) yang tiada putus-
putusnya menuju tujuan (Hyang Widhi). Hubungan antara Pranayama,
Pratyahara dan Dhyana sangat kuat, dinyatakan oleh Maharsi Yajanawalkya
sebagai berikut :
“Pranayamair dahed dosan,
dharanbhisca kilbisan,
pratyaharasca sansargan,
dhyanena asvan gunan.
0
Terjemahannya:
Dengan pranayama terbuanglah kotoran badan dan kotoran buddhi, dengan
pratyahara terbuanglah kotoran ikatan (pada objek keduniawian), dan
dengan dhyana dihilangkanlah segala apa (hambatan) yang berada diantara
manusia dengan Hyang Widhi.
Samadhi adalah tingkatan tertinggi dari Astangga-yoga. Samadhi
merupakan pintu gerbang menuju Moksha, karena unsur-unsur Moksa
sudah dirasakan oleh seorang yogi. Samadhi yang dapat dipertahankan
terus-menerus keberadaannya, akan sangat memudahkan pencapaian
Moksa. Dalam kondisi semedi Panca Indra dan pikiran seseorang berhenti
dari kegiatan dan buddhinya sendiri kokoh dalam kesucian, inilah keadaan
manusia yang tertinggi. Untuk dapat melaksanakan semedi secara terus
menerus, seseorang harus dapat mewujudkan kesucian pikiran dan
buddhinya.
Uji Kompetensi:
1. Setelah membaca teks di atas, bagaimana tanggapan anda dengan
adanya berbagai macam tantangan dan hambatan yang ada dalam
mendalami dan mempraktikkan ajaran Yoga? Narasikanlah!
2. Apakah yang terbaik dapat dilakukan oleh seseorang agar
terlepas dari hambatan dan tantangan untuk melaksanakan yoga?
Jelaskanlah!
3. Bagaimana cara seseorang mengendalikan diri sehingga terbebas
hambatan yang berhubungan dengan unsur jasmani maupun
rohani? Jelaskanlah!
4. Bila seseorang menemukan hambatan dalam melaksanakan yoga,
apakah yang akan terjadi? Buatlah narasinya 1–3 halaman diketik
dengan huruf Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas
kwarto; 4-3-3-4! Sebelumnya diskusikanlah dengan orang tua
anda di rumah.
D. Manfaat Ajaran Ashtangga Yoga untuk Kesehatan
Jasmani dan Rohani
Perenungan:
Tvām agne angiraso guhāhitam,
anvavindan sisriyānam vane vane
Terjemahannya:
’Ya Tuhan Yang Maha Esa, Engkau meliputi setiap hutan dan pohon. Para
bijaksana menyadari Dikau di dalam hati’ (Rg veda V.11. 6).
Memahami Teks:
Latihan dan gerakan yoga menjadikan dan
mengantarkan jasmani dan rohani umat sedharma
sejahtera dan bahagia. Sepatutnya kita bersyukur
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa karena atas anugerahnya kita dapat
mengenal dan belajar yoga. Belajar tentang yoga
sangat bermanfaat untuk perkembangan jasmani dan
rohani umat Hindu. Mempraktkikan gerakan-gerakan
yoga kebugaran jasmani dan kesegaran rohani umat
dapat terwujud sebagaimana mestinya.
Pengajaran pengetahuan yoga dinyatakan telah
berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu dalam tradisi
Hindu. Pengetahuan kuno yoga telah menguraikan kebenaran bahwa dalam
keharmonisan tubuh dan pikiran terletak rahasia kesehatan. Pengetahuan
ini selalu menarik dan digemari oleh setiap generasi hingga dikembangkan
dalam berbagai bentuk. Yoga disamping sebagai pengetahuan rohani juga
dapat memberikan latihan-latihan badan. Yoga memungkinkan memperbaiki
kesehatan banyak orang dan mencapai suatu kehidupan yang bersemangat.
Melalui pembelajaran yoga para siswa secara bertahap dapat belajar menjaga
pikiran dan tubuh dalam keseimbangan yang tenang dalam semua keadaan,
mempertahankan ketenangan dalam situasi apapun.
Latihan-latihan yoga dapat membangun menolong kepercayaan diri, mengatasi
stres, mengembangkan konsentrasi, dan menambah kekuatan pikiran.
Kekuatan pikiran adalah kunci untuk mengerti spiritual yang mendalam. Bila
kita merasa sakit karena terjadi ketidakseimbangan di dalam tubuh, pikiran,
atau hasil hormo yang tidak seimbang, latihan Yoga dapat banyak membantu
0
menetralisirnya. Gerakan-gerakan ajaran yoga pada tingkat yang paling dasar
kebanyakan meniru gerakan binatang ketika berusaha dapat sembuh dari sakit
yang dideritanya. Dapat dikatakan hampir seluruh Yoga diberikan identitas
sesuai nama-nama binatang.
Untuk dapat menetralisir ketegangan pikiran sebagai akibat dari bisingnya
urusan keseharian yang semakin ruwet gerakan-gerakan Yoga perlu
dikombinasikan dengan latihan-latihan pernafasan, konsentrasi, dan relaksasi.
Dengan demikian pikiran yang ruwet dapat dikembalikan ke dalam suasana
yang normal.
Setelah melalui latihan Yoga secara teratur kita mampu menjadi tuan bagi
tubuh kita sendiri, bebas dari gangguan sakit, awet muda, hidup relaks,
penuh energy, bebas dari pengaruh emosional, menjadikan hidup ini selalu
siap bekerja untuk kesejahteraan umat manusia. Manfaat latihan pernapasan
(yoga) menjadikan pernapasan lebih dalam dan pelan, paru-paru berkembang
sampai pada kapasitas penuh. Akibatnya tubuh menerima oksigen dalam
jumlah maksimal. Apabila gerakan-gerakan ajaran Yoga dapat dilakukan
dengan benar dan tepat maka kelelahan menjadi hilang, dan orang merasa
penuh tenaga-dalam yang menyegarkan.
