Tampilkan postingan dengan label Pesulap 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pesulap 1. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Oktober 2025

Pesulap 1

 


"Bagi saya, pesulap  merupakan sosok seniman yang bisa 

menghormati karyanya sebagai profesi secara pas, lengkap dan 

sempurna. pesulap  tak hanya sekadar larut mengikuti arus, tetapi 

bergulat dengan kreativitas, inovasi, dan ide baru secara konsisten 

dan terus menerus. Itu sebabnya, menikmati karya pesulap  di 

panggung, di jalan, di tv, dan di buku... semua setara: sempurna, 

menghibur, memberi inspirasi, dan terkesima sambil berdecak 

kagum, "kok bisa ya...!" 

Anwar Fuadi 

"Di mata saya, sosok seorang pesulap  biru  yaitu  seorang 

manusia dengan kemampuan yang extraordinary dengan prestasi 

yang mengagumkan dan mencengangkan semua orang. Saya 

menaruh harapan yang besar dengan akan diterbitkannya 

psikologi tentang achieving goals yang akan mencerdaskan bangsa 

Indonesia dan mungkin dunia internasional. BRAVO!" 

Ari Tulang 

"Sebuah KARYA dari orang yang sangat mencintai seninya... 

bahkan dengan pengorbanan! Semua karena sifatnya yang 

perfectsionist." 

Bob Sadino 

"Karya pesulap  biru  yaitu  sesuatu yang menakjubkan. 

Sudah pasti ia memproses dan mempelajari seni ini dengan penuh 

ketekunan dan hasilnya sudah pasti merupakan aset nasional. 

Nasihat saya yaitu  apapun yang Anda pelajari hari ini yaitu  

hasil pengalaman kemarin dan hari-hari sebelum kemarin... 

karena pengalaman jelas lebih nyata dibanding teori." 

Dimas Wahab, Komisaris Utama TVRI 

"Tidak banyak orang di dunia ini yang totalitas dan sukses dalam 

menjalankan profesinya seperti pesulap  biru ." 

Dr. H. Rahmat Shah, Konsulat Jendral Turkey 

"pesulap  yaitu  sosok 'langka' luar biasa dengan kreatifitas untuk 

melakukan apa yang tak terpikir oleh orang lain.... Di mana dengan 

keahliannya beliau mencapai prestasi tertinggi di dunia. la 

termasuk salah satu anak bangsa yang berprestasi dalam rekor 

dunia yang secara langsung mengharumkan nama bangsa dan 

negara Indonesia! Sebagai abang, kami mendoakan semoga ia 

tak pernah kendur semangatnya dan tetap diberi kebahagiaan 

serta keberhasilan dalam mengarungi kehidupan dan karier ke 

depan!" 

"Memiliki khayal dan mimpi yaitu  sensasi dalam hidup, 

mewujudkannya menjadi kenyataan yaitu  kepuasan jiwa melebihi 

segalanya.... Buku ini menceritakan bahwa menjadi manusia 

yaitu  sebuah takdir dan kenyataan. Menjadikan hidup penuh 

arti yaitu  pilihan dan keputusan!!!" 

Gatot Soenyoto, seniman senior Indonesia 

"Ini merupakan sebuah karya seni dari seorang mentalis bernama 

pesulap  biru . pesulap  merupakan sebuah fenomena di 

bidangnya. VIVA pesulap ! Maju terus jangan pernah berhenti." 

George Wenur, F & B director Four Season Hotel 

"He has been a trend setter on what he is doing, keep it up and 

always be the cutting edge" 

Harry Roesly (aim) 

"Semua karya pesulap  itu masuk di akal dan dilakukan dengan 

logika... ketekunan yang bertahun-tahun.... Bukan magis atau 

sihir! Tetapi benar-benar murni logika.... Itu yang membuat dia 

hebat." 

Hary Tanoesudibyo, Group CEO Bimantara, Citra, 

Group Executive Chairman Bhakti Investama dan Dirut 

RCTI & MNC 

"Saya mengenal pesulap  biru  sebagai seseorang yang sangat 

percaya diri dan memiliki kelebihan yang sangat luar biasa. Panda 

bergaul dan tidak tinggi had juga merupakan sifatnya yang 

membuatnya disukai oleh banyak orang. Harapan saya agar buku 

ini dapat menjadi referensi bagi siapa saja yang ingin meningkatkan 

kemampuannya, khususnya dalam pengendalian diri dan 

ketajaman berpikir secara lebih optimal. Selamat saya ucapkan 

kepada D C ! " 

Ilham Bintang, Pemred tabloid C&R 

"pesulap  biru  sangat berjasa mengangkat martabat 

pertunjukan sulap dari semula seperti sepele, marginal, beraninya 

hanya bohongin anak-anak, dan mainnya di pinggiran, paling top 

di pasar malam—menjadi mata acara bergengsi kini. Jasa 

terbesarnya, sulap dibuatnya menjadi permainan "mental" dan 

dikemasnya menjadi pertunjukkan spektakuler, yang membuat 

orang terhibur sekaligus terangsang berpikir. Sulap pun tampak 

serius karena digerakkan oleh separuh kerja kesenian dan 

separuhnya ilmu pengetahuan. Maka itu menarik untuk 

menelusuri percikan permenungan pesulap  yang sekali ini 

diterbitkan sebagai buku." 

Jend. TNI (Purn). Agum Gumelar 

"Sebuah karya dari seorang yang di mata saya mempunyai 

komitmen yang tinggi kepada profesi yang dia tekuni, seorang 

yang peka terhadap masalah sosial/kemanusiaan, dan juga 

masalah kebangsaan." 

Kahfi Siregar, Redaktur Senior Tabloid CR 

"pesulap  biru  bukan manusia biasa. la piawai menembus 

batas-batas kemampuan orang pada umumnya. Kehebatannya 

mengerjakan hal biasa dengan cara-cara yang luar biasa menjadi 

bukti bahwa ia orang yang kreatif dan punya talenta. Mengenal 

dirinya seperti membaca lembaran-lembaran buku dengan sejuta 

kisah spektakuler, membuat alam pikiran kita penuh dengan 

imajinasi." 

Krisdayanti 

"pesulap  biru  dikenal oleh masyarakat luas sebagai seorang 

mentalis yang berbakat. la memiliki ciri khas tersendiri, baik dari 

segi penampilan fisiknya maupun dari setiap pertunjukan yang 

digelarnya. Keunikan dan kemahirannya ini  memikat 

masyarakat dan membuat dirinya menjadi salah seorang 

entertainer papan atas di negeri ini. Berdasarkan pengalaman-

pengalaman yang telah ia lalui selama ini dalam menjalani 

profesinya, maka saya kira sekarang yaitu  waktu yang tepat 

baginya untuk membagikan ilmu dan pengalamannya ini  

kepada masyarakat melalui buku ini. Semoga buku ini dapat lebih 

memasyarakatkan dunia mentalis di Indonesia. Congratulations!!" 

Remy Soetansyah, pengamat entertain dan tokoh wartawan. 

"pesulap  biru  yaitu  pribadi yang keras dalam pencapaian 

eksistensinya, tetapi lentur dalam pemahaman. la penuh strategi 

dalam berkarier. Sebagai seorang mentalis, ia sangat menghibur 

dan berjiwa entertainer sekali, baik dari teknik maupun 

penampilannya. Makanya ia sukses. Sumpah mampus gue selalu 

terkagum-kagum setiap dia action." 

Rhenald Kasali 

"Ia bukan sekadar "pembaca pikiran" untuk menghibur, tetapi 

secara riil membaca pikiran pasar, dan menciptakan standar 

hiburan massal baru. Seluruh karyanya dapat dijelaskan secara 

logis, dan pesulap  memperkayanya dengan mitos dan cerita." 

Rosemary Abrahams, Vice Principal of Jakarta Inter­

national School 

"pesulap 's input was extremely valuable to the school's students 

of psychology!" 

Sys NS 

"pesulap  biru  yang saya kenal, yaitu  sosok yang unik, trik, 

eksentrik, menggelitik, asyik, dan menarik. Juga sebagai manusia 

yang aktif, reaktif, partisipatif-kreatif, dan inovatif. Di dalam 

kariernya, ia yaitu  jenis manusia pekerja keras, profesional, 

intelektual, bermoral, dan ngepas. Yang kesemua itu ditekuninya 

secara konsisten dalam jalur: SULAP SULIP SESULAPAN. 

Good luck and all the best." 

Tantowi Yahya, a friend and an admirer 

"Dengan sentuhan hiburan yang tinggi, serta pengetahuannya 

yang cukup mapan tentang marketing, pesulap  biru  telah 

berhasil menyulap ilusi menjadi atraksi yang menghibur dan 

berkelas di Indonesia. Dia juga berhasil menjadikan dirinya ikon 

sulap, genre hiburan yang selama ini tidak begitu dianggap 

masyarakat. pesulap  biru  is entertainingly misterious." 

Tika Panggabean 

"pesulap  biru  = misterius, smart, tangguh!!! Want to learn 

how to achieve your goals, ask pesulap  biru ..." 

Tito Sulistio, pengamat ekonomi, penulis buku Mencari 

Ekonomi Pro Pasar, dan Direktur Utama Trijaya Network 

"Unik! Itu persepsi saya pertama kenal pesulap . Smart! Itu penilaian 

selanjutnya jika sudah berdiskusi. Kreatif! Jika sudah melihat 

kreasi kerjanya. Sosok yang sopan jika sudah mengenal dirinya. 

He's more than just a magician." 

Z. Hans Miller Banureah, Ketua Departement Infotainment 

PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) 

"Menyebut nama pesulap  biru  yaitu  menyebut entertainer 

sejati. Mentalis penuh misteri, tapi selalu membuat misteri tak 

menjadi misteri. pesulap  hadir dengan pengakuan bahwa 

mentalism bukanlah mistik. Itu semua mengubah pemahaman 

awam terhadap aliran games yang dijalani pesulap . Hal lain, pesulap  

selalu menyajikan permainannya dengan penampilan yang 

konsisten dan luar biasa. pesulap  biru , selain menghidupkan 

dunia mentalist di Indonesia, juga menghidupkan gairah peliputan 

terhadap dunia mentalis yang selama ini kurang menarik perhatian 

pers. pesulap , seorang manusia yang meyakini sesuatu dan berusaha 

keras berdiri di "sesuatu" itu. Dan dia sukses." 


Anda akan mengetahui sedikit tentang cara berpikir 

seseorang di balik karakter yang bisa dinikmati pemirsa dan 

penontonnya, anda akan mengetahui bagaimana seseorang 

di balik sosok yang gelap itu berpikir dan melihat dunianya, 

dan saya rasa tidak banyak orang yang mengetahui hal ini. 

pesulap  biru  yaitu  Profesional Mentalist, salah 

satu cabang The Grand Art of Magic yang keberhasilannya 

lebih menitikberatkan pada pengetahuan mendalam 

mengenai karakter dan perilaku manusia, dan pesulap  

biru  hidup secara full time dari kecintaannya ini , 

hanya mengandalkan pengetahuan mendalam mengenai 

karakter dan perilaku manusia. 

pesulap  biru .... 

Seseorang yang disamakan dengan kemampuannya 

untuk membengkokkan metal, menghentikan jam, membaca 

pikiran, dan membuat prediksi, serta semua kemampuannya 

ini  (ada pula kemampuan pribadi lainnya yang tidak 

mungkin saya sebutkan) hanya mengandalkan pengetahuan 

mendalam mengenai karakter dan perilaku manusia ini akan 

memberikan kepada Anda sedikit dari pengetahuannya. 

Ini yaitu  salah satu alasan mengapa saya sangat tertarik 

kepada buku ini, karena buku ini akan menjelaskan 

bagaimana Anda dapat mengetahui berbagai macam 

pendekatan yang dilakukan oleh pesulap  biru  saat dia 

berinteraksi dengan penontonnya dan yang paling penting, 

saat dia berinteraksi di dalam kehidupan sehari-harinya. 

Karena 70% waktu dalam satu hari kita habiskan dengan 

berkomunikasi pada diri sendiri dan orang lain, sekarang 

pertanyaannya yaitu , bagaimana jika Anda memiliki 

pengetahuan untuk memanfaatkan kemampuan komunikasi 

Anda sehingga Anda mampu memperoleh (hampir) semua 

yang Anda inginkan (seperti yang sudah saya dapatkan 

setelah beberapa tahun mengenai pesulap  biru ) hanya 

dengan mengetahui bagaimana Anda berkomunikasi? Anda 

akan mendapatkannya dari buku ini. 

Sekarang..., dapatkah Anda menyimpan rahasia? 

Karena buku ini dapat menjadi rahasia Anda di dalam 

berkomunikasi dan memungkinkan Anda memperoleh 

(hampir) semua yang Anda inginkan di dalam kehidupan 

Anda. Anda akan mempelajari berbagai macam pengetahuan 

mendasar mengenai karakter dan perilaku manusia. 

Gunakan imajinasi Anda! 

pesulap  biru  sebagai seorang mentalis yang 

sepanjang kariernya hanya mengandalkan teknik 

berkomunikasi, dan dia hidup secara full time hanya dengan 

menggunakan teknik-teknik ini. Saya rasa buku ini betul-

betul akan Anda baca dan baca ulang, serta menjadi rahasia 

gelap Anda (saya harap ini yaitu  buku terakhir, dan tidak 

ada lagi buku mengenai topik ini, karena saya tidak ingin 

rahasia gelap ini diketahui banyak orang!) dan di akhir buku 

ini, saya berharap Anda akan mengetahui Siapa pesulap  

biru ! 

Dan yang paling penting..., apa itu pesulap  biru ? 


memanipulasi, dan menghindari pemikiran orang lain yang 

tidak sesuai dengan kita. Yang kedua yaitu  Body Perception, 

di mana saya mencoba menguak secara singkat hal-hal yang 

menurut saya penting bagi Anda untuk mengetahui tanda-

tanda yang secara tidak sengaja Anda dapatkan dari 

perubahan gerakan tubuh, mata, ataupun sikap lawan bicara 

Anda. 

Karena cara penggunaan tulisan ini akan sangat berbeda 

dengan buku-buku lain, saya menganjurkan Anda untuk 

membacanya lebih dari sekali. Saya juga mengajak Anda 

untuk membacanya dari awal hingga akhir, kemudian 

mengulangnya per bagian dan membuat catatan kecil di 

halaman kosong yang telah disediakan. Ujilah metode yang 

dipaparkan secara singkat di dalam buku ini kepada kawan 

atau lawan bicara Anda. Cobalah untuk memahami apa yang 

disampaikan di sini satu demi satu. Bila Anda menemui 

kesulitan, cobalah mengulangnya lebih perlahan lagi. Setelah 

itu, tuliskan hal-hal yang Anda dapatkan dari buku ini dan 

buadah perbandingan. Bandingkan antara hal yang Anda 

praktikkan dengan contoh-contoh yang disampaikan di sini. 

