Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw. dalam
praktiknya, beragam cara manusia berinteraksi dengan kalamullah ini , begitu
juga realitas yang terjadi di warga kota Jember. Salah satunya yakni praktik
ruqyah memakai mediasi Al-Qur’an sebagai salah satu bentuk interaksi atau
usaha Raqi dalam mengusir jin yang kerap kali mengganggu warga sekitar
sebagaimana penyembuhan dan doa yang diajarkan oleh baginda Rasulullah Saw
sendiri. Secara sederhana ruqyah memiliki tiga hal pokok yang utama. Pertama,
keyakinan terhadap Allah, bahwa setiap penyakit ada obatnya, kecuali penyakit
tua. Kedua, keistiqomahan agar senantiasa dapat mengingat dan untuk berserah
diri kepada Allah. Serta menjadikan benteng diri agar terhindar dari gangguan jin
dan sebangsa. Ketiga, sejatinya setiap jin yang mengganggu dan sakit yang
menimpa manusia adalah untuk mengukur keimanan seseorang.
Untuk itu, dalam skripsi ini penulis mempunyai fokus kajian yang akan
diteliti. yakni pertama adalah bagaimana tata cara meruqyah serta apa faktor-
faktor penyebab kegagalan ruqyah?, yang kedua apa saja dampak dari terapi
ruqyah ini ?.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana serangkaian
prosesi ruqyah serta apa dampak sebelum dan setelah melakukan ruqyah.
Selanjutnya untuk mencari dampak yang ditimbulkan praktik ruqyah ini
menurut para Raqi dan pasien ruqyah.
Penelitian ini memakai metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi, yakni suatu kasus terhadap salah satu fenomena Living
Qur’an dalam praktik pengobatan ruqyah. Sebagai teknik pengumpulan data
penulis mengacu pada tiga hal. Pertama, observasi berperan aktif selama
pengamatan. Kedua, wawancara terhadap informan yang terkait dengan sasaran
penelitian. Ketiga, dokumentasi sebagai data pendukung dan penguat terhadap
data primer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan ruqyah memiliki
serangkaian prosedur yang harus dilakukan agar praktik ini berdampak kepada
pelakunya. Di samping itu tujuan dari ruqyah adalah menyiarkan Islam dengan
jalan dakwah, khususnya kepada para pasien dan umat Islam pada umumnya
dengan kembali pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk bagi manusia bukan hanya
membicarakan persoalan ibadah, termasuk di dalamnya membicarakan tentang
pengobatan (As-Sh}ifa>) sebagaimana yang tertera dalam Qur’an Surah (QS)
Al-Isra>’ [17:82].1 Menurut Ibnu Kat}sir dalam kitab Tafsirnya yang dikenal
dengan Tafsir Ibnu Kat}sir, mengutarakan bahwa Al-Qur’an yang diturunkan
kepada nabi Muhammad Saw., merupakan obat penyembuh sekaligus rahmat,
yaitu dapat menghilangkan berbagai macam penyakit di dalam hati. Seperti
keraguan, kemunafikan dan penyimpangan dari ajaran agama, maka Al-
Qur’an menghilangkan itu semua, sekaligus sebagai rahmat untuk membawa
manusia ke jalan yang benar.2 Sementara bagi orang yang mengingkari Al-
Qur’an mendengarkannya menambah kekafirannya atau kerusakannya, karena
sesungguhnya Allah menjadikan Al-Qur’an sebagai penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman saja.3
Dewasa ini praktik yang menjadikan Al-Qur’an sebagai obat (As-
Sh}ifa>) sudah akrab dijumpai, baik melalui perorangan maupun kelompok
dengan bentuk ruqyah. Menurut catatan sejarah pengobatan semacam ini
sudah ada sebelum Islam datang, yakni ketika orang-orang jahiliy}ah
mengobati dirinya dan teman-temannya dari rasa sakit yang dideritanya dan
untuk menjaga kesehatan dengan memakai ruqyah sebagai cara
pengobatan mereka.4 Setelah masa Islam datang ruqyah-ruqyah yang dibawa
oleh warga jahiliy}ah kala itu masih dilanjutkan namun ada ketegasan
dari Rasulullah bahwa ruqyah boleh dilakukan asalkan tidak mengandung
kesyirikan.5 Hal ini dikarenakan bahwa ruqyah pra-Islam mengandung unsur
kesyirikan kepada Allah. Bahkan Nabi Saw., pun pernah diruqyah saat sakit,
dan malaikat Jiblirlah yang meruqyah beliau.6
Pengobatan ruqyah dalam Islam yang dilakukan dengan menjadikan
ayat-ayat Al-Qur’an sebagai was}i>lah (mediasi) dalam proses ruqyah sering
disebut ruqyah sh}ar’iy}ah. Penggunaan ayat Al-Qur’an sebagai was}i>lah
merupakan ruqyah yang dicontohkan Rasulullah. Ayat-ayat Al-Qur’an yang di
gunakan untuk meruqyah adalah salah satu syarat dengan tujuan untuk
menghilangkan penyakit baik jasmani maupun rohani seperti mengobati dari
4www.beritaislamimasakini.com/menelusuri-ruqyah-syar-iyyah.htm. diakses tanggal, 10-
12-2016, 21.20 WIB.
5 Lihat shahih Muslim no, Hadits 4079.
6 Shahih Muslim no. Hadits 4055.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu 'Umar Al Makki; Telah
menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz Ad} D{arawardi dari Yazid yaitu Ibnu 'Abdillah
bin Usamah bin Al Hadi dari Muhammad bin Ibrahim dari Abu Salamah bin 'Abdur
Rahman dari 'Aisyah istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dia berkata; "Bila
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sakit, Jibril datang meruqy}ahnya. Jibril
mengucapkan; 'Bismillaahi yubriika, wa min kulli daa-in yusyfika, wa min syarri hasidin
idza hasad, wa syarri kulli dzi 'ainin.' (Dengan nama Allah yang menciptakanmu. Dia-lah
Allah yang menyembuhkanmu dari segala macam penyakit dan dari kejahatan pendengki
ketika ia mendengki serta segala macam kejahatan sorotan mata jahat semua makhluk
yang memandang dengan kedengkian).
3
gangguan jin,7 karena jin (setan) merupakan musuh manusia. Gangguan jin ini
ada yang bersifat personal yang dirasakan oleh individu serta ada juga
gangguan yang sifatnya kolektif untuk mengganggu manusia secara massal.
Gangguan ini ada yang ringan seperti penampakan atau ilusi yang
menyeramkan dan gangguan yang berat seperti kesurupan dan penyakit aneh
karena ulah bangsa jin.8 Sehingga pengusiran terhadap gangguan jin perlu
dilakukan untuk kepentingan ibadah manusia dan hidup yang sehat. Fenomena
kemasukan jin ini sebagai salah satu penyebab gangguan mental, namun
kebanyakan dari orang bingung menghadapinya dan tidak tahu cara
menyembuhkannya. Karena tidak peralatan metodologis yang diperlukan,
seperti dikutip Wahib Abdus Salam Bali: “Sudah jelas fenomena masuknya jin
dalam tubuh manusia, meski jarang terjadi tidak bisa di abaikan begitu saja
oleh ilmu pengetahuan modern selagi masih terdapat realita yang
menguatkan”.9
Seiring perkembangan zaman dan teknologi, pengobatan kini beragam
macan dan bentuknya, salah satunya adalah pengobatan medis dengan obat-
obatan dan zat-zat kimia lainnya, tentunya dengan biaya yang tidak murah.
Islam sudah memberikan alternatif untuk menjaga kesehatan yaitu dengan
berobat salah satunya dengan ruqyah, bekam dan lain-lain. Fenomena ruqyah
ini biasanya menangani penyakit yang ditimbulkan oleh gangguan makhluk
halus, seperti kesurupan dan semisal, di samping juga bisa sebagai penawar
dari penyakit yang bersifat medis. Memang antara dunia manusia dengan
dunia jin memiliki sisi perbedaan di mana jin, setan dan sejenisnya dapat
melihat manusia, sedangkan manusia tidak dapat melihat mereka. Rasy}id
Ridha> berpendapat “siapa yang berkata bahwa dia melihat jin, itu hanya
ilusi atau ia melihat binatang aneh yang diduganya jin”. Tentu saja jin yang
dimaksud adalah makhluk halus yang dicipta dari api. bukan jin dalam
pengertian kuman, karena Muhammad ‘Abduh berpendapat bahwa kuman-
kuman yang bisa dilihat melalui bantuan microscop disebut jin.10
Di Indonesia praktisi-praktisi ruqyah tumbuh dengan subur dan
beragam model, ada yang meruqyah dengan mengecilkan bacaan atau suara
ada pula yang men-jahr-kannya.11 Praktik ruqyah di Jember semisal Ruqyah
Center Sukorejo Jember penulis menemukan praktik ruqyah yang menjadikan
Al-Qur’an sebagai mediasi utama dalam menangani penyakit jasmani dan
rohani, termasuk di dalamnya pengusiran jin. Hal yang menjadi menarik
dalam penelitian ini adalah proses ruqyah mandiri, yaitu bentuk pengajaran
ruqyah dari sang peruqyah kepada pasien ruqyah. Selain itu di Ruqyah Center
Sukorejo Jember juga memakai obat-obatan herbal sebagai mediasi untuk
mengebalkan diri dari gangguan jin dan untuk menjaga kesehatan. Lain dari
itu masih banyak praktisi-praktisi ruqyah yang tersebar di daerah Jember. Baik
yang membuka tempat ruqyah mandiri sampai perorangan.
Berdasarkan data, ruqyah di Jember terbagi dalam komunitas yaitu
QHI (Qur’anic Healing Indonesia) dan RHI (Rehab Hati Indonesia). Di
Jember setidaknya peruqyah yang tercatat ada kurang lebih ada 30 peruqyah.
Selain itu ada juga peruqyah yang tidak terdata oleh komunitas ruqyah yang
ada di Jember. Seperti seseorang yang bisa meruqyah tetapi tidak mau terjun
ke dalam dunia ruqyah, serta orang-orang di luar komunitas.
Berdasarkan latar belakang ini penulis ingin mengkaji lebih
mendalam terhadap praktik ruqyah yang ada di Jember dengan mengangkat
judul “AYAT-AYAT AL-QUR’AN PENGUSIR JIN DALAM RUQYAH
(STUDI LIVING QUR’AN TERHADAP PRAKTIK RUQYAH DI
JEMBER)” dengan model pembacaan kajian Living Qur’an.
B. Fokus Penelitian
Dari uraian latar belakang masalah di atas, ada beberapa masalah
pokok yang dapat dijadikan rumusan masalah atau fokus kajian dalam
penelitian ini.
1. Bagaimana tata cara meruqyah dan apa saja faktor penyebab
kegagalan ruqyah menurut Raqi?
2. Apa saja dampak dari ruqyah menurut Raqi terhadap penderita
gangguan jin?
E. Definisi Istilah
1. Ayat-ayat Al-Qur’an Pengusir Jin
Merupakan ayat Al-Qur’an tertentu yang dipilih berdasarkan
riwayat-riwayat yang shahih dengan tujuan untuk melindungi diri sendiri
maupun orang lain dari gangguan makhluk halus. Seperti surat-surat
mu'awwidzaat.12
2. Praktik Ruqyah
Proses pembacaan ayat Al-Qur’an tertentu yang dibacakan
dihadapan orang yang hendak diruqyah dengan tujuan menghilangkan
gangguan jin.13
3. Living Qur’an
Living Qur’an merupakan praktik menghidupkan Al-Qur’an dalam
keseharian. Adapun menurut beberapa pakar living Qur’an merupakan
sebuah upaya sistematis terhadap hal-hal yang terkait langsung atau tidak
langsung dengan Al-Qur’an, yang pada dasarnya sudah dimulai sejak
zaman Rasul.14 Living Qur’an dalam pengertian yang luas adalah praktik
resepsi, baik dalam bentuk membaca, memahami dan mengamalkan yang
mempunyai belief (keyakinan) bahwa berinteraksi dengan Al-Qur’an
dengan maksimal akan memperoleh kebahagiaan.
Fenomena Interaksi atau model “pembacaan” warga muslim
terhadap Al-Qur’an sangat variatif, sebagai respons dan apresiasi terhadap
kitab sucinya. Riset dalam konteks living qur’an, model-model dan
kompleksitasnya menjadi menarik untuk dilakukan, untuk melihat
bagaimana proses budaya, sosial yang terjadi.15 Hanya saja pada tahap
awal semua disiplin ilmu Al-Qur’an dimulai dari praktik sehingga
memunculkan disiplin ilmu baru. Seperti ilmu tajwid, tafsir dll.16
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan berisi tentang deskripsi alur pembahasan
skripsi yang telah dimulai dari bab pendahuluan hingga bab penutup. Format
penulisan sistematika pembahasan adalah dalam bentuk deskriptif naratif,
bukan seperti daftar isi.17 Sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB Satu, berisi mengenai pokok pikiran peneliti sehingga kajian ini
layak untuk diteliti. Pendahuluan merupakan bagian awal yang berisi latar
belakang, fokus kajian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi
istilah. Pada bab ini juga akan dipaparkan mengenai sistematika pembahasan.
BAB Dua, berisi mengenai tinjauan pustaka. Bab ini berisi mengenai
kajian terhadap penelitian yang memiliki kesamaan tema atau judul terkait
pada penelitian sebelumnya dan menjelaskan mengenai kerangka teori yang
dijadikan pisau analisa dalam penulisan penelitian ini.
BAB Tiga, Metode Penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis
penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, analisis data, keabsahan data
dan tahapan penelitian
BAB Empat, berisi tentang hasil observasi, penyajian data serta
analisis peneliti. Interview selama penelitian ini dilaksanakan. Baik itu
berbentuk dokumentasi, hasil wawancara dengan pasien ruqyah dan
peruqyahnya sendiri dan sebagai dasar pengumpulan data.
BAB Lima, Penutup. Berisi kesimpulan dan saran, pada bab ini berisi
kesimpulan dari penjelasan dari bab sebelumnya. Dari adanya kesimpulan
diharapkan mampu memberikan gambaran tentang penjelasan tulisan ini.
Penelitian terdahulu dalam sebuah karya tulis ilmiah baik skripsi, tesis
maupun disertasi merupakan serangkaian studi terhadap karya ilmiah yang
memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan diteliti oleh penulis. Selain
itu penelitian terdahulu bertujuan untuk melihat sejauh mana peneliti
melakukan studi terhadap penelitian yang akan di telitinya, untuk menentukan
orisinalitas dan posisi penelitian yang hendak dilakukan.18
Adapun beberapa karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian
penulis. Berikut beberapa diantaranya:
1. Skripsi dengan judul “DAMPAK TERAPI RUQYAH
SYAR’IYYAH DALAM PEMULIHAN KESEHATAN
PASIEN DI RUMAH RUQY}AH INDONESIA CILILITAN
JAKARTA TIMUR” karya Millaty Hanifa.19 Dalam karya
ini menuliskan mengenai pengobatan metode ruqyah untuk
mengobati penyakit mental yang diakibatkan oleh kehidupan
seseorang yang terlampau sering menjumpai masalah jasmani dan
psikis. Karya ini menjelaskan manfaat terapi ruqyah dengan
mengacu kepada sebuah lembaga ruqyah di Jakarta Timur yaitu di
rumah ruqyah Indonesia Cililitan yang didirikan sejak tahun 2009
oleh Ahmad Junaedi Lc,. dan Ahmad Sadzali Lc,. yang bertempat
di jalan kelurahan lama (jalan raya Bogor) No. 56, RT. 04 RW. 15
Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur. Disebutkan pula mengenai
pengobatan bekam dan pengobatan herbal lainnya. Secara garis
besar karya ilmiah ini dominan membahas pengobatan ala Islam,
yang berbeda dengan penelitian yang penulis akan kaji.
Persamaannya adalah sama sama membahas pengobatan
dengan ruqyah. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian
penulis lebih mengarah kepada perlindungan diri, selain itu
penelitian terdahulu tidak mengupas sisi Al-Qur’an sebagai
landasan living qur’an.
2. Skripsi yang di tulis oleh Mizan Anshori dengan judul “RUQYAH
SYAR’I PENAWAR SIHIR DAN KESURUPAN (STUDI
KASUS ORANG YANG TERKENA SIHIR DAN
KEMASUKAN JIN DI BAITUSSALAM PRAMBANAN
YOGYAKARTA)”20. Skripsi ini berisi tentang bagaimana cara
mengatasi penyakit ghaib seperti kesurupan jin dan hal lain yang
berupa gangguan oleh makhluk halus. Skripsi ini juga membahas
mengenai ruqyah dengan ruang lingkup pada pemusnaan gangguan
jahat seperti kesurupan jin dan membandingkannya dengan
fenomena praktik perdukunan dan paranormal yang telah
menjamur di warga .
Persamaannya sama-sama membahas tentang pengobatan
ruqyah dan living qur’an sedangkan yang membedakan antara
penelitian ini dengan penelitian penulis adalah mengenai konsep
kenapa jin harus di usir dari tubuh manusia serta mengapa dengan
Al-Qur’an cara mengusir jin ini , penulis belum menemukan
dalam penelitian sebelumnya (dalam skripsi ini). Hanya saja dalam
penelitian terdahulu disebutkan beberapa bacaan dalam ruqyah.
Selain itu lokasi penelitian menjadi pembeda, karena penelitian ini
bersifat kajian lapangan (field reasearch).
3. Skripsi atas judul “TERAPI RUQY}AH SYAR’IYYAH BAGI
PENDERITA GANGGUAN EMOSI DI BENGKEL ROHANI
CIPUTAT”, ditulis oleh Ana Noviana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.21 Skripsi ini membahas mengenai ruqyah sebagai bentuk
terapi rohani bagi penyandang gangguan emosi. Di dalamnya
dipaparkan mengenai manfaat terapi spiritual seperti yang
diajarkan oleh Rasulullah, diantaranya dengan terapi ruqyah.
Penelitian ini lebih membahas tentang gangguan emosi atau
mental. Penelitian ini tidak membahas mengenai perihal jin, akan
tetapi lebih cenderung membahas masalah psikologis. Jika
penelitian sebelumnya membahas mengenai penyakit yang
ditimbulkan jin seperti kerasukan dan sebagainya penelitian ini
lebih memfokuskan kepada penderita gangguan emosi atau mental
yang disebabkan gangguan ghaib. Persamaannya kedua penelitian
ini membahas mengenai ruqyah. Sedangkan yang membedakan
adalah tujuan dari penelitian, dalam penelitian terdahulu ini
bertujuan untuk mengungkap faktor serta penyebab gangguan
emosi atau mental pada seseorang. Sedangkan dalam penelitian
penulis bertujuan mengungkap ruqyah sebagai bentuk pengobatan
dengan memakai Al-Qur’an sebagai perantaranya. Selain itu
Pembeda antara penelitian ini dengan penelitian penulis adalah
objek penelitian. Jika penelitian terdahulu membahas mengenai
manfaat ruqyah terhadap kestabilan rohaniah (emosi) seseorang
yang jenuh terhadap kehidupannya. Maka ranah penelitian penulis
lebih cenderung kepada usaha menjaga jasmaniah serta rohaniah
seseorang terbebas dari gangguan-gangguan dari makhluk halus,
semisal jin dan sebangsa. Serta penelitian penulis mencakup cara
agar terhindar dari gangguan jin.
B. Kajian Teori
1. Konsep Jin
a. Wawasan terhadap Jin, Setan dan Iblis serta perbedaannya
Al-Qur’an membahas jin dan makhluk halus lainnya, Ibnu
Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Swt, yang
artinya “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api
yang sangat panas.” Beliau berkata, “maknanya adalah dari sebaik-
baiknya api”. al-Faryabi, al-Baihaqi di dalam kitab Syuab al-Iman,
14
dan ulama lainnya meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata,
“al-Samum (api yang sangat panas) yang dijadikan bahan penciptaan
al-Jan (bapak jin) adalah satu bagian dari tujuh puluh bagian api
neraka”.22
Pakar-pakar Islam yang sangat rasional tidak mengingkari
bahwa ayat-ayat Al-Qur’an membicarakan tentang jin, tetapi mereka
memahaminya bukan dalam arti hakiki. Paling tidak ada tiga pendapat
yang menonjol dari kalangan ini menyangkut hakikat jin.23
1) Memahami jin sebagai potensi negatif manusia. Menurut
penganut paham ini, malaikat adalah potensi positif yang
mengarahkan manusia kepada kebaikan. Sedangkan jin atau
setan adalah sebaliknya. Pandangan ini menjadikan jin
sepenuhnya sama dengan setan. Di sisi lain mereka menilainya
tidak memiliki wujud tersendiri karena jin atau setan menurut
penganut ini merupakan potensi negatif yang berada dalam diri
manusia.
2) Memahami jin sebagai virus dan kuman-kuman penyakit.
Paham ini, walau mengakui eksistensi jin, tetapi menyatakan
sebagai kuman-kuman bukan sebagai makhluk berakal yang
dibebani tugas-tugas tertentu oleh Allah swt. Syaikh
Muhammad ‘Abduh (1849-1905 M) dan muridnya Muhammad
Rasyid Ridh>a (1865-1935 M), menganut paham ini. Namun
harus digarisbawahi bahwa redaksi yang mereka gunakan
untuk menjelaskan pandangan mereka ini tidak menunjukkan
bahwa semua jin adalah virus atau kuman-kuman penyakit.
Rasyid Ridh>a menulis dalam tafsirnya, tafsir al-Mana>r,
bahwa para teolog berpendapat jin adalah makhluk hidup yang
tersembunyi. Telah berulang-ulang dinyatakan bisa saja
dikatakan sebagai makhluk hidup tersembunyi yang dikenal
diketahui melalui mikroskop dan dinamai dengan mikroba bisa
saja jenis jin.
3) Memahami jin sebagai jenis manusia liar yang belum
berperadaban. Pendapat ini pertama kali di kenalkan oleh salah
seorang pemikir India kenamaan, Ahmad Kha>n (1817-1898
M), yang menulis buku tentang jin dalam pandangan Al-
Qur’an. Menurutnya Al-Qur’an menyebut kata jinn sebanyak
lima kali dalam konteks bantahan terhadap keyakinan kaum
musyrik Arab. Ayat-ayat ini menurutnya tidak dapat
dijadikan bukti tentang adanya makhluk yang bernama jin,
sebagaimana keyakinan umum ketika itu. Adapun makna kata
Jinn pada ayat-ayat Al-Qur’an, selain dari kelima ayat
mengenai bantahan tadi adalah manusia liar yang hidup di
hutan-hutan dan tempat terpencil di pegunungan.
Saat seluruh ciptaan diperintahkan bersujud kepada Adam a.s.
iblis menolak dengan sombongnya. Menurut iblis makhluk yang
16
diciptakan dari nyala api tidak layak bersujud di hadapan makhluk
yang diciptakan dari lempung atau tanah liat yang kering (Shasha>l)
yang berasal dari lumpur hitam (hamaum masnu>n). Ada pandangan
yang sempat beredar di warga , bahwa iblis termasuk golongan
malaikat, karena ia menolak bersujud kepada Adam a.s. maka
kemudian disebut iblis. Namun, pandangan ini ditepis oleh Al-
Qur’an yang menyebutkan dengan jelas perbedaan bahan mentah yang
digunakan untuk menciptakan kedua ciptaan ini . Malaikat
diciptakan dari cahaya atau nur sedangkan iblis termasuk golongan jin
yang diciptakan dari nyala api yang sangat panas. (an-nar al-
samu>m).
Imam Zamaksyari menjabarkan secara matematis mengenai
penciptaan jin. Menurutnya Allah menciptakan empat makhluk yang
berasal dari sepuluh unsur. Yaitu Malaikat, setan, jin dan manusia,
dari sepuluh unsur ini sembilan dijadikan unsur ciptaan malaikat,
sedangkan satu unsur dijadikan setan, jin dan manusia. Dari satu unsur
itu dipecah kembali menjadi sepuluh bagian. Sembilan bagian untuk
penciptaan setan dan yang satu untuk jin dan manusia. Dari satu
unsur ini Allah membaginya lagi menjadi sepuluh bagian,
sembilan bagian dijadikan bahan penciptaan jin sedangkan yang satu
bagian dijadikan bahan ciptaan manusia. Dari pandangan ini
17
menunjukkan , bahwa manusia diciptakan dari unsur paling kecil dan
sedikit.24
Dalam riwayat yang bersumber dari Ishak disebutkan, jauh
sebelum Nabi Adam a.s. diciptakan dan akhirnya tinggal di bumi,
bangsa jin telah lebih dahulu menghuni bumi. Namun mereka berbuat
kerusakan dan melanggar perintah Allah. Tanpa bermaksud
menyanggah riwayat ini , yang jelas Al-Qur’an telah
menyebutkan bahwa yang diusir ke bumi dari bangsa jin adalah iblis.
Pada saat terusir iblis meminta tangguh waktu hidupnya sampai hari
kiamat dan Allah mengabulkannya, hingga iblis tidak mati sampai hari
kiamat kelak (QS. Al-Isra> [17]: 62).
Di kalangan ahli tafsir ada yang menjelaskan bahwa yang
diberi penangguhan waktu hidupnya hanya iblis saja sedangkan
keturunannya tidak, sebagian lain justru sebaliknya. Dengan demikian
iblis termasuk golongan jin, semua jin yang berkembang biak di bumi
adalah anak keturunan iblis. Di antara mereka ada yang mengikuti
nenek moyangnya dan ada pula yang tidak, mereka memilih taat
kepada Allah dan berbuat baik. Pengikut iblis yang inilah yang disebut
setan. Hal ini menunjukkan bahwa penyebutan setan sebagai simbol
dari perbuatan jahat dan melanggar aturan Allah oleh karenanya setan
dapat berwujud manusia yang berlaku jahat dan melanggar norma-
norma agama. Setan identik dengan kejelekan dan sesuatu yang
merugikan sehingga ada sebagian ahli tafsir yang mengartikan setan
sebagai kuman penyakit.25
Terlepas perubahan tafsir kata setan, yang jelas kata setan
mewakili perbuatan-perbuatan buruk. Jadi perbedaan jin, setan dan
iblis adalah setan merupakan simbol untuk perbuatan buruk dan
mungkar, sedangkan iblis adalah golongan jin yang durhaka dan
terkutuk sedangkan jin adalah ciptaan Allah yang bersifat gaib, ada
yang baik ada pula yang jahat, penyebutan untuk jin yang jahat
diistilahkan sebagai setan.
b. Jenis dan Sifat Jin
Disebutkan dalam kitab ‘Alamu al-jin fi Dlau’i al-kitab wa al-
Sunnah karangan Abdul Karim Taufan ‘Abidat bahwa jin memiliki
sifat yang berbeda-beda dari makhluk lain. Abu Ya’la al-Hambali
berkata jin adalah suatu jisim (bentuk) dan memiliki kehidupan sosial
seperti pada kehidupan manusia pada umumnya. Sedangkan pendapat
Mu’tazilah menganggap bahwasanya jin adalah makhluk yang
berkelompok dan tidak bisa dilihat oleh mata.26
Dari beberapa ayat Al-Qur’an ulama memahami bahwa jin
memiliki kelompok-kelompok, bahkan warga jin tidak ada
bedanya dengan warga manusia. Firman Allah yang artinya:
“Hai jamaah atau kelompok jin dan manusia, jika kamu sanggup
melintasi penjuru langit dan bumi maka lintasilah. Kamu tidak bisa
melintasinya melainkan dengan kekuatan” (QS. Ar-Rahma>n [55]:
33)
Kata jamaah atau kelompok yang ditunjukkan kepada jin dan
manusia menunjukkan bahwa jin memiliki kehidupan berkelompok
sama seperti manusia, terdapat ikatan yang menyatukan anggota-
anggotanya. Hal ini juga ditunjukkan oleh firman-Nya ( QS. Al-
A’ra>f [7]: 38) yang artinya. “Masuklah kamu sekalian ke dalam
neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu
sebelum kamu” ayat di atas dengan tegas menyifati jin dan manusia
dengan kata umam (jamak dari ummah)
Sebagaimana makhluk lain jin juga memiliki jenis kelamin:
laki-laki dan perempuan, jantan dan betina. Dalam Al-Qur’an hal ini
dapat ditemukan dalam (QS. Ya>si>n [36]: 36), yang artinya: “Maha
Suci (Tuhan) yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya,
baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka
maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” dalam QS. Al-Jinn [72]:
6, yang menyatakan “ada beberapa orang laki-laki di antara manusia
meninta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin,.....”.
Dijadikan juga oleh sebagian ulama sebagai bukti adanya jenis
kelamin bagi jin. Di samping ayat Al-Qur’an di atas beberapa hadits
menunjukan adanya jenis kelamin jin. Anas bin Ma>lik ra yang
berkata bahwa Nabi Saw. Apabila masuk ke toilet membaca:
ĉƮĉƟƢăƦăƼƒdzﺍăﻭĉƮƦĄƼƒdzﺍăǺĉǷăǮƎƥƌﺫȂĄǟƊﺍȆďǻƎƛċǶĄȀËƊǴdzƊﺍ
20
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari gangguan al-
Khubth dan al-Khaba>’ith”.
Menurut pakar hadits, Ibn Hajar (w. 1449) dalam bukunya
Fath al-Ba>ri, al-Khubuthi adalah jamak dari khabi>th, yakni jin
laki-laki sedangkan Khuba>’ith bentuk jamak dari al-Khabi>than,
yakni jin perempuan.
Jika jin berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, tentunya
mereka berhubungan seks untuk memiliki keturunan. Sekali lagi
isyarat ini di pahami oleh ulama melalui firman Allah yang artinya.
“Di dalam surga itu ada bidadari yang sopan menundukkan
pandangannya, belum/tidak pernah disentuh/disetubuhi oleh
manusia sebelum mereka (yakni sebelum penghuni surga yang
menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin” (QS. Ar-Rahma>n
[55]: 56). Selain bidadari itu ada yang pernah disetubuhi oleh jin,
yakni ketika para jin itu hidup di dunia. Firman Allah yang artinya.
“(Ingatlah) ketika kami berfirman kepada malaikat: ‘sujudlah
kamu kepada A>dam’ sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah
dari golongan jin, maka dia mendurhakai perintah tuhannya.
Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai
pemimpin selain dari-Ku, sedangkan mereka adalah musuhmu?
Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-
orang yang zalim”. (QS. Al-Kahf [18]: 50).
Sementara ulama menegaskan bahwa jin yang durhaka
dapat terlibat hubungan seks dengan istri-istri manusia serta anak-
21
anak mereka. Kepercayaan seperti ini juga dikenal pada kalangan
barat. Al-‘Aqqa>d dalam bukunya Ibli>s, mengutip uraian
Haqqard yang terdapat pada bukunya Defils, Drugs and Doctors
bahwa anak yang lahir di luar perkawinan yang sah adalah anak
setan, dan bahwa setelah penyakit kelamin sifilis (raja singa)
pejabat-pajabat pemerintah dan pemukan agama menyebarkan
selebaran yang isinya menyatakan penyakit ini adalah sanksi
dari dosa yang dilakukan oleh setan (jin yang durhaka). Sehingga
Nabi Saw., mengajarkan doa kepada sepasang suami istri sebelum
melakukan hubungan seks dengan membaca.
ƢăǼăƬƒǫăﺯăﺭƢċǸăǟƊﻥƢƊǘȈċnjdzﺍƤďǼăƳăﻭƊﻥƢƊǘȈċnjdzﺍƢăǼƦďǼăƳċǶĄȀōǴdzƊﺍ.
“Ya Allah, hindarkanlah kami dari setan dan hindarkan
pula setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami”
(HR. Bukha>ri dan Muslim)
Pemahaman di atas ditolak oleh ulama lain. Mereka tidak
memahaminya secara tekstual tetapi dalam arti harta benda yang
mereka nafkahkan bukan pada jalan Allah.27
Lebih lanjut Jenis-Jenis Jin sebagai berikut:
Ifrit: Ada golongan bangsa jin yang mempunyai kekuatan serta
kecerdikan, yang dikenal sebagai Jin ifrit. Ini seperti yang
diterangkan dalam Al-Qur’an Surah An-Naml ayat 39 “Berkata
Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin : Aku akan datang kepadamu
dengan membawa singgah sana itu kepadamu sebelum kamu
berdiri dari tempat dudukmu. Sesungguhnya aku benar-benar kuat
untuk membawanya lagi dapat dipercaya”.
Al-Ghilan: Selain itu, jin yang yang bernama Al-Ghilan mampu
berubah wujud dengan berbagai rupa dan bentuk. Disebutkan
dalam riwayat Ahmad, sabda Rasulullah Saw yang artinya: “Jika
ada Al-Ghilan yang menyamar kepada kalian (dalam bentuk
apapun), maka kumandangkanlah azan”. 28
c. Bisikan Jin
Al-Qadhi Abu Yala berkata “bisikan di sini mungkin berupa
bisikan ke dalam hati atau terjadi ketika berpikir berupa bisikan ke
dalam tubuh manusia.” Beda lagi dengan muktazilah yang
berpendapat bahwa setan tidak mungkin masuk ke dalam tubuh
manusia. Mereka berkata, tidak mungkin dua ruh ada dalam satu
jasad. Berdasarkan firman Allah yang artinya “yang membisikkan
(kejahatan) dalam dada manusia” dan sabda Rasulullah yang artinya
“Sesungguhnya setan berjalan di dalam tubuh manusia seperti
berjalannya darah dan aku takut jika dia melemparkan sesuatu kepada
hati kamu berdua.” Ibnu Aqil berkata, jika ada yang bertanya,
bagaimana terjadinya bisikan iblis dan bagaimana bisa sampai pada
hati manusia? Beliau berkata bisikan itu berupa bisikan yang dapat
memalingkan jiwa kepada-Nya. Pendapat lain mengatakan setan bisa
masuk ke dalam jasad karena dia mempunyai jasad yang halus, setan
membisikkan pikiran-pikiran kotor kepadanya.
Abu Bakr bin Abu Dawud meriwayatkan dalam kitab Dzammu
al Waswasah dari Mu’awiyah bin Abi Thalhah. Beliau berkata, di
antara doa Rasulullah Saw., adalah “Ya Allah jadikanlah hatiku ini
penuh dari mengingat Engkau, dan jauhkanlah aku dari bisikan
setan” ibnu Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai
firman Allah yang artinya “(bisikan) setan yang biasa bersembunyi”.
Beliau berkata “perumpamaan setan seperti musang yang meletakkan
mulutnya ke mulut hati manusia dan membisikkannya, jika manusia
itu mengingat Allah maka dia bersembunyi, jika dia diam maka setan
kembali, itu yang dinamakan bisikan setan”.
Said bin Mansur dan Abu Dawud meriwayatkan dari Urwah
bin Ruwaim, beliau berkata “Isa bin Maryam meminta kepada Allah
Swt, agar diperlihatkan tempat setan yang ada pada diri manusia. Lalu
ditampakkan kepadanya, ternyata kepalanya seperti kepala ular yang
diletakkan di hati. Jika seorang hamba mengingat Allah maka dia
bersembunyi sebaliknya jika seorang hamba tidak mengingat Allah
maka dia akan berbisik kepadanya, itulah yang dinamakan bisikan
setan”.29
d. Cara Mengusir Jin Sesuai Syarak
Dalam kitab Al-Fahrasat, pada bab dua pasal delapan. Pada
bagian yang menceritakan para ulama dan kitab-kitab karangannya,
Muhammad bin Ishak An-Nadim berkata: “tukang azimat dan sihir
mempunyai kepercayaan bahwa jin, setan dan arwah-arwah menaati,
meyakini dan bergerak dengan larangan dan perintah mereka, adapun
tukang azimat dari golongan orang-orang yang menganut syariat
mengira terjadi melalui ketaatan kepada Allah, ketaatan kepada-Nya
sumpah kepada arwah-arwah dan setan atas nama Allah, meredam
syahwat dan tekun beribadah. Jin dan setan tunduk kepada mereka
karena ketaatan mereka Allah, dikarenakan sumpah yang diucapkan
tukang azimat atas nama Allah, atau karena takut kepada Allah karena
nama-nama dan zikir kepada-Nya dapat mengekang dan
menundukkan jin dan setan”.
Tukang-tukang sihir menyembah setan, jin dan arwah-arwah
melalui pengurbanan-pengurbanan, dosa-dosa, dan hal-hal yang
dilarang oleh Allah sedangkan hal-hal yang diridai oleh setan
dilakukannya. Meninggalkan salat, meninggal puasa, menikahi
muhrim dan sebagainya. Tukang azimat dan sihir itu bukan wali-wali
Allah karena mereka memakai jin melalui hal-hal berikut:
1) Membaca azimat dan mantra-mantra yang bukan berbasa Arab
dan tidak dipahami artinya, hal itu termasuk kufur, musyrik
dan, sesat, mengagungkan setan dan melanggar ajaran Allah
dan Rasul-Nya.
25
2) Menuliskan ayat Al-Qur’an dengan najis, seperti dengan darah,
air kencing dan lain sebagainya.
3) Mencampuradukkan ayat Al-Qur’an dengan kata-kata yang
maknanya tidak jelas.
4) Menulis ayat Al-Qur’an dengan terbalik serta membacanya di
tempat najis, seperti di toilet.
5) Meninggalkan ibadah dan berbuat dosa.
Pada saat mereka berdoa, yang turun adalah setan-setan dengan
mantra-mantra tertentu.30 Firman Allah
ƌﻝċDŽăǼăƫǺăǷȄƊǴăǟǶƌǰƌƠďƦăǻƌﺍƒDzăǿƌﻥƢƊǘȈċnjdzﺍ. ƉǶȈĉƯƊﺍĊﻙƢōǧƊﺍŏDzƌǯȄƊǴăǟƌﻝċDŽăǼăƫ.
“Apakah Aku akan beri tahu kepadamu kepada siapa setan-setan
itu turun?, mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak dosa.”
(QS. Asy}-S{yuara> [26] 221-222)
Doa dan mantra yang diajarkan tukang sihir padat merusak
ajaran agama. Cara yang paling tepat untuk menaklukkan jin dan
gangguannya adalah berdoa kepada Allah dengan hati yang tulus
dengan perantara ayat-ayat Al-Qur’an dan doa yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad Saw.
Ulama-ulama tafsir kadang menyebut juga bahwa penyakit
badan pun bisa disembuhkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an sampai ada
ayat Al-Qur’an yang ditulis atau digantungkan ditubuh. Tetapi cara
seperti ini jauh sekali menyimpang dari tujuan ayat ini . Dalam
dunia tabib modern atau dengan kata lain dokter mengatakan bahwa
penyakit tubuh berasal dari penyakit jiwa. Seperti kekecewaan,
kegagalan dan lain sebagainya, sehingga lahirlah ilmu kejiwaan seperti
psichosomatik, yaitu ilmu yang menyelidiki penyakit-penyakit badan
kasar (fisik).
Ahli psichosomatik Indonesia Prof. Dr. Aulia yakin bahwa
apabila seseorang sakit benar-benar kembali kepada ajaran agamanya.
Dengan mengharap sakitnya akan sembuh. Beliau berpendapat bahwa
betapa besar pengaruh ajaran tauhid yang mengandung ikhlas, sabar
ridha, tawakkal dan taubat, besar pengaruhnya menangani penyakit
seorang muslim. 31
Dan Al-Qur’an juga merupakan rahmat bagi orang-orang yang
beriman, yang mengamalkan kefarduan yang ada di dalamnya,
menghalalkan apa yang dihalalkan dan mengharamkan apa yang
diharamkan. Sehingga mereka dapat masuk surga dan selamat dari
siksa neraka. Menurut khabar:
ĉﻥﺍǂƌǬƒdzƢƎƥĉǦăƬnjăȇǶƊdzǺăǷ ,ĉǾōǴdzﺍĄﻩƢƊǨăNjƊȐƊǧ
“Barang tak mencari kesembuhan dengan Al-Qur’an, maka Allah
takkan menyembuhkannya (maksudnya minimal kesembuhan
rohani)”32
Tetapi ujung ayat ini (QS. Al-Isra> [17]: 82) melanjutkan :
“Dan tidaklah menambah untuk orang-orang aniaya, selain kerugian”.
Orang aniaya yang dimaksud ialah membiarkan dirinya terus-terus
dalam kegelapan. Membiarkan penyakitnya bertambah parah tidak
mau mengobati. Maka ayat selanjutnya menerangkan gejala-gejala
datang penyakit, yang memerlukan obat.
“dan apabila kami berikan nikmat kepada manusia, dia
berpaling dan menjauhkan diri” (QS. Al-Isra> [17]: 83). Ayat ini
menjelaskan jika manusia diberi nikmat mereka melupakan siapa yang
memberikan nikmat itu. Hal ini sudah menjadi sifat alamiah manusia,
seperti diterangkan dalam (Q.S al-Ma’a>rij [70]: 19-21)
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia
mendapat kebaikan ia amat kikir”.
2. Konsep Ruqyah
a. Pengertian dan Macam-macam Ruqyah
Secara etimologi kata ruqyah berasal dari bahasa Arab,
Menurut akar katanya, ruqyah berasal dari kata ( ƨȈǫﺭȄǫǂȇȄǫﺭ ) yang
berarti mantra-mantra.33 Ada juga yang mengartikan ruqyah adalah
jampi-jampi.34 Secara terminologi ruqyah adalah jampi-jampi dengan
memakai ayat-ayat Al-Qur’an yang sering digunakan untuk
menyembuhkan terhadap orang sakit baik karena penyakit fisik, psikis,
maupun yang diduga karena gangguan jin atau juga untuk
menghindarkan diri dari gangguan jin.35 Menurut Ibnu Tin, ruqyah
adalah kalimat perlindungan atau asma Allah yang merupakan obat
rohaniah. Kalau diucapkan melalui lisan orang saleh, niscaya akan
mendatangkan kesembuhan dengan izin Allah.
Sedangkan menurut Ibnu Mas’ud ruqyah adalah tindakan
membaca mantra-mantra, dan tindakan ini diperbolehkan apabila
tidak memiliki jejak syirik.36 Karenanya bacaan ruqyah harus jelas dan
dapat didengar oleh orang-orang di sekelilingnya. Dalam pelaksanaan
terapi ruqyah, peruqyah tidak boleh memenggal ayat-ayat Al-Qur’an
yang bisa merubah maksud dan makna daripada makna ayat ini .
Selain itu peruqyah juga harus benar-benari menghayati ayat-ayat yang
dibacanya dengan khusuk. Islam sebagai ajaran yang menyeluruh dan
memenuhi keperluan semua manusia dalam segala aspek kehidupan,
sangat penuh perhatian kepada masalah kesehatan baik kesehatan fisik
ataupun rohani. Bangsa Arab mengenal ruqyah yang mereka ketahui
dari Nabi Muhammad. Di sini ruqyah adalah doa untuk kesembuhan
suatu penyakit yang diderita seseorang. Sebagian dari mereka
mengesahkan sejumlah mantra (ruqyah) dan menolak sejumlah
lainnya.37
Syekh ‘Abdurrahman al-Bana mengemukakan, bahwa ada
awalnya ruqyah dilarang. Dan larangan ini ditujukan kepada
orang-orang yang berkeyakinan tentang manfaat dan pengaruh
kesembuhan itu berasal dari ruqyah serta ruqyah ini digunakan
sebagai jampi-jampi yang tidak dikenal, tidak berbahasa Arab, dan
tidak dipahami maknanya. Akan tetapi larangan ini kemudian
dinaskh (dihapus) selama ruqyah itu sesuai syarat-syarat Al-Qur’an
dengan dzikir-dzikir yang dikenali, juga semua pengaruhnya semata-
mata atas izin Allah.38
Berikut ini macam-macamnya, menurut beberapa literatur:
1) Ruqyah Syar’iyyah
Ruqyah Syar’iyyah adalah ruqyah yang sesuai dengan
syariat Islam dan memenuhi syarat-syaratnya. Ruqyah syar’iyyah
mendatangkan perlindungan, keridhaan dan kasih sayang dari
Allah. Ruqyah ini adalah ruqyah yang lepas dari kesyirikan.
Ruqyah syar’iyyah mempunyai legalitas yang begitu kuat baik dari
segi dalil Al-Qur’an dan sunnah maupun dari segi penelitian
ilmiah.39
Allah berfirman yang artinya:
“Hai manusia! Telah datang nasihat dari Tuhanmu
sekaligus sebagai obat bagi hati yang sakit, petunjuk serta rahmat
bagi yang beriman”. (QS. Yunus/ 10: 57)
Dalam pandangan warga modern, ruqyah syar’iyyah
dikenal dengan sebutan psikoterapi ruqyah. Adapun kata therapy
berasal dari bahasa Inggris yang berarti penyembuhan, sedangkan
kata ruqyah sendiri berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti
jampi-jampi. Jadi ruqyah adalah proses pengobatan atau
penyembuhan terhadap suatu penyakit, baik penyakit jiwa
(psikologis) maupun penyakit jasmaniah dengan memakai
petunjuk Al-Qur’an dan as-Sunnah Nabi Saw. Dengan metode
pendekatan diri kepada Allah melalui doa dan dzikir.40
2) Ruqyah Syirkiyyah
Ruqyah syirkiyyah adalah ruqyah yang mengandung unsur
syirik dan diharamkan oleh Islam. Ruqyah syirkiyyah berisi bacaan
mantra-mantra, pengagungan dan penyebutan setan, orang-orang
shalih, penghormatan pada bintang-bintang, malaikat ataupun
perilaku-perilaku pada saat ruqyah yang mengandung dosa syirik,
bid’ah atau khurafat.41
b. Dalil Ruqyah
Dalil ini dimaksudkan sebagai kekuatan dari kedudukan
ruqyah dalam islam. Adapun dalil mengenai ruqyah ini, penulis
mengambil dalil utama yakni Al-Qur’an dan as-Sunnah:
1) Al-Qur’an
a) Q.S al-Isra> [17]: 82
ﺍĆﺭƢăLjăƻȏƎƛăśĉǸĉdzƢōǜdzﺍĄƾȇƎDŽăȇȏăﻭăśƎǼĉǷƚĄǸƒǴĉdzƈƨăǸƷăﺭăﻭÆﺀƢƊǨĉNjăȂĄǿƢăǷĉﻥƕǂƌǬƒdzﺍăǺĉǷƌﻝËƎDŽăǼĄǻăﻭ
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al
Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang
zalim selain kerugian.
Menurut M.Quraish Shihab kata ÆﺀƢƊǨĉNj (syifa’) biasa
diartikan sebagai kesembuhan atau obat, dan digunakan juga
dalam arti keterbatasan dari kekurangan atau ketiadaan.
Ketika menafsirkan Q.S Yunus [10]: 57, sebagian ulama’
memahami ayat-ayat Al-Qur’an bisa menyembuhkan
penyakit jasmani.42
Ibnu Katsir mengatakan mengenai firman Allah Q.S
al-Isra> [17]: 82 yang artinya. “Dan Kami turunkan dari Al-
Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman”, Qatadah mengemukakan: “Jika
orang mukmin mendengarnya (ayat Al-Qur’an) niscaya ia
akan memperoleh manfaat, menghafalnya dan
menyadarinya”. Sedangkan kelanjutan ayat di atas “Dan Al-
Qur’an itu tidaklah menambah (kebaikan) kepada orang-
orang zhalim selain kerugian”. Maksudnya, mereka tidak
mengambil manfaat, tidak menghafal dan tidak
menyadarinya. Karena sesungguhnya Allah menjadikan Al-
Qur’an sebagai penyembuh dan rahmat hanya bagi orang-
orang yang beriman saja.43
b) Q.S Yunus [10]: 57
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk
serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.
Allah memberikan karunia kepada makhluk-Nya yaitu
berupa Al-Qur’an yang agung, yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya yang mulia. “Hai, manusia! Sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu.” Maksudnya,
pencegah kekejian. “Dan Penyembuh bagi penyakit-penyakit
(yang berada) dalam dada”. Maksudnya, maksudnya dari
kesamaran dan keraguan, yaitu menghilangkan kekejian dan
kotoran yang berada di dalamnya. “Dan penyejuk serta
rahmat”. Maksudnya, hidayah dan rahmat dari Allah Swt.,
yang dihasilkan dengan adanya Al-Qur’an itu. Dan
sesungguhnya hidayah dan rahmat itu hanyalah untuk orang-
orang yang beriman kepada-Nya, membenarkan dan
meyakini apa yang ada di dalamnya, sebagaimana firman
Allah dalam surat Q.S al-Isra> [17]: 82.44
2) Hadits
a) Shahih Muslim no. Hadits 4055.45
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu
'Umar Al Makki; Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz
Ad} D{arawardi dari Yazid yaitu Ibnu 'Abdillah bin Usamah
bin Al Hadi dari Muhammad bin Ibrahim dari Abu Salamah
bin 'Abdur Rahman dari 'Aisyah istri Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam dia berkata; "Bila Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam sakit, Jibril datang meruqy}ahnya. Jibril
mengucapkan; 'Bismillaahi yubriika, wa min kulli daa-in
yusyfika, wa min syarri hasidin idza hasad, wa syarri kulli dzi
'ainin.' (Dengan nama Allah yang menciptakanmu. Dia-lah
Allah yang menyembuhkanmu dari segala macam penyakit dan
dari kejahatan pendengki ketika ia mendengki serta segala
macam kejahatan sorotan mata jahat semua makhluk yang
memandang dengan kedengkian).Riwayat ini terjadi ketika
Rasulullah sakit akibat sihir.
b) Shahih Bukhari 7/23 dan Muslim dengan Syarah An Nawawi
4/184).
Memohon ruqyah tanpa bergantung kepada orang lain
bukanlah sesuatu yang tercela. Dari “Aisyah ra berkata:
“Rasulullah Saw., pernah memerintahkan aku agar aku
minta diruqyah dari ‘ain (pandangan mata yang
berbahaya).”
45 Shahih muskim.pdf
34
3) Dalil Pengusiran Jin
Ayat-ayat Al-Qur’an pengusir jin diantaranya, sebagai berikut
a) Al- Fa>tihah
b) Tiga Qull (Al-
Ikhla>s, Al-Fala>q,
An-Na>s)
c) Al- Baqa>rah 255
d) Al- Baqa>rah 137
e) Alu- Imra>m 181
f) An- Nisa> 14
g) Al- An’a>m 93
h) Al- A’ra>f 117-120
i) Al- Anfa>l 12-14,
17, 50
j) At- Taubah 26, 35
k) Yunus 88
l) Hud 56, 67, 82-83
m) An- Nahl 1
n) Al- Isra> 18, 81
o) Tha<ha 97
p) Al- Anbiya> 11-15
q) Saba 48-54
r) Adz-Dza>riyah 10-14
s) Al- Haqqah 1-8
t) An- Na>zi’at 1-7, 35
u) Buru>j 10
v) Al- ‘Alaq 15-18
c. Syarat Ruqyah
Menjadi seorang peruqyah tidaklah mudah, jika hanya
mengandalkan kemampuan membaca Al-Qur’an dengan baik saja.
Karena mestilah orang yang taat menjalankan syariat. oleh karena itu
ada persyaratan yang harus dimiliki seorang peruqyah, diantaranya46:
1) Berakidah Islam secara benar dan merealisasikannya
dengan ucapan dan perbuatan.
2) Meyakini bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dan doa yang dibaca
memiliki pengaruh jika dibacakan kepada jin dengan izin
Allah.
3) Memahami dunia jin dari dalil Al-Qur’an dan al-Sunnah.
4) Mengetahui pintu-pintu masuknya jin pada diri manusia.
5) Ruqyah harus memakai kalam Allah SWT, atau
dengan asma dan sifat-Nya.
6) Harus memakai bahasa Arab atau dengan bahasa yang
dipahami kandungannya oleh orang lain.
7) Hendaklah diyakini bahwa bacaan ruqyah tidak
berpengaruh dengan sendirinya, tapi berpengaruh karena
kuasa dan izin Allah.
8) Menjauhi hal-hal yang diharamkan.
9) Berusaha mendekati Allah dengan melaksanakan ibadah
dan sunnah nabi.
10) Merutinkan wirid dan doa penjagaan diri yang diajarkan
oleh Rasulullah
11) Mengetahui cara meruqyah yang benar sesuai dengan
tuntunan Syariat yang diajarkan oleh Rasulullah.
12) Ikhlas dalam meruqyah
13) Tidak boleh sombong
Kemudian selain peruqyah mesti memenuhi persyaratan di
atas, ia juga harus membentengi keluarganya dari gangguan jin atau
syaitan ataupun tempat tinggalnya karena dia adalah seorang yang
berjihad melawan kejahatan makhluk Allah yang tak dapat dilihat
sehingga boleh jadi akan terjadi perlawanan dari kelompok jin
36
terhadap keluarganya. Membentengi keluarga, dengan cara
mengajarkan mereka akidah yang benar, menjaga ibadah dan
merutinkan membaca Al-Qur’an di rumah serta membaca ayat-ayat
Al-Qur’an Maktsurat setiap pagi dan petang. Sedangkan membentengi
rumah adalah dengan cara membaca surat al-Baqa>rah dan surat-
surat lain di rumah pada waktu-waktu yang sesuai dengan frekuensi
yang diinginkan.47
d. Amalan dan Doa Ruqyah
Pada dasarnya amalan-amalan yang harus dilakukan pasien
setelah ruqyah adalah amalan yang disunahkan Rasulullah SAW agar
kita senantiasa berzikir kepada Allah sebagaimana Beliau berzikir
dalam setiap keadaannya. Berzikir dan selalu menjaga zikir akan
menjauhkan pelakunya dari gangguan syaitan. Maka di antara amalan-
amalan ini adalah:48
1) Menjaga wudhu.
2) Menjaga shalat berjamaah.
3) Selalu menutup aurat.
4) Menghindari mendengarkan musik-musik yang melalaikan dari
mengingat Allah.
5) Berwudhu’, berdoa dan membaca ayat kursi dan muawwidzat
ketika hendak tidur.
6) Dianjurkan memperbanyak membaca Al-Qur’an setiap selesai
shalat lima waktu, jika pasien belum bisa membacanya maka
cukup dengan mendengarkan bacaan Al-Qur’an melalui kaset.
7) Membaca Al-Maktsurat pagi dan petang.
8) Dianjurkan sering berkumpul dengan orang-orang saleh yang dapat
memberikan nasihat, meningkatkan keimanan serta menjauhi
orang-orang yang dapat melemahkan keimanan.
9) Hendaklah membaca basmalah setiap kali melakukan sesuatu,
terutama ketika membuang air panas, menjatuhkan benda yang
berat, menebang pohon dan lain-lain.
Jika benar jin sudah tidak kembali lagi, dengan tanda-tanda
seperti kesembuhan dari anggota badan, tidak bermimpi yang
menyeramkan serta (yang terpenting) tidak ada reaksi ketika dibacakan
bacaan ruqyah. Jika jin ini masih ada, maka menurut peruqyah
biasanya jin ini sudah dalam kondisi lemah, maka dalam hal ini
ayat-ayat ruqyah selalu dibacakan.
38
Living Qur’an.52
Sementara pendekatan yang dipakai oleh penulis adalah pendekatan
fenomenologi. Dhavamoni dan Mariasusai, yang dikutip oleh Muhammad
Yusuf mengatakan bahwa dalam mengkaji fenomenologi agama tidak
mengkaji hakikat agama secara filosofis dan teologis, melainkan hakikat
agama sebagai fenomena empiris dari struktur suatu fenomena yang
mendasari setiap fakta religius.53 Dikutip oleh Mustaqim, Bogdan & Taylor
menambahkan bahwa, dengan mengkaji melalui fenomenologi diharapkan
peneliti mampu mengeluarkan kembali pikiran, perasaan, motif yang ada
dibalik tindakan seseorang.54
Pengertian di atas tidak jauh berbeda dengan apa yang dimaksudkan
oleh Bustanuddin Agus, bahwa pendekatan fenomenologis adalah kajian
terhadap sesuatu menurut yang dimaksud sendiri oleh objek yang dikaji. Suatu
warga yang menjadi objek penelitian dengan pendekatan fenomenologis
berarti berusaha memahami maksud simbol, kepercayaan, atau ritual menurut
yang dipahami sendiri oleh warga yang bersangkutan.55 Kahmad
memfokuskan studi ini untuk mengungkapkan fakta sosial yang meliputi fakta
religius yang bersifat subjektif, seperti pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan
maksud-maksud dari seseorang yang diungkapkan dalam tindakan-tindakan
luar yang membuat fakta religius yang bersifat subjektif menjadi suatu
tindakan yang bernilai ibadah, bukan sekedar gerakan-gerakan tanpa makna.56
Alasan penulis memakai metode fenomenologi ialah karena
peneliti ingin mengungkap gambaran sederhana tentang perihal ruqyah serta
hubungannya dengan pengusiran jin.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah
memakai jenis penelitian lapangan (field research). Untuk itu, seorang
peneliti yang memakai jenis penelitian ini dituntut untuk terjun langsung
ke lapangan guna menemukan sekaligus melakukan observasi, sehingga dalam
penelitiannya mendapatkan hasil yang maksimal sesuai dengan fakta yang
sebenarnya.57 Dalam penelitian lapangan ada beberapa teknik yang digunakan
oleh peneliti untuk mendapatkan hasil kajiannya. Beberapa metode penelitian
seperti observasi, wawancara dan dokumentasi yang memang mengharuskan
bagi peneliti untuk langsung berada di lokasi penelitian.
Pengumpulan data dalam penelitian ini tidak terpacu pada teori, akan
tetapi kepada fakta di lapangan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan
sejak awal. Penelitian ini memakai metode atau pendekatan
fenomenologis, yaitu suatu studi naratif melaporkan cerita tentang
pengalaman dari seorang individu atau beberapa individu. Studi
fenomenologis mendeskripsikan pemaknaan umum dari sejumlah individu
terhadap berbagai pengalaman hidup terkait dengan konsep atau fenomena.58
Salah satu ciri studi fenomenologis ialah mengeksplorasi fenomena pada
kelompok individu yang mengalami fenomena ini . Tipe fenomenologis
dalam penelitian ini bertipe studi fenomenologi transendental (gaib) yang
mana objek penelitian bersifat irasional tetapi pembuktiannya dilakukan
dengan empiris (berdasarkan pengalaman dan pengamatan).59
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian menunjukkan bahwa di mana wilayah penelitian
akan dilakukan. Umumnya berisi tentang lokasi yang mencakup tentang Desa,
organisasi, peristiwa, teks, dan sebagainya.60 Lokasi penelitian penulis yakni
di Jember. Namun tidak semua wilayah yang ada tempat ruqyahnya akan
tetapi beberapa tempat sebagai sampel penelitian.
C. Subjek Penelitian
Sasaran penelitian yang dipilih adalah mereka yang terlibat dalam
penelitian yang diangkat seorang peneliti,61 dalam hal ini ialah Subjek
penelitian ini adalah suatu lembaga ruqyah atau personal yang ada di Jember.
Sebab pada bagian ini akan membahas tentang data dan sumber data dari
mana data diperoleh.62
Dadang Kahmad menjelaskan bahwa sumber data penelitian sosiologi
agama terbagi menjadi dua. Pertama, sumber data lapangan. Kedua, sumber
42
data dokumenter.63 Sumber data lapangan ialah pemeluk agama itu sendiri,
dengan segala aktifitasnya dan lembaga-lembaga yang didirikannya. Sumber
data ini bisa terdiri dari kata-kata dan tindakan para pemuka agama,
pemimpin upacara, pemimpin organisasi, dan pengikut yang terlibat dalam
kegiatan yang bersangkutan. Pribadi-pribadi ini disebut sebagai sumber
langsung penelitian agama atau sumber personal. Sedangkan sumber data
dokumenter adalah sumber data yang sengaja ditulis oleh pembuatnya sebagai
suatu dokumen sejarah atau dokumen tertulis yang diabadikan. Sumber data
ini bisa bersumber dari buku, disertasi, tesis, jurnal dan lain sebagainya.64
Sementara menurut jenisnya, sumber data juga terbagi menjadi dua.
Pertama, jenis data primer. Kedua, data sekunder. Jenis data primer ialah data
yang diperoleh langsung dari penganut agama ini : sedangkan jenis data
sekunder ialah komentar orang lain atau data yang dihimpun dari hasil
penelitian orang lain.65
D. Teknik Pengumpulan Data
Pada bagian ini akan diuraikan bagaimana cara seorang peneliti dalam
mengumpulkan data-data untuk penelitiannya, baik itu melalui wawancara,
observasi, dokumentasi, dan lain sebagainya.66 Berikut ini adalah teknik
pengumpulan data yang akan peneliti gunakan, yakni:
1. Observasi
Muhammad Yusuf menjelaskan bahwa observasi sebagai salah satu
metode utama dalam penelitian sosial keagamaan terutama sekali
penelitian naturalistik (kualitatif), ialah mengamati dan mendengar dalam
rangka memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena
sosial-keagamaan tanpa mempengaruhi proses fenomena yang sedang
diobesrvasi.67 Untuk itu seorang peneliti dituntut untuk harus berusaha
dapat diterima oleh warga sebagai warga atau ‘orang dalam’ sehingga
kecurigaan para subjek penelitian menjadi hilang dan tidak merasa bahwa
sedang diteliti.68
Lanjut, Muhammad Yusuf membagi observasi dengan empat
macam. Pertama, observer tak berperan sama sekali. Dalam hal ini peneliti
hanya melakukan observasi dan kehadirannya tidak diketahui oleh subyek
yang diteliti. Kedua, observer berperan pasif. Artinya peneliti hanya
mendatangi peristiwa namun kehadirannya di lokasi menunjukkan peran
yang pasif yang tidak melakukan pencatatan kecuali tidak diketahui oleh
yang diteliti maupun hanya sekedar membawa recorder tersembunyi.
Ketiga yakni observer berperan aktif. Maksudnya seorang peneliti
memerankan berbagai peran aktif dan kehadirannya tidak mengganggu
atau memengaruhi sifat naturalistiknya dan model yang keempat ialah
observer berperan penuh. Untuk itu paling tidak peneliti harus bisa
menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamati dalam kegiatan yang
hendak diteliti.69
Pembagian empat macam observasi oleh Muhammad Yusuf di atas,
tidak jauh berbeda dengan tipologi pengamatan berdasarkan pengamat
yang telah dipetakan oleh beberapa ahli sosiolog seperti Norman K.
Denzin, Nan Lin dan George Ritzer yang dikutip oleh Kamanto Sunarto
dalam bukunya Pengantar Sosiologi.70 Sedangkan Suhartono membagi
observasi berdasarkan pengamatan menjadi dua bagian. Observasi
partisipan dan observasi tak partisipan. Atau menurut cara pengamatannya,
bisa juga melalui observasi terstruktur dan observasi tak terstruktur.71
Maka dari paparan di atas terkait dengan pembahasan observasi,
peneliti akan berusaha melakukan proses observasi dengan cara menjadi
observer yang berperan aktif, maupun menjadi observer berperan penuh.
Bisa juga melalui observasi terstruktur dan observasi tak terstruktur. Sebab
jenis-jenis observasi ini akan sangat cocok peneliti terapkan guna
mendapatkan banyak kemudahan dalam memperoleh informasi dan data-
data yang diperlukan dalam penelitian.
2. Wawancara
Teknik pengumpulan data yang kedua yakni melalui wawancara.
Teknik ini sebagai cara pengumpulan data yang efektif dan efisien bagi
peneliti dan kualitas sumbernya termasuk dalam sumber data primer.72
Kegunaannya bagi seorang peneliti ialah apabila ingin mengetahui hal-hal
dari informan yang lebih mendalam dan jumlah informannya sedikit.73
Untuk itu, sebagai instrumen dalam menggali data-data dan informasi
yang diperlukan, peneliti akan memakai teknik wawancara mendalam
(depth interview). Dengan teknik ini akan terkuak riwayat hidup
keagamaan informan sebagai warga warga atau tokoh warga ,
sehingga diharapkan dapat mengungkap baik pengalaman maupun
pengetahuan eksplisit ataupun yang tersembunyi.74
Suhartono menjelaskan, untuk mendapatkan penerimaan dan
kerjasama yang baik dari responden, berikut ini adalah hal-hal yang perlu
diperhatikan bagi seorang peneliti, pertama, penampilan fisik, termasuk
pakaian yang dapat menimbulkan kesan apakah pewawancara dapat
diterima atau justru sebaliknya menjadi ancaman keselamatan responden.
Kedua, sikap dan tingkah laku. Pewawancara yang bersikap sopan akan
menyenangkan para responden dan membantu memudahkan ia diterima.
Ketiga, identitas. Pewawancara harus memperkenalkan diri. Keempat
yakni persiapan. Pewawancara harus mengerti dan menguasai apa yang
akan ditanyakan kepada responden dan siap menjawab pertanyaan-
pertanyaan tentang tujuan penelitian , cara pengambilan sampel, perlunya
berpartisipasi dalam penelitian, serta perkiraan lama waktu yang
diperlukan untuk wawancara.75
3. Dokumentasi
Dokumentasi ini dilakukan untuk mendukung dan menambah bukti-
bukti informasi dari sumber-sumber lainnya sebagai rincian spesifik dari
salah satu teknik pengumpulan data.76
Pada bagian ini peneliti akan mencari dan mendokumentasikan
kemudian mempelajarinya hasil dari penelitian baik itu yang berupa teks-
teks maupun dokumen foto yang memberikan informasi visual tentang
kegiatan ruqyah yang ada di Ruqyah Center Sukorejo Jember.
E. Analisis Data
Analisis data berarti menguraikan proses pelacakan dan pengaturan
secara sistematis transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain
agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis data dilakukan selama dan
setelah pengumpulan data.77 Peneliti harus mempelajari sesering mungkin atas
catatan-catatan lapangan yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan
juga hasil pengamatannya selama berada di lokasi penelitian.78 Untuk itu
dalam hal menganalisis data penulis memakai analisis data fenomenologi
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membaca ulang seluruh deskripsi hasil pembelajaran di lapangan
(observasi aktif maupun observasi berperan penuh, wawancara dan
dokumentasi) untuk mendapatkan pemahaman sesuai konteks dan
kajian penelitian.
2. Membaca lagi deskripsi hasil pengamatan lapangan (observasi aktif
maupun observasi berperan penuh, wawancara dan dokumentasi), lebih
pelan, cermat dan menghilangkan setiap kali menemukan sesuatu yang
tidak relevan.
3. Mencari serangkaian satuan pemaknaan dengan cara mengurai semua
informasi secara berulang-ulang dan mengelaborasi makna masing-
masing.
4. Merefleksikan suatu pernyataan dari hasil wawancara yang sudah tetap
dan memunculkan sesuatu yang esensial dari realitas yang ada.
5. Mensistematiskan dan mengintegrasikan pengertian yang diperoleh dari
hasil deskripsi, pemaknaan, refleksi ke dalam suatu deskripsi struktur
pengetahuan.
F. Keabsahan Data
Pada bagian ini memuat usaha-usaha peneliti untuk memperoleh
keabsahan temuannya dengan meneliti kredibilitasnya memalui teknik-teknik
perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, observasi secara lebih
48
mendalam, triangulasi, pembahasan sejawat, analisis kasus lain, melacak
kesesuaian hasil dan pengecekan anggota.80
Demi mendapatkan keabsahan data, peneliti akan memakai
triangulasi sumber, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk pengecekan dan
pembanding data.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data-data yang
diperoleh melalui hasil wawancara.
2. Kemudian dari sini peneliti akan membandingkan lagi dengan hasil
dokumentasi yang berkaitan.
G. Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian berisi tentang uraian proses pelaksanaan
penelitian, mulai dari penelitian pendahuluan, pengembangan desain,
penelitian sebenarnya, dan sampai pada penulisan laporan.81
Seperti yang dikutip oleh Moleong bahwa menurut Bogdam
setidaknya terdapat tiga tahapan, yakni Pertama. Pra lapangan, Kedua.
Kegiatan lapangan, dan Ketiga. Analisis intensif.82
Terkait hal di atas, berikut ini adalah tahap-tahap penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti dalam melakukan:
1. Pra Lapangan, meliputi:
a. Melakukan observasi Pra-penelitian di lokasi penelitian.
b. Wawancara dengan objek penelitian
2. Kegiatan Lapangan, meliputi:
a. Melakukan observasi di lokasi penelitian.
b. Melakukan observasi sebagai partisipan di lokasi penelitian.
c. Wawancara dengan objek penelitian
d. Wawancara dengan para pasien penelitian
3. Analisis Intensif, berupa:
a. Mengumpulkan berbagai informasi dan data-data yang diperoleh
dari hasil observasi dan wawancara untuk kemudian dilakukan
tahap pengkajian dan menganalisis dengan bahasa yang terstruktur.
b. Langkah selanjutnya disajikan dalam karya skripsi dengan
penyusunan sesuai pedoman yang dipilih.
50
BAB IV
Penyajian dan Analisis Data
A. Tata Cara Meruqyah dan Faktor Kegagalan Ruqyah
Melakukan suatu pekerjaan membutuhkan prosedur yang sedemikian
rupa untuk mencapai hasil yang memuaskan. Begitu juga dalam ruqyah,
ruqyah mempunyai beberapa serangkaian prosedur atau tata cara yang harus
dilakukan. Berikut beberapa serangkaian prosesi dalam ruqyah.
Sebelum masuk pada pembahasan mengenai tata cara ruqyah perlu
diketahui tentang siapa saja orang yang harus diruqyah, serta ciri-ciri orang
yang kerasukan jin menurut para peruqyah (Raqi).
1. Ciri-ciri orang yang terkena gangguan jin atau syaithan adalah83:
a. Gangguan terhadap pikiran:
1) Menjadi sangat pelupa atau linglung
2) Pikiran menjadi kacau dan susah berkonsentrasi
3) Adanya bisikan-bisikan jahat dan membahayakan
4) Bisikan pada pikiran yang menyebabkan keraguan terhadap Islam,
Al-Qur’an, dll
b. Gangguan terhadap perasaan:
1) Menjadi sangat benci pada orang-orang yang disayangi atau
sebaliknya
2) Menjadi sangat cinta pada seseorang sehingga rela memberikan
apa saja padanya.
3) Menjadi sangat pemarah
4) Menjadi sangat penakut
5) Merasa ditemani orang lain
6) Selalu curiga pada orang lain
7) Suka bermaksiat berlebihan dan sangat berat melaksanakan
ketaatan
8) Terjadi perubahan orientasi seksual
c. Gangguan terhadap fisik:
1) Sakit kepala terus menerus, atau terkadang seperti ada yang
menusuk-nusuk, namun tidak dapat disembuhkan secara medis
2) Sering merasa panas pada anggota tubuh (kepala, dada, punggung,
tengkuk, tangan, perut, dll)
3) Bengkak yang tidak wajar
4) Ada gangguan saat beribadah atau di majelis ta’lim
5) Buang air terus menerus
d. Gangguan pada waktu tidur:
1) Susah tidur
2) Sering bangun waktu tidur
3) Sering Mimpi buruk
4) Mimpi aneh
5) Sering mengigau waktu tidur
e. Gangguan terhadap tempat tinggal:
52
1) Suasana rumah menjadi panas, sehingga anggota rumah tidak
betah
2) Mudah terjadi pertengkaran di rumah
3) Adanya penampakan di rumah
4) Adanya gangguan di dalam rumah
Dikutip dari buletin QHI DPD Jember yang mengadakan ruqyah masal
oleh beberapa peruqyah yang ada di Jember. Menyebutkan siapa saja orang
yang harus diruqyah. Orang pertama yang harus diruqyah adalah para pemilik
ilmu kekebalan, ilmu tenaga dalam, pengguna jimat, susuk, tenun, pusaka-
pusaka, orang yang indigo, orang yang terkena gangguan jin dan orang yang
biasa pergi kedukun.84
2. Tata Cara Meruqyah
Ruqyah adalah kegiatan yang memiliki prosedur karena
berhubungan dengan dengan penyakit. Ruqyah yang ditujukan untuk
mengusir jin yang ada di dalam tubuh misalnya.
Data yang penulis ambil dari hasil wawancara dengan beberapa
peruqyah yang ada di Jember menyebutkan bahwa tata cara meruqyah
sebagai berikut:
“Sebenarnya meruqyah itu tergantung pada tingkatan jinnya ya.
Kalau saya kontak langsung dengan pasien, pasiennya dipegang
lalu saya membacakan ayat-ayat tertentu dari Al-Qur’an dan
shalawat juga Alhamdulillah jinnya langsung keluar. Itu untuk jin
yang tingkatannya lemah. Maksudnya ketika dibacakan ayat Al-
Qur’an langsung keluar itu menunjukan kalau jinnya lemah. Akan
tetapi jika jinnya ganas. Tidak mau keluar setelah dibacakan ayat
Allah maka saya memakai air. Pasiennya saya kasih air
tentunya airnya sudah saya doakan. Kemudian saya memakai
jurus andalan saya yaitu melemahkan kekuatan jin dan
menundukkannya dengan membaca ayat Al-Qur’an ayat Sulaiman
(QS. An-Naml 30-31). Dan saya memaksanya keluar.” 85
Ucap ustadz M. Udin yang merupakan peruqyah yang ada di
Patrang Jember. Ada cara lain yang digunakan oleh ustadz Himanullah
yang merupakan salah satu peruqyah yang berada di Kaliwates Jember,
menggambarkannya sebagai berikut:
“Kalau metode saya saat meruqyah adalah dengan mengambil jin
dari tubuh pasien tanpa harus membangkitkan jin ini yang
menyebabkan seperti mengamuk, muntah, menangis. Jadi saya
mengambil jinnya saja bahkan pasien tidak merasa kalau jinnya
sudah keluar. Lain halnya kalau meruqyah tempat atau rumah.
Maka saya memakai yang namanya visualisasi. Metode ini
yang mungkin tidak anda temui pada peruqyah lain, jadi
visualisasi itu menggambarkan objek yang akan diruqyah dan
meruqyahnya tanpa harus menghampiri tempatnya. Jadi misal
saya meruqyah rumah dek Jaelani saya cukup membayangkan
seperti apa rumah dek Jaelani dari sini. Namun saya harus diberi
gambaran seperti foto dan lain-lain”86
Tata cara meruqyah yang digambarkan oleh ustadz Edi lebih
kepada penalaman pribadinya di samping juga berpedoman kepada
prosedur Rasulullah Saw. Beliau mengatakan
“Cara meruqyah sebenarnya mengikuti cara Rasulullah. Namun
jika ingin dikembangkan itu berdasarkan jam terbang dan
pengalaman ketika meruqyah. Seperti memakai totokan di
lengan, perut dan bagian-bagian tertentu yang memiliki gejala.”87
Menurut pak Farid tata cara melakukan ruqyah sebagai berikut.
“Cara saya dalam meruqyah pertama kali tazkiyah (dialog),
kemudian jika ada jin yang perlu dikeluarkan saya akan
mengeluarkannya dengan ruqyah. Sekali lagi bukan saya yang
menyembuhkan tetapi Allah.”
Ustadz Luqman dan Pak Edi Sucipto menambahkan bahwa tata
cara meruqyah adalah sebagai berikut:
“Ketika ada pasien yang datang untuk diruqyah maka saya
pegangi dan dibacakan ayat-ayat ruqyah. Boleh juga tilawah dan
bawa qur’an juga bisa sambil membaca sesuai bacaan yang rutin
dibaca tiap hari. Misal sekarang juz satu besok juz dua.89
Kemudian lakukan ‘Putar, tiup, tarik atau di tepuk-tepuk lalu
usap-usap dan tarik’. Serta kontak langsung asalkan pasiennya
sejenis kelamin. Jika beda kelamin maka memakai sarung
tangan, kayu juga bisa dan juga antena tv juga bisa. Dan memiliki
wudhu’ dan yang diruqyah menyerahkan diri kepada Allah”.90
Teknik berbeda yang dilakukan oleh ibu Nuriana dalam meruqyah,
beliau mengatakan.
“Dalam meruqyah ada beberapa teknik. Ada yang langsung
membacakan Al-Qur’an. Kalau saya dengan melalui tepukan dan
mengusap tulang belakang. Karena di dalam tubuh manusia ada
titik jin yang mana tulang belakang adalah sumber syaraf yang
menjadi pusat. Selain itu jika pasiennya wanita sebaiknya
meruqyah kepada peruqyah wanita juga untuk menghindari
gangguan dalam ruqyah. Karena teknik ini membutuhkan kontak
langsung. Teknik yang lebih penting adalah menyadarkan pasien
dari dosa-dosa yang pernah dilakukannya dan menyesalinya. Atau
dengan kata lain memberi nasihat”.91
Berdasarkan beberapa pengalaman pasien ruqyah yang peneliti
temui, mengenai proses ruqyah. Menunjukkan bahwasanya.
“Ketika saya diruqyah, saya ditanya dulu keluhannya apa.
Kemudian peruqyah langsung membacakan ayat-ayat ruqyah
seingat saya membaca Ta’aw{ud, Al-Fa>tihah, Al-Baqa>rah 1-5,
255-257, 284-286, awal surat shaffat, 3 surat Qullhu (Al-Ikhla>s,
Al-Fala>q dan An-Na>s). Kemudian setelahnya saya disuruh
ruqyah mandiri. Kemudian setelah saya diruqyah saya diberi obat
herbal dan saya juga di bekam di bagian kepala. Dan untuk
mengantisipasi datangnya gangguan lagi saya disuruh melakukan
ruqyah mandiri”.92
Data selanjutnya menyebutkan bahwa proses ruqyah memakai
kontak fisik.
“Ketika diruqyah saya dipukul-pukul sama yang ngeruqyah, tapi
mukulnya pelan-pelan. Kemudian saya disuruh batuk dan saya pun
muntah”.93
Selanjutnya berasal dari pasangan suami istri yang pernah
diruqyah. Menceritakan kisahnya ketika diruqyah.
“Ketika diruqyah pertama saya diajak dialog sama mas-mas
peruqyahnya itu, lalu saya diruqyah dengan sambil diberi air dan
obat herbal ya semacam vitamin deh mas. Setelah itu peruqyahnya
nepuk-nepuk punggung saya, kebetulan yang ngeruqyah laki-laki
jadi dia pakai sarung tangan dan saya disuruh muntah. Keluar dah
muntah banyak sekali. Kata peruqyahnya saya terlalu banyak
pikiran, stres.94 Pak peruqyahnya itu meruqyah saya dengan
membacakan ayat Al-Qur’an. Seingat saya itu Al-Fa>tihah, surat
Qull-qull itu (Al-Ikhla>s, Al-Fala>q dan An-Na>s) dan banyak
lagi saya lupa”.95
Lebih rincinya berikut beberapa daftar tata cara melakukan ruqyah
sesuai dengan pedoman nabi Saw.96 Meruqyah seseorang hendaknya
mengikuti tata cara sebagai berikut:
a. Tata Cara Meruqyah
1) Memiliki wudhu’ baik peruqyah maupun pasien
2) Keyakinan bahwa kesembuhan datang dari Allah
3) Ruqyah harus dengan Al-Qur’an, hadits atau dengan nama dan
sifat Allah
4) memakai bahasa Arab atau bahasa yang bisa dipahami
5) Ikhlas dan berserah diri kepada Allah
6) Membaca ayat ruqyah, lalu meniupkan tangan ke anggota tubuh
yang sakit
7) Menghayati bacaan yang dibaca saat meruqyah
8) Orang yang meruqyah hendaknya mendengarkan bacaan
ruqyahnya, baik yang berupa ayat Al-Qur’an maupun doa-doa dari
nabi Saw. Agar supaya pasien belajar dan menjadi nyaman bahwa
ruqyah yang dibacakan sesuai Dengan syariat.
9) Meniup pada anggota tubuh yang sakit di tengah-tengah
pembacaan ruqyah. Menurut Syaikh al-Utsaimin menggandung
kelonggaran. Caranya dengan tiupan yang lembut tanpa keluar air
ludah. ‘Aisyah pernah ditanya tentang tiupan Nabi Saw dalam
meruqyah. Ia menjawab: “Seperti tiupan orang makan kismis, tidak
ada air ludahnya (yang keluar)” (HR. Muslim dalam Kitab as}-
S{alam, 14/182) atau tiupan ini disertai sedikit keluarnya air
ludah sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Alaqah bin Shah{ar
as}-S{alithi, tatkala ia meruqyah seseorang yang gila. Ia
mengatakan: “Maka aku membaca Al-Fatihah padanya selama tiga
hari pagi dan sore. Setiap kali aku menyelesaikannya aku
kumpulkan air liurku dan aku ludahkan. Dia seolah olah lepas dari
sebuah ikatan” (HR Abu Dawud, 4/3901 dan al-Fathu ar Rabbani,
17/184).
57
10) Jika meniupkan ke dalam media yang berisi air dan lainnya tidak
masalah. Untuk media yang paling baik adalah minyak zaitun.
Disebutkan dalam hadits Malik bin Rabi’ah, bahwa Rasulullah
Saw bersabda:
Artinya: “Makanlah Minyak Zaitun, dan olesi tubuh
dengannya. Sebab ia berasal dari tumbuhan yang penuh berkah”
11) Mengusap pasien dengan tangan kanan, ini berdasarkan hadits
‘Aisyah, ia berkata: “Rasulullah, tatkala dihadapkan pada
seseorang yang mengeluh kesakitan beliau mengusapnya dengan
tangan kanan”
Imam An Nawawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat anjuran
untuk mengusap orang sakit dengan tangan kanan dan
mendoakannya. Banyak banyak riwayat shahih tentang itu yang
telah aku himpun dalam kitab al Adzka ”. Syailkh al-‘Utsaimin
berkata: “Tindakan yang dilakukan sebagian orang saat meruqyah
dengan memegangi telapak tangan orang yang sakit atau anggota
tubuh tertentu untuk dibacakan kepadanya, tidak ada dasarnya
sama sekali”
12) Bagi orang yang meruqyah diri sendiri, letakkan tangan di tempat
yang dikeluhkan seraya membaca basmalah tiga kali
Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya, dari
setiap kejelekan yang aku jumpai dan aku takuti”
Dalam riwayat lain disebutkan “dalam setiap usapan, doa
ini diulang sampai tujuh kali”, atau membaca:
Artinya: “Aku berlindung kepada keperkasaan Allah dan
kekuasaan-Nya dari setiap kejelekan yang aku jumpai dari rasa
sakitku ini”
Apabila sakit pada seluruh tubuh, caranya dengan meniup dua
telapak tangan dan mengusapkan ke wajah
13) Bila penyakit terdapat di salah satu bagian tubuh misal kepala, kaki.
Maka dibacakan pada tempat ini . Disebutkan dalam hadits
Muhammad bin Hathib al Jumahi dari ibunya,Ummu Jamil al Jalal,
ia berkata: Aku datang bersamamu dari Habasyah. Tatkala engkau
telah sampai di Madinah semalam atau dua malam, aku hendak
memasak untukmu tetapi kayu bakar telah habis. Aku pun keluar
mencarinya, kemudian bejana bejana tersentuh tanganku dan
berguling menimpa tanganmu. Maka aku membawamu kehadapan
Nabi Saw, aku berkata: “Kupertaruhkan engkau dengan ayah dan
ibuku, wahai Rasulullah, ini Muhammad bin Hathib”. Beliau
meludah di tanganmu dan mengusap kepalamu serta
mendoakannya. Dengan doa:
Artinya: “Hilangkan penyakit ini wahai penguasa manusia.
Sembuhkanlah, Engkau maha penyembuh tidak ada kesembuhan
kecuali penyembuhan-Mu. Obat yang tidak meninggalkan penyakit”
59
Dia Ummul Jamil berkata: “Tidaklah aku berdiri
bersamamu dari sisi beliau kecuali tanganmu telah sembuh”.
14) Apabila penyakit ada di sekujur badan, atau lokasinya tidak jelas.
Seperti gila, dada sempit atau keluhan pada mata. Maka cara
mengobatinya dengan membacakan ruqyah dihadapan penderita.
Dalam riwayat disebutkan bahwa nabi Saw, mengeluhkan rasa
sakit. Disebutkan dalam riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubay ibn K’ab, ia
berkata: “Dia bergegas untuk membawanya dan mendudukkannya
di hadapan Nabi Saw. Maka aku mendengar beliau
membentenginya (ta’widz) dengan Al-Fatihah.”
Apakah ruqyah hanya berlaku untuk penyakit-penyakit yang
disebutkan dalam dalil atau secara umum? dalam hadits-hadits yang
membicarakan terapi ruqyah, penyakit yang disinggung adalah
pengaruh mata yang jahat (‘ain), penyebaran bisa racun (humah), dan
penyakit namlah (humah). Berkaitan dengan masalah ini, Imam an}-
N{awawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Maksudnya ruqyah
bukan berarti hanya dibolehkan pada tiga penyakit ini . Namun
maksudnya bahwa beliau ditanya mengenai ketiga hal ini dan
beliau membolehkannya. Andai ditanya tentang yang lain, maka akan
mengizinkannya pula. Sebab beliau sudah memberi isyarat dan beliau
pun pernah meruqyah untuk selain tiga keluhan tadi”. (Shahih Muslim,
14/185, kitab as}-S{alam, bab Istihbab ar} R{uqyah Minal ‘Ain Wal
Namlah)
60
3. Faktor Kegagalan Ruqyah
Melakukan sesuatu pasti memiliki dua kemungkinan yaitu berhasil
atau gagal. Begitu lupa dalam ruqyah tak sedikit ruqyah yang telah
dilakukan mengalami kegagalan. Kegagalan ini terjadi karena faktor-
faktor yang tidak dijalankan.
Menurut beberapa praktisi ruqyah di Jember yang penulis temui
menemui beberapa alasan kegagalan dalam ruqyah.
Pak Farid dan ustadz Edi mengatakan bahwa kegagalan ruqyah
bersumber dari.
“Ada beberapa faktor kegagalan ruqyah, pertama salah orientasi.
Maksudnya pasien hanya fokus untuk sembuh saja. Tidak ada
keinginan untuk hijrah dari keadaannya sebelum diruqyah (masih
suka melakukan dosa yang menyebabkan imannya lemah).97 Selain
itu faktor penyebab gagalnya ruqyah adalah tergantung kepada
ikhtiar pasien dan sejauh mana mengimani qadar (ketentuan) Allah
swt.”98
Pendapat lain dari ustadz Luqman Hakim yang mengatakan bahwa
faktor-faktor kegagalan ruqyah adalah.
“Dalam pengobatan itu yang dituntut adalah ikhtiar masalah
gagal tidaknya dikembalikan kepada Allah. Sebab yang
memberikan kesembuhan adalah Allah bukan kita (peruqyah). Bisa
jadi karena peruqyahnya atau bisa juga karena pasiennya. Setelah
dikasi’ resep, nasihat apakah mau menjalankannya atau tidak”.99
Pak Edi Sucipto menambahkan sebab kegagalan ruqyah
diakibatkan karena faktor tertentu.
“Sebab kegagalan ruqyah itu karena memakai ilmu
kanuragan (tenaga dalam), kegagalan akan terjadi ketika orang
ini tidak mau melepas ilmunya. Serta tidak istiqamah dalam
menjaga diri atau membentengi diri dari jin”.100
Lain halnya keterangan yang diperoleh dari ibu Nuriana yang
mengatakan bahwa sebab kegagalan ruqyah dikarenakan oleh dua faktor.
Lebih lanjut beliau mengatakan:
“Biasanya kegagalan dalam ruqyah disebabkan oleh dua faktor
pertama dari peruqyahnya dia ikhlas gak meruqyah dan
motivasinya apa meruqyah. Selanjutnya dari pasien, dia beriman
gak dengan Al-Qur’an sebagai obat”.101
Sebagai bahan pembahasan penulis menampilkan secara sistematis
faktor yang menyebabkan kegagalan ruqyah. Sebagai berikut:
a. Kesalahan Pasien yang Diruqyah102
1) Pasien Tidak Mau Diruqyah.
Ketika hati pasien masih ragu atau menolak, maka di sana
ada krisis keyakinan yang menjadi perisai kuat yang menghijab
langit. Kesalahan lainnya adalah, pasien "hanya ingin diruqyah"
bukan ingin sembuh. Akhirnya pasien hanya menunggu waktu
ruqyahnya dan tidak mendengarkan isi tausiyah raqi (peruqyah)-
nya. Dia tidak paham mekanisme kesembuhan dengan ruqyah
syariyyah.
Karena tidak paham siapa yang menyembuhkan, akhirnya
pasien bersafari mencari "peruqyah hebat". Padahal obat terhebat
ada di dalam dadanya. Pasien tidak paham makna kesembuhan yang
sebenarnya. Kebanyakan pasien mengharapkan kesembuhan jasadi
saja tanpa melihat qalbu/ruhani yang menjadi sumber sakitnya
jasad/jasmani. Jadi saat diterapi itu sakit, ia akan fokus kepada sakit
yang ditimbulkan syaitan bukan fokus kepada bacaan yang
dibacakan untuk terapi qalbunya.
Kondisi lain adalah, pasien sudah ingin sembuh tapi belum
mau berubah. Padahal Allah tidak hanya ingin menyembuhkan
hamba-Nya, namun ingin mengubah kehidupan hamba-Nya.
Akhirnya hamba Allah itu hanya mencari kesembuhan dan
melakukan perubahan apapun, ia mencari kesembuhan tanpa
mencari ridha Allah yang menjadi inti atau sebab kesembuhan
utamanya.
2) Pasien Masih Betah dalam Kesyirikan.
Kadang pasien tidak tahu bahwa syirik itu ada tingkatan dan
jenisnya, mereka hanya tahu syirkul akbar (syirik besar dan nyata
semisal melakukan ritual dan berlindung kepada syaitan dengan
kekayaan, kesaktian dll) tanpa tahu syirik lain semisal syirku khofin
(syirik ketakutan), syirkul mahabbah (syirik kecintaan), syirkut ta'ah
(syirik ketaatan), sampai kepada syirku shagiran (syirik halus/ria)
yang membahayakan.
Ini jelas bahaya, ketika misalnya saja ia masih berambisi
atau cinta kepada dunia maka ia sudah masuk ke dalam lingkup
syirkul mahabbah hingga diajak sedekah saja pelit.
63
3) Tidak Komitmen dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Pasien tidak istiqamah dalam menapaki jalan sunnah, atau ia
masih tertarik dengan gemerlap dunia. Bahkan ia masih bergantung
kepada dokter atau selain daripada Al-Qur’an dan sunnah.
4) Mengeluh dan Berputus Asa dari Rahmat Allah.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengatakan, bahwa “Putus asa
itu lebih jelek daripada kematian. Jika kematian hanya memisahkan
jasad dengan ruh, maka putus asa memisahkan antara ruh kita
dengan Allah Swt”. Allah Swt berfirman yang artinya:
"Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan
kaum yang kafir".(Yusuf: 87).
5) Pasien Tidak Mau Memperbaiki Kondisi Hatinya.
Pasien masih enggan bersilaturahmi yang menjadi penyebab
terbesar timbulnya kedengkian. Apalagi perbuatan durhaka kepada
kedua orang tua dan saudara sendiri. Bahkan Allah mensifati orang
yang berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya sebagai orang
yang jabbaar syaqiy (orang yang sombong lagi celaka).
Tentang hal ini Allah SWT berfirman yang artinya: "Dan
berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang
sombong lagi celaka". (Maryam: 32).
64
6) Tidak Mau Bertaubat dan Merasa Aman Dari Dosa.
Taubat adalah menyesal, namun seorang manusia tidak akan
pernah bertaubat sehingga ia mengerti kesalahannya sendiri. Dengan
merasa aman dari ancaman Allah, secara tidak langsung kita
meremehkan Allah Subhannahu wa Ta’ala, dan selanjutnya kita
akan enggan bertaubat dan terus menumpuk dosa. Padahal dengan
menjalani kehidupan, hakikatnya kita sedang berjalan menuju
kematian.
7) Tidak Kenal Musuh Sendiri.
Karena awam, pasien tidak tahu persis siapa musuhnya
sendiri. Ia tidak tahu tipu daya iblis dan sejauh mana anarkisme
syaitan kepada anak Adam as.
8) Masih Nyaman Bersahabat dengan Syaitan.
Termasuk dalam hal ini, manusia masih nyaman jadi
pecundang syaitan tanpa keinginan bangkit untuk menyerang dan
memusuhinya.
9) Tidak Kenal dengan Ruqyah Mandiri.
Ini salah satu kesalahan terbesar pasien ruqyah menahun
yang tidak kunjung bebas dari sihir, ia menggantungkan dirinya
kepada peruqyah lain. Selain merupakan kesyirikan gaya baru,
pasien menunjukkan kelemahan dan kemalasannya untuk melawan
dan menghancurkan pengaruh syaitan dalam dirinya.
65
10) Tidak Memiliki Benteng Ghaib.
Salah satu tugas praktisi ruqyah adalah mengeluarkan jin
atau memutus belenggu sihir dalam diri pasien. Adapun kembalinya
jin ke dalam tubuh pasien setelah keluar adalah tugas pasien.
11) Pasien Tidak Punya Amalan yang Akan Membentenginya
Pasien tidak punya amalan yang akan membentenginya dari
syaitan atau ritual sunnah yang akan membentengi hatinya dari
bisikan syaitan. Untuk membangun benteng ghaib, selain
menegapkan amalan wajib dan ritual sunnah. Pasien harus mau
menghindari dosa-dosa besar yang menghalangi turunnya Rahmat
Allah dalam proses penyembuhan dengan ruqyah syar’iyyah.
b. Kesalahan Praktisi Ruqyah
1) Salah Kondisi.
Praktisi tidak memperhatikan kondisi kejiwaan dan qalbu
pasien untuk diterapi. Semisal pasien belum taubatannasuha yang
menyebabkan pengaruh syaitannya masih terlalu kuat. Ingat, "Al-
Qur’an adalah obat yang baik, namun hanya berlaku bagi jiwa yang
baik dan qalbu yang hidup".
2) Salah Fokus.
Praktisi tidak memperhatikan kebutuhan pasien berupa
kesembuhan dengan sebab ruqyah syar'iyyah yang dinisbatkan
kepadanya namun fokus pada hal lain yang menyebabkan terjadinya
66
fitnah iblis yang lain berupa syahwat dunia yang menipu. Semisal
money oriented atau ahwat oriented.
3) Salah Niat.
Praktisi tidak memperhatikan kesuksesan terapi pada pasien,
sehingga yang terjadi adalah menjadikan rumahnya menjadi klinik
"Rumah Sakit Jin", di mana korban jin datang lalu di hantam dengan
dentaman ayat-ayat Al-Qur’an pengusir syaitan.
4) Menyalahi Sunnah.
Praktisi ruqyah syar'iyyah yang dengki kepada sunnah
adalah cikal bakal fitnah terhadap ruqyah dan Al-Qur’an itu sendiri.
Ia tidak menjadikan sunnah sebagai kekuatan. Padahal sunnah
adalah panglima kekuatan dari balatentara Allah.
5) Salah Akidah.
Praktisi yang lemah akidahnya, hidupnya masih bergantung
kepada selain Allah, maka ia tidak memiliki kekuatan apa-apa
kecuali kekuatan dari kebutuhan yang mengikatnya. Misinya duit,
bukan efektifitas dakwah tauhid atau mengangkat warga dari
lembah kesyirikan. Sehingga saat ruqyah syariyyah ini naik daun,
maka hatinya diliputi kekhawatiraan seandainya kliniknya bangkrut.
Hatinya yang sakit semakin sakit dan hampir-hampir saja turun ke
jalanan dan berkata klinik saya paling syar'i yang lain sihir.
67
6) Salah Posisi
Praktisi menempatkan dirinya sebagai dokter, sehingga
menyelisihi Rasulullah Saw yang telah bersabda; "Anta rafiq,
wallahu tabib"; "Kamu itu teman" kata Rasulullah, dan "Allah-lah
tabib" atau sang penyembuh. Praktisi menempatkan dirinya sebagai
"Penyembuh", sehingga ketika pasien tidak sembuh ia malu atau
bahkan frustrasi. Dan semua pintu kesembuhan benar-benar tertutup
yang akhirnya pasien dia lari tidak tentu arah dan menebar fitnah.
Praktisi ruqyah selayaknya menempatkan diri sebagai
"Teman Pengobatan" atau "Rafiq ath-Thib" bagi pasien, yang
menemani pasien menemui kesembuhan yang haqiqi yaitu
kesembuhan dari Allah Swt, kesembuhan dunia dan akhiratnya.
7) Salah Tempat.
Pengkondisian tempat untuk terapi adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari sebab-sebab kesembuhan. Tempat yang panas, tidak
segar dan bising tidak baik untuk terapi. Apalagi jika di tempat
ini masih ada maksiat dan kesyirikan yang bebas gentayangan.
8) Salah Diagnosa.
Salah diagnosa akan mengakibatkan salah obat atau salah
terapi. Diagnosa, konseling dan tausiyyah harus melebihi porsi
ruqyah itu sendiri. Hingga betul-betul ditemukan solusi yang terbaik
atau terapi yang tepat.
68
9) Salah Target
Praktisi hanya menargetkan kesembuhan pada jasad, dan
lupa melakukan pengobatan qalbu/ruhani yang menjadi penyebab
sakitnya jasad. Kesalahan lain praktisi menargetkan terapi pada
penyakit, dan lupa mencari sebab sumber penyakit ini .
10) Salah Teknis
Praktisi tidak mau mengembangkan teknis pengobatannya, ia
hanya berpaku pada satu teknis tanpa mau belajar teknik At Thib An
Nabawi lain. Kadang hanya berpaku pada satu guru atau satu
referensi tanpa ingin memperluas ilmu pengetahuan baik di dunia
digital atau dunia nyata (pengalaman, pendidikan dll)
B. Dampak Ruqyah
Pengobatan dalam bentuk apapun memiliki resiko terhadap pelakunya,
termasuk ruqyah. Dampak yang ditimbulkan ruqyah menyebabkan dua hal
yang terjadi setelah serangkaian prosesi selesai dilakukan. Yakni dampak
positif dan dampak negatif. Adapun dampak positif ruqyah akan dirasakan
apabila pelaku ruqyah dapat melakukan kiat-kiat yang diberikan oleh
peruqyah, yang mana kiat-kiat ini sebenarnya sudah diajarkan oleh agama.
Adapun dengan dampak negatif yang ditimbulkan ruqyah adalah
apabila pelaku ruqyah (pasien) tidak menjalankan kiat-kiat yang telah
diberikan oleh peruqyah atau dengan kata lain tidak menjalankan ajaran
agama secara baik.
69
Berikut dampak-dampak ruqyah menurut beberapa praktisi dan pasien
ruqyah yang secara langsung bersentuhan dengan ruqyah.
1. Dampak Positif
Ada beberapa dampak dalam ruqyah baik secara langsung maupun
tidak langsung. Seperti dampak pada kegiatan ibadah dan kesehatan.
Dalam masalah ibadah dampak positif ruqyah ini memberikan beberapa
keuntungan seperti mudah dalam menjalankan ibadah dll.
Selain melawan beberapa penyakit hati seperti malas, tidak ikhlas
penyakit-penyakit hati lainnya dampak ruqyah akan terasa khususnya
terhadap seseorang yang pernah diruqyah. Ustadz M. Udin berpendapat
mengenai hal ini.
“ada beberapa dampak positif ruqyah diantaranya yaitu orang
yang tadinya malas-malasan dalam ruqyah setelah diruqyah orang
ini mulai terhindar dari rasa malasnya. Namun perlu
diketahui untuk orang yang tidak pernah diruqyah hal ini
tidak dapat dipastikan apakah rasa malas itu ditimbulkan oleh
gangguan jin atau memang berasal dari dirinya sendiri (berasal
dari orang ini )”.103
Sementara itu pendapat lain dituturkan oleh ustadz Edi yang
menegaskan bahwa ruqyah berdampak sebagai.
“dampak ruqyah jika diarahkan kepada aqidah seseorang akan
mempengaruhi iman seseorang seperti contohnya. Orang yang
suka bermaksiat, maka dengan terapi ruqyah ini dapat minimalisir
hal ini . Selain berdampak pada segi atau hal kesehatan yang
disebabkan oleh gangguan jin”.104
Ibu Nuriana menambahkan.
“dampak ruqyah itu banyak ya mas. Selain berdampak pada fisik,
rohani ruqyah juga berdampak dalam hal ibadah. Dampak ruqyah
untuk fisik misalkan ruqyah dapat menyembuhkan penyakit seperti
0
sakit kepala, sakit perut dan penyakit-penyakit lainnya. Data yang
paling baru menyebutkan bahwa ruqyah dapat menyembuhkan
penyakit asam lambung Hal ini berdasarkan hasil penelitian para
peruqyah dengan jam terbang yang dimilikinya (pengalaman
meruqyahnya)”.105
Pendapat sederhana sampaikan oleh ustadz dan pak Edi Sucipto
yang mengatakan bahwa.
“dampak ruqyah adalah menyembuhkan penyakit-penyakit medis
maupun non-medis.106 Selain itu ruqyah berdampak pada perilaku
seseorang.107”
Sedangkan penuturan beberapa pasien ruqyah mengenai dampak
yang mereka alami sebagai berikut.
Taufiq al-Barokah mengutarakan bahwa dampak setelah
dilakukannya ruqyah membawa beberapa perubahan secara psikis. Lebih
lanjut Taufiq mengatakan
“sebelum saya diruqyah saya sering merasakan kegelisahan hati,
yang membuat pikiran dan fisik saya kurang baik. Bisa dikatakan
saya mengalami semacam stres. Setelah saya mencari beberapa
cara untuk menyembuhkan penyakit saya akhirnya ada satu solusi
yaitu kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Yang saya
temukan dalam ruqyah. Setelah beberapa menjalani terapi ruqyah
saya mulai menemukan ketenangan hati. Pikiran saya juga normal
tidak stres-stres berat lagi. Begitu yang saya rasakan setelah saya
menjalankan serangkaian terapi ruqyah”.108
Bapak Agung dan Ibu Eti menceritakan pengalaman ruqyah
mereka yang berdampak baik terhadap kehidupan sehari-hari mereka.
Bapak Agung menceritakan bahwa dirinya sebelum diruqyah dan setelah
diruqyah.
“saya sebelum diruqyah suka melalaikan ibadah, bukan berarti
saya meninggalkannya. Hanya saya mengulur-ulur waktunya saja.
Dan sebelum diruqyah saya kalau shalat itu kurang begitu
merasakannya, ya seperti sekedar menggugurkan kewajiban saja.
Apalagi kalau ada orang ngaji kaya di spèker tu saya kurang suka
kaya yang ‘serbèk’. Namun setelah saya menjalani terapi ruqyah
saya perlahan sudah bisa merasakan indahnya shalat. Dan kalau
dengar orang ngaji sudah bisa mendengarkan. Dan
Alhamdulillahnya dengan ruqyah ini mas, saya bisa mengatasi
rasa malas saya”.109
Sementara itu ibu Eti istri dari bapak Agung menceritakan
pengalaman ruqyahnya yang berdampak positif bagi kehidupan
pribadinya.
“saya mas, sebelum diruqyah itu sering mengalami stres berat dan
kepala saya sering pusing. Kata mas-mas yang ngeruqyah saya itu,
saya terlalu banyak pikiran sehingga timbullah gejala seperti itu.
Namun setelah saya diruqyah dan diberi obat herbal sakit kepala
saya mulai reda dan tak lama kemudian hilang dan juga pikiran
saya yang tadinya berat sekarang sudah tidak lagi. Alhamdulillah
dengan jalan ruqyah ini saya menemukan solusi untuk menjaga
dan memelihara jiwa saya. Terutama pikiran saya, karena jadwal
kegiatan harian saya lumayan padat”.110
Pengakuan dari pasien ruqyah bernama Ikrom yang penulis temui
mengatakan bahwa sebelum diruqyah dirinya mengalami sakit kepala yang
aneh.
“saya mengalami sakit kepala yang aneh mas, biasanya tuh sakit
pas mau sholat dan sesudah sholat. Saya sudah beli obat tapi tetap
kalau mau sholat kambuh. Setelah saya mengikuti ruqyah masal.
Sakit itu sedikit demi sedikit hilang dan sekarang sudah hilang”.111
Keterangan lain diberikan oleh ibu Ustinna yang mengalami
kemajuan setelah.
“Kan ano, engkok kan sakek tak perna neng e bengkoh, mon
masok ka delem bengkoh engak se stres tape bile kaloar deri
bengkoh nyaman. Ben abek rea theng bithengen panas keng mon
se setthing ben be’natang kolek tak panas cuma’ engkok sengarasa
aikhi panassa. Cakna dokter engkok tak sakek apah. Tape ben areh
engkok aromasah tak nyaman. San pon mareh aruqyah se tak
pernaan e bengkoh elanglah ben tang kolek se theng bithengen
rowa elang kiyah. (Begini, saya sakit tidak betah di rumah, kalau
masuk ke dalam rumah saya seperti stres tapi jika keluar rumah
biasa saja. Dan saya sering sakit panas, justru saya yang
merasakannya. Kalau kamu menyentuh saya, kulit saya tidak panas
tapi saya merasakan panas. Katanya dokter saya tidak sakit apa-
apa. Tapi saya tiap hari merasakan tidak nyaman. Ketika saya
sudah selesai diruqyah perasaan tidak betah di rumah hilang dan
sakit panas saya itu hilang juga)”.112
Ustadz Muhammad menegaskan bahwa ruqyah memiliki dampak
yang besar diantaranya dapat menenangkan hati, karena ruqyah adalah
proses pendekatan kepada sang pencipta.
“salah satu efek ruqyah adalah untuk menenangkan hati. Karena
ruqyah untuk mengingat Allah, ruqyah di dalamnya berisi ayat al-
Qur’an yang apabila dibaca akan menggetarkan hati orang
muslim [Q.S Al-Anfa>l 8:2]. Ini berdampak baik untuk psikis
seseorang yang sedang mengalami keguncangan jiwa”.113
Beberapa data di atas menunjukan bahwa ruqyah adalah salah satu
metode atau cara pengobatan yang memakai al-Qur’an sebagai
mediasi. Dengan dampak positif pada psikis dan fisik manusia.
2. Dampak Negatif
Hasil penelitian yang peneliti lakukan selama proses pengumpulan
data tidak ada data yang menyatakan dampak negatif dari ruqyah
melainkan manfaat dan dampak positifnya.
Ustadz Luqman Hakim menegaskan mengenai hal ini
“ruqyah syariyah tidak memiliki dampak negatif. Sama dengan
dampak membaca Al-Qur’an. Kecuali ruqyah yang dilakukan
ruqyah syir’iyah akan menimbulkan kesyirikan kepada Allah,
sakaratul maut sulit, hidup tidak tenang, benci, dendam, malas
beribadah dan condong melakukan maksiat”.114
Sedangkan ustadz Muhammad mengatakan ruqyah tidak memiliki
dampak karena ruqyah merupakan lantunan ayat Alalah
“Ruqyah tidak memiliki dampak negatif, kalau dampak positifnya
banyak.115 Karena ruqyah langsung memakai ayat Allah,
Allahu a’lam.”116
Ustadz Edi menjelaskan efek negatif ruqyah pada fisik seseorang
“salah satu efek negatif ruqyah adalah mual-mual ketika dirumah,
pusing , was-was khawatir bertanya ruqyahnya belum tuntas”.117
C. Pembahasan Temuan
1. Tata Cara Meruqyah dan Faktor Kegagalan Ruqyah
Perlu diperhatikan ketika melakukan ruqyah adalah fondasi utama.
Niat yang ikhlas dan keinginan untuk membantu sesama muslim adalah
motivasi yang berperan penting.
Cara yang dilakukan peruqyah dalam meruqyah terdapat beberapa
cara seperti kontak langsung dengan pasiennya, dengan teknik visualisasi
atau menggambarkan sasaran ruqyah dan memakai media atau alat
tertentu. Seperti tongkat, air, dan sebagainya.
Berdasarkan data penelitian tata cara meruqyah dapat
disinambungkan dengan teori mengenai amalan dan doa ruqyah.
Menyebutkan bahwa mengajarkan pentingnya menjaga berwudhu’,
berdzikir dan lain sebagainya seperti yang sudah disebutkan pada bab
sebelumnya.
Sedangkan faktor kegagalan ruqyah setidaknya ada dua faktor
utama, yakni disebabkan karena kesalahan pasien ruqyah dan dikarenakan
raqi (peruqyah) nya. Faktor yang disebabkan pasien ruqyah berkenaan
dengan keyakinan pasien. Bukan kepada kesaktian peruqyah, melainkan
keyakinan akan Allah, biasanya untuk mensiasati ini, peruqyah selalu
memberikan arahan bahwa Allah lah yang menyembuhkan. Keyakinan ini
menjadi tonggak utama keberhasilan ruqyah. Di sisi lain usaha perlawanan
pasien ruqyah untuk bebas dari gangguan jin akan melindungi masa-masa
setelah ruqyah.
2. Dampak Ruqyah
Ruqyah memiliki dampak positif yang mempengaruhi terhadap
kehidupan sehari-hari. Terutama pada urusan ibadah dan kesehatan. Hal
ini sama dengan teori yang tentang amalan dan doa ruqyah yang berisi
tentang bagaimana menjaga keimanan serta meneguhkan diri kepada
perintah-perintah Nya.
Di sisi lain ruqyah adalah media untuk menyampaikan nilai
keagamaan yang berwujud dakwah secara tersirat dalam pengobatan. Pada
umumnya ruqyah didominasi oleh gangguan rohani seperti penyakit hati
dan gangguan jin serta sihir dan ilmu-ilmu yang mempersekutukan Allah.
Oleh karena itu perlu ditegaskan hadirnya ruqyah untuk membenahi
amalan ini yang tidak sesuai dengan ajaran Allah dan Nabi Saw
75
1. Tata Cara Meruqyah dan Faktor Kegagalan Ruqyah
Pelaksanaan ruqyah ada beberapa tahapan yang harus dijalankan,
agar proses ruqyah dapat berjalan dengan lancar. Pertama, memiliki niat
yang ikhlas dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah swt. Selanjutnya
mengikuti prosedur ruqyah, seperti mengambil wudhu’, mengikuti bacaan
peruqyah dan lain sebagainya. Ketika meruqyah seorang peraqi
melakukan kontak langsung dengan pasien, kemudian membacakan ayat
dan doa ruqyah. Ada juga yang memakai alat seperti tongkat kayu,
sarung tangan untuk meruqyah. Selanjutnya menepuk-nepuk tempat
bagian yang sakit pada tubuh pasien sambil membacakan doa ruqyah.
Ada juga yang memakai kemampuan visualisasi, yaitu
menggambarkan objek dalam pikiran. Beberapa faktor penyebab
kegagalan ruqyah timbul karena kesalahan dari peruqyah dan kesalahan
pasien, di samping juga ridho Allah yang menentukan.
2. Dampak Ruqyah
Ruqyah memiliki dampak positif bagi ibadah seseorang dan ruqyah
juga berdampak baik terhadap fisik atau tubuh seseorang. Di antara
dampak ini ada yang mengarah untuk memperbaiki kualitas iman
yang bertujuan untuk mencapai hidup sesuai ajaran agama.
B. Saran
Adapun saran dari penulis sebagai berikut:
1. Praktisi Ruqyah
Kepada semua praktisi ruqyah agar selalu mengingatkan
pentingnya mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga kehidupan yang
baik dan sehat. Terjaga dari maksiat dan saling mendoakan
2. Akademisi
Diharapkan untuk peneliti mendatang agar sering mengkaji
fenomena yang ada dalam kehidupan baik bersosial maupun beragama.
Terutama mengenai kalian living qur’an yang tidak pernah layu untuk
dikaji.
77






.jpeg)