Manfaat yoga adalah untuk kesehatan fisik dalam hal ini badan atau postur
tubuh, saluran pernafasan, percernaan, tungkai, pendengaran dan lain-lain.
Bila melaksanakan secara teratur maka badan akan sehat, penyakit sukar
hinggap di tubuh kita dan vitalitas kita meningkat, tentunya termasuk aktivitas
seksual kita juga membaik dan meningkat. Namun jangan lupa jika Yoga
secara teratur, maka perlu diimbangi dengan makan dan minum yang sehat.
Berikut adalah manfaat dari berlatih Yoga
1. Fleksibilitas
Ketika beberapa orang berpikir tentang yoga, mereka membayangkan
seperti fitnes dan mereka merasa terlalu tua dan tidak sehat untuk melakukan
yoga. Untuk pembentukan otot yang sehat, terhindar dari proses yang dapat
menyebabkan kekakuan, ketegangan, sakit dan kelelahan, mempraktikkan
yoga dapat memberikan solusi secara aman. Selain itu, mempraktikkan
ajaran yoga juga dapat meningkatkan berbagai gerakan di sendi. Yoga
tidak hanya untuk otot tapi untuk seluruh sel-sel tubuh
2. Kekuatan
Beberapa gaya dari yoga memberikan efek yang paling kuat dibandingkan
dengan olah raga lainnya. Mempraktikkan salah satu dari gerakan yoga
ini akan membantu meningkatkan otot, bisa meningkatkan kekuatan dan
daya tahan tubuh. Hal ini menjadi penting pada usia tertentu. Gaya berdiri,
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 221
khususnya jika berpaku pada berapa lama pernafasan, dapat membangun
kekuatan pada otot. Jika dilakukan dengan benar, hampir semua gaya
tersebut membangun kekuatan inti dalam otot.
3. Postur
Dengan peningkatan kekuatan akan menghasilkan postur tubuh yang lebih
baik. Banyaknya gaya berdiri dan duduk akan mengembangkan kekuatan
inti. Manfaat lain dari yoga adalah meningkatkan kesadaran diri kita.
Kesadaran tinggi memberikan peringatan jika bungkuk sehingga bisa
langsung menyesuaikan sikap.
4. Pernafasan
Pernafasan juga termasuk dalam yoga yang akan meningkatkan kapasitas
paru-paru. Hal ini bisa meningkatkan penampilan dan kinerja. Tetapi,
tipikal dari yoga tidak difokuskan pada aerobik fitnes seperti berjalan
atau bersepeda. Sebagian besar gaya yoga menekankan pada dalam dan
panjangnya nafas. Ini juga yang merangsang respons relaksasi yang akan
berlawanan dengan peningkatan respons dari stres.
5. Mengurangi stres dan lebih tenang
Beberapa gaya yoga menggunakan teknik meditasi khusus untuk membuat
pikiran yang sering stres menjadi lebih tenang. Gaya yoga lainnya juga
tergantung pada teknik bernafas yang mendalam untuk memfokuskan
pikiran, yang membuat pikiran menjadi lebih tenang. Beberapa manfaat
yoga anti-stres, misalnya terjadi penurunan hormon yang dihasilkan
oleh kelenjar adrenalin dalam respon terhadap stres. Beberapa penelitian
memfokuskan pada peningkatan hormon oksitoksin yaitu hormon yang
terkait dengan rasa santai dan terhubung ke orang lain.
6. Konsentrasi dan mood yang lebih baik
Hampir setiap orang yang mengikuti yoga merasa lebih bahagia dan puas,
manfaat yang didapat adalah adanya peningkatan aliran oksigen ke otak.
Yoga juga disarankan sebagai terapi.
7. Jantung lebih sehat
Mungkin salah satu manfaat dari yoga yang paling dipelajari adalah efeknya
pada penyakit jantung. Yoga telah lama dikenal untuk menurunkan tekanan
darah dan memperlambat denyut jantung. Manfaat dari memperlambat
denyut jantung sangat berarti pada orang yang hipertensi, penyakit jantung
dan strok. Yoga adalah komponen kunci untuk program penyakit jantung.
Program penyakit jantung ini adalah program pertama untuk penanganan
penyakit jantung dengan gaya hidup melalui diet dibandingkan dengan
operasi. Yoga juga telah dikaitkan dengan penurunan tingkat kolesterol dan
trigliserida serta dalam peningkatan fungsi sistem kekebalan.
8. Memberikan efek pada kondisi medis
Yoga telah menjadi populer di dunia barat, peneliti medis juga mulai
belajar manfaat yoga, yang disebut dengan integratif yoga terapi. Ada
yang digunakan sebagai perawatan tambahan medis untuk kondisi tertentu
seperti penyakit jantung. Manfaat yoga yang lain adalah untuk kondisi
medis kronis, seperti menghilangkan gejala asma. Sedangkan meditasi
lebih cenderung ke pembinaan secara emosional dan kejiwaan. Namun
yang dilatih adalah pemusatan dan pengendalian pikiran kita yang ada
keterkaitan dengan yoga. Sebab meditasi memiliki keterkaitan dengan yoga
terutama saat menarik dan buang nafas agar teratur dan halus, sehingga
pikiran juga terkonsentrasi. Disamping itu meditasi juga dengan sikap
tegak yang dapat dibentuk melalui yoga.