Jangan tergesa-gesa. Dan, jangan membacanya seperti 

membaca sebuah novel. Sebaliknya, bacalah ini bagaikan 

seorang kawan yang sedang mengajak Anda mengobrol dan 

membagikan pemikirannya dengan Anda. Anggaplah saya 

kini berada di samping Anda sambil menceritakan kehidupan 

saya pada Anda. Anggap saja saya tengah membagikan 

rahasia-rahasia saya pada Anda. Ingadah bahwa saya yaitu  

kawan Anda dan saya tidak sedang mencoba menggurui 

Anda. 

Simaklah dengan teliti dan cobalah meresapi tulisan ini 

perlahan-lahan. Dan, yang penting, gunakan semua yang 

Anda dapatkan di dalam kehidupan Anda. Ingat, sebuah 

gagasan tidak akan berfungsi jika tetap sekadar menjadi 

sebuah pemikiran. Ide baru dapat berguna apabila itu sudah 

menjadi sebuah tidakan! 

Pikkan yang cemerlang tidaklah berguna tanpa upaya 

nyata. Dan, begitu lah cara kerja buku kecil ini: Dibaca, 

dipahami, dibahas, dan dikerjakan. Tentu saja, dengan 

harapan buku sederhana ini akan membantu Anda, apa pun 

artinya itu! 

Dan, suatu saat nanti, bila saya berkesempatan bertemu 

dengan Anda, saya akan senang bila Anda dapat 

mengkomunikasikan segala ide Anda kepada saya. Itu lah 

yang saya harapkan. 

Suatu saat nanti ... 


idaaakkkkk! Pokoknya itu tidak adil!" seru 

Pangeran Pertama. 

"Tidaaakkkkk! Semuanya penipu!" teriak 

Pangeran Kedua. 

"Curang! Semua yang ada di sini curang, tidak 

berperikemanusiaan!" sahut Pangeran Ketiga. 

"Kamu, Pangeran Ketiga! Anak kecil, kamu tahu apa? 

Kamu hanya mau mendapatkan apa yang bukan jatahmu! 

Dan, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi selama 

hidupku!" 

Demikian sergah Pangeran Pertama, kali ini seraya 

membetulkan posisi mahkotanya yang setengah miring di 

atas kepalanya yang botak. 

Pangeran Kedua melihat mereka berdua dan 

mengernyitkan dahi, lalu membuka mulutnya yang besar dan 

berteriak, "Kamu juga jangan sok tahu, kamu pikir kamu 

sebagai pangeran paling tua, kamu akan mendapatkan 

segalanya?" 

Pangeran Ketiga yang sesungguhnya sudah berumur 

21 tahun, tatkala melihat kedua kakaknya bertengkar hebat, 

langsung berjongkok dan menutupi wajah dengan jubahnya. 

Walaupun paras bundarnya itu tertutup, isak tangisnya masih 

terdengar ke luar. 

"Arghhh! Ini lagi! Dasar cengeng! Kamu sebaiknya 

jangan menjadi anak raja, tapi jadi anak babi, tahu?!" cetus 

kedua kakaknya serempak seolah sudah berlatih sebelumnya. 

Lalu, tiba-tiba pintu besar istana terbuka. Tampaklah 

seorang bertutup kepala biru yang tampaknya kebesaran 

untuk ukuran kepalanya. la berjanggut lebat berwarna putih, 

tubuhnya diselubungi sepasang sayap berwarna biru muda. 

la masuk dengan diiringi sekitar 20 tentara yang tampak jelas 

kerepotan dengan tombak-tombak mereka yang 

kepanjangan. 

"Aduh, hati-hati dong membawa tongkatrnu!" kata salah 

seorang pengawal yang kepalanya baru saja tersundul dari 

belakang. 

"Diaammm!" teriak orang bertutup kepala biru 

ini . Semua orang serentak terdiam. Orang itu pun 

melangkah maju seorang sendiri, tanpa sadar kalau para 

pengawalnya terdiam di tempat dan tidak ikut ber jalan maju. 

Lalu, mendadak ia berhenti. Demi merasakan ada yang tidak 

beres, ia menoleh ke belakang. Ketika melihat semua 

pengawalnya membeku di tempat, ia berseru marah, 

"Dasar goblok! Siapa yang suruh kalian diam? Maju 

sini! Jangan cerewet! Bukannya diam di tempat, tolol!" 

Para pasukan kembali terkejut. Kalang kabut dengan 

tongkat-tongkat mereka yang kepanjangan, mereka pun 

segera berlari maju. Dan... berhenti tepat 5 cm di belakang 

pria bersayap biru itu! 

"Wah, sekarang ada apa lagi? Mengapa Penasihat 

Kerajaan datang kemari?" tanya Pangeran Pertama. la 

berkata sambil membungkukkan tubuh dan 

menyunggingkan seulas senyum, mengejek si orang 

berpenampilan serbabiru. 

"Eh, memangnya kita harus membungkuk, ya, kalau 

dia datang?" tanya Pangeran Ketiga seraya berbisik pada 

Pangeran Kedua. 

"Tidak, goblok! Pangeran Pertama cuma ingin meledek 

dia saja. Dasar, gendut telmi!" jawab Pangeran Kedua ketus. 

"Eh, apa itu telmi?" tanya Pangeran Ketiga lagi. 

"Rasanya kalian bertiga ini memang perlu sebuah aturan 

dan pendidikan yang baku di bangku sekolah kerajaan...." 

ujar si Penasihat Kerajaan. 

"Hei! Jaga kata-katamu, Penasihat Kerajaan!" sergah 

Pangeran Kedua. 

Orang serbabiru itu tidak berkata apa-apa. la hanya 

menarik napas panjang, menebah dada, lalu berkata, "Kalau 

saja ayah kalian masih hidup." 

Pangeran Ketiga lalu mendekati Pangeran Pertama dan 

bertanya, "Memangnya Ayahanda di mana?" 

"Mati, bodoh! Ayahanda sudah meninggal! Berapa kali 

lagi kita harus menjelaskan pada orang tolol ini kalau orang 

mati tidak bisa hidup kembali?" la berseru keras. Tubuhnya 

yang kurus tinggi sedikit oleng tatkala ia harus membetulkan 

kembali letak mahkota di atas kepalanya yang botak dan 

licin. 

"Dia mirip kamu...," balas Pangeran Kedua yang juga 

tinggi kurus namun berambut panjang bak seniman 

kampung. 

"Apa kamu bilang?! Jangan sekali-kali kamu samakan 

aku dengan kodok buduk ini!" 

Pangeran Pertama tiba-tiba saja meloncat, menubruk 

Pangeran Kedua hingga jatuh terpental. Mereka pun saling 

pukul dan Pangeran Ketiga kembali berjongkok menutupi 

wajah dengan jubahnya. Ia menangis, kali ini meraung-raung. 

Demi melihat perkelahian itu, si Penasihat Kerajaan 

hanya bisa menghela napas, sementara para prajurit tampak 

kesulitan menahan tawa. 

"Ayah kalian meninggalkan berbagai warisan yang sudah 

diatur sedemikian rupa, dan kalian harus menurut i . . . " 

Orang berpenampilan serbabiru itu tiba-tiba menyeletuk 

sendiri, tidak sabaran melihat kelakuan bodoh ketiga 

pangeran ini . 

"Mana bisa begitu, semuanya tidak adil!" sentak 

Pangeran Pertama yang kini sibuk mencekik Pangeran Kedua 

yang tertelentang di bawahnya. 

"Semua ini tidak terjadi kalau orang tolol ini mau adil!" 

timpal Pangeran Kedua yang sejak tadi menarik-narik telinga 

Pangeran Pertama ke atas dan ke bawah. 

Pangeran Ketiga masih saja berjongkok, terus menangis 

dan mengusap hidungnya. 

"Kalian harus lebih bisa mengendalikan diri," ujar si 

Penasihat Kerajaan yang ternyata juga mengenakan sepatu 

berwarna biru, seraya kembali menarik napas. 

Para prajurit semakin kesulitan menahan tawa. 

"Sebenarnya apa yang kalian ributkan di sini?" tanya si 

Penasihat Kerajaan. 

"Aku tidak suka dengan cara Ayahanda membagi 

bongkahan berliannya untuk kami ber t iga . . . " jawab 

Pangeran Pertama. Kali ini ia sudah berdiri tegak, dan lagi-

lagi membetulkan letak mahkotanya yang miring. Pangeran 

Kedua sengaja berdiri di belakang seraya mengacung-

acungkan jari tengahnya ke arah Pangeran Pertama. 

"Yah, terserah kalian mau ngomong apa. Namun, itu lah 

yang ada di surat wasiat Ayahanda kalian." Tukas si Penasihat 

Kerajaan yang berpenampilan serba biru itu. 

Suasana mendadak hening sejenak. Kemudian si 

Penasihat Kerajaan mengambil selembar kertas yang 

tergulung bak teropong, membukanya, dan membacanya, 

Kerajaan antah-berantah itu terletak di sebuah daerah yang 

amat luas, dengan kekayaan yang melimpah dan diperintah 

oleh seorang raja yang bijaksana. Sang Baginda Raja 

mempunyai 14 istri dengan hanya tiga orang anak. 

Sayangnya, ketiga putra ini  tidak mewarisi sifat-sifat 

ayah mereka. 

Tiga hari yang lalu, Sang Baginda Raja yang terkenal 

keperkasaannya itu secara mengejutkan wafat di atas 

ranjangnya. Menurut para tabib kerajaan yang datang 

memeriksa, Sang Baginda Raja terkena serangan jantung yang 

langka dan belum ada obatnya pada zaman itu. Sang Baginda 

Raja kemudian dknakamkan tak jauh dari istana, di 

pemakaman raja-raja. la meninggalkan warisan harta benda 

yang sangat banyak, ribuan hektar tanah, emas, dan berlian. 

Namun sayangnya, bukan otak dan kepandaiannya yang ia 

wariskan... 

"Dengarkan ini. Ini yaitu  cara pembagian berlian 

untuk kalian bertiga. Saya rasa pembagian yang lain sudah 

tidak ada masalah lagi, bukan? Hanya soal pembagian 

berliannya saja." 

"Ya, memang begitu." kata Pangeran Ketiga cepat, 

sambil mengintip dari balik jubahnya. 

"Diam!" Sergah kedua pangeran dan si Penasihat 

Kerajaan dengan kompaknya. 

Pangeran Ketiga kembali meraung sambil menudungi 

kepalanya dengan jubah. 

Penasihat Kerajaan berkata, "Hm.. . demikian pesan 

Sang Baginda Raja: 'Anak-anakku, apabila orang yang 

senantiasa berpakaian serbabiru itu membacakan surat ini, 

berarti Ayahanda kalian kini telah mangkat. Janganlah kalian 

bertiga bersedih hati. Walaupun Ayahanda tahu bahwa itu 

tidak mungkin, dan sebagai seorang ayah, tentu Ayahanda 

sangat mencintai kalian bertiga ....'" 

"Hik...." 

"Diam!" Serentak kedua pangeran yang lebih tua dan 

si Penasihat Kerajaan berteriak kembali kepada Pangeran 

Ketiga yang tak kuat menahan rasa harunya mendengar 

pesan terakhir Ayahandanya. 

"Mari kita sambung lagi," ujar si Penasihat Kerajaan. 

'"Oleh karena Ayahanda sangat mencintai kalian 

bertiga, Ayahanda akan memberi kalian bertiga warisan 

sebagai berikut, bla... bla... bla ....' Kita langsung saja ke 

bagian pembagian bongkahan berlian, oke?" Tanya si 

Penasihat Kerajaan. 

"Ya, cepat, cepat!" Balas Pangeran Kedua. 

"Oke, kita mulai lagi. 'Dan setelah itu, bongkahan 

berlian juga akan dibagi di antara kalian bertiga dan Penasihat 

Kerajaan.' Hm.. . itu artinya saya juga mendapat bagian." 

"Cepat!" Kali ini ketiga pangeran yang berteriak. 

"Oke,oke.. . , begini lah pembagiannya: 'Kerajaan 

mempunyai 36 bongkah berlian sebesar kepala rusa, di mana 

semua bongkahan akan dibagi menjadi empat bagian yang 

adil menurut saya sendiri. Untuk Penasihat Kerajaan 

diberikan hanya satu bongkah. Itu berarti sisanya yang 35 

bongkah berlian untuk ketiga pangeran.'" Semua terdiam 

sebentar. 

"Semua 35 bongkah berlian itu, dibagi seperti ini: 

1.1/2 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran 

Pertama. 

2. 1 /3 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran 

Kedua. 

3. 1/9 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran 

Ketiga. 

Demikianlah keputusanku sebagai Sang Baginda Raja yang 

adil dan bijaksana. Wassalam...." 

"Nah! Itu yang namanya tidak adil. Bayangkan saja kalau 

aku mendapatkan setengah dari 35 bongkah itu. Bukankah 

hasilnya yaitu  17,5 bongkah? Mana mungkin bongkahan 

berlian itu dipotong setengah? Tidak masuk di akal bukan? 

Oleh karena itu, aku menuntut agar mendapat 18 bongkah!" 

cetus Pangeran Pertama. 

"Itu akal bulus Pangeran Pertama, bukankah begitu 

Penasihat Kerajaan? Kalau ia menghendaki 18 bongkah, 

maka saya yang mendapatkan sepertiga bagian dari 35 

'Tapi, kalau itu bisa menyelesaikan masalah kenapa tidak 

kita coba saja?" Tiba-tiba Pangeran Ketiga yang sedari tadi 

mendengarkan sambil mengunyah cokelat berbicara. 

"Diaammmm!" Kini ada sekitar 43 orang yang serentak 

berteriak. 

Pangeran Ketiga pun menyembunyikan kepalanya dan 

terus mengunyah cokelat di balik jubahnya. 

"Ini harus segera diselesaikan!" Pangeran Pertama 

berdiri dan mendongakkan dagunya, mencoba tampil sedikit 

berwibawa. Sebaliknya, ia malah tampak memalukan karena 

terus bergulat membetulkan mahkotanya yang kini menutupi 

matanya. 

Tetua Keempat kemudian ikut berdiri dan berkata, 

"Ugh, sebenernya seh ini semua... ugh, urusan Penasihat 

Kerajaan, kenapa bukan dia ajah yang ngurus, ugh...." 

Tetua Keenam menimpali, "Yo... betul yo...." 

Ruang rapat kini bak ruang debat kusir.... Semua ingin 

berpendapat, semua berdiri, semua berteriak. Bahkan, 

Pangeran Ketiga ikut-ikutan berdiri, melihat semuanya yang 

terjadi, mengepalkan tangannya, dan menangis lagi.... 

semakin tipis. Dikarenakan stres berat, ia terus menarik-narik 

janggutnya. 

"Apa yang harus kulakukan?" Ia bergumam sendiri. 

"Kalau aku memanggil Divka, mungkin segalanya akan 

menjadi tenang. Tapi, mungkin juga malah memperburuk 

keadaan. Kalau aku mencoba menyelesaikannya sendiri... 

bagaimana caranya?" 

