Tampilkan postingan dengan label agama hindu. 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label agama hindu. 1. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Juli 2025

agama hindu. 1


Prolog ini akan dimulai dengan membaca ulang 

sejarah masuknya Hindu di negara kita  sebab  dalam 

perjalanan itulah keanekaan Hindu ikut dibawa serta dan 

tumbuh berkembang sampai saat ini. Prolog ini juga akan 

membicarakan Bali, selain sebab  menjadi episentrum untuk 

membaca Hindu di negara kita , juga didasarkan atas fakta 

sejarah saat   masa keemasan Hindu di Jawa berakhir manis 

di pulau Bali. Jadi bukan menghidupkan Bali sentris, tetapi 

semata untuk memudahkan kita memahami keberagaman dan 

dinamika agama Hindu di negara kita . Bahkan Bali sendiri 

telah menjadi melting pot berbagai aliran dan kelompok 

keagamaan Hindu, baik yang terpaksa kita sebut “kelompok 

tradisional” maupun “kelompok spiritual”.  

berdasar  data sejarah yang dihimpun sejarawan 

negara kita , salah satunya Soekmono (1973) disebutkan 

kedatangan agama Hindu ke negara kita  sudah sejak abad 

ketiga atau tahun 400 Masehi. Bukti paling valid menurut 

Soekmono yaitu  saat   ditemukan tujuh prasasti berbentuk 

yupa peninggalan kerajaan Kutei di Kalimantan Timur 

(1973:35). Isi yupa yang ditemukan itu begitu menakjubkan 

sebab  memperlihatkan bagaimana perjalanan Hindu di

negara kita  hingga mampu mendirikan kerajaan pertama di 

negara kita , dan selanjutnya berkembang pesat di Pulau Jawa 

(lihat lebih lanjut dalam ibid., hlm. 36-61). 

Puncak keemasan perkembangan Hindu di negara kita  

yaitu  saat   kerajaan Majapahit di Jawa Timur hampir 

mengusai seluruh negara kita  yang berdiri antara tahun 1293-

1309 (ibid., hlm 68). Masuknya agama Buddha ke negara kita  

makin memperkokoh anasir asing, khususnya India di 

negara kita . Agama Buddha sendiri berkembang dan hidup 

sangat harmoni dengan Hindu saat   wangsa Sanjaya dan 

Sailendra berkuasa di Jawa Tengah pada pertengahan abad ke 

Sembilan (ibid., hlm 42-46). Terminologi Siwa-Buddha lahir 

dari hubungan dekat kedua agama ini pada masa itu. Artefak 

paling mengagumkan yang pernah ada di negara kita , yaitu 

Prambanan (Hindu) dan Borobudur (Buddha) juga berdiri saat 

keduanya tumbuh dan berkembang di negara kita . 

Setelah Majapahit mengalami masa akhir sekitar tahun 

1429 hingga 1522, banyak kerajaan-kerajaan kecil yang berada 

di bawah kekuasaannya kehilangan arah. Perang saudara dan 

konflik panjang membawa Majapahit pada kehancuran. Pada 

masa kritis itu, beberapa kerajaan Islam menghimpun diri 

untuk menaklukkan Majapahit. Rakyat Majapahit yang 

sebagian besar penganut Hindu lalu menyingkir ke wilayah 

aman, salah satu daerah yang paling terkenal pegunungan 

Tengger. Sebagian besar yang lainnya menuju Bali, 

berkembang dan bertahan kuat seperti yang dikenal saat ini 

(ibid., hlm. 79). Penduduk di beberapa wilayah negara kita  yang 

pernah mendapat pengaruh Hindu masih menjalankan tradisi 

itu, meskipun mungkin secara formal mereka tidak beragama 

Hindu lagi.   

Yang menarik yaitu  perkembangan Hindu di 

negara kita  tidak dalam rangka melakukan ekspansi agama. 

Penghayat agama-agama lokal, kebudayaan asli serta tradisi 

leluhur nusantara yang telah ada tetap dipelihara, dirawat dan 

dipermulia dengan ajaran Hindu. Masuknya Hindu tidak 

untuk meng-agama-kan penganut agama lokal sebab  selain 

tidak menjadi karakteristiknya, agama-agama lokal itu 

eksistensinya telah mengakar jauh sebelum Hindu ke 

negara kita .  

Warisan Hindu di negara kita  dapat ditelusuri dari 

berbagai peninggalan sejarah terutama saat   kerajaan Hindu 

berkuasa, bahkan saat   negara kita  masih mengalami masa 

purba, saat huruf dan angka belum dikenal. Warisan sejarah 

itu bisa tampak dari berbagai wujud, meskipun pada sistem 

nilai dan sistem gagasan, Hindu juga memiliki pengaruh yang 

sangat besar. Membaca kembali pikiran Koentjaraningrat 

(2005) tentang kebudayaan, maka seluruh hasil karya manusia 

yaitu  salah satu wujud kebudayaan itu. Soekmono (op.cit., 

hlm 9) juga membedakan kebudayaan dalam dua wujud, 

yaitu segi kebendaan dan segi kerohanian. 

Merujuk pendapat dua ahli ini , maka warisan 

Hindu di negara kita  sangatlah besar. Secara kerohanian, masa-

masa perkembangan Hindu banyak dilalui dengan sistem 

kepercayaan terhadap Tuhan melalui personafikasinya 

sebagai Brahma, Wisnu dan Siwa. Pemujaan terhadap 

ketiganya diteruskan sampai saat ini melalui terminologi Tri 

Murti. Namun secara khusus, Siwa mendapat perhatian yang 

sangat besar, sehingga pada saat itu Siwaisme menjadi paham 

yang dominan, selain Waisnawa yang menempatkan Wisnu 

sebagai orientasi pemujaan. Paham lain yang juga 

berkembang saat itu yaitu  Cakta dan Tantra (ibid., hlm. 28-34). 

Khusus untuk wujud kebudayaan dari kebendaannya 

sangatlah banyak. Merangkum seluruh benda bersejarah itu 

cukuplah berat sebab  selain tidak terkompilasi dengan baik, 

ada kemungkinan mengalami kehancuran dan kerusakan baik 

sebab  dimakan waktu, perubahan tempat maupun kelalaian 

manusia, serta persebarannya yang sangat luas. Beberapa 

catatan sejarah yang masih mampu dihimpun, meskipun juga 

masih terbatas yaitu  peninggalan benda sejarah dari 

kerajaan-kerajaan Hindu.  

Saat Hindu memudar di Jawa, Hindu justru 

mengalami masa emasnya di Bali meskipun peradaban Bali 

sebelum masuknya Hindu sudah mapan melalui keberadaan 

penduduk asli yang disebut Bali Aga atau Bali Mula, yang 

bahkan dianggap sudah menganut agama Hindu dengan 

berbagai variannya (Budi Utama 2015: 2), perkembangan 

agama Hindu juga merupakan hasil interaksi antarkerajaan 

Bali dan Jawa (Agus Aris Munandar 2005: 125). Persilangan 

pengaruh yang dialektis antara Bali dan Jawa menghasilkan 

keunikan dan kekhasan yang seperti kita saksikan di Bali saat 

ini.  

Kesimpulan kecil dari data sejarah itu yaitu  saat   

masuk ke negara kita , berbagai aliran ikut dibawa dari India, 

lalu berakulturasi dengan keyakinan dan peradaban lokal. 

Beberapa di antaranya malah tumbuh menjadi entitas 

tersendiri atau mengalami penyatuan baik dengan budaya 

lokal maupun terutama saat   masuknya agama Buddha di 

negara kita . Sisa-sisa sejarah itu masih terus hidup sampai saat 

ini. Tak sedikit yang menyatakan bahwa Hindu di negara kita  

beraliran besar Saiwa Siddhanta dan Waisanawa.  

Selanjutnya, dalam perkembangan Hindu terutama di 

awal abad 19 (lihat selengkapnya dalam Ide Anak Agung Gde 

Agung, 1989; Tim Penyusun, 1986) hingga saat ini juga 

mengalami berbagai dinamika, yang secara historis dapat 

dibaca masa awal penjajahan, kemerdekaan, pasca 

kemerdekaan hingga era reformasi awal tahun 2000an. Bali 

bahkan pernah pula mengalami masa-masa kegelapan saat   

konflik internal sempat melanda (Geoffrey Robinson, 2006). 

Dinamika Bali juga tak bisa dilepaskan dari situasi sosial-

budaya, ekonomi dan politik yang berlangsung di negara kita . 

Namun secara umum, Bali terutama oleh para ahli, khususnya 

antropolog, digambarkan sebagai wilayah yang aman, 

tenteram, dan stabil. Tumbuh subur, berkembang dan 

bertahannya agama Hindu sampai saat ini tak dapat 

dipungkiri mungkin sebab  situasi seperti itu. Misalnya, kita 

dapat menelusuri kemungkinan ini saat   kedatangan 

Belanda di awal abad 19, yang selain sebagai penjajah juga 

sebetulnya punya maksud mempertahankan keaslian Bali. 

Beberapa tulisan awal yang pernah terbit pada masa itu 

dianggap ikut mendorong Bali menjadi terkenal sampai saat 

ini.  

-

“Bali yaitu  Jawa Kuna yang terpelihara”, kata Thomas S. 

Raffles dan Crawfurd (dalam Nordholt, 1996) saat mereka 

berdua mencitrakan Bali yang dianggapnya sebagai kisah 

tentang kondisi dan kebiasaan-kebiasaan penduduk Jawa 

Hindu di masa lalu. Crawfurd menambahkan bahwa saat   

berada di Bali, ide besar Jawa Kuno dapat kembali ditangkap 

dengan jelas. Friedrich (1959) menguatkan pendapat Raffles 

dan Crawfurd saat   dalam penelitiannya menemukan begitu 

banyak unsur Jawa Kuna masih terserak di Bali. Van Hoevel, 

seperti diceritakan kembali oleh Friedrich (1959) yang sangat 

yakin dengan kesimpulannya bahwa Bali jika dalam situasi 

yang sama yaitu  Jawa pada permulaan abad 15. Lienfrinck 

bahkan menyebut Bali sebagai “Republik Desa yang 

terisolasi”. The Real Bali yaitu  julukan yang ia berikan saat   

menemukan otonomi komunitas tradisional seperti desa dan 

subak (Dharmayuda, 1995:73, 74). Namun sesungguhnya juga, 

pencitraan dari Lienfrinck, dan para peneliti Bali sebelumnya 

yaitu  pandangan yang saat   itu lazim terlihat hingga abad 

19 di mana antara Desa dan Negara yang sama sekali terpisah 

yaitu  ciri umum yang diberikan kolonialisme kepada 

negara-negara di Asia.  

Setelah melewati abad 19, citra Bali terus digemakan 

melalui berbagai tulisan, misalnya Island of Bali oleh Miguel 

Covarrubias (1937). Bali juga dikontruksi sebagai “mimpi 

siang di musim panas”, pulau tanpa masalah dan penuh 

harmoni. Antropolog Amerika, salah satunya Jean Belo 

(1970a) juga menyimpulkan bahwa kemapanan sebuah 

warga  tradisional seperti Bali yaitu  cerita tentang 

sebuah kemampuan hebat untuk menyelesaikan semua 

persoalan, di mana gambaran setiap tindakan dan 

pertentangan secara personalitas sepertinya disingkirkan. 

Gregory Bateson (1972) juga menyatakan bahwa salah satu 

sifat kebudayaan dan warga  Bali yaitu  keadaannya 

yang selalu dapat stabil, saat di mana kondisi alam pikiran 

warga nya dapat dibentuk oleh keseimbangan tanpa 

disusupi perubahan yang progresif, lalu dibangun secara 

rapat dalam sebuah tata tertib secara ahistoris (lihat kembali 

Dharmayuda, 1995:76, 77).  

Citra agung tentang Bali di masa kini telah 

mewariskan Bali untuk negara kita  sebagai tujuan utama wisata 

dunia. Ini yaitu  periode yang menentukan arah 

perkembangan Hindu yang lebih terbuka pada dunia luar, 

sehingga masuk pula berbagai aliran atau mashab baru yang 

belakangan datang dari India atau umat Hindu di Bali yang 

belajar ke India, misalnya munculnya Sai Baba, Hare Krishna, 

Brahma Kumaris, dlsb. Persebaran ini juga menjadi salah satu 

komoditas pariwisata dengan munculnya banyak ashram atau 

perguruan, studi intelektual, dlsb. 

Meskipun data sejarah seperti di atas tampaknya 

mudah dipetakan, tetap saja ada kesulitan mendasar untuk 

memahami keberadaan berbagai kelompok keagamaan 

Hindu, terlebih membuat kategorisasi sebagaimana yang 

menjadi tema pokok buku ini. Beberapa hasil penelitian para 

peneliti Puslitbang Pusat Penelitian dan Pengembangan 

Bimbingan warga  Agama dan Layanan Keagamaan 

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang 

terangkum dalam buku ini tampaknya masih belum cukup 

untuk menjelaskan mengapa di dalam Hindu ada  

beragam kelompok, dan bagaimana kelompok-kelompok 

keagamaan itu bisa hidup berdampingan harmonis di 

negara kita , khususnya di Bali. Kelemahan minor hasil 

penelitian dalam buku ini setidaknya dapat dimaklumi sebab  

sejak lama para peneliti asing pun mengalami hal yang 

serupa.   

Stephen J. Lansing (2006) misalnya, sempat 

menyatakan kebingungannya saat   meneliti Bali. Baginya 

begitu banyak simbol bertebaran di sana-sini, yang masing-

masing di antara simbol itu tak mudah segera dipahami. Jauh 

sebelumnya, Lansing (1983) juga menggambarkan bahwa di 

Bali hampir semua hal berstruktur dan bertingkat-tingkat. Ini 

dilihatnya dengan jelas pada bangunan pura di Bali. 

Pengalaman yang sama juga ditunjukkan oleh Hildred Geertz 

(1975) saat dengan berani mengatakan ada yang keliru dalam 

memahami hubungan antarorang, terutama kekerabatan di 

Bali. Misleading, begitu kesimpulannya dalam buku Kinship in 

Bali. 

Kegalauan para peneliti asing itu justru menguatkan 

tesis para peneliti Puslitbang Pusat Penelitian dan 

Pengembangan Bimbingan warga  Agama dan Layanan 

Keagamaan Badan Litbang dan Diklat yang tidak sampai 

memasuki ruh keberagaman dalam agama Hindu. Namun 

yang menggembirakan yaitu  kompilasi ini kaya data, 

beberapa di antaranya mungkin masih data mentah yang akan 

berguna untuk memantik penelitian dan kajian berikutnya, 

serta menstimulus dialektika untuk menghasilkan temuan 

baru. 














Agama Hindu merupakan salah satu agama tertua 

yang hingga kini masih dikenal oleh warga  di dunia 

selain agama dunia lainnya. Dalam perjalanannya 

panjangnya, agama Hindu memiliki banyak kisah baik 

kosmologi, kehidupan para rsi, mitologi, para raja kuno 

hingga epos wiracarita. Agama Hindu mengalami banyak 

sinkretisme yang dibentuk dari perpaduan antara berbagai 

jenis kepercayaan dan budaya baik di India, maupun terutama 

di negara kita .  

Nama agama Hindu awalnya yaitu  ‘Sanathana 

Dharma’, yang artinya ‘kebenaran abadi’ (righteousness forever) 

dari ‘yang tidak memiliki awal dan akhir’. Hindu itu tidak 

berawal dan tidak berakhir atau anadi ananta. Dikisahkan, 

orang-orang Persia yang pernah menyerang India pada abad 6 

sebelum masehi, dianggap memberikan nama Hindu yang 

berakar dari kata ‘Indus’. Beberapa ahli mengatakan kata ini 

berasal dari satu kata Persia yang berarti ‘sungai rakyat’. 

Anggapan ini ada benarnya, sebab  pada saat itu, peradaban 

Hindu hidup di lembah sungai Shindu. Dengan nama 

‘Sanathana Dharma’, agama Hindu menyatakan dirinya 

kepada dunia bahwa kebenaran abadi akan ada untuk 

selamanya, dan para Reshi (Knot, 1998: 5).  

Secara teologis, agama Hindu tidak mengenal ‘satu 

sistem kepercayaan tunggal apalagi mutlak yang disusun 

demi dan untuk menyeragamkan keyakinan’, namun Hindu 

menjadikan dirinya sebagai rumah besar tumbuh suburnya 

kemajemukan tradisi keagamaan di India.  

Mahkamah Agung India pernah menyatakan bahwa: 

“Tidak seperti agama lainnya di dunia, agama Hindu 

tidak mengklaim satu nabi saja, tidak memuja satu 

dewa saja, tidak menganut satu konsep filosofis saja, 

tidak mengikuti atau mengadakan satu ritus 

keagamaan saja; faktanya, ciri-ciri agama Hindu itu 

tidak seperti agama atau kepercayaan lain pada 

umumnya. Tak lain dan tak bukan, agama Hindu itu 

merupakan suatu jalan hidup”. 

Konsep ketuhanan dalam agama Hindu juga tidak 

pernah seragam. Beberapa aliran besar yang bersifat monoteis, 

dibiarkan mengagungkan Wisnu, Kresna, atau Siwa. Sementara 

aliran lainnya yang bersifat monisme, yang memandang 

bahwa para dewa sebagai manifestasi beragam dari Tuhan 

Yang Maha Esa (ekam sat wiprah bahuda wadanti). Bahkan 

Tuhan juga digambarkan dengan sahasra namam (seribu nama) 

dan sahasra rupam (seribu wajah).  

Beberapa aliran Hindu yang bersifat pantheistik, 

sebagaimana disebutkan dalam kitab Bhagawadgita yang 

meyakini bahwa Tuhan meresap ke seluruh alam semesta, 

namun alam semesta bukanlah Tuhan. Beberapa filsafat 

Hindu membuat postulat ontologi teistis (dalil ketuhanan) 

tentang penciptaan dan peleburan alam semesta, meskipun 

beberapa umat Hindu memandang Hinduisme tak lebih dari 

sebuah filsafat, bukan agama sebagaimana pengertian umum.1  

Di samping itu, agama Hindu tidak mengenal satu 

sistIm apalagi satu jalan yang diklaim untuk mencari 

‘keselamatan’ (salvation), namun menggunkan sejumlah aliran 

dan berbagai bentuk tradisi keagamaan. Sementara dalam 

beberapa tradisi Hindu lainnya, juga mengandalkan ritus 

tertentu sebagai hal yang sangat penting demi keselamatan. 

Namun berbagai pandangan mengenai hal ini  juga hadir 

secara berdampingan, saling melengkapi.  

Salah satu ciri pokok agama Hindu yaitu  

kepercayaan terhadap reinkarnasi (samsara, punarbhawa atau 

siklus lahir-mati) yang ditentukan oleh hukum karma. Dan 

gagasan tentang ‘keselamatan’ yaitu  kondisi saat individu 

terbebas dari siklus lahir-mati yang terus berputar. Inilah yang 

disebut Moksha, tujuan tertinggi setiap umat Hindu, namun 

pada saat bersamaan juga menganjurkan untuk menemukan 

kebahagiaan di dunia. Penggambaran tujuan ini 

diinternalisisasikan melalui kalimat Mokshartam jagathita ya ca 

iti dharma yang mengandung tuntunan agar umat Hindu 

dapat menemukan kebahagiaan abadinya di dunia maupun  

di akhirat dengan jalan dharma (kebenaran). berdasar  hal-

hal seperti ini, agama Hindu dipandang sebagai agama yang 

paling kompleks dari seluruh peradaban  yang masih 

bertahan hingga saat ini. 

Namun demikian, selain beragam perbedaan yang 

dapat teramati, sebenarnYa ada  persamaan dalam 

Hindu. Menurut tokoh spiritual Hindu Swami Wiwekananda, 

                                                          

1 Hasil diskusi dengan narasumber dari kalangan akademisi dan Direktorat 

Jenderal Bimbingan warga  Hindu, Jakarta, 25 Januari 2016. 


ada kesatuan fundamental dalam tubuh Hinduisme yang 

mendasari berbagai perbedaan dalam bentuk-bentuk 

pelaksanaannya. Pada umumnya, umat Hindu mengenal 

berbagai nama dan gelar seperti Wisnu, Siwa, 

Sakti, Hyang, Dewata, dan Batara.  

Beberapa aliran memandang nama dan gelar ini  

sebagai aneka manifestasi dari Yang Maha Esa atau Yang 

Maha Kuasa, sehingga agama Hindu akhirnya dapat 

dikatakan bersifat monisme. Agama Hindu juga dicirikan 

dengan adanya kepercayaan akan makhluk ilahi atau 

makhluk surgawi yang dipandang tidak setara dengan Yang 

Maha Kuasa, sedang  beberapa aliran juga memandangnya 

sebagai manifestasi dari Yang Maha Kuasa.  

Meskipun dalam Hindu meyakini Weda, namun 

beberapa kelompok puritan, ingin mengembalikan ajaran 

Weda seperti di masa lalu, sedang  beberapa aliran yang 

lain mengabaikannya. Di India, sekte Hindu 

seperti Linggayata bahkan tidak mengikuti Weda, namun 

masih memiliki kepercayaan akan Siwa. Sebaliknya, 

sekte Ayyavazhi memiliki kitab suci tersendiri yang 

disebut Akilattirattu Ammanai, namun masih meyakini Tuhan 

yang sama dalam Hindu, contohnya Narayana dan Laksmi 

yang memiliki sejumlah mitos yang mirip dengan mitologi 

Hindu pada umumnya.  

Dalam perkembangan selanjutnya, tradisi Hindu yang 

mengagungkan Wisnu, Narayana atau Krishna 

disebut Waisnawa, sementara yang memuja Siwa 

disebut Saiwa (Saiwisme). Jika dilihat dari luar, dua aliran besar 

ini, Waisnawa dan Saiwa, memiliki konsep tersendiri tentang 

Tuhan yang diagungkan. Menurut Halbfass, meskipun aliran 

Waisnawa dan Saiwa dipandang sebagai aliran keagamaan 

----------- 6

yang mandiri, sebenarnya ada kadar interaksi dan saling acu 

antara para teoritikus dan pujangga dari masing-masing 

tradisi. Hal ini mengindikasikan adanya rasa jati diri yang 

lebih luas, koherensi dalam konteks yang sama, serta inklusi 

dalam kerangka dan garis besar kepercayaan secara umum.  

Aliran, jika harus terpaksa menyebutnya seperti itu, 

dalam agama Hindu dapat digolongkan ke dalam beberapa 

kelompok. Jika merunut pada sistem darsana atau kefilsafatan 

Hindu yang dikenal dengan Nawa Darsana, maka hanya ada 

dua yang popularitasnya masih bertahan saat ini, yaitu 

Wedanta dan Yoga.  

Saat ini, ada beberapa kelompok besar yang masih 

bertahan, yaitu Waisnawa, Saiwa, Sakta, Saura (Surya) dan 

Smarta. Aliran atau mazhab besar ini sebagaimana yang hidup 

di India, juga dianut oleh umat Hindu yang ada di negara kita . 

Dalam beberapa fase perkembangan agama Hindu di 

negara kita , lalu memuncak pada masa reformasi, muncul 

kelompok-kelompok spiritual yang membawa anasir baru, 

terutama praktik penghayatan melalui ritual, doa, dan 

pemahaman agama. Sebut saja yang terkenal Hare Krishna, 

Sai Baba, dlsb. Sebelum masuknya kelompok-kelompok 

spiritual seperti ini, di negara kita  sudah lama juga berkembang 

berbagai kelompok keagamaan yang dianggap berakar dari 

tradisional, misalnya Siwa Siddhanta, Waisnawa, Bairawa, 

Tantra, dlsb.  

Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok spiritual 

dan kelompok tradisional pernah juga mengalami ketegangan. 

Namun seiring berjalannya waktu, perjumpaan antara 

kelompok spritual dan tradisional menjadi semakin baik, 

meskipun letupan-letupan kecil masih sering ditemukan. 

Memang munculnya kelompok spiritual awalnya 

----------- 7

menimbulkan reaksi negatif dari kelompok tradisional yang 

umumnya sangat mengutamakan upacara dan tidak begitu 

intens dengan membaca kitab suci. Tetapi saat ini, hubungan 

dua kelompok ini  sudah mencair.  

Untuk menggali informasi yang lebih mendalam 

tentang keberadaan dari kedua kelompok ini , maka 

dianggap penting untuk dilakukan penelitian lapangan 

sebagai satu cara untuk membaca kembali bagaimana 

keberadaan mereka dan apa dampak yang akan ditimbulkan 

terhadap kehidupan keagamaan, khususnya di internal agama 

Hindu maupun antar umat beragama di negara kita . Oleh 

sebab  itu, sesuai dengan tugas dan fungsinya, Pusat 

Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan 

berkepentingan untuk melakukan penelitian dengan fokus 

studi pada kelompok spiritual dan kelompok tradisional 

dalam Agama Hindu.  

 

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian 

Keberadaan kelompok spiritual dan tradisional dalam 

Hindu pernah mengalami dinamika. Ada pergulatan yang 

cukup sering terjadi antara keduanya. Boleh jadi, dinamika 

dalam pergulatan ini dapat berdampak terhadap kehidupan 

keagaman baik intern maupun antarumat beragama di 

negara kita .  

Fenomena ini belum diungkap secara mendalam 

melalui sebuah kajian, termasuk bagaimana kedua kelompok 

ini berstrategi agar terus dapat hidup berdampingan dan 

saling melengkapi, serta berkontribusi aktif dalam menjaga 

harmonisasi kehidupan keagamaan. Untuk mengetahui secara 

----------- 8

mendalam masalah ini, pertanyaan kunci yang dirumuskan 

dalam penelitian ini yaitu : 

Bagaimana keberadaan kelompok spiritual dan tradisional 

dalam agama Hindu saat ini? 

Apa dampak keberadaan kelompok spiritual dan tradisional 

dalam Agama Hindu terhadap kehidupan keagamaan? 

berdasar  rumusan masalah ini , penelitian ini 

bertujuan untuk mendeskripsikan kembali secara lengkap 

keberadaan kelompok spiritual dan tradisional dalam agama 

Hindu serta mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh 

keberadaan kedua kelompok terhadap kehidupan keagamaan 

di negara kita . Hasil penelitian ini diharapkan dapat 

dimanfaatkan oleh berbagai pihak terkait yang 

berkepentingan, antara lain: 

1. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Ditjen 

Bimas Hindu, Pembimas, Penyuluh) 

2. Majelis Agama (PHDI Pusat dan Daerah) 

3. Lembaga Keagamaan (BPH, WHDI, Peradah) 

4. Kelompok-kelompok spiritual dan tradisional.  

5. Para akademisi dan pihak lain yang terkait 

 


 

2. Teologi Hindu 

Agama Hindu tidak mengenal satu sistem 

kepercayaan yang tunggal, apalagi dengan maksud 

menyeragamkan keyakinan. Hindu juga tidak mengenal 

klaim sentral atas satu figur (nabi). Dalam filsafat 

ketuhanannya, Hindu tidak memuja satu dewa, tetapi 

meyakini Tuhan itu satu saja. Mereka tidak mengikuti atau 

mengadakan satu ritus keagamaan saja, tidak mengenal 

satu jalan absolut keselamatan (salvation) dan tidak 

mengenal doktrin sentral atau kredo.  

Oleh sebab  itu, dalam agama Hindu peluang untuk 

lahirnya berbagai kelompok-kelompok keagamaan dapat 

melalui dua jalur utama, yaitu filsafat Ketuhanan praktik 

keagamaan. Agama Hindu tidak hanya kaya akan konsep 

ketuhanan tetapi juga kaya akan konsep filsafat atau 

darsana yang identik dengan ‘visi kebenaran’ yang satu 

dengan yang lainnnya saling terikat.  

Filsafat Hindu memiliki karakter khusus yang 

menonjol, yaitu kedalaman pembahasannya yang 

mencerminkan bahwa filsafat itu telah dikembangkan 

dengan sepenuh hati dalam mencari kebenaran. Apabila 

kita ingin membuka karya lengkap mengenai Vedanta, 

misalnya, kita akan menemukan pernyataan dari 

----------- 13

pandangan seluruh aliran filsafat seperti Carvaka, 

Bauddha, Jaina, Saiikhya, Yoga, Mimamsa, Nyaya dan 

Vaisesika, yang dibicarakan dan dipertimbangkan dengan 

ketelitian penuh tanpa ada kesan menyalahkan satu 

dengan yang lain. Demikian pula halnya karya agung 

mengenai filsafat Buddha atau Jaina, juga membicarakan 

pandangan filsafat lainnya.  

Filsafat Hindu bukan hanya merupakan spekulasi 

atau dugaan belaka, namun ia memiliki nilai yang amat 

luhur, mulia, khas dan sistematis yang didasarkan oleh 

pengalaman spiritual mistis dan spiritual. Filsafat ini 

merupakan hasil kepekaan intuisi yang luar biasa. Sad 

darsana atau enam sistem filsafat Hindu merupakan 

sarana pengajaran yang benar atau enam cara pembuktian 

kebenaran. Adapun bagian-bagian dari Sad Darsana 

yaitu  : 

a. Nyaya, pendirinya yaitu  Gotama dan penekanan 

ajarannya ialah pada aspek logika. 

b. Waisasika, pendirinya ialah Kanada dan penekanan 

ajarannya pada pengetahuan yang dapat menuntun 

seseorang untuk merealisasikan sang diri. 

c. Samkhya, menurut tradisi pendirinya yaitu  Kapita. 

Penekanan ajarannya ialah tentang proses 

perkembangan dan terjadinya alam semesta. 

d. Yoga, pendirinya yaitu  Patanjali dan penekanan 

ajarannya yaitu  pada pengendalian jasmani dan 

pikiran untuk mencapai Samadhi. 

e. Mimamsa (Purwa-Mimamsa), pendirinya ialah Jaimini 

dengan penekanan ajarannya pada pelaksanaan ritual 

dan susila menurut konsep weda. 

----------- 14

f. Wedanta (Uttara-Mimamsa), kata ini berarti akhir 

Weda. Wedanta merupakan puncak dari filsafat 

Hindu. Pendirinya ialah Sankara, Ramanuja, dan 

Madhwa. Penekanan ajarannya yaitu  pada hubungan 

Atma dengan Brahma dan tentang kelepasan. Selain 

itu ada beberapa filsafat yang tidak mengakui otoritas 

Veda dan namun tetap mempercayai beberapa ajaran 

yang ada  dalam Veda yaitu Carvaka, Jaina dan 

Buddha.   

                      

3. Kelompok Spiritual dan Kelompok Tradisional  

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan 

kelompok yaitu  kelompok spiritual dan kelompok 

tradisional yang ada  dalam agama Hindu. Kelompok 

spiritual yaitu  sekumpulan orang atau umat Hindu yang 

mempelajari agama Hindu untuk mencari kesadaran akan 

Tuhan dan kadangkala mencari anugerah dari para dewa 

melalui mantra-mantra dan nanyian, cenderung berasal 

dari anasir India, dan biasanya menganut hidup 

vegetarian. sedang  kelompok tradisonal yaitu  

kelompok umat Hindu yang mendekatkan dirinya kepada 

Tuhan dengan cara-cara lebih banyak melaksanakan ritual 

keagamaan sehari-hari baik di rumah maupun pura yang 

cenderung dilakukan secara komunal, kolektif.  

Dalam banyak praktik keagamaan dan ritual, ada 

satu ciri lain yang juga dilakukan oleh kedua kelompok, 

yaitu mengucapkan mantra. Mantra yaitu  seruan, 

panggilan, atau doa yang membantu umat Hindu agar 

dapat memusatkan pikiran kepada Tuhan atau dewa 

tertentu, melalui kata-kata, suara, dan lantunan nyanyian. 

----------- 15

Pada kelompok spiritual, biasanya melakukan japa sebagai 

praktik spiritual yang utama. Praktik spiritual Hindu lain 

yang populer yaitu  Yoga dan Bhajan. Yoga menjadi salah 

satu ajaran Hindu yang gunanya melatih kesadaran demi 

kedamaian, kesehatan, dan pandangan spiritual. Hal ini 

dilakukan melalui seperangkat latihan dan pembentukan 

posisi tubuh untuk mengendalikan raga dan pikiran. 

sedang  Bhajan merupakan praktik pelantunan lagu-

lagu pujian.  

Kelompok tradisional dalam agama Hindu akan 

lebih banyak melaksanakan ritual keagamaan sehari-hari 

di rumah, atau di pura tetapi pelaksanaannya berbeda-

beda tergantung daerah, desa, dan kecenderungan umat 

itu sendiri.Umat Hindu yang taat akan melaksanakan 

ritual sehari-hari melalui Tri Sandhya, yaitu sembhayng 

tiga kali dalam sehari (pagi-siang-sore); menyalakan dupa, 

menghaturkan sesajen ke hadapan Tuhan melalui berbagai 

manifestasinya, atau menyanyikan lagu-lagu pemujaan 

(kidung dan kakawin). 

   

Penelitian Terdahulu yang Relevan 

Sebenarnya Puslibang Kehidupan Kagamaan telah 

beberapa kali telah melakukan penelitian tentang agama 

Hindu. Penelitian itu antara lain:  

1. “Studi tentang  Agama Hindu di Kecamatan Sausu 

Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah” yang 

dilakukan oleh Choirul Fuad Yusuf dan Zaenal Abidin. 

Dari penelitian ini  dapat disimpulkan bahwa 

ada  dua aliran sempalan yang tumbuh di daerah 

ini , yaitu aliran Hare Krisna dan Sai Baba. Namun 

----------- 16

kedua aliran ini secara doktrinal tidak mengancam 

keberadaan sistem ajaran Hindu di daerah ini  dan 

tidak meresahkan warga  serta pola kehidupan 

beragama warga  Hindu di Sausu cenderung sama 

dengan pola kehidupan beragama warga  Hindu di 

Bali. Hal ini sebab  hampir seluruh pemeluk Hindu di 

Sausu memiliki latar sejarah keturunan warga  Bali.  

2. “Aliran Sai Baba” yang dilakukan di Denpasar, Bali oleh 

Mursyid Ali. Dari penelitian ini  ditemukan bahwa 

kelompok Sathya Sai Baba di Denpasar merupakan salah 

satu cabang dari Sri Sathya Sai Centre (pusat) di Jakarta 

yang mempunyai tujuan untuk mempelajari, 

melaksanakan dan mengembangkan ajaran  Sai Baba, dan 

melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat kemanusiaan 

non komersial.  

3. “Ajaran Sampradaya Hare Krisna dalam Konteks Agama 

Hindu di Dusun Gita Nagari Baru Kec. Menggala Timur 

Kab. Tulang Bawang Propinsi Lampung” yang dilakukan 

oleh Ahsanul Khalikin. Dari penelitian ini  ditemukan 

bahwa ajaran Sampradaya Hare Krisna mengusung 

konsep ajaran Weda mulai diwahyukan, yaitu "Moksartham 

Jagadhitaya ca iti Dharma", yang artinya bahwa agama 

(dharma) bertujuan untuk mencapai kebahagiaan rohani 

dan kesejahteraan hidup jasmani atau kebahagiaan secara 

lahir dan bathin. Tujuan ini secara rinci disebutkan di 

dalam Catur Purusa Artha, yaitu empat tujuan hidup 

manusia, yakni Dharma, Artha, Kama dam Moksa. 

Dari penelitian yang sudah dilakukan oleh Puslitbang 

Kehidupan Keagamaan ini  nampaknya masih sangat 

minim sekali kajian tentang kelompok-kelompok keagamaan 

dalam agama Hindu. Oleh sebab  itu, penelitian yang 

----------- 17

dilakukan kali ini untuk mengembangkan lebih dalam kajian 

terhadap kelompok-kelompok dalam agama Hindu secara 

mendalam, serta menelusuri lebih dalam lagi tentang dampak 

keberadaan kedua kelompok terhadap kehidupan keagamaan 

di negara kita . 

 

Sekilas Provinsi Lampung  

Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 

dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 31964 

yang lalu   menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 

1964. Sebelum itu Provinsi Lampung merupakan Karesidenan 

yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan. Secara 

administratif, Provinsi Lampung terdiri atas 14 

kota/kabupaten.2  

berdasar  data kependudukan tahun 2014, 

penduduk Provinsi Lampung telah mencapai 8.816.684 jiwa. 

Adapun komposisi penduduk berdasar  agama terdiri atas: 

Islam (7.377.476 jiwa), Kristen (166.816 jiwa), Katolik (138.388 

jiwa), Hindu (988.908 jiwa), Buddha (135.096 jiwa). sedang  

rumah ibadah yang ada di Porvinsi Lampung masing-masing 

terdiri atas: Masjid (10.550 Buah), Mushola (14.611), Gereja 

Kristen (884), Gereja Katolik (298), Pura (1.041), Vihara (181). 

(Data Kementerian Agama Provinsi Lampung Tahun 2014) 

Dari data ini  terlihat jelas bahwa Provinsi 

Lampung merupakan salah satu provinsi di negara kita  yang 

begitu plural warga nya khususnya dalam hal keragaman 

agama. Sebagai provinsi yang dihuni oleh penganut agama 

yang beragam, kehidupan keagamaan intra dan antaragama 

                                                          

di wilayah Provinsi Lampung relatif berlangsung rukun 

meskipun pernah terjadi peristiwa berdarah di Desa 

Balinuraga, Kecamatan Waypanji, Kabupaten Lampung 

Selatan. Namun demikian, sebagaimana dikemukakan oleh 

Ketua Umum MUI Kabupaten Lampung Selatan, KH. Hamim 

Fadhil, peristiwa ini  bukanlah konflik agama antara 

umat Islam dan Hindu, melainkan peristiwa konflik antar 

desa yang lalu   terkesan difahami sebagai konflik 

agama.3   

Keberhasilan ini  salah satunya disebab kan para 

tokoh agama, tokoh warga , tokoh FKUB dan unsur 

Forkominda di provinsi dan daerah Kota Kabupaten se-

Provinsi Lampung secara intensif bekerjasama dan bersinergi 

dalam membangun dan merawat kerukunan umat beragama. 

Modal utama dalam membangun dan menjaga kerukunan 

yaitu  senantiasa membangun kebersamaan antar pemimpin 

agama dan berkomunikasi dengan warga  untuk 

menjaring informasi dari warga  serta sering 

mengundang para tokoh agama agama dalam rangka 

menyosialisasikan program untuk menyebarkan spirit 

kerukunan antar umat.4  

Kehidupan agama yang harmonis di Provinsi 

Lampung dihampir semua daerah memang sudah 

berlangsung sejak lama. warga  saling menghormati satu 

sama lain keyakinan yang dipeluk oleh mereka. Pandangan ini 

                                                          

tidak hanya dikemukakan oleh para tokoh melainkan oleh 

anggota warga .5 Konteks keakraban hubungan 

antaragama ini  misalnya tampak relasi antara umat 

Hindu dan umat Islam serta lainnya pada saat pawai ogoh-ogoh 

yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Provinsi Lampung 

khususnya di Kabupaten Lampung Tengah. Agenda 

tahun  Festival ogoh-ogoh dalam rangka menyambut Hari Raya 

Nyepi ini  dilaksanakan oleh umat Hindu Sedarma  di 

Kecamatan Seputihraman, Kabupaten Lampung Tengah. 

Dalam perayaan ini , hadir Bupati Lampung Tengah, Dr. 

Ir. H. Mustafa, utusan Gubernur Lampung, sejumlah unsur 

Forkominda dan terutama warga  dari berbagai latar 

belakang agama dan suku. Bahkan dalam pidatonya, Bupati 

Lampung Tengah menegaskan bahwa festival ini  

merupakan kekayaan daerah Kabupaten Lampung yang harus 

didukung oleh pemerintah.6  

 

Sampradaya Kesadaran Krishna negara kita  (SAKKHI) 

dalam Lintasan Sejarah 

Sebelum masuknya kelompok-kelompok spiritual, di 

negara kita  sudah berkembang sekte-sekte, di antaranya Siwa 

Siddhanta, Waisnawa, Bairawa, dll. Dalam perkembangannya, 

kelompok spiritual dan tradisional pernah mengalami 

ketegangan. Seiring berjalannya waktu, muncul pula sebuah 

kelompok spiritual di negara kita  yakni Sampradaya Kesadaran 

Krishna negara kita  (SAKKHI) atau dikenal juga dengan 

                                                          

----------- 23

sebutan Hare Krishna, atau yang secara internasional dikenal 

dengan nama ISKCON (International Society for Krishna 

Consciousness/warga  Kesadaran Krishna Internasional), 

didirikan pada tahun 1966 oleh Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta 

Swami Prabhupada, biasa dikenal dengan nama Srila 

Prabhupada. Perkumpulan ini melanjutkan sebuah tradisi 

spiritual purba yang mengakar pada Bhagavad-Gita dan 

kitab-kitab Veda. Tujuan ajaran ini yaitu  untuk 

membangkitkan kembali kesadaran Krishna, atau cinta kasih 

rohani kepada Tuhan, yang saat ini sedang berada dalam 

keadaan terpendam di hati setiap insan.7  

Perjumpaan antara kelompok spritual dan tradisional 

dalam perjalanannya menjadi semakin baik, meskipun 

letupan-letupan kecil masih sering ditemukan. Munculnya 

kelompok ini pada awalnya menimbulkan reaksi negatif dari 

kelompok tradisional yang umumnya sangat mementingkan 

upacara dan tidak mengenal kegiatan membaca kitab suci. 

Tetapi saat ini hubungan dua kelompok ini  sudah 

mencair, walaupun di beberapa tempat masih terjadi 

ketegangan.  

SAKKHI ini seiring waktu terus mengalami 

perkembangan pesat. Kelompok spiritual ini dikenal luas 

sebagai perkumpulan Hare Krishna sebab  latihan utamanya 

yakni pengucapan maha-mantra: Hare Krishna, Hare Krishna, 

Krishna Krishna, Hare Hare, Hare Rama, Hare Rama, Rama Rama, 

Hare Hare. Mantra ini berasal dari kitab Kalisantarana 

Upanisad, salah satu bagian dari kitab-kitab Veda (Yajur 

Veda). Hare Krishna tersebar luas ke seluruh dunia atas jasa 

                                                          

Srila Prabhupada yang pada tahun 1965 meninggalkan India 

menuju Amerika Serikat untuk menyampaikan ajaran ini ke 

dunia Barat. Ajaran spiritual yang sangat ilmiah ini langsung 

memikat banyak pemuda Amerika yang frustrasi dengan 

kemapanan materialisme di Amerika Serikat. 

Mereka menekuni ajaran ini di bawah bimbingan Srila 

Prabhupada dan pada gilirannya mereka menyebarluaskan 

ajaran ini ke seluruh pelosok dunia. Srila Prabhupada, sang 

pendiri mengunjungi Jakarta pada 1973. Selama tahun 1980-

an, hanya ada dua pusat pengajaran di negara kita , satu di 

Jakarta (Rawamangun) dan satu di Bali. Perkembangan pada 

tahun-tahun ini  tidak terlalu menggembirakan 

disebab kan terjadi kekeliruan pemahaman umum terhadap 

apa yang dijalani oleh para anggota sehingga mereka tidak 

dapat melaksanakan praktik bhakti mereka secara terbuka. 

Keadaan pemerintahan juga tidak terlalu kondusif sehingga 

para anggota tidak melakukan kegiatan yang tampil di depan 

publik. Namun, pasca reformasi politik pada tahun 1998 

tepatnya pada tahun 2000 para anggota mengambil 

kesempatan untuk menyanyikan Mahamantra Hare Krishna 

di tengah khalayak umum di tempat-tempat umum, berbaur 

dengan demonstrasi-demonstrasi politik yang terjadi          

pada masa itu.8  

Pada 1 Januari 2002, didirikan SAKKHI untuk 

bertindak sebagai perantara antara pihak anggota 

perkumpulan yang jumlahnya terus bertambah dengan 

Dewan Hindu Dharma di negara kita  (Parisada Hindu Dharma 

negara kita ). Pada 2015, SAKKHI berubah menjadi sebuah 

badan hukum dan terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak 

Asasi Manusia Republik negara kita  sebagai "Perkumpulan 

                                                          

8

International Society for Krishna Consciousness (ISKCON)". 

Perkumpulan ISKCON ini yaitu  Dewan Nasional untuk 

ISKCON di negara kita . Dewan ini  berperan untuk 

mengatur dan melayani para anggota dan entitas lokal, 

khususnya dengan menyediakan informasi dan sumber daya 

dari dunia ISKCON global. Untuk melaksanakan kegiatan-

kegiatannya, penyembah ISKCON membentuk Unit Kegiatan 

(temple/centre/nama-hatta) yang menjadi bagian dari 

Perkumpulan, dan mereka mengadakan pertemuan sekali 

setahun bersama Dewan Pengawas (7 penyembah dari 

seluruh negara kita  yang mengawasi aktivitas organisasi), 

Dewan Pengurus (5 penyembah dan 7 departemen yang aktif 

melayani para penyembah) dan perwakilan dari GBC 

ISKCON.  

Governing Body Commission atau GBC yaitu  otoritas 

manajerial tertinggi ISKCON, sebagaimana telah didirikan 

oleh Srila Prabhupada pada 1970. Tanggungjawab utama GBC 

yaitu  menjaga, menyebarluaskan, dan melaksanakan 

perintah-perintah Srila Prabhupada. His Holiness Kavicandra 

Swami & His Holiness Ramai Swami yaitu  GBC bersama 

untuk negara kita .9  

 

Asrama Prahlada: Titik Balik Berdirinya SAKKHI 

Agama Hindu telah ada di Provinsi Lampung sejak 

lama bahkan sejak era raja-raja Nusantara. Provinsi Lampung 

tercatat sebagai salah satu provinsi yang mengalami 

perkembangan agama Hindu yang pesat dan bahkan 

termasuk provinsi kedua setelah Bali yang memiliki populasi 

penduduk beragama Hindu terbesar di negara kita . Umat 

                                                          

Hindu di Provinsi Lampung mayoritas beretnis Bali yang 

tersebar di 14 kota dan kabupaten di Provinsi Lampung 

dengan komposisi, sebagai berikut:  

1. Kabupaten Lampung Barat (7.921 jiwa);  

2. Kabupaten Tanggamus (16.791 jiwa);  

3. Kabupaten Lampung Selatan (244.264 jiwa);  

4. Kabupaten Lampung Timur (184.998 jiwa);  

5. Kabupaten Lampung Tengah (304.713 jiwa);  

6. Kabupaten Lampung Utara (32.131 jiwa);  

7. Kabupaten Way Kanan (55.863 jiwa);  

8. Kabupaten Tulang Bawang (69.381 jiwa);  

9. Kabupaten Pesawaran (29.190 jiwa);  

10. Kabupaten Pringsewu (10.617 jiwa);  

11. Kabupaten Mesuji (2.784 jiwa);  

12. Kabupaten Tulang Bawang Barat (8.650 jiwa);  

13. Kota Bandar Lampung (8.761 jiwa);  

14. Kota Metro (4.928 jiwa).  

(Data Kementerian Agama Provinsi Lampung Tahun 2014) 

Perkembangan ini diiringi dengan jumlah Pura yang 

tersebar pula di berbagai daerah di Provinsi Lampung guna 

memudahkan umat untuk beribadah di Pura yang jumlahnya 

sudah mencapai 1.041 Pura. Selanjutnya data lain menyangkut 

keberadaan Hindu di Provinsi Lampung, berdasar  data 

Pembimas Hindu Kantor Wilayah Kementerian Agama 

Provinsi Lampung Tahun 2014, secara terperinci tergambar 

-

berikut: 4 Penyuluh PNS, 95 Penyuluh non-PNS, 169 Guru, 2 

Pengawas Pendidikan. 

Sejarah keberadaan warga Hindu Bali di Provinsi 

Lampung dimulai sejak tahun 1950-an. Saat itu, Lampung 

masih merupakan sebuah Keresidenan yang tergabung 

dengan Provinsi Sumatera Selatan. Keberadaan warga Bali di 

Provinsi Lampung dimulai pada tahun 1952. Saat itu 

gelombang pertama transmigran asal Bali tiba di 'tanah 

harapan' ini lewat Pelabuhan Panjang Lampung. Gelombang 

pertama transmigran asal Bali ini berasal dari beberapa 

Kabupaten di Bali seperti Tabanan, Karangasem, dan 

Klungkung. Transmigran Bali yang datang pada tahun 1952 

ini lalu   menempati wilayah Seputih Raman di Lampung 

Tengah.  

Setelah gelombang pertama tahun 1952, gelombang 

kedua transmigran asal Bali datang ke Provinsi Lampung 

tahun 1963-1964, pasca letusan Gunung Agung di Bali. 

Gelombang kedua transmigran asal Bali tahun 1963 ini 

mendiami wilayah Lampung Selatan, termasuk warga Desa 

Balinuraga yang berkonflik dengan warga lain beberapa 

waktu ini. Seperti halnya gelombang pertama, transmigran 

asal Bali yang datang tahun 1963 ini juga mampu bertahan 

hidup di tengah kerasnya kondisi alam di belantara Lampung 

waktu itu. Berkat keuletan serta kegigihannya, mereka bisa 

bertahan hidup dan sukses menjadi petani di perantauan. Kini 

warga asal Bali sudah tersebar di 14 Kabupaten/Kota di 

Lampung.10  

Dari berbagai kelompok pendatang di Lampung, etnis 

Bali (pemeluk Hindu) memiliki ciri khas yang menonjol yakni 

                                                          


ke-Bali-annya. Mereka dapat “membali” atau menjadi Bali di 

Lampung. Meskipun mereka berbaur satu sama lain dengan 

etnis dan agama yang berbeda, namun Ikatan sosial dengan 

tanah leluhur tetap dipertahankan demi kelestarian identitas 

ke-Bali-annya. “Membali” di Lampung tentu saja merupakan 

sebuah proses pembentukan identitas ke-Bali-an komunitas 

Hindu di Lampung. (Yulianto, 2011: 5). Hal ini  memang 

sangat nampak pada saat warga Hindu Lampung merayakan 

festival Ogoh-Ogoh dengan menampilkan elemen-elemen 

kebudayaan Bali termasuk dalam hal busana yang dikenakan 

oleh warga Hindu di Lampung.11  

Namun demikian, dari penggambaran tentang 

keberadaan umat Hindu beretnis Bali di Provinsi Lampung 

ini , tidak seluruhnya dapat dikategorikan sebagai umat 

Hindu Bali yang cukup kuat nuansa upacara keagamaannya 

atau dalam bahasa lain disebut sebagai Hindu Umum atau 

Hindu Tradisional. Di antara mayoritas Hindu Umum 

ini  ada  beberapa kelompok spiritual yang 

mempraktikan keberagamaannya dengan cara yang berbeda 

meskipun sebagian besar sama-sama berlatar-belakang etnis 

Bali dan tetap tidak mengabaikan dan meninggalkan tradisi 

dan perayaan yang termasuk ke dalam kekhasan kelompok 

warga  Hindu Umum.12  

Adapun kelompok spiritual yang berada di Provinsi 

Lampung  ada di 4 lokasi, yaitu:  

1. Asrama Prahlada (SAKKHI), yang berlokasi di Jl. Bumi 

Manti No. 96 Kampung Baru Kodya Bandar Lampung. 

                                                          

2. Gita Nagari Baru (SAKKHI), yang berlokasi di Jl. Gita 

Nagari Baru Kahuripan Dalam Kecamatan Manggala 

Timur Kabupaten Tulang Bawang Barat. 

3. Sri Radha Giridhari Asram (Kesadaran Krisna) yang 

berlokasi di Jl. Dusun V Jatisari RT.45 B Jatimulyo 

Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. 

4. Mandir Prema Atma Nanda (Sai Baba) yang belokasi di Jl. 

Saraswati No.1 Rama Gunawan 7 Seputih Rama 

Kabupaten Lampung Tengah. 

 

Perkembangan SAKKHI dan Asrama Prahlada  

Perkumpulan Sampradaya Hare Krishna tercatat telah 

memiliki lebih dari 30 temple/center di negara kita  dengan lebih 

dari 4000 pengikut yang tersebar di beberapa daerah termasuk 

di Provinsi Lampung (Media Kit Iskcon Sakkhi: 2). Di Provinsi 

Lampung ada  3 yayasan yang merupakan bagian dari 

Perkumpulan Hare Krishna. Namun dalam penelitian ini 

hanya satu perkumpulan yang diteliti lebih mendalam yakni 

sebagai berikut: Asrama Prahlada. 

Asrama Prahlada didirikan pada tanggal 7 Desember 

1998 oleh 3 serangkai yakni HM Bhakti Raghava Swami, HG 

Gaura Mandala Bumhi, dan Angalata Devi Dasi. Asrama ini 

berada di bawah payung Yayasan Prahlada. Asrama ini 

dibangun sehubungan dengan meningkatnya jumlah anggota 

yang tergabung ke dalam SAKKHI di bawah naungan 

Yayasan Prahlada. Asrama ini terdiri atas dua buah bangunan 

tempat tinggal untuk anggota laki-laki dan perempuan, satu 

bangunan dapur umum untuk kegiatan masak dan makan 

bersama. Adapun pembiayaan pembangunan asrama 

-

termasuk pengadaan tanahnya sepenuhnya menjadi tanggung 

jawab ketiga pendiri Yayasan Prahlada. sedang  untuk 

biaya sehari-hari dan perawatan asrama menjadi tanggung 

jawab dari para anggota yang mendiami asrama ini . 

Sebelum dibangun asrama ini, para anggota awalnya 

melakukan pertemuan di kampus Universitas Negeri 

Lampung lalu   pindah ke tempat lain yang lokasinya 

berada di Kampung Baru, sama seperti letak asrama 

Prahlada.13  

Saat ini, asrama Prahlada yang berlokasi di Jl. Bumi 

Manti No. 96 Kampung Baru, Kota Bandar Lampung didiami 

oleh 20 orang anggota yang masih tergolong mahasiswa. 

Mereka tidak hanya menjadikan asrama sebagai tempat 

tinggal layaknya tempat kost mahasiswa pada umumnya. 

Namun mereka melakukan aktifitas-aktifitas pengkajian kitab 

Bhagavad Gita dan kitab-kitab lainnya secara rutin termasuk 

melakukan ibadah bersama. Namun demikian, asrama 

ini  bukanlah tempat ibadah bagi mereka mengingat 

tempat ibadah anggota Sampradaya Kesadaran Krishna 

yaitu  di temple-temple yang menjadi tempat suci bagi 

anggota kelompok spiritual ini .14  

Dalam hal administrasi dan registrasi kelembagaan, 

hingga saat ini keberadaan organisasi Yayasan Prahlada 

belum terdaftar di Ditjen Bimas Hindu dan Kesbangpol 

setempat, dan baru sebatas akta notaris pendirian yayasan. 

Namun demikian, sebagai kelompok yang termasuk ke dalam 

agama Hindu maka Yayasan Prahlada ini bernaung di dalam 

organisasi Parisada Hindu Dharma negara kita . 

                                                          


Teologi 

Sebagai pelaksana ajaran Krishna, para pengikut ajaran 

ini memiliki salah satu tujuan hidup mengembalikan 

keyakinan semua orang kepada Tuhan dan Tuhan yang di 

diyakini oleh pengikut SAKKHI yaitu  Tuhan Krishna 

sebagai entitas tertinggi dan bahkan lebih tinggi dari Tri 

Murti. Dengan demikian maka posisi Tuhan Krishna dalam 

konsep teologis ajaran SAKKHI sungguh berada dalam posisi 

yang sangat supreme bahkan melampaui posisi Sang Hyang 

Widi Wase yang oleh pemeluk Hindu umum atau Hindu 

tradisional di negara kita  sebagai entitas tertinggi. Adapun 

kedudukan Trimurti yakni Syiwa, Brahma dan Whisnu yaitu  

dewa-dewa yang diperintahkan Tuhan Krishna untuk 

mengatur alam semesta sesuai dengan tugas dan 

kedudukannya masing-masing. 

Dalam ajaran SAKKHI, Tuhan dikenal dalam tiga 

aspek atau dikenal dengan sebutan Keinsafan Tuhan, yakni 

Pertama, Bhagavan. Bagawan merupakan Tuhan yang 

berwujud atau memiliki wujud dalam bentuk Krishna. 

Bagawan ini dalam konsep teologi ajaran SAKKHI menempati 

kedudukan paling tinggi. Kedua, Paramatma. Paramatma 

merupakan aspek Tuhan yang berada di setiap hati makhluk 

hidup dan hati diartikan sebagai sumber kehidupan. 

Paramatma ini berada pada kedudukan tertinggi kedua 

setelah Bagawan. Ketiga, Brahman. Brahman tidak berwujud 

tetapi sinar yang disebut Brahmajoti atau aspek Tuhan 

Krishna dalam bentuk sinar. Sang Hyang Widi Wase termasuk 

dalam tingkatan Tuhan yang disebut sebagai Brahman.  

Di samping itu, Sri Krishna juga diyakini sebagai 

perwujudan keabadian, pengetahuan dan kebahagiaan. Sri 

Krishna yaitu  Personalitas Tertinggi Tuhan Yangg Maha Esa, 

Sang Pengendali semua pengendali bawahan lainnya dan 

merupakan sumber semua inkarnasi atau penjelmaan Tuhan. 

Sri Krishna tidak memiliki asal mula atau sumber, melainkan 

Sri Krishna yaitu  sumber segalanya dan sebab dari segala 

sesuatu. Dengan demikian, Bhagavan sebagaimana telah 

disebut di atas, merupakan sosok bercahaya sendiri yang 

patut dipuja, Kebenaran Mutlak Tertinggi dan perwujudan 

kebahagiaan abadi. Dia sibuk dalam kegiatan rohani bersama 

potensi internal-Nya di tempat tinggal kekal milik-Nya sendiri 

dan Dia tidak memiliki hubungan langsung dengan alam 

material yang bersifat mati.15  

Konsep teologis ini dijelaskan oleh A.C. Bhaktivedanta 

Swami, Pendiri Ajaran Sampradaya Kesadaran Krishna dalam 

kata pengantar panjangnya di dalam kitab Bhagavad Gita 

Menurut Aslinya, “Sri Krishna merupakan kepribadian Tuhan 

Yang Maha Esa sebagaimana dibenarkan oleh seua acarya 

atau para guru kerohanian yang mulia seperti Sankaracarya, 

Ramanujacarya, Madvhacarya, Nimbarka Swami, Sri Caitanya 

Mahaprabhu dan banyak penguasa pengetahuan Veda 

lainnya. Sri Krishna sendiri membuktikan bahwa Sri Krishna 

merupakan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dalam 

Bhagavad Gita dan Sri Krishna diakui demikian dalam 

Brahma-Samhita dan semua Purana khususnya dalam Srimad-

Bhagavatam yang terkenal dengan judul Bhagavata Purana.” 

(Kitab Bhagavad Gita Menurut Aslinya, 1971: 3). 

                                                          

1

Etika dan Moralitas 

Dalam ajaran SAKKHI, menurut Kadek Setiawan16 

ada  4 prinsip yang harus dijalankan oleh pengikutnya 

yakni:  

a. Tidak memakan daging, ikan dan telur. Prinsip ini terkait 

dengan prinsip menghargai kehidupan;  

b. Tidak Mabuk-mabukan;  

c. Tidak Berjudi;  

d. Tidak Berzina.  

Di samping keempat prinsip ini , dikenal pula 4 

pilar keyakinan yang terdiri atas welas asih, kejujuran, 

kesucian, dan pertapaan/pengendalian diri. Keempat pilar 

kehidupan rohani ini  juga harus dijalankan dan setiap 

anggota harus berlatih untuk menjalankan keempat pilar 

ini . Untuk memperkokoh prinsip-prinsip ini  dan 

untuk memusatkan pikiran dan indera-indera pada 

pencapaian spiritual, anggota harus mengikuti aturan-aturan 

dasar yakni diet vegetarian yang ketat, dan tidak melakukan 

keempat larangan sebagaimana telah disebut di atas. 

Mereka meyakini bahwa sumber daya alam, 

lingkungan, dan tubuh manusia yaitu  pemberian suci dari 

Tuhan dan harus dikelola dengan penuh tanggungjawab. 


Filosofi Vaisnawa sebagai akar Hare Krishna mengajarkan 

bahwa setiap mahluk hidup saling memiliki jalinan 

hubungan, dengan Krishna sebagai yang tertinggi. 

Penyembah Krishna menghormati hak hidup binatang, dan 

menjalani pola makan seminimal mungkin melakukan  

kekerasan dan eksploitasi. Oleh sebab  itu, mereka 

memandang bahwa vegetarianisme dengan keuntungan 

ekologi, sosial dan kesehatan yang tidak terhitung besarnya 

merupakan pola hidup yang cocok untuk mengembangkan 

cinta kasih. 

 

Sumber Ajaran 

Dalam hal kitab suci yang menjadi sumber ajarannya, 

ajaran Pokok umat Hindu pengikut Sampradaya Kesadaran 

Krishna negara kita  secara umum tidak berbeda dengan 

sebagian besar pemeluk agama Hindu yang menjadikan Veda 

dan Bhagavad Gita sebagai sumber ajaran pokok. Pengikut 

kelompok ini mendasarkan filosofinya pada kesusasteraan 

Veda yang meliputi Bhagavad Gita, 30 Jilid Srimad 

Bhagavatam, dan 17 jilid Caitanya-caritamrita. Pembelajaran 

kitab-kitab ini berlangsung setiap hari. dan kelas-kelas khusus 

biasanya diberikan pada saat perayaan tertentu maupun 

kegiatan-kegiatan mingguan. 

 

Ciri-ciri atau simbol keseharian 

Ciri-ciri atau simbol yang nampak dalam keseharian 

pengikut Sampradaya Kesadaran Krisna negara kita  yaitu  

sebagai berikut:  

--

a. Kalung Kantimala yang dikenakan di leher. Kalung ini 

wajib dipakai oleh setiap pengikut;  

b. Tilaka atau tanah liat yang sudah diayak yang warnanya 

nampak keputihan dan dikenakan di bagian wajah 

tepatnya dibubuhkan di antara kedua mata hingga ke 

bagian hidung bagian atas;  

c. Pakaian sembahyang bernama Doti untuk laki-laki dan 

baju sari digunakan oleh perempuan. Namun demikian 

pakaian ini bukan keharusan sebab  bisa juga 

memakai  pakaian lain sesuai adat daerah.17  

Di samping itu hal lain yang tampak pada ajaran 

SAKKHI yaitu  adanya perbedaan dengan Hindu Umum 

atau Hindu Tradisional yakni mereka menganggap suci 

pohon tulasi sehingga di depan altar sembahyangnya 

diletakkan pohon ini . sedang  di Hindu tradisional 

pohon yang dianggap suci yaitu  pohon beringin. Selain itu, 

di depan altar sembahyang diletakkan pula gambar-gambar 

guru dan patung Hare Krisna yang dianggap sebagai 

Tuhannya. 

Penjelasan dari peletakan gambar dan patung ini  

dilandasi oleh keyakinan mereka bahwa Sang roh dianggap 

mempunyai hubungan yang kekal dengan Hare Krisna 

melalui pengabdian suci bhakti yang bersifat rohani. Dengan 

menghidupkan kembali bhakti yang murni, seseorang dapat 

kembali kepada Hare Krisna di alam rohani (Bhagavadgita, 

Bab IX). 

 

 

                                                          


Tradisi Keagamaan/Upacara/Ritual Keagamaan/Hari Besar 

Sampradaya Kesadaran Krishna negara kita  merupakan 

kelompok yang mengikuti tata cara aturan murni dari India 

dengan ciri-cirinya, sebagai berikut:  

a. Membaca kitab suci Bhagavat Gita dan kitab Purana 

sebanyak 2 kali di siang dan malam;  

b. Melakukan sembahyang rutin sebanyak 2 kali setiap hari 

dan 3 kali di setiap hari minggu di pagi, siang dan malam;  

c. Mengucapkan nama suci Tuhan Krishna dengan 

bernyanyi memakai bahasa India, pagi mulai jam 05.00 

hingga jam 05.45 dan malam hari pada jam 18.30;  

d. Sarana sembahyangnya meliputi: api, dupa, bunga, air, 

minyak, kapas, hio dan wangi-wangian serta gambar foto 

atau patung Hare Krisna dan para guru yang diletakkan di 

altar depan tempat ibadah.  

e. Melakukan pola makan vegetarian;  

f. cara berpakaian dalam sembahyang mengikuti pola dari 

India. 

Selain itu, di dalam ajaran Sampradaya Kesadaran 

Krishna negara kita  ini juga ada  beberapa tradisi 

keagamaan maupun perayaan-perayaan, sebagai berikut:  

a. Krishna Janmastami. Kemunculan Krishna merupakan 

hari yang paling suci bagi penyembah Krishna. Kuil 

merayakan hari ini dengan pemujaan khusus dan 

program-program yang meliputi tarian-tarian tradisional, 

pengucapan nama suci, drama dan makan bersama. 

Mereka juga berpuasa hingga tengah malam lalu   

-

berbuka puasa dengan hidangan yang tidak mengandung 

biji-bijian untuk memperingati kemunculan Tuhan di 

dunia;  

b. Perayaan Lahirnya Srila Prabhupada dan Guru-Guru Suci. 

Perayaan ini dirayakan setelah Krishna Janmastami. Di 

hari lahir para guru suci ini , pengikut Hare Krishna 

memberikan pelayanannya untuk menunjukan rasa 

syukur dan apresiasi bagi Srila Prabhupada yang telah 

menyebarkan pengetahuan tentang Krishna ke seluruh 

dunia. Para penyembah Krishna berkumpul untuk 

mengenang Srila Prabhupada dengan melakukan makan 

bersama di siang hari;  

c. Rathayatra. Acara yang penuh kebahagiaan ini didasarkan 

pada tradisi turun temurun “festival menarik kereta ini 

dirayakan di seluruh negara kita ;  

d. Ekadasi. Ekadasi merupakan hari raya suci yang 

dirayakan dengan cara berpuasa sebulan dua kali sesuai 

dengan kalender waisnawa. 

Selain perayaan-perayaan dan tradisi keagamaan 

lainnya yang dikerjakan, mereka pada umumnya berasal dari 

etnis Bali dan berada dalam keyakinan sebagai Hindu Umum, 

tidak mengabaikan sepenuhnya apa yang harus dan tidak 

diperbolehkan seperti dalam ajaran Hare Krishna. Mereka 

juga tetap merayakan hari raya nyepi dan galungan serta 

melakukan puasa sebagaimana dilakukan oleh umat Hindu 

pada umumnya. 

 

 

Strategi Mempertahankan dan Mengembangkan 

Eksistensi SAKKHI 

Dalam mempertahankan dan mengembangkan 

ajarannya, para anggota melakukan beberapa kegiatan 

maupun proyek komunitas dan aktif di kegiatan-kegiatan 

sosial. Mereka berprinsip untuk tidak melakukan misi 

penyebaran sehingga jikapun ada yang tertarik untuk 

bergabung semata-mata bukan sebab  diajak melainkan 

sebab  kesadaran dan ketertarikan seseorang untuk menjadi 

anggota atau pengikut. Sebagaimana telah disinggung 

sebelumnya, bahwa di era sebelum reformasi politik tahun 

1998, ajaran ini relatif sulit melakukan aktifitas pengembangan 

disebab kan situasi politik yang kurang kondusif. Namun 

seiring waktu, di era dan pasca reformasi ini  mereka 

mulai menunjukan eksistensinya melalui aktifitas 

menyanyikan lagu Hare Krishna dengan iring-iringan anggota 

maupun pengikut.      

Selain kegiatan-kegiatan di ruang publik, dalam 

rangka mempertahankan eksistensi ini , mereka juga 

mempraktikan kesadaran Krishna di rumah-rumahnya 

masing-masing. Hal ini  sangatlah efektif meskipun ada 

saja tantangan dari orang-orang terdekat termasuk orang 

tuanya yang umumnya berlatar belakang Hindu Umum atau 

Hindu Spiritual.  

 


Pola kepemimpinan yang berlangsung di Prahlada 

mencerminkan pola kepemimpinan yang berlangsung di 

tubuh Sampradaya Kesadaran Krishna negara kita  pada 

umumnya yang memberikan kesempatan kepada 

kepemimpinan lokal untuk mengatur sendiri aktifitas 

keorganisasiannya. Adapun pada tingkat nasional, Yayasan 


SAKKHI mengikuti otoritas Governing Body Commision atau 

Badan Pengatur yang dibentuk oleh Srila Prbhupada untuk 

mengawasi aktivitas dari komunitas internasional. Komite 

kerohanian ini terdiri atas penyembah-penyembah Krishna 

yang senior yang bekerja bersama-sama sebagai sebuah badan 

untuk membina organisasi. 

 

Pola rekrutmen dan persyaratan pengurus atau anggota 

Satu hal yang menarik dalam hal kepengurusan yaitu  

adanya pelibatan pengikut yang masih tergolong usia muda 

untuk masuk dan aktif dalam struktur kepengurusan yayasan. 

Dengan demikian maka proses kaderisasi kepemimpinan 

betul-betul dijalankan oleh kalangan tua di dalam kelompok 

spiritual Sampradaya Kesadaran Krishna ini. Di samping itu, 

terkait dengan pola rekrutmen yang terjadi, sebagaimana 

informasi yang berhasil digali, diperoleh keterangan bahwa 

pola rekrutmen yang dilakukan yaitu  melalui kegiatan-

kegiatan penerangan ajaran Sampradaya Kesadaran Krishna 

baik yang bersifat individual maupun kelompok tanpa 

memakai  metode penyiaran dan pemaksaan. Mereka 

memandang bahwa berkeyakinan merupakan sebuah hal 

yang tidak dapat dipaksakan dan harus muncul dari dalam 

kesadaran diri.  

Selanjutnya disebab kan begitu kuatnya kegiatan 

pembacaan dan pengkajian Kitab Bhagavad Gita yang 

dilakukan oleh kalangan muda di kelompok spiritual ini, 

maka menjadi penanda bahwa apa yang dilakukan oleh 

Sampradaya Kesadaran Krishna negara kita  ini membawa 

haluan baru dan ketertarkan baru di kalangan generasi muda 

yang ingin menjadi memahami, mendalami dan menyelami 

makna kitab ini . Dalam hal keanggotaan, etnis Bali 

sangat dominan menjadi anggota pengikut Sampradaya 

Kesadaran Krishna ini. Adapun jumlah anggota secara 

keseluruhan di dalam Yayasan Prahlada ini yaitu  sebanyak 

20 orang anggota.18  

 

Konflik Internal dan Relasi SAKKHI dengan 

Pemerintah dan warga  

Selanjutnya dalam hal relasi pengikut Sampradaya 

Kesadaran Krishna negara kita  di Yayasan Prahlada ini dengan 

mazhab yang berbeda dan umat pemeluk agama lain 

termasuk dengan pemerintah dan warga  berlangsung 

baik dan harmonis. Sejauh ini dengan mazhab lain tidak ada 

masalah dan hidup saling hormat menghormati. (I Nyoman 

Sudiarsa. Wawancara. 5 Maret 2015). Hal ini dikemukakan 

pula oleh Ketua RT di lingkungan tempat domisili Asrama 

Prahlada. Menurutnya, selama ini warga  di lingkungan 

tempat mereka tinggal hampir tidak mempersoalkan 

keberadaan mereka. Hal ini disebab kan sudah bertahun-

tahun lamanya warga  di lingkungan ini  senantiasa 

menjalin dan saling menghormati keberadaan warga  

meskipun berlatar belakang beda baik etnis maupun agama. 

Bahkan dirinya pun menyebutkan saat dan pasca peristiwa 

Balinuraga sekalipun, hampir tidak ada efek negatif yang 

muncul dan mempengaruhi hubungan yang sudah terjalin 

dengan baik. Selain itu, anggota Asrama Prahlada ini pun 

aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diinisiasi dan dilakukan 

oleh warga di lingkungan Asrama Prahlada. 

                                                          

1

Terkait hubungan dengan Hindu pada umumnya atau 

Hindu tradisional yang dominan dianut oleh warga  

negara kita  termasuk umat Hindu yang berada di Lampung, 

inisiatif kebersamaan ini memang telah didorong pula oleh 

pemerintah, dalam hal ini yaitu  Pembimas Hindu di Kantor 

Wilayah Provinsi Lampung. Salah satu bentuk upaya 

pemerintah pada tingkat pusat yakni di Ditjen Bimas Hindu 

Kementerian Agama RI dan Parisada Hindu Dharma 

negara kita  bersama para pimpinan kelompok Hindu spiritual 

pernah menginisiasi terjadinya Kesepakatan Bersama pada 

tanggal 5 November 2001 yang berisi empat point kesepakatan 

yang pada intinya yaitu  sepakat untuk saling menghormati 

tata cara kegiatan kerohanian dan keagamaan masing-masing 

campradaya. Dasar kesepakatan ini  berbasis pada sloka 

Bhagavad Gita yang berbunyi “Bagaimanapun jalan manusia 

mengikutiKu, Aku Terima, Wahai Arjuna, Manusia mengikuti pada 

segala jalan”. (Bhagavad Gita, IV: 11). 

Kesepakatan ini  telah menjadi jawaban atas 

realitas yang tidak dapat dimungkiri bahwa keberadaan 

kelompok-kelompok Hindu spiritual ini pernah menjadi 

kontroversi di kalangan penganut Hindu dan sempat terjadi 

ketegangan antara kelompok spiritual dan Hindu Tradisional 

sebagaimana pernah terjadi di Bali.19 Bahkan berdasar  

penulusuran di beberapa sosial media, muncul pula polemik 

tentang keberadaan Sampradaya Kesadaran Krishna 

negara kita  yang dipandang sesat. 

Namun demikian pandangan semacam ini 

terbantahkan oleh pandangan Sekretaris PHDI Provinsi 

Lampung yang menyatakan bahwa dalam agama Hindu tidak 

                                                          

1

dikenal istilah sesat ataupun menyimpang.20 Ketua PHDI 

Provinsi Lampung juga menegaskan bahwa pegangan 

beragama di agama Hindu ada 3, yakni mantram atau kunci 

sebagai kekuatan doa yang bersumber dari kitab suci Veda. 

Doa-doa itu diyakini dan harus dilaksanakan dengan sepenuh 

hati. Di dalam hidup tidak cukup mantram tapi perlu jalan 

yaitu Tantra. Namun demikian tidak cukup Mantram dan 

Tantra tetapi juga perlu Yantra sebagai sarana seperti halnya 

kelompok Kesadaran Krishna yang memakai arca Krishna. 

Jadi apa yang dipilih oleh kelompok spiritual Kesadaran 

Krishna merupakan pilihan jalan. Sebetulnya dari aspek spirit, 

jika orang tidak mengenal dan memahami ketiga hal ini  

maka responnya terhadap Sampradaya Kesadaran Krishna 

akan berbeda. sedang  bagi bagi yang memahami 

ketiganya maka akan mengatakan bahwa mereka hebat sekali 

dalam melakukan pendakian spiritual. Kalau orang masih di 

tataran agama maka akan sepi dalam spiritualitas.  

Masih menurut penjelasan Ketua PHDI Provinsi 

Lampung, pengertin Spiritual dimaksud merupakan pelaku 

yang sudah melaksanakan apa-apa yang diajarkan dalam 

kitab suci, sedang  jika masih hanya sebatas mengingatkan 

dan mengajak tetapi tidak melakukan, baru berada pada 

tingkat agama saja. Dengan adanya perbedaan ini , Ketua 

PHDI Prov Lampung sudah menyarankan kepada mereka 

untuk berbaur dan jangan ekslusif dan ritual yang sudah ada 

di tempel mereka jangan sampai dibawa ke pura. Dulu 

mereka memang masih sangat nyentrik. Di kelompok ini 

mereka mempunyai guru yakni kumpulan suci atau Syahdu 

Sangga. Untuk menjaga kerukunan, Ia pun menegaskan 

kepada umat Hindu di Lampung agar saling menghormati. 

                                                          

2

Menurutnya sah-sah saja berbeda dalam mengagungkan Sri 

Krishna sebab dalam dasar agama Hindu ada  3 hal yang 

harus difahami bahwa kita Veda-nya harus sama, etikanya 

harus sama dan atapnya atau upacaranya yang berbeda.21  

Hal yang mempererat hubungan mereka 

sesungguhnya yaitu  adanya ikatan sosial memperkuat 

hubungan antar sampradaya dan Hindu Umum. Namun 

demikian perlu  diberikan pemahaman kepada internal umat 

Hindu bahwa memang ada banyak kelompok spiritual di 

dalam Hindu serta berharap kepada anggota Sampradaya 

untuk mau membuka diri dan terbuka untuk membangun 

kerjasama untuk melakukan pengabdian kepada warga . 

Menyangkut praktik spiritual, Hare kresna memang 

kelompok spiritualis yang betul betul merupakan pelaku dan 

alangkah baiknya praktik spiritual itu juga tanpa harus 

mengenyampingkan kecerdasan sosial sebab  bukan tidak 

mungkin akan terjadi persinggungan-persinggungan.22  

 

Dampak Keberadaan SAKKHI terhadap Kehidupan 

Keagamaan 

Keberadaan Sampradaya Kesadaran Krishna negara kita  

di Provinsi Lampung sama sekali tidak berdampak terhadap 

lingkungan sebab  kelompok-kelompok spiritual ini  

tidak ekslusif dan tidak pernah ada gejolak dan ketegangan. 

Hingga detik ini kerukunan umat Hindu masih sangat terjaga 

(I Nyoman. FGD. 12 Maret 2016). Hal ini dikemukakan pula 

oleh Ketua RT di lingkungan tempat domisili Asrama 

                                                  

Prahlada. Menurutnya, selama ini warga  di lingkungan 

tempat mereka tinggal hampir tidak mempersoalkan 

keberadaan mereka meskipun para anggota Sampradaya 

Kesadaran Krishna di Asram Prahlada melaksanakan kegiatan 

ibadah di asrama ini . 

 

 

berdasar  temuan lapangan dan analisisnya, 

kesimpulan hasil penelitian ini antara lain: 

1. Keberadaan kelompok Spiritual Hindu Hare Krishna 

maupun Hindu Saibaba selama ini tidak menjadi masalah,  

sebab  kelompok mereka masih mengakui agama Hindu 

sebagai agama dan mengakui kitab Weda sebagai kitab 

suci agama Hindu. Mereka juga membaca kitab Bhagavad 

Gita dan Purana serta rajin dan bersemangat dalam 

menjalankan ibadahnya.  

2. Keberadaan kelompok keagamaan ini  tidak 

membawa dampak negatif di warga  selama masih 

berbaur dengan umat beragama lainnya dan tidak 

bersikap ekslusif dan menonjolkan perbedaan-perbedaan 

yang ada. Sikap-sikap inilah, mereka dihargai dan 

dihormati, baik oleh warga  maupun oleh lembaga 

keagamaan dan pemerintah.  

3. Kelompok Spiritual Hindu Krishna meyakini  Krishna 

sebagai Tuhan, berbeda dengan Hindu mainstream. 

Keberadaan mereka diakui oleh berbagai pihak selama ia 

tidak membawa-bawa sarana-sarana dalam 

persembahyangan mereka ke Pura. Bahkan Kelompok 

Spiritual Hindu Krishna berada di bawah naungan PHDI 

dan sudah terdaftar di PHDI, sehingga tidak perlu lagi 

mendaftarkan ke Direktorat Bimas Hindu. 

 berdasar  analisis dan kesimpulan di atas, penelitian ini 

menghasilkan beberapa rekomendasi, antara lain: 

1. Hubungan antara kelompok spiritual Hindu Hare Krishna 

dengan kelompok Hindu umumnya (tradisional) maupun 

dengan kelompok Sai Baba sudah cukup baik dan harus 

terus dipertahankan. 

2. Kelompok spiritual Hindu Krishna perlu didaftarkan di 

Direktorat Bimas Hindu sebagai legalitas keberadaan 

mereka meskipun  sudah terdaftar di PHDI. 

 

 

 

Sejarah Singkat Kehidupan Bhagavan Shri Satya Sai 

Baba 

Sai Baba lahir di Desa Puttaparthi, Bangalore India 

Selatan pada tanggal 23 November 1926. Menurut cerita, 

Puttaparthi yaitu  tempat Dewi Saraswati (Dewi 

Kebijaksanaan) dan Dewi Laksmi (Dewi Keberuntungan) 

berada. Sai Baba putra dari pasangan suami isteri Pedda dan 

Eswaramma Raju, suatu keluarga yang taat beragama Hindu. 

Waktu kecil Sai Baba bernama Sathya Narayana dan menjadi 

anak kesayangan keluarga, bahkan warga desa setempat. 

Dari kecil Sai Baba tidak suka makan daging, dan 

menjadi penyayang binatang seperti sapi, domba, babi, ayam 

dan bebek. Lantaran sikapnya yang menyayangi binatang, 

tidak makan daging dan enggan membunuh makhluk Tuhan, 

oleh warga  setempat beliau disebut “Brahmajnani” yang 

berarti jiwa yang telah menginsyapi dirinya. Hal itu terjadi 

saat   Sai Baba berusia 5 tahun. Sikap terpuji lain yang 

dimilikinya yaitu  lemah lembut, peka terhadap penderitaan 

orang lain, suka menolong orang miskin dan pengemis, dan 

tidak pernah menyakiti orang lain serta tidak mendendam 

terhadap anak-anak yang berlaku kasar terhadap dirinya.   

Diriwayatkan pula sejak usia 6 tahun Sai Baba telah 

memiliki kelebihan, mampu memahami dan mengajukan isi 

kitab suci Weda, pada hal ia sendiri belum pernah 

membacanya. Beliau juga dapat menahan lapar, tidak makan 

beberapa hari tapi tetap sehat, bisa mengobati orang sakit 

bahkan pernah menghidupkan orang yang diperkirakan 

sudah mati. Di sekolah ia menjadi murid yang cerdas, baik  

budi, disenangi dan dikagumi oleh teman dan guru-gurunya 

sebab  banyak memiliki keistimewaan. Umur 10 tahun Sathya 

membentuk kelompok Bhajan atau kelompok penyanyi lagu-

lagu keagamaan gubahannya sendiri. Waktu beberapa daerah 

setempat diserang wabah kolera dan banyak korban 

meninggal, Desa Puttaparthi selamat dari penyakit ini . 

warga  beranggapan bahwa terhindarnya warga 

Puttaparthi itu sebab  kesaktian Sathya yang mampu 

menghindarkan serangan kolera lewat nyanyian dan tarian 

kelompok Bhajan yang dipimpinnya.  

Dari hari ke hari Sathya makin populer. Sejak saat itu 

Sathya menyatakan dirinya sebagai Sai Baba yang mempunyai 

tugas untuk memulihkan kebenaran, kesucian, kedamaian, 

dan kasih sayang umat manusia. Sejak saat itu pula banyak 

orang yang datang kepadanya untuk belajar, meminta berkah, 

serta melakukan pemujaan atau kebaktian di tempat Sai Baba. 

Pada tahun 1974, Sai Baba tampil sebagai Guru Agung Rakyat 

dan memimpin Konprensi. 

Para pengagum dan pendengar khutbahnya meliputi 

berbagai kalangan warga  seperti para rahib, pujangga, 

cendekiawan, pengusaha, petani, pria dan wanita. Mereka 

merasa beruntung sempat menyaksikan kelebihan dan ajaran-

ajaran Sai Baba dan ikut menyebarkan berita tentang 

keistimewaan beliau kemana-mana. Pada tahun 1958 Sai Baba 

meresmikan majalah “Sanathana Sarathi” (Sais Abadi Yang 

Maha Ada), sebagai media untuk menyebarkan ajarannya. 

Majalah itu diterbitkan  dalam berbagai bahasa antara lain 

bahasa Inggris dan bahasa Telegu. Melalui publikasi serta 

kunjungan Sai Baba secara pribadi ke berbagai tempat sambil 

berceramah dan membantu warga yang sakit, frustasi, 

terganggu jiwa dan tertindas, maka ajaran Sai Baba makin 

tersebar ke manca Negara, termasuk ke negara kita  sekitar 

tahun 1979. Sekarang para pengikut Sai Baba diperkirakan 70 

juta orang yang tersebar di 128 negara seperti India, Ingggris, 

Kanada, Amerika, Thailand, Malaysia, Hongkong, Mexico, 

Hawai, Afrika Selatan, serta negara kita  (Mursyid Ali: 

1998/1999; hal 15-16). 

 

Keberadaan Sai Studi Group (SSG) di negara kita  

Untuk memahami dan mengembangkan ajaran Sri 

Sathya Sai Baba dibentuk Sai Studi Group negara kita  disingkat 

SSGI untuk pusat dan Sai Studi Group (SSG) atau Sai 

Devotional Group (SDG) di daerah. Sai artinya teaching, studi 

artinya bagaimana kita menafsirkan/mengkaji, group 

kelompok untuk menjadi orang yang lebih baik. SSGI berarti 

kelompok yang berusaha mempelajari ajaran-ajaran Sai Baba 

agar menjadi orang yang lebih baik. 

Visi dari organisasi SSGI yaitu  menyadari ketuhanan 

di dalam diri (Aham Brahma Asmi). Hanya setelah menyadari 

ketuhanan di dalam diri, kita  akan dapat menyadari esensi 

Ketuhanan juga ada dalam setiap makhluk. Dengan demikian, 

tidak ada alas an lagi bagi kita untuk saling membenci. 

Hukum yang ada hanyalah saling mengasihi untuk mencapai 

kebebasan. Visi yaitu  arah yang ingin dituju oleh organisasi. 

Tidak terlalu penting kita ada di mana, tapi yang jauh lebih 

penting yaitu  ARAH mana kita akan melangkah. 


Untuk mencapai visi ini  maka organisasi SSGI 

mempunyai misi. Misi yaitu  berbagai upaya yang ditujukan 

untuk mewujudkan/merealisasikan suatu visi. Misi S SGI 

yaitu  menumbuhkan, mengembangkan, dan menjalin 

persahabatan serta persaudaraan atas dasar cinta kasih antar 

sesama umat manusia, tanpa membedakan suku, bangsa, ras, 

golongan, jabatan, agama dan kepercayaan. sedang  misi 

Bhagavan sebagai Sad Guru:  

“Aku datang tidak untuk mengganggu apalagi  merusak 

keyakinan yang telah ada, tapi justru lebih memperkuat - 

agar umat Muslim menjadi Muslim yang lebih baik, Kristen 

menjadi Kristen yang lebih baik, Buddhist menjadi Buddhist 

yang lebih baik, Hindu menjadi Hindu yang lebih baik”. 

Dalam rangka  merealisasikan misi ini  maka 

perlu dibudayakan menjadi prilaku dalam kehidupan sehari-

hari yang disebut dengan Budaya Sai. Budaya Sai yaitu  

upaya untuk membudayakan apa yang diisyaratkan dalam 

Misi Sai. Budaya Sai yaitu : “Love All (Kasihi Semua) - Serve 

All (Layani Semua)”. Dengan kata lain Budaya Sai yaitu  

upaya untuk membudayakan sifat dan sikap hidup untuk 

saling mengasihi dan melayani setiap orang.  Kita mungkin 

dapat mencintai seseorang (love), kita mungkin dapat 

melayani seseorang (serve), Tapi sudahkkah kita dapat 

mencintai & melayani SETIAP ORANG (ALL). All (semua) 

menjadi prinsip Budaya Sai.  

Setiap orang maupun organisasi harus mempunyai 

kepribadian. Kepribadian menunjukkan jatidiri seseorang 

yang tidak lain yaitu  kasih itu sendiri. Kasih selalu menjadi 

dasar hidupnya. sebab  itu Kepribadian Sai yaitu  PANCA 

PILAR: Kebenaran, Kebajikan, Kasih Sayang, Kedamaian, 

Tanpa Kekerasan.  

Seseorang yang hidup di jalan Sai akan hadir sebagai 

pribadi yang bijaksana dan penuh Kasih Sayang kepada 

sesama, dimana wacananya selalu menyampaikan Kebenaran, 

tindakannya selalu mencerminkan kebajikan, perasaannya 

selalu dipenuhi kedamaian dan pandangannya selalu 

menyiratkan sikap tanpa kekerasan. 

Setiap organisasi umumnya mempunyai keunikan 

sendiri bila dibandingkan denga organisasi lainnya. Keunikan 

Sai yaitu  semua dilihat dari perspektif: setiap pandangan, 

sikap atau pun kegiatan yang dilakukan selalu dipandang 

sebagai usaha untuk merealisasikan dan mengembangkan 

spiritualitas diri melalui; SAI = See Always Inside (selalu 

melihat dan mulai dari diri sendiri). Unity-Purity-Divinity 

(selalu dilihat sebagai usaha untuk membangun dan 

mengembangkan Kesatuan—Kemurnian—Ketuhanan). LOVE 

in ACTION (setiap tindakan selalu didasari oleh Cinta Kasih). 

Sai Baba berkata:  

“Tuhan tidak akan bertanya; kapan dan di mana kita 

melakukan pelayanan? Tuhan akan bertanya: Dengan niat 

apa engkau melakukan pelayanan. yaitu  niat yang engkau 

harus ingatkan. Engkau dapat saja menambah sevamu 

dengan meningkatkan kuantitasnya. Tapi Tuhan selalu akan 

melihat kualitas, kualitas hati, kemurnian pikiran dan 

kesucian niat” (Sathya Sai Speak 11, hal 5-6). 

Sesuatu akan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, 

bila diposisikan dengan tepat. Begitu juga dengan Sai. sebab  

keunikan Sai selalu melihat dari perspektif pengembangan 

spiritualitas diri, sehingga posisi Sai yaitu :  

--

1. SAI=Menempatkan Bhagavan Sri Sathya Sai Baba sebagai 

Sad Guru. Selalu melihat ke dalam atau mulai dari diri 

sendiri; 

2. (2). Sosial Spiritual = Selalu mengembangkan rasa bhakti 

melalui PELAYANAN/SOSIAL dijiwai nilai-nilai 

SPIRITUAL; 

3. Forum Studi (Sai Study Group) = Tempat untuk belajar 

dan mengembangkan SPIRITUALITAS DIRI. 

Sai yaitu  Forum bagi setiap orang untuk mempelajari 

dan mengembangkan nilai-nilai spiritual yang dipraktekkan 

melalui aktivitas pelayanan sosial. SAI yaitu  wahana untuk 

melakukan Transformasi diri dengan mengembangkan 

KESATUAN (Unity), KEMURNIAN (Purirty) dan 

KETUHANAN (Divinity) dimulai dari diri sendiri untuk 

warga . 

Bila inti dari identitas SAI ditarik garis lurus 

diketemukan benang merah yang sama yaitu LOVE/CINTA 

KASIH = ATMA. Untuk lebih mudah memahami, mari kita 

perhatikan tahapannya: 

Pertama : Sifat alami/jatidiri kita yaitu  Love = Cinta 

Kasih = Atma; 

Kedua : Visi SAI yaitu  menyadari Ketuhanan = Love = 

Cinta Kasih di dalam diri; 

Ketiga : Misi SAI menimbuhkan, mengembangkan dan 

menjalin persahabatan atas dasar Love = Cinta 

Kasih kepada sesama; 

Keempat : BUDAYA SAI menjadikan Love = Cinta Kasih 

sebagai budaya dan prinsip hidup; 


Kelima : PRIBADI SAI menjadikan Love = Cinta Kasih 

tercermin dalam sikap yang selalu 

mencerminkan kebenaran, kebajikan, kasih 

sayang, kedamaian dan tanpa kekerasan. 

Dari kelima di atas, ditambah lagi dengan 

keunikan/diferensiasi akan menghadirkan posisi dan 

personalitas organisasi SAI yang juga berlandaskan pada Love 

= Cinta Kasih. Dengan demikian jelas, Kasih sebagai Dasar 

sekaligus Tujuan.  

Karak