Jika dapat melakukan meditasi dengan benar dan teratur, maka pikiran akan
semakin jernih dan tingkat emosional kita semakin stabil. Kesimpulannya
antara yoga dan meditasi dua latihan yang dilakukan secara bersama dan
saling mendukung untuk pembinaan dan pemeliharaan fisik dan kejiwaan
kita. Kedua latihan ini cocok untuk kaum wanita dan laki-laki yang super
sibuk. Yoga dalam keadaan terpaksa dapat dilakukan di tempat duduk di
kantor sambil bekerja cukup meluangkan waktu sekitar lima menit, terlebih
jika terasa kecapean bekerja, dalam hal ini yoga dan meditasi ringan. Jangan
lupa jika mau belajar harus melalui tuntutan guru. Setelah menguasai dapat
dilakukan sendiri dan kapan serta dimana saja.
Uji Kompetensi:
1. Buatlah peta konsep tentang manfaat yoga yang anda ketahui!
2. Latihlah diri anda untuk beryoga setiap saat, selanjutnya buatlah
laporan tentang perkembangan beryoga yang anda laksanakan
baik secara fisik maupun rohani! Sebelumnya diskusikanlah
dengan orang tua anda di rumah.
3. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari
beryoga? Tuliskanlah pengalaman anda!
E. Penerapan Ashtangga Yoga dalam Mencapai
Moksha
Perenungan;
Yo báūtaṁ ca bhavyaṁ ca sarvaṁ yaṡ cādhitiṣþhati,
svar yasya ca kevalaṁ tasmai jyeṣþhāya brahmaṇe namaá.
Terjemahannya;
’Tuhan Yang Maha Esa ada di mana-mana, baik dimasa lampau, di masa kini
maupun di masa datang. Dia berbahagia sepenuhya. Kami menghaturkan
persembahan (kurban) ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Agung
(Mahkluk Agung itu) (Atharvaveda X.7.35).
Memahami Teks:
Masa muda adalah saat yang paling tepat untuk berlatih yoga. Ini adalah sifat
dan sikap yang pertama dan utama untuk seseorang belajar Yoga. Belajar
yoga harus kuat dan memiliki vitalitas yang besar. Mereka yang mempunyai
pikiran tenang yang percaya pada kata-kata gurunya, ia yang bersahaja, jujur,
menginginkan kebebasan dari samsara, adalah orang-orang yang cocok untuk
belajar yoga. Bagi mereka yang sudah menghapus keakuan, kesombongan,
ketamakan dan yang memiliki tempramen tenang adalah orang yang sesuai
menjadi sang abadi. Dalam kehidupan sehari-hari menerapkan Ashtangga Yoga
di zaman Kali Yuga, tentu banyak mengalami penyimpangan-penyimpangan.
Banyak orang yang tahu tentang ajaran Ashtangga Yoga, akan tetapi hanya
sedikit orang yang mau mengamalkan ajarannya dengan sungguh-sungguh.
Berikut ini adalah uraian secara ringkas tentang penerapan ajaran Ashtangga
Yoga untuk mewujudkan kebahagiaan hidup sehari-hari.
1. Penerapan Panca Yama Bratha
Adalah pengendalian diri tingkat jasmani yang menjadi tahap awal bagi
seseorang yang ingin meningkatkan kualitas spiritualnya.
a. Ahimsa atau tanpa kekerasan.
Jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau
perkataan. Orang yang ingin menempuh jalan spiritual yang lebih tinggi
semestinya sudah memulai untuk tidak menyakiti baik dari segi fisik,
perkataan maupun pikiran terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan.
Namun demikian sampai saat ini kita masih dapat melihat tindak
kekerasan semakin tinggi terjadi di masyarakat. Hal ini mengindikasikan
penerapan ajaran Ahimsa masih hanya sebatas teori saja. Bagaimana
kita dapat mempraktikkan kehidupan ini, cobalah!
b. Satya atau jujur.
Jujur atau kejujuran adalah kebenaran dalam pikiran, perkataan dan
perbuatan, atau pantangan dengan kecurangan, penipuan dan kepalsuan
dalam praktik hidup keseharian. Ajaran satya di zaman ini nampaknya
mengalami sebuah degradasi yang sangat tajam dan memilukan.
Kenyataannya tidak sedikit orang-orang dengan mudahnya untuk
berpikir, berkata dan berbuat yang tidak jujur. Mereka cenderung
tidak satya karena suatu tujuan yang sifatnya keduniawiaan seperti
kekuasaan, pendidikan, harta dan popularitas. Akankah hal semacam ini
dibiarkan begitu saja, bila memang kita menginginkan hidup sejahtera
dan bahagia? Renungkanlah!
c. Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya
sendiri.
Astya adalah tidak tertarik dengan milik orang lain atau dengan kata lain
pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran, perkataan, dan
perbuatan. Orang kebanyakan selalu merasa tidak puas dengan sesuatu
yang menjadi miliknya, sehingga seringkali menginginkan benda-benda
yang bukan menjadi miliknya. Dalam praktik kehidupan sehari-hari
sering kita melihat di masyarakat seperti kasus pencurian, korupsi dan
sejenisnya yang merupakan perbuatan merugikan orang lain. Akankah
kita biarkan sikap ini bila diantara kita berharap dapat hidup sejahtera
dan bahagia? Untuk berbuat mulia ada baiknya kita memulai dari diri
sendiri! Lakukanlah!
d. Brahmacarya atau berpantang dengan kenikmatan seksual.
Untuk seorang Brahmacarya kewajiban utamanya atau pekerjaannya
adalah belajar, menuntut ilmu dan tidak melakukan hubungan layaknya
suami istri. Namun demikian di zaman sekarang ini banyak orang
yang melakukan hubungan seksual, sedangkan mereka masih dalam
tahap Brahmacari. Hubungan seksual layaknya suami-istri yang tidak
didahului dengan upacara pernikahan bertentangan dengan ajaran
agama. Ini membuktikan bahwa aplikasi dari ajaran Brahmacarya
ini masih sangat rendah dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Siapakah semestinya yang paling bertanggung-jawab bila banyak bayi
yang tidak berdosa terlantarkan hidupnya, seperti munculnya sosok bayi
orok dan yang lainnya di lingkungan sekitar kita?
e. Aparigraha atau pantang dengan kemewahan.
Pantang dengan kemewahan artinya seorang praktisi Yoga (Yogi) harus
hidup sederhana. Hidup sederhana bukanlah hidup yang serba dibatasi,
tetapi hidup yang tidak terlalu mengikatkan diri terhadap hal yang
sifatnya duniawi. Dalam hal ini kita diajarkan untuk lebih proporsional
sesuai dengan kemampuan. Dengan demikian setiap orang sebagai
pengikut yoga setahap demi setahap dapat melepaskan diri dari ikatan
keduniawiaan. Di zaman sekarang ini kecendrungan seseorang untuk
hidup sederhana masih sangat minim, karena hidup yang serba glamor
membuat mereka merasa senang. Keengganan untuk melakukan pola
hidup sederhana, menimbulkan keterikatan terhadap materialisme dan
akhirnya yang bersangkutan kesulitan untuk meningkatkan kualitas
spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita nikmati
patut disyukuri, namun demikian jangan pernah lupa untuk berpola
hidup sederhana guna meningkatkan kualitas spiritual dalam keseharian.
Cobalah!
2. Penerapan Panca Nyama Bratha
Panca Nyama Brata adalah lima unsur pengendalian diri tingkat rohani
dan sebagai peningkatan dari pantangan dasar sebelumnya. Lima unsur
pengendalian yang dimaksud adalah:
a. Sauca, kebersihan lahir batin.
Membersihkan diri (lahir-batin) adalah menjadi kewajiban setiap orang
Hindu dari manapun golongannya. Seseorang yang menekuni prinsip ini
akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan orang lain, seperti
mengendalikan hawa-nafsu yang diakibatkan kekotoran dari kontak
fisik tersebut. Untuk menjadi seorang rohaniawan (Sulinggih) yang
bersangkutan wajib disucikan dengan berbagai macam upacara. Oleh
umat kebanyakan upacara (banten) dipandang dapat membersihkan
dan menyucikan pribadinya. Dewasa ini banyak orang yang ingin
menjadi seorang rohaniawan, ini menunjukkan bahwa ajaran sauca
menjadi hal yang begitu diharapkan oleh banyak orang dan tidak
terlepas dari keinginan untuk menjadi pelayan Tuhan. Menjadi pelayan
Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi beserta prabhawa-Nya adalah perbuatan
mulia. Lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan kita bersama guna
mewujudkan hidup sejahtera dan bahagia.
b. Santosa atau kepuasan.
Tercapainya kepuasan dalam hidup ini adalah hak asasi pribadi seseorang.
Hal ini dapat membawa praktisi yoga kedalam kesenangan yang
tidak terkatakan. Dalam kepuasan hidup terdapat tingkat kesenangan
transendental. Kepuasan atau Atmanastuti merupakan hal yang tidak
terpisahkan dalam kehidupan spiritual. Kepuasan lahir dan batin yang
dicapai dalam melayani Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi adalah sangat
utama, sehingga tidak menimbulkan rasa beban dan kecewa dalam
melaksanakan pelayanan.
Usahakanlah dalam hidup ini terbebas dari perasaan kecewa dan
terbebani, karena semuanya itu dapat mengantarkan seseorang gagal
mewujudkan hidup sejahtera dan bahagia. Yakinlah dengan berlatih
yoga semuanya itu dapat terbebaskan. Lakukanklah!
c. Tapa atau mengekang melalui pantangan tubuh dan pikiran.
Melalui pantangan tubuh dan pikiran seseorang yang berlatih yoga
menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual. Ajaran ini
lebih menekankan aspek pengendalian diri dalam segala bidang. Di
zaman sekarang banyak orang berusaha mencari tempat-tempat yang
menyediakan ketenangan, keheningan untuk mendapatkan ketenangan
akibat kepenatan hidup yang cukup berat.
d. Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci.
Mempelajari kitab-kitab suci dan melakukan japa (pengulangan
pengucapan nama-nama suci Tuhan) menjadi kewajiban setiap
umat Hindu. Pengikut yoga yang dengan tekun belajar Weda dan
mengintropeksi diri dimudahkan untuk mencapai persatuan dengan yang
dicita-citakannya. Ada pesan di era sekarang ini orang-orang sepertinya
mulai enggan untuk mempelajari kitab-kitab sucinya karena dihadang
oleh berbagai macam kesibukan yang dihadapinya. Para pengikut
yoga hendaknya tidak larut dalam kondisi seperti itu, karena dapat
mengantarkan yang bersangkutan semakin terpuruk untuk mewujudkan
hidup sejahtera dan bahagia. Belajar mandiri dari jenjang pendidikan
dasar sampai dengan pendidikan tinggi adalah usaha mulia untuk setiap
orang yang ingin mewujudkan hidup sejahtera dan bahagia.
Belajarlah sepanjang hayat baik secara formal maupun informal. Belajar
secara formal dapat dilalui mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai di
perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan informal dapat dilakukan mulai
dari lingkungan rumah tangga sampai dengan di lingkungan masyarakat
sekitarnya. Yakinlah bahwa semuanya itu dapat membukakan jalan
bagi setiap orang mewujudkan hidupnya yang sejahtera dan bahagia.
Pengikut yoga khususnya dan masyarakat pada umumnya hendaknya
tidak menjadikan pasang surutnya proses pembelajaran (swadhyaya)
di zaman globalisasi ini sebagai sandungan untuk mewujudkan hidup
sejahtera dan bahagia. Cobalah!
e. Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan.
Penyerahan dan pengabdian diri secara
total, pokus, jujur, tulus-ikhlas kepada
Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi dapat
mengantarkan seseorang pengikut yoga
khususnya dan masyarakat umumnya
kepada tingkatan samadhi. Dalam hal ini
kita dituntut untuk menjadi pelayan Tuhan/
Ida Sang Hyang Widhi beserta prabhawa-
Nya dengan selalu mepersembahkan
hasilnya kepada Beliau. Ida Sang Hyang
Widhi adalah segalanya, oleh karenanya
sangat baik bila keyakinan dan sikap mulia
kita dalam hidup keseharian sepenuhnya
dipersembahkan kepada-Nya.
3. Penerapan Asana
Asana merupakan sikap duduk yang nyaman, rileks dan tenang. Dalam
kehidupan sehari-hari seseorang barangkali sering mengabaikannya karena
tidak tahu bahwa posisi duduk yang salah dapat mengakibatkan penyakit
tulang seperti skoliosis, lordosis dan kifosis serta gangguan peredaran
darah. Sikap duduk yang dilakukan oleh seseorang kelihatan sepele namun
demikian jika posisi asana yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
baik sedang melakukan yoga ataupun tidak maka dapat meminimalisasi
penyakit yang ditimbulkan akibat kesalahan duduk.
Selama ini kita mengambil sikap asana hanya pada saat bersembahyang
ataupun yoga, padahal praktiknya kita lebih banyak menghabiskan waktu
di luar kegiatan tersebut. Menerapkan sikap asana yang baik dalam
kehidupan sehari-hari sangat penting dan bermanfaat, oleh karenanya kita
dapat menikmati hidup yang sehat, sejahtera, dan bahagia.
4. Penerapan Pranayama
Pranayama berarti mengatur pernafasan. Tuha/Ida Sang Hyang Widhi
adalah nafas dunia beserta isinya. Manusia disebut-sebut sebagai mahkluk
ciptaan-Nya yang tersempurna. Selama ini yang menjadi salah satu
kelalaian dari manusia adalah kurang menyadari manfaat nafas dalam
hidup ini. Nafas dalam kehidupan ini pada hakekatnya adalah Tuhan/Ida
Sang Hyang Widhi. Diantara kita sering mengabaikan bahwa bernafas yang
baik merupakan upaya untuk menjaga kesehatan. Akan tetapi manusia
di zaman sekarang cenderung mengabaikannya. Terkadang diantara kita
sering kurang menyadari bahwa berpikir positif itu sehat.
Berpikir positif artinya berpikir optimis kalau besok diantara kita pasti masih
hidup, dengan menyadari bahwa nafas kita ini adalah kuasa dari Tuhan/Ida
Sang Hyang Widhi. Pranayama tidak semata-mata hanya mengacu kepada
nafas masuk dan keluar yang berhubungan dengan fenomena fisika-kimia,
tetapi jauh lebih halus dari itu. Proses menarik, menahan dan mengeluarkan
nafas hanyalah gambaran kasar dari prana. Sebagaimana sesungguhnya ruji
sepeda motor yang dikencangkan pada pusat sebuah rodanya, demikianlah
segala sesuatunya terikat pada prana. Prana berjalan bersama pada prana.
Prana memberikan prana. Memberikan kehidupan pada mahluk yang hidup.
Bapak seseorang adalah prana. Ibu seseorang adalah prana. Saudara wanita
seseorang adalah prana, guru seseorang adalah prana, seorang Brahmana
adalah prana. Sehingga dikatakan bahwa dengan penguasaan pernafasan
yang merupakan gambaran kasar dari Prana itu sendiri seseorang dapat
mengendalikan pikiran yang bergejolak, hawa nafsu serta kelemahan
badan. Bahkan dengan menguasai prana secara baik, seorang praktisi yoga
dapat mengalami fenomena metafisis yang tidak dapat dijelaskan oleh
fenomena fisika biasa. Sebaiknya Pranayama tidak hanya kita aplikasikan
pada saat ingin bersembahyang dan beryoga saja melainkan dalam praktek
kehidupan sehari-hari, karena porsi waktu kita jauh lebih besar untuk
menjalani kehidupan yang lainnya.
Untuk dapat hidup sehat dalam kehidupan ini lakukanlah pernafasan
tersebut sebaik mungkin melalui latihan yoga, karena nafas yang panjang
dapat mengantarkan hidup kita ini menjadi sejahtera dan bahagia. Untuk
yang merasa tidak mampu, cobalah!
5. Penerapan Prathyahara, Dharana, Dhyana dan Semadhi
Empat dasar yoga yang pertama adalah Yama, Nyama, Asana dan
Pranayama. Sedangkan empat sendi berikutnya yaitu Prathyahara,
Dharana, Dhyana dan Semadhi merupakan tahapan yang inti menuju Yoga.
Pratyahara adalah sendi yoga yang berhubungan dengan alat-alat indra yang
secara ilmiah hanya ditujukan untuk menikmati hal-hal material. Dalam
kehidupan sehari-hari kita harus bisa mengendalikan semua indra-indra ini
karena panca indra ini apabila tidak dikendalikan dengan baik maka dapat
mengantarkan seseorang ke jurang neraka serta tidak dapat manunggal
dengan Ida Sang Hyang Widhi. Mata sebagai indra penglihatan digunakan
untuk menikmati hal-hal yang spiritual, telinga untuk mendengar diarahkan
untuk mendengar nama-nama suci dan segala hal yang berkaitan dengan
spiritual, demikian juga dengan indra-indra yang lainnya, semuanya ditarik
dari kenikmatan duniawi di arahkan kepada kenikmatan rohani. Dengan
demikian seseorang dapat memperoleh penguasaan penuh atas alat-alat
indra sehingga dapat manunggal dengan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi.
Dharana atau pemusatan pikiran adalah tingkatan yoga yang keenam.
Dalam Patanjali Yoga Sutra III.1 disebutkan “deåa-bandhaå cittasya
dhâraña, menetapkan citta atau pikiran pada suatu tempat disebut
dharana”. Dharana dapat diibaratkan sebagai proses “mengetuk pintu”
menuju samadhi sehingga praktisi yoga yang telah menguasai dharana
secara sempurna dengan sendirinya terarahkan menuju pada samadhi.
Patanjali mengajarkan agar pemusatan pikiran harus hanya ditujukan pada
satu objek kontemplasi, tat-pratiæedhârtham eka-tattvâbhyâsai (Patanjali
Yoga Sutra I.32). Sehingga dalam proses dharana seorang praktisi yoga
dapat bermeditasi dengan memusatkan diri pada ujung hidung, pada berkas
cahaya, aksara suci OM atau simbol lain yang dibenarkan.
Dalam kehidupan sehari setiap orang hendaknya selalu mengingat
Ida Sang Hyang Widhi dan memusatkan pikiran kepada-Nya. Sesuatu
yang dipikirkan, dikatakan, dan dilaksanakan (dialami dan dikerjakan)
hendaknya dipersembahkan kehadapn-Nya. Kepada Tuhan/Ida Sang
Hyang Widhi kita patut mempersembahkan, karena itu merupakan jalan
untuk penyatuan kepada Brahman.
Dhyana disebut perbuatan renungan, pikiran seseorang merenungkan
adalah dhyata, dan tujuan renungan adalah dhiyaya. Oleh praktisi yoga
ketiganya (dhyana, dhyata, dan dhiyaya) masih dibedakan namun
dalam keadaan samadhi ketiganya lebur menjadi satu. Bila hal ini boleh
diasumsikan seperti pelukis dengan lukisannya, kondisi dhyana adalah
kondisi dimana sang pelukis masih berbeda dari gagasan untuk melukis
dan keduanya berbeda pula dengan lukisannya. Tetapi dalam keadaan
samadhi, pelukis tersebut menyatu dengan karyanya sehingga Ia (pelukis),
gagasan dan karyanya luluh menjadi satu.
Dalam keadaan samadhi, sang jiwa berada
begitu dekat dengan Tuhan/Ida Sang Hyang
Widhi dan merasakan kebahagiaan yang
luar biasa. Seseorang yang telah terbangun
dari Samadhi-nya pada dasarnya Ia
tidaklah sama dengan sebelumnya. Karena
begitu lama seseorang berhubungan secara
pribadi dengan Tuhan/Ida Sang Hyang
Widhi maka Ia mendapatkan waranugeraha
seperti ananda dan vijnana. Pada tahap ini
seseorang dapat dikatakan sebagai seorang
Siddha dan memperoleh kekuatan yang
bersifat mistik. Para rohaniawan, sulinggih, orang pintar pada umumnya
yang terbiasa melaksanakan swadharmanya diyakini mampu mendapatkan
Sunya. Demikian juga bagi orang biasa pada umumnya bisa mendapatkan
sunya sepanjang yang bersangkutan dengan tekun berlatih tentang postur-
postur yoga.
Patanjali menerima eksistensi Sang Hyang Widhi (Isvara) dimana Sang
Hyang Widhi menurutnya adalah ”The Perfect Supreme Being”, bersifat
abadi, meliputi segalanya, Maha Kuasa, Maha Tahu, dan Maha ada.
Sang Hyang Widhi adalah purusa yang khusus yang tidak dipengaruhi
oleh kebodohan, egoisme, nafsu, kebencian dan takut akan kematian. Ia
bebas dari Karma, Karmaphala dan impresi-impresi yang bersifat laten.
Patanjali beranggapan bahwa individu-individu memiliki esensi yang
sama dengan Sang Hyang Widhi, akan tetapi oleh karena ia dibatasi oleh
sesuatu yang dihasilkan oleh keterikatan dan karma, maka ia berpisah
dengan kesadarannya tentang Sang Hyang Widhi dan menjadi korban
dari dunia material ini. Tujuan dan aspirasi manusia bukanlah bersatu
dengan Sang Hyang Widhi, tetapi pemisahan yang tegas antara Purusa
dan Prakrti (Sarasamuccaya, hal 371). Hanya satu Tuhan (Sang Hyang
Widhi). Menurut Vijnanabhisu: “dari semua jenis kesadaran meditasi,
bermeditasi kepada kepribadian Sang Hyang Widhi adalah meditasi yang
tertinggi. (Sarasamuccaya, 372) Ada bebagai obyek yang dijadikan sebagai
pemusatan meditasi yaitu bermeditasi pada sesuatu yang ada di luar diri
kita, bermeditasi kepada suatu tempat yang ada pada tubuh kita sendiri
dan yang tertinggi adalah bermeditasi yang dipusatkan kepada Sang Hyang
Widhi. Kebodohan menyatakan bahwa ada dualisme dari satu realitas yang
disebut Sang Hyang Widhi (Tuhan). Ketika kebodohan dihilangkan oleh
pengetahuan maka dualisme hilang dan kesatuan penuh akan dicapai.
0
Ketika seseorang mengatasi kebodohan maka dualisme hilang maka ia
menyatu dengan ”The Perfect Single Being” tetapi kesempurnaan ”The
Single Being” itu selalu ada dan tetap tersisa sebagai sesuatu yang sempurna
dan satu. Tak ada perubahan dalam lautan, seberapa banyakpun sungai-
sungai yang mengalirkan airnya dan bermuara padanya. Ketidakberubahan
adalah keadaan dasar dari kesempurnaan. Kakawin Arjuna Wiwaha 11.1
menjelaskan tentang penerapan Yoga sebagai berikut.
“Sasi wimba heneng ghata mesi banu Ndanasing,
suci nirmala mesi wulan
Iwa mangkana rakwa kiteng kadadin
Ring angambeki Yoga kiteng sakala,
Terjemahannya:
Bagaikan bulan di dalam tempayan berisi air. Di dalam air yang suci jernih
tampaklah bulan. Sebagai itulah Dikau (Tuhan) dalam tiap mahluk. Kepada
orang yang melakukan Yoga Engkau menampakkan diri”. Jadi pada
dasarnya semua aliran kepercayaan yang menjadikan Yoga atau Meditasi
sebagai pegangan utamanya pada dasarnya adalah pengikut ajaran Weda.
Uji Kompetensi:
1. Bagaimana pandangan ajaran Yoga terhadap Tuhan?
2. Dalam ajaran Yoga, apakah yang dimaksudkan Tuhan itu?
3. Bagaimana keberadaan Tuhan itu sendiri dalam ajaran Yoga?
Sebelumnya diskusikanlah dengan orang tua anda di rumah.
4. Carilah informasi yang berhubungan dengan penerapan ajaran yoga
guna mewujudkan hidup sejahtera dan bahagia pada media sosial
dan pendidikan, selanjutnya diskusikanlah dengan kelompok-
mu. Buatlah narasinya 1–5 halaman diketik dengan huruf Times
New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4!
Paparkanlah di depan kelas bersama kelompokmu sesuai dengan
petunjuk bapak/ibu guru!
F. Ashtangga Yoga sebagai Dasar Pembentukan
Budi Pekerti Luhur dalam Zaman Globalisasi
Perenungan:
Na karmaṇām anārambhān naiṣkarmyaṁ puruṣo ’ṡnute,
na ca saṁnyasanād eva siddhiṁ samadhigacchati.
Terjemahannya;
Tanpa kerja orang tak akan mencapai kebebasan, demikian juga ia tak akan
mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja (BG. III.4).
Memahami Teks:
Secara umum, konsep etika dalam Yoga termasuk dalam latihan yama dan
nyama, yaitu disiplin moral dan disiplin diri. Aturan-aturan yang ada dalam
Panca yama dan Panca nyama, juga berfungsi sebagai kontrol sosial dalam
mengatur moral manusia. Dalam buku Tattwa Darsana, menjelaskan bahwa
etika dalam yoga adalah sebagai berikut; dalam samadhi, seorang Yogi
memasuki ketenangan tertinggi yang tidak tersentuh oleh suara-suara yang
tak henti-hentinya, yang berasal dari luar dan pikiran kehilangan fungsinya,
di mana indra-indra terserap ke dalam pikiran. Apabila semua perubahan
pikiran terkendalikan, si pengamat atau Purusa, terhenti dalam dirinya sendiri.
Keadaan semacam ini di dalam Yoga-Sutra Patanjali disebut sebagai Svarupa
Avasthanam (kedudukan dalam diri seseorang yang sesungguhnya).
Dalam filsafat Yoga, dijelaskan bahwa yoga berarti penghentian kegoncangan-
kegoncangan pikiran. Ada lima keadaan pikiran itu. Keadaaan pikiran itu
ditentukan oleh intensitas sattwam, rajas dan tamas. Kelima keadaan pikiran
itu adalah:
1. Ksipta artinya tidak diam-diam. Dalam keadaan pikiran itu diombang-
ambingkan oleh rajas dan tamas, dan ditarik-tarik oleh objek indra dan
sarana-sarana untuk mencapainya, pikiran melompat-lompat dari satu
objek ke objek yang lain tanpa terhenti pada satu objek.
2. Mudha artinya lamban dan malas. Gerak lamban dan malas ini disebabkan
oleh pengaruh tamas yang menguasai alam pikiran. Akibatnya orang yang
alam pikirannya demikian cenderung bodoh, senang tidur dan sebagainya.
3. Wiksipta artinya bingung, kacau. Hal ini disebabkan oleh pengaruh
rajas. Karena pengaruh ini, pikiran mampu mewujudkan semua objek
dan mengarahkannya pada kebajikan, pengetahuan, dan sebagainya. Ini
merupakan tahap pemusatan pikiran pada suatu objek, namun sifatnya
sementara, sebab akan disusul lagi oleh kekuatan pikiran.
4. Ekagra artinya terpusat. Dalam keadaan seperti ini citta terhapus dari
cemarnya rajas sehingga pikiran dikuasai oleh sattva. Ini merupakan awal
pemusatan pikiran pada suatu objek yang memungkinkan ia mengetahui
alamnya yang sejati sebagai persiapan untuk menghentikan perubahan-
perubahan pikiran.
5. Niruddha artinya terkendali. Dalam tahap ini, berhentilah semua kegiatan
pikiran, hanya ketenanganlah yang ada. Ekagra dan Niruddha merupakan
persiapan dan bantuan untuk mencapai tujuan akhir, yaitu kelepasan. Ekagra
bila dapat berlangsung terus menerus, maka disebut samprajna-yoga
atau meditasi yang dalam, yang padanya ada perenungan kesadaran akan
suatu objek yang terang. Tingkatan Niruddha juga disebut asaniprajnata-
yoga, karena semua perubahan dan kegoncangan pikiran terhenti, tiada
satu pun diketahui oleh pikiran lagi. Dalam keadaan demikian, tidak ada
riak-riak gelombang kecil sekali pun dalam permukaan alam pikiran atau
citta itu. Inilah yang dinamakan orang samadhi yoga. Ada empat macam
samparjnana-yoga menurut jenis objek renungannya. Keempat jenis itu
adalah:
a. Sawitarka ialah apabila pikiran dipusatkan pada suatu objek benda kasar
seperti arca dewa atau dewi.
b. Sawicara ialah bila pikiran dipusatkan pada objek yang halus yang tidak
nyata seperti tanmantra.
c. Sananda, ialah bila pikiran dipusatkan pada suatu objek yang halus
seperti rasa indriya.
d. Sasmita, ialah bila pikiran dipusatkan pada asmita, yaitu anasir rasa aku
yang biasanya roh menyamakan dirinya dengan ini.
Dengan tahapan-tahapan pemusatan pikiran seperti yang disebut di atas
maka ia akan mengalami bermacam-macam fenomena alam, objek dengan
atau tanpa jasmani yang meninggalkannya satu persatu hingga akhirnya citta
meninggalkannya sama sekali dan seseorang mencapai tingkat asamprajnata
dalam yoganya. Untuk mencapai tingkat ini orang harus melaksanakan praktik
Yoga dengan cermat dan dalam waktu yang lama melalui tahap-tahap yang
disebut astangga yoga.
Yoga sesungguhnya adalah suatu jalan kehidupan yang mengajarkan kita
menjadi orang yang baik, harmonis, dan damai. Kitab Bhagawadgita
mengklasifikasikan pelaksanaan yoga menjadi empat tahapan, diantaranya
adalah:
1. Jnana Yoga: Yoga yang berpangkal pada Logika/pengetahuan
Adakah di dunia ini suatu aktivitas yang tidak
membutuhkan pengetahuan? Pengetahuan
membuat orang yang kegelapan menjadi
terang. Setiap pekerjaan sebenarnya
memiliki pengetahuan tersendiri yang mesti
dipahami dengan baik. Menjadi profesional
di salah satu bidang pekerjaan menuntut kita
untuk memahami pengetahuan di bidang
tersebut. Oleh karenanya pengetahuan
itu sangat penting dalam kehidupan ini.
Terutama bila kita ingin meningkatkan diri,
mengembangkan anugerah Tuhan yang dimiliki oleh manusia berupa
pikiran dan kecerdasan. Jnana Yoga menekankan pada pengetahuan yang
suci dan yang bermanfaat bagi kehidupan ini.
2. Bakti Yoga: Yang berpangkal pada Rasa, Cinta, Kasih.
Kehadiran rasa dalam kehidupan ini adalah sangat penting, karena manusia
hidup diantara manusia dan makhluk-makhluk lainnya. Untuk menjaga
keharmonisan hubungan hidup diantara kita maka rasa, cinta, dan kasih
menjadi tali pengikat, bagaikan benang yang merajut untuk membentuk
suatu rajutan kehidupan yang indah dan harmonis. Rasa membuat
kehidupan ini berdenyut, karena rasa membuat manusia mampu menikmati
kehidupan. Jalan Bakti yoga menekankan pada bakti yang tulus, ikhlas
berhubungan kehadapan Ida Sanya Hyang Widhi beserta ciptaan-Nya.
3. Karma Yoga: Berpangkal pada Karma/Kerja.
Ciri dari kehidupan ini adalah adanya aktivitas atau kerja. Bila kita ingin
hidup, setiap orang mesti bekerja untuk mendapatkan makanan, minuman,
tempat tinggal, pakaian, uang dan kebutuhan hidup yang lainnya. Bekerja
bisa menjadi jalan untuk mencapai pencerahan apabila kita mampu
mewujudkannya dengan ihklas dan tanpa pamrih. Jalan kerja tanpa pamrih
inilah hakekat dari Karma Yoga.
4. Raja Yoga: adalah pengendalian diri dan konsentrasi.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal pada kerja, logika, dan rasa maka
sangat diperlukan adanya pengendalian diri dan konsentrasi yang tinggi.
Patut disadari bahwa kelahiran sebagai manusia dilengkapi dengan sifat-
sifat; marah, keinginan, iri hati, mabuk, bingung dan loba. Sifat-sifat
bawaan sejak lahir ini bila tidak dikendalikan dengan konsentrasi yang
baik dapat mengacaukan jalan hidup utama dari setiap manusia. Catur
yoga sesungguhnya adalah jalan yang utama untuk mengantarkan umat
manusia mencapai sukses dalam hidupnya. Ajaran Astangga Yoga adalah
merupakan salah satu bagian dari ajaran Raja Yoga dalam Catur Yoga.
Ajaran Astangga Yoga disusun oleh Rsi Patanjali dengan pendekatan yang
sistematis, untuk membimbing umat manusia menjadi manusia yang baik
dan mulia guna mewujudkan insan yang berbudi pekerti luhur. Ajaran
Astangga Yoga yang menjadi dasar pembentukan budi Pekerti luhur bagi
umat manusia antara lain
a. Yama brata adalah ajaran yang menuntun umat manusia untuk selalu
berperilaku dan bermoral yang baik. Manusia sebagai insan yang sopan,
santun dan bermoral, selama pengabdian hidupnya hendaknya tidak
menyiksa, menyakiti dengan perkataan, perbuatan, pikiran, perasaan,
dan membunuh (Ahimsa) makhluk sesama-Nya. Sