: ”Umat India mudah menerima apa saja pemikiran dan kepercayaan 

yang ditemuinya.

Agama Hindu adalah yang tertua di antara agama-agama yang ada. 

Penyebarannya meliputi kebanyakan atau semua orang India. Buku Hinduism 

telah menerangkan sebab-sebab terjadinya hal demikian dengan menuliskan; 

amat sulit untuk dikatakan, bahwa Hinduisme itu adalah suatu agama dalam 

pengertiannya yang sangat luas. Ini merupakan kehidupan India dengan 

caranya tersendiri yang dianggap sebagai satu dari semua masalah suci 

dan masalah hina karena di dalam pemikiran Hindu tidak ada batas yang 

memisahkan keduanya. Agama Hindu adalah suatu agama yang berevolusi 

dan merupakan kumpulan adat-istiadat yang tumbuh dan berkembang pada 

daerah yang dilaluinya. Kedudukan bangsa Arya sebagai penakluk negeri, 

yang lebih tinggi daripada penduduk asli telah melahirkan adat-istiadat 

Hindu. Kiranya dapat dikatakan bahwa asas agama Hindu adalah kepercayaan 

                                           

bangsa Arya yang telah mengalami perubahan sebagai hasil dari percampuran 

mereka dengan bangsa-bangsa lain, terutama sekali adalah bangsa Parsi, yaitu 

sewaktu dalam masa perjalanan mereka menuju India. Agama Hindu lebih 

merupakan suatu tatanan hidup dari pada merupakan kumpulan kepercayaan. 

Sejarah menerangkan mengenai isi kandungannya yang meliputi berbagai 

kepercayaan, hal-hal yang harus dilakukan, dan yang boleh dilakukan. Agama 

Hindu tidak mempunyai kepercayaan yang membawanya turun hingga kepada 

penyembahan batu dan pohon-pohon, dan membawanya naik pula kepada 

masalah-masalah falsafah yang abstrak dan halus. Seandainya Agama Hindu 

tidak mempunyai pendiri yang pasti maka begitu pula halnya dengan Weda. 

Kitab suci ini yang mengandung kepercayaan-kepercayaan, adat-istiadat, dan 

hukum-hukum juga tidak mempunyai pencipta yang pasti. Para penganut 

agama Hindu mempercayai bahwa Weda adalah suatu kitab yang ada sejak 

dahulu yang tidak mempunyai tanggal permulaan. Kitab Weda diwahyukan 

sejak awal kehidupan, setara dengan awal yang diwahyukannnya.

Penduduk asli Lembah sungai Indus adalah bangsa Dravida yang berkulit 

hitam. Di sekitar sungai itu terdapat dua pusat kebudayaan yaitu Mohenjodaro 

dan Harappa. Mereka sudah menetap disana dengan mata pencaharian 

bercocok tanam dengan memanfaatkan aliran sungai dan kesuburan tanah di 

sekitarnya. Menurut teori kehidupan bangsa Dravida mulai berubah sejak 

tahun 2000-an SM karena adanya pendatang baru, bangsa Arya. Mereka 

termasuk rumpun berbahasa Indo-Eropa dan berkulit putih. Bangsa Arya ini 

mendesak bangsa Dravida ke bagian selatan India dan membentuk Kebudayaan 

Dravida, sebagian lagi ada yang bercampur antara bangsa Arya dan Dravida 

yang kemudian disebut bangsa Hindu. Oleh karena itu, kebudayaannya disebut 

kebudayaan Hindu.

Letak Geografis Sungai Indus, di sebelah 

utara berbatasan dengan China yang 

dibatasi Gunung Himalaya, selatan 

berbatasan dengan Srilanka yang dibatasi 

oleh Samudra Hindia, barat berbatasan 

dengan Pakistan, timur berbatasan 

dengan Myanmar dan Bangladesh. 

Peradaban sungai Indus berkembang 

disekitar (2500 SM). Kebudayaan kuno 

India ditemukan di Kota tertua India 

yaitu daerah Mohenjodaro dan Harappa. 

Penduduk Mohenjodaro & Harappa 

adalah bangsa Dravida. Terdapat hubungan dagang antara Mohenjodaro 


dan Harappa dengan Sumeria. Mohenjodaro dan Harappa ditata dengan 

perencanaan yang sudah maju, rumah-rumah terbuat dari batu-bata, saluran 

air bagus, jalan raya lurus dan lebar. Mohenjodaro dan Harappa sebagai Kota 

tua yang dibangun berdasarkan penataan dan peradaban yang maju. Peradaban 

Lembah Sungai Indus diketahui melalui penemuan-penemuan arkeologi. Kota 

Mohenjodaro diperkirakan sebagai ibu Kota daerah Lembah Sungai Indus 

bagian selatan dan Kota Harappa sebagai ibu Kota Lembah Sungai Indus 

bagian utara. Mohenjodaro dan Harappa merupakan pusat peradaban bangsa 

India pada masa lampau. Di Kota Mohenjodaro dan terdapat gedung-gedung 

dan rumah tinggal serta pertokoan yang dibangun secara teratur dan berdiri 

kukuh. Gedung-gedung dan rumah tinggal serta pertokoan itu sudah terbuat 

dari batu bata lumpur. Wilayah Kota dibagi atas beberapa bagian atau lokasi 

yang dilengkapi dengan jalan yang ada aliran airnya.

Daerah Lembah Sungai Indus merupakan daerah yang subur. Pertanian menjadi 

mata pencaharian utama masyarakat India. Pada perkembangan selanjutnya, 

masyarakat telah berhasil menyalurkan air yang mengalir dari Lembah 

Sungai Indus sampai jauh ke daerah pedalaman. Pembuatan saluran irigasi 

dan pembangunan daerah-daerah pertanian menunjukkan bahwa masyarakat 

Lembah Sungai Indus telah memiliki peradaban yang tinggi. Hasil-hasil 

pertanian yang utama adalah padi, gandum, gula/tebu, kapas, teh, dan lain-

lain. Masyarakat Mohenjodaro dan Harappa telah memperhatikan sanitasi 

(kesehatan) lingkungannya. Teknik-teknik atau cara-cara pembangunan rumah 

yang telah memperhatikan faktor-faktor kesehatan dan kebersihan lingkungan 

yaitu rumah mereka sudah dilengkapi denga jendela. Masyarakat Lembah 

Sungai Indus sudah memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemampuan 

mereka dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan budaya yang 

ditemukan, seperti bangunan Kota Mohenjodaro dan Harappa, berbagai 

macam patung, perhiasan emas, perak, dan berbagai macam meterai dengan 

lukisannya yang bermutu tinggi dan alat-alat peperangan seperti tombak, 

pedang, dan anak panah. Demikian sekilas tentang kebudayaan prasejarah di 

India sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya agama Hindu yang sampai 

saat ini kita yakini kebenarannya sebagai pedoman dan penuntun dalam hidup 

dan kehidupan ini.

Seiring dengan perkembangan zaman, sebagaimana negeri lainnya yang 

diperintah oleh masing-masing rajanya dalam sebuah kerajaan, negeri India 

juga demikian adanya. Raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Maurya 

antara lain: Candragupta Maurya. Setelah berhasil menguasai Persia, pasukan 

Iskandar Zulkarnaen melanjutkan ekspansi dan menduduki India pada tahun 

327 SM melalui Celah Kaibar di Pegunungan Himalaya. Pendudukan yang 

                                           

dilakukan oleh pasukan Iskandar Zulkarnaen hanya sampai di daerah Punjab. 

Pada tahun 324 SM muncul gerakan di bawah Candragupta. Setelah Iskandar 

Zulkarnaen meninggal tahun 322 SM, pasukannya berhasil diusir dari daerah 

Punjab dan selanjutnya berdirilah Kerajaan Maurya dengan ibu Kota di 

Pattaliputra. Candragupta Maurya Menjadi raja pertama Kerajaan Maurya. 

Pada masa pemerintahannya, daerah kekuasaan Kerajaan Maurya diperluas ke 

arah timur, sehingga sebagian besar daerah India bagian utara menjadi bagian 

dari kekuasaannya. Dalam waktu singkat, wilayah Kerajaan Maurya sudah 

mencapai daerah yang sangat luas, yaitu daerah Kashmir di sebelah barat dan 

Lembah Sungai Gangga di sebelah timur.

Ashoka memerintah Kerajaan Maurya dari tahun 268-282 SM. Ashoka 

merupakan cucu dari Candragupta Maurya. Pada masa pemerintahannya, 

Kerajaan Maurya mengalami masa yang gemilang. Kalingga dan Dekkan 

berhasil dikuasainya. Namun, setelah yang bersangkutan menyaksikan korban 

bencana perang yang maha dahsyat di Kalingga, timbul penyesalan dan tidak 

lagi melakukan peperangan. Mula-mula Ashoka beragama Hindu, tetapi 

kemudian menjadi pengikut agama Buddha. Sejak saat itu Ashoka menjadikan 

agama Buddha sebagai agama resmi negara. Setelah Ashoka meninggal, 

kerajaan terpecah-belah menjadi kerajaan kecil. Peperangan sering terjadi dan 

baru pada abad ke-4 M muncul seorang raja yang berhasil mempersatukan 

kerajaan yang terpecah belah itu. Maka berdirilah Kerajaan Gupta dengan 

Candragupta I sebagai rajanya.

Sistem kepercayaan masyarakat Lembah Sungai Indus bersifat politeisme 

atau memuja banyak Dewa. Dewa-Dewa tersebut misalnya Dewa kesuburan 

dan kemakmuran (Dewi Ibu). Masyarakat Lembah Sungai Indus juga 

menghormati binatang-binatang seperti buaya dan gajah, pohon seperti pohon 

pipal (beringin). Pemujaan tersebut dimaksudkan sebagai tanda terima kasih 

terhadap kehidupan yang dinikmatinya, berupa kesejahteraan dan perdamaian. 

Interaksi bangsa Dravida dan bangsa Arya menghasilkan Agama Hindu. 

Bagaimana dengan perkembangan agama Hindu di Dunia?

Sejarah perkembangan agama Hindu di Dunia dapat diketahui dari berbagai 

jenis kitab suci Hindu seperti; weda sruti, weda smrti, brahmana, upanisad 

dan yang lainnya. Pertumbuhan filsafat keagamaan dan perkembangan 

pelaksanaan kehidupan beragama tidak dapat terlepaskan dari sumber-sumber 

tersebut. Dengan demikian perkembangan agama Hindu senantiasa bersifat 

religius. Agama Hindu merupakan sumber kekuatan bathin, yang mampu 

menjiwai seluruh aktivitas kehidupan umat manusia di muka bumi ini. 

Kehadiran agama-agama yang ada di dunia ini pada umumnya di dasarkan 

atas wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa yang diterima 


oleh para Maharsi ”orang suci” agama yang bersangkutan. Agama-agama 

itu diwahyukan dengan tujuan untuk mempermulia kehidupan manusia baik 

lahir maupun batin. Pada umumnya sebutan atau penamaan dari suatu agama 

biasanya memiliki keterkaitan dengan para pendirinya. Sebagai contoh agama 

Buddha memiliki hubungan dengan penamaan Sidharta Gauthama yang 

disebut-sebut menjadi pendirinya, agama Kristen memiliki keterkaitan dengan 

Yesus Kristus sebagai nabi dan pendirinya. 

Berbeda dengan nama agama-agama tersebut di atas, agama Hindu tidak 

dikaitkan dengan nama salah seorang Maha Rsi penerima wahyu sebagai 

pendirinya, karena agama Hindu diyakini sebagai wahyu Tuhan Yang Maha 

Esa dan diterima oleh banyak Maha Rsi. Para tokoh menyatakan sebutan 

Hindu itu berasal dari kata Shindu, yaitu sebutan sebuah sungai yang terdapat 

di wilayah India bagian Barat Daya yang sekarang dikenal dengan nama 

punjab. Punjab artinya daerah aliran 5 (Lima) anak sungai. 

Peninggalan di Mohenjadaro, 

diperkirakan ± tahun 6000 SM datanglah 

bangsa Arya dari daratan Eropa bagian 

timur ”kemungkinan dari wilayah 

Hungaria dan Bosnia atau Cekoslovakia” 

memasuki daerah India secara bertahap. 

Bangsa Arya memasuki India melalui 

celah Kaiber ”Khyber Pass” yang terletak 

diantara pegunungan Himalaya dan 

Hindu Kush. Bangsa Arya tergolong 

ras bangsa indojerman yang memiliki 

kegemaran mengembara. Setelah 

memasuki wilayah India, mereka 

kemudian menetap di lembah sungai 

Sindhu yang kondisi alamnya sangat menarik dan subur. Sebelum bangsa Arya 

memasuki India, daerah ini telah diuni oleh bangsa Dravida. Bangsa Dravida 

disebut-sebut sebagai bangsa yang telah memiliki peradaban sangat tinggi. 

Para ahli berhasil menemukan bekas-bekas peninggalan bangsa Dravida di 

Harappa dan Mohenjodaro. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di 

wilayah Mohenjodaro dan Harappa, ditemukan beberapa peninggalan yang 

menunjukkan mengandung nilai-nilai ajaran agama Hindu. Diantara penemuan 

yang dimaksud adalah; 


1. Arca manusia berkepala tiga, bertangan empat, berdiri dengan kaki kanan 

dan kaki kirinya terangkat ke depan. Arca ini terbuat dari dari batu kapur 

yang dibakar. Postur arca ini memberikan inspirasi kepada kita tentang 

adanya arca Siwanatharaja. Arca Siwanatharaja adalah merupakan 

perwujudan dari adanya pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan 

Yang Maha Esa sebagai raja dari alam semesta. Sangat memungkinkan 

perkembangan selanjutnya sampai di Indonesia khususnya ”Bali” yang 

mana hal ini mengingatkan kita pada fungsi arca Shang Hyang Acintya.

2. Materai yang berisi hiasan burung elang yang sedang mengembangkan 

sayapnya, kepalanya menghadap ke kiri-atas, di atas kepalanya terdapat 

hiasan ular. Diperkirakan konsep inilah yang memberi inspirasi pada hiasan 

burung Garuda bersama para naga yang terdapat dalam kitab Itihasa. 

3. Materai yang bergambarkan orang yang duduk bersila, bermuka tiga 

bertanduk dua, hiasan kepalanya meruncing ke atas, dan dikelilingi oleh 

para binatang seperti; gajah, lembu, harimau, dan Badak. Konsep inilah 

kemudian diperkirakan memberikan inspirasi kepada kita tentang pemujaan 

kepada Dewa Siwa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pasupati. 

Selain itu juga ditemukan materai yang berisi lukisan pohon yang 

berdekatan dengan seorang Dewa. Konsep ini kemudian dapat dihubungkan 

dengan keberadaan pohon Kalpataru atau pohon Surgawi. Pohon Kalpataru 

diyakini oleh umat dapat mengabulkan semua keinginaan manusia seperti 

yang terdapat dalam kitab Ithihasa. 

4. Bangunan rumah yang sudah memiliki 

tata ruang dan tata letak yang sangat 

baik. Hal ini dapat dibuktikan dari 

letak bangunan dan adanya kamar-

kamar yang memiliki fungsi berbeda-

beda. Di samping itu juga diketemukan 

ada jalan-jalan yang lebar dan lurus 

serta di samping kiri-kanan dari jalan 

tersebut sudah dilengkapi dengan parit 

yang berukuran sangat dalam sebagai 

pembuangan air limbah dan air hujan. 

5. Arca orang tua yang berjanggut dan 

mempergunakan jubah, serta arca 

seorang wanita yang bentuk badannya 


agak gemuk. Kedua arca tersebut dikenal dengan sebutan arca Terracota, 

yang bahannya terbuat dari tanah liat yang dibakar. Diperkirakan arca orang 

tua yang berjanggut itu adalah sebagai arca tokoh spiritual, sedangkan arca 

seorang perempuan itu di duga sebagai arca dewi kesuburan. 

6. Permainan anak-anak yang terbuat dari tanah liat yang dibakar. Dan 

disamping itu juga diketemukan kolam ”Latra” lengkap dengan 

pancurannya yang dimungkinkan sebagai tempat permandian umum atau 

sebagai tempat yang disucikan untuk memandikan arca-arca dewa.

7. Sandal yang terbuat dari bahan kaca. Penemuan ini memberikan bukti 

kepada kita bahwa peradaban lembah sungai Sindhu memiliki nilai 

kemajuan yang sangat tinggi.

Kehadiran bangsa Arya ke India ”Punjab” 

dinyatakan menimbulkan peperangan 

dengan penduduk asli India. Bangsa 

Dravida sebagai penduduk asli India 

berhasil dikalahkannya dan terdesak ke 

Selatan. Semula bangsa Arya bermaksud 

mempertahankan kemurnian darah ”ras” 

mereka, tetapi kemudian secara perlahan 

mulai terjadi percampuran darah dan 

kebudayaan dengan bangsa Dravida. 

Pencampuran darah dan Kebudayaan ini 

menghasilkan kebudayaan baru di lembah 

sungai Sindhu. Pada masa itu diantara 

mereka telah menjalin hubungan dagang 

dengan bangsa Yunani dan Persia. Bangsa Persia yang datang ke lembah 

sungai Sindhu menyebutkan kata Sindhu dengan kata Hindu, rupanya bangsa 

Persia itu tidak memiliki lafal ”S” dalam bahasa mereka, sedangkan bangsa 

Yunani menyebut Sindhu dengan sebutan Indo.Pada beberapa abad kemudian, 

bangsa-bangsa barat lainnya mengenal daerah ini dan menyebutnya dengan 

nama India. Dari data-data tersebut dapat dikemukakan bahwa nama Hindu 

berasal dari kata Sindhu, yaitu sebuah nama sungai yang berada di wilayah India 

bagian Barat Daya. Lembah sungai Sindhu yang amat subur itu memiliki lima 

aliran sungai pada hulunya dan kelima aliran tersebut dinamakan Pancanadi. 

Perkembangan selanjutnya ”India” disebut dengan nama Arya Wartha yang 

berarti daerah yang didiami oleh bangsa Arya, Bhatara Warsa yang artinya 

daerah yang penuh Hujan, Jambudwipa yang artinya pulau yang berbentuk 


buah jambu. Hal ini sangat memungkinkan karena anak benua India ini ada 

kemiripan atau menyerupai buah jambu bila kita perhatikan sebagai mana 

dilihat dalam peta dunia.

Adanya pembauran budaya dan kepercayaan diantara bangsa arya dengan 

bangsa Dravida dalam perkembangan berikutnya rupanya mengalami 

kemajuan yang sangat pesat sampai pada munculnya agama Hindu di lembah 

sungai Sindhu. Semua bentuk budaya dan kepercayaan yang ada pada masa 

itu, dirangkul dan mengalami penyempurnaan senafas dengan keberadaan 

agama Hindu. Hal ini dimungkinkan karena agama Hindu bersifat universal 

dan fleksibel. 

Perkembangan Agama Hindu di India.

Terhitung sejak ribuan tahun yang lalu, India telah dikenal oleh berbagai 

macam bangsa-bangsa di dunia. Disekitar tahun 4000 SM negeri India 

sudah banyak didiami oleh berbagai macam suku bangsa, yang kemudian 

membentuk system pemerintahan Kota yang berpisah-pisah. Mohenjodara 

dan Harappa adalah Kota yang paling maju, dan didiami oleh bangsa Dravida. 

Disekitar (3000 – 1500) SM. Kebudayaan Mohenjodaro dan Harappa sedang 

suburnya, datanglah bangsa Arya (bangsa kulit putih) menyerang India 

dan menghancurkan hasil-hasil kebudayaannya. Dalam kondisi seperti itu 

terjadilah percampuran kebudayaan (kebudayaan asli bangsa Dravida – India 

dengan bangsa Arya – Kaspia) dan akhirnya munculah kebudayaan Weda.

Menurut catatan yang ada menyatakan bahwa sejarah perkembangan agama 

Hindu di India, berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang yakni 

berabad-abad lamanya hingga sampai sekarang. Rentang waktu yang sangat 

panjang itu memungkinkan bila sejarah perkembangannya, kita kelompokkan 

menjadi beberapa fase sebagaimana pola pemikiran yang disampaikan oleh 

”Govinda Das Hiduism Madras”. Pengelompokan yang dimaksud adalah 

sebagai berikut; Zaman Weda, Zaman Brahmana, dan Zaman Upanisad. 

1. Zaman Weda.

Zaman Weda diperkirakan berlangsung lebih kurang dari tahun 1500 SM 

sampai dengan tahun 600 SM. Pada zaman ini muncullah kitab suci weda 

yang isinya merupakan kumpulan dari wahyu Tuhan Yang Maha Esa, yang 

diterima oleh para Maha Rsi. Penjelasan ini dapat dijumpai dalam kitab 

Nirukta, yaitu kitab yang memuat penafsiran autentik mengenai kata-kata 

yang ada dalam kitab suci weda yang disebut ”Bhumikabhasya” yang ditulis 

oleh Maha Rsi Sayana. Kitab Nirukta juga menjelaskan bahwa sabda suci 

itu diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan diterima oleh para Maha Rsi. 

68 Kelas XII SMA/SMK 

Maha Rsi penerima wahyu disebut Mantra Drstah iti Rsih. Dari penjelasan 

itu dapat disimpulkan bahwa Maha Rsi penerima wahyu Tuhan Yang Maha 

Esa itu adalah orang-orang suci, yang dapat berhubungan langsung dengan 

Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam sastra 

agama Hindu disebutkan bahwa ada banyak nama para Maha Rsi penerima 

wahyu, beberapa diantaranya dikenal dengan sebutan sapta Rsi penerima 

Wahyu, yaitu Maha Rsi Grtsamada, Wiswamitra, Wamadewa, Arti, 

Baradwaja, Wasitwa dan Kanwa. Selain Sapta Rsi penerima wahyu Tuhan, 

juga ada disebutkan dua puluh tiga Maha Rsi lainnya yang dikenal dengan 

nama ”Nawawimsatikrtyasca Vedavyastha Maharsibhih” diantaranya 

adalah Maharsi; Daksa, Usana, Swayambhu, Wrhaspati, Aditya, Mrtyu, 

Indra, Wasistha, Saraswata, Tridhatu, Tridrta, Sandhyaya, Akasa, Dharma, 

Tryguna, Dananjaya, Krtyaya, Ranajaya, Bharadwaja, Gotama, Uttama, 

Parasara, dan Wyasa. 

Menurut tradisi Hindu, Maha Rsi yang terpopuler dan sangat besar jasanya 

dalam menghimpun serta mengkodefikasikan weda adalah Maha Rsi 

Wyasa. Beliau juga dikenal dengan sebutan Kresna Dwaipayana Wyasa. 

Maha Rsi Wyasa mengkodefikasi kitab-kitab weda menjadi catur weda 

samhita, dibantu oleh empat Maha Rsi lainnya yang disebut-sebut sebagai 

siswanya, yaitu:

a. Maha Rsi Paila, yang juga disebut Maharsi Puhala, beliau sebagai 

penyusun kitab suci Rg. Weda Samhita.

b. Maha Rsi Waisampayana, sebagai penyusun kitab suci Yayur Weda 

Samhita.

c. Maha Rsi Jaimini, sebagai penyusun kitab suci Sama Weda Samhita.

d. Maha Rsi Sumantu, sebagai penyusun kitab Atharwa Weda Samhita.

Selain sebagai penghimpun kitab catur Weda samhita, Maha Rsi Wyasa 

juga berjasa menyusun kitab Purana, Mahabharata, Bhagawadgita, dan 

kitab Brahmasutra. Dalam kesusatraan Hindu, Maha Rsi wyasa juga 

memiliki sebutan lain seperti Bagawan Byasa, Kresnadwaipayana, dan 

Wyasa Dewa. Diantara jenis-jenis weda itu, untuk yang pertama kali ditulis 

adalah Rg. Weda. Setelah itu dilanjutkan dengan kitab-kitab weda yang 

lainnya. Tatanan hidup beragama pada zaman itu sepenuhnya didasarkan 

atas ajaran-ajaran yang tercantum pada weda samhita. Pembelajaran agama 

kepada umat lebih menekankan pada pembacaan dan merafalkan ayat-ayat 

suci weda, dengan menyanyikan serta mendengarkan secara berkelompok.

Pada zaman weda pemujaan terhadap para dewa yang dipandang sebagai 

suatu kekuatan yang nyata dan berpribadi sangat mendominasi. Para Dewa 

                                           

dipuja dengan nyanyian yang sangat indah, disertai dengan menghaturkan 

sajian yang dipersembahkan kepada-Nya. Persembahan sesajen dan 

pemujaan kepada para dewa dilakukan setiap hari, selain itu ada juga yang 

dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk memohon anugerah agar 

kehidupan seseorang menjadi selamat dan sejahtera baik lahir maupun 

batin. Keberadaan hukum alam yang disebut ”Rta” sangat dipercaya pada 

zaman Weda, karena hukum itulah yang mengatur segala sesuatu yang 

ada di alam semesta ini, seperti; geraknya matahari, bintang-bintang, dan 

planet-planet lain yang ada di alam semesta. Semua yang ada di alam 

semesta ini harus tunduk pada ”Rta” tanpa terkecuali. Barang siapa yang 

mencoba menentangnya pasti binasa. Manusia dan para dewa seolah-olah 

memiliki hubungan kekeluargaan yang amat erat. Para dewa dipandang 

sebagai bapak atau ibu sebagai tempat memohon berkah dan perlindungan 

dalam hidup ini. Pandangan manusia terhadap susunan alam pada masa itu 

sudah cukup luas. Disebutkan bahwa alam semesta itu terdiri dari; matahari, 

bumi, langit, dan surga yang masing-masing dari wilayah itu ada Dewanya. 

Bumi yang ditempati oleh manusia itu di pandang sebagai sesuatu yang 

nyata, bukan merupakan hal yang semu. Hal itu dapat dibuktikan dari 

doa-doa yang dipanjatkan kepada para dewa, banyak berhubungan dengan 

hal-hal yang bersifat keduniawian, misalnya seperti; memohon kekayaan, 

kesejahteraan, keselamatan, banyak anak, kesuburan, kesehatan, dan lain 

sebagainya.

Pada zaman weda dewa-dewa yang dipandang populer dalam kitab suci 

weda ditampilkan melalui cerita mengenai mitologi para dewa. Dengan 

adanya uraian-uraian mengenai mitologi dewa-dewa itu, diharapkan dapat 

memperjelas tentang ajaran Ketuhanan dalam agama Hindu. Dewa-dewa 

yang dipandang populer pada zaman weda adalah Dewa; Agni, Indra, 

Rudra, dan Waruna. Adapun mitologinya dapat dikisahkan secara singkat 

sebagai berikut: 

a. Dewa Agni

Pemujaan terhadap Dewa Agni sangat banyak dijumpai dalam kitab 

suci weda terutama dalam kitab suci Rg weda. Keberadaan Dewa Agni 

selalu dihubungkan dengan upacara persembahan api. Wujud Dewa 

Agni digambarkan berambut nyala api, berjenggot pirang, berdagu 

tajam, bergigi emas dengan kepalanya selalu bersinar. Sinar Dewa Agni 

seperti sinar matahari pagi. Beliau disebut sebagai putra Dewa Dyanus 

yaitu dewa langit. Dewa Agni sering disebut sebagai putra dewa 

langit dan bumi. Disebutkan pula bahwa Dewa Agni adalah keturunan 

air, yang namanya sering dihubungkan dengan Dewa Indra. Dewa 


Agni Dipandang sebagai dewa pemimpin upacara, dan orang-orang 

melakukan persembahan pertama kali di dunia ini hanya pada Dewa 

Agni. Selanjutnya matahari dipandang sebagai perwujudan Dewa Agni, 

yang di pandang sebagai cahaya sorga pada waktu langit cerah. Dewa 

Agni juga disebut Grhapati yang artinya tuan-nya rumah tangga, dan 

dewa yang selalu mengunjungi orang-orang dirumahnya. Dewa Agni 

sering dipanggil sebagai ayah, sebagai saudara, sebagai seorang putra 

dari pemujanya. Dewa Agni menghantarkan persembahan seseorang 

atau orang banyak kepada para dewa, mengajak para dewa untuk 

hadir pada waktu upacara keagamaan. Dewa Agni dipandang sebagai 

duta dari para dewa dan para pemujanya untuk menghantar suatu 

persembahan kepadanya. Dalam pelaksanaan upacara keagamaan, 

Dewa Agni dipandang sebagai pendamping para pendeta, oleh sebab itu 

beliau sering dipanggil dengan sebutan Vipra, Purohita, Hotri, Adwaryu 

dan Brahman. Semua sebutan itu mengandung pengertian pendeta. 

Kependetaan adalah karakter yang paling menonjol dari Dewa Agni, 

oleh karena itu beliau dipandang sebagai pendeta yang besar, yang 

mengetahui semua rincian upacara, maha bijaksana dan mengetahui 

segalanya. Oleh karena itulah beliau selalu dipanggil dengan sebutan 

Yatadewa yang artinya mengetahui semua yang lahir.

Dewa Agni dipandang sebagai dewa yang amat dermawan oleh para 

pemuja-Nya. Beliau memberkahi mereka bermacam-macam karunia, 

baik berupa kebahagian dalam rumah tangga, maupun yang lainnya. 

Kitab Mahabrata mengisah bahwa Dewa Agni dipandang sebagai 

dewa yang membakar hutan Kandhawa. Sedangkan kitab Ramayana 

menyebutnya sebagai penjelmaan Nila. Dalam kitab suci Purana, 

disebutkan Dewa Agni mengawini Dewi Svaha dengan tiga orang 

putranya, yaitu Pavaka, Pavamana, dan Suchi. Dalam seni arca India, 

Dewa Agni dipuja diberbagai candi-candi yang ada. Beliau digambarkan 

sebagai orang tua berbadan merah, bermata enam, bertangan tujuh, 

memegang sendok kecil dan sendok besar sebagai pelaksana upacara 

Agnihotra, mempunyai tujuh lidah, empat tanduk, tiga kaki, rambutnya 

dikepang, perutnya besar, dan berbusana merah. Pada kaki kiri dan kaki 

kanannya terdapat arca Svaha dan Svadha, mengendarai biri-biri jantan. 

Nama lain dari Dewa Agni adalah Vahni artinya membakar, Vitihotra 

artinya memberi pahala kepada penyembah, Dananjaya artinya 

mengalahkan musuh, Dhumaketu artinya bermahkota Asap, Chagartha 

artinya mengendarai kambing betina, dan Sapta Jihwa yang artinya 

berlidah tujuh. Berikut ini adalah mantra yang termuat dalam kitab suci 

weda, sering diucapkan untuk memuliakan Dewa Agni, antara lain;

                                           

”Agnih purvebhri rsibhirrijyo nutairita, sa devam eha vaksati”.

Terjemahannya:

Demikianlah Agni menjadi sasaran pemujaan para resi pada zaman 

dahulu dan zaman sekarang. Ia mengundang para dewa dari semua arah 

untuk datang pada upacara korban ini. 

”Agnina rayimasnavat posameva dive-dive, yasam viravattamam”.

Terjemahannya: 

Atas karunia Agni setiap hari, dunia kini mendapatkan kemakmuran, 

yang menyebabkan adanya kekuatan, jasa dan kepahlawanan yang mulia. 

b. Dewa Indra

Keberadaan Dewa Indra sangat dominan dalam kitab suci Weda. 

Disebutkan ada 200 mantra yang mengagungkan Dewa Indra dalam 

Weda. Kata Indra berasal dari kata Ind dan dri yang artinya memberi 

makan. Menurut Niruktha kata Ind berarti penuh dengan tenaga. Indra 

pada mulanya adalah Dewa hujan yang bersenjatakan bajra atau petir 

mengalahkan raksasa Vrtra. Dewa Indra lebih dikenal sebagai Dewa 

Perang yang mengalahkan tiga benteng musuh, karena itu Dewa Indra 

disebut Tri Puramdhara (Tri Puramtaka). Dalam kitab Purana dikisahkan 

bahwa, beliau disebut-sebut sebagai Dewa Khayangan (sorga). Beliau 

merupakan saksi agung setiap perbuatan manusia, karena memiliki 

seribu mata (Sahasraaksa). Kendaraan Dewa Indra adalah seekor gajah 

Airavata dan istrinya bernama Sanchi atau Indriani. Keberadaannya 

banyak dikisahkan dalam kitab Itihasa dan Purana. Nama lain dari 

Dewa Indra adalah; Sakra (yang mulia), Divapati (Raja dari para dewa), 

Bajri (yang bersenjata Bajra), Meghavahana (yang berkendaraan awan), 

Mahendra (dewa yang agung), Svargapati (Raja Khayangan), Mahakasa 

(Ia yang bermata hebat), Sahasraksa (Ia yang bermata seribu). Berikut 

ini adalah mantra yang terdapat dalam kitab suci weda yang memuliakan 

Dewa Indra;

”Dyava cid asmai prtivi namate, susmac cid asya parvata bhayante, 

yah somapa nicito vajravahur, vajrahasta sa janasah Indrah”.

Terjemahannya:

Bahkan surga dan dunia tunduk kepadaNya. Bahkan gunung-gunung 

pun takut di depan kehebatannya. Dia-lah yang dikenal sebagai 

peminum soma, memegang vajra dengan lengannya, yang memegang 

vajra ditangannya. Dia-lah Indra, oh orang-orang laki.


”Yah sasvato mahi eno dadhanan, amanymanah charna jaghana. Yah 

sadhate nanudadati srdhyam, yo darso hanta sa janasa Indrah”.

Terjemahannya;

Dia yang membunuh dengan panahnya, mereka yang berbuat dosa besar 

yang tidak disenangi. Ia tidak mengampuni orang-orang yang congkak 

dengan kecongkakannya. Dia-lah yang membunuh Dasyu. Dia-lah 

Indra, oh orang-orang laki.

c. Dewa Rudra

Dewa Rudra diidentikan dengan Dewa Siwa (Siwarudra). Beliau 

digambarkan sebagai laki-laki bertubuh besar, perutnya berwarna biru 

dan punggungnya berwarna merah. Kepala berwarna biru, lehernya 

berwarna putih, dan kulitnya berwarna merah kecoklat-coklatan. 

Rambutnya panjang terurai, seluruh tubuhnya memancarkan cahaya 

keemasan, tangannya memegang busur dan panah yang bercahaya. 

Karakternya nampak angker dan menakutkan, namun hatinya lembut 

dan maha mengasihi. Beliau tinggal di pegunungan dan dipandang 

sebagai Dewa pengasih kepada semua makhluk, bagaikan seorang ayah 

yang mengasihi anaknya. Beliau adalah dukunnya para dukun yang 

memiliki berjenis-jenis pengobatan, dengan julukan Jalasa Bhesaya 

(pemilik obat yang sejuk). Hujan yang disertai dengan angin ribut dan 

geledek yang memberikan kesuburan adalah tenaga pengobatannya. 

Dewa Rudra juga disebut dengan Tryambaka, Kapardin dan delapan 

aspek dari Rudra adalah Siwa, Bhawa, Isana, Pasupati, Bhima, Ugra, 

Mahadewa, dan Rudra.

Berikut ini adalah mantra untuk memuliakan Dewa Rudra, yang termuat 

dalam kitab suci weda;

”Tvadattebhi Rudra samtamebhe, satam hima asiya bhesa jebhih, Vi 

asmad dveso vitaram vyambho, vi amivas catayasva visucih”.

Terjemahannya;

Dengan obat-obatan yang amat menyegarkan, engkau berikan, oh Rudra, 

semoga hamba mencapai hidup seratus musim dingin. Usirlah jauh-jauh 

kebencian, kesedihan, dan penyakit dari kami dalam semua arah.

                                           

”Srestho jatasya Rudra sriyasi tavatamas tavatam vajrabaho, Parsi 

nah param ambasah suasti, visva abhiti rapaso yuyodhi”.

Terjemahannya;

Engkau adalah yang terbaik dari yang lahir, dalam hal kemuliaan, 

oh Rudra dalam kemuliaan, paling kuasa dalam hal kekuasaan, oh 

pemegang vajra.

d. Dewa Waruna

Dewa Waruna disebut juga Baruna. Beliau selalu dihubungkan 

dengan dewa laut. Kata waruna berasal dari kata Var (menutup atau 

membentang) yang berarti melindungi dari segala penjuru. Dari kata ini 

kemudian dihubungkan dengan laut. Dewa W