Sementara itu, nun jauh di suatu tempat, ada sebuah 

rumah tua yang bentuknya seperti sebuah jamur raksasa. 

Dari luar terlihat jelas kalau itu yaitu  rumah yang sudah 

tidak terurus. Sebelum dapat masuk ke dalam, Anda harus 

lebih dulu melewati ilalang yang tingginya hampir selutut. 

Ada sebuah jalan setapak yang terbuat dari batu kali 

yang dipasang secara serampangan. Jalan kecil itu langsung 

mengarah ke pintu depan rumah. Di pinggiran jalan tampak 

berbagai macam tumbuhan yang tidak jelas rupanya, dan 

tidak jelas pula namanya 

Daun pintu rumah itu mungkin terbuat dari kayu jati 

yang sudah berusia ratusan tahun, miring, dan tidak pernah 

terkunci. Lagi pula siapa yang berani masuk ke dalam rumah 

Divka? 

"Tolong... jangan... ampun!" teriak seorang pria yang 

kedua tangannya terikat di bagian belakang kepalanya, 

sementara kakinya terikat ke sebuah kursi. Pria itu duduk 

tanpa daya. 

"Bagaimana bisa jangan? Kan itu termasuk dalam 

perjanjian kita!" Sambut seorang gadis muda yang amat 

cantik. Wajahnya putih halus, hidungnya bangir bagaikan 

lereng gunung dengan lekukan tajam, dan dagunya yang 

panjang menunjukkan keteguhan yang sempurna. Anak 

Hari terus berganti hari. Kali ini si Penasihat Kerajaan, yang 

ternyata bermata biru senada dengan pakaiannya, lebih 

pusing dari hari-hari biasanya. la kini ditunjuk oleh dewan 

yang beranggotakan ketiga pangeran, 14 permaisuri, dan 

banyak tetua untuk menjadi penanggung jawab surat wasiat 

Sang Baginda Raja. 

Kini, setiap hari ia mengurung diri di dalam kamarnya, 

sibuk memikirkan apa yang harus ia lakukan. Janggutnya 

matanya berwarna cokelat, lancip wajahnya diselimuti oleh 

rambut hitam panjangnya. 

"Tapi, aku pikir kau bercanda," ujar pria itu lagi sembari 

menutup mata. Rupanya ia sudah tak berdaya. Badannya 

yang kekar dengan rambut cepak tidak menambah 

kegagahannya dalam posisinya yang memelas saat ini. 

"Heh! Memangnya aku pernah bercanda? Memangnya 

aku terkenal karena aku suka bercanda?" Sergah wanita muda 

itu. Tubuhnya yang tinggi langsing dengan lekukan indah 

dan terbungkus pakaian ketat serba hitam itu berjalan 

memutari pria ini , perlahan-lahan. Ia seolah menikmati 

apa yang sedang dilihatnya. Sesekali sayap hitamnya dikibas-

kibaskan untuk menggoda pria ini . 

"Tapi... aku tidak mau...." 

"Lalu, bagaimana dengan perjanjian kita?" 

"Batalkan saja!" 

"Enak saja! Kau pikir bisa begitu saja berjanji pada 

wanita, lalu menariknya kembali? Dasar pria!" Divka berjalan 

menghampirinya. Pria itu menutup matanya kembali dan 

mengulum bibirnya masuk ke dalam. Tubuh besarnya ditarik 

sedemikian rupa, memepetkan dirinya yang sudah terikat 

lebih masuk lagi ke dalam sandaran kursi. 

"Jangan... jangan cium aku...," pintanya memelas. 

Divka menghampirinya, menutup matanya, memegang 

kedua sisi sandaran kursi ini , dan sedikit 

membungkukkan tubuh eloknya. Sayap hitamnya sebagian 

menyentuh tanah dan menutupi kedua kakinya yang 

tertekuk, kemudian maju mendekat. Ia menempelkan 

bibirnya pada mulut pria yang sedang berusaha 

menyembunyikan bibirnya itu. Mengecupnya. 

Mendadak terdengar bunyi, "ZZZZZ. . . Kabuum...!" 

"Krookk... Krooook!" 

Divka kembali berdiri dan tersenyum simpul. la melihat 

ke bawah. Tangan kanannya terjulur ke atas bantalan kursi 

dan mengambil kodok hijau yang lumayan besar itu seraya 

berkata, "Lain kali kalau berjanji pada wanita harus tepat 

waktu, ya, sayang. Masa aku harus menunggumu lebih dari 

15 menit? Kamu kan harusnya tahu aku tidak suka pria yang 

tidak tepat waktu." 

"Kroook!" Kodok hijau itu menjawab. 

Dengan enteng Divka membawanya masuk ke dalam 

sebuah ruangan. Bagian dalamnya tampak lebih kotor dari 

ruang sebelumnya. Di sana terdapat sebuah meja yang amat 

besar, dihiasi tumpukan buku yang berserakan memenuhi 

bagian atasnya. Sebagian terbuka dan sebagian tertutup. 

Buku-buku kuno nan tebal itu berisi ribuan mantra yang 

Divka pelajari selama 400 tahun terakhir ini. la lalu berjalan 

menuju sebuah sudut. Di sana terdapat sebuah kolam yang 

lumayan besar, dihiasi bebatuan dan beberapa jenis 

rerumputan. Dengan gerakan cepat, dilemparkannya kodok 

ini  ke dalam kolam. 

"Byur!" Seketika itu juga kodok-kodok lain keluar. Ada 

sekitar 40 kodok di dalam sana, seakan serempak keluar 

untuk memberikan sambutan, "Krook...krok! Krook!" 

Mereka seolah sedang mengobrol. 

"Sudah! Tinggal saja di sana bersama teman-temanmu. 

Heran, mengapa semua pria sama saja!" ujar Divka sembari 

keluar dan membanting pintu, membiarkannya gelap tanpa 

secercah cahaya pun. 

"Ada yang tahu Ayahanda di mana?" Tanya Pangeran 

Ketiga yang sedari tadi berputar-putar di koridor kerajaan. 

Kali ini ia menanyai seorang prajurit yang kebetulan sedang 

berjaga di sana dengan tongkat panjangnya. 

"Kamu tahu Ayahanda di mana?" Ulangnya lagi. 

Prajurit itu melihatnya dengan tatapan sedikit bingung. 

Tubuhnya yang kecil ditegak-tegakkan, tampak jelas bingung 

hendak menjawab apa. 

"Tidak, Pangeran. Hamba tidak tahu." Akhirnya ia 

berhasil menjawab. 

"Eh, kamu sedang repot tidak?" 

"Ya, Pangeran. Hamba sedang repot, Pangeran," 

jawabnya tergesa-gesa. 

"Mau menemaniku?" Tanya Pangeran Ketiga. 

"Kee... ke mana?" 

"Mencari Ayahanda!" 

"Di mana Pangeran?" 

"Kalau aku tahu, aku bisa cari sendiri!" Kata Pangeran 

Ketiga ketus. 

Penjaga itu diam dan berpikir. Ada yang salah di sini 

dan yang pasti itu bukan dirinya. Berdiri tegak menjaga 

koridor memang bukan pekerjaan yang mengasyikkan. 

Namun, menemani Pangeran Ketiga berjalan mencari Sang 

Baginda Raja yaitu  pekerjaan yang akan menghabiskan 

waktunya hingga esok pagi. 

"Tidak bisa, Pangeran, nanti Penasihat Kerajaan bisa 

marah!" Si Penggawa pun memutuskan untuk menolak. 

"Bilang saja aku yang menyuruh kamu. Ayo, ikut!" 

Tangan Pangeran Ketiga langsung menyambar pergelangan 

tangan kiri si Penggawa. 

Mereka berjalan beriringan hingga matahari 

terbenam .... 

"Dong... dong... dong...," jam kukuk berdentangsebanyak 

11 kali, menunjukkan hari sudah larut, pukul 11 malam. Dan, 

ruang rapat kini kembali dipenuhi para tetua, Pangeran 

Pertama, Pangeran Kedua, dan Penasihat Kerajaan beserta 

14 permaisuri raja. 

"Ugh, jadi bagaimana neh?" Tetua Keempat membuka 

percakapan. 

Semua terdiam melihat Penasihat Kerajaan yang sedang 

berdiri tepat di depan sudut meja. Penasihat raja yang masih 

berpenampilan serbabiru itu tampak berdiri sedikit 

menunduk. Kedua tangannya terkepal menempel di sisi atas 

meja, kepalanya tertunduk diam, mungkin sedang berpikir. 

Pangeran Pertama tiba-tiba berdiri dari kursinya, berdiri 

tegak mendongak sembari membetulkan mahkotanya yang 

hampir jatuh ke belakang la menatap si Penasihat Kerajaan 

dan berkata, 

"Sampai saat ini kita tidak bisa menemukan Pangeran 

Ketiga. Menurutku akanlah sangat adil kalau bagian berlian 

dia diambil untuk menyelesaikan masalah ini!" 

"Aku sudah bilang tidak bisa begitu caranya! Lagi pula 

aku sudah mengambil sebuah keputusan...." Penasihat 

Kerajaan menjawab. Tangannya terangkat dari meja. la pun 

mendongak seperti Pangeran Pertama dan berjalan mengitari 

meja besar yang berbentuk persegi panjang itu. 

Suasana menjadi hening, semua orang menanti.... 

Setelah berputar dan kembali ke tempamya semula, si 

Penasihat Kerajaan lalu berdiri membelakangi meja dan 

semua yang hadir di sana. Tangannya terlipat. Dengan suara 

pelan ia berkata, "Kita akan memanggil Divka...." 

"Arrrrrgggggghhhhh!" Serentak semua orang yang 

hadir di ruang rapat berteriak. Pangeran Kedua jatuh dari 

kursinya dan terjerembap ke belakang. Para tetua berbicara 

sendiri-sendiri sembati menunjuk-nunjuk si Penasihat 

Kerajaan dan para permaisuri menangis meraung-raung. Tapi 

ada satu orang yang tampak senang, ia yaitu  Permaisuri 

Kesebelas. Seulas senyum tersungging di bibirnya. 

"Itu yaitu  keputusan akhirku sebagai Penasihat Raja, 

jadi tidak boleh diganggu gugat!" ujarnya tanpa membalikkan 

tubuh, tetap membelakangi semua orang. Matanya sesekali 

berusaha melirik ke kanan dan ke kiri untuk mengamati reaksi 

mereka, namun ia mencoba untuk terlihat berwibawa, 

walaupun ia sendiri bingung. 

Suasana semakin tegang. Semua orang saling 

menyalahkan dan Penasihat Kerajaan bersikukuh dengan 

keputusannya. 

"Brakkk!" 

Mendadak pintu ruang rapat terpentang lebar. 

Tampaklah Pangeran Ketiga yang berjalan sedikit 

sempoyongan seperti orang yang baru menyelesaikan lari 

maraton. Keringat mengucur deras dari kepalanya dan air 

matanya mengalir deras membasahi kerah jubahnya yang 

berwarna merah muda. Di belakangnya terlihat penggawa 

penjaga koridor tadi tengah menumpukan bobot tubuhnya 

pada tongkat panjang yang dipegangnya. Ia pun tampak jelas 

keletihan dan napasnya terputus-putus. 

"Aa... aaku punya kabar buruk untuk kalian 

ssee... seemuaa...." Ujar Pangeran Ketiga sembari menahan 

air matanya. 

Semua yang hadir terpaku melihatnya. Pembicaraan 

terhenti dan semua menunggu. 

Beberapa hari setelah rapat akbar itu digelar, perintah untuk 

menjemput Divka pun dikeluarkan oleh Penasihat Kerajaan. 

Lebih kurang 120 prajurit terbaik ia perintahkan untuk segera 

menyambangi tempat tinggal Divka. Mereka ditugasi untuk 

memboyong gadis muda itu ke istana guna membantu 

menyelesaikan masalah pembagian bongkahan berlian 

warisan Sang Baginda Raja. 

"Oke, sekarang siapa yang akan pertama-tama masuk 

ke dalam rumahnya?" Tanya Kepala Prajurit yang 

berjongkok di antara ilalang, masih jauh dari kediaman Divka 

yang tak terawat. 

Tidak terdengar suara sedikit pun. Para prajurit hanya 

berdiam diri dan tetap berjongkok seperti yang dilakukan 

komandannya. Mereka semua tampak pucat lesi, menahan 

sakit perut masing-masing. Tak seorang pun berani 

berhadapan dengan wanita penyihir ini . Walaupun jarak 

mereka dengan rumahnya masih sekitar satu kilometer, rasa 

jeri sudah menghantui mereka semua. 

"Kalau tidak ada yang maju, saya akan menunjuk salah 

satu dari kalian!" Putus si Kepala Prajurit. 

Para prajurit semakin terdiam. Kali ini mereka semua 

menundukkan kepala, bahkan ada yang berusaha berjalan 

jongkok, mundur perlahan-lahan. Ada yang merebahkan 

"Kk... kkalian haa... haarus tahu ini...." Pangeran 

Ketiga berusaha berbicara kendati airmatanya seolah tak 

terbendung lagi. 

"Sse... seetelah aku selidiki... aa... aaku pikir, aa... 

aaku pii... ppiikir, Ayahanda mungkin sudah meninggal!" 

dirinya agar luput dari pengamatan sang komandan. Ada 

pula yang komat-kamit mengucapkan doa. 

"Dasar! Kalian pengecut semuanya! Kalau saja aku 

bukan kepala prajurit dan tidak bertanggung jawab untuk 

membawa berita acara nanti malam bagi Penasihat Kerajaan, 

aku pasti sudah menjadi orang pertama yang berjalan masuk 

ke dalam rumah itu!" Bentak si Kepala Prajurit yang 

mendadak berdiri dan menatap tajam para prajuritnya yang 

kini lebih menundukkan kepala lagi. 

Tiba-tiba saja ada sekelebat bayangan kecil yang 

meloncat di belakang si Kepala Prajurit, menabrak sebuah 

pohon dan menimbulkan bunyi keras. 

"Argghh, ampun! Tolong, jangan...." Seru si Kepala 

Prajurit seraya menekukkan tubuhnya dalam posisi jongkok 

dengan kedua tangan menudungi kepala. 

"Eh, komandan, itu tadi tupai ...." Ucap Prajurit 

Keenam Belas yang kebetulan berada di posisi paling depan. 

"Saya tahu!" Balas si Kepala Prajurit ketus, sembari 

berdiri kembali. "Itu tadi hanya ejekan untuk kalian saja, 

huh!" Lanjutnya, berusaha membetulkan reaksinya. Namun, 

wajah pucatnya masih terlihat jelas dan sukar disembunyikan 

begitu saja. Sebentar-sebentar ia menoleh ke belakang, ingin 

memastikan bahwa itu tadi memang hanya seekor tupai. 

"Kamu!" Katanya mengejutkan dengan telunjuk 

teracung ke arah Prajurit Keenam Belas. 

"Masuk ke dalam rumah Divka sekarang juga!" 

Perintahnya. 

Prajurit Keenam Belas mendongak, matanya melotot 

bagai baru melihat hantu. Mulumya ternganga tidak percaya. 

"Kok saya? Kenapa saya ...." Tanyanya. 

"Diam! Jalankan perintah! Apa susahnya, sih? Kamu 

tinggal masuk dan mengatakan bahwa Divka diminta untuk 

bertamu ke kerajaan. Itu saja!" Potong si Kepala Prajurit 

dan bertolak pinggang. 

"Kalau begitu, kenapa bukan komandan saja?" Omel 

si prajurit. 

Sementara itu, Divka tengah sibuk menghafalkan 

mantra-mantra barunya. la duduk di sebuah kursi kayu 

berwarna cokelat tua yang terletak di depan sebuah perapian. 

Kedua kakinya dinaikkan ke atas meja yang penuh sesak 

dengan buku-buku. Mulutnya komat-kamit, sementara 

tangan kanannya bergerak-gerak di udara bak mernimpin 

sebuah orkestra. 

"Koleadiosipriska!" Teriaknya serentak mengacungkan 

tangannya ke arah sebuah lukisan di dinding batu yang berada 

di sisi kanannya. 

"Kabuum!" 

Lukisan kucing hitam itu tiba-tiba bergerak sendiri. 

Kucing itu kemudian meloncat keluar dari lukisan dan 

mengeong di atas lantai. la menjadi kucing hidup. 

"Tok, tok, tok...." Terdengar oleh Divka suara pintu 

diketuk dari luar. 

la tetap diam membaca bukunya. Dengan acuh tak acuh 

ia bergumam, "Masuk!" 

Pintu terbuka. Prajurit Keenam Belas melongok ke 

dalam, sementara para prajurit lain dan komandan mereka 

tetap menunggu di kejauhan. Sambil berharap-harap cemas 

mereka melihat apa yang akan terjadi sambil bersembunyi. 

eBook by MR. 

"Eh, selamat siang...," kata Prajurit Keenam Belas 

seraya beringsut masuk ke dalam ruang ini . Kepalanya 

menunduk, tangannya gemetaran sedangkan kedua lututnya 

saling beradu. 

"Malioscipkas!" Divka kembali mengayunkan 

tangannya, namun kali ini ditujukan pada prajurit malang 

itu. Seketika kepulan asap keluar dari sekeliling Prajurit 

Keenam Belas. Wajahnya yang ketakutan menengok ke 

kanan dan ke kiri, tetap menggenggam erat tongkatnya yang 

terus goyah. Asap putih itu tiba-tiba masuk seolah tersedot 

ke dalam tubuhnya dan .... 

"Klontang!" Suara tongkat terjatuh pun terdengar keras. 

Sekejap mata, pintu rumah terbuka kembali dan seekor 

babi mungil berwarna merah muda menggunakan topi 

prajurit keluar dari rumah itu. Si babi berjalan cepat dengan 

mengegal-egolkan ekor kecilnya menuju tempat 

persembunyian para prajurit lain. 

"Kami membutuhkan bantuanmu...," ujar Penasihat 

Kerajaan, memulai percakapan. 

Semua orang yang hadir saat itu tidak dapat melepaskan 

pandangan mereka dari Divka. Wanita cantik penyihir itu 

duduk di salah satu kursi rapat, seperti biasa ia duduk sambil 

mengangkat kaki. Karena tidak ada yang mau duduk dekat-

dekat dia, Divka mendapat ruang yang membuatnya leluasa. 

Di hadapannya ditempatkan berpuluh-puluh kursi yang 

didempetkan menjadi satu, yang diisi oleh para peserta rapat. 

Tanpa peduli Divka duduk santai sembari memain-mainkan 

tongkat kayunya yang berukuran sekitar setengah meter. 

Setiap kali ia mengangkat tongkat itu, semua kepala yang 

ada di depannya menunduk ketakutan karena mereka percaya 

tongkat itu yaitu  tongkat sihir. Tentu mereka enggan 

mengalami nasib yang sama dengan prajurit-prajurit yang 

datang menjemputnya. 

"Ehm... kami memerlukan bantuanmu...," ulang si 

Penasihat Kerajaan, memberanikan diri menghampiri Divka 

dan menarik kursi untuk duduk di sampingnya. 

"Ya, aku mendengar." Balas Divka. Ia terus memutar-

mutar tongkataya. Alhasil, semua orang di depannya serentak 

menundukkan kepala, menghindari arah putaran tongkamya. 

Keributan kecil pun terjadi. Kepala Pangeran Ketiga 

terbentur meja pada saat ikut-ikutan menunduk. Dan, seperti 

biasa ia mengerang-erang kesakitan. 

"Heh! Lucu juga, ya, si Bego itu...," bisik Divka kepada 

si Penasihat Kerajaan seraya menunjuk kearah Pangeran 

Ketiga. 

"Ya, saya tahu. Itu juga permasalahan lain. Namun, kami 

punya sebuah masalah yang sangat mendesak dan kami ingin 

meminta Anda membantu kami untuk menyele-

Begitu lah.. . hari terus bergulir. Tibalah sore hari. 

Rombongan prajurit ini  akhirnya berhasil membawa 

Divka dengan menandunya ke kerajaan. Turut meramaikan 

rombongan itu, seekor babi kecil nan montok, empat ekor 

monyet, dua ekor ayam, dan 13 kodok. Semuanya masih 

mengenakan topi prajurit. 

Singkat cerita, pintu ruang rapat dibuka kembali. Banyak 

orang ada di dalam, termasuk si Penasihat Kerajaan, para 

permaisuri, para tetua, dan ketiga pangeran. Tapi, ada yang 

sedikit berbeda di sana. Divka juga di sana! 

saikannya...," jelas Penasihat. Kali ini matanya melotot pada 

Pangeran Ketiga, mengisyaratkan dia agar diam. 

"Apa? Dan, kalau saya bisa membantu kamu, apa yang 

saya dapatkan?" 

Divka pun menolehkan wajah tirusnya ke arah Penasihat 

Kerajaan. Tongkat kayunya diangkat dan ditempelkan pada 

dagu si Penasihat Kerajaan. Mendorong dagu itu ke atas. 

"Eh, sebuah penghargaan dari kerajaan... dan kami 

berjanji tidak akan menjelek-jelekkan nama Anda di belakang 

Anda lagi." Penasihat menjawabnya dengan mata melirik ke 

bawah karena kini wajahnya terangkat tinggi oleh tongkat 

Divka. 

"Oh, berarti kalian sering menjelek-jelekkan aku selama 

ini, toh?" 

Tongkatnya dilepaskan dari dagu si Penasihat Kerajaan 

dan diacungkannya dari kiri ke kanan, menunjuk semua yang 

hadir di sana. Lagi-lagi kepala Pangeran Ketiga terbentur 

meja di depannya. 

"Terima kasih, aku suka pujian semacam itu. Semakin 

banyak kalian menghina aku, semakin aku senang! Nah, 

anggaplah kalau memang aku ingin membantu kalian, apa 

yang harus kulakukan?" Divka kembali bertanya kepada si 

Penasihat Kerajaan. 

la memperbaiki posisi duduknya. Wajahnya kini dibuat 

menjadi lebih serius dengan rambut hitam panjangnya 

tergerai menutupi setengah wajah. Tongkat sihirnya ia 

letakkan di atas meja. Akhirnya, semua orang bisa menarik 

napas lega. 

Si Penasihat Kerajaan pun berdiri dari kursinya dan 

berjalan gagah di hadapan semua orang, lalu menerangkan 

segala permasalahan kepada Divka, 

"Kami mempunyai warisan yang diterima dari Sang 

Baginda Raja yang baru saja wafat. Masalahnya yaitu  soal 

membagi bongkahan berlian. Di antara harta bendanya, Sang 

Baginda Raja mempunyai 36 bongkah berkan yang sangat 

besar, dan ia ingin membaginya menjadi empat. Saya sendiri 

mendapatkan satu sebagai tanda terima kasih Baginda atas 

pengabdian saya. Sisanya yang 35 bongkah dibagi sebagai 

berikut: 

1.1/2 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran 

Pertama. 

2. 1/3 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran 

Kedua. 

3. 1/9 dari 35 diberikan kepada Pangeran 

Ketiga." 

"Lalu?" Divka yang kini sedang memerhatikan wajah 

Pangeran Ketiga mengajukan pertanyaan. Sesekali ia 

menyeringai kepada Pangeran Ketiga yang mengintip dari 

bakk jubahnya. Seolah jubah itu ia gunakan sebagai perisai. 

"Lalu, ketiga pangeran ini tidak mau membaginya 

dengan adil. Hm.. . karena memang susah untuk dibagi 

secara adil. Pangeran Pertama meminta 18 bongkah, padahal 

seharusnya hanya 17,5. Pangeran Kedua meminta 12 di mana 

seharusnya hanya 11,6. Dan, hal itu jelas akan merugikan 

Pangeran Ketiga, yang saya yakin, seandainya ia tidak tolol 

seperti ini juga akan meminta lebih!" 

"Aku juga ingin lebih!" Teriak Pangeran Ketiga sambil 

mengintip dari balik jubahnya. 

Semua orang yang hadir di sana menatapnya dan untuk 

sekali lagi mereka dengan kompak berteriak kepada Pangeran 

Ketiga, "DIAAAAAAAAMMM!" 

Divka tertawa geli melihat hal ini. la pun berdiri dari 

kursinya dan berjalan berkeliling ruangan. Semua orang 

kembali tak bersuara. Kibasan jubah, sayap, dan pakaian 

hitam Divka mengeluarkan aroma harum yang sangat nikmat 

seperti mawar di pagi hari. Sesekali Pangeran Pertama 

mencuri pandang, berharap seandainya saja wanita langsing 

berpakaian serbahitam ini bukan seorang penyihir. 

"Mungkin ia sudah kujadikan permaisuri." Pikir 

Pangeran Pertama. 

Mendadak.... 

"Tok!" Demikian bunyi tongkat kayu yang mendarat 

di atas kepala Pangeran Pertama, menyebabkan mahkotanya 

jatuh miring menutupi mata kanannya. 

"Jangan berpikir yang tidak-tidak, monyet! Kamu pikir 

aku mau kamu sentuh? Sekali lagi pikiranmu kotor begitu, 

kamu akan aku ubah menjadi bekicot! Mengerti?" Bentak 

Divka. Kebetulan ia berdiri tepat di belakang Pangeran 

Pertama ketika ia melancarkan pukulan dengan telak. 

Pangeran Pertama hanya tertunduk, bahkan tidak mau repot-

repot membetulkan letak mahkotanya. Ia tidak berani 

berkomentar apa pun juga, apalagi berpikir untuk membalas. 

Ia mencoba mengosongkan pikiran. 

Divka kembali berjalan dan akhirnya kini berhadapan 

langsung dengan si Penasihat Kerajaan. Mereka berdua saling 

pandang beberapa detik. 

"Lalu?" Tanya Penasihat Kerajaan yang mulai merasa 

risi dengan pandangan tajam Divka. 

"Aku bisa membantu kalian...," jawab Divka. 

"Tapi ada syaratnya...," Penasihat Kerajaan menyambut 

berita itu sebelum Divka sempat menuntaskan kalimatnya. 

"Apa?" tanya Divka cepat sembari menyipitkan matanya 

dan melemparkan pandangan tajam ke arah Si Penasihat 

Kerajaan. 

"Tanpa ilmu sihir!" Tegas Penasihat Kerajaan. 

Divka kembali diam, berpikir keras. la berdiri lama 

sambil menopangkan dagunya di atas jemari tangannya yang 

lentik. Jemari yang dihias oleh berbagai cincin perak yang 

terukir indah, salah satunya berbentuk kepala tengkorak 

berlilit ular. Para hadirin menanti dengan penuk penasaran. 

"Baik, tanpa ilmu sihir!" Katanya menyetujui. 

"Dan satu lagi...," sergah Penasihat Kerajaan. 

"Apa lagi?" Potong Divka. 

"Tanpa ada yang dirugikan!" 

"Oke... tanpa ilmu sihir dan tanpa ada yang dirugikan!" 

Divka kembali mengangguk. 

"Sekarang begini, saya ingin segera menuntaskannya. 

Ikuti semua perintah saya. Saya ingin semua bongkahan 

berlian itu dalam waktu lima menit ada di atas meja ini!" 

Sentak Divka. 

Lima menit kemudian 36 bongkah berlian, dengan 

kilauan jernih bagaikan cermin terkena sinar matahari, sudah 

terkumpul di atas meja. Para prajurit yang mengangkuti 

berlian-berlian itu terkapar di atas tanah, kehabisan napas 

karena harus menguras semua sisa tenaga untuk membawa 

36 berlian kurang dari lima menit. 

Para permaisuri tampak tidak berkedip menikmati 

indahnya cahaya yang terpantul oleh lapisan-lapisan 

bongkahan berlian. Beberapa di antaranya berbisik-bisik 

membicarakan keindahan berlian-berlian itu, beberapa saling 

sirik dan mengiri atas pembagian yang dianggap tidak adil 

itu. Ketiga pangeran berdiam diri dan berpikir, mengira-ngira 

apa yang akan dilakukan Divka. Si Penasihat Kerajaan 

mengawasi Divka agar ia tidak berbuat curang. Dan, para 

tetua kebanyakan sudah tertidur pulas di kursinya masing-

masing. 

"Aku akan membantu kalian dengan syarat yang kalian 

minta, tidak menggunakan ilmu sihir dan tidak ada yang 

dirugikan." Ucap Divka sembari meraba salah satu bongkah 

berlian di atas meja ini . 

"Namun untuk melaksanakannya, aku membutuhkan 

kerendahan hati dari kamu!" Tangannya menunjuk pada 

Penasihat Kerajaan. 

"Maksudmu?" Tanya si Penasihat Kerajaan seraya 

mengernyitkan dahi. Tangannya kembali sibuk memuntir-

muntir janggut putihnya. 

"Aku harus meminjam bongkah berlianmu, dengan janji 

akan aku kembalikan seutuhnya, dan kamu tidak akan 

dirugikan sama sekali. Setuju?" 

"Bagaimana aku bisa percaya padamu?" 

"Kalau begitu aku pulang saja!" Sentak Divka tak sabar. 

Serentak Pangeran Pertama dan Kedua berteriak, "Hei, 

yang benar dong! Penasihat macam apa kamu? Tidak mau 

merelakan sebentar milikmu untuk menjaga keutuhan 

kerajaan?" 

Penasihat Kerajaan kembali diam, dan kemudian 

mengangguk kendati di dalam hati merasa sangat kesal. 

Bahkan terlintas di kepalanya bahwa membawa Divka ke 

kerajaan itu bukanlah hal yang baik sama sekali. Namun, 

semua sudah terjadi, kini mereka harus menunggu hasilnya 

dengan pasrah. 

"Baiklah! Lakukan yang menurutmu baik!" 

"Nah, itu yang kutunggu dari tadi. Sekarang, semua 

dengarkan kata-kataku. Aku ingin semua orang menyimak. 

Pasang kuping kalian baik-baik, jangan ada sedikit pun dari 

perkataanku yang teriewat. Dan, ini berlaku untuk semua 

yang ada di ruangan ini!" Divka kemudian meloncat ke atas 

meja. Sayapnya terkembang indah bagai kilatan bayangan 

hitam, dan ia mendarat dengan begitu gemulai. Sulit 

dibedakan apakah ia sekadar meloncat atau terbang ke atas 

meja. 

"Hm, kini kita memiliki 36 bongkah berlian. Jadi, kita 

lupakan dulu kalau satu di antaranya yaitu  milik Penasihat 

Kerajaan." Ujar Divka dengan tegas. 

Semua yang hadir berdiam diri untuk mendengarkan 

dengan saksama. Bahkan, Pangeran Ketiga pun kali ini 

terdiam dan mengeluarkan kepalanya dari balik jubah yang 

biasa menutupi wajahnya. Ia mendengarkan, walau arah 

berdirinya terbalik dan membelakangi orang-orang. Rupanya 

ia masih kebingungan, mencari-cari dari mana suara itu 

datang 

"Oke, 36 bongkah. Dan, Anda, Pangeran Pertama, 

bagian sah Anda yaitu  setengah dari 35. Hasilnya menjadi 

17,5 sedangkan Anda ingin mendapatkan 18 karena tidak 

mungkin berlian itu dipotong-potong. Oleh karena itu, kini, 

bila kita punya 36 maka bagianmu menjadi setengah dari 

36. Kamu bisa mendapatkan apa yang kamu mau, yaitu 18 

bongkah berlian!" 

Pangeran Pertama tertawa puas. Ia merasa mendapatkan 

apa yang diinginkannya, dan ia tak sabar ingin tahu siapa 

yang akan menjadi tumbal bagi kerugian di akhir pembagian 

itu. 

Divka menengok ke arah Pangeran Kedua dan berkata, 

"Pangeran Kedua, kamu menuntut sepertiga dari 35, yaitu 

11,6. Dan kamu menginginkan 12. Maka, dengan adanya 36 

bongkah ini, sepertiganya yaitu  12. Kamu boleh 

mendapatkan 12 bongkah berlian. Sejauh ini semua adil 

bukan?" 

Pangeran Kedua mengangguk seraya tersenyum 

gembira. Namun, wajah Penasihat Kerajaan terlihat ragu, 

sibuk menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya. la 

melipat tangannya dan tidak melepaskan pandangannya dari 

Divka. 

"Dan, kamu Pangeran Ketiga. Hoii! Pangeran Ketiga... 

hei! Lihat sini! Hoii!" 

Divka berteriak-teriak memanggil Pangeran Ketiga yang 

kini sudah berjalan menjauh dari meja, masih mencari-cari 

dari mana suara memanggil itu berasal. 

"Eh, Penasihat Kerajaan, bisa tolong...." Divka melirik 

kepada Penasihat Kerajaan dan menunjuk ke arah Pangeran 

Ketiga yang kini sudah berada dekat pintu keluar. 

Diperlukan waktu kurang lebih sepuluh menit untuk 

mengikat Pangeran Ketiga di kursinya. la tersenyum. 

Akhknya, ia menemukan sumber suara itu. 

"Kamu, Pangeran Ketiga yang dungu! Sepersembilan 

dari 35 yaitu  3,8 dan kamu akan saya beri 4, karena kita 

punya 36 bongkah sekarang. Sepersembilan dari 36 yaitu  

4, benar begitu? Tolong mengangguk kalau mengerti." Divka 

menatapnya tajam dan mengacungkan tongkat kayunya. 

Pangeran Ketiga mengangguk dan menjawab, "Iya, aku 

mengerti. Sekarang aku tahu kalau sejak tadi itu yang 

berpidato yaitu  kamu. Kamu tahu tidak? Sedari tadi aku 

mencari-caa... hmmmp... hmp!" 

Tongkat Divka kembali berayun dan mantra ia ucapkan, 

"Slapstik!" Dan, mulut Pangeran Ketiga seketika terkatup. 

"Ya, sedari tadi, dong!" Pangeran Pertama berkomentar 

geli melihat Pangeran Ketiga yang bingung karena mulutnya 

tidak dapat dibuka. Kedua bibir menempel bagai diberi lem 

super. 

"Tunggu! Lalu, bagaimana dengan bagian aku? 

Bukankah semua harus adil?" Buru-buru Penasihat Kerajaan 

berjalan mendekati Divka yang masih berdiri di atas meja 

kayu. Si Penasihat mengangkat kedua tangan untuk 

mengungkapkan kebingungannya. 

"Sabar, bapak tua. Aku belum selesai. Eh, ngomong-

ngomong, pernahkan ada yang berkomentar kalau kamu 

tidak pantas memakai jubah biru?" Divka menjawab dengan 

sinis. 

"Kita akan menghitungnya kembali. Oke?" Lanjut 

Divka. "Pangeran Pertama mendapatkan 18 bongkah, 

Pangeran Kedua mendapat 12 bongkah, dan Pangeran 

Ketiga mendapat 4 bongkah. Semuanya puas dan aku tidak 

melihat ada satu pun dari pangeran yang mengeluh. Nah, 

kini kita jumlahkan semua yang dimiliki oleh ketiga pangeran 

itu: 18 + 12 + 4 = 34. Padahal di sini kita punya 36 bongkah. 

Itu berarti 36 dikurangi 34 sama dengan 2. Yang satu jelas 

milikmu, Penasihat Kerajaan. Dan, yang satu lagi... menjadi 

milikku!" 

Ia melengkungkan tubuh indahnya ke depan, 

mengambil satu bongkah berlian yang paling besar lalu 

tertawa dan berkata, "Selesai sudah! Semua bahagia, tidak 

ada ilmu sihir, dan tidak ada yang dirugikan. Selamat malam 

para tamu kerajaan sekalian! Terima kasih atas undangan 

kalian hari ini. Senang berbisnis dengan orang-orang tolol 

macam kalian! Ha... ha... haaaaa!" 

la mendongakkan kepalanya, memejamkan mata, dan 

mengangkat tangan kanannya yang sejak tadi menggenggam 

tongkat sihir. Tangan kirinya menggendong sebongkah 

berlian besar. Dan, sebelum orang-orang di sana sadar atas 

apa yang terjadi, Divka menyebutkan satu mantra lagi, 

"Acrosdares... melienasitpos!" 

Kepulan asap ungu tiba-tiba keluar dari ujung 

tongkatnya, dan dengan seketika menyelimuti tubuh Divka. 

Seisi ruangan berkabut sehingga pandangan mata semua 

yang hadir terganggu, tidak dapat melihat jelas apa yang 

terjadi. 

"Selamat tinggal!" Seru Divka untuk terakhir kalinya. 

"KABUUM!" 

Ruangan pun kembali senyap. Asap ungu yang tadi 

mengepul di seantero ruangan raib entah ke mana. Yang 

tertinggal hanyalah 14 permaisuri, tiga pangeran, para tenia 

yang sebagian masih tertidur, Penasihat Kerajaan yang 

kebingungan dan sibuk menarik-narik janggut putihnya. Di 

meja kayu itu kini tersisa 35 bongkah berlian. Tidak ada yang 

dirugikan. 

da sebuah peribahasa yang mengatakan bahwa 

"Lidah lebih tajam daripada pedang". Hal ini  

terkadang sering kali terbukti dalam kehidupan 

sehari-hari manusia, baik di bidang bisnis maupun politik, 

ataupun dalam keseharian manusia ketika bersosialisasi. 

Kata-kata terkadang dapat mendorong manusia untuk 

berbuat dan mengambil tindakan yang amat-sangat 

diinginkannya tanpa harus melakukan sesuatu pun. Jelas hal 

itu dapat terjadi bila manusia dapat menggunakan kata-kata 

yang dipilihnya secara tepat. 

Pada kesempatan ini, saya ingin mengatakan bahwa 

kata-kata yang tepat dapat berguna sebagai "Mantra", yaitu 

alat beladiri manusia yang paling ampuh di sepanjang sejarah 

kehidupan manusia. Pernahkah Anda mendengar ada 

peperangan yang dimenangkan hanya dengan kata-kata? 

Tahukah Anda bahwa Hider dapat mengumpulkan massa 

sebanyak itu, mengubah paradigma berpikir mereka, dan 

kemudian membuat mereka mendukung aksi gilanya dengan 

hanya bermodalkan kata-kata? 

Atau, bagaimana bila saya katakan bahwa dengan 

menggunakan kata-kata yang tepat, Anda dapat melakukan 

hal-hal yang selama ini tidak pernah Anda bayangkan 

sebelumnya? Hal yang paling sederhana saja. Misalnya, 

memengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang Anda 

minta. Atau, menyelesaikan masalah Anda yang sebelumnya 

sulit Anda pecahkan sendiri. Atau mungkin, mendapatkan 

posisi yang lebih tinggi lagi di dalam pekerjaan, atau bahkan 

membaca pikiran lawan bicara sembari Anda berdialog 

dengannya? 

Percaya atau tidak semua itu dapat Anda lakukan bila 

Anda mampu menggunakan "Mantra" yang tepat ketika 

berdialog dengan lawan bicara Anda. Sekadar tambahan, 

tidak sedikit sejarah manusia yang berhasil diubah oleh para 

tokoh termuka di dunia, hanya dengan kata-kata yang tepat 

dan penyampaian yang sempurna. 

Mahatma Gandhi, misalnya. Apakah ia yaitu  orang 

yang memenangkan pertempuran dengan senjata? Saya rasa 

tidak demikian! Ia menggunakan kata-kata, pendekatan, dan 

karisma yang tepat dalam memenangkan peperangannya. 

Masih ada lagi, Ibu Teresa. Ia mendekati manusia dengan 

cinta yang tulus, kata-kata yang tepat, dan rasa sayang yang 

hangat. Berapa ribu manusia yang telah ia tolong? Luar biasa, 

bukan, bagaimana semua itu dapat terjadi? 

"Mantra" yang tepat digunakan pada waktu yang tepat 

niscaya dapat mengubah segalanya. Dan, "Mantra" itu lah 

yang akan kita bicarakan sekarang! 

Berbuat dan Berkata-kata 

Pada zaman dahulu kala, ketika manusia hidup di zaman 

prasejarah dan ketika kehidupan sebagian besar berlangsung 

di dalam gua gelap tanpa penerangan sedikit pun, manusia 

harus melakukan banyak hal untuk dapat mengungkapkan 

pendapatnya kepada masyarakat di dalamnya. Mereka marah 

ketika merasa lapar. Mereka beringas kepada lawan jenis guna 

mendapatkan kepuasan seksual yang mereka inginkan. 

Bahkan, mereka harus saling bunuh untuk mendapatkan 

pembagian makanan yang dianggap hak milik mereka. 

Tujuan semua ini yaitu  memberitahu lawan bicara tentang 

apa yang sebenarnya mereka inginkan. Tak hanya itu, 

komunikasi ini dimaksudkan untuk mengubah pemikiran 

lawan bicara untuk mengikuti apa yang mereka inginkan. 

Namun, sejak ditemukannya kata-kata, manusia dapat 

mengubah pikiran sesamanya atau bahkan memanipulasi 

pemikiran lawan tanpa harus melakukan apa-apa selain 

berbicara. Contoh paling sederhana yang sering kali kita 

gunakan sehari-hari tatkala berbicara dengan teman kita 

yaitu , "Lebih baik kamu tidak memakan makanan itu. 

Rasanya seperti sampah!" atau, "Apakah kamu yakin ingin 

bepergian malam-malam begini dalam keadaan yang rawan 

dan tidak menentu seperti ini?" 

Kata-kata merupakan salah satu cara untuk membuat 

orang mengubah pikirannya dan mengambil tindakan yang 

lain. Tentu saja, perubahan itu bisa terjadi ketika disertai 

oleh penekanan dan keyakinan yang benar dalam berkata-

kata. Dan, hal ini juga membuktikan bahwa kita dapat dengan 

mudah memanipulasi pikiran orang untuk melakukan apa 

yang kita kehendaki. Dengan demikian, kata-kata dapat kita 

gunakan sebagai senjata yang paling ampuh di dalam 

kehidupan kita. 

Uniknya, kita jarang sekali sadar bahwa dengan 

menggunakan kata-kata yang tepat—kata-kata sudah kita 

pelajari semenjak kecil—kita dapat dengan mudah 

mengubah berbagai hal yang ada di sekitar kita. Dengan kata-

kata kita dapat membuat hal-hal menuruti keinginan kita, 

atau bahkan, membantu kita untuk membela diri di dalam 

banyak hal. Secara ilmiah, apa yang akan Anda pelajari di 

sini biasa disebut sebagai Linguistic Deception, yang berarti 

seni berbicara untuk memengaruhi pikiran orang. 

Di dalam keseharian hidup, pernahkah Anda mengalami 

sesuatu hal di mana Anda ingin membuat orang lain 

mendengarkan Anda, menghargai pembicaraan atau ide 

Anda, membeli barang yang ingin Anda jual, membantu 

Anda dalam masalah, atau mungkin membuat mereka mau 

mengikuti perintah Anda tanpa harus melawannya, atau apa 

pun keinginan Anda tanpa Anda harus memaksa mereka 

secara langsung? Semua itu bisa dilakukan bila pendekatan 

yang dilakukan tepat dan jernih serta menggunakan kata-

kata yang memang tepat dengan tema dan keadaannya. 

Dunia Pikiran Manusia 

Manusia dilahirkan dengan suatu anugerah yang amat luar 

biasa, yang membedakannya dari hewan ataupun jenis 

ciptaan Tuhan yang lain. Manusia dikaruniai pikiran yang 

jelas dan jauh lebih baik dibandingkan makhluk lainnya. Oleh 

karena itu, cara berpikir manusia pun dapat dikelompokkan 

menjadi beberapa kategori nyata. Dan , dengan 

mempelajarinya, kita sedikit banyak dapat mengetahui cara 

dan jalan berpikir lawan bicara kita. Bila kita melihat sedikit 

lebih jauh, pada dasarnya jalan berpikir manusia dapat dibagi 

menjadi: 

• Unconscious / alam tidak sadar 

• Subconscious / alam bawah sadar 

• Conscious / alam sadar. 

Begitu luasnya wilayah pikiran manusia ini sehingga salah 

seorang pakar psikologi dunia, Sigmund Freud, 

mengumpamakan manusia sebagai gunung es yang berada 

di tengah lautan. Gunung es yang terlihat di permukaan 

hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan bagian yang 

sebenarnya. Bagian yang paling besar tersembunyi dari 

pandangan mata dan hanya dapat dilihat apabila manusia 

menelusuri kedalamannya. 

Secara umum, hal ini lah yang terjadi pada manusia. 

Apa yang Anda lihat pada diri orang lain hanyalah sebagian 

kecil pribadinya yang mencuat ke permukaan. Sementara 

itu, apa yang ada di dalam diri orang itu hanya bisa kita 

ketahui apabila kita dapat menelusuri jiwanya ke bagian yang 

paling dalam. 

Di sini kita tidak akan membicarakan hal ini . 

Namun, sangatlah baik apabila Anda dapat mengetahui cara 

kerja pikiran dan jiwa manusia sebelum kita masuk ke dalam 

seni yang sebenarnya. Seperti yang kita bahas tadi, di mana 

manusia mempunyai tiga wilayah pemikiran, tujuan dari 

mempelajari seni linguistik yaitu  bagian subconscious atau 

alam bawah sadar manusia. Mengapa wilayah ini yang kita 

pelajari? Itu karena, di wilayah ini manusia dapat dengan 

mudah dipengaruhi jalan berpikirnya tanpa ia sendiri sadari. 

Dengan kata lain, orang yang bersangkutan tidak akan 

merasakan bilamana jalan berpikirnya telah kita manipulasi. 

Dan, jalan termudah untuk melakukan hal ini  yaitu  

melalui penyampaian linguistik terhadap objek yang kita tuju. 

Contoh yang paling sederhana yaitu  cara kerja iklan 

di televisi. Yang dituju di sana yaitu  subconscious mind dari 

cara berpikir manusia. Pernahkah Anda melihat iklan produk 

sabun, misalnya? Dalam iklan ini , mereka tidak dengan 

jelas maupun langsung mengatakan pada Anda untuk 

memilih dan membeli produknya (conscious way). Namun, 

yang mereka lakukan yaitu  pendekatan bawah sadar antara 

iklan ini  dengan cara berpikir Anda. Yang iklan berikan 

yaitu  dorongan bawah sadar. Iklan menyatakan bahwa 

produk yang ditawarkan yaitu  produk yang sangat baik dan 

cocok untuk Anda gunakan, tanpa memaksa Anda untuk 

menggunakannya. Dengan begitu, secara tidak sadar Anda 

akan memasukkan memori tentang produk ini  ke dalam 

pikiran Anda. 

Dan, memori ini —yang tersimpan di dalam alam 

bawah sadar manusia—akan sewaktu-waktu keluar ke 

permukaan, yaitu ke alam sadar. Hal ini terjadi ketika ada 

stimulus atau rangsangan yang datang ke alam sadar Anda. 

Misalnya, ketika Anda pulang ke rumah dan melihat bahwa 

celana Anda terkena lumpur. Maka, alam bawah sadar Anda 

yang menyimpan memori tentang iklan suatu produk sabun 

cuci akan muncul ke permukaan dan masuk ke dalam pikiran 

sadar Anda. Begitu lah cara kerjanya! 

Berikut yaitu  diagram cara kerja pikiran: 

[Rangsangan sadar] [Ingatan yang tak disadari] 

[Pikiran sadar] [Tindakan sadar] 

Dengan penjelasan di atas jelas sekali bahwa dalam usaha 

memanipulasi pikiran manusia, cara yang paling baik yaitu  

dengan "menyerang" pikiran tak sadarnya. Itu karena, secara 

tidak sadar stimulus ataupun rangsangan yang kita berikan 

masuk ke dalam pikiran tak sadar seseorang. Dan, hal ini 

akan membawa orang itu ke dalam sebuah tindakan nyata. 

Oleh karena itu, dengan penyampaian yang tepat kepada 

pikiran tak sadar seseorang, kita akan akan mendapatkan 

hasil yang berkelanjutan dari pemikiran yang kita masukkan 

ke dalam dirinya. 

Dan, itu yang akan kita pelajari di dalam MANTRA. 

Act and Believe 

(Tindakan dan Kepercayaan) 

Sebelum kita masuk lebih jauh ke dalam penjelasan Linguis-

tic Deception, kita akan menilik lebih dahulu dua hal yang dapat 

diubah dan harus diubah di dalam pemikiran manusia. Hal 

ini penting agar pikiran manusia itu dapat dimanipulasi untuk 

menerima saran, masukan, atau melakukan segala sesuatu 

yang kita inginkan. Kedua hal itu yaitu : (1) Sikap atau 

tindakan dan (2) Kepercayaan. 

Sikap atau tindakan. Setiap manusia mempunyai sikap 

atau tindakan yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui 

oleh orang lain. Hal ini lah yang harus kita ubah agar sikap 

Unconscious information Unconscious mind 

Unconscious longterm memory 

[Informasi yang tak disadari] [Pikiran tak sadar] 

[Ingatan jangka panjang yang tak disadari] 

Conscious stimulus 

Conscious mind 

Unconscious memory 

Conscious action 

dan tindakan orang ini  dapat sesuai dengan apa yang 

kita inginkan. 

K e p e r c a y a a n . Di dalam hidupnya, manusia 

mempunyai sesuatu yang sangat hakiki mengenai konsep 

pemikiran ataupun kehidupan, yaitu hal yang ia perjuangkan, 

perdebatkan, setujui, atau pertentangkan. Sesuatu itu kita 

sebut sebagai kepercayaan. Ketika manusia masuk ke dalam 

zona kepercayaan, banyak hal yang melampaui logika 

akhirnya dapat ia percayai. Contohnya yaitu  agama. Betapa 

banyak kekerasan, pembunuhan, peperangan, dan korban 

yang berjatuhan hanya karena perdebatan mengenai sebuah 

kepercayaan. Akan tetapi, kita tidak akan membahas agama 

di sini. Kalau Anda ingin berbicara tentang agama, mungkin 

Anda harus mengambil buku tebal yang Anda letakkan di 

lemari Anda dan yang tidak pernah Anda buka selama 

bertahun-tahun. 

Sebaliknya, kita akan mengambil sebuah contoh yang 

begitu sederhana tetapi dapat membuat Anda memahami 

betapa pentingnya kepercayaan seseorang. Saya yakin tentu 

Anda mempunyai orangtua, entahkah mereka masih hidup 

atau tidak. Tapi, pertanyaan yang hendak saya ajukan di sini 

yaitu  apakah Anda tahu siapa orangtua Anda? 

Ketika Anda membaca ini mungkin Anda akan 

berkomentar bahwa saya aneh. Jelas Anda tahu siapa 

orangtua Anda. Akan tetapi, saya akan bertanya lagi, "Apakah 

Anda yakin bahwa Anda tahu siapa orangtua Anda?" Lalu, 

Anda akan berkata lagi bahwa Anda yakin. Tetapi, cobalah 

pikirkan hal ini. Anda tahu orangtua Anda, atau Anda percaya 

bahwa mereka yaitu  orangtua Anda? Ini penting karena 

tahu dan percaya yaitu  dua hal yang sangat berbeda. Tahu 

yaitu  sesuatu yang didukung oleh logika, sementara percaya 

mengesampingkan logika. 

Anda mengatakan bahwa Anda mengetahui orangtua 

Anda. Namun menurut saya, dari seluruh orang di dunia 

ini, yang betul-betul mengetahui siapa orangtuanya mungkin 

hanya 20%. Selebihnya hanya percaya kalau orangtua yang 

mereka lihat yaitu  orangtua mereka, tanpa pernah 

mengetahui orangtua yang sebenarnya. Mengapa saya 

mengatakan hal ini? Itu karena, saya berpikir secara logis. 

Cobalah pikirkan hal berikut ini. Ketika Anda mengatakan 

bahwa Anda mengetahui orangtua Anda, di mana logikanya? 

Ingat, logika yaitu  sesuatu yang didasarkan oleh bukti, 

bukan tesis belaka. 

Nah, sekarang, apa buktinya bahwa mereka yaitu  

orangtua Anda? Apakah Anda mempunyai foto sewaktu kecil 

ketika Anda baru dibawa keluar dari rumah sakit? Bisa saja 

itu foto hasil rekayasa. Mungkjin Anda yaitu  anak hasil 

adopsi yang memang diambil dari rumah sakit ini . Dan, 

hal itu dirahasiakan oleh kedua orangtua Anda hingga 

sekarang. Kalau begitu, dapatkah Anda membuktikan bahwa 

orangtua Anda saat ini yaitu  orangtua Anda? Pernahkah 

Anda mencocokkan DNA Anda dengan kedua orangtua 

Anda? Kalau pernah dan hasilnya sama, mungkin saya baru 

percaya. Tapi, itu pun saya baru percaya 75% karena mungkin 

saja terjadi kesalahan pada saat pengecekan. 

Apakah Anda pernah memusingkan hal ini? Saya rasa 

jawabannya yaitu  tidak karena Anda sesungguhnya sudah 

masuk pada zona kepercayaan. Di dalam zona ini Anda tidak 

mau lagi ambil pusing apakah hal itu masuk akal atau tidak. 

Yang penting bagi Anda yaitu  Anda percaya, terserah orang 

mau berbicara apa. Persoalan ini tidak akan memengaruhi 

Anda karena Anda sudah percaya. 

Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan manusia akan 

suatu hal akan mengubah jalan pikiran orang ini . Bila 

Anda percaya angka 13 sebagai angka sial, Anda akan selalu 

menghindari angka ini . Bila Anda percaya bahwa angka 

8 akan membawa rejeki, Anda akan selalu mencari segala 

sesuatu yang mencantumkan angka ini . Dan, sangat 

disayangkan sekali bahwa kepercayaan seseorang biasanya 

membuat ia memperjuangkan segala sesuatu tanpa 

mengindahkan risikonya. 

Sekali lagi, hal ini membuktikan bahwa kepercayaan 

seseorang mengubah tingkah lakunya secara bawah sadar. 

Oleh karena itu, kalau kita dapat mengubah kepercayaan 

objek yang kita tuju, kita dapat mengubah tingkah lakunya. 

Atau dengan kata lain, kita memasuki konsep stimulus yang 

merangsang pikiran bawah sadar atau subconscious mind, 

mengubah pikiran sadar atau conscious mind, dan akhirnya 

menghasilkan tindakan sadar atau conscious action. Tetapi, 

jelaslah bahwa mengubah kepercayaan seseorang bukan 

sesuatu hal yang mudah, meski bukan berarti mustahil. Dan, 

hal itu bisa kita pelajari di dalam Linguistic Deception ini. 

ang pertama kali harus kita pelajari dalam Unguis 

tic Deception ini tidak lain yaitu  cara bicara yang 

tepat dalam memberi masukan atau pendapat 

kefJada lawan bicara kita. Percaya atau tidak, ada begitu 

banyak prinsip psikologi di dalam seni berbicara yang dapat 

digunakan untuk memasukkan pendapat ke dalam pikiran 

orang lain. Walaupun begitu, tidak semua teori ini  dapat 

digunakan secara mutlak sesuai aturan mainnya. Masih 

terdapat banyak faktor lain yang memengaruhi yang harus 

dipadukan agar menghasilkan suatu bentuk yang sempurna. 

Tetap saja, hal ini merupakan faktor terpenting yang menurut 

saya dapat berdiri sendiri di dalam seni ini . Mari kita 

bahas satu per satu. 

1. Two Sides Triangle (Segitiga bersisi dua) 

Kalau Anda pernah mendengar lagu Phil Collins yang 

berjudul Both Sides Story, Anda akan tahu bahwa segala sesuatu 

selalu mempunyai dua sisi: Sisi subjek dan sisi objek. Sisi-

sisi ini  menciptakan berbagai cerita sebagai hasil sudut 

pandang yang berbeda, dan biasanya sisi yang satu berusaha 

merendahkan sisi yang satunya. Oleh karena itu, ketika kita 

ingin memasukkan suatu paham, pemikiran, ataupun 

"pemaksaan" secara tidak langsung kepada orang lain, 

terlebih dahulu kita harus mengetahui apakah objek atau 

lawan bicara kita itu sudah memiliki informasi dari sudut 

pandang yang lain, terkait hal-hal yang akan kita sampaikan. 

Kalau mereka sudah memiliki informasi itu, kita harus 

menggunakan konsep dua sisi, yaitu menunjukkan sisi yang 

salah dan alasan mengapa sisi ini  dikatakan salah. Hal 

ini perlu dilakukan karena objek/lawan bicara kita sudah 

mengetahui informasi lain tentang hal yang ingin kita 

sampaikan. Jadi, kita harus menunjukkan kepada mereka 

bahwa sejak dulu kita sudah mengetahui informasi yang jatuh 

kepadanya itu. Karena, kalau tidak demikian, mereka tidak 

akan percaya dan timbullah rasa curiga. 

Berikut yaitu  contoh praktisnya. Ada orang ingin 

membeli sepatu di dua tempat yang berbeda. Kebetulan salah 

satu toko sepatu ini  yaitu  milik Anda. Maka, Anda 

harus mengetahui apakah lawan bicara Anda mempunyai 

pilihan sepatu di tempat lain. Kalau benar demikian, kita 

harus memasukkan sudut pandang tentang sepatu yang lain 

itu. Misalnya, sepatu itu memang bagus jika dibandingkan 

dengan sepatu yang Anda jual. Tetapi, apa betul harga yang 

ditawarkan masuk akal untuk sepasang sepatu? Saya rasa 

orang seperti Anda bisa memanfaatkan permainan logika 

dalam memilih sesuatu. Di sini kita memberikan informasi 

dari dua sisi tentang sepatu yang kita jual dan sepatu yang 

orang lain jual. Dan juga, di sini kita menggunakan 

kelemahan kita sebagai kekuatan (sepatu yang kita tawarkan 

tidak sebaik yang dilihat calon pembeli di toko lain, tetapi 

harganya lebih masuk akal). Kelemahan sebagai kekuatan 

akan kita bahas di dalam bab berikutnya. 

Mari kita simak contoh lain di dalam kehidupan 

manusia. Belakangan ini kita banyak kali mendengar 

terjadinya perselingkuhan dalam hubungan percintaan. 

Mengapa hal itu bisa terjadi? Itu karena si objek secara tidak 

sadar diberi pesan dua sisi dari si subjek dan ia menerimanya 

begitu saja. 

Misalnya saja, Anda sebagai seorang pria tertarik pada 

wanita yang sudah memiliki kekasih, atau sebaliknya. Anda 

mengetahui berbagai kekurangan sebenarnya ada pada diri 

sang kekasih. Tak hanya itu, Anda pun mengetahui bahwa 

objek Anda secara tidak langsung juga sudah mengetahui 

kekurangan yang pada diri kekasihnya. Maka, keadaan ini 

menunjukkan bahwa si objek sudah sadar akan informasi 

dua sisi ini . Dengan demikian, untuk memengaruhinya 

Anda harus menggunakan metode dua sisi ini . 

(Tunjukkan sisi yang salah dan jelaskan alasan mengapa hal 

itu salah.) 

Beritahulah si objek bahwa Anda paham benar keadaan 

ataupun informasi dari sisi pesaing Anda. Lalu, gunakan 

kelemahannya dan lemahkan kelebihannya. Cari 

kelemahannya satu per satu dan katakan lewat perbandingan. 

Misalnya, Anda dapat mengatakan, "Saya sudah tahu kalau 

kamu mempunyai kekasih yang kamu sayang. Tapi, saya 

dengar ia sudah jarang memerhatikan kamu dan lebih sibuk 

dengan segala kegiatannya, yang katanya demi meniti^ 

kariernya semata. Saya yakin hal itu juga akan mengganggu 

kamu sebagai pasangannya. Bukankah arti kekasih yaitu  

orang yang menyediakan waktu untuk pasangannya?" 

Dengan begini kita secara tidak langsung memberitahunya 

bahwa kita juga mengetahui informasi dari sisi lain dan bahwa 

kita sungguh menaruh perhatian yang cukup dalam 

mengenai hal itu. 

Percaya atau tidak, hal ini yang selalu membuat orang 

berselingkuh! Itu karena adanya perbandingan dari dua sisi 

yang berbeda. (Tapi menurut saya, hal di atas bukan untuk 

diteladani oleh Anda! Hal ini sekadar contoh yang saya 

berikan karena fenomenanya sangat mudah Anda amati di 

dalam masyarakat saat ini. Jadi, bukan untuk ditiru!) 

2. One Side Triangle (Segitiga satu sisi) 

Namun, apabila lawan bicara Anda sama sekali tidak 

mengetahui informasi dari sisi yang berbeda/sisi yang lain, 

sebaiknya Anda tidak menggunakan pesan dua arah. 

Sebaliknya, gunakan saja pesan satu arah dan "paksakan" 

pemikiran Anda tanpa memberikan perbandingan apa pun. 

Andaikan kita mengulang contoh toko sepatu tadi. 

Apabila kita yakin bahwa si pembeli belum melihat atau 

mendapatkan informasi apa pun tentang sepatu yang lebih 

baik di toko lain, Anda tidak perlu membuat perbandingan 

sama sekali. Anda tidak perlu mengatakan hal-hal seperti 

'Anda tahu sepatu di toko sebelah? Harganya mahal sekali." 

Hal ini sungguh tidak perlu dikatakan karena dengan 

mengatakannya Anda secara tidak langsung memberi 

informasi kepada lawan bicara Anda bahwa ada sesuatu yang 

menarik perhatian Anda. Secara tidak langsung, informasi 

Anda itu akan menjadi perhatian lawan bicara Anda. 

Meskipun Anda berusaha memberikan informasi negatif 

tentang sepatu di toko sebelah, hal ini tetaplah salah, terlepas 

dari informasi apa pun yang Anda berikan. Kata-kata Anda 

ini akan membuat lawan bicara Anda menjadi sadar 

mengenai keberadaan sesuatu yang lain, yang mungkin harus 

diperhatikan juga. 

Bayangkan saja, orang yang tadinya hendak membeli 

sepatu di toko Anda, kini mungkin berubah pikiran dan 

berkata, "Hm.. . mungkin sepatu di sana memang lebih 

mahal. Tapi, siapa tahu kualitas sepatunya lebih baik?" 

Ingatlah bahwa informasi—atau apa pun itu—yang buruk 

bagi Anda tidak selalu berarti buruk di mata orang lain! 

Menjelek-jelekkan sesuatu dapat membuat orang lain peduli 

pada sesuatu itu dan menghasilkan antipati terhadap Anda! 

(Berhati-hatilah saat berkata-kata!) 

Atau, andaikan Anda sedang mengejar seorang kekasih. 

Lalu, dengan tidak bijaksana Anda membuat perbandingan 

antara diri Anda dengan orang lain yang sebenarnya tidak 

pernah ada. Itu sebuah kesalahan besar! Jangan pernah 

mengatakan, "Lebih baik kamu menjadi kekasih saya karena 

saya sayang kamu. Kamu tidak tahu, bukan, kalau si JONI 

teman kampusmu itu juga menyukaimu? Tapi, Joni itu tukang 

bohong, enggak cakep lagi! Mendingan kamu sama saya kan?" 

Kata-kata di atas yaitu  suatu hal paling bodoh yang 

pernah dikatakan orang ketika menginginkan sesuatu. 

Mengapa demikian? Itu karena, kendati Anda menjelek-

jelekkan pihak ketiga, secara tidak sadar Anda juga memberi 

informasi tentang adanya pihak ketiga. Ini sama halnya 

dengan contoh kasus toko sepatu tadi. Anda membuat lawan 

bicara Anda "sadar" tentang sesuatu yang selama ini ia sendiri 

tidak pernah ketahui! Ingatlah sekali lagi, memburuk-

burukkan sesuatu dapat membuat orang lain sadar dan peduli" 

pada sesuatu itu dan mengundang antipati terhadap Anda. 

Ada sebuah contoh lain yang cukup menarik tentang 

pemberian informasi yang tidak seharusnya terjadi. Simaklah 

dengan saksama kisah berikut ini: 

Alkisah ada sebuah keluarga yang baru saja mempunyai 

seorangpembantu yang datang dari desa terpencil. Pembantu 

ini belum pernah bekerja di kota sebelumnya sehingga dapat 

dikatakan masih sangat polos dalam berbagai hal, termasuk 

membaca. Suatu ketika sang Tuan dari pembantu ini  

melihat berita di sebuah surat kabar tentang pembunuhan 

yang dilakukan oleh seorang pembantu rumah tangga 

terhadap majikannya. Lalu, dengan serta-merta sang Tuan 

memanggil pembantu barunya dan menceritakan kejadian 

keji yang baru saja dibacanya. la mengatakan keburukan yang 

seharusnya tidak dilakukan oleh seorang pembantu rumah 

tangga yang baik. la mengatakan bahwa hal itu sangat keji, 

penuh dosa, dan biadab. 

Bila kita memerhatikan cerita di atas, secara tidak 

langsung sang Tuan memberitahu si pembantu bahwa 

membunuh majikan sangatlah tidak baik dan menakutkan. 

Secara bawah sadar, sang Tuan mendidik pembantunya 

untuk tidak melakukan hal yang sama dengan apa yang 

dibacanya. 

Lalu, bagaimana menurut Anda? Baikkah hal itu? 

Mungkin saja Anda berkata itu baik. Namun, 

sebenarnya itu yaitu  kesalahan. Ingatlah bahwa si pembantu 

yaitu  seorang yang baru tiba dari desa, polos, dan bahkan 

tidak dapat membaca. Dan, menurut saya, pemberian 

informasi baru dari sang Tuan itu tidak diperlukan karena 

pengetahuan itu bersifat negatif. Mungkin saja tujuan dari 

pemberian informasi ini  baik. Akan tetapi, akhirnya si 

pembantu yang tadinya tidak memiliki konsep tentang 

pembantu yang mampu membunuh majikannya, kini 

mendapatkan konsep baru. Si pembantu menjadi sadar 

bahwa hal semacam itu ada, pernah dilakukan, dan mungkin 

bisa dilakukan. 

Contoh berikutnya yaitu  tentang ketakutan sebagian 

orang kepada hantu. Mengapa Anda takut kepada hantu? 

Itu karena konsep hantu ada pada diri Anda. Semenjak kecil 

Anda diberitahu bahwa hantu itu menyeramkan, 

menakutkan, dan sangat berbahaya bagi kita, manusia. Bukan 

begitu? Bayangkan bila kita tidak pernah mengajarkan 

tentang apa itu hantu kepada anak kita. Kira-kira apakah 

suatu saat nanti, ketika ia sudah besar, ia akan takut pada 

hantu? Saya pikir tidak! Bagaimana mungkin seseorang bisa 

merasa takut akan sesuatu hal bila ia sendiri tidak memiliki 

konsep tentang hal itu. Apakah Anda setuju dengan saya? 

Oleh karena itu, kita harus sangat berhati-hati dalam 

memberikan informasi kepada seseorang. Bila dirasa tidak 

perlu, jangan berikan! Itu sama saja Anda memberitahu 

maling di mana Anda menyimpan uang. Tidak bijaksana, 

bukan? 

3. Induksi dan Deduksi Bawah Sadar 

Dalam Linguistic Deception, kita juga dapat belajar 

memengaruhi orang lain dengan memberi masukan bawah 

sadar. Masukan itu sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu 

induksi dan deduksi. 

Deduksi 

Dalam pendekatan deduksi, kita akan memberitahu lawan 

bicara kita tentang apa yang kita inginkan dari mereka secara 

langsung Mengarahkan, meminta, atau memaksa secara 

langsung sebelum memberikan penjelasan kepada lawan 

bicara kita. Pendekatan ini bisa saya sederhanakan sebagai: 

Meminta/memerintah baru memberi alasan mengapa 

mereka harus melakukan hal itu. Perhatikan contoh berikut: 

Perintah: "Anda harus membeli telepon genggam 

merek Hitachi karena...." 

Alasan: "Telepon genggam merek itu mempunyai 

fungsi yang luar biasa dan desainnya sangat 

futuristik, sesuai sekali untuk kalangan muda 

seperti Anda!" 

Atau, 

Permintaan: "Dapatkah saya menjadi 

kekasihmu?" 

Alasan: "Karena, sejak dulu saya telah memer-

hatikan dan menyayangimu...." 

Jadi, di sini Anda dapat melihat bahwa kita mengajukan 

permintaan atau perintah terlebih dahulu, sebelum kita 

memberikan alasan pada lawan bicara kita. Sementara itu, 

induksi bekerja sebaliknya. Dalam pendekatan ini, kita 

memberikan alasan lebih dulu sebelum meminta sesuatu dari 

lawan bicara kita. 

Dalam beberapa hal, pendekatan deduksi jauh lebih 

efektif dibandingkan induksi. Itu karena kita memberikan 

inti persoalan terlebih dahulu sebelum memberikan 

penjelasan. Dengan demikian, lawan bicara kita dapat dengan 

mudah dan jelas menangkap maksud dan keinginan kita 

secara gamblang. Sementara itu, dalam pendekatan induksi, 

lawan bicara kita tidak tahu apa yang kita inginkan sampai 

akhir pembicaraan tiba. Dalam pendekatan ini, lawan bicara 

kita dimungkinkan salah paham akan maksud atau keinginan 

kita. 

Mari kita simak contoh pendekatan induksi di bahwa 

ini: 

Alasan: "Saya menyayangimu, menyukaimu. Dan, 

dari dulu saya sudah tertarik padamu. Bolehkah 

saya menjadi kekasihmu?" 

Alasan: "Telepon genggam merek Hitachi itu 

bagus sekali. Fungsinya, penampilannya, dan 

bahkan harganya pun sangat terjangkau. Lebih 

baik Anda membeli telepon itu daripada mereka 

yang lain!" 

Namun, seperti seni-seni lainnya, cara ini begitu fleksibelnya 

sehingga Anda harus mampu melihat lawan bicara Anda 

sebelum dapat memilih metode pendekatan mana yang tepat 

untuk digunakan. Misalnya, andaikan lawan bicara kita 

bersifat agak menantang atau kurang percaya pada hal yang 

akan kita tunjukkan. Maka, dalam hal ini pendekatan induksi 

akan jauh lebih berguna. Setidaknya dalam pendekatan ini 

mereka dapat mendengar argumen kita sebelum masuk pada 

intinya dan kita dapat dengan mudah membangun 

kepercayaan pada diri lawan bicara kita. 

Percaya atau tidak, biasanya anak-anak sangadah pandai 

menggunakan hal ini tanpa disadari oleh orangtua mereka. 

Mari kita simak contoh berikut ini: 

Deduksi 

Permintaan: Ma, saya ingin punya sepeda! 

Orangtua mungkin terkejut. Dan, sebelum si anak 

sempat menerangkan apa-apa, orangtua mungkin 

langsung menolak permitaan itu. 

Alasan: "Ah, untuk apa beli sepeda? Kamu belum 

memerlukannya. Kan, masih banyak yang harus 

dibeli. Lebih baik beli buku saja." 

Hal ini terjadi karena si anak secara tidak sengaja bersifat 

menantang terhadap ada orangtuanya. 

Induksi 

Alasan: "Ma, Andi setiap pulang sekolah selalu jalan kaki. 

Andi lelah sekali...." 

Permintaan: "Boleh tidak Andi minta dibelikan sepeda 

supaya Andi bisa lebih cepat pulang dan tidak kelelahan? 

Boleh, ya, Ma?" 

Di sini lawan bicara mendengarkan penjelasan terlebih 

dahulu yang dibuat sedemikian rupa agar ia memercayai poin 

akhir pembicaraan. Dengan demikian, lawan bicara kita tidak 

mampu langsung menolak. Dari contoh di atas terlihat jelas 

bahwa pendekatan induksi sangat baik untuk membujuk 

secara bawah sadar. Sementara itu, pendekatan deduksi baik 

digunakan untuk menunjukkan wibawa sang pembicara. 

Misalnya, pada saat pidato, seminar, dan sebagainya. Akan 

tetapi, tetaplah perhatikan baik-baik sikap lawan bicara kita 

terlebih dahulu. 

4. Keuntungan yang Datang Setelah 

Kegunaan 

Dalam berjualan, biasanya ada rumusan yang sangat hakiki 

di dalamnya, yaitu memberitahukan keuntungan dari barang 

yang akan dijual alih-alih kegunaan sebenarnya. Itu karena, 

biasanya calon pembeli/lawan bicara secara psikologis 

memang tidak ingin mengetahui apa yang menjadikan suatu 

barang berguna dan lebih ingin tahu keuntungannya. 

Untuk memperjelas maksud saya, mari kita bedakan 

antara kegunaan dan keuntungan lewat contoh di bawah 

ini: 

Contoh 1. Minuman ini mengandung serat yang sangat 

tinggi dan juga vitamin yang sangat berguna 

bagi pelarutan lemak di dalam tubuh sehingga 

berguna untuk mengangkat lemak yang 

tertinggal di dalam tubuh manusia ketika 

mengkonsumsi makanan secara berlebihan. 

{Kegunaan) 

Minuman ini akan membuat Anda ramping 

bagaikan model. (Keuntungan) 

Contoh 2. Mobil yang Anda lihat ini memiliki kelebihan 

yang sangat luar biasa. Mobil ini dilengkapi 

teknologi turbo dari Jepang yang akan 

menambah daya laju mobil sehingga tidak 

terkalahkan. {Kegunaan) 

Mobil ini bisa dipacu sangat cepat sehingga 

Anda bisa berkejar-kejaran dengan polisi dan 

mereka pasti ketinggalan. {Keuntungan) 

Contoh 3. Bacalah buku ini karena buku ini mempunyai 

banyak hal yang tidak diketahui oleh orang 

awam. Di dalamnya terdapat pendidikan 

tentang pengembangan diri dan intelektual 

yang berguna untuk mengembangkan identitas 

diri Anda. {Kegunaan) 

Dengan membaca buku ini, Anda akan menjadi 

orang yang sukses di segala bidang. (Keuntungan) 

Setelah Anda melihat contoh-contoh di atas, tampak jelas 

bahwa di satu sisi pembicara mencoba menunjukkan 

kegunaan dari hal yang diyakininya sangat menarik. Di sisi 

lain pembicara menunjukkan keuntungan yang akan didapat 

lawan bicaranya dari hal yang sedang dibicarakan. Secara 

psikologis, pendengar akan lebih tertarik pada segala sesuatu 

yang berhubungan dengan dirinya secara langsung. Itu karena 

adanya faktor sentuhan pribadi atau personal touch. 

Ingatlah bahwa orang secara bawah sadar maupun sadar 

lebih menyukai keuntungan apa yang bisa ia peroleh dan 

tidak ingin membuang-buang waktu untuk menyimak 

kegunaan sesuatu hal. 

5. Pilihan yang Melarang: Pilihan... 

larangan.... 

Terkadang ketika berbicara kita ingin mengubah pendapat 

orang atau memberi masukan pada orang lain tentang pikiran 

kita. Dan, yang paling sering kita lakukan secara tidak sadar 

yaitu  memberi larangan pada orang ini , bila hal yang 

ia inginkan tidak sesuai dengan kemauan kita. Apakah Anda 

berpikir pemberian larangan akan efektif ? Ya, tentu tidak. 

Coba kita gunakan logika kita. Tatkala Anda memberi 

larangan, itu berarti Anda melarang subjek ini  untuk 

melakukan sesuatu yang diingininya. Dan bila ia dilarang, 

subjek itu akan kehilangan sebuah momen yang begitu 

diingininya. Lalu, apa yang harus ia lakukan? 

Di situ lah letak kesalahan kita. Kita tidak memberikan 

pilihan sebagai pengganti momen ini ! Misalnya, Anda 

tidak suka melihat pacar Anda merokok. Maka, Anda 

langsung berkata padanya, "Hei, jangan merokok lagi! Saya 

tidak suka dan itu buruk bagi kesehatan kita!" Bagi Anda 

yang memang belum pernah merasakan nikmatnya rokok, 

memang mudah sekali mengatakan hal demikian. Tapi, 

tahukah apa yang dirasakan orang ketika mereka berhenti 

merokok? Mulut mereka akan terasa sangat pahit sekali. 

Sebaliknya, kita mungkin dapat menawarkan pilihan 

kepada subjek ini  sebagai pengganti aktivitas merokok. 

Misalnya dengan berkata, "Daripada kamu merusak 

kesehatanmu dengan merokok, bukankah lebih baik kalau 

kamu mengunyah permen karet saja?" Atau, "Daripada 

kebut-kebutan di jalan, bukankah lebih baik kamu 

mendaftarkan diri untuk ikut reli mobil secara teratur?" 

Meski demikian, ternyata menawarkan pilihan pada 

subjek tidak selamanya berjalan mulus seperti yang kita 

harapkan. Untuk kasus ini, saya menganjurkan Anda untuk 

menggunakan teknik lain yang mungkin akan lebih efektif. 

Teknik ini yaitu  pemberian "Pilihan negatif bagi masa 

depan pihak yang dikasihi". 

Jangan sampai Anda dibingungkan oleh judulnya. 

Maksudnya yaitu  demikian: Banyak orang di dunia ini yang 

secara sengaja merusak diri sendiri tanpa memikirkan masa 

depannya. Orang tahu bahwa mabuk-mabukan tidak 

berguna bagi masa depannya, bahwa itu hanyalah kenikmatan 

sesaat. Para perokok juga begitu, apalagi orang yang 

menyalahgunakan obat-obatan. 

Namun, apakah mereka peduli? Saya pikir tidak. 

Kenikmatan sesaat itu secara tidak langsung menutupi 

pandangan orang tentang masa depannya. Dengan demikian, 

yaitu  mungkin bagi mereka untuk mengacuhkan masa 

depannya. Berikut yaitu  sebuah contoh yang menarik: 

Ada seorang pria mapan yang sudah berkeluarga dan 

mempunyai seorang istri yang cantik. Mereka telah 

dikaruniai seorang anak perempuan yang telah berusia 

14 tahun bernama Mala. Pria itu yaitu  seorang perokok 

berat dan istrinya setiap hari mengeluhkan hal itu. Dokter 

telah mengatakan bahaya merokok bagi kesehatannya, 

namun sang ayah hanya diam dan terus merokok. la 

tampak tak peduli dengan kesehatannya. Pilihan demi 

pilihan dilontarkan sang istri kepada suaminya. Bahkan, 

sang istri sempat berkata hendak meninggalkannya bila 

ia tetap merokok. Rupanya kali ini ancaman itu berhasil. 

Sang suami berhenti merokok di depan istrinya, namun 

tetap menjadi perokok superaktif di belakangnya. Sampai 

suatu saat sang istri merasa lelah memperingatkan, lalu 

membiarkannya. 

Bagaimanapun, suatu malam, ketika pria itu sedang 

menonton televisi dan terbatuk-batuk sambil mengisap 

rokok, anaknya yang masih berumur 14 tahun itu keluar 

dari kamarnya. Si anak menangis keras, merebut rokok 

ayahnya, dan berkata, 'Papa, tolong berhenti membunuh 

diri Papa sendiri! Mala ingin Papa ada di sana ketika 

Mala sudah besar dan hendak menikah. Mala ingin Papa 

ada untuk anak-anak Mala nanti. Mala tidak mau 

kehilangan Papa begitu cepat." 

Sejak hari itu pria ini  berhenti merokok. 

Sebenarnya, apa yang telah terjadi di sini? Mengapa perkataan 

dokter tentang kesehatannya dan istri yang mengancam akan 

meninggalkannya tidak berhasil mengubah pria dalam 

contoh di atas? Namun ternyata, si Mala kecil dapat 

mengubahnya? Itu karena Mala memberikan pilihan yang 

tidak mengancam subjek dan tidak mendesak. Mala justru 

memberikan pilihan yang pahit kepada dirinya sendiri, yaitu 

kesedihan dan rasa tidak ingin kehilangan ayahnya. Ucapan 

Mala membuat sang ayah memerhatikan pilihan negatif yang 

ia berikan kepada masa depan orang yang ia cintai, yaitu 

Mala sendiri. Renungkan dan coba pikirkan bagaimana hal 

seperti ini dapat mengubah banyak aspek di dalam kehidupan 

kita. 

6. Ancaman Pihak Ketiga 

Setelah merenungkan hal di atas, barulah hal berikut ini 

menjadi lebih menarik bagi Anda. Pernahkah Anda 

mendengar cerita, membaca buku, atau bahkan menonton 

sebuah film tentang mafia? Nah, ini lah salah satunya. Mari 

kita simak bersama. 

Seorang polisi tertangkap di dalam suatu perkumpulan 

mafia. Ia lalu diminta untuk mengakui sesuatu yang sangat 

penting. Di sana ada seorang tukang pukul yang badannya 

mungkin tiga kali lebih besar dari badan si polisi, dan 

mengancam dengan berkata seperti ini, "Ayo, mengaku! 

Kalau tidak saya pukul kamu habis-habisan!" 

eBook by MR. 

Akankah polisi itu mengaku? Ya, memang itu 

tergantung filmnya, tapi biasanya tidak. Lalu, kita anggap 

saja si tukang pukul melanjutkan ancamannya, "Kalau tidak 

mengaku, saya setrum kamu, saya potong jari tanganmu!" 

Dan, orang itu tetap bersikukuh tidak mau mengaku. 

Si tukang pukul terus mengancam, "Ayo, mengaku atau saya 

ikat kamu di tempat gelap dan saya paksa kamu nonton film 

India selama 6 jam!" (Mungkin sekarang si polisi baru mau 

mengaku!) Namun, seperti kebanyakan film, biasanya si 

jagoan tetap diam seribu bahasa dan tegar. 

Tapi, bagaimana dengan ancaman ini: "Ayo mengaku 

atau istri dan anak kamu saya bunuh!" 

Biasanya 99% orang akan mengaku. Mengapa? Hal ini 

sama seperti contoh kasus sebelumnya, yakni tentang rokok. 

Di sini kita tidak memberikan ancaman pada pihak yang 

bersangkutan, namun pada pihak ketiga. 

Bila kita kembali pada contoh rokok tadi, seperti biasa 

kita tidak bisa mengatakan, "Ayo, jangan merokok karena 

kamu akan meracuni dirimu sendiri!" Acap kali orang sekadar 

mengangguk-anggukkan kepala karena merasa ia lah yang 

berhak mengatur hidupnya, bukan orang lain. Alih-alih 

berkata seperti itu, coba katakan, "Apa kamu tidak kasihan 

pada ibu, istri, dan juga anak-anakmu? Tahukah kamu bila 

kamu merokok, mereka selalu terkena asapnya. Dan, ini akan 

membuat mereka menjadi perokok pasif dan bisa sangat 

berbahaya bagi mereka? Ayo, kasihani mereka! Pikirkan masa 

depan mereka yang masih panjang. Demi mereka berhennlah 

merokok." 

Gunakan juga hal serupa di dalam hal-hal lain, seperti 

kebiasaan berjudi, mabuk, dan sebagainya. 

7. Informasi Baru 

Misalkan Anda sedang berjualan atau menawarkan sesuatu. 

Anggaplah Anda yaitu  seorang penjual sabun. Apabila 

Anda berkata bahwa sabun itu dapat membersihkan tubuh 

dan membuatnya wangi, dan sebagainya... maka yang Anda 

berikan yaitu  informasi lama yang kurang menarik 

perhatian orang yang dituju. Itu karena yang Anda berikan 

yaitu  informasi usang yang sudah diketahui oleh orang 

ini . Dan, semakin tidak menarik karena tidak 

mengandung informasi baru. Tapi, kalau saja kita 

mengatakan bahwa sabun ini juga bisa dimakan Jelas, hal 

ini akan menarik perhatian orang karena itu yaitu  informasi 

baru yang belum pernah ia dengar sebelumnya. (Lagipula 

bukankah memang semua sabun itu dapat dimakan? 

Walaupun harus bertaruh nyawa!) 

Poinnya di sini yaitu  informasi baru akan selalu tampak 

lebih menarik. Cobalah pikirkan hal ini dalam konteks 

kehidupan Anda sehari-hari. Masukkan berbagai informasi 

baru yang bisa membuat diri Anda menjadi pusat perhatian! 

Dan, tahukah Anda bahwa gas elpiji itu sebenarnya tidak 

berbau? Mungkin, Anda akan menyangkalnya karena Anda 

yakin kalau tabung gas elpiji bocor maka akan timbul bau. 

Betul! Akan tetapi, sebenarnya gas elpiji memang tidak 

berbau! Hanya saja, di dalam proses pengemasannya, gas 

itu diberi aroma khusus. Hal ini dimaksudkan agar gas 

menghasilkan bau yang unik dan mudah dikenali manakala 

tabungnya bocor! Menarik, bukan? Mungkin, karena ini 

yaitu  informasi baru bagi Anda! 

Sekali lagi, jangan lupa. Seperti yang sudah kita bahas 

sebelumnya, berhati-hatilah dalam memberikan informasi 

baru. Jikalau informasi baru itu cenderung bersifat negatif, 

eBook by MR. 

akan lebih baik bagi Anda untuk tidak menyebarkannya agar 

tidak terbentuk konsep yang tidak perlu. 

8. Perumpamaan 

Pernahkah Anda mencoba menyampaikan sesuatu kepada 

orang lain, namun tidak berhasil? Memang, di dalam 

percakapan perkataan secara langsung dan terus-terang dapat 

membuat segala sesuatu menjadi tidak efektif. Bahkan, 

kadang malah tidak berguna bagi kedua belah pihak. 

Di dalam hidupnya manusia selalu menggunakan 

perumpamaan dalam berbicara. Bayangkan saja ketika kita 

masih kecil. Seberapa banyak dongeng yang dituturkan 

kepada kita agar kita memahami hal-hal baik yang sebenarnya 

dapat disampaikan secara langsung? 

Pernahkah Anda mendengar kisah Malin Kundang? 

Untuk apa kiranya cerita ini  dibuat? Tidak lain hanya 

untuk mengatakan bahwa sebagai anak sebaiknya kita 

menurut dan tidak kurang ajar pada orangtua. Hanya itu 

saja intinya. Dan, itu disampaikan lewat perumpamaan yang 

berbelit-belit. Anehnya, anak-anak lebih menangkap pesan 

yang disampaikan lewat cerita, bukan? 

Hal ini membuktikan bahwa manusia lebih dapat 

menerima hal-hal yang bersifat perumpamaan di dalam 

hidupnya. Dan, hal ini dapat kita gunakan sebagai senjata 

dalam seni berbicara. Cobalah cari sebuah perumpamaan 

yang tepat, lalu sampaikan melaluinya. 

Berikut yaitu  contoh kasus yang saya alami sendiri: 

Pernah satu ketika saya ditawari obat terlarang oleh 

kawan saya. Di sini saya dihadapkan pada hal yang 

sangat sulit. Di satu sisi saya tahu bahwa hal itu 

tidak baik, namun di sisi lain ia yaitu  kawan lama 

saya yang memang sudah terbiasa dengan obat-

obatan. Artinya, saya sedang menghadapi orang 

yang jelas-jelas sulit diberi pengertian. 

Mungkin, saya dapat menjelaskan padanya 

bahwa obat-obatan semacam itu akan berakibat 

buruk baginya dan bahwa saya tidak akan 

menggunakannya. Namun, apa hasilnya? Ada 

kemungkinan saya akan membuang-buang waktu 

seharian penuh dengan orang itu tanpa hasil 

apapun. Ingatlah hal yang sudah kita bahas di atas: 

Informasi itu sudah usang... bukan informasi 

baru! 

. Saya mungkin saja menolak obat-obatan 

ini  sambil marah. Tapi, itu pun tidak akan 

membuahkan hasil. Oleh karena itu, saya 

menggunakan sebuah metode yang saya sebut 

"The Confusing Double Ques t ions" atau 

Pertanyaan Ganda yang Membingungkan. 

Maka, saya berkata padanya, "Ah, saya tidak mau 

coba itu...." 

Ia pun tangkas membalas, "Coba dulu, dong! 

Biar tahu rasanya. Nanti pasti minta lagi, kamu 

kan belum pernah mencoba. Nah, mau enggak? 

Kalau belum pernah coba mana tahu? Semua itu 

kan harus dicoba dulu baru tahu!" 

Saya pun menjawab, "Eh, kamu pernah enggak 

digigit ular?" 

"Belum!" katanya. 

"Hm, mau coba enggak? 

"Apa kamu gila?!" katanya lagi. 

Kemudian, saya kembali berkata, "Lho, kan 

kamu belum pernah coba? Coba dulu dong, siapa 

tahu enak!" 

Tak mau kalah, kawan saya itu menimpali, 

"Mana mungkin enak? Semua orang juga tahu 

kalau yang namanya digigit ular itu bahaya!" 

"Nah, berarti kamu tahu kalau digigit ular itu 

bahaya padahal kamu belum pernah coba, kan? 

Begitu juga saya. Saya tahu kalau yang namanya 

narkoba itu bahaya. Begini saja, saya beli ular dulu, 

lalu saya bikin ularnya menggigit kamu, nanti baru 

saya pakai obat kamu. Oke?" 

la pun terdiam tanpa kata