Tampilkan postingan dengan label Ruqyah 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ruqyah 2. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Oktober 2025

Ruqyah 2

 


Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw. dalam 

praktiknya, beragam cara manusia berinteraksi dengan kalamullah ini  , begitu 

juga realitas yang terjadi di warga   kota Jember. Salah satunya yakni praktik 

ruqyah memakai  mediasi Al-Qur’an sebagai salah satu bentuk interaksi atau 

usaha Raqi dalam mengusir jin yang kerap kali mengganggu warga   sekitar 

sebagaimana penyembuhan dan doa yang diajarkan oleh baginda Rasulullah Saw 

sendiri. Secara sederhana ruqyah memiliki tiga hal pokok yang utama. Pertama, 

keyakinan terhadap Allah, bahwa setiap penyakit ada obatnya, kecuali penyakit 

tua. Kedua, keistiqomahan agar senantiasa dapat mengingat dan untuk berserah 

diri kepada Allah. Serta menjadikan benteng diri agar terhindar dari gangguan jin 

dan sebangsa. Ketiga, sejatinya setiap jin yang mengganggu dan sakit yang 

menimpa manusia adalah untuk mengukur keimanan seseorang. 

Untuk itu, dalam skripsi ini penulis mempunyai fokus kajian yang akan 

diteliti. yakni pertama adalah bagaimana tata cara meruqyah serta apa faktor-

faktor penyebab kegagalan ruqyah?, yang kedua apa saja dampak dari terapi 

ruqyah ini  ?. 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana serangkaian 

prosesi ruqyah serta apa dampak sebelum dan setelah melakukan ruqyah. 

Selanjutnya untuk mencari dampak yang ditimbulkan praktik ruqyah ini   

menurut para Raqi dan pasien ruqyah. 

Penelitian ini memakai  metode penelitian kualitatif dengan 

pendekatan fenomenologi, yakni suatu kasus terhadap salah satu fenomena Living 

Qur’an  dalam praktik pengobatan ruqyah. Sebagai teknik pengumpulan data 

penulis mengacu pada tiga hal. Pertama, observasi berperan aktif selama 

pengamatan. Kedua, wawancara terhadap informan yang terkait dengan sasaran 

penelitian. Ketiga, dokumentasi sebagai data pendukung dan penguat terhadap 

data primer. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan ruqyah memiliki 

serangkaian prosedur yang harus dilakukan agar praktik ini berdampak kepada 

pelakunya. Di samping itu tujuan dari ruqyah adalah menyiarkan Islam dengan 

jalan dakwah, khususnya kepada para pasien dan umat Islam pada umumnya 

dengan kembali pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. 

 

 


Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk bagi manusia bukan hanya 

membicarakan persoalan ibadah, termasuk di dalamnya membicarakan tentang 

pengobatan (As-Sh}ifa>) sebagaimana yang tertera dalam Qur’an Surah (QS) 

Al-Isra>’ [17:82].1  Menurut Ibnu Kat}sir dalam kitab Tafsirnya yang dikenal 

dengan Tafsir Ibnu Kat}sir, mengutarakan bahwa Al-Qur’an yang diturunkan 

kepada nabi Muhammad Saw., merupakan obat penyembuh sekaligus rahmat, 

yaitu dapat menghilangkan berbagai macam penyakit di dalam hati. Seperti 

keraguan, kemunafikan dan penyimpangan dari ajaran agama, maka Al-

Qur’an menghilangkan itu semua, sekaligus sebagai rahmat untuk membawa 

manusia ke jalan yang benar.2 Sementara bagi orang yang mengingkari Al-

Qur’an mendengarkannya menambah kekafirannya atau kerusakannya, karena 

sesungguhnya Allah menjadikan Al-Qur’an sebagai penawar dan rahmat bagi 

orang-orang yang beriman saja.3 

Dewasa ini praktik yang menjadikan Al-Qur’an sebagai obat (As-

Sh}ifa>) sudah akrab dijumpai, baik melalui perorangan maupun kelompok 

dengan bentuk ruqyah. Menurut catatan sejarah pengobatan semacam ini 

                                                

 

 

sudah ada sebelum Islam datang, yakni ketika orang-orang jahiliy}ah 

mengobati dirinya dan teman-temannya dari rasa sakit yang dideritanya dan 

untuk menjaga kesehatan dengan memakai  ruqyah sebagai cara 

pengobatan mereka.4 Setelah masa Islam datang ruqyah-ruqyah yang dibawa 

oleh warga   jahiliy}ah kala itu masih dilanjutkan namun ada ketegasan 

dari Rasulullah bahwa ruqyah boleh dilakukan asalkan tidak mengandung 

kesyirikan.5 Hal ini dikarenakan bahwa ruqyah pra-Islam mengandung unsur 

kesyirikan kepada Allah. Bahkan Nabi Saw., pun pernah diruqyah saat sakit, 

dan malaikat Jiblirlah yang meruqyah beliau.6 

Pengobatan ruqyah dalam Islam yang dilakukan dengan menjadikan 

ayat-ayat Al-Qur’an sebagai was}i>lah (mediasi) dalam proses ruqyah sering 

disebut ruqyah sh}ar’iy}ah. Penggunaan ayat Al-Qur’an sebagai was}i>lah 

merupakan ruqyah yang dicontohkan Rasulullah. Ayat-ayat Al-Qur’an yang di 

gunakan untuk meruqyah adalah salah satu syarat dengan tujuan untuk 

menghilangkan penyakit baik jasmani maupun rohani seperti mengobati dari 

                                                

4www.beritaislamimasakini.com/menelusuri-ruqyah-syar-iyyah.htm.  diakses tanggal, 10-

12-2016, 21.20 WIB. 

5 Lihat shahih Muslim no, Hadits 4079. 

6 Shahih Muslim no. Hadits 4055. 

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu 'Umar Al Makki; Telah 

menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz Ad} D{arawardi dari Yazid yaitu Ibnu 'Abdillah 

bin Usamah bin Al Hadi dari Muhammad bin Ibrahim dari Abu Salamah bin 'Abdur 

Rahman dari 'Aisyah istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dia berkata; "Bila 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sakit, Jibril datang meruqy}ahnya. Jibril 

mengucapkan; 'Bismillaahi yubriika, wa min kulli daa-in yusyfika, wa min syarri hasidin 

idza hasad, wa syarri kulli dzi 'ainin.' (Dengan nama Allah yang menciptakanmu. Dia-lah 

Allah yang menyembuhkanmu dari segala macam penyakit dan dari kejahatan pendengki 

ketika ia mendengki serta segala macam kejahatan sorotan mata jahat semua makhluk 

yang memandang dengan kedengkian). 

 

 

 

gangguan jin,7 karena jin (setan) merupakan musuh manusia. Gangguan jin ini 

ada yang bersifat personal yang dirasakan oleh individu serta ada juga 

gangguan yang sifatnya kolektif untuk mengganggu manusia secara massal. 

Gangguan ini ada yang ringan seperti penampakan atau ilusi yang 

menyeramkan dan gangguan yang berat seperti kesurupan dan penyakit aneh 

karena ulah bangsa jin.8 Sehingga pengusiran terhadap gangguan jin perlu 

dilakukan untuk kepentingan ibadah manusia dan hidup yang sehat. Fenomena 

kemasukan jin ini sebagai salah satu penyebab gangguan mental, namun 

kebanyakan dari orang bingung menghadapinya dan tidak tahu cara 

menyembuhkannya. Karena tidak peralatan metodologis yang diperlukan, 

seperti dikutip Wahib Abdus Salam Bali: “Sudah jelas fenomena masuknya jin 

dalam tubuh manusia, meski jarang terjadi tidak bisa di abaikan begitu saja 

oleh ilmu pengetahuan modern selagi masih terdapat realita yang 

menguatkan”.9 

Seiring perkembangan zaman dan teknologi, pengobatan kini beragam 

macan dan bentuknya, salah satunya adalah pengobatan medis dengan obat-

obatan dan zat-zat kimia lainnya, tentunya dengan biaya yang tidak murah. 

Islam sudah memberikan alternatif untuk menjaga kesehatan yaitu dengan 

berobat salah satunya dengan ruqyah, bekam dan lain-lain. Fenomena ruqyah 

                                                

 

 

ini biasanya menangani penyakit yang ditimbulkan oleh gangguan makhluk 

halus, seperti kesurupan dan semisal, di samping juga bisa sebagai penawar 

dari penyakit yang bersifat medis. Memang antara dunia manusia dengan 

dunia jin memiliki sisi perbedaan di mana jin, setan dan sejenisnya dapat 

melihat manusia, sedangkan manusia tidak dapat melihat mereka. Rasy}id 

Ridha> berpendapat “siapa yang berkata bahwa dia melihat jin, itu hanya 

ilusi atau ia melihat binatang aneh yang diduganya jin”. Tentu saja jin yang 

dimaksud adalah makhluk halus yang dicipta dari api. bukan jin dalam 

pengertian kuman, karena Muhammad ‘Abduh berpendapat bahwa kuman-

kuman yang bisa dilihat melalui bantuan microscop disebut jin.10  

Di Indonesia praktisi-praktisi ruqyah tumbuh dengan subur dan 

beragam model, ada yang meruqyah dengan mengecilkan bacaan atau suara 

ada pula yang men-jahr-kannya.11 Praktik ruqyah di Jember semisal Ruqyah 

Center Sukorejo Jember penulis menemukan praktik ruqyah yang menjadikan 

Al-Qur’an sebagai mediasi utama dalam menangani penyakit jasmani dan 

rohani, termasuk di dalamnya pengusiran jin. Hal yang menjadi menarik 

dalam penelitian ini adalah proses ruqyah mandiri, yaitu bentuk pengajaran 

ruqyah dari sang peruqyah kepada pasien ruqyah. Selain itu di Ruqyah Center 

Sukorejo Jember juga memakai  obat-obatan herbal sebagai mediasi untuk 

mengebalkan diri dari gangguan jin dan untuk menjaga kesehatan. Lain dari 

                                                

 

itu masih banyak praktisi-praktisi ruqyah yang tersebar di daerah Jember. Baik 

yang membuka tempat ruqyah mandiri sampai perorangan. 

Berdasarkan data, ruqyah di Jember terbagi dalam komunitas yaitu 

QHI (Qur’anic Healing Indonesia) dan RHI (Rehab Hati Indonesia). Di 

Jember setidaknya peruqyah yang tercatat ada kurang lebih ada 30 peruqyah. 

Selain itu ada juga peruqyah yang tidak terdata oleh komunitas ruqyah yang 

ada di Jember. Seperti seseorang yang bisa meruqyah tetapi tidak mau terjun 

ke dalam dunia ruqyah, serta orang-orang di luar komunitas.  

Berdasarkan latar belakang ini   penulis ingin mengkaji lebih 

mendalam terhadap praktik ruqyah yang ada di Jember dengan mengangkat 

judul “AYAT-AYAT AL-QUR’AN PENGUSIR JIN DALAM RUQYAH 

(STUDI LIVING QUR’AN TERHADAP PRAKTIK RUQYAH DI 

JEMBER)” dengan model pembacaan kajian Living Qur’an. 

B. Fokus Penelitian 

Dari uraian latar belakang masalah di atas, ada beberapa masalah 

pokok yang dapat dijadikan rumusan masalah atau fokus kajian dalam 

penelitian ini. 

1. Bagaimana tata cara meruqyah dan apa saja faktor penyebab 

kegagalan ruqyah menurut Raqi? 

2. Apa saja dampak dari ruqyah menurut Raqi terhadap penderita 

gangguan jin? 

 

 

E. Definisi Istilah 

1. Ayat-ayat Al-Qur’an Pengusir Jin 

Merupakan ayat Al-Qur’an tertentu yang dipilih berdasarkan 

riwayat-riwayat yang shahih dengan tujuan untuk melindungi diri sendiri 

maupun orang lain dari gangguan makhluk halus. Seperti surat-surat 

mu'awwidzaat.12 

2. Praktik Ruqyah 

Proses pembacaan ayat Al-Qur’an tertentu  yang dibacakan 

dihadapan orang yang hendak diruqyah dengan tujuan menghilangkan 

gangguan jin.13 

3. Living Qur’an 

Living Qur’an merupakan praktik menghidupkan Al-Qur’an dalam 

keseharian. Adapun menurut beberapa pakar living Qur’an merupakan 

sebuah upaya sistematis terhadap hal-hal yang terkait langsung atau tidak 

langsung dengan Al-Qur’an, yang pada dasarnya sudah dimulai sejak 

zaman Rasul.14 Living Qur’an dalam pengertian yang luas adalah praktik 

resepsi, baik dalam bentuk membaca, memahami dan mengamalkan yang 

mempunyai belief (keyakinan) bahwa berinteraksi dengan Al-Qur’an 

dengan maksimal akan memperoleh kebahagiaan. 

                                                

 

Fenomena Interaksi atau model “pembacaan” warga   muslim 

terhadap Al-Qur’an sangat variatif, sebagai respons dan apresiasi terhadap 

kitab sucinya. Riset dalam konteks living qur’an, model-model dan 

kompleksitasnya menjadi menarik untuk dilakukan, untuk melihat 

bagaimana proses budaya, sosial yang terjadi.15 Hanya saja pada tahap 

awal semua disiplin ilmu Al-Qur’an dimulai dari praktik sehingga 

memunculkan disiplin ilmu baru. Seperti ilmu tajwid, tafsir dll.16 

F. Sistematika Pembahasan 

Sistematika pembahasan berisi tentang deskripsi alur pembahasan 

skripsi yang telah dimulai dari bab pendahuluan hingga bab penutup. Format 

penulisan sistematika pembahasan adalah dalam bentuk deskriptif naratif, 

bukan seperti daftar isi.17 Sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai 

berikut: 

BAB Satu, berisi mengenai pokok pikiran peneliti sehingga kajian ini 

layak untuk diteliti. Pendahuluan merupakan bagian awal yang berisi latar 

belakang, fokus kajian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi 

istilah. Pada bab ini juga akan dipaparkan mengenai sistematika pembahasan. 

BAB Dua, berisi mengenai tinjauan pustaka. Bab ini berisi mengenai 

kajian terhadap penelitian yang memiliki kesamaan tema atau judul terkait 

pada penelitian sebelumnya dan menjelaskan mengenai kerangka teori yang 

dijadikan pisau analisa dalam penulisan penelitian ini. 

                                                

BAB Tiga, Metode Penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis 

penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, analisis data, keabsahan data 

dan tahapan penelitian  

BAB Empat, berisi tentang hasil observasi, penyajian data serta 

analisis peneliti. Interview selama penelitian ini dilaksanakan. Baik itu 

berbentuk dokumentasi, hasil wawancara dengan pasien ruqyah dan 

peruqyahnya sendiri dan sebagai dasar pengumpulan data. 

BAB Lima, Penutup. Berisi kesimpulan dan saran, pada bab ini berisi 

kesimpulan dari penjelasan dari bab sebelumnya. Dari adanya kesimpulan 

diharapkan mampu memberikan gambaran tentang penjelasan tulisan ini. 


Penelitian terdahulu dalam sebuah karya tulis ilmiah baik skripsi, tesis 

maupun disertasi merupakan serangkaian studi terhadap karya ilmiah yang 

memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan diteliti oleh penulis. Selain 

itu penelitian terdahulu bertujuan untuk melihat sejauh mana peneliti 

melakukan studi terhadap penelitian yang akan di telitinya, untuk menentukan 

orisinalitas dan posisi penelitian yang hendak dilakukan.18 

Adapun beberapa karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian 

penulis. Berikut beberapa diantaranya: 

1. Skripsi dengan judul “DAMPAK TERAPI RUQYAH 

SYAR’IYYAH DALAM PEMULIHAN KESEHATAN 

PASIEN DI RUMAH RUQY}AH INDONESIA CILILITAN 

JAKARTA TIMUR” karya Millaty Hanifa.19 Dalam karya 

ini   menuliskan mengenai pengobatan metode ruqyah untuk 

mengobati penyakit mental yang diakibatkan oleh kehidupan 

seseorang yang terlampau sering menjumpai masalah jasmani dan 

psikis. Karya ini menjelaskan manfaat terapi ruqyah dengan 

mengacu kepada sebuah lembaga ruqyah di Jakarta Timur yaitu di 

rumah ruqyah Indonesia Cililitan yang didirikan sejak tahun 2009 

                                                

oleh Ahmad Junaedi Lc,. dan Ahmad Sadzali Lc,. yang bertempat 

di jalan kelurahan lama (jalan raya Bogor) No. 56, RT. 04 RW. 15 

Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur. Disebutkan pula mengenai 

pengobatan bekam dan pengobatan herbal lainnya. Secara garis 

besar karya ilmiah ini dominan membahas pengobatan ala Islam, 

yang berbeda dengan penelitian yang penulis akan kaji.  

Persamaannya adalah sama sama membahas pengobatan 

dengan ruqyah. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian 

penulis lebih  mengarah kepada perlindungan diri, selain itu 

penelitian terdahulu tidak mengupas sisi Al-Qur’an sebagai 

landasan living qur’an. 

2. Skripsi yang di tulis oleh Mizan Anshori dengan judul “RUQYAH 

SYAR’I PENAWAR SIHIR DAN KESURUPAN (STUDI 

KASUS ORANG YANG TERKENA SIHIR DAN 

KEMASUKAN JIN DI BAITUSSALAM PRAMBANAN 

YOGYAKARTA)”20. Skripsi ini berisi tentang bagaimana cara 

mengatasi penyakit ghaib seperti kesurupan jin dan hal lain yang 

berupa gangguan oleh makhluk halus. Skripsi ini juga membahas 

mengenai ruqyah dengan ruang lingkup pada pemusnaan gangguan 

jahat seperti kesurupan jin dan membandingkannya dengan 

fenomena praktik perdukunan dan paranormal yang telah 

menjamur di warga  .  

                                                

  

Persamaannya sama-sama membahas tentang pengobatan 

ruqyah dan living qur’an sedangkan yang membedakan antara 

penelitian ini dengan penelitian penulis adalah mengenai konsep 

kenapa jin harus di usir dari tubuh manusia serta mengapa dengan 

Al-Qur’an cara mengusir jin ini  , penulis belum menemukan 

dalam penelitian sebelumnya (dalam skripsi ini). Hanya saja dalam 

penelitian terdahulu disebutkan beberapa bacaan dalam ruqyah. 

Selain itu lokasi penelitian menjadi pembeda, karena penelitian ini 

bersifat kajian lapangan (field reasearch). 

3. Skripsi atas judul “TERAPI RUQY}AH SYAR’IYYAH BAGI 

PENDERITA GANGGUAN EMOSI DI BENGKEL ROHANI 

CIPUTAT”, ditulis oleh Ana Noviana UIN Syarif Hidayatullah 

Jakarta.21 Skripsi ini membahas mengenai ruqyah sebagai bentuk 

terapi rohani bagi penyandang gangguan emosi. Di dalamnya 

dipaparkan mengenai manfaat terapi spiritual seperti yang 

diajarkan oleh Rasulullah, diantaranya dengan terapi ruqyah. 

Penelitian ini lebih membahas tentang gangguan emosi atau 

mental. Penelitian ini tidak membahas mengenai perihal jin, akan 

tetapi lebih cenderung membahas masalah psikologis. Jika 

penelitian sebelumnya membahas mengenai penyakit yang 

ditimbulkan jin seperti kerasukan dan sebagainya penelitian ini 

lebih memfokuskan kepada penderita gangguan emosi atau mental 

                                                

yang disebabkan gangguan ghaib. Persamaannya kedua penelitian 

ini membahas mengenai ruqyah. Sedangkan yang membedakan 

adalah tujuan dari penelitian, dalam penelitian terdahulu ini 

bertujuan untuk mengungkap faktor serta penyebab gangguan 

emosi atau mental pada seseorang. Sedangkan dalam penelitian 

penulis bertujuan mengungkap ruqyah sebagai bentuk pengobatan 

dengan memakai  Al-Qur’an sebagai perantaranya. Selain itu 

Pembeda antara penelitian ini dengan penelitian penulis adalah 

objek penelitian. Jika penelitian terdahulu membahas mengenai 

manfaat ruqyah terhadap kestabilan rohaniah (emosi) seseorang 

yang jenuh terhadap kehidupannya. Maka ranah penelitian penulis 

lebih cenderung kepada usaha menjaga jasmaniah serta rohaniah 

seseorang terbebas dari gangguan-gangguan dari makhluk halus, 

semisal jin dan sebangsa. Serta penelitian penulis mencakup cara 

agar terhindar dari gangguan jin. 

B. Kajian Teori 

1. Konsep Jin 

a. Wawasan terhadap Jin, Setan dan Iblis serta perbedaannya 

Al-Qur’an membahas jin dan makhluk halus lainnya, Ibnu 

Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Swt, yang 

artinya “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api 

yang sangat panas.” Beliau berkata, “maknanya adalah dari sebaik-

baiknya api”. al-Faryabi, al-Baihaqi di dalam kitab Syuab al-Iman, 

14 

  

dan ulama lainnya meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata, 

“al-Samum (api yang sangat panas) yang dijadikan bahan penciptaan 

al-Jan (bapak jin) adalah satu bagian dari tujuh puluh bagian api 

neraka”.22  

Pakar-pakar Islam yang sangat rasional tidak mengingkari 

bahwa ayat-ayat Al-Qur’an membicarakan tentang jin, tetapi mereka 

memahaminya bukan dalam arti hakiki. Paling tidak ada tiga pendapat 

yang menonjol dari kalangan ini menyangkut hakikat jin.23 

1) Memahami jin sebagai potensi negatif manusia. Menurut 

penganut paham ini, malaikat adalah potensi positif yang 

mengarahkan manusia kepada kebaikan. Sedangkan jin atau 

setan adalah sebaliknya. Pandangan ini menjadikan jin 

sepenuhnya sama dengan setan. Di sisi lain mereka menilainya 

tidak memiliki wujud tersendiri karena jin atau setan menurut 

penganut ini merupakan potensi negatif yang berada dalam diri 

manusia. 

2) Memahami jin sebagai virus dan kuman-kuman penyakit. 

Paham ini, walau mengakui eksistensi jin, tetapi menyatakan 

sebagai kuman-kuman bukan sebagai makhluk berakal yang 

dibebani tugas-tugas tertentu oleh Allah swt. Syaikh 

Muhammad ‘Abduh (1849-1905 M) dan muridnya Muhammad 

Rasyid Ridh>a (1865-1935 M), menganut paham ini. Namun 

                                                

  

harus digarisbawahi bahwa redaksi yang mereka gunakan 

untuk menjelaskan pandangan mereka ini tidak menunjukkan 

bahwa semua jin adalah virus atau kuman-kuman penyakit. 

Rasyid Ridh>a menulis dalam tafsirnya, tafsir al-Mana>r, 

bahwa para teolog berpendapat jin adalah makhluk hidup yang 

tersembunyi. Telah berulang-ulang dinyatakan bisa saja 

dikatakan sebagai makhluk hidup tersembunyi yang dikenal 

diketahui melalui mikroskop dan dinamai dengan mikroba bisa 

saja jenis jin. 

3) Memahami jin sebagai jenis manusia liar yang belum 

berperadaban. Pendapat ini pertama kali di kenalkan oleh salah 

seorang pemikir India kenamaan, Ahmad Kha>n (1817-1898 

M), yang menulis buku tentang jin dalam pandangan Al-

Qur’an. Menurutnya Al-Qur’an menyebut kata jinn sebanyak 

lima kali dalam konteks bantahan terhadap keyakinan kaum 

musyrik Arab. Ayat-ayat ini   menurutnya tidak dapat 

dijadikan bukti tentang adanya makhluk yang bernama jin, 

sebagaimana keyakinan umum ketika itu. Adapun makna kata 

Jinn pada ayat-ayat Al-Qur’an, selain dari kelima ayat 

mengenai bantahan tadi adalah manusia liar yang hidup di 

hutan-hutan dan tempat terpencil di pegunungan.  

Saat seluruh ciptaan diperintahkan bersujud kepada Adam a.s. 

iblis menolak dengan sombongnya. Menurut iblis makhluk yang 

16 

  

diciptakan dari nyala api tidak layak bersujud di hadapan makhluk 

yang diciptakan  dari lempung atau tanah liat yang kering (Shasha>l) 

yang berasal dari lumpur hitam (hamaum masnu>n). Ada pandangan 

yang sempat beredar di warga  , bahwa iblis termasuk golongan 

malaikat, karena ia menolak bersujud kepada Adam a.s. maka 

kemudian disebut iblis. Namun, pandangan ini   ditepis oleh Al-

Qur’an yang menyebutkan dengan jelas perbedaan bahan mentah yang 

digunakan untuk menciptakan kedua ciptaan ini  . Malaikat 

diciptakan dari cahaya atau nur sedangkan iblis termasuk golongan jin 

yang diciptakan dari nyala api yang sangat panas. (an-nar al-

samu>m). 

Imam Zamaksyari menjabarkan secara matematis mengenai 

penciptaan jin. Menurutnya Allah menciptakan empat makhluk yang 

berasal dari sepuluh unsur. Yaitu Malaikat, setan, jin dan manusia, 

dari sepuluh unsur ini   sembilan dijadikan unsur ciptaan malaikat, 

sedangkan satu unsur dijadikan setan, jin dan manusia. Dari satu unsur 

itu dipecah kembali menjadi sepuluh bagian. Sembilan bagian untuk 

penciptaan setan dan  yang satu untuk jin dan manusia. Dari satu 

unsur ini   Allah membaginya lagi menjadi sepuluh bagian, 

sembilan bagian dijadikan bahan penciptaan jin sedangkan yang satu 

bagian dijadikan bahan ciptaan manusia. Dari pandangan ini   

17 

  

menunjukkan , bahwa manusia diciptakan dari unsur paling kecil dan 

sedikit.24 

Dalam riwayat yang bersumber dari  Ishak disebutkan, jauh 

sebelum Nabi Adam a.s. diciptakan dan akhirnya tinggal di bumi, 

bangsa jin telah lebih dahulu menghuni bumi. Namun mereka berbuat 

kerusakan dan melanggar perintah Allah. Tanpa bermaksud 

menyanggah riwayat ini  , yang jelas Al-Qur’an telah 

menyebutkan bahwa yang diusir ke bumi dari bangsa jin adalah iblis. 

Pada saat terusir iblis meminta tangguh waktu hidupnya sampai hari 

kiamat dan Allah mengabulkannya, hingga iblis tidak mati sampai hari 

kiamat kelak (QS. Al-Isra> [17]: 62). 

Di kalangan ahli tafsir ada yang menjelaskan bahwa yang 

diberi penangguhan waktu hidupnya hanya iblis saja sedangkan 

keturunannya tidak, sebagian lain justru sebaliknya. Dengan demikian 

iblis termasuk golongan jin, semua jin yang berkembang biak di bumi 

adalah anak keturunan iblis. Di antara mereka ada yang mengikuti 

nenek moyangnya dan ada pula yang tidak, mereka memilih taat 

kepada Allah dan berbuat baik. Pengikut iblis yang inilah yang disebut 

setan. Hal ini menunjukkan bahwa penyebutan setan sebagai simbol 

dari perbuatan jahat dan melanggar aturan Allah oleh karenanya setan 

dapat berwujud manusia yang berlaku jahat dan melanggar norma-

norma agama. Setan identik dengan kejelekan dan sesuatu yang 

                                  

  

merugikan sehingga ada sebagian ahli tafsir yang mengartikan setan 

sebagai kuman penyakit.25  

Terlepas perubahan tafsir kata setan, yang jelas kata setan 

mewakili perbuatan-perbuatan buruk. Jadi perbedaan jin, setan dan 

iblis adalah setan merupakan simbol untuk perbuatan buruk dan 

mungkar, sedangkan iblis adalah golongan jin yang durhaka dan 

terkutuk sedangkan jin adalah ciptaan Allah yang bersifat gaib, ada 

yang baik ada pula yang jahat, penyebutan untuk jin yang jahat 

diistilahkan sebagai setan. 

b. Jenis dan Sifat Jin 

Disebutkan dalam kitab ‘Alamu al-jin fi Dlau’i al-kitab wa al-

Sunnah karangan Abdul Karim Taufan ‘Abidat bahwa jin memiliki 

sifat yang berbeda-beda dari makhluk lain. Abu Ya’la al-Hambali 

berkata jin adalah suatu jisim (bentuk) dan memiliki kehidupan sosial 

seperti pada kehidupan manusia pada umumnya. Sedangkan pendapat 

Mu’tazilah menganggap bahwasanya jin adalah makhluk yang 

berkelompok dan tidak bisa dilihat oleh mata.26  

Dari beberapa ayat Al-Qur’an ulama memahami bahwa jin 

memiliki kelompok-kelompok, bahkan warga   jin tidak ada 

bedanya dengan warga   manusia. Firman Allah yang artinya: 

“Hai jamaah atau kelompok jin dan manusia, jika kamu sanggup 

melintasi penjuru langit dan bumi maka lintasilah. Kamu tidak bisa 

                         

  

melintasinya melainkan dengan kekuatan” (QS. Ar-Rahma>n [55]: 

33) 

Kata jamaah atau kelompok yang ditunjukkan kepada jin dan 

manusia menunjukkan bahwa jin memiliki kehidupan berkelompok 

sama seperti manusia, terdapat ikatan yang menyatukan anggota-

anggotanya. Hal ini juga ditunjukkan oleh firman-Nya ( QS. Al-

A’ra>f [7]: 38) yang artinya. “Masuklah kamu sekalian ke dalam 

neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu 

sebelum kamu” ayat di atas dengan tegas menyifati jin dan manusia 

dengan kata umam (jamak dari ummah)  

Sebagaimana makhluk lain jin juga memiliki jenis kelamin: 

laki-laki dan perempuan, jantan dan betina. Dalam Al-Qur’an hal ini 

dapat ditemukan dalam (QS. Ya>si>n [36]: 36), yang artinya: “Maha 

Suci (Tuhan) yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, 

baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka 

maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” dalam QS. Al-Jinn [72]: 

6, yang menyatakan “ada beberapa orang laki-laki di antara manusia 

meninta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin,.....”. 

Dijadikan juga oleh sebagian ulama sebagai bukti adanya jenis 

kelamin bagi jin. Di samping ayat Al-Qur’an di atas beberapa hadits 

menunjukan adanya jenis kelamin jin. Anas bin Ma>lik ra yang 

berkata bahwa Nabi Saw. Apabila masuk ke toilet membaca: 

ĉƮĉƟƢăƦăƼƒdzﺍăﻭĉƮƦĄƼƒdzﺍăǺĉǷăǮƎƥƌﺫȂĄǟƊﺍȆďǻƎƛċǶĄȀËƊǴdzƊﺍ  

20 

  

 “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari gangguan al-

Khubth dan al-Khaba>’ith”. 

Menurut pakar hadits, Ibn Hajar (w. 1449) dalam bukunya 

Fath al-Ba>ri, al-Khubuthi adalah jamak dari khabi>th, yakni jin 

laki-laki sedangkan Khuba>’ith bentuk jamak dari al-Khabi>than, 

yakni jin perempuan.  

Jika jin berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, tentunya 

mereka berhubungan seks untuk memiliki keturunan. Sekali lagi 

isyarat ini di pahami oleh ulama melalui firman Allah yang artinya. 

“Di dalam surga itu ada bidadari yang sopan menundukkan 

pandangannya, belum/tidak pernah disentuh/disetubuhi oleh 

manusia sebelum mereka (yakni sebelum penghuni surga yang 

menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin” (QS. Ar-Rahma>n 

[55]: 56). Selain bidadari itu ada yang pernah disetubuhi oleh jin, 

yakni ketika para jin itu hidup di dunia. Firman Allah yang artinya. 

“(Ingatlah) ketika kami berfirman kepada malaikat: ‘sujudlah 

kamu kepada A>dam’ sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah 

dari golongan jin, maka dia mendurhakai perintah tuhannya. 

Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai 

pemimpin selain dari-Ku, sedangkan mereka adalah musuhmu? 

Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-

orang yang zalim”. (QS. Al-Kahf [18]: 50). 

Sementara ulama menegaskan bahwa jin yang durhaka 

dapat terlibat hubungan seks dengan istri-istri manusia serta anak-

21 

  

anak mereka. Kepercayaan seperti ini juga dikenal pada kalangan 

barat. Al-‘Aqqa>d dalam bukunya Ibli>s, mengutip uraian 

Haqqard yang terdapat pada bukunya Defils, Drugs and Doctors 

bahwa anak yang lahir di luar perkawinan yang sah adalah anak 

setan, dan bahwa setelah penyakit kelamin sifilis (raja singa) 

pejabat-pajabat pemerintah dan pemukan agama menyebarkan 

selebaran yang isinya menyatakan penyakit ini   adalah sanksi 

dari dosa yang dilakukan oleh setan (jin yang durhaka). Sehingga 

Nabi Saw., mengajarkan doa kepada sepasang suami istri sebelum 

melakukan hubungan seks dengan membaca. 

ƢăǼăƬƒǫăﺯăﺭƢċǸăǟƊﻥƢƊǘȈċnjdzﺍƤďǼăƳăﻭƊﻥƢƊǘȈċnjdzﺍƢăǼƦďǼăƳċǶĄȀōǴdzƊﺍ.  

 “Ya Allah, hindarkanlah kami dari setan dan hindarkan 

pula setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami” 

(HR. Bukha>ri dan Muslim) 

Pemahaman di atas ditolak oleh ulama lain. Mereka tidak 

memahaminya secara tekstual tetapi dalam arti harta benda yang 

mereka nafkahkan bukan pada jalan Allah.27 

Lebih lanjut Jenis-Jenis Jin sebagai berikut:  

Ifrit: Ada golongan bangsa jin yang mempunyai kekuatan serta 

kecerdikan, yang dikenal sebagai Jin ifrit. Ini seperti yang 

diterangkan dalam Al-Qur’an Surah An-Naml ayat 39 “Berkata 

Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin : Aku akan datang kepadamu 

dengan membawa singgah sana itu kepadamu sebelum kamu 

                               

  

berdiri dari tempat dudukmu. Sesungguhnya aku benar-benar kuat 

untuk membawanya lagi dapat dipercaya”.  

Al-Ghilan: Selain itu, jin yang yang bernama Al-Ghilan mampu 

berubah wujud dengan berbagai rupa dan bentuk. Disebutkan 

dalam riwayat Ahmad, sabda Rasulullah Saw yang artinya: “Jika 

ada Al-Ghilan yang menyamar kepada kalian (dalam bentuk 

apapun), maka kumandangkanlah azan”. 28  

c. Bisikan Jin 

Al-Qadhi Abu Yala berkata “bisikan di sini mungkin berupa 

bisikan ke dalam hati atau terjadi ketika berpikir berupa bisikan ke 

dalam tubuh manusia.” Beda lagi dengan muktazilah yang 

berpendapat bahwa setan tidak mungkin masuk ke dalam tubuh 

manusia. Mereka berkata, tidak mungkin dua ruh ada dalam satu 

jasad. Berdasarkan firman Allah yang artinya “yang membisikkan 

(kejahatan) dalam dada manusia” dan sabda Rasulullah yang artinya 

“Sesungguhnya setan berjalan di dalam tubuh manusia seperti 

berjalannya darah dan aku takut jika dia melemparkan sesuatu kepada 

hati kamu berdua.” Ibnu Aqil berkata, jika ada yang bertanya, 

bagaimana terjadinya bisikan iblis dan bagaimana bisa sampai pada 

hati manusia? Beliau berkata bisikan itu berupa bisikan yang dapat 

memalingkan jiwa kepada-Nya. Pendapat lain mengatakan setan bisa 

                      

masuk ke dalam jasad karena dia mempunyai jasad yang halus, setan 

membisikkan pikiran-pikiran kotor kepadanya. 

Abu Bakr bin Abu Dawud meriwayatkan dalam kitab Dzammu 

al Waswasah dari Mu’awiyah bin Abi Thalhah. Beliau berkata, di 

antara doa Rasulullah Saw., adalah “Ya Allah jadikanlah hatiku ini 

penuh dari mengingat Engkau, dan jauhkanlah aku dari bisikan 

setan” ibnu Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai 

firman Allah yang artinya “(bisikan) setan yang biasa bersembunyi”. 

Beliau berkata “perumpamaan setan seperti musang yang meletakkan 

mulutnya ke mulut hati manusia dan membisikkannya,  jika manusia 

itu mengingat Allah maka dia bersembunyi, jika dia diam maka setan 

kembali, itu yang dinamakan bisikan setan”. 

Said bin Mansur dan Abu Dawud meriwayatkan dari Urwah 

bin Ruwaim, beliau berkata “Isa bin Maryam meminta kepada Allah 

Swt, agar diperlihatkan tempat setan yang ada pada diri manusia. Lalu 

ditampakkan kepadanya, ternyata kepalanya seperti kepala ular yang 

diletakkan di hati. Jika seorang hamba mengingat Allah maka dia 

bersembunyi sebaliknya jika seorang hamba tidak mengingat Allah 

maka dia akan berbisik kepadanya, itulah yang dinamakan bisikan 

setan”.29 

d. Cara Mengusir Jin Sesuai Syarak 

                                 

  

Dalam kitab Al-Fahrasat, pada bab dua pasal delapan. Pada 

bagian yang menceritakan para ulama dan kitab-kitab karangannya, 

Muhammad bin Ishak An-Nadim berkata: “tukang azimat dan sihir 

mempunyai kepercayaan bahwa jin, setan dan arwah-arwah menaati, 

meyakini dan bergerak dengan larangan dan perintah mereka, adapun 

tukang azimat dari golongan orang-orang yang menganut syariat 

mengira terjadi melalui ketaatan kepada Allah, ketaatan kepada-Nya 

sumpah kepada arwah-arwah dan setan atas nama Allah, meredam 

syahwat dan tekun beribadah. Jin dan setan tunduk kepada mereka 

karena ketaatan mereka Allah, dikarenakan sumpah yang diucapkan 

tukang azimat atas nama Allah, atau karena takut kepada Allah karena 

nama-nama dan zikir kepada-Nya dapat mengekang dan 

menundukkan jin dan setan”. 

Tukang-tukang sihir menyembah setan, jin dan arwah-arwah 

melalui pengurbanan-pengurbanan, dosa-dosa, dan hal-hal yang 

dilarang oleh Allah sedangkan hal-hal yang diridai oleh setan 

dilakukannya. Meninggalkan salat, meninggal puasa, menikahi 

muhrim dan sebagainya. Tukang azimat dan sihir itu bukan wali-wali 

Allah karena mereka memakai  jin melalui hal-hal berikut: 

1) Membaca azimat dan mantra-mantra yang bukan berbasa Arab 

dan tidak dipahami artinya, hal itu termasuk kufur, musyrik 

dan, sesat, mengagungkan setan dan melanggar ajaran Allah 

dan Rasul-Nya. 

25 

  

2) Menuliskan ayat Al-Qur’an dengan najis, seperti dengan darah, 

air kencing dan lain sebagainya. 

3) Mencampuradukkan ayat Al-Qur’an dengan kata-kata yang 

maknanya tidak jelas. 

4) Menulis ayat Al-Qur’an dengan terbalik serta membacanya di 

tempat najis, seperti di toilet. 

5) Meninggalkan ibadah dan berbuat dosa. 

Pada saat mereka berdoa, yang turun adalah setan-setan dengan 

mantra-mantra tertentu.30 Firman Allah 

ƌﻝċDŽăǼăƫǺăǷȄƊǴăǟǶƌǰƌƠďƦăǻƌﺍƒDzăǿƌﻥƢƊǘȈċnjdzﺍ. ƉǶȈĉƯƊﺍĊﻙƢōǧƊﺍŏDzƌǯȄƊǴăǟƌﻝċDŽăǼăƫ. 

 “Apakah Aku akan beri tahu kepadamu kepada siapa setan-setan 

itu turun?, mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak dosa.” 

(QS. Asy}-S{yuara> [26] 221-222) 

Doa dan mantra yang diajarkan tukang sihir padat merusak 

ajaran agama. Cara yang paling tepat untuk menaklukkan jin dan 

gangguannya adalah berdoa kepada Allah dengan hati yang tulus 

dengan perantara ayat-ayat Al-Qur’an dan doa yang diajarkan oleh 

Nabi Muhammad Saw. 

Ulama-ulama tafsir kadang menyebut juga bahwa penyakit 

badan pun bisa disembuhkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an sampai ada 

ayat Al-Qur’an yang ditulis atau digantungkan ditubuh. Tetapi cara 

seperti ini jauh sekali menyimpang dari tujuan ayat ini  . Dalam 

dunia tabib modern atau dengan kata lain dokter mengatakan bahwa 

penyakit tubuh berasal dari penyakit jiwa. Seperti kekecewaan, 

                                                

  

kegagalan dan lain sebagainya, sehingga lahirlah ilmu kejiwaan seperti 

psichosomatik, yaitu ilmu yang menyelidiki penyakit-penyakit badan 

kasar (fisik). 

Ahli psichosomatik Indonesia Prof. Dr. Aulia yakin bahwa 

apabila seseorang sakit benar-benar kembali kepada ajaran agamanya. 

Dengan mengharap sakitnya akan sembuh. Beliau berpendapat bahwa 

betapa besar pengaruh ajaran tauhid yang mengandung ikhlas, sabar 

ridha, tawakkal dan taubat, besar pengaruhnya menangani penyakit 

seorang muslim. 31 

Dan Al-Qur’an juga merupakan rahmat bagi orang-orang yang 

beriman, yang mengamalkan kefarduan yang ada di dalamnya, 

menghalalkan apa yang dihalalkan dan mengharamkan apa yang 

diharamkan. Sehingga mereka dapat masuk surga dan selamat dari 

siksa neraka. Menurut khabar: 

ĉﻥﺍǂƌǬƒdzƢƎƥĉǦăƬnjăȇǶƊdzǺăǷ ,ĉǾōǴdzﺍĄﻩƢƊǨăNjƊȐƊǧ  

“Barang tak mencari kesembuhan dengan Al-Qur’an, maka Allah 

takkan menyembuhkannya (maksudnya minimal kesembuhan 

rohani)”32 

Tetapi ujung ayat ini (QS. Al-Isra>  [17]: 82) melanjutkan : 

“Dan tidaklah menambah untuk orang-orang aniaya, selain kerugian”. 

Orang aniaya yang dimaksud ialah membiarkan dirinya terus-terus 

dalam kegelapan. Membiarkan penyakitnya bertambah parah tidak 

                                                

mau mengobati. Maka ayat selanjutnya menerangkan gejala-gejala 

datang penyakit, yang memerlukan obat. 

“dan apabila kami berikan nikmat kepada manusia, dia 

berpaling dan menjauhkan diri” (QS. Al-Isra> [17]: 83). Ayat ini 

menjelaskan jika manusia diberi nikmat mereka melupakan siapa yang 

memberikan nikmat itu. Hal ini sudah menjadi sifat alamiah manusia, 

seperti diterangkan dalam (Q.S al-Ma’a>rij [70]: 19-21) 

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. 

Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia 

mendapat kebaikan ia amat kikir”. 

 

2. Konsep Ruqyah 

a. Pengertian dan Macam-macam Ruqyah 

Secara etimologi kata ruqyah berasal dari bahasa Arab, 

Menurut akar katanya, ruqyah berasal dari kata ( ƨȈǫﺭȄǫǂȇȄǫﺭ ) yang 

berarti mantra-mantra.33 Ada  juga yang mengartikan ruqyah adalah 

jampi-jampi.34 Secara terminologi ruqyah adalah jampi-jampi dengan 

memakai  ayat-ayat Al-Qur’an yang sering digunakan untuk 

menyembuhkan terhadap orang sakit baik karena penyakit fisik, psikis, 

maupun yang diduga karena gangguan jin atau juga untuk 

menghindarkan diri dari gangguan jin.35 Menurut Ibnu Tin, ruqyah 

                                                

  

adalah kalimat perlindungan atau asma Allah yang merupakan obat 

rohaniah. Kalau diucapkan melalui lisan orang saleh, niscaya akan 

mendatangkan kesembuhan dengan izin Allah. 

Sedangkan menurut Ibnu Mas’ud ruqyah adalah tindakan 

membaca mantra-mantra, dan tindakan ini   diperbolehkan apabila 

tidak memiliki jejak syirik.36 Karenanya bacaan ruqyah harus jelas dan 

dapat didengar oleh orang-orang di sekelilingnya. Dalam pelaksanaan 

terapi ruqyah, peruqyah tidak boleh memenggal ayat-ayat Al-Qur’an 

yang bisa merubah maksud dan makna daripada makna ayat ini  . 

Selain itu peruqyah juga harus benar-benari menghayati ayat-ayat yang 

dibacanya dengan khusuk. Islam sebagai ajaran yang menyeluruh dan 

memenuhi keperluan semua manusia dalam segala aspek kehidupan, 

sangat penuh perhatian kepada masalah kesehatan baik kesehatan fisik 

ataupun rohani. Bangsa Arab mengenal ruqyah yang mereka ketahui 

dari Nabi Muhammad. Di sini ruqyah adalah doa untuk kesembuhan 

suatu penyakit yang diderita seseorang. Sebagian dari mereka 

mengesahkan sejumlah mantra (ruqyah) dan menolak sejumlah 

lainnya.37 

Syekh ‘Abdurrahman al-Bana mengemukakan, bahwa  ada 

awalnya ruqyah dilarang. Dan larangan ini   ditujukan kepada 

orang-orang yang berkeyakinan tentang manfaat dan pengaruh 

                                                

  

kesembuhan itu berasal dari ruqyah serta ruqyah ini   digunakan 

sebagai jampi-jampi yang tidak dikenal, tidak berbahasa Arab, dan 

tidak dipahami maknanya. Akan tetapi larangan ini   kemudian 

dinaskh (dihapus) selama ruqyah itu sesuai syarat-syarat Al-Qur’an 

dengan dzikir-dzikir yang dikenali, juga semua pengaruhnya semata-

mata atas izin Allah.38 

Berikut ini macam-macamnya, menurut beberapa literatur:  

1) Ruqyah Syar’iyyah 

Ruqyah Syar’iyyah adalah ruqyah yang sesuai dengan 

syariat Islam dan memenuhi syarat-syaratnya. Ruqyah syar’iyyah 

mendatangkan perlindungan, keridhaan dan kasih sayang dari 

Allah. Ruqyah ini adalah ruqyah yang lepas dari kesyirikan. 

Ruqyah syar’iyyah mempunyai legalitas yang begitu kuat baik dari 

segi dalil Al-Qur’an dan sunnah maupun dari segi penelitian 

ilmiah.39 

Allah berfirman yang artinya:  

“Hai manusia! Telah datang nasihat dari Tuhanmu 

sekaligus sebagai obat bagi hati yang sakit, petunjuk serta rahmat 

bagi yang beriman”. (QS. Yunus/ 10: 57) 

Dalam pandangan warga   modern, ruqyah syar’iyyah 

dikenal dengan sebutan psikoterapi ruqyah. Adapun kata therapy 

berasal dari bahasa Inggris yang berarti penyembuhan, sedangkan 

kata ruqyah sendiri berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti 

                                                

jampi-jampi. Jadi ruqyah adalah proses pengobatan atau 

penyembuhan terhadap suatu penyakit, baik penyakit jiwa 

(psikologis) maupun penyakit jasmaniah dengan memakai  

petunjuk Al-Qur’an dan as-Sunnah Nabi Saw. Dengan metode 

pendekatan diri kepada Allah melalui doa dan dzikir.40 

2) Ruqyah Syirkiyyah 

Ruqyah syirkiyyah adalah ruqyah yang mengandung unsur 

syirik dan diharamkan oleh Islam. Ruqyah syirkiyyah berisi bacaan 

mantra-mantra, pengagungan dan penyebutan setan, orang-orang 

shalih, penghormatan pada bintang-bintang, malaikat ataupun 

perilaku-perilaku pada saat ruqyah yang mengandung dosa syirik, 

bid’ah atau khurafat.41 

b. Dalil Ruqyah 

Dalil ini dimaksudkan sebagai kekuatan dari kedudukan 

ruqyah dalam islam. Adapun dalil mengenai ruqyah ini, penulis 

mengambil dalil utama yakni Al-Qur’an dan as-Sunnah: 

1) Al-Qur’an  

a) Q.S al-Isra> [17]: 82 

ﺍĆﺭƢăLjăƻȏƎƛăśĉǸĉdzƢōǜdzﺍĄƾȇƎDŽăȇȏăﻭăśƎǼĉǷƚĄǸƒǴĉdzƈƨăǸƷăﺭăﻭÆﺀƢƊǨĉNjăȂĄǿƢăǷĉﻥƕǂƌǬƒdzﺍăǺĉǷƌﻝËƎDŽăǼĄǻăﻭ  

Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi 

penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al 

Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang 

zalim selain kerugian. 

                                                

  

Menurut M.Quraish Shihab kata ÆﺀƢƊǨĉNj (syifa’) biasa 

diartikan sebagai kesembuhan atau obat, dan digunakan juga 

dalam arti keterbatasan dari kekurangan atau ketiadaan. 

Ketika menafsirkan Q.S Yunus [10]: 57, sebagian ulama’ 

memahami ayat-ayat Al-Qur’an bisa menyembuhkan 

penyakit jasmani.42 

Ibnu Katsir mengatakan mengenai firman Allah Q.S 

al-Isra> [17]: 82 yang artinya. “Dan Kami turunkan dari Al-

Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi 

orang-orang yang beriman”, Qatadah mengemukakan: “Jika 

orang mukmin mendengarnya (ayat Al-Qur’an) niscaya ia 

akan memperoleh manfaat, menghafalnya dan 

menyadarinya”. Sedangkan kelanjutan ayat di atas “Dan Al-

Qur’an itu tidaklah menambah (kebaikan) kepada orang-

orang zhalim selain kerugian”. Maksudnya, mereka tidak 

mengambil manfaat, tidak menghafal dan tidak 

menyadarinya. Karena sesungguhnya Allah menjadikan Al-

Qur’an sebagai penyembuh dan rahmat hanya bagi orang-

orang yang beriman saja.43 

 

 


  

b) Q.S Yunus [10]: 57 

Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang 

kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi 

penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk 

serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. 

Allah memberikan karunia kepada makhluk-Nya yaitu 

berupa Al-Qur’an yang agung, yang Allah turunkan kepada 

Rasul-Nya yang mulia. “Hai, manusia! Sesungguhnya telah 

datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu.” Maksudnya, 

pencegah kekejian. “Dan Penyembuh bagi penyakit-penyakit 

(yang berada) dalam dada”. Maksudnya, maksudnya dari 

kesamaran dan keraguan, yaitu menghilangkan kekejian dan 

kotoran yang berada di dalamnya. “Dan penyejuk serta 

rahmat”. Maksudnya, hidayah dan rahmat dari Allah Swt., 

yang dihasilkan dengan adanya Al-Qur’an itu. Dan 

sesungguhnya hidayah dan rahmat itu hanyalah untuk orang-

orang yang beriman kepada-Nya, membenarkan dan 

meyakini apa yang ada di dalamnya, sebagaimana firman 

Allah dalam surat Q.S al-Isra> [17]: 82.44 

 

 

 

 

2) Hadits 

a) Shahih Muslim no. Hadits 4055.45 

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu 

'Umar Al Makki; Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz 

Ad} D{arawardi dari Yazid yaitu Ibnu 'Abdillah bin Usamah 

bin Al Hadi dari Muhammad bin Ibrahim dari Abu Salamah 

bin 'Abdur Rahman dari 'Aisyah istri Nabi shallallahu 'alaihi 

wasallam dia berkata; "Bila Rasulullah shallallahu 'alaihi 

wasallam sakit, Jibril datang meruqy}ahnya. Jibril 

mengucapkan; 'Bismillaahi yubriika, wa min kulli daa-in 

yusyfika, wa min syarri hasidin idza hasad, wa syarri kulli dzi 

'ainin.' (Dengan nama Allah yang menciptakanmu. Dia-lah 

Allah yang menyembuhkanmu dari segala macam penyakit dan 

dari kejahatan pendengki ketika ia mendengki serta segala 

macam kejahatan sorotan mata jahat semua makhluk yang 

memandang dengan kedengkian).Riwayat ini terjadi ketika 

Rasulullah sakit akibat sihir. 

 

b) Shahih Bukhari 7/23 dan Muslim dengan Syarah An Nawawi 

4/184). 

Memohon ruqyah tanpa bergantung kepada orang lain 

bukanlah sesuatu yang tercela. Dari “Aisyah ra berkata: 

“Rasulullah Saw., pernah memerintahkan aku agar aku 

minta diruqyah dari ‘ain (pandangan mata yang 

berbahaya).” 

 

                                                

45 Shahih muskim.pdf 

34 

  

3) Dalil Pengusiran Jin 

Ayat-ayat Al-Qur’an pengusir jin diantaranya, sebagai berikut 

a) Al- Fa>tihah 

b) Tiga Qull (Al-

Ikhla>s, Al-Fala>q, 

An-Na>s) 

c) Al- Baqa>rah 255 

d) Al- Baqa>rah 137 

e) Alu- Imra>m 181 

f) An- Nisa> 14 

g) Al- An’a>m 93 

h) Al- A’ra>f 117-120 

i) Al- Anfa>l 12-14, 

17, 50 

j) At- Taubah 26, 35 

k) Yunus 88 

l) Hud 56, 67, 82-83 

m) An- Nahl 1 

n) Al- Isra> 18, 81 

o) Tha<ha 97 

p) Al- Anbiya> 11-15 

q) Saba 48-54 

r) Adz-Dza>riyah 10-14 

s) Al- Haqqah 1-8 

t) An- Na>zi’at 1-7, 35 

u) Buru>j 10 

v) Al- ‘Alaq 15-18

c. Syarat Ruqyah 

Menjadi seorang peruqyah tidaklah mudah, jika hanya 

mengandalkan kemampuan membaca Al-Qur’an dengan baik saja. 

Karena mestilah orang yang taat menjalankan syariat. oleh karena itu 

ada persyaratan yang harus dimiliki seorang peruqyah, diantaranya46: 

1) Berakidah Islam secara benar dan merealisasikannya 

dengan ucapan dan perbuatan. 

2) Meyakini bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dan doa yang dibaca 

memiliki pengaruh jika dibacakan kepada jin dengan izin 

Allah. 

                                                

3) Memahami dunia jin dari dalil Al-Qur’an dan al-Sunnah. 

4) Mengetahui pintu-pintu masuknya jin pada diri manusia. 

5) Ruqyah harus memakai  kalam Allah SWT, atau 

dengan asma dan sifat-Nya. 

6) Harus memakai  bahasa Arab atau dengan bahasa yang 

dipahami kandungannya oleh orang lain. 

7) Hendaklah diyakini bahwa bacaan ruqyah tidak 

berpengaruh dengan sendirinya, tapi berpengaruh karena 

kuasa dan izin Allah. 

8) Menjauhi hal-hal yang diharamkan. 

9) Berusaha mendekati Allah dengan melaksanakan ibadah 

dan sunnah nabi. 

10) Merutinkan wirid dan doa penjagaan diri yang diajarkan 

oleh Rasulullah 

11) Mengetahui cara meruqyah yang benar sesuai dengan 

tuntunan Syariat yang diajarkan oleh Rasulullah. 

12) Ikhlas dalam meruqyah 

13) Tidak boleh sombong 

Kemudian selain peruqyah mesti memenuhi persyaratan di 

atas, ia juga harus membentengi keluarganya dari gangguan jin atau 

syaitan ataupun tempat tinggalnya karena dia adalah seorang yang 

berjihad melawan kejahatan makhluk Allah yang tak dapat dilihat 

sehingga boleh jadi akan terjadi perlawanan dari kelompok jin 

36 

  

terhadap keluarganya. Membentengi keluarga, dengan cara 

mengajarkan mereka akidah yang benar, menjaga ibadah dan 

merutinkan membaca Al-Qur’an di rumah serta membaca ayat-ayat 

Al-Qur’an Maktsurat setiap pagi dan petang. Sedangkan membentengi 

rumah adalah dengan cara membaca surat al-Baqa>rah dan surat-

surat lain di rumah pada waktu-waktu yang sesuai dengan frekuensi 

yang diinginkan.47 

d. Amalan dan Doa Ruqyah 

Pada dasarnya amalan-amalan yang harus dilakukan pasien 

setelah ruqyah adalah amalan yang disunahkan Rasulullah SAW agar 

kita senantiasa berzikir kepada Allah sebagaimana Beliau berzikir 

dalam setiap keadaannya. Berzikir dan selalu menjaga zikir akan 

menjauhkan pelakunya dari gangguan syaitan. Maka di antara amalan-

amalan ini   adalah:48 

1) Menjaga wudhu. 

2) Menjaga shalat berjamaah. 

3) Selalu menutup aurat. 

4) Menghindari mendengarkan musik-musik yang melalaikan dari 

mengingat Allah. 

5) Berwudhu’, berdoa dan membaca ayat kursi dan muawwidzat 

ketika hendak tidur. 

                         

  

6) Dianjurkan memperbanyak membaca Al-Qur’an setiap selesai 

shalat lima waktu, jika pasien belum bisa membacanya maka 

cukup dengan mendengarkan bacaan Al-Qur’an melalui kaset. 

7) Membaca Al-Maktsurat pagi dan petang.  

8) Dianjurkan sering berkumpul dengan orang-orang saleh yang dapat 

memberikan nasihat, meningkatkan keimanan serta menjauhi 

orang-orang yang dapat melemahkan keimanan. 

9) Hendaklah membaca basmalah setiap kali melakukan sesuatu, 

terutama ketika membuang air panas, menjatuhkan benda yang 

berat, menebang pohon dan lain-lain. 

Jika benar jin sudah tidak kembali lagi, dengan tanda-tanda 

seperti kesembuhan dari anggota badan, tidak bermimpi yang 

menyeramkan serta (yang terpenting) tidak ada reaksi ketika dibacakan 

bacaan ruqyah. Jika jin ini   masih ada, maka menurut peruqyah 

biasanya jin ini   sudah dalam kondisi lemah, maka dalam hal ini 

ayat-ayat ruqyah selalu dibacakan. 

38 

 

Living Qur’an.52 

Sementara pendekatan yang dipakai oleh penulis adalah pendekatan 

fenomenologi. Dhavamoni dan Mariasusai, yang dikutip oleh Muhammad 

Yusuf mengatakan bahwa dalam mengkaji fenomenologi agama tidak 

mengkaji hakikat agama secara filosofis dan teologis, melainkan hakikat 

agama sebagai fenomena empiris dari struktur suatu fenomena yang 

mendasari setiap fakta religius.53 Dikutip oleh Mustaqim, Bogdan & Taylor 

menambahkan bahwa, dengan mengkaji melalui fenomenologi diharapkan 

peneliti mampu mengeluarkan kembali pikiran, perasaan, motif yang ada 

dibalik tindakan seseorang.54 

Pengertian di atas tidak jauh berbeda dengan apa yang dimaksudkan 

oleh Bustanuddin Agus, bahwa pendekatan fenomenologis adalah kajian 

terhadap sesuatu menurut yang dimaksud sendiri oleh objek yang dikaji. Suatu 

warga   yang menjadi objek penelitian dengan pendekatan fenomenologis 

berarti berusaha memahami maksud simbol, kepercayaan, atau ritual menurut 

yang dipahami sendiri oleh warga   yang bersangkutan.55 Kahmad 

memfokuskan studi ini untuk mengungkapkan fakta sosial yang meliputi fakta 

religius yang bersifat subjektif, seperti pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan 

                                                

 

maksud-maksud dari seseorang yang diungkapkan dalam tindakan-tindakan 

luar yang membuat fakta religius yang bersifat subjektif menjadi suatu 

tindakan yang bernilai ibadah,  bukan sekedar gerakan-gerakan tanpa makna.56 

Alasan penulis memakai  metode fenomenologi ialah karena 

peneliti ingin mengungkap gambaran sederhana tentang perihal ruqyah serta 

hubungannya dengan pengusiran jin. 

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah 

memakai  jenis penelitian lapangan (field research). Untuk itu, seorang 

peneliti yang memakai  jenis penelitian ini dituntut untuk terjun langsung 

ke lapangan guna menemukan sekaligus melakukan observasi, sehingga dalam 

penelitiannya mendapatkan hasil yang maksimal sesuai dengan fakta yang 

sebenarnya.57 Dalam penelitian lapangan ada beberapa teknik yang digunakan 

oleh peneliti untuk mendapatkan hasil kajiannya. Beberapa metode penelitian 

seperti observasi, wawancara dan dokumentasi yang memang mengharuskan 

bagi peneliti untuk langsung berada di lokasi penelitian. 

Pengumpulan data dalam penelitian ini tidak terpacu pada teori, akan 

tetapi kepada fakta di lapangan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan 

sejak awal. Penelitian ini memakai  metode atau pendekatan 

fenomenologis, yaitu suatu studi naratif melaporkan cerita tentang 

pengalaman dari seorang individu atau beberapa individu. Studi 

fenomenologis mendeskripsikan pemaknaan umum dari sejumlah individu 

                                                

terhadap berbagai pengalaman hidup terkait dengan konsep atau fenomena.58 

Salah satu ciri studi fenomenologis ialah mengeksplorasi fenomena pada 

kelompok individu yang mengalami fenomena ini  . Tipe fenomenologis 

dalam penelitian ini bertipe studi fenomenologi transendental (gaib) yang 

mana objek penelitian bersifat irasional tetapi pembuktiannya dilakukan 

dengan empiris (berdasarkan pengalaman dan pengamatan).59 

B. Lokasi Penelitian 

Lokasi penelitian menunjukkan bahwa di mana wilayah penelitian 

akan dilakukan. Umumnya berisi tentang lokasi yang mencakup tentang Desa, 

organisasi, peristiwa, teks, dan sebagainya.60 Lokasi penelitian penulis yakni 

di Jember. Namun tidak semua wilayah yang ada tempat ruqyahnya akan 

tetapi beberapa tempat sebagai sampel penelitian.  

C. Subjek Penelitian 

Sasaran penelitian yang dipilih adalah mereka yang terlibat dalam 

penelitian yang diangkat seorang peneliti,61 dalam hal ini ialah Subjek 

penelitian ini adalah suatu lembaga ruqyah atau personal yang ada di Jember. 

Sebab pada bagian ini akan membahas tentang data dan sumber data dari 

mana data diperoleh.62 

Dadang Kahmad menjelaskan bahwa sumber data penelitian sosiologi 

agama terbagi menjadi dua. Pertama, sumber data lapangan. Kedua, sumber 

                                                

42 

 

data dokumenter.63 Sumber data lapangan ialah pemeluk agama itu sendiri, 

dengan segala aktifitasnya dan lembaga-lembaga yang didirikannya. Sumber 

data ini   bisa terdiri dari kata-kata dan tindakan para pemuka agama, 

pemimpin upacara, pemimpin organisasi, dan pengikut yang terlibat dalam 

kegiatan yang bersangkutan. Pribadi-pribadi ini disebut sebagai sumber 

langsung penelitian agama atau sumber personal. Sedangkan sumber data 

dokumenter adalah sumber data yang sengaja ditulis oleh pembuatnya sebagai 

suatu dokumen sejarah atau dokumen tertulis yang diabadikan. Sumber data 

ini bisa bersumber dari buku, disertasi, tesis, jurnal dan lain sebagainya.64 

Sementara menurut jenisnya, sumber data juga terbagi menjadi dua. 

Pertama, jenis data primer. Kedua, data sekunder. Jenis data primer ialah data 

yang diperoleh langsung dari penganut agama ini  : sedangkan jenis data 

sekunder ialah komentar orang lain atau data yang dihimpun dari hasil 

penelitian orang lain.65 

D. Teknik Pengumpulan Data 

Pada bagian ini akan diuraikan bagaimana cara seorang peneliti dalam 

mengumpulkan data-data untuk penelitiannya, baik itu melalui wawancara, 

observasi, dokumentasi, dan lain sebagainya.66 Berikut ini adalah teknik 

pengumpulan data yang akan peneliti gunakan, yakni: 

  

                                                

 

1. Observasi 

Muhammad Yusuf menjelaskan bahwa observasi sebagai salah satu 

metode utama dalam penelitian sosial keagamaan terutama sekali 

penelitian naturalistik (kualitatif), ialah mengamati dan mendengar dalam 

rangka memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena 

sosial-keagamaan tanpa mempengaruhi proses fenomena yang sedang 

diobesrvasi.67 Untuk itu seorang peneliti dituntut untuk harus berusaha 

dapat diterima oleh warga   sebagai warga atau ‘orang dalam’ sehingga 

kecurigaan para subjek penelitian menjadi hilang dan tidak merasa bahwa 

sedang diteliti.68 

Lanjut, Muhammad Yusuf membagi observasi dengan empat 

macam. Pertama, observer tak berperan sama sekali. Dalam hal ini peneliti 

hanya melakukan observasi dan kehadirannya tidak diketahui oleh subyek 

yang diteliti. Kedua, observer berperan pasif. Artinya peneliti hanya 

mendatangi peristiwa namun kehadirannya di lokasi menunjukkan peran 

yang pasif yang tidak melakukan pencatatan kecuali tidak diketahui oleh 

yang diteliti maupun hanya sekedar membawa recorder tersembunyi. 

Ketiga yakni observer berperan aktif. Maksudnya seorang peneliti 

memerankan berbagai peran aktif dan kehadirannya tidak mengganggu 

atau memengaruhi sifat naturalistiknya dan model yang keempat ialah 

observer berperan penuh. Untuk itu paling tidak peneliti harus bisa 

                                                

 

menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamati dalam kegiatan yang 

hendak diteliti.69 

Pembagian empat macam observasi oleh Muhammad Yusuf di atas, 

tidak jauh berbeda dengan tipologi pengamatan berdasarkan pengamat 

yang telah dipetakan oleh beberapa ahli sosiolog seperti Norman K. 

Denzin, Nan Lin dan George Ritzer yang dikutip oleh Kamanto Sunarto 

dalam bukunya Pengantar Sosiologi.70 Sedangkan Suhartono membagi 

observasi berdasarkan pengamatan menjadi dua bagian. Observasi 

partisipan dan observasi tak partisipan. Atau menurut cara pengamatannya, 

bisa juga melalui observasi terstruktur dan observasi tak terstruktur.71 

Maka dari paparan di atas terkait dengan pembahasan observasi, 

peneliti akan berusaha melakukan proses observasi dengan cara menjadi 

observer yang berperan aktif,  maupun menjadi observer berperan penuh. 

Bisa juga melalui observasi terstruktur dan observasi tak terstruktur. Sebab 

jenis-jenis observasi ini akan sangat cocok peneliti terapkan guna 

mendapatkan banyak kemudahan dalam memperoleh informasi dan data-

data yang diperlukan dalam penelitian. 

2. Wawancara  

Teknik pengumpulan data yang kedua yakni melalui wawancara. 

Teknik ini sebagai cara pengumpulan data yang efektif dan efisien bagi 

                                                

 

peneliti dan kualitas sumbernya termasuk dalam sumber data primer.72 

Kegunaannya bagi seorang peneliti ialah apabila ingin mengetahui hal-hal 

dari informan yang lebih mendalam dan jumlah informannya sedikit.73 

Untuk itu, sebagai instrumen dalam menggali data-data dan informasi 

yang diperlukan, peneliti akan memakai  teknik wawancara mendalam 

(depth interview). Dengan teknik ini akan terkuak riwayat hidup 

keagamaan informan sebagai warga warga   atau tokoh warga  , 

sehingga diharapkan dapat mengungkap baik pengalaman maupun 

pengetahuan eksplisit ataupun yang tersembunyi.74 

Suhartono menjelaskan, untuk mendapatkan penerimaan dan 

kerjasama yang baik dari responden, berikut ini adalah hal-hal yang perlu 

diperhatikan bagi seorang peneliti, pertama, penampilan fisik, termasuk 

pakaian yang dapat menimbulkan kesan apakah pewawancara dapat 

diterima atau justru sebaliknya menjadi ancaman keselamatan responden. 

Kedua, sikap dan tingkah laku. Pewawancara yang bersikap sopan akan 

menyenangkan para responden dan membantu memudahkan ia diterima. 

Ketiga, identitas. Pewawancara harus memperkenalkan diri. Keempat 

yakni persiapan. Pewawancara harus mengerti dan menguasai apa yang 

akan ditanyakan kepada responden dan siap menjawab pertanyaan-

pertanyaan tentang tujuan penelitian , cara pengambilan sampel, perlunya 

                                                

 

berpartisipasi dalam penelitian, serta perkiraan lama waktu yang 

diperlukan untuk wawancara.75 

3. Dokumentasi 

Dokumentasi ini dilakukan untuk mendukung dan menambah bukti-

bukti informasi dari sumber-sumber lainnya sebagai rincian spesifik dari 

salah satu teknik pengumpulan data.76 

Pada bagian ini peneliti akan mencari dan mendokumentasikan 

kemudian mempelajarinya hasil dari penelitian baik itu yang berupa teks-

teks maupun dokumen foto yang memberikan informasi visual tentang 

kegiatan ruqyah yang ada di Ruqyah Center Sukorejo Jember. 

E. Analisis Data 

Analisis data berarti menguraikan proses pelacakan dan pengaturan 

secara sistematis transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain 

agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis data dilakukan selama dan 

setelah pengumpulan data.77 Peneliti harus mempelajari sesering mungkin atas 

catatan-catatan lapangan yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan 

juga hasil pengamatannya selama berada di lokasi penelitian.78 Untuk itu 

dalam hal menganalisis data penulis memakai  analisis data fenomenologi 

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

                                                

 

1. Membaca ulang seluruh deskripsi hasil pembelajaran di lapangan 

(observasi aktif maupun observasi berperan penuh, wawancara dan 

dokumentasi) untuk mendapatkan pemahaman sesuai konteks dan 

kajian penelitian. 

2. Membaca lagi deskripsi hasil pengamatan lapangan (observasi aktif 

maupun observasi berperan penuh, wawancara dan dokumentasi), lebih 

pelan, cermat dan menghilangkan setiap kali menemukan sesuatu yang 

tidak relevan. 

3. Mencari serangkaian satuan pemaknaan dengan cara mengurai semua 

informasi secara berulang-ulang dan mengelaborasi makna masing-

masing. 

4. Merefleksikan suatu pernyataan dari hasil wawancara yang sudah tetap 

dan memunculkan sesuatu yang esensial dari realitas yang ada. 

5. Mensistematiskan dan mengintegrasikan pengertian yang diperoleh dari 

hasil deskripsi, pemaknaan, refleksi ke dalam suatu deskripsi struktur 

pengetahuan. 

F. Keabsahan Data 

Pada bagian ini memuat usaha-usaha peneliti untuk memperoleh 

keabsahan temuannya dengan meneliti kredibilitasnya  memalui teknik-teknik 

perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, observasi secara lebih 

48 

 

mendalam, triangulasi, pembahasan sejawat, analisis kasus lain, melacak 

kesesuaian hasil dan pengecekan anggota.80 

Demi mendapatkan keabsahan data, peneliti akan memakai  

triangulasi sumber, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang 

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk pengecekan dan 

pembanding data. 

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:  

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data-data yang 

diperoleh melalui hasil wawancara. 

2. Kemudian dari sini peneliti akan membandingkan lagi dengan hasil 

dokumentasi yang berkaitan. 

G. Tahap-tahap Penelitian 

Tahap-tahap penelitian berisi tentang uraian proses pelaksanaan 

penelitian, mulai dari penelitian pendahuluan, pengembangan desain, 

penelitian sebenarnya, dan sampai pada penulisan laporan.81 

Seperti yang dikutip oleh Moleong bahwa menurut Bogdam 

setidaknya terdapat tiga tahapan, yakni Pertama. Pra lapangan, Kedua. 

Kegiatan lapangan, dan Ketiga. Analisis intensif.82 

Terkait hal di atas, berikut ini adalah tahap-tahap penelitian yang akan 

dilakukan oleh peneliti dalam melakukan: 

                                                

1. Pra Lapangan, meliputi: 

a. Melakukan observasi Pra-penelitian di lokasi penelitian. 

b. Wawancara dengan objek penelitian 

2. Kegiatan Lapangan, meliputi: 

a. Melakukan observasi di lokasi penelitian. 

b. Melakukan observasi sebagai partisipan di lokasi penelitian. 

c. Wawancara dengan objek penelitian 

d. Wawancara dengan para pasien penelitian 

3. Analisis Intensif, berupa: 

a. Mengumpulkan berbagai informasi dan data-data yang diperoleh 

dari hasil observasi dan wawancara untuk kemudian dilakukan 

tahap pengkajian dan menganalisis dengan bahasa yang terstruktur. 

b. Langkah selanjutnya disajikan dalam karya skripsi dengan 

penyusunan sesuai pedoman yang dipilih. 

50 

 

BAB IV 

Penyajian dan Analisis Data 

A. Tata Cara Meruqyah dan Faktor Kegagalan Ruqyah 

Melakukan suatu pekerjaan membutuhkan prosedur yang sedemikian 

rupa untuk mencapai hasil yang memuaskan. Begitu juga dalam ruqyah, 

ruqyah mempunyai beberapa serangkaian prosedur atau tata cara yang harus 

dilakukan. Berikut beberapa serangkaian prosesi dalam ruqyah.  

Sebelum masuk pada pembahasan mengenai tata cara ruqyah perlu 

diketahui tentang siapa saja orang yang harus diruqyah, serta ciri-ciri orang 

yang kerasukan jin menurut para peruqyah (Raqi). 

1. Ciri-ciri orang yang terkena gangguan jin atau syaithan adalah83: 

a. Gangguan terhadap pikiran: 

1) Menjadi sangat pelupa atau linglung 

2) Pikiran menjadi kacau dan susah berkonsentrasi 

3) Adanya bisikan-bisikan jahat dan membahayakan 

4) Bisikan pada pikiran yang menyebabkan keraguan terhadap Islam, 

Al-Qur’an, dll 

b. Gangguan terhadap perasaan: 

1) Menjadi sangat benci pada orang-orang yang disayangi atau 

sebaliknya 

2) Menjadi sangat cinta pada seseorang sehingga rela memberikan 

apa saja padanya. 

                                                

 

3) Menjadi sangat pemarah 

4) Menjadi sangat penakut 

5) Merasa ditemani orang lain 

6) Selalu curiga pada orang lain 

7) Suka bermaksiat berlebihan dan sangat berat melaksanakan 

ketaatan 

8) Terjadi perubahan orientasi seksual 

c. Gangguan terhadap fisik: 

1) Sakit kepala terus menerus, atau terkadang seperti ada yang 

menusuk-nusuk, namun tidak dapat disembuhkan secara medis 

2) Sering merasa panas pada anggota tubuh (kepala, dada, punggung, 

tengkuk, tangan, perut, dll) 

3) Bengkak yang tidak wajar 

4) Ada gangguan saat beribadah atau di majelis ta’lim  

5) Buang air terus menerus 

d. Gangguan pada waktu tidur: 

1) Susah tidur 

2) Sering bangun waktu tidur 

3) Sering Mimpi buruk 

4) Mimpi aneh 

5) Sering mengigau waktu tidur 

e. Gangguan terhadap tempat tinggal: 

52 

 

1) Suasana rumah menjadi panas, sehingga anggota rumah tidak 

betah 

2) Mudah terjadi pertengkaran di rumah  

3) Adanya penampakan di rumah 

4) Adanya gangguan di dalam rumah 

Dikutip dari buletin QHI DPD Jember yang mengadakan ruqyah masal 

oleh beberapa peruqyah yang ada di Jember. Menyebutkan siapa saja orang 

yang harus diruqyah. Orang pertama yang harus diruqyah adalah para pemilik 

ilmu kekebalan, ilmu tenaga dalam, pengguna jimat, susuk, tenun, pusaka-

pusaka, orang yang indigo, orang yang terkena gangguan jin dan orang yang 

biasa pergi kedukun.84 

2. Tata Cara Meruqyah 

Ruqyah adalah kegiatan yang memiliki prosedur karena 

berhubungan dengan dengan penyakit. Ruqyah yang ditujukan untuk 

mengusir jin yang ada di dalam tubuh misalnya. 

Data yang penulis ambil dari hasil wawancara dengan beberapa 

peruqyah yang ada di Jember menyebutkan bahwa tata cara meruqyah 

sebagai berikut: 

“Sebenarnya meruqyah itu tergantung pada tingkatan jinnya ya. 

Kalau saya kontak langsung dengan pasien, pasiennya dipegang 

lalu saya membacakan ayat-ayat tertentu dari Al-Qur’an dan 

shalawat juga Alhamdulillah jinnya langsung keluar. Itu untuk jin 

yang tingkatannya lemah. Maksudnya ketika dibacakan ayat Al-

Qur’an langsung keluar itu menunjukan kalau jinnya lemah. Akan 

tetapi jika jinnya ganas. Tidak mau keluar setelah dibacakan ayat 

Allah maka saya memakai  air. Pasiennya saya kasih air 

                                                

 

tentunya airnya sudah saya doakan. Kemudian saya memakai  

jurus andalan saya yaitu melemahkan kekuatan jin dan 

menundukkannya dengan membaca ayat Al-Qur’an ayat Sulaiman 

(QS. An-Naml 30-31). Dan saya memaksanya keluar.” 85 

Ucap ustadz M. Udin yang merupakan peruqyah yang ada di 

Patrang Jember. Ada cara lain yang digunakan oleh ustadz Himanullah 

yang merupakan salah satu peruqyah yang berada di Kaliwates Jember, 

menggambarkannya sebagai berikut: 

“Kalau metode saya saat meruqyah adalah dengan mengambil jin 

dari tubuh pasien tanpa harus membangkitkan jin ini   yang 

menyebabkan seperti mengamuk, muntah, menangis. Jadi saya 

mengambil jinnya saja bahkan pasien tidak merasa kalau jinnya 

sudah keluar. Lain halnya kalau meruqyah tempat atau rumah. 

Maka saya memakai  yang namanya visualisasi. Metode ini 

yang mungkin tidak anda temui pada peruqyah lain, jadi 

visualisasi itu menggambarkan objek yang akan diruqyah dan 

meruqyahnya tanpa harus menghampiri tempatnya. Jadi misal 

saya meruqyah rumah dek Jaelani saya cukup membayangkan 

seperti apa rumah dek Jaelani dari sini. Namun saya harus diberi 

gambaran seperti foto dan lain-lain”86 

Tata cara meruqyah yang digambarkan oleh ustadz Edi lebih 

kepada penalaman pribadinya di samping juga berpedoman kepada 

prosedur Rasulullah Saw. Beliau mengatakan  

“Cara meruqyah sebenarnya mengikuti cara Rasulullah. Namun 

jika ingin dikembangkan itu berdasarkan jam terbang dan 

pengalaman ketika meruqyah. Seperti memakai  totokan di 

lengan, perut dan bagian-bagian tertentu yang memiliki gejala.”87 

Menurut pak Farid tata cara melakukan ruqyah sebagai berikut. 

“Cara saya dalam meruqyah pertama kali tazkiyah (dialog), 

kemudian jika ada jin yang perlu dikeluarkan saya akan 

mengeluarkannya dengan ruqyah. Sekali lagi bukan saya yang 

menyembuhkan tetapi Allah.”

                                                

Ustadz Luqman dan Pak Edi Sucipto menambahkan bahwa tata 

cara meruqyah adalah sebagai berikut: 

“Ketika ada pasien yang datang untuk diruqyah maka saya 

pegangi dan dibacakan ayat-ayat ruqyah. Boleh juga tilawah dan 

bawa qur’an juga bisa sambil membaca sesuai bacaan yang rutin 

dibaca tiap hari. Misal sekarang juz satu besok juz dua.89 

Kemudian lakukan ‘Putar, tiup, tarik atau di tepuk-tepuk lalu 

usap-usap dan tarik’. Serta kontak langsung asalkan pasiennya 

sejenis kelamin. Jika beda kelamin maka memakai  sarung 

tangan, kayu juga bisa dan juga antena tv juga bisa. Dan memiliki 

wudhu’ dan yang diruqyah menyerahkan diri kepada Allah”.90 

 

Teknik berbeda yang dilakukan oleh ibu Nuriana dalam meruqyah, 

beliau mengatakan.  

“Dalam meruqyah ada beberapa teknik. Ada yang langsung 

membacakan Al-Qur’an. Kalau saya dengan melalui tepukan dan 

mengusap tulang belakang. Karena di dalam tubuh manusia ada 

titik jin yang mana tulang belakang adalah sumber syaraf yang 

menjadi pusat. Selain itu jika pasiennya wanita sebaiknya 

meruqyah kepada peruqyah wanita juga untuk menghindari 

gangguan dalam ruqyah. Karena teknik ini membutuhkan kontak 

langsung. Teknik yang lebih penting adalah menyadarkan pasien 

dari dosa-dosa yang pernah dilakukannya dan menyesalinya. Atau 

dengan kata lain memberi nasihat”.91 

 

Berdasarkan beberapa pengalaman pasien ruqyah yang peneliti 

temui, mengenai proses ruqyah. Menunjukkan bahwasanya. 

“Ketika saya diruqyah, saya ditanya dulu keluhannya apa. 

Kemudian peruqyah langsung membacakan ayat-ayat ruqyah 

seingat saya membaca Ta’aw{ud, Al-Fa>tihah, Al-Baqa>rah 1-5, 

255-257, 284-286, awal surat shaffat, 3 surat Qullhu (Al-Ikhla>s, 

Al-Fala>q dan An-Na>s). Kemudian setelahnya saya disuruh 

ruqyah mandiri. Kemudian setelah saya diruqyah saya diberi obat 

herbal dan saya juga di bekam di bagian kepala. Dan untuk 

                                                

 

mengantisipasi datangnya gangguan lagi saya disuruh melakukan 

ruqyah mandiri”.92 

Data selanjutnya menyebutkan bahwa proses ruqyah memakai  

kontak fisik. 

“Ketika diruqyah saya dipukul-pukul sama yang ngeruqyah, tapi 

mukulnya pelan-pelan. Kemudian saya disuruh batuk dan saya pun 

muntah”.93 

 

Selanjutnya berasal dari pasangan suami istri yang pernah 

diruqyah. Menceritakan kisahnya ketika diruqyah. 

“Ketika diruqyah pertama saya diajak dialog sama mas-mas 

peruqyahnya itu, lalu saya diruqyah dengan sambil diberi air dan 

obat herbal ya semacam vitamin deh mas. Setelah itu peruqyahnya 

nepuk-nepuk punggung saya, kebetulan yang ngeruqyah laki-laki 

jadi dia pakai sarung tangan dan saya disuruh muntah. Keluar dah 

muntah banyak sekali. Kata peruqyahnya saya terlalu banyak 

pikiran, stres.94 Pak peruqyahnya itu meruqyah saya dengan 

membacakan ayat Al-Qur’an. Seingat saya itu Al-Fa>tihah, surat 

Qull-qull itu (Al-Ikhla>s, Al-Fala>q dan An-Na>s) dan banyak 

lagi saya lupa”.95 

Lebih rincinya berikut beberapa daftar tata cara melakukan ruqyah 

sesuai dengan pedoman nabi Saw.96 Meruqyah seseorang hendaknya 

mengikuti tata cara sebagai berikut: 

a. Tata Cara Meruqyah 

1) Memiliki wudhu’ baik peruqyah maupun pasien 

2) Keyakinan bahwa kesembuhan datang dari Allah 

3) Ruqyah harus dengan Al-Qur’an, hadits atau dengan nama dan 

sifat Allah 

                                                

 

4) memakai  bahasa Arab atau bahasa yang bisa dipahami 

5) Ikhlas dan berserah diri kepada Allah 

6) Membaca ayat ruqyah, lalu meniupkan tangan ke anggota tubuh 

yang sakit 

7) Menghayati bacaan yang dibaca saat meruqyah 

8) Orang yang meruqyah hendaknya mendengarkan bacaan 

ruqyahnya, baik yang berupa ayat Al-Qur’an maupun doa-doa dari 

nabi Saw. Agar supaya pasien belajar dan menjadi nyaman bahwa 

ruqyah yang dibacakan sesuai Dengan syariat. 

9) Meniup pada anggota tubuh yang sakit di tengah-tengah 

pembacaan ruqyah. Menurut Syaikh al-Utsaimin menggandung 

kelonggaran. Caranya dengan tiupan yang lembut tanpa keluar air 

ludah. ‘Aisyah pernah ditanya tentang tiupan Nabi Saw dalam 

meruqyah. Ia menjawab: “Seperti tiupan orang makan kismis, tidak 

ada air ludahnya (yang keluar)”  (HR. Muslim dalam Kitab as}-

S{alam, 14/182) atau tiupan ini   disertai sedikit keluarnya air 

ludah sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Alaqah bin Shah{ar 

as}-S{alithi, tatkala ia meruqyah seseorang yang gila. Ia 

mengatakan: “Maka aku membaca Al-Fatihah padanya selama tiga 

hari pagi dan sore. Setiap kali aku menyelesaikannya aku 

kumpulkan air liurku dan aku ludahkan. Dia seolah olah lepas dari 

sebuah ikatan” (HR Abu Dawud, 4/3901 dan al-Fathu ar Rabbani, 

17/184). 

57 

 

10) Jika meniupkan ke dalam media yang berisi air dan lainnya tidak 

masalah. Untuk media yang paling baik adalah minyak zaitun. 

Disebutkan dalam hadits Malik bin Rabi’ah, bahwa Rasulullah 

Saw bersabda: 

  

 Artinya: “Makanlah Minyak Zaitun, dan olesi tubuh 

dengannya. Sebab ia berasal dari tumbuhan yang penuh berkah” 

 

11) Mengusap pasien dengan tangan kanan, ini berdasarkan hadits 

‘Aisyah, ia berkata: “Rasulullah, tatkala dihadapkan pada 

seseorang yang mengeluh kesakitan beliau mengusapnya dengan 

tangan kanan” 

Imam An Nawawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat anjuran 

untuk mengusap orang sakit dengan tangan kanan dan 

mendoakannya. Banyak banyak riwayat shahih tentang itu yang 

telah aku himpun dalam kitab al Adzka ”. Syailkh al-‘Utsaimin 

berkata: “Tindakan yang dilakukan sebagian orang saat meruqyah 

dengan memegangi telapak tangan orang yang sakit atau anggota 

tubuh tertentu untuk dibacakan kepadanya, tidak ada dasarnya 

sama sekali” 

12) Bagi orang yang meruqyah diri sendiri, letakkan tangan di tempat 

yang dikeluhkan seraya membaca basmalah tiga kali 

 

 Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya, dari 

setiap kejelekan yang aku jumpai dan aku takuti” 

Dalam riwayat lain disebutkan “dalam setiap usapan, doa 

ini   diulang sampai tujuh kali”, atau membaca: 

 Artinya: “Aku berlindung kepada keperkasaan Allah dan 

kekuasaan-Nya dari setiap kejelekan yang aku jumpai dari rasa 

sakitku ini” 

Apabila sakit pada seluruh tubuh, caranya dengan meniup dua 

telapak tangan dan mengusapkan ke wajah 

13) Bila penyakit terdapat di salah satu bagian tubuh misal kepala, kaki. 

Maka dibacakan pada tempat ini  . Disebutkan dalam hadits 

Muhammad bin Hathib al Jumahi dari ibunya,Ummu Jamil al Jalal, 

ia berkata: Aku datang bersamamu dari Habasyah. Tatkala engkau 

telah sampai di Madinah semalam atau dua malam, aku hendak 

memasak untukmu tetapi kayu bakar telah habis. Aku pun keluar 

mencarinya, kemudian bejana bejana tersentuh tanganku dan 

berguling menimpa tanganmu. Maka aku membawamu kehadapan 

Nabi Saw, aku berkata: “Kupertaruhkan engkau dengan ayah dan 

ibuku, wahai Rasulullah, ini Muhammad bin Hathib”. Beliau 

meludah di tanganmu dan mengusap kepalamu serta 

mendoakannya. Dengan doa: 

 Artinya: “Hilangkan penyakit ini wahai penguasa manusia. 

Sembuhkanlah, Engkau maha penyembuh tidak ada kesembuhan 

kecuali penyembuhan-Mu. Obat yang tidak meninggalkan penyakit” 

59 

 

Dia Ummul Jamil berkata: “Tidaklah aku berdiri 

bersamamu dari sisi beliau kecuali tanganmu telah sembuh”. 

14) Apabila penyakit ada di sekujur badan, atau lokasinya tidak jelas. 

Seperti gila, dada sempit atau keluhan pada mata. Maka cara 

mengobatinya dengan membacakan ruqyah dihadapan penderita. 

Dalam riwayat disebutkan bahwa nabi Saw, mengeluhkan rasa 

sakit. Disebutkan dalam riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubay ibn K’ab, ia 

berkata: “Dia bergegas untuk membawanya dan mendudukkannya 

di hadapan Nabi Saw. Maka aku mendengar beliau 

membentenginya (ta’widz) dengan Al-Fatihah.” 

Apakah ruqyah hanya berlaku untuk penyakit-penyakit yang 

disebutkan dalam dalil atau secara umum? dalam hadits-hadits yang 

membicarakan terapi ruqyah, penyakit yang disinggung adalah 

pengaruh mata yang jahat (‘ain), penyebaran bisa racun (humah), dan 

penyakit namlah (humah). Berkaitan dengan masalah ini, Imam an}-

N{awawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Maksudnya ruqyah 

bukan berarti hanya dibolehkan pada tiga penyakit ini  . Namun 

maksudnya bahwa beliau ditanya mengenai ketiga hal ini   dan 

beliau membolehkannya. Andai ditanya tentang yang lain, maka akan 

mengizinkannya pula. Sebab beliau sudah memberi isyarat dan beliau 

pun pernah meruqyah untuk selain tiga keluhan tadi”. (Shahih Muslim, 

14/185, kitab as}-S{alam, bab Istihbab ar} R{uqyah Minal ‘Ain Wal 

Namlah) 

60 

 

3. Faktor Kegagalan Ruqyah 

Melakukan sesuatu pasti memiliki dua kemungkinan yaitu berhasil 

atau gagal. Begitu lupa dalam ruqyah tak sedikit ruqyah yang telah 

dilakukan mengalami kegagalan. Kegagalan ini terjadi karena faktor-

faktor yang tidak dijalankan.  

Menurut beberapa praktisi ruqyah di Jember yang penulis temui 

menemui beberapa alasan kegagalan dalam ruqyah. 

Pak Farid dan ustadz Edi mengatakan bahwa kegagalan ruqyah 

bersumber dari. 

“Ada beberapa faktor kegagalan ruqyah, pertama salah orientasi. 

Maksudnya pasien hanya fokus untuk sembuh saja. Tidak ada 

keinginan untuk hijrah dari keadaannya sebelum diruqyah (masih 

suka melakukan dosa yang menyebabkan imannya lemah).97 Selain 

itu faktor penyebab gagalnya ruqyah adalah tergantung kepada 

ikhtiar pasien dan sejauh mana mengimani qadar (ketentuan) Allah 

swt.”98 

Pendapat lain dari ustadz Luqman Hakim yang mengatakan bahwa 

faktor-faktor kegagalan ruqyah adalah. 

“Dalam pengobatan itu yang dituntut adalah ikhtiar masalah 

gagal tidaknya dikembalikan kepada Allah. Sebab yang 

memberikan kesembuhan adalah Allah bukan kita (peruqyah). Bisa 

jadi karena peruqyahnya atau bisa juga karena pasiennya. Setelah 

dikasi’ resep, nasihat apakah mau menjalankannya atau tidak”.99 

Pak Edi Sucipto menambahkan sebab kegagalan ruqyah 

diakibatkan karena faktor tertentu. 

                                                

 

“Sebab kegagalan ruqyah itu karena memakai  ilmu 

kanuragan (tenaga dalam), kegagalan akan terjadi ketika orang 

ini   tidak mau melepas ilmunya. Serta tidak istiqamah dalam 

menjaga diri atau membentengi diri dari jin”.100 

Lain halnya keterangan yang diperoleh dari ibu Nuriana yang 

mengatakan bahwa sebab kegagalan ruqyah dikarenakan oleh dua faktor. 

Lebih lanjut beliau mengatakan: 

“Biasanya kegagalan dalam ruqyah disebabkan oleh dua faktor 

pertama dari peruqyahnya dia ikhlas gak meruqyah dan 

motivasinya apa meruqyah. Selanjutnya dari pasien, dia beriman 

gak dengan Al-Qur’an sebagai obat”.101 

Sebagai bahan pembahasan penulis menampilkan secara sistematis 

faktor yang menyebabkan kegagalan ruqyah. Sebagai berikut: 

a. Kesalahan Pasien yang Diruqyah102 

1) Pasien Tidak Mau Diruqyah. 

Ketika hati pasien masih ragu atau menolak, maka di sana 

ada krisis keyakinan yang menjadi perisai kuat yang menghijab 

langit. Kesalahan lainnya adalah, pasien "hanya ingin diruqyah" 

bukan ingin sembuh. Akhirnya pasien hanya menunggu waktu 

ruqyahnya dan tidak mendengarkan isi tausiyah raqi (peruqyah)-

nya. Dia tidak paham mekanisme kesembuhan dengan ruqyah 

syariyyah. 

Karena tidak paham siapa yang menyembuhkan, akhirnya 

pasien bersafari mencari "peruqyah hebat". Padahal obat terhebat 

ada di dalam dadanya. Pasien tidak paham makna kesembuhan yang 

                                                

 

sebenarnya. Kebanyakan pasien mengharapkan kesembuhan jasadi 

saja tanpa melihat qalbu/ruhani yang menjadi sumber sakitnya 

jasad/jasmani. Jadi saat diterapi itu sakit, ia akan fokus kepada sakit 

yang ditimbulkan syaitan bukan fokus kepada bacaan yang 

dibacakan untuk terapi qalbunya.  

Kondisi lain adalah, pasien sudah ingin sembuh tapi belum 

mau berubah. Padahal Allah tidak hanya ingin menyembuhkan 

hamba-Nya, namun ingin mengubah kehidupan hamba-Nya. 

Akhirnya hamba Allah itu hanya mencari kesembuhan dan 

melakukan perubahan apapun, ia mencari kesembuhan tanpa 

mencari ridha Allah yang menjadi inti atau sebab kesembuhan 

utamanya.  

2) Pasien Masih Betah dalam Kesyirikan.  

Kadang pasien tidak tahu bahwa syirik itu ada tingkatan dan 

jenisnya, mereka hanya tahu syirkul akbar (syirik besar dan nyata 

semisal melakukan ritual dan berlindung kepada syaitan dengan 

kekayaan, kesaktian dll) tanpa tahu syirik lain semisal syirku khofin 

(syirik ketakutan), syirkul mahabbah (syirik kecintaan), syirkut ta'ah 

(syirik ketaatan), sampai kepada syirku shagiran (syirik halus/ria) 

yang membahayakan.  

Ini jelas bahaya, ketika misalnya saja ia masih berambisi 

atau cinta kepada dunia maka ia sudah masuk ke dalam lingkup 

syirkul mahabbah hingga diajak sedekah saja pelit.  

63 

 

3) Tidak Komitmen dengan Al-Qur’an dan Sunnah. 

Pasien tidak istiqamah dalam menapaki jalan sunnah, atau ia 

masih tertarik dengan gemerlap dunia. Bahkan ia masih bergantung 

kepada dokter atau selain daripada Al-Qur’an dan sunnah.  

4) Mengeluh dan Berputus Asa dari Rahmat Allah. 

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengatakan, bahwa “Putus asa 

itu lebih jelek daripada kematian. Jika kematian hanya memisahkan 

jasad dengan ruh, maka putus asa memisahkan antara ruh kita 

dengan Allah Swt”. Allah Swt berfirman yang artinya: 

"Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan 

kaum yang kafir".(Yusuf: 87). 

5) Pasien Tidak Mau Memperbaiki Kondisi Hatinya.  

Pasien masih enggan bersilaturahmi yang menjadi penyebab 

terbesar timbulnya kedengkian. Apalagi perbuatan durhaka kepada 

kedua orang tua dan saudara sendiri. Bahkan Allah mensifati orang 

yang berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya sebagai orang 

yang jabbaar syaqiy (orang yang sombong lagi celaka).  

Tentang hal ini Allah SWT berfirman yang artinya: "Dan 

berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang 

sombong lagi celaka". (Maryam: 32). 

 

64 

 

6) Tidak Mau Bertaubat dan Merasa Aman Dari Dosa. 

Taubat adalah menyesal, namun seorang manusia tidak akan 

pernah bertaubat sehingga ia mengerti kesalahannya sendiri. Dengan 

merasa aman dari ancaman Allah, secara tidak langsung kita 

meremehkan Allah Subhannahu wa Ta’ala, dan selanjutnya kita 

akan enggan bertaubat dan terus menumpuk dosa. Padahal dengan 

menjalani kehidupan, hakikatnya kita sedang berjalan menuju 

kematian.  

7) Tidak Kenal Musuh Sendiri.  

Karena awam, pasien tidak tahu persis siapa musuhnya 

sendiri. Ia tidak tahu tipu daya iblis dan sejauh mana anarkisme 

syaitan kepada anak Adam as. 

8) Masih Nyaman Bersahabat dengan Syaitan.  

Termasuk dalam hal ini, manusia masih nyaman jadi 

pecundang syaitan tanpa keinginan bangkit untuk menyerang dan 

memusuhinya. 

9) Tidak Kenal dengan Ruqyah Mandiri.  

Ini salah satu kesalahan terbesar pasien ruqyah menahun 

yang tidak kunjung bebas dari sihir, ia menggantungkan dirinya 

kepada peruqyah lain. Selain merupakan kesyirikan gaya baru, 

pasien menunjukkan kelemahan dan kemalasannya untuk melawan 

dan menghancurkan pengaruh syaitan dalam dirinya.  

65 

 

10) Tidak Memiliki Benteng Ghaib.  

Salah satu tugas praktisi ruqyah adalah mengeluarkan jin 

atau memutus belenggu sihir dalam diri pasien. Adapun kembalinya 

jin ke dalam tubuh pasien setelah keluar adalah tugas pasien. 

11) Pasien Tidak Punya Amalan yang Akan Membentenginya 

Pasien tidak punya amalan yang akan membentenginya dari 

syaitan atau ritual sunnah yang akan membentengi hatinya dari 

bisikan syaitan. Untuk membangun benteng ghaib, selain 

menegapkan amalan wajib dan ritual sunnah. Pasien harus mau 

menghindari dosa-dosa besar yang menghalangi turunnya Rahmat 

Allah dalam proses penyembuhan dengan ruqyah syar’iyyah. 

b. Kesalahan Praktisi Ruqyah 

1) Salah Kondisi. 

Praktisi tidak memperhatikan kondisi kejiwaan dan qalbu 

pasien untuk diterapi. Semisal pasien belum taubatannasuha yang 

menyebabkan pengaruh syaitannya masih terlalu kuat. Ingat, "Al-

Qur’an adalah obat yang baik, namun hanya berlaku bagi jiwa yang 

baik dan qalbu yang hidup".  

2) Salah Fokus.  

Praktisi tidak memperhatikan kebutuhan pasien berupa 

kesembuhan dengan sebab ruqyah syar'iyyah yang dinisbatkan 

kepadanya namun fokus pada hal lain yang menyebabkan terjadinya 

66 

 

fitnah iblis yang lain berupa syahwat dunia yang menipu. Semisal 

money oriented atau ahwat oriented. 

3) Salah Niat. 

Praktisi tidak memperhatikan kesuksesan terapi pada pasien, 

sehingga yang terjadi adalah menjadikan rumahnya menjadi klinik 

"Rumah Sakit Jin", di mana korban jin datang lalu di hantam dengan 

dentaman ayat-ayat Al-Qur’an pengusir syaitan.  

4) Menyalahi Sunnah.  

Praktisi ruqyah syar'iyyah yang dengki kepada sunnah 

adalah cikal bakal fitnah terhadap ruqyah dan Al-Qur’an itu sendiri. 

Ia tidak menjadikan sunnah sebagai kekuatan. Padahal sunnah 

adalah panglima kekuatan dari balatentara Allah. 

5) Salah Akidah. 

Praktisi yang lemah akidahnya, hidupnya masih bergantung 

kepada selain Allah, maka ia tidak memiliki kekuatan apa-apa 

kecuali kekuatan dari kebutuhan yang mengikatnya. Misinya duit, 

bukan efektifitas dakwah tauhid atau mengangkat warga   dari 

lembah kesyirikan. Sehingga saat ruqyah syariyyah ini naik daun, 

maka hatinya diliputi kekhawatiraan seandainya kliniknya bangkrut. 

Hatinya yang sakit semakin sakit dan hampir-hampir saja turun ke 

jalanan dan berkata klinik saya paling syar'i yang lain sihir. 

67 

 

6) Salah Posisi 

Praktisi menempatkan dirinya sebagai dokter, sehingga 

menyelisihi Rasulullah Saw yang telah bersabda; "Anta rafiq, 

wallahu tabib"; "Kamu itu teman" kata Rasulullah, dan "Allah-lah 

tabib" atau sang penyembuh. Praktisi menempatkan dirinya sebagai 

"Penyembuh", sehingga ketika pasien tidak sembuh ia malu atau 

bahkan frustrasi. Dan semua pintu kesembuhan benar-benar tertutup 

yang akhirnya pasien dia lari tidak tentu arah dan menebar fitnah.  

Praktisi ruqyah selayaknya menempatkan diri sebagai 

"Teman Pengobatan" atau "Rafiq ath-Thib" bagi pasien, yang 

menemani pasien menemui kesembuhan yang haqiqi yaitu 

kesembuhan dari Allah Swt, kesembuhan dunia dan akhiratnya. 

7) Salah Tempat.  

Pengkondisian tempat untuk terapi adalah bagian yang tidak 

terpisahkan dari sebab-sebab kesembuhan. Tempat yang panas, tidak 

segar dan bising tidak baik untuk terapi. Apalagi jika di tempat 

ini   masih ada maksiat dan kesyirikan yang bebas gentayangan.  

8) Salah Diagnosa. 

Salah diagnosa akan mengakibatkan salah obat atau salah 

terapi. Diagnosa, konseling dan tausiyyah harus melebihi porsi 

ruqyah itu sendiri. Hingga betul-betul ditemukan solusi yang terbaik 

atau terapi yang tepat.  

68 

 

9) Salah Target 

Praktisi hanya menargetkan kesembuhan pada jasad, dan 

lupa melakukan pengobatan qalbu/ruhani yang menjadi penyebab 

sakitnya jasad. Kesalahan lain praktisi menargetkan terapi pada 

penyakit, dan lupa mencari sebab sumber penyakit ini  .  

10) Salah Teknis 

Praktisi tidak mau mengembangkan teknis pengobatannya, ia 

hanya berpaku pada satu teknis tanpa mau belajar teknik At Thib An 

Nabawi lain. Kadang hanya berpaku pada satu guru atau satu 

referensi tanpa ingin memperluas ilmu pengetahuan baik di dunia 

digital atau dunia nyata (pengalaman, pendidikan dll) 

B. Dampak Ruqyah 

Pengobatan dalam bentuk apapun memiliki resiko terhadap pelakunya, 

termasuk ruqyah. Dampak yang ditimbulkan ruqyah menyebabkan dua hal 

yang terjadi setelah serangkaian prosesi selesai dilakukan. Yakni dampak 

positif dan dampak negatif. Adapun dampak positif ruqyah akan dirasakan 

apabila pelaku ruqyah dapat melakukan kiat-kiat yang diberikan oleh 

peruqyah, yang mana kiat-kiat ini sebenarnya sudah diajarkan oleh agama. 

Adapun dengan dampak negatif yang ditimbulkan ruqyah adalah 

apabila pelaku ruqyah (pasien) tidak menjalankan kiat-kiat yang telah 

diberikan oleh peruqyah atau dengan kata lain tidak menjalankan ajaran 

agama secara baik. 

69 

 

Berikut dampak-dampak ruqyah menurut beberapa praktisi dan pasien 

ruqyah yang secara langsung bersentuhan dengan ruqyah. 

1. Dampak Positif 

Ada beberapa dampak dalam ruqyah baik secara langsung maupun 

tidak langsung. Seperti dampak pada kegiatan ibadah dan kesehatan. 

Dalam masalah ibadah dampak positif ruqyah ini memberikan beberapa 

keuntungan seperti mudah dalam menjalankan ibadah dll. 

Selain melawan beberapa penyakit hati seperti malas, tidak ikhlas 

penyakit-penyakit hati lainnya dampak ruqyah akan terasa khususnya 

terhadap seseorang yang pernah diruqyah. Ustadz M. Udin berpendapat 

mengenai hal ini. 

“ada beberapa dampak positif ruqyah diantaranya yaitu orang 

yang tadinya malas-malasan dalam ruqyah setelah diruqyah orang 

ini   mulai terhindar dari rasa malasnya. Namun perlu 

diketahui untuk orang yang tidak pernah diruqyah hal ini   

tidak dapat dipastikan apakah rasa malas itu ditimbulkan oleh 

gangguan jin atau memang berasal dari dirinya sendiri (berasal 

dari orang ini  )”.103 

Sementara itu pendapat lain dituturkan oleh ustadz Edi yang 

menegaskan bahwa ruqyah berdampak sebagai. 

“dampak ruqyah jika diarahkan kepada aqidah seseorang akan 

mempengaruhi iman seseorang seperti contohnya. Orang yang 

suka bermaksiat, maka dengan terapi ruqyah ini dapat minimalisir 

hal ini  . Selain berdampak pada segi atau hal kesehatan yang 

disebabkan oleh gangguan jin”.104 

Ibu Nuriana menambahkan. 

“dampak ruqyah itu banyak ya mas. Selain berdampak pada fisik, 

rohani ruqyah juga berdampak dalam hal ibadah. Dampak ruqyah 

untuk fisik misalkan ruqyah dapat menyembuhkan penyakit seperti 

                                                0

 

sakit kepala, sakit perut dan penyakit-penyakit lainnya. Data yang 

paling baru menyebutkan bahwa ruqyah dapat menyembuhkan 

penyakit asam lambung Hal ini  berdasarkan hasil penelitian para 

peruqyah dengan jam terbang yang dimilikinya (pengalaman 

meruqyahnya)”.105 

Pendapat sederhana sampaikan oleh ustadz dan pak Edi Sucipto 

yang mengatakan bahwa. 

“dampak ruqyah adalah menyembuhkan penyakit-penyakit medis 

maupun non-medis.106 Selain itu ruqyah berdampak pada perilaku 

seseorang.107” 

Sedangkan penuturan beberapa pasien ruqyah mengenai dampak 

yang mereka alami sebagai berikut. 

Taufiq al-Barokah mengutarakan bahwa dampak setelah 

dilakukannya ruqyah membawa beberapa perubahan secara psikis. Lebih 

lanjut Taufiq mengatakan 

“sebelum saya diruqyah saya sering merasakan kegelisahan hati, 

yang membuat pikiran dan fisik saya kurang baik. Bisa dikatakan 

saya mengalami semacam stres. Setelah saya mencari beberapa 

cara untuk menyembuhkan penyakit saya akhirnya ada satu solusi 

yaitu kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Yang saya 

temukan dalam ruqyah. Setelah beberapa menjalani terapi ruqyah 

saya mulai menemukan ketenangan hati. Pikiran saya juga normal 

tidak stres-stres berat lagi. Begitu yang saya rasakan setelah saya 

menjalankan serangkaian terapi ruqyah”.108 

Bapak Agung dan Ibu Eti menceritakan pengalaman ruqyah 

mereka yang berdampak baik terhadap kehidupan sehari-hari mereka. 

Bapak Agung menceritakan bahwa dirinya sebelum diruqyah dan setelah 

diruqyah. 

“saya sebelum diruqyah suka melalaikan ibadah, bukan berarti 

saya meninggalkannya. Hanya saya mengulur-ulur waktunya saja. 

Dan sebelum diruqyah saya kalau shalat itu kurang begitu 

                                                

merasakannya, ya seperti sekedar menggugurkan kewajiban saja. 

Apalagi kalau ada orang ngaji kaya di spèker tu saya kurang suka 

kaya yang ‘serbèk’. Namun setelah saya menjalani terapi ruqyah 

saya perlahan sudah bisa merasakan indahnya shalat. Dan kalau 

dengar orang ngaji sudah bisa mendengarkan. Dan 

Alhamdulillahnya dengan ruqyah ini mas, saya bisa mengatasi 

rasa malas saya”.109 

Sementara itu ibu Eti istri dari bapak Agung menceritakan 

pengalaman ruqyahnya yang berdampak positif bagi kehidupan 

pribadinya.  

“saya mas, sebelum diruqyah itu sering mengalami stres berat dan 

kepala saya sering pusing. Kata mas-mas yang ngeruqyah saya itu, 

saya terlalu banyak pikiran sehingga timbullah gejala seperti itu. 

Namun setelah saya diruqyah dan diberi obat herbal sakit kepala 

saya mulai reda dan tak lama kemudian hilang dan juga pikiran 

saya yang tadinya berat sekarang sudah tidak lagi. Alhamdulillah 

dengan jalan ruqyah ini saya menemukan solusi untuk menjaga 

dan memelihara jiwa saya. Terutama pikiran saya, karena jadwal 

kegiatan harian saya lumayan padat”.110 

Pengakuan dari pasien ruqyah bernama Ikrom yang penulis temui 

mengatakan bahwa sebelum diruqyah dirinya mengalami sakit kepala yang 

aneh.  

“saya mengalami sakit kepala yang aneh mas, biasanya tuh sakit 

pas mau sholat dan sesudah sholat. Saya sudah beli obat tapi tetap 

kalau mau sholat kambuh. Setelah saya mengikuti ruqyah masal. 

Sakit itu sedikit demi sedikit hilang dan sekarang sudah hilang”.111 

 Keterangan lain diberikan oleh ibu Ustinna yang mengalami 

kemajuan setelah. 

“Kan ano, engkok kan sakek tak perna neng e bengkoh, mon 

masok ka delem bengkoh engak se stres tape bile kaloar deri 

bengkoh nyaman. Ben abek rea theng bithengen panas keng mon 

se setthing ben be’natang kolek tak panas cuma’ engkok sengarasa 

aikhi panassa. Cakna dokter engkok tak sakek apah. Tape ben areh 

engkok aromasah tak nyaman. San pon mareh aruqyah se tak 

pernaan e bengkoh elanglah ben tang kolek se theng bithengen 

                                                

 

rowa elang kiyah. (Begini, saya sakit tidak betah di rumah, kalau 

masuk ke dalam rumah saya seperti stres tapi jika keluar rumah 

biasa saja. Dan saya sering sakit panas, justru saya yang 

merasakannya. Kalau kamu menyentuh saya, kulit saya tidak panas 

tapi saya merasakan panas. Katanya dokter saya tidak sakit apa-

apa. Tapi saya tiap hari merasakan tidak nyaman. Ketika saya 

sudah selesai diruqyah perasaan tidak betah di rumah hilang dan 

sakit panas saya itu hilang juga)”.112 

Ustadz Muhammad menegaskan bahwa ruqyah memiliki dampak 

yang besar diantaranya dapat menenangkan hati, karena ruqyah adalah 

proses pendekatan kepada sang pencipta. 

“salah satu efek ruqyah adalah untuk menenangkan hati. Karena 

ruqyah untuk mengingat Allah, ruqyah di dalamnya berisi ayat al-

Qur’an yang apabila dibaca akan menggetarkan hati orang 

muslim [Q.S Al-Anfa>l 8:2]. Ini berdampak baik untuk psikis 

seseorang yang sedang mengalami keguncangan jiwa”.113 

Beberapa data di atas menunjukan bahwa ruqyah adalah salah satu 

metode atau cara pengobatan yang memakai  al-Qur’an sebagai 

mediasi. Dengan dampak positif pada psikis dan fisik manusia. 

2. Dampak Negatif 

Hasil penelitian yang peneliti lakukan selama proses pengumpulan 

data tidak ada data yang menyatakan dampak negatif dari ruqyah 

melainkan manfaat dan dampak positifnya.  

Ustadz Luqman Hakim menegaskan mengenai hal ini 

“ruqyah syariyah tidak memiliki dampak negatif. Sama dengan 

dampak membaca Al-Qur’an. Kecuali ruqyah yang dilakukan 

ruqyah syir’iyah akan menimbulkan kesyirikan kepada Allah, 

sakaratul maut sulit, hidup tidak tenang, benci, dendam, malas 

beribadah dan condong melakukan maksiat”.114 

Sedangkan ustadz Muhammad mengatakan ruqyah tidak memiliki 

dampak karena ruqyah merupakan lantunan ayat Alalah 

                                                

 

“Ruqyah tidak memiliki dampak negatif, kalau dampak positifnya 

banyak.115 Karena ruqyah langsung memakai  ayat Allah, 

Allahu a’lam.”116  

Ustadz Edi menjelaskan efek negatif ruqyah pada fisik seseorang 

“salah satu efek negatif ruqyah adalah mual-mual ketika dirumah, 

pusing , was-was khawatir bertanya ruqyahnya belum tuntas”.117 

C. Pembahasan Temuan 

1. Tata Cara Meruqyah dan Faktor Kegagalan Ruqyah 

Perlu diperhatikan ketika melakukan ruqyah adalah fondasi utama. 

Niat yang ikhlas dan keinginan untuk membantu sesama muslim adalah 

motivasi yang berperan penting. 

Cara yang dilakukan peruqyah dalam meruqyah terdapat beberapa 

cara seperti kontak langsung dengan pasiennya, dengan teknik visualisasi 

atau menggambarkan sasaran ruqyah dan memakai  media atau alat 

tertentu. Seperti tongkat, air, dan sebagainya.  

Berdasarkan data penelitian tata cara meruqyah dapat 

disinambungkan dengan teori mengenai amalan dan doa ruqyah. 

Menyebutkan bahwa mengajarkan pentingnya menjaga berwudhu’, 

berdzikir dan lain sebagainya seperti yang sudah disebutkan pada bab 

sebelumnya. 

Sedangkan faktor kegagalan ruqyah setidaknya ada dua faktor 

utama, yakni disebabkan karena kesalahan pasien ruqyah dan dikarenakan 

raqi (peruqyah) nya. Faktor yang disebabkan pasien ruqyah berkenaan 

dengan keyakinan pasien. Bukan kepada kesaktian peruqyah, melainkan 

                                                

 

keyakinan akan Allah, biasanya untuk mensiasati ini, peruqyah selalu 

memberikan arahan bahwa Allah lah yang menyembuhkan. Keyakinan ini 

menjadi tonggak utama keberhasilan ruqyah. Di sisi lain usaha perlawanan 

pasien ruqyah untuk bebas dari gangguan jin akan melindungi masa-masa 

setelah ruqyah. 

2. Dampak Ruqyah 

Ruqyah memiliki dampak positif yang mempengaruhi terhadap 

kehidupan sehari-hari. Terutama pada urusan ibadah dan kesehatan. Hal 

ini sama dengan teori yang tentang amalan dan doa ruqyah yang berisi 

tentang bagaimana menjaga keimanan serta meneguhkan diri kepada 

perintah-perintah Nya. 

Di sisi lain ruqyah adalah media untuk menyampaikan nilai 

keagamaan yang berwujud dakwah secara tersirat dalam pengobatan. Pada 

umumnya ruqyah didominasi oleh gangguan rohani seperti penyakit hati 

dan gangguan jin serta sihir dan ilmu-ilmu yang mempersekutukan Allah. 

Oleh karena itu perlu ditegaskan hadirnya ruqyah untuk membenahi 

amalan ini   yang tidak sesuai dengan ajaran Allah dan Nabi Saw 

75 

 


1. Tata Cara Meruqyah dan Faktor Kegagalan Ruqyah 

Pelaksanaan ruqyah ada beberapa tahapan yang harus dijalankan, 

agar proses ruqyah dapat berjalan dengan lancar. Pertama, memiliki niat 

yang ikhlas dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah swt. Selanjutnya 

mengikuti prosedur ruqyah, seperti mengambil wudhu’, mengikuti bacaan 

peruqyah dan lain sebagainya. Ketika meruqyah seorang peraqi 

melakukan kontak langsung dengan pasien, kemudian membacakan ayat 

dan doa ruqyah. Ada juga yang memakai  alat seperti tongkat kayu, 

sarung tangan untuk meruqyah. Selanjutnya menepuk-nepuk tempat 

bagian yang sakit pada tubuh pasien sambil membacakan doa ruqyah.  

Ada juga yang memakai  kemampuan visualisasi, yaitu 

menggambarkan objek dalam pikiran. Beberapa faktor penyebab 

kegagalan ruqyah timbul karena kesalahan dari peruqyah dan kesalahan 

pasien, di samping juga ridho Allah yang menentukan. 

2. Dampak Ruqyah 

Ruqyah memiliki dampak positif bagi ibadah seseorang dan ruqyah 

juga berdampak baik terhadap fisik atau tubuh seseorang. Di antara 

dampak ini   ada yang mengarah untuk memperbaiki kualitas iman 

yang bertujuan untuk mencapai hidup sesuai ajaran agama. 

 


 

B. Saran 

Adapun saran dari penulis sebagai berikut: 

1. Praktisi Ruqyah 

Kepada semua praktisi ruqyah agar selalu mengingatkan 

pentingnya mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga kehidupan yang 

baik dan sehat. Terjaga dari maksiat dan saling mendoakan 

2. Akademisi 

Diharapkan untuk peneliti mendatang agar sering mengkaji 

fenomena yang ada dalam kehidupan baik bersosial maupun beragama.  

Terutama mengenai kalian living qur’an yang tidak pernah layu untuk 

dikaji. 

77