"Bagi saya, pesulap merupakan sosok seniman yang bisa
menghormati karyanya sebagai profesi secara pas, lengkap dan
sempurna. pesulap tak hanya sekadar larut mengikuti arus, tetapi
bergulat dengan kreativitas, inovasi, dan ide baru secara konsisten
dan terus menerus. Itu sebabnya, menikmati karya pesulap di
panggung, di jalan, di tv, dan di buku... semua setara: sempurna,
menghibur, memberi inspirasi, dan terkesima sambil berdecak
kagum, "kok bisa ya...!"
Anwar Fuadi
"Di mata saya, sosok seorang pesulap biru yaitu seorang
manusia dengan kemampuan yang extraordinary dengan prestasi
yang mengagumkan dan mencengangkan semua orang. Saya
menaruh harapan yang besar dengan akan diterbitkannya
psikologi tentang achieving goals yang akan mencerdaskan bangsa
Indonesia dan mungkin dunia internasional. BRAVO!"
Ari Tulang
"Sebuah KARYA dari orang yang sangat mencintai seninya...
bahkan dengan pengorbanan! Semua karena sifatnya yang
perfectsionist."
Bob Sadino
"Karya pesulap biru yaitu sesuatu yang menakjubkan.
Sudah pasti ia memproses dan mempelajari seni ini dengan penuh
ketekunan dan hasilnya sudah pasti merupakan aset nasional.
Nasihat saya yaitu apapun yang Anda pelajari hari ini yaitu
hasil pengalaman kemarin dan hari-hari sebelum kemarin...
karena pengalaman jelas lebih nyata dibanding teori."
Dimas Wahab, Komisaris Utama TVRI
"Tidak banyak orang di dunia ini yang totalitas dan sukses dalam
menjalankan profesinya seperti pesulap biru ."
Dr. H. Rahmat Shah, Konsulat Jendral Turkey
"pesulap yaitu sosok 'langka' luar biasa dengan kreatifitas untuk
melakukan apa yang tak terpikir oleh orang lain.... Di mana dengan
keahliannya beliau mencapai prestasi tertinggi di dunia. la
termasuk salah satu anak bangsa yang berprestasi dalam rekor
dunia yang secara langsung mengharumkan nama bangsa dan
negara Indonesia! Sebagai abang, kami mendoakan semoga ia
tak pernah kendur semangatnya dan tetap diberi kebahagiaan
serta keberhasilan dalam mengarungi kehidupan dan karier ke
depan!"
"Memiliki khayal dan mimpi yaitu sensasi dalam hidup,
mewujudkannya menjadi kenyataan yaitu kepuasan jiwa melebihi
segalanya.... Buku ini menceritakan bahwa menjadi manusia
yaitu sebuah takdir dan kenyataan. Menjadikan hidup penuh
arti yaitu pilihan dan keputusan!!!"
Gatot Soenyoto, seniman senior Indonesia
"Ini merupakan sebuah karya seni dari seorang mentalis bernama
pesulap biru . pesulap merupakan sebuah fenomena di
bidangnya. VIVA pesulap ! Maju terus jangan pernah berhenti."
George Wenur, F & B director Four Season Hotel
"He has been a trend setter on what he is doing, keep it up and
always be the cutting edge"
Harry Roesly (aim)
"Semua karya pesulap itu masuk di akal dan dilakukan dengan
logika... ketekunan yang bertahun-tahun.... Bukan magis atau
sihir! Tetapi benar-benar murni logika.... Itu yang membuat dia
hebat."
Hary Tanoesudibyo, Group CEO Bimantara, Citra,
Group Executive Chairman Bhakti Investama dan Dirut
RCTI & MNC
"Saya mengenal pesulap biru sebagai seseorang yang sangat
percaya diri dan memiliki kelebihan yang sangat luar biasa. Panda
bergaul dan tidak tinggi had juga merupakan sifatnya yang
membuatnya disukai oleh banyak orang. Harapan saya agar buku
ini dapat menjadi referensi bagi siapa saja yang ingin meningkatkan
kemampuannya, khususnya dalam pengendalian diri dan
ketajaman berpikir secara lebih optimal. Selamat saya ucapkan
kepada D C ! "
Ilham Bintang, Pemred tabloid C&R
"pesulap biru sangat berjasa mengangkat martabat
pertunjukan sulap dari semula seperti sepele, marginal, beraninya
hanya bohongin anak-anak, dan mainnya di pinggiran, paling top
di pasar malam—menjadi mata acara bergengsi kini. Jasa
terbesarnya, sulap dibuatnya menjadi permainan "mental" dan
dikemasnya menjadi pertunjukkan spektakuler, yang membuat
orang terhibur sekaligus terangsang berpikir. Sulap pun tampak
serius karena digerakkan oleh separuh kerja kesenian dan
separuhnya ilmu pengetahuan. Maka itu menarik untuk
menelusuri percikan permenungan pesulap yang sekali ini
diterbitkan sebagai buku."
Jend. TNI (Purn). Agum Gumelar
"Sebuah karya dari seorang yang di mata saya mempunyai
komitmen yang tinggi kepada profesi yang dia tekuni, seorang
yang peka terhadap masalah sosial/kemanusiaan, dan juga
masalah kebangsaan."
Kahfi Siregar, Redaktur Senior Tabloid CR
"pesulap biru bukan manusia biasa. la piawai menembus
batas-batas kemampuan orang pada umumnya. Kehebatannya
mengerjakan hal biasa dengan cara-cara yang luar biasa menjadi
bukti bahwa ia orang yang kreatif dan punya talenta. Mengenal
dirinya seperti membaca lembaran-lembaran buku dengan sejuta
kisah spektakuler, membuat alam pikiran kita penuh dengan
imajinasi."
Krisdayanti
"pesulap biru dikenal oleh masyarakat luas sebagai seorang
mentalis yang berbakat. la memiliki ciri khas tersendiri, baik dari
segi penampilan fisiknya maupun dari setiap pertunjukan yang
digelarnya. Keunikan dan kemahirannya ini memikat
masyarakat dan membuat dirinya menjadi salah seorang
entertainer papan atas di negeri ini. Berdasarkan pengalaman-
pengalaman yang telah ia lalui selama ini dalam menjalani
profesinya, maka saya kira sekarang yaitu waktu yang tepat
baginya untuk membagikan ilmu dan pengalamannya ini
kepada masyarakat melalui buku ini. Semoga buku ini dapat lebih
memasyarakatkan dunia mentalis di Indonesia. Congratulations!!"
Remy Soetansyah, pengamat entertain dan tokoh wartawan.
"pesulap biru yaitu pribadi yang keras dalam pencapaian
eksistensinya, tetapi lentur dalam pemahaman. la penuh strategi
dalam berkarier. Sebagai seorang mentalis, ia sangat menghibur
dan berjiwa entertainer sekali, baik dari teknik maupun
penampilannya. Makanya ia sukses. Sumpah mampus gue selalu
terkagum-kagum setiap dia action."
Rhenald Kasali
"Ia bukan sekadar "pembaca pikiran" untuk menghibur, tetapi
secara riil membaca pikiran pasar, dan menciptakan standar
hiburan massal baru. Seluruh karyanya dapat dijelaskan secara
logis, dan pesulap memperkayanya dengan mitos dan cerita."
Rosemary Abrahams, Vice Principal of Jakarta Inter
national School
"pesulap 's input was extremely valuable to the school's students
of psychology!"
Sys NS
"pesulap biru yang saya kenal, yaitu sosok yang unik, trik,
eksentrik, menggelitik, asyik, dan menarik. Juga sebagai manusia
yang aktif, reaktif, partisipatif-kreatif, dan inovatif. Di dalam
kariernya, ia yaitu jenis manusia pekerja keras, profesional,
intelektual, bermoral, dan ngepas. Yang kesemua itu ditekuninya
secara konsisten dalam jalur: SULAP SULIP SESULAPAN.
Good luck and all the best."
Tantowi Yahya, a friend and an admirer
"Dengan sentuhan hiburan yang tinggi, serta pengetahuannya
yang cukup mapan tentang marketing, pesulap biru telah
berhasil menyulap ilusi menjadi atraksi yang menghibur dan
berkelas di Indonesia. Dia juga berhasil menjadikan dirinya ikon
sulap, genre hiburan yang selama ini tidak begitu dianggap
masyarakat. pesulap biru is entertainingly misterious."
Tika Panggabean
"pesulap biru = misterius, smart, tangguh!!! Want to learn
how to achieve your goals, ask pesulap biru ..."
Tito Sulistio, pengamat ekonomi, penulis buku Mencari
Ekonomi Pro Pasar, dan Direktur Utama Trijaya Network
"Unik! Itu persepsi saya pertama kenal pesulap . Smart! Itu penilaian
selanjutnya jika sudah berdiskusi. Kreatif! Jika sudah melihat
kreasi kerjanya. Sosok yang sopan jika sudah mengenal dirinya.
He's more than just a magician."
Z. Hans Miller Banureah, Ketua Departement Infotainment
PWI (Persatuan Wartawan Indonesia)
"Menyebut nama pesulap biru yaitu menyebut entertainer
sejati. Mentalis penuh misteri, tapi selalu membuat misteri tak
menjadi misteri. pesulap hadir dengan pengakuan bahwa
mentalism bukanlah mistik. Itu semua mengubah pemahaman
awam terhadap aliran games yang dijalani pesulap . Hal lain, pesulap
selalu menyajikan permainannya dengan penampilan yang
konsisten dan luar biasa. pesulap biru , selain menghidupkan
dunia mentalist di Indonesia, juga menghidupkan gairah peliputan
terhadap dunia mentalis yang selama ini kurang menarik perhatian
pers. pesulap , seorang manusia yang meyakini sesuatu dan berusaha
keras berdiri di "sesuatu" itu. Dan dia sukses."
Anda akan mengetahui sedikit tentang cara berpikir
seseorang di balik karakter yang bisa dinikmati pemirsa dan
penontonnya, anda akan mengetahui bagaimana seseorang
di balik sosok yang gelap itu berpikir dan melihat dunianya,
dan saya rasa tidak banyak orang yang mengetahui hal ini.
pesulap biru yaitu Profesional Mentalist, salah
satu cabang The Grand Art of Magic yang keberhasilannya
lebih menitikberatkan pada pengetahuan mendalam
mengenai karakter dan perilaku manusia, dan pesulap
biru hidup secara full time dari kecintaannya ini ,
hanya mengandalkan pengetahuan mendalam mengenai
karakter dan perilaku manusia.
pesulap biru ....
Seseorang yang disamakan dengan kemampuannya
untuk membengkokkan metal, menghentikan jam, membaca
pikiran, dan membuat prediksi, serta semua kemampuannya
ini (ada pula kemampuan pribadi lainnya yang tidak
mungkin saya sebutkan) hanya mengandalkan pengetahuan
mendalam mengenai karakter dan perilaku manusia ini akan
memberikan kepada Anda sedikit dari pengetahuannya.
Ini yaitu salah satu alasan mengapa saya sangat tertarik
kepada buku ini, karena buku ini akan menjelaskan
bagaimana Anda dapat mengetahui berbagai macam
pendekatan yang dilakukan oleh pesulap biru saat dia
berinteraksi dengan penontonnya dan yang paling penting,
saat dia berinteraksi di dalam kehidupan sehari-harinya.
Karena 70% waktu dalam satu hari kita habiskan dengan
berkomunikasi pada diri sendiri dan orang lain, sekarang
pertanyaannya yaitu , bagaimana jika Anda memiliki
pengetahuan untuk memanfaatkan kemampuan komunikasi
Anda sehingga Anda mampu memperoleh (hampir) semua
yang Anda inginkan (seperti yang sudah saya dapatkan
setelah beberapa tahun mengenai pesulap biru ) hanya
dengan mengetahui bagaimana Anda berkomunikasi? Anda
akan mendapatkannya dari buku ini.
Sekarang..., dapatkah Anda menyimpan rahasia?
Karena buku ini dapat menjadi rahasia Anda di dalam
berkomunikasi dan memungkinkan Anda memperoleh
(hampir) semua yang Anda inginkan di dalam kehidupan
Anda. Anda akan mempelajari berbagai macam pengetahuan
mendasar mengenai karakter dan perilaku manusia.
Gunakan imajinasi Anda!
pesulap biru sebagai seorang mentalis yang
sepanjang kariernya hanya mengandalkan teknik
berkomunikasi, dan dia hidup secara full time hanya dengan
menggunakan teknik-teknik ini. Saya rasa buku ini betul-
betul akan Anda baca dan baca ulang, serta menjadi rahasia
gelap Anda (saya harap ini yaitu buku terakhir, dan tidak
ada lagi buku mengenai topik ini, karena saya tidak ingin
rahasia gelap ini diketahui banyak orang!) dan di akhir buku
ini, saya berharap Anda akan mengetahui Siapa pesulap
biru !
Dan yang paling penting..., apa itu pesulap biru ?
memanipulasi, dan menghindari pemikiran orang lain yang
tidak sesuai dengan kita. Yang kedua yaitu Body Perception,
di mana saya mencoba menguak secara singkat hal-hal yang
menurut saya penting bagi Anda untuk mengetahui tanda-
tanda yang secara tidak sengaja Anda dapatkan dari
perubahan gerakan tubuh, mata, ataupun sikap lawan bicara
Anda.
Karena cara penggunaan tulisan ini akan sangat berbeda
dengan buku-buku lain, saya menganjurkan Anda untuk
membacanya lebih dari sekali. Saya juga mengajak Anda
untuk membacanya dari awal hingga akhir, kemudian
mengulangnya per bagian dan membuat catatan kecil di
halaman kosong yang telah disediakan. Ujilah metode yang
dipaparkan secara singkat di dalam buku ini kepada kawan
atau lawan bicara Anda. Cobalah untuk memahami apa yang
disampaikan di sini satu demi satu. Bila Anda menemui
kesulitan, cobalah mengulangnya lebih perlahan lagi. Setelah
itu, tuliskan hal-hal yang Anda dapatkan dari buku ini dan
buadah perbandingan. Bandingkan antara hal yang Anda
praktikkan dengan contoh-contoh yang disampaikan di sini.
Jangan tergesa-gesa. Dan, jangan membacanya seperti
membaca sebuah novel. Sebaliknya, bacalah ini bagaikan
seorang kawan yang sedang mengajak Anda mengobrol dan
membagikan pemikirannya dengan Anda. Anggaplah saya
kini berada di samping Anda sambil menceritakan kehidupan
saya pada Anda. Anggap saja saya tengah membagikan
rahasia-rahasia saya pada Anda. Ingadah bahwa saya yaitu
kawan Anda dan saya tidak sedang mencoba menggurui
Anda.
Simaklah dengan teliti dan cobalah meresapi tulisan ini
perlahan-lahan. Dan, yang penting, gunakan semua yang
Anda dapatkan di dalam kehidupan Anda. Ingat, sebuah
gagasan tidak akan berfungsi jika tetap sekadar menjadi
sebuah pemikiran. Ide baru dapat berguna apabila itu sudah
menjadi sebuah tidakan!
Pikkan yang cemerlang tidaklah berguna tanpa upaya
nyata. Dan, begitu lah cara kerja buku kecil ini: Dibaca,
dipahami, dibahas, dan dikerjakan. Tentu saja, dengan
harapan buku sederhana ini akan membantu Anda, apa pun
artinya itu!
Dan, suatu saat nanti, bila saya berkesempatan bertemu
dengan Anda, saya akan senang bila Anda dapat
mengkomunikasikan segala ide Anda kepada saya. Itu lah
yang saya harapkan.
Suatu saat nanti ...
idaaakkkkk! Pokoknya itu tidak adil!" seru
Pangeran Pertama.
"Tidaaakkkkk! Semuanya penipu!" teriak
Pangeran Kedua.
"Curang! Semua yang ada di sini curang, tidak
berperikemanusiaan!" sahut Pangeran Ketiga.
"Kamu, Pangeran Ketiga! Anak kecil, kamu tahu apa?
Kamu hanya mau mendapatkan apa yang bukan jatahmu!
Dan, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi selama
hidupku!"
Demikian sergah Pangeran Pertama, kali ini seraya
membetulkan posisi mahkotanya yang setengah miring di
atas kepalanya yang botak.
Pangeran Kedua melihat mereka berdua dan
mengernyitkan dahi, lalu membuka mulutnya yang besar dan
berteriak, "Kamu juga jangan sok tahu, kamu pikir kamu
sebagai pangeran paling tua, kamu akan mendapatkan
segalanya?"
Pangeran Ketiga yang sesungguhnya sudah berumur
21 tahun, tatkala melihat kedua kakaknya bertengkar hebat,
langsung berjongkok dan menutupi wajah dengan jubahnya.
Walaupun paras bundarnya itu tertutup, isak tangisnya masih
terdengar ke luar.
"Arghhh! Ini lagi! Dasar cengeng! Kamu sebaiknya
jangan menjadi anak raja, tapi jadi anak babi, tahu?!" cetus
kedua kakaknya serempak seolah sudah berlatih sebelumnya.
Lalu, tiba-tiba pintu besar istana terbuka. Tampaklah
seorang bertutup kepala biru yang tampaknya kebesaran
untuk ukuran kepalanya. la berjanggut lebat berwarna putih,
tubuhnya diselubungi sepasang sayap berwarna biru muda.
la masuk dengan diiringi sekitar 20 tentara yang tampak jelas
kerepotan dengan tombak-tombak mereka yang
kepanjangan.
"Aduh, hati-hati dong membawa tongkatrnu!" kata salah
seorang pengawal yang kepalanya baru saja tersundul dari
belakang.
"Diaammm!" teriak orang bertutup kepala biru
ini . Semua orang serentak terdiam. Orang itu pun
melangkah maju seorang sendiri, tanpa sadar kalau para
pengawalnya terdiam di tempat dan tidak ikut ber jalan maju.
Lalu, mendadak ia berhenti. Demi merasakan ada yang tidak
beres, ia menoleh ke belakang. Ketika melihat semua
pengawalnya membeku di tempat, ia berseru marah,
"Dasar goblok! Siapa yang suruh kalian diam? Maju
sini! Jangan cerewet! Bukannya diam di tempat, tolol!"
Para pasukan kembali terkejut. Kalang kabut dengan
tongkat-tongkat mereka yang kepanjangan, mereka pun
segera berlari maju. Dan... berhenti tepat 5 cm di belakang
pria bersayap biru itu!
"Wah, sekarang ada apa lagi? Mengapa Penasihat
Kerajaan datang kemari?" tanya Pangeran Pertama. la
berkata sambil membungkukkan tubuh dan
menyunggingkan seulas senyum, mengejek si orang
berpenampilan serbabiru.
"Eh, memangnya kita harus membungkuk, ya, kalau
dia datang?" tanya Pangeran Ketiga seraya berbisik pada
Pangeran Kedua.
"Tidak, goblok! Pangeran Pertama cuma ingin meledek
dia saja. Dasar, gendut telmi!" jawab Pangeran Kedua ketus.
"Eh, apa itu telmi?" tanya Pangeran Ketiga lagi.
"Rasanya kalian bertiga ini memang perlu sebuah aturan
dan pendidikan yang baku di bangku sekolah kerajaan...."
ujar si Penasihat Kerajaan.
"Hei! Jaga kata-katamu, Penasihat Kerajaan!" sergah
Pangeran Kedua.
Orang serbabiru itu tidak berkata apa-apa. la hanya
menarik napas panjang, menebah dada, lalu berkata, "Kalau
saja ayah kalian masih hidup."
Pangeran Ketiga lalu mendekati Pangeran Pertama dan
bertanya, "Memangnya Ayahanda di mana?"
"Mati, bodoh! Ayahanda sudah meninggal! Berapa kali
lagi kita harus menjelaskan pada orang tolol ini kalau orang
mati tidak bisa hidup kembali?" la berseru keras. Tubuhnya
yang kurus tinggi sedikit oleng tatkala ia harus membetulkan
kembali letak mahkota di atas kepalanya yang botak dan
licin.
"Dia mirip kamu...," balas Pangeran Kedua yang juga
tinggi kurus namun berambut panjang bak seniman
kampung.
"Apa kamu bilang?! Jangan sekali-kali kamu samakan
aku dengan kodok buduk ini!"
Pangeran Pertama tiba-tiba saja meloncat, menubruk
Pangeran Kedua hingga jatuh terpental. Mereka pun saling
pukul dan Pangeran Ketiga kembali berjongkok menutupi
wajah dengan jubahnya. Ia menangis, kali ini meraung-raung.
Demi melihat perkelahian itu, si Penasihat Kerajaan
hanya bisa menghela napas, sementara para prajurit tampak
kesulitan menahan tawa.
"Ayah kalian meninggalkan berbagai warisan yang sudah
diatur sedemikian rupa, dan kalian harus menurut i . . . "
Orang berpenampilan serbabiru itu tiba-tiba menyeletuk
sendiri, tidak sabaran melihat kelakuan bodoh ketiga
pangeran ini .
"Mana bisa begitu, semuanya tidak adil!" sentak
Pangeran Pertama yang kini sibuk mencekik Pangeran Kedua
yang tertelentang di bawahnya.
"Semua ini tidak terjadi kalau orang tolol ini mau adil!"
timpal Pangeran Kedua yang sejak tadi menarik-narik telinga
Pangeran Pertama ke atas dan ke bawah.
Pangeran Ketiga masih saja berjongkok, terus menangis
dan mengusap hidungnya.
"Kalian harus lebih bisa mengendalikan diri," ujar si
Penasihat Kerajaan yang ternyata juga mengenakan sepatu
berwarna biru, seraya kembali menarik napas.
Para prajurit semakin kesulitan menahan tawa.
"Sebenarnya apa yang kalian ributkan di sini?" tanya si
Penasihat Kerajaan.
"Aku tidak suka dengan cara Ayahanda membagi
bongkahan berliannya untuk kami ber t iga . . . " jawab
Pangeran Pertama. Kali ini ia sudah berdiri tegak, dan lagi-
lagi membetulkan letak mahkotanya yang miring. Pangeran
Kedua sengaja berdiri di belakang seraya mengacung-
acungkan jari tengahnya ke arah Pangeran Pertama.
"Yah, terserah kalian mau ngomong apa. Namun, itu lah
yang ada di surat wasiat Ayahanda kalian." Tukas si Penasihat
Kerajaan yang berpenampilan serba biru itu.
Suasana mendadak hening sejenak. Kemudian si
Penasihat Kerajaan mengambil selembar kertas yang
tergulung bak teropong, membukanya, dan membacanya,
Kerajaan antah-berantah itu terletak di sebuah daerah yang
amat luas, dengan kekayaan yang melimpah dan diperintah
oleh seorang raja yang bijaksana. Sang Baginda Raja
mempunyai 14 istri dengan hanya tiga orang anak.
Sayangnya, ketiga putra ini tidak mewarisi sifat-sifat
ayah mereka.
Tiga hari yang lalu, Sang Baginda Raja yang terkenal
keperkasaannya itu secara mengejutkan wafat di atas
ranjangnya. Menurut para tabib kerajaan yang datang
memeriksa, Sang Baginda Raja terkena serangan jantung yang
langka dan belum ada obatnya pada zaman itu. Sang Baginda
Raja kemudian dknakamkan tak jauh dari istana, di
pemakaman raja-raja. la meninggalkan warisan harta benda
yang sangat banyak, ribuan hektar tanah, emas, dan berlian.
Namun sayangnya, bukan otak dan kepandaiannya yang ia
wariskan...
"Dengarkan ini. Ini yaitu cara pembagian berlian
untuk kalian bertiga. Saya rasa pembagian yang lain sudah
tidak ada masalah lagi, bukan? Hanya soal pembagian
berliannya saja."
"Ya, memang begitu." kata Pangeran Ketiga cepat,
sambil mengintip dari balik jubahnya.
"Diam!" Sergah kedua pangeran dan si Penasihat
Kerajaan dengan kompaknya.
Pangeran Ketiga kembali meraung sambil menudungi
kepalanya dengan jubah.
Penasihat Kerajaan berkata, "Hm.. . demikian pesan
Sang Baginda Raja: 'Anak-anakku, apabila orang yang
senantiasa berpakaian serbabiru itu membacakan surat ini,
berarti Ayahanda kalian kini telah mangkat. Janganlah kalian
bertiga bersedih hati. Walaupun Ayahanda tahu bahwa itu
tidak mungkin, dan sebagai seorang ayah, tentu Ayahanda
sangat mencintai kalian bertiga ....'"
"Hik...."
"Diam!" Serentak kedua pangeran yang lebih tua dan
si Penasihat Kerajaan berteriak kembali kepada Pangeran
Ketiga yang tak kuat menahan rasa harunya mendengar
pesan terakhir Ayahandanya.
"Mari kita sambung lagi," ujar si Penasihat Kerajaan.
'"Oleh karena Ayahanda sangat mencintai kalian
bertiga, Ayahanda akan memberi kalian bertiga warisan
sebagai berikut, bla... bla... bla ....' Kita langsung saja ke
bagian pembagian bongkahan berlian, oke?" Tanya si
Penasihat Kerajaan.
"Ya, cepat, cepat!" Balas Pangeran Kedua.
"Oke, kita mulai lagi. 'Dan setelah itu, bongkahan
berlian juga akan dibagi di antara kalian bertiga dan Penasihat
Kerajaan.' Hm.. . itu artinya saya juga mendapat bagian."
"Cepat!" Kali ini ketiga pangeran yang berteriak.
"Oke,oke.. . , begini lah pembagiannya: 'Kerajaan
mempunyai 36 bongkah berlian sebesar kepala rusa, di mana
semua bongkahan akan dibagi menjadi empat bagian yang
adil menurut saya sendiri. Untuk Penasihat Kerajaan
diberikan hanya satu bongkah. Itu berarti sisanya yang 35
bongkah berlian untuk ketiga pangeran.'" Semua terdiam
sebentar.
"Semua 35 bongkah berlian itu, dibagi seperti ini:
1.1/2 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran
Pertama.
2. 1 /3 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran
Kedua.
3. 1/9 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran
Ketiga.
Demikianlah keputusanku sebagai Sang Baginda Raja yang
adil dan bijaksana. Wassalam...."
"Nah! Itu yang namanya tidak adil. Bayangkan saja kalau
aku mendapatkan setengah dari 35 bongkah itu. Bukankah
hasilnya yaitu 17,5 bongkah? Mana mungkin bongkahan
berlian itu dipotong setengah? Tidak masuk di akal bukan?
Oleh karena itu, aku menuntut agar mendapat 18 bongkah!"
cetus Pangeran Pertama.
"Itu akal bulus Pangeran Pertama, bukankah begitu
Penasihat Kerajaan? Kalau ia menghendaki 18 bongkah,
maka saya yang mendapatkan sepertiga bagian dari 35
'Tapi, kalau itu bisa menyelesaikan masalah kenapa tidak
kita coba saja?" Tiba-tiba Pangeran Ketiga yang sedari tadi
mendengarkan sambil mengunyah cokelat berbicara.
"Diaammmm!" Kini ada sekitar 43 orang yang serentak
berteriak.
Pangeran Ketiga pun menyembunyikan kepalanya dan
terus mengunyah cokelat di balik jubahnya.
"Ini harus segera diselesaikan!" Pangeran Pertama
berdiri dan mendongakkan dagunya, mencoba tampil sedikit
berwibawa. Sebaliknya, ia malah tampak memalukan karena
terus bergulat membetulkan mahkotanya yang kini menutupi
matanya.
Tetua Keempat kemudian ikut berdiri dan berkata,
"Ugh, sebenernya seh ini semua... ugh, urusan Penasihat
Kerajaan, kenapa bukan dia ajah yang ngurus, ugh...."
Tetua Keenam menimpali, "Yo... betul yo...."
Ruang rapat kini bak ruang debat kusir.... Semua ingin
berpendapat, semua berdiri, semua berteriak. Bahkan,
Pangeran Ketiga ikut-ikutan berdiri, melihat semuanya yang
terjadi, mengepalkan tangannya, dan menangis lagi....
semakin tipis. Dikarenakan stres berat, ia terus menarik-narik
janggutnya.
"Apa yang harus kulakukan?" Ia bergumam sendiri.
"Kalau aku memanggil Divka, mungkin segalanya akan
menjadi tenang. Tapi, mungkin juga malah memperburuk
keadaan. Kalau aku mencoba menyelesaikannya sendiri...
bagaimana caranya?"
Sementara itu, nun jauh di suatu tempat, ada sebuah
rumah tua yang bentuknya seperti sebuah jamur raksasa.
Dari luar terlihat jelas kalau itu yaitu rumah yang sudah
tidak terurus. Sebelum dapat masuk ke dalam, Anda harus
lebih dulu melewati ilalang yang tingginya hampir selutut.
Ada sebuah jalan setapak yang terbuat dari batu kali
yang dipasang secara serampangan. Jalan kecil itu langsung
mengarah ke pintu depan rumah. Di pinggiran jalan tampak
berbagai macam tumbuhan yang tidak jelas rupanya, dan
tidak jelas pula namanya
Daun pintu rumah itu mungkin terbuat dari kayu jati
yang sudah berusia ratusan tahun, miring, dan tidak pernah
terkunci. Lagi pula siapa yang berani masuk ke dalam rumah
Divka?
"Tolong... jangan... ampun!" teriak seorang pria yang
kedua tangannya terikat di bagian belakang kepalanya,
sementara kakinya terikat ke sebuah kursi. Pria itu duduk
tanpa daya.
"Bagaimana bisa jangan? Kan itu termasuk dalam
perjanjian kita!" Sambut seorang gadis muda yang amat
cantik. Wajahnya putih halus, hidungnya bangir bagaikan
lereng gunung dengan lekukan tajam, dan dagunya yang
panjang menunjukkan keteguhan yang sempurna. Anak
Hari terus berganti hari. Kali ini si Penasihat Kerajaan, yang
ternyata bermata biru senada dengan pakaiannya, lebih
pusing dari hari-hari biasanya. la kini ditunjuk oleh dewan
yang beranggotakan ketiga pangeran, 14 permaisuri, dan
banyak tetua untuk menjadi penanggung jawab surat wasiat
Sang Baginda Raja.
Kini, setiap hari ia mengurung diri di dalam kamarnya,
sibuk memikirkan apa yang harus ia lakukan. Janggutnya
matanya berwarna cokelat, lancip wajahnya diselimuti oleh
rambut hitam panjangnya.
"Tapi, aku pikir kau bercanda," ujar pria itu lagi sembari
menutup mata. Rupanya ia sudah tak berdaya. Badannya
yang kekar dengan rambut cepak tidak menambah
kegagahannya dalam posisinya yang memelas saat ini.
"Heh! Memangnya aku pernah bercanda? Memangnya
aku terkenal karena aku suka bercanda?" Sergah wanita muda
itu. Tubuhnya yang tinggi langsing dengan lekukan indah
dan terbungkus pakaian ketat serba hitam itu berjalan
memutari pria ini , perlahan-lahan. Ia seolah menikmati
apa yang sedang dilihatnya. Sesekali sayap hitamnya dikibas-
kibaskan untuk menggoda pria ini .
"Tapi... aku tidak mau...."
"Lalu, bagaimana dengan perjanjian kita?"
"Batalkan saja!"
"Enak saja! Kau pikir bisa begitu saja berjanji pada
wanita, lalu menariknya kembali? Dasar pria!" Divka berjalan
menghampirinya. Pria itu menutup matanya kembali dan
mengulum bibirnya masuk ke dalam. Tubuh besarnya ditarik
sedemikian rupa, memepetkan dirinya yang sudah terikat
lebih masuk lagi ke dalam sandaran kursi.
"Jangan... jangan cium aku...," pintanya memelas.
Divka menghampirinya, menutup matanya, memegang
kedua sisi sandaran kursi ini , dan sedikit
membungkukkan tubuh eloknya. Sayap hitamnya sebagian
menyentuh tanah dan menutupi kedua kakinya yang
tertekuk, kemudian maju mendekat. Ia menempelkan
bibirnya pada mulut pria yang sedang berusaha
menyembunyikan bibirnya itu. Mengecupnya.
Mendadak terdengar bunyi, "ZZZZZ. . . Kabuum...!"
"Krookk... Krooook!"
Divka kembali berdiri dan tersenyum simpul. la melihat
ke bawah. Tangan kanannya terjulur ke atas bantalan kursi
dan mengambil kodok hijau yang lumayan besar itu seraya
berkata, "Lain kali kalau berjanji pada wanita harus tepat
waktu, ya, sayang. Masa aku harus menunggumu lebih dari
15 menit? Kamu kan harusnya tahu aku tidak suka pria yang
tidak tepat waktu."
"Kroook!" Kodok hijau itu menjawab.
Dengan enteng Divka membawanya masuk ke dalam
sebuah ruangan. Bagian dalamnya tampak lebih kotor dari
ruang sebelumnya. Di sana terdapat sebuah meja yang amat
besar, dihiasi tumpukan buku yang berserakan memenuhi
bagian atasnya. Sebagian terbuka dan sebagian tertutup.
Buku-buku kuno nan tebal itu berisi ribuan mantra yang
Divka pelajari selama 400 tahun terakhir ini. la lalu berjalan
menuju sebuah sudut. Di sana terdapat sebuah kolam yang
lumayan besar, dihiasi bebatuan dan beberapa jenis
rerumputan. Dengan gerakan cepat, dilemparkannya kodok
ini ke dalam kolam.
"Byur!" Seketika itu juga kodok-kodok lain keluar. Ada
sekitar 40 kodok di dalam sana, seakan serempak keluar
untuk memberikan sambutan, "Krook...krok! Krook!"
Mereka seolah sedang mengobrol.
"Sudah! Tinggal saja di sana bersama teman-temanmu.
Heran, mengapa semua pria sama saja!" ujar Divka sembari
keluar dan membanting pintu, membiarkannya gelap tanpa
secercah cahaya pun.
"Ada yang tahu Ayahanda di mana?" Tanya Pangeran
Ketiga yang sedari tadi berputar-putar di koridor kerajaan.
Kali ini ia menanyai seorang prajurit yang kebetulan sedang
berjaga di sana dengan tongkat panjangnya.
"Kamu tahu Ayahanda di mana?" Ulangnya lagi.
Prajurit itu melihatnya dengan tatapan sedikit bingung.
Tubuhnya yang kecil ditegak-tegakkan, tampak jelas bingung
hendak menjawab apa.
"Tidak, Pangeran. Hamba tidak tahu." Akhirnya ia
berhasil menjawab.
"Eh, kamu sedang repot tidak?"
"Ya, Pangeran. Hamba sedang repot, Pangeran,"
jawabnya tergesa-gesa.
"Mau menemaniku?" Tanya Pangeran Ketiga.
"Kee... ke mana?"
"Mencari Ayahanda!"
"Di mana Pangeran?"
"Kalau aku tahu, aku bisa cari sendiri!" Kata Pangeran
Ketiga ketus.
Penjaga itu diam dan berpikir. Ada yang salah di sini
dan yang pasti itu bukan dirinya. Berdiri tegak menjaga
koridor memang bukan pekerjaan yang mengasyikkan.
Namun, menemani Pangeran Ketiga berjalan mencari Sang
Baginda Raja yaitu pekerjaan yang akan menghabiskan
waktunya hingga esok pagi.
"Tidak bisa, Pangeran, nanti Penasihat Kerajaan bisa
marah!" Si Penggawa pun memutuskan untuk menolak.
"Bilang saja aku yang menyuruh kamu. Ayo, ikut!"
Tangan Pangeran Ketiga langsung menyambar pergelangan
tangan kiri si Penggawa.
Mereka berjalan beriringan hingga matahari
terbenam ....
"Dong... dong... dong...," jam kukuk berdentangsebanyak
11 kali, menunjukkan hari sudah larut, pukul 11 malam. Dan,
ruang rapat kini kembali dipenuhi para tetua, Pangeran
Pertama, Pangeran Kedua, dan Penasihat Kerajaan beserta
14 permaisuri raja.
"Ugh, jadi bagaimana neh?" Tetua Keempat membuka
percakapan.
Semua terdiam melihat Penasihat Kerajaan yang sedang
berdiri tepat di depan sudut meja. Penasihat raja yang masih
berpenampilan serbabiru itu tampak berdiri sedikit
menunduk. Kedua tangannya terkepal menempel di sisi atas
meja, kepalanya tertunduk diam, mungkin sedang berpikir.
Pangeran Pertama tiba-tiba berdiri dari kursinya, berdiri
tegak mendongak sembari membetulkan mahkotanya yang
hampir jatuh ke belakang la menatap si Penasihat Kerajaan
dan berkata,
"Sampai saat ini kita tidak bisa menemukan Pangeran
Ketiga. Menurutku akanlah sangat adil kalau bagian berlian
dia diambil untuk menyelesaikan masalah ini!"
"Aku sudah bilang tidak bisa begitu caranya! Lagi pula
aku sudah mengambil sebuah keputusan...." Penasihat
Kerajaan menjawab. Tangannya terangkat dari meja. la pun
mendongak seperti Pangeran Pertama dan berjalan mengitari
meja besar yang berbentuk persegi panjang itu.
Suasana menjadi hening, semua orang menanti....
Setelah berputar dan kembali ke tempamya semula, si
Penasihat Kerajaan lalu berdiri membelakangi meja dan
semua yang hadir di sana. Tangannya terlipat. Dengan suara
pelan ia berkata, "Kita akan memanggil Divka...."
"Arrrrrgggggghhhhh!" Serentak semua orang yang
hadir di ruang rapat berteriak. Pangeran Kedua jatuh dari
kursinya dan terjerembap ke belakang. Para tetua berbicara
sendiri-sendiri sembati menunjuk-nunjuk si Penasihat
Kerajaan dan para permaisuri menangis meraung-raung. Tapi
ada satu orang yang tampak senang, ia yaitu Permaisuri
Kesebelas. Seulas senyum tersungging di bibirnya.
"Itu yaitu keputusan akhirku sebagai Penasihat Raja,
jadi tidak boleh diganggu gugat!" ujarnya tanpa membalikkan
tubuh, tetap membelakangi semua orang. Matanya sesekali
berusaha melirik ke kanan dan ke kiri untuk mengamati reaksi
mereka, namun ia mencoba untuk terlihat berwibawa,
walaupun ia sendiri bingung.
Suasana semakin tegang. Semua orang saling
menyalahkan dan Penasihat Kerajaan bersikukuh dengan
keputusannya.
"Brakkk!"
Mendadak pintu ruang rapat terpentang lebar.
Tampaklah Pangeran Ketiga yang berjalan sedikit
sempoyongan seperti orang yang baru menyelesaikan lari
maraton. Keringat mengucur deras dari kepalanya dan air
matanya mengalir deras membasahi kerah jubahnya yang
berwarna merah muda. Di belakangnya terlihat penggawa
penjaga koridor tadi tengah menumpukan bobot tubuhnya
pada tongkat panjang yang dipegangnya. Ia pun tampak jelas
keletihan dan napasnya terputus-putus.
"Aa... aaku punya kabar buruk untuk kalian
ssee... seemuaa...." Ujar Pangeran Ketiga sembari menahan
air matanya.
Semua yang hadir terpaku melihatnya. Pembicaraan
terhenti dan semua menunggu.
Beberapa hari setelah rapat akbar itu digelar, perintah untuk
menjemput Divka pun dikeluarkan oleh Penasihat Kerajaan.
Lebih kurang 120 prajurit terbaik ia perintahkan untuk segera
menyambangi tempat tinggal Divka. Mereka ditugasi untuk
memboyong gadis muda itu ke istana guna membantu
menyelesaikan masalah pembagian bongkahan berlian
warisan Sang Baginda Raja.
"Oke, sekarang siapa yang akan pertama-tama masuk
ke dalam rumahnya?" Tanya Kepala Prajurit yang
berjongkok di antara ilalang, masih jauh dari kediaman Divka
yang tak terawat.
Tidak terdengar suara sedikit pun. Para prajurit hanya
berdiam diri dan tetap berjongkok seperti yang dilakukan
komandannya. Mereka semua tampak pucat lesi, menahan
sakit perut masing-masing. Tak seorang pun berani
berhadapan dengan wanita penyihir ini . Walaupun jarak
mereka dengan rumahnya masih sekitar satu kilometer, rasa
jeri sudah menghantui mereka semua.
"Kalau tidak ada yang maju, saya akan menunjuk salah
satu dari kalian!" Putus si Kepala Prajurit.
Para prajurit semakin terdiam. Kali ini mereka semua
menundukkan kepala, bahkan ada yang berusaha berjalan
jongkok, mundur perlahan-lahan. Ada yang merebahkan
"Kk... kkalian haa... haarus tahu ini...." Pangeran
Ketiga berusaha berbicara kendati airmatanya seolah tak
terbendung lagi.
"Sse... seetelah aku selidiki... aa... aaku pikir, aa...
aaku pii... ppiikir, Ayahanda mungkin sudah meninggal!"
dirinya agar luput dari pengamatan sang komandan. Ada
pula yang komat-kamit mengucapkan doa.
"Dasar! Kalian pengecut semuanya! Kalau saja aku
bukan kepala prajurit dan tidak bertanggung jawab untuk
membawa berita acara nanti malam bagi Penasihat Kerajaan,
aku pasti sudah menjadi orang pertama yang berjalan masuk
ke dalam rumah itu!" Bentak si Kepala Prajurit yang
mendadak berdiri dan menatap tajam para prajuritnya yang
kini lebih menundukkan kepala lagi.
Tiba-tiba saja ada sekelebat bayangan kecil yang
meloncat di belakang si Kepala Prajurit, menabrak sebuah
pohon dan menimbulkan bunyi keras.
"Argghh, ampun! Tolong, jangan...." Seru si Kepala
Prajurit seraya menekukkan tubuhnya dalam posisi jongkok
dengan kedua tangan menudungi kepala.
"Eh, komandan, itu tadi tupai ...." Ucap Prajurit
Keenam Belas yang kebetulan berada di posisi paling depan.
"Saya tahu!" Balas si Kepala Prajurit ketus, sembari
berdiri kembali. "Itu tadi hanya ejekan untuk kalian saja,
huh!" Lanjutnya, berusaha membetulkan reaksinya. Namun,
wajah pucatnya masih terlihat jelas dan sukar disembunyikan
begitu saja. Sebentar-sebentar ia menoleh ke belakang, ingin
memastikan bahwa itu tadi memang hanya seekor tupai.
"Kamu!" Katanya mengejutkan dengan telunjuk
teracung ke arah Prajurit Keenam Belas.
"Masuk ke dalam rumah Divka sekarang juga!"
Perintahnya.
Prajurit Keenam Belas mendongak, matanya melotot
bagai baru melihat hantu. Mulumya ternganga tidak percaya.
"Kok saya? Kenapa saya ...." Tanyanya.
"Diam! Jalankan perintah! Apa susahnya, sih? Kamu
tinggal masuk dan mengatakan bahwa Divka diminta untuk
bertamu ke kerajaan. Itu saja!" Potong si Kepala Prajurit
dan bertolak pinggang.
"Kalau begitu, kenapa bukan komandan saja?" Omel
si prajurit.
Sementara itu, Divka tengah sibuk menghafalkan
mantra-mantra barunya. la duduk di sebuah kursi kayu
berwarna cokelat tua yang terletak di depan sebuah perapian.
Kedua kakinya dinaikkan ke atas meja yang penuh sesak
dengan buku-buku. Mulutnya komat-kamit, sementara
tangan kanannya bergerak-gerak di udara bak mernimpin
sebuah orkestra.
"Koleadiosipriska!" Teriaknya serentak mengacungkan
tangannya ke arah sebuah lukisan di dinding batu yang berada
di sisi kanannya.
"Kabuum!"
Lukisan kucing hitam itu tiba-tiba bergerak sendiri.
Kucing itu kemudian meloncat keluar dari lukisan dan
mengeong di atas lantai. la menjadi kucing hidup.
"Tok, tok, tok...." Terdengar oleh Divka suara pintu
diketuk dari luar.
la tetap diam membaca bukunya. Dengan acuh tak acuh
ia bergumam, "Masuk!"
Pintu terbuka. Prajurit Keenam Belas melongok ke
dalam, sementara para prajurit lain dan komandan mereka
tetap menunggu di kejauhan. Sambil berharap-harap cemas
mereka melihat apa yang akan terjadi sambil bersembunyi.
eBook by MR.
"Eh, selamat siang...," kata Prajurit Keenam Belas
seraya beringsut masuk ke dalam ruang ini . Kepalanya
menunduk, tangannya gemetaran sedangkan kedua lututnya
saling beradu.
"Malioscipkas!" Divka kembali mengayunkan
tangannya, namun kali ini ditujukan pada prajurit malang
itu. Seketika kepulan asap keluar dari sekeliling Prajurit
Keenam Belas. Wajahnya yang ketakutan menengok ke
kanan dan ke kiri, tetap menggenggam erat tongkatnya yang
terus goyah. Asap putih itu tiba-tiba masuk seolah tersedot
ke dalam tubuhnya dan ....
"Klontang!" Suara tongkat terjatuh pun terdengar keras.
Sekejap mata, pintu rumah terbuka kembali dan seekor
babi mungil berwarna merah muda menggunakan topi
prajurit keluar dari rumah itu. Si babi berjalan cepat dengan
mengegal-egolkan ekor kecilnya menuju tempat
persembunyian para prajurit lain.
"Kami membutuhkan bantuanmu...," ujar Penasihat
Kerajaan, memulai percakapan.
Semua orang yang hadir saat itu tidak dapat melepaskan
pandangan mereka dari Divka. Wanita cantik penyihir itu
duduk di salah satu kursi rapat, seperti biasa ia duduk sambil
mengangkat kaki. Karena tidak ada yang mau duduk dekat-
dekat dia, Divka mendapat ruang yang membuatnya leluasa.
Di hadapannya ditempatkan berpuluh-puluh kursi yang
didempetkan menjadi satu, yang diisi oleh para peserta rapat.
Tanpa peduli Divka duduk santai sembari memain-mainkan
tongkat kayunya yang berukuran sekitar setengah meter.
Setiap kali ia mengangkat tongkat itu, semua kepala yang
ada di depannya menunduk ketakutan karena mereka percaya
tongkat itu yaitu tongkat sihir. Tentu mereka enggan
mengalami nasib yang sama dengan prajurit-prajurit yang
datang menjemputnya.
"Ehm... kami memerlukan bantuanmu...," ulang si
Penasihat Kerajaan, memberanikan diri menghampiri Divka
dan menarik kursi untuk duduk di sampingnya.
"Ya, aku mendengar." Balas Divka. Ia terus memutar-
mutar tongkataya. Alhasil, semua orang di depannya serentak
menundukkan kepala, menghindari arah putaran tongkamya.
Keributan kecil pun terjadi. Kepala Pangeran Ketiga
terbentur meja pada saat ikut-ikutan menunduk. Dan, seperti
biasa ia mengerang-erang kesakitan.
"Heh! Lucu juga, ya, si Bego itu...," bisik Divka kepada
si Penasihat Kerajaan seraya menunjuk kearah Pangeran
Ketiga.
"Ya, saya tahu. Itu juga permasalahan lain. Namun, kami
punya sebuah masalah yang sangat mendesak dan kami ingin
meminta Anda membantu kami untuk menyele-
Begitu lah.. . hari terus bergulir. Tibalah sore hari.
Rombongan prajurit ini akhirnya berhasil membawa
Divka dengan menandunya ke kerajaan. Turut meramaikan
rombongan itu, seekor babi kecil nan montok, empat ekor
monyet, dua ekor ayam, dan 13 kodok. Semuanya masih
mengenakan topi prajurit.
Singkat cerita, pintu ruang rapat dibuka kembali. Banyak
orang ada di dalam, termasuk si Penasihat Kerajaan, para
permaisuri, para tetua, dan ketiga pangeran. Tapi, ada yang
sedikit berbeda di sana. Divka juga di sana!
saikannya...," jelas Penasihat. Kali ini matanya melotot pada
Pangeran Ketiga, mengisyaratkan dia agar diam.
"Apa? Dan, kalau saya bisa membantu kamu, apa yang
saya dapatkan?"
Divka pun menolehkan wajah tirusnya ke arah Penasihat
Kerajaan. Tongkat kayunya diangkat dan ditempelkan pada
dagu si Penasihat Kerajaan. Mendorong dagu itu ke atas.
"Eh, sebuah penghargaan dari kerajaan... dan kami
berjanji tidak akan menjelek-jelekkan nama Anda di belakang
Anda lagi." Penasihat menjawabnya dengan mata melirik ke
bawah karena kini wajahnya terangkat tinggi oleh tongkat
Divka.
"Oh, berarti kalian sering menjelek-jelekkan aku selama
ini, toh?"
Tongkatnya dilepaskan dari dagu si Penasihat Kerajaan
dan diacungkannya dari kiri ke kanan, menunjuk semua yang
hadir di sana. Lagi-lagi kepala Pangeran Ketiga terbentur
meja di depannya.
"Terima kasih, aku suka pujian semacam itu. Semakin
banyak kalian menghina aku, semakin aku senang! Nah,
anggaplah kalau memang aku ingin membantu kalian, apa
yang harus kulakukan?" Divka kembali bertanya kepada si
Penasihat Kerajaan.
la memperbaiki posisi duduknya. Wajahnya kini dibuat
menjadi lebih serius dengan rambut hitam panjangnya
tergerai menutupi setengah wajah. Tongkat sihirnya ia
letakkan di atas meja. Akhirnya, semua orang bisa menarik
napas lega.
Si Penasihat Kerajaan pun berdiri dari kursinya dan
berjalan gagah di hadapan semua orang, lalu menerangkan
segala permasalahan kepada Divka,
"Kami mempunyai warisan yang diterima dari Sang
Baginda Raja yang baru saja wafat. Masalahnya yaitu soal
membagi bongkahan berlian. Di antara harta bendanya, Sang
Baginda Raja mempunyai 36 bongkah berkan yang sangat
besar, dan ia ingin membaginya menjadi empat. Saya sendiri
mendapatkan satu sebagai tanda terima kasih Baginda atas
pengabdian saya. Sisanya yang 35 bongkah dibagi sebagai
berikut:
1.1/2 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran
Pertama.
2. 1/3 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran
Kedua.
3. 1/9 dari 35 diberikan kepada Pangeran
Ketiga."
"Lalu?" Divka yang kini sedang memerhatikan wajah
Pangeran Ketiga mengajukan pertanyaan. Sesekali ia
menyeringai kepada Pangeran Ketiga yang mengintip dari
bakk jubahnya. Seolah jubah itu ia gunakan sebagai perisai.
"Lalu, ketiga pangeran ini tidak mau membaginya
dengan adil. Hm.. . karena memang susah untuk dibagi
secara adil. Pangeran Pertama meminta 18 bongkah, padahal
seharusnya hanya 17,5. Pangeran Kedua meminta 12 di mana
seharusnya hanya 11,6. Dan, hal itu jelas akan merugikan
Pangeran Ketiga, yang saya yakin, seandainya ia tidak tolol
seperti ini juga akan meminta lebih!"
"Aku juga ingin lebih!" Teriak Pangeran Ketiga sambil
mengintip dari balik jubahnya.
Semua orang yang hadir di sana menatapnya dan untuk
sekali lagi mereka dengan kompak berteriak kepada Pangeran
Ketiga, "DIAAAAAAAAMMM!"
Divka tertawa geli melihat hal ini. la pun berdiri dari
kursinya dan berjalan berkeliling ruangan. Semua orang
kembali tak bersuara. Kibasan jubah, sayap, dan pakaian
hitam Divka mengeluarkan aroma harum yang sangat nikmat
seperti mawar di pagi hari. Sesekali Pangeran Pertama
mencuri pandang, berharap seandainya saja wanita langsing
berpakaian serbahitam ini bukan seorang penyihir.
"Mungkin ia sudah kujadikan permaisuri." Pikir
Pangeran Pertama.
Mendadak....
"Tok!" Demikian bunyi tongkat kayu yang mendarat
di atas kepala Pangeran Pertama, menyebabkan mahkotanya
jatuh miring menutupi mata kanannya.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak, monyet! Kamu pikir
aku mau kamu sentuh? Sekali lagi pikiranmu kotor begitu,
kamu akan aku ubah menjadi bekicot! Mengerti?" Bentak
Divka. Kebetulan ia berdiri tepat di belakang Pangeran
Pertama ketika ia melancarkan pukulan dengan telak.
Pangeran Pertama hanya tertunduk, bahkan tidak mau repot-
repot membetulkan letak mahkotanya. Ia tidak berani
berkomentar apa pun juga, apalagi berpikir untuk membalas.
Ia mencoba mengosongkan pikiran.
Divka kembali berjalan dan akhirnya kini berhadapan
langsung dengan si Penasihat Kerajaan. Mereka berdua saling
pandang beberapa detik.
"Lalu?" Tanya Penasihat Kerajaan yang mulai merasa
risi dengan pandangan tajam Divka.
"Aku bisa membantu kalian...," jawab Divka.
"Tapi ada syaratnya...," Penasihat Kerajaan menyambut
berita itu sebelum Divka sempat menuntaskan kalimatnya.
"Apa?" tanya Divka cepat sembari menyipitkan matanya
dan melemparkan pandangan tajam ke arah Si Penasihat
Kerajaan.
"Tanpa ilmu sihir!" Tegas Penasihat Kerajaan.
Divka kembali diam, berpikir keras. la berdiri lama
sambil menopangkan dagunya di atas jemari tangannya yang
lentik. Jemari yang dihias oleh berbagai cincin perak yang
terukir indah, salah satunya berbentuk kepala tengkorak
berlilit ular. Para hadirin menanti dengan penuk penasaran.
"Baik, tanpa ilmu sihir!" Katanya menyetujui.
"Dan satu lagi...," sergah Penasihat Kerajaan.
"Apa lagi?" Potong Divka.
"Tanpa ada yang dirugikan!"
"Oke... tanpa ilmu sihir dan tanpa ada yang dirugikan!"
Divka kembali mengangguk.
"Sekarang begini, saya ingin segera menuntaskannya.
Ikuti semua perintah saya. Saya ingin semua bongkahan
berlian itu dalam waktu lima menit ada di atas meja ini!"
Sentak Divka.
Lima menit kemudian 36 bongkah berlian, dengan
kilauan jernih bagaikan cermin terkena sinar matahari, sudah
terkumpul di atas meja. Para prajurit yang mengangkuti
berlian-berlian itu terkapar di atas tanah, kehabisan napas
karena harus menguras semua sisa tenaga untuk membawa
36 berlian kurang dari lima menit.
Para permaisuri tampak tidak berkedip menikmati
indahnya cahaya yang terpantul oleh lapisan-lapisan
bongkahan berlian. Beberapa di antaranya berbisik-bisik
membicarakan keindahan berlian-berlian itu, beberapa saling
sirik dan mengiri atas pembagian yang dianggap tidak adil
itu. Ketiga pangeran berdiam diri dan berpikir, mengira-ngira
apa yang akan dilakukan Divka. Si Penasihat Kerajaan
mengawasi Divka agar ia tidak berbuat curang. Dan, para
tetua kebanyakan sudah tertidur pulas di kursinya masing-
masing.
"Aku akan membantu kalian dengan syarat yang kalian
minta, tidak menggunakan ilmu sihir dan tidak ada yang
dirugikan." Ucap Divka sembari meraba salah satu bongkah
berlian di atas meja ini .
"Namun untuk melaksanakannya, aku membutuhkan
kerendahan hati dari kamu!" Tangannya menunjuk pada
Penasihat Kerajaan.
"Maksudmu?" Tanya si Penasihat Kerajaan seraya
mengernyitkan dahi. Tangannya kembali sibuk memuntir-
muntir janggut putihnya.
"Aku harus meminjam bongkah berlianmu, dengan janji
akan aku kembalikan seutuhnya, dan kamu tidak akan
dirugikan sama sekali. Setuju?"
"Bagaimana aku bisa percaya padamu?"
"Kalau begitu aku pulang saja!" Sentak Divka tak sabar.
Serentak Pangeran Pertama dan Kedua berteriak, "Hei,
yang benar dong! Penasihat macam apa kamu? Tidak mau
merelakan sebentar milikmu untuk menjaga keutuhan
kerajaan?"
Penasihat Kerajaan kembali diam, dan kemudian
mengangguk kendati di dalam hati merasa sangat kesal.
Bahkan terlintas di kepalanya bahwa membawa Divka ke
kerajaan itu bukanlah hal yang baik sama sekali. Namun,
semua sudah terjadi, kini mereka harus menunggu hasilnya
dengan pasrah.
"Baiklah! Lakukan yang menurutmu baik!"
"Nah, itu yang kutunggu dari tadi. Sekarang, semua
dengarkan kata-kataku. Aku ingin semua orang menyimak.
Pasang kuping kalian baik-baik, jangan ada sedikit pun dari
perkataanku yang teriewat. Dan, ini berlaku untuk semua
yang ada di ruangan ini!" Divka kemudian meloncat ke atas
meja. Sayapnya terkembang indah bagai kilatan bayangan
hitam, dan ia mendarat dengan begitu gemulai. Sulit
dibedakan apakah ia sekadar meloncat atau terbang ke atas
meja.
"Hm, kini kita memiliki 36 bongkah berlian. Jadi, kita
lupakan dulu kalau satu di antaranya yaitu milik Penasihat
Kerajaan." Ujar Divka dengan tegas.
Semua yang hadir berdiam diri untuk mendengarkan
dengan saksama. Bahkan, Pangeran Ketiga pun kali ini
terdiam dan mengeluarkan kepalanya dari balik jubah yang
biasa menutupi wajahnya. Ia mendengarkan, walau arah
berdirinya terbalik dan membelakangi orang-orang. Rupanya
ia masih kebingungan, mencari-cari dari mana suara itu
datang
"Oke, 36 bongkah. Dan, Anda, Pangeran Pertama,
bagian sah Anda yaitu setengah dari 35. Hasilnya menjadi
17,5 sedangkan Anda ingin mendapatkan 18 karena tidak
mungkin berlian itu dipotong-potong. Oleh karena itu, kini,
bila kita punya 36 maka bagianmu menjadi setengah dari
36. Kamu bisa mendapatkan apa yang kamu mau, yaitu 18
bongkah berlian!"
Pangeran Pertama tertawa puas. Ia merasa mendapatkan
apa yang diinginkannya, dan ia tak sabar ingin tahu siapa
yang akan menjadi tumbal bagi kerugian di akhir pembagian
itu.
Divka menengok ke arah Pangeran Kedua dan berkata,
"Pangeran Kedua, kamu menuntut sepertiga dari 35, yaitu
11,6. Dan kamu menginginkan 12. Maka, dengan adanya 36
bongkah ini, sepertiganya yaitu 12. Kamu boleh
mendapatkan 12 bongkah berlian. Sejauh ini semua adil
bukan?"
Pangeran Kedua mengangguk seraya tersenyum
gembira. Namun, wajah Penasihat Kerajaan terlihat ragu,
sibuk menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya. la
melipat tangannya dan tidak melepaskan pandangannya dari
Divka.
"Dan, kamu Pangeran Ketiga. Hoii! Pangeran Ketiga...
hei! Lihat sini! Hoii!"
Divka berteriak-teriak memanggil Pangeran Ketiga yang
kini sudah berjalan menjauh dari meja, masih mencari-cari
dari mana suara memanggil itu berasal.
"Eh, Penasihat Kerajaan, bisa tolong...." Divka melirik
kepada Penasihat Kerajaan dan menunjuk ke arah Pangeran
Ketiga yang kini sudah berada dekat pintu keluar.
Diperlukan waktu kurang lebih sepuluh menit untuk
mengikat Pangeran Ketiga di kursinya. la tersenyum.
Akhknya, ia menemukan sumber suara itu.
"Kamu, Pangeran Ketiga yang dungu! Sepersembilan
dari 35 yaitu 3,8 dan kamu akan saya beri 4, karena kita
punya 36 bongkah sekarang. Sepersembilan dari 36 yaitu
4, benar begitu? Tolong mengangguk kalau mengerti." Divka
menatapnya tajam dan mengacungkan tongkat kayunya.
Pangeran Ketiga mengangguk dan menjawab, "Iya, aku
mengerti. Sekarang aku tahu kalau sejak tadi itu yang
berpidato yaitu kamu. Kamu tahu tidak? Sedari tadi aku
mencari-caa... hmmmp... hmp!"
Tongkat Divka kembali berayun dan mantra ia ucapkan,
"Slapstik!" Dan, mulut Pangeran Ketiga seketika terkatup.
"Ya, sedari tadi, dong!" Pangeran Pertama berkomentar
geli melihat Pangeran Ketiga yang bingung karena mulutnya
tidak dapat dibuka. Kedua bibir menempel bagai diberi lem
super.
"Tunggu! Lalu, bagaimana dengan bagian aku?
Bukankah semua harus adil?" Buru-buru Penasihat Kerajaan
berjalan mendekati Divka yang masih berdiri di atas meja
kayu. Si Penasihat mengangkat kedua tangan untuk
mengungkapkan kebingungannya.
"Sabar, bapak tua. Aku belum selesai. Eh, ngomong-
ngomong, pernahkan ada yang berkomentar kalau kamu
tidak pantas memakai jubah biru?" Divka menjawab dengan
sinis.
"Kita akan menghitungnya kembali. Oke?" Lanjut
Divka. "Pangeran Pertama mendapatkan 18 bongkah,
Pangeran Kedua mendapat 12 bongkah, dan Pangeran
Ketiga mendapat 4 bongkah. Semuanya puas dan aku tidak
melihat ada satu pun dari pangeran yang mengeluh. Nah,
kini kita jumlahkan semua yang dimiliki oleh ketiga pangeran
itu: 18 + 12 + 4 = 34. Padahal di sini kita punya 36 bongkah.
Itu berarti 36 dikurangi 34 sama dengan 2. Yang satu jelas
milikmu, Penasihat Kerajaan. Dan, yang satu lagi... menjadi
milikku!"
Ia melengkungkan tubuh indahnya ke depan,
mengambil satu bongkah berlian yang paling besar lalu
tertawa dan berkata, "Selesai sudah! Semua bahagia, tidak
ada ilmu sihir, dan tidak ada yang dirugikan. Selamat malam
para tamu kerajaan sekalian! Terima kasih atas undangan
kalian hari ini. Senang berbisnis dengan orang-orang tolol
macam kalian! Ha... ha... haaaaa!"
la mendongakkan kepalanya, memejamkan mata, dan
mengangkat tangan kanannya yang sejak tadi menggenggam
tongkat sihir. Tangan kirinya menggendong sebongkah
berlian besar. Dan, sebelum orang-orang di sana sadar atas
apa yang terjadi, Divka menyebutkan satu mantra lagi,
"Acrosdares... melienasitpos!"
Kepulan asap ungu tiba-tiba keluar dari ujung
tongkatnya, dan dengan seketika menyelimuti tubuh Divka.
Seisi ruangan berkabut sehingga pandangan mata semua
yang hadir terganggu, tidak dapat melihat jelas apa yang
terjadi.
"Selamat tinggal!" Seru Divka untuk terakhir kalinya.
"KABUUM!"
Ruangan pun kembali senyap. Asap ungu yang tadi
mengepul di seantero ruangan raib entah ke mana. Yang
tertinggal hanyalah 14 permaisuri, tiga pangeran, para tenia
yang sebagian masih tertidur, Penasihat Kerajaan yang
kebingungan dan sibuk menarik-narik janggut putihnya. Di
meja kayu itu kini tersisa 35 bongkah berlian. Tidak ada yang
dirugikan.
da sebuah peribahasa yang mengatakan bahwa
"Lidah lebih tajam daripada pedang". Hal ini
terkadang sering kali terbukti dalam kehidupan
sehari-hari manusia, baik di bidang bisnis maupun politik,
ataupun dalam keseharian manusia ketika bersosialisasi.
Kata-kata terkadang dapat mendorong manusia untuk
berbuat dan mengambil tindakan yang amat-sangat
diinginkannya tanpa harus melakukan sesuatu pun. Jelas hal
itu dapat terjadi bila manusia dapat menggunakan kata-kata
yang dipilihnya secara tepat.
Pada kesempatan ini, saya ingin mengatakan bahwa
kata-kata yang tepat dapat berguna sebagai "Mantra", yaitu
alat beladiri manusia yang paling ampuh di sepanjang sejarah
kehidupan manusia. Pernahkah Anda mendengar ada
peperangan yang dimenangkan hanya dengan kata-kata?
Tahukah Anda bahwa Hider dapat mengumpulkan massa
sebanyak itu, mengubah paradigma berpikir mereka, dan
kemudian membuat mereka mendukung aksi gilanya dengan
hanya bermodalkan kata-kata?
Atau, bagaimana bila saya katakan bahwa dengan
menggunakan kata-kata yang tepat, Anda dapat melakukan
hal-hal yang selama ini tidak pernah Anda bayangkan
sebelumnya? Hal yang paling sederhana saja. Misalnya,
memengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang Anda
minta. Atau, menyelesaikan masalah Anda yang sebelumnya
sulit Anda pecahkan sendiri. Atau mungkin, mendapatkan
posisi yang lebih tinggi lagi di dalam pekerjaan, atau bahkan
membaca pikiran lawan bicara sembari Anda berdialog
dengannya?
Percaya atau tidak semua itu dapat Anda lakukan bila
Anda mampu menggunakan "Mantra" yang tepat ketika
berdialog dengan lawan bicara Anda. Sekadar tambahan,
tidak sedikit sejarah manusia yang berhasil diubah oleh para
tokoh termuka di dunia, hanya dengan kata-kata yang tepat
dan penyampaian yang sempurna.
Mahatma Gandhi, misalnya. Apakah ia yaitu orang
yang memenangkan pertempuran dengan senjata? Saya rasa
tidak demikian! Ia menggunakan kata-kata, pendekatan, dan
karisma yang tepat dalam memenangkan peperangannya.
Masih ada lagi, Ibu Teresa. Ia mendekati manusia dengan
cinta yang tulus, kata-kata yang tepat, dan rasa sayang yang
hangat. Berapa ribu manusia yang telah ia tolong? Luar biasa,
bukan, bagaimana semua itu dapat terjadi?
"Mantra" yang tepat digunakan pada waktu yang tepat
niscaya dapat mengubah segalanya. Dan, "Mantra" itu lah
yang akan kita bicarakan sekarang!
Berbuat dan Berkata-kata
Pada zaman dahulu kala, ketika manusia hidup di zaman
prasejarah dan ketika kehidupan sebagian besar berlangsung
di dalam gua gelap tanpa penerangan sedikit pun, manusia
harus melakukan banyak hal untuk dapat mengungkapkan
pendapatnya kepada masyarakat di dalamnya. Mereka marah
ketika merasa lapar. Mereka beringas kepada lawan jenis guna
mendapatkan kepuasan seksual yang mereka inginkan.
Bahkan, mereka harus saling bunuh untuk mendapatkan
pembagian makanan yang dianggap hak milik mereka.
Tujuan semua ini yaitu memberitahu lawan bicara tentang
apa yang sebenarnya mereka inginkan. Tak hanya itu,
komunikasi ini dimaksudkan untuk mengubah pemikiran
lawan bicara untuk mengikuti apa yang mereka inginkan.
Namun, sejak ditemukannya kata-kata, manusia dapat
mengubah pikiran sesamanya atau bahkan memanipulasi
pemikiran lawan tanpa harus melakukan apa-apa selain
berbicara. Contoh paling sederhana yang sering kali kita
gunakan sehari-hari tatkala berbicara dengan teman kita
yaitu , "Lebih baik kamu tidak memakan makanan itu.
Rasanya seperti sampah!" atau, "Apakah kamu yakin ingin
bepergian malam-malam begini dalam keadaan yang rawan
dan tidak menentu seperti ini?"
Kata-kata merupakan salah satu cara untuk membuat
orang mengubah pikirannya dan mengambil tindakan yang
lain. Tentu saja, perubahan itu bisa terjadi ketika disertai
oleh penekanan dan keyakinan yang benar dalam berkata-
kata. Dan, hal ini juga membuktikan bahwa kita dapat dengan
mudah memanipulasi pikiran orang untuk melakukan apa
yang kita kehendaki. Dengan demikian, kata-kata dapat kita
gunakan sebagai senjata yang paling ampuh di dalam
kehidupan kita.
Uniknya, kita jarang sekali sadar bahwa dengan
menggunakan kata-kata yang tepat—kata-kata sudah kita
pelajari semenjak kecil—kita dapat dengan mudah
mengubah berbagai hal yang ada di sekitar kita. Dengan kata-
kata kita dapat membuat hal-hal menuruti keinginan kita,
atau bahkan, membantu kita untuk membela diri di dalam
banyak hal. Secara ilmiah, apa yang akan Anda pelajari di
sini biasa disebut sebagai Linguistic Deception, yang berarti
seni berbicara untuk memengaruhi pikiran orang.
Di dalam keseharian hidup, pernahkah Anda mengalami
sesuatu hal di mana Anda ingin membuat orang lain
mendengarkan Anda, menghargai pembicaraan atau ide
Anda, membeli barang yang ingin Anda jual, membantu
Anda dalam masalah, atau mungkin membuat mereka mau
mengikuti perintah Anda tanpa harus melawannya, atau apa
pun keinginan Anda tanpa Anda harus memaksa mereka
secara langsung? Semua itu bisa dilakukan bila pendekatan
yang dilakukan tepat dan jernih serta menggunakan kata-
kata yang memang tepat dengan tema dan keadaannya.
Dunia Pikiran Manusia
Manusia dilahirkan dengan suatu anugerah yang amat luar
biasa, yang membedakannya dari hewan ataupun jenis
ciptaan Tuhan yang lain. Manusia dikaruniai pikiran yang
jelas dan jauh lebih baik dibandingkan makhluk lainnya. Oleh
karena itu, cara berpikir manusia pun dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kategori nyata. Dan , dengan
mempelajarinya, kita sedikit banyak dapat mengetahui cara
dan jalan berpikir lawan bicara kita. Bila kita melihat sedikit
lebih jauh, pada dasarnya jalan berpikir manusia dapat dibagi
menjadi:
• Unconscious / alam tidak sadar
• Subconscious / alam bawah sadar
• Conscious / alam sadar.
Begitu luasnya wilayah pikiran manusia ini sehingga salah
seorang pakar psikologi dunia, Sigmund Freud,
mengumpamakan manusia sebagai gunung es yang berada
di tengah lautan. Gunung es yang terlihat di permukaan
hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan bagian yang
sebenarnya. Bagian yang paling besar tersembunyi dari
pandangan mata dan hanya dapat dilihat apabila manusia
menelusuri kedalamannya.
Secara umum, hal ini lah yang terjadi pada manusia.
Apa yang Anda lihat pada diri orang lain hanyalah sebagian
kecil pribadinya yang mencuat ke permukaan. Sementara
itu, apa yang ada di dalam diri orang itu hanya bisa kita
ketahui apabila kita dapat menelusuri jiwanya ke bagian yang
paling dalam.
Di sini kita tidak akan membicarakan hal ini .
Namun, sangatlah baik apabila Anda dapat mengetahui cara
kerja pikiran dan jiwa manusia sebelum kita masuk ke dalam
seni yang sebenarnya. Seperti yang kita bahas tadi, di mana
manusia mempunyai tiga wilayah pemikiran, tujuan dari
mempelajari seni linguistik yaitu bagian subconscious atau
alam bawah sadar manusia. Mengapa wilayah ini yang kita
pelajari? Itu karena, di wilayah ini manusia dapat dengan
mudah dipengaruhi jalan berpikirnya tanpa ia sendiri sadari.
Dengan kata lain, orang yang bersangkutan tidak akan
merasakan bilamana jalan berpikirnya telah kita manipulasi.
Dan, jalan termudah untuk melakukan hal ini yaitu
melalui penyampaian linguistik terhadap objek yang kita tuju.
Contoh yang paling sederhana yaitu cara kerja iklan
di televisi. Yang dituju di sana yaitu subconscious mind dari
cara berpikir manusia. Pernahkah Anda melihat iklan produk
sabun, misalnya? Dalam iklan ini , mereka tidak dengan
jelas maupun langsung mengatakan pada Anda untuk
memilih dan membeli produknya (conscious way). Namun,
yang mereka lakukan yaitu pendekatan bawah sadar antara
iklan ini dengan cara berpikir Anda. Yang iklan berikan
yaitu dorongan bawah sadar. Iklan menyatakan bahwa
produk yang ditawarkan yaitu produk yang sangat baik dan
cocok untuk Anda gunakan, tanpa memaksa Anda untuk
menggunakannya. Dengan begitu, secara tidak sadar Anda
akan memasukkan memori tentang produk ini ke dalam
pikiran Anda.
Dan, memori ini —yang tersimpan di dalam alam
bawah sadar manusia—akan sewaktu-waktu keluar ke
permukaan, yaitu ke alam sadar. Hal ini terjadi ketika ada
stimulus atau rangsangan yang datang ke alam sadar Anda.
Misalnya, ketika Anda pulang ke rumah dan melihat bahwa
celana Anda terkena lumpur. Maka, alam bawah sadar Anda
yang menyimpan memori tentang iklan suatu produk sabun
cuci akan muncul ke permukaan dan masuk ke dalam pikiran
sadar Anda. Begitu lah cara kerjanya!
Berikut yaitu diagram cara kerja pikiran:
[Rangsangan sadar] [Ingatan yang tak disadari]
[Pikiran sadar] [Tindakan sadar]
Dengan penjelasan di atas jelas sekali bahwa dalam usaha
memanipulasi pikiran manusia, cara yang paling baik yaitu
dengan "menyerang" pikiran tak sadarnya. Itu karena, secara
tidak sadar stimulus ataupun rangsangan yang kita berikan
masuk ke dalam pikiran tak sadar seseorang. Dan, hal ini
akan membawa orang itu ke dalam sebuah tindakan nyata.
Oleh karena itu, dengan penyampaian yang tepat kepada
pikiran tak sadar seseorang, kita akan akan mendapatkan
hasil yang berkelanjutan dari pemikiran yang kita masukkan
ke dalam dirinya.
Dan, itu yang akan kita pelajari di dalam MANTRA.
Act and Believe
(Tindakan dan Kepercayaan)
Sebelum kita masuk lebih jauh ke dalam penjelasan Linguis-
tic Deception, kita akan menilik lebih dahulu dua hal yang dapat
diubah dan harus diubah di dalam pemikiran manusia. Hal
ini penting agar pikiran manusia itu dapat dimanipulasi untuk
menerima saran, masukan, atau melakukan segala sesuatu
yang kita inginkan. Kedua hal itu yaitu : (1) Sikap atau
tindakan dan (2) Kepercayaan.
Sikap atau tindakan. Setiap manusia mempunyai sikap
atau tindakan yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui
oleh orang lain. Hal ini lah yang harus kita ubah agar sikap
Unconscious information Unconscious mind
Unconscious longterm memory
[Informasi yang tak disadari] [Pikiran tak sadar]
[Ingatan jangka panjang yang tak disadari]
Conscious stimulus
Conscious mind
Unconscious memory
Conscious action
dan tindakan orang ini dapat sesuai dengan apa yang
kita inginkan.
K e p e r c a y a a n . Di dalam hidupnya, manusia
mempunyai sesuatu yang sangat hakiki mengenai konsep
pemikiran ataupun kehidupan, yaitu hal yang ia perjuangkan,
perdebatkan, setujui, atau pertentangkan. Sesuatu itu kita
sebut sebagai kepercayaan. Ketika manusia masuk ke dalam
zona kepercayaan, banyak hal yang melampaui logika
akhirnya dapat ia percayai. Contohnya yaitu agama. Betapa
banyak kekerasan, pembunuhan, peperangan, dan korban
yang berjatuhan hanya karena perdebatan mengenai sebuah
kepercayaan. Akan tetapi, kita tidak akan membahas agama
di sini. Kalau Anda ingin berbicara tentang agama, mungkin
Anda harus mengambil buku tebal yang Anda letakkan di
lemari Anda dan yang tidak pernah Anda buka selama
bertahun-tahun.
Sebaliknya, kita akan mengambil sebuah contoh yang
begitu sederhana tetapi dapat membuat Anda memahami
betapa pentingnya kepercayaan seseorang. Saya yakin tentu
Anda mempunyai orangtua, entahkah mereka masih hidup
atau tidak. Tapi, pertanyaan yang hendak saya ajukan di sini
yaitu apakah Anda tahu siapa orangtua Anda?
Ketika Anda membaca ini mungkin Anda akan
berkomentar bahwa saya aneh. Jelas Anda tahu siapa
orangtua Anda. Akan tetapi, saya akan bertanya lagi, "Apakah
Anda yakin bahwa Anda tahu siapa orangtua Anda?" Lalu,
Anda akan berkata lagi bahwa Anda yakin. Tetapi, cobalah
pikirkan hal ini. Anda tahu orangtua Anda, atau Anda percaya
bahwa mereka yaitu orangtua Anda? Ini penting karena
tahu dan percaya yaitu dua hal yang sangat berbeda. Tahu
yaitu sesuatu yang didukung oleh logika, sementara percaya
mengesampingkan logika.
Anda mengatakan bahwa Anda mengetahui orangtua
Anda. Namun menurut saya, dari seluruh orang di dunia
ini, yang betul-betul mengetahui siapa orangtuanya mungkin
hanya 20%. Selebihnya hanya percaya kalau orangtua yang
mereka lihat yaitu orangtua mereka, tanpa pernah
mengetahui orangtua yang sebenarnya. Mengapa saya
mengatakan hal ini? Itu karena, saya berpikir secara logis.
Cobalah pikirkan hal berikut ini. Ketika Anda mengatakan
bahwa Anda mengetahui orangtua Anda, di mana logikanya?
Ingat, logika yaitu sesuatu yang didasarkan oleh bukti,
bukan tesis belaka.
Nah, sekarang, apa buktinya bahwa mereka yaitu
orangtua Anda? Apakah Anda mempunyai foto sewaktu kecil
ketika Anda baru dibawa keluar dari rumah sakit? Bisa saja
itu foto hasil rekayasa. Mungkjin Anda yaitu anak hasil
adopsi yang memang diambil dari rumah sakit ini . Dan,
hal itu dirahasiakan oleh kedua orangtua Anda hingga
sekarang. Kalau begitu, dapatkah Anda membuktikan bahwa
orangtua Anda saat ini yaitu orangtua Anda? Pernahkah
Anda mencocokkan DNA Anda dengan kedua orangtua
Anda? Kalau pernah dan hasilnya sama, mungkin saya baru
percaya. Tapi, itu pun saya baru percaya 75% karena mungkin
saja terjadi kesalahan pada saat pengecekan.
Apakah Anda pernah memusingkan hal ini? Saya rasa
jawabannya yaitu tidak karena Anda sesungguhnya sudah
masuk pada zona kepercayaan. Di dalam zona ini Anda tidak
mau lagi ambil pusing apakah hal itu masuk akal atau tidak.
Yang penting bagi Anda yaitu Anda percaya, terserah orang
mau berbicara apa. Persoalan ini tidak akan memengaruhi
Anda karena Anda sudah percaya.
Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan manusia akan
suatu hal akan mengubah jalan pikiran orang ini . Bila
Anda percaya angka 13 sebagai angka sial, Anda akan selalu
menghindari angka ini . Bila Anda percaya bahwa angka
8 akan membawa rejeki, Anda akan selalu mencari segala
sesuatu yang mencantumkan angka ini . Dan, sangat
disayangkan sekali bahwa kepercayaan seseorang biasanya
membuat ia memperjuangkan segala sesuatu tanpa
mengindahkan risikonya.
Sekali lagi, hal ini membuktikan bahwa kepercayaan
seseorang mengubah tingkah lakunya secara bawah sadar.
Oleh karena itu, kalau kita dapat mengubah kepercayaan
objek yang kita tuju, kita dapat mengubah tingkah lakunya.
Atau dengan kata lain, kita memasuki konsep stimulus yang
merangsang pikiran bawah sadar atau subconscious mind,
mengubah pikiran sadar atau conscious mind, dan akhirnya
menghasilkan tindakan sadar atau conscious action. Tetapi,
jelaslah bahwa mengubah kepercayaan seseorang bukan
sesuatu hal yang mudah, meski bukan berarti mustahil. Dan,
hal itu bisa kita pelajari di dalam Linguistic Deception ini.
ang pertama kali harus kita pelajari dalam Unguis
tic Deception ini tidak lain yaitu cara bicara yang
tepat dalam memberi masukan atau pendapat
kefJada lawan bicara kita. Percaya atau tidak, ada begitu
banyak prinsip psikologi di dalam seni berbicara yang dapat
digunakan untuk memasukkan pendapat ke dalam pikiran
orang lain. Walaupun begitu, tidak semua teori ini dapat
digunakan secara mutlak sesuai aturan mainnya. Masih
terdapat banyak faktor lain yang memengaruhi yang harus
dipadukan agar menghasilkan suatu bentuk yang sempurna.
Tetap saja, hal ini merupakan faktor terpenting yang menurut
saya dapat berdiri sendiri di dalam seni ini . Mari kita
bahas satu per satu.
1. Two Sides Triangle (Segitiga bersisi dua)
Kalau Anda pernah mendengar lagu Phil Collins yang
berjudul Both Sides Story, Anda akan tahu bahwa segala sesuatu
selalu mempunyai dua sisi: Sisi subjek dan sisi objek. Sisi-
sisi ini menciptakan berbagai cerita sebagai hasil sudut
pandang yang berbeda, dan biasanya sisi yang satu berusaha
merendahkan sisi yang satunya. Oleh karena itu, ketika kita
ingin memasukkan suatu paham, pemikiran, ataupun
"pemaksaan" secara tidak langsung kepada orang lain,
terlebih dahulu kita harus mengetahui apakah objek atau
lawan bicara kita itu sudah memiliki informasi dari sudut
pandang yang lain, terkait hal-hal yang akan kita sampaikan.
Kalau mereka sudah memiliki informasi itu, kita harus
menggunakan konsep dua sisi, yaitu menunjukkan sisi yang
salah dan alasan mengapa sisi ini dikatakan salah. Hal
ini perlu dilakukan karena objek/lawan bicara kita sudah
mengetahui informasi lain tentang hal yang ingin kita
sampaikan. Jadi, kita harus menunjukkan kepada mereka
bahwa sejak dulu kita sudah mengetahui informasi yang jatuh
kepadanya itu. Karena, kalau tidak demikian, mereka tidak
akan percaya dan timbullah rasa curiga.
Berikut yaitu contoh praktisnya. Ada orang ingin
membeli sepatu di dua tempat yang berbeda. Kebetulan salah
satu toko sepatu ini yaitu milik Anda. Maka, Anda
harus mengetahui apakah lawan bicara Anda mempunyai
pilihan sepatu di tempat lain. Kalau benar demikian, kita
harus memasukkan sudut pandang tentang sepatu yang lain
itu. Misalnya, sepatu itu memang bagus jika dibandingkan
dengan sepatu yang Anda jual. Tetapi, apa betul harga yang
ditawarkan masuk akal untuk sepasang sepatu? Saya rasa
orang seperti Anda bisa memanfaatkan permainan logika
dalam memilih sesuatu. Di sini kita memberikan informasi
dari dua sisi tentang sepatu yang kita jual dan sepatu yang
orang lain jual. Dan juga, di sini kita menggunakan
kelemahan kita sebagai kekuatan (sepatu yang kita tawarkan
tidak sebaik yang dilihat calon pembeli di toko lain, tetapi
harganya lebih masuk akal). Kelemahan sebagai kekuatan
akan kita bahas di dalam bab berikutnya.
Mari kita simak contoh lain di dalam kehidupan
manusia. Belakangan ini kita banyak kali mendengar
terjadinya perselingkuhan dalam hubungan percintaan.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Itu karena si objek secara tidak
sadar diberi pesan dua sisi dari si subjek dan ia menerimanya
begitu saja.
Misalnya saja, Anda sebagai seorang pria tertarik pada
wanita yang sudah memiliki kekasih, atau sebaliknya. Anda
mengetahui berbagai kekurangan sebenarnya ada pada diri
sang kekasih. Tak hanya itu, Anda pun mengetahui bahwa
objek Anda secara tidak langsung juga sudah mengetahui
kekurangan yang pada diri kekasihnya. Maka, keadaan ini
menunjukkan bahwa si objek sudah sadar akan informasi
dua sisi ini . Dengan demikian, untuk memengaruhinya
Anda harus menggunakan metode dua sisi ini .
(Tunjukkan sisi yang salah dan jelaskan alasan mengapa hal
itu salah.)
Beritahulah si objek bahwa Anda paham benar keadaan
ataupun informasi dari sisi pesaing Anda. Lalu, gunakan
kelemahannya dan lemahkan kelebihannya. Cari
kelemahannya satu per satu dan katakan lewat perbandingan.
Misalnya, Anda dapat mengatakan, "Saya sudah tahu kalau
kamu mempunyai kekasih yang kamu sayang. Tapi, saya
dengar ia sudah jarang memerhatikan kamu dan lebih sibuk
dengan segala kegiatannya, yang katanya demi meniti^
kariernya semata. Saya yakin hal itu juga akan mengganggu
kamu sebagai pasangannya. Bukankah arti kekasih yaitu
orang yang menyediakan waktu untuk pasangannya?"
Dengan begini kita secara tidak langsung memberitahunya
bahwa kita juga mengetahui informasi dari sisi lain dan bahwa
kita sungguh menaruh perhatian yang cukup dalam
mengenai hal itu.
Percaya atau tidak, hal ini yang selalu membuat orang
berselingkuh! Itu karena adanya perbandingan dari dua sisi
yang berbeda. (Tapi menurut saya, hal di atas bukan untuk
diteladani oleh Anda! Hal ini sekadar contoh yang saya
berikan karena fenomenanya sangat mudah Anda amati di
dalam masyarakat saat ini. Jadi, bukan untuk ditiru!)
2. One Side Triangle (Segitiga satu sisi)
Namun, apabila lawan bicara Anda sama sekali tidak
mengetahui informasi dari sisi yang berbeda/sisi yang lain,
sebaiknya Anda tidak menggunakan pesan dua arah.
Sebaliknya, gunakan saja pesan satu arah dan "paksakan"
pemikiran Anda tanpa memberikan perbandingan apa pun.
Andaikan kita mengulang contoh toko sepatu tadi.
Apabila kita yakin bahwa si pembeli belum melihat atau
mendapatkan informasi apa pun tentang sepatu yang lebih
baik di toko lain, Anda tidak perlu membuat perbandingan
sama sekali. Anda tidak perlu mengatakan hal-hal seperti
'Anda tahu sepatu di toko sebelah? Harganya mahal sekali."
Hal ini sungguh tidak perlu dikatakan karena dengan
mengatakannya Anda secara tidak langsung memberi
informasi kepada lawan bicara Anda bahwa ada sesuatu yang
menarik perhatian Anda. Secara tidak langsung, informasi
Anda itu akan menjadi perhatian lawan bicara Anda.
Meskipun Anda berusaha memberikan informasi negatif
tentang sepatu di toko sebelah, hal ini tetaplah salah, terlepas
dari informasi apa pun yang Anda berikan. Kata-kata Anda
ini akan membuat lawan bicara Anda menjadi sadar
mengenai keberadaan sesuatu yang lain, yang mungkin harus
diperhatikan juga.
Bayangkan saja, orang yang tadinya hendak membeli
sepatu di toko Anda, kini mungkin berubah pikiran dan
berkata, "Hm.. . mungkin sepatu di sana memang lebih
mahal. Tapi, siapa tahu kualitas sepatunya lebih baik?"
Ingatlah bahwa informasi—atau apa pun itu—yang buruk
bagi Anda tidak selalu berarti buruk di mata orang lain!
Menjelek-jelekkan sesuatu dapat membuat orang lain peduli
pada sesuatu itu dan menghasilkan antipati terhadap Anda!
(Berhati-hatilah saat berkata-kata!)
Atau, andaikan Anda sedang mengejar seorang kekasih.
Lalu, dengan tidak bijaksana Anda membuat perbandingan
antara diri Anda dengan orang lain yang sebenarnya tidak
pernah ada. Itu sebuah kesalahan besar! Jangan pernah
mengatakan, "Lebih baik kamu menjadi kekasih saya karena
saya sayang kamu. Kamu tidak tahu, bukan, kalau si JONI
teman kampusmu itu juga menyukaimu? Tapi, Joni itu tukang
bohong, enggak cakep lagi! Mendingan kamu sama saya kan?"
Kata-kata di atas yaitu suatu hal paling bodoh yang
pernah dikatakan orang ketika menginginkan sesuatu.
Mengapa demikian? Itu karena, kendati Anda menjelek-
jelekkan pihak ketiga, secara tidak sadar Anda juga memberi
informasi tentang adanya pihak ketiga. Ini sama halnya
dengan contoh kasus toko sepatu tadi. Anda membuat lawan
bicara Anda "sadar" tentang sesuatu yang selama ini ia sendiri
tidak pernah ketahui! Ingatlah sekali lagi, memburuk-
burukkan sesuatu dapat membuat orang lain sadar dan peduli"
pada sesuatu itu dan mengundang antipati terhadap Anda.
Ada sebuah contoh lain yang cukup menarik tentang
pemberian informasi yang tidak seharusnya terjadi. Simaklah
dengan saksama kisah berikut ini:
Alkisah ada sebuah keluarga yang baru saja mempunyai
seorangpembantu yang datang dari desa terpencil. Pembantu
ini belum pernah bekerja di kota sebelumnya sehingga dapat
dikatakan masih sangat polos dalam berbagai hal, termasuk
membaca. Suatu ketika sang Tuan dari pembantu ini
melihat berita di sebuah surat kabar tentang pembunuhan
yang dilakukan oleh seorang pembantu rumah tangga
terhadap majikannya. Lalu, dengan serta-merta sang Tuan
memanggil pembantu barunya dan menceritakan kejadian
keji yang baru saja dibacanya. la mengatakan keburukan yang
seharusnya tidak dilakukan oleh seorang pembantu rumah
tangga yang baik. la mengatakan bahwa hal itu sangat keji,
penuh dosa, dan biadab.
Bila kita memerhatikan cerita di atas, secara tidak
langsung sang Tuan memberitahu si pembantu bahwa
membunuh majikan sangatlah tidak baik dan menakutkan.
Secara bawah sadar, sang Tuan mendidik pembantunya
untuk tidak melakukan hal yang sama dengan apa yang
dibacanya.
Lalu, bagaimana menurut Anda? Baikkah hal itu?
Mungkin saja Anda berkata itu baik. Namun,
sebenarnya itu yaitu kesalahan. Ingatlah bahwa si pembantu
yaitu seorang yang baru tiba dari desa, polos, dan bahkan
tidak dapat membaca. Dan, menurut saya, pemberian
informasi baru dari sang Tuan itu tidak diperlukan karena
pengetahuan itu bersifat negatif. Mungkin saja tujuan dari
pemberian informasi ini baik. Akan tetapi, akhirnya si
pembantu yang tadinya tidak memiliki konsep tentang
pembantu yang mampu membunuh majikannya, kini
mendapatkan konsep baru. Si pembantu menjadi sadar
bahwa hal semacam itu ada, pernah dilakukan, dan mungkin
bisa dilakukan.
Contoh berikutnya yaitu tentang ketakutan sebagian
orang kepada hantu. Mengapa Anda takut kepada hantu?
Itu karena konsep hantu ada pada diri Anda. Semenjak kecil
Anda diberitahu bahwa hantu itu menyeramkan,
menakutkan, dan sangat berbahaya bagi kita, manusia. Bukan
begitu? Bayangkan bila kita tidak pernah mengajarkan
tentang apa itu hantu kepada anak kita. Kira-kira apakah
suatu saat nanti, ketika ia sudah besar, ia akan takut pada
hantu? Saya pikir tidak! Bagaimana mungkin seseorang bisa
merasa takut akan sesuatu hal bila ia sendiri tidak memiliki
konsep tentang hal itu. Apakah Anda setuju dengan saya?
Oleh karena itu, kita harus sangat berhati-hati dalam
memberikan informasi kepada seseorang. Bila dirasa tidak
perlu, jangan berikan! Itu sama saja Anda memberitahu
maling di mana Anda menyimpan uang. Tidak bijaksana,
bukan?
3. Induksi dan Deduksi Bawah Sadar
Dalam Linguistic Deception, kita juga dapat belajar
memengaruhi orang lain dengan memberi masukan bawah
sadar. Masukan itu sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu
induksi dan deduksi.
Deduksi
Dalam pendekatan deduksi, kita akan memberitahu lawan
bicara kita tentang apa yang kita inginkan dari mereka secara
langsung Mengarahkan, meminta, atau memaksa secara
langsung sebelum memberikan penjelasan kepada lawan
bicara kita. Pendekatan ini bisa saya sederhanakan sebagai:
Meminta/memerintah baru memberi alasan mengapa
mereka harus melakukan hal itu. Perhatikan contoh berikut:
Perintah: "Anda harus membeli telepon genggam
merek Hitachi karena...."
Alasan: "Telepon genggam merek itu mempunyai
fungsi yang luar biasa dan desainnya sangat
futuristik, sesuai sekali untuk kalangan muda
seperti Anda!"
Atau,
Permintaan: "Dapatkah saya menjadi
kekasihmu?"
Alasan: "Karena, sejak dulu saya telah memer-
hatikan dan menyayangimu...."
Jadi, di sini Anda dapat melihat bahwa kita mengajukan
permintaan atau perintah terlebih dahulu, sebelum kita
memberikan alasan pada lawan bicara kita. Sementara itu,
induksi bekerja sebaliknya. Dalam pendekatan ini, kita
memberikan alasan lebih dulu sebelum meminta sesuatu dari
lawan bicara kita.
Dalam beberapa hal, pendekatan deduksi jauh lebih
efektif dibandingkan induksi. Itu karena kita memberikan
inti persoalan terlebih dahulu sebelum memberikan
penjelasan. Dengan demikian, lawan bicara kita dapat dengan
mudah dan jelas menangkap maksud dan keinginan kita
secara gamblang. Sementara itu, dalam pendekatan induksi,
lawan bicara kita tidak tahu apa yang kita inginkan sampai
akhir pembicaraan tiba. Dalam pendekatan ini, lawan bicara
kita dimungkinkan salah paham akan maksud atau keinginan
kita.
Mari kita simak contoh pendekatan induksi di bahwa
ini:
Alasan: "Saya menyayangimu, menyukaimu. Dan,
dari dulu saya sudah tertarik padamu. Bolehkah
saya menjadi kekasihmu?"
Alasan: "Telepon genggam merek Hitachi itu
bagus sekali. Fungsinya, penampilannya, dan
bahkan harganya pun sangat terjangkau. Lebih
baik Anda membeli telepon itu daripada mereka
yang lain!"
Namun, seperti seni-seni lainnya, cara ini begitu fleksibelnya
sehingga Anda harus mampu melihat lawan bicara Anda
sebelum dapat memilih metode pendekatan mana yang tepat
untuk digunakan. Misalnya, andaikan lawan bicara kita
bersifat agak menantang atau kurang percaya pada hal yang
akan kita tunjukkan. Maka, dalam hal ini pendekatan induksi
akan jauh lebih berguna. Setidaknya dalam pendekatan ini
mereka dapat mendengar argumen kita sebelum masuk pada
intinya dan kita dapat dengan mudah membangun
kepercayaan pada diri lawan bicara kita.
Percaya atau tidak, biasanya anak-anak sangadah pandai
menggunakan hal ini tanpa disadari oleh orangtua mereka.
Mari kita simak contoh berikut ini:
Deduksi
Permintaan: Ma, saya ingin punya sepeda!
Orangtua mungkin terkejut. Dan, sebelum si anak
sempat menerangkan apa-apa, orangtua mungkin
langsung menolak permitaan itu.
Alasan: "Ah, untuk apa beli sepeda? Kamu belum
memerlukannya. Kan, masih banyak yang harus
dibeli. Lebih baik beli buku saja."
Hal ini terjadi karena si anak secara tidak sengaja bersifat
menantang terhadap ada orangtuanya.
Induksi
Alasan: "Ma, Andi setiap pulang sekolah selalu jalan kaki.
Andi lelah sekali...."
Permintaan: "Boleh tidak Andi minta dibelikan sepeda
supaya Andi bisa lebih cepat pulang dan tidak kelelahan?
Boleh, ya, Ma?"
Di sini lawan bicara mendengarkan penjelasan terlebih
dahulu yang dibuat sedemikian rupa agar ia memercayai poin
akhir pembicaraan. Dengan demikian, lawan bicara kita tidak
mampu langsung menolak. Dari contoh di atas terlihat jelas
bahwa pendekatan induksi sangat baik untuk membujuk
secara bawah sadar. Sementara itu, pendekatan deduksi baik
digunakan untuk menunjukkan wibawa sang pembicara.
Misalnya, pada saat pidato, seminar, dan sebagainya. Akan
tetapi, tetaplah perhatikan baik-baik sikap lawan bicara kita
terlebih dahulu.
4. Keuntungan yang Datang Setelah
Kegunaan
Dalam berjualan, biasanya ada rumusan yang sangat hakiki
di dalamnya, yaitu memberitahukan keuntungan dari barang
yang akan dijual alih-alih kegunaan sebenarnya. Itu karena,
biasanya calon pembeli/lawan bicara secara psikologis
memang tidak ingin mengetahui apa yang menjadikan suatu
barang berguna dan lebih ingin tahu keuntungannya.
Untuk memperjelas maksud saya, mari kita bedakan
antara kegunaan dan keuntungan lewat contoh di bawah
ini:
Contoh 1. Minuman ini mengandung serat yang sangat
tinggi dan juga vitamin yang sangat berguna
bagi pelarutan lemak di dalam tubuh sehingga
berguna untuk mengangkat lemak yang
tertinggal di dalam tubuh manusia ketika
mengkonsumsi makanan secara berlebihan.
{Kegunaan)
Minuman ini akan membuat Anda ramping
bagaikan model. (Keuntungan)
Contoh 2. Mobil yang Anda lihat ini memiliki kelebihan
yang sangat luar biasa. Mobil ini dilengkapi
teknologi turbo dari Jepang yang akan
menambah daya laju mobil sehingga tidak
terkalahkan. {Kegunaan)
Mobil ini bisa dipacu sangat cepat sehingga
Anda bisa berkejar-kejaran dengan polisi dan
mereka pasti ketinggalan. {Keuntungan)
Contoh 3. Bacalah buku ini karena buku ini mempunyai
banyak hal yang tidak diketahui oleh orang
awam. Di dalamnya terdapat pendidikan
tentang pengembangan diri dan intelektual
yang berguna untuk mengembangkan identitas
diri Anda. {Kegunaan)
Dengan membaca buku ini, Anda akan menjadi
orang yang sukses di segala bidang. (Keuntungan)
Setelah Anda melihat contoh-contoh di atas, tampak jelas
bahwa di satu sisi pembicara mencoba menunjukkan
kegunaan dari hal yang diyakininya sangat menarik. Di sisi
lain pembicara menunjukkan keuntungan yang akan didapat
lawan bicaranya dari hal yang sedang dibicarakan. Secara
psikologis, pendengar akan lebih tertarik pada segala sesuatu
yang berhubungan dengan dirinya secara langsung. Itu karena
adanya faktor sentuhan pribadi atau personal touch.
Ingatlah bahwa orang secara bawah sadar maupun sadar
lebih menyukai keuntungan apa yang bisa ia peroleh dan
tidak ingin membuang-buang waktu untuk menyimak
kegunaan sesuatu hal.
5. Pilihan yang Melarang: Pilihan...
larangan....
Terkadang ketika berbicara kita ingin mengubah pendapat
orang atau memberi masukan pada orang lain tentang pikiran
kita. Dan, yang paling sering kita lakukan secara tidak sadar
yaitu memberi larangan pada orang ini , bila hal yang
ia inginkan tidak sesuai dengan kemauan kita. Apakah Anda
berpikir pemberian larangan akan efektif ? Ya, tentu tidak.
Coba kita gunakan logika kita. Tatkala Anda memberi
larangan, itu berarti Anda melarang subjek ini untuk
melakukan sesuatu yang diingininya. Dan bila ia dilarang,
subjek itu akan kehilangan sebuah momen yang begitu
diingininya. Lalu, apa yang harus ia lakukan?
Di situ lah letak kesalahan kita. Kita tidak memberikan
pilihan sebagai pengganti momen ini ! Misalnya, Anda
tidak suka melihat pacar Anda merokok. Maka, Anda
langsung berkata padanya, "Hei, jangan merokok lagi! Saya
tidak suka dan itu buruk bagi kesehatan kita!" Bagi Anda
yang memang belum pernah merasakan nikmatnya rokok,
memang mudah sekali mengatakan hal demikian. Tapi,
tahukah apa yang dirasakan orang ketika mereka berhenti
merokok? Mulut mereka akan terasa sangat pahit sekali.
Sebaliknya, kita mungkin dapat menawarkan pilihan
kepada subjek ini sebagai pengganti aktivitas merokok.
Misalnya dengan berkata, "Daripada kamu merusak
kesehatanmu dengan merokok, bukankah lebih baik kalau
kamu mengunyah permen karet saja?" Atau, "Daripada
kebut-kebutan di jalan, bukankah lebih baik kamu
mendaftarkan diri untuk ikut reli mobil secara teratur?"
Meski demikian, ternyata menawarkan pilihan pada
subjek tidak selamanya berjalan mulus seperti yang kita
harapkan. Untuk kasus ini, saya menganjurkan Anda untuk
menggunakan teknik lain yang mungkin akan lebih efektif.
Teknik ini yaitu pemberian "Pilihan negatif bagi masa
depan pihak yang dikasihi".
Jangan sampai Anda dibingungkan oleh judulnya.
Maksudnya yaitu demikian: Banyak orang di dunia ini yang
secara sengaja merusak diri sendiri tanpa memikirkan masa
depannya. Orang tahu bahwa mabuk-mabukan tidak
berguna bagi masa depannya, bahwa itu hanyalah kenikmatan
sesaat. Para perokok juga begitu, apalagi orang yang
menyalahgunakan obat-obatan.
Namun, apakah mereka peduli? Saya pikir tidak.
Kenikmatan sesaat itu secara tidak langsung menutupi
pandangan orang tentang masa depannya. Dengan demikian,
yaitu mungkin bagi mereka untuk mengacuhkan masa
depannya. Berikut yaitu sebuah contoh yang menarik:
Ada seorang pria mapan yang sudah berkeluarga dan
mempunyai seorang istri yang cantik. Mereka telah
dikaruniai seorang anak perempuan yang telah berusia
14 tahun bernama Mala. Pria itu yaitu seorang perokok
berat dan istrinya setiap hari mengeluhkan hal itu. Dokter
telah mengatakan bahaya merokok bagi kesehatannya,
namun sang ayah hanya diam dan terus merokok. la
tampak tak peduli dengan kesehatannya. Pilihan demi
pilihan dilontarkan sang istri kepada suaminya. Bahkan,
sang istri sempat berkata hendak meninggalkannya bila
ia tetap merokok. Rupanya kali ini ancaman itu berhasil.
Sang suami berhenti merokok di depan istrinya, namun
tetap menjadi perokok superaktif di belakangnya. Sampai
suatu saat sang istri merasa lelah memperingatkan, lalu
membiarkannya.
Bagaimanapun, suatu malam, ketika pria itu sedang
menonton televisi dan terbatuk-batuk sambil mengisap
rokok, anaknya yang masih berumur 14 tahun itu keluar
dari kamarnya. Si anak menangis keras, merebut rokok
ayahnya, dan berkata, 'Papa, tolong berhenti membunuh
diri Papa sendiri! Mala ingin Papa ada di sana ketika
Mala sudah besar dan hendak menikah. Mala ingin Papa
ada untuk anak-anak Mala nanti. Mala tidak mau
kehilangan Papa begitu cepat."
Sejak hari itu pria ini berhenti merokok.
Sebenarnya, apa yang telah terjadi di sini? Mengapa perkataan
dokter tentang kesehatannya dan istri yang mengancam akan
meninggalkannya tidak berhasil mengubah pria dalam
contoh di atas? Namun ternyata, si Mala kecil dapat
mengubahnya? Itu karena Mala memberikan pilihan yang
tidak mengancam subjek dan tidak mendesak. Mala justru
memberikan pilihan yang pahit kepada dirinya sendiri, yaitu
kesedihan dan rasa tidak ingin kehilangan ayahnya. Ucapan
Mala membuat sang ayah memerhatikan pilihan negatif yang
ia berikan kepada masa depan orang yang ia cintai, yaitu
Mala sendiri. Renungkan dan coba pikirkan bagaimana hal
seperti ini dapat mengubah banyak aspek di dalam kehidupan
kita.
6. Ancaman Pihak Ketiga
Setelah merenungkan hal di atas, barulah hal berikut ini
menjadi lebih menarik bagi Anda. Pernahkah Anda
mendengar cerita, membaca buku, atau bahkan menonton
sebuah film tentang mafia? Nah, ini lah salah satunya. Mari
kita simak bersama.
Seorang polisi tertangkap di dalam suatu perkumpulan
mafia. Ia lalu diminta untuk mengakui sesuatu yang sangat
penting. Di sana ada seorang tukang pukul yang badannya
mungkin tiga kali lebih besar dari badan si polisi, dan
mengancam dengan berkata seperti ini, "Ayo, mengaku!
Kalau tidak saya pukul kamu habis-habisan!"
eBook by MR.
Akankah polisi itu mengaku? Ya, memang itu
tergantung filmnya, tapi biasanya tidak. Lalu, kita anggap
saja si tukang pukul melanjutkan ancamannya, "Kalau tidak
mengaku, saya setrum kamu, saya potong jari tanganmu!"
Dan, orang itu tetap bersikukuh tidak mau mengaku.
Si tukang pukul terus mengancam, "Ayo, mengaku atau saya
ikat kamu di tempat gelap dan saya paksa kamu nonton film
India selama 6 jam!" (Mungkin sekarang si polisi baru mau
mengaku!) Namun, seperti kebanyakan film, biasanya si
jagoan tetap diam seribu bahasa dan tegar.
Tapi, bagaimana dengan ancaman ini: "Ayo mengaku
atau istri dan anak kamu saya bunuh!"
Biasanya 99% orang akan mengaku. Mengapa? Hal ini
sama seperti contoh kasus sebelumnya, yakni tentang rokok.
Di sini kita tidak memberikan ancaman pada pihak yang
bersangkutan, namun pada pihak ketiga.
Bila kita kembali pada contoh rokok tadi, seperti biasa
kita tidak bisa mengatakan, "Ayo, jangan merokok karena
kamu akan meracuni dirimu sendiri!" Acap kali orang sekadar
mengangguk-anggukkan kepala karena merasa ia lah yang
berhak mengatur hidupnya, bukan orang lain. Alih-alih
berkata seperti itu, coba katakan, "Apa kamu tidak kasihan
pada ibu, istri, dan juga anak-anakmu? Tahukah kamu bila
kamu merokok, mereka selalu terkena asapnya. Dan, ini akan
membuat mereka menjadi perokok pasif dan bisa sangat
berbahaya bagi mereka? Ayo, kasihani mereka! Pikirkan masa
depan mereka yang masih panjang. Demi mereka berhennlah
merokok."
Gunakan juga hal serupa di dalam hal-hal lain, seperti
kebiasaan berjudi, mabuk, dan sebagainya.
7. Informasi Baru
Misalkan Anda sedang berjualan atau menawarkan sesuatu.
Anggaplah Anda yaitu seorang penjual sabun. Apabila
Anda berkata bahwa sabun itu dapat membersihkan tubuh
dan membuatnya wangi, dan sebagainya... maka yang Anda
berikan yaitu informasi lama yang kurang menarik
perhatian orang yang dituju. Itu karena yang Anda berikan
yaitu informasi usang yang sudah diketahui oleh orang
ini . Dan, semakin tidak menarik karena tidak
mengandung informasi baru. Tapi, kalau saja kita
mengatakan bahwa sabun ini juga bisa dimakan Jelas, hal
ini akan menarik perhatian orang karena itu yaitu informasi
baru yang belum pernah ia dengar sebelumnya. (Lagipula
bukankah memang semua sabun itu dapat dimakan?
Walaupun harus bertaruh nyawa!)
Poinnya di sini yaitu informasi baru akan selalu tampak
lebih menarik. Cobalah pikirkan hal ini dalam konteks
kehidupan Anda sehari-hari. Masukkan berbagai informasi
baru yang bisa membuat diri Anda menjadi pusat perhatian!
Dan, tahukah Anda bahwa gas elpiji itu sebenarnya tidak
berbau? Mungkin, Anda akan menyangkalnya karena Anda
yakin kalau tabung gas elpiji bocor maka akan timbul bau.
Betul! Akan tetapi, sebenarnya gas elpiji memang tidak
berbau! Hanya saja, di dalam proses pengemasannya, gas
itu diberi aroma khusus. Hal ini dimaksudkan agar gas
menghasilkan bau yang unik dan mudah dikenali manakala
tabungnya bocor! Menarik, bukan? Mungkin, karena ini
yaitu informasi baru bagi Anda!
Sekali lagi, jangan lupa. Seperti yang sudah kita bahas
sebelumnya, berhati-hatilah dalam memberikan informasi
baru. Jikalau informasi baru itu cenderung bersifat negatif,
eBook by MR.
akan lebih baik bagi Anda untuk tidak menyebarkannya agar
tidak terbentuk konsep yang tidak perlu.
8. Perumpamaan
Pernahkah Anda mencoba menyampaikan sesuatu kepada
orang lain, namun tidak berhasil? Memang, di dalam
percakapan perkataan secara langsung dan terus-terang dapat
membuat segala sesuatu menjadi tidak efektif. Bahkan,
kadang malah tidak berguna bagi kedua belah pihak.
Di dalam hidupnya manusia selalu menggunakan
perumpamaan dalam berbicara. Bayangkan saja ketika kita
masih kecil. Seberapa banyak dongeng yang dituturkan
kepada kita agar kita memahami hal-hal baik yang sebenarnya
dapat disampaikan secara langsung?
Pernahkah Anda mendengar kisah Malin Kundang?
Untuk apa kiranya cerita ini dibuat? Tidak lain hanya
untuk mengatakan bahwa sebagai anak sebaiknya kita
menurut dan tidak kurang ajar pada orangtua. Hanya itu
saja intinya. Dan, itu disampaikan lewat perumpamaan yang
berbelit-belit. Anehnya, anak-anak lebih menangkap pesan
yang disampaikan lewat cerita, bukan?
Hal ini membuktikan bahwa manusia lebih dapat
menerima hal-hal yang bersifat perumpamaan di dalam
hidupnya. Dan, hal ini dapat kita gunakan sebagai senjata
dalam seni berbicara. Cobalah cari sebuah perumpamaan
yang tepat, lalu sampaikan melaluinya.
Berikut yaitu contoh kasus yang saya alami sendiri:
Pernah satu ketika saya ditawari obat terlarang oleh
kawan saya. Di sini saya dihadapkan pada hal yang
sangat sulit. Di satu sisi saya tahu bahwa hal itu
tidak baik, namun di sisi lain ia yaitu kawan lama
saya yang memang sudah terbiasa dengan obat-
obatan. Artinya, saya sedang menghadapi orang
yang jelas-jelas sulit diberi pengertian.
Mungkin, saya dapat menjelaskan padanya
bahwa obat-obatan semacam itu akan berakibat
buruk baginya dan bahwa saya tidak akan
menggunakannya. Namun, apa hasilnya? Ada
kemungkinan saya akan membuang-buang waktu
seharian penuh dengan orang itu tanpa hasil
apapun. Ingatlah hal yang sudah kita bahas di atas:
Informasi itu sudah usang... bukan informasi
baru!
. Saya mungkin saja menolak obat-obatan
ini sambil marah. Tapi, itu pun tidak akan
membuahkan hasil. Oleh karena itu, saya
menggunakan sebuah metode yang saya sebut
"The Confusing Double Ques t ions" atau
Pertanyaan Ganda yang Membingungkan.
Maka, saya berkata padanya, "Ah, saya tidak mau
coba itu...."
Ia pun tangkas membalas, "Coba dulu, dong!
Biar tahu rasanya. Nanti pasti minta lagi, kamu
kan belum pernah mencoba. Nah, mau enggak?
Kalau belum pernah coba mana tahu? Semua itu
kan harus dicoba dulu baru tahu!"
Saya pun menjawab, "Eh, kamu pernah enggak
digigit ular?"
"Belum!" katanya.
"Hm, mau coba enggak?
"Apa kamu gila?!" katanya lagi.
Kemudian, saya kembali berkata, "Lho, kan
kamu belum pernah coba? Coba dulu dong, siapa
tahu enak!"
Tak mau kalah, kawan saya itu menimpali,
"Mana mungkin enak? Semua orang juga tahu
kalau yang namanya digigit ular itu bahaya!"
"Nah, berarti kamu tahu kalau digigit ular itu
bahaya padahal kamu belum pernah coba, kan?
Begitu juga saya. Saya tahu kalau yang namanya
narkoba itu bahaya. Begini saja, saya beli ular dulu,
lalu saya bikin ularnya menggigit kamu, nanti baru
saya pakai obat kamu. Oke?"
la pun terdiam tanpa kata






.jpeg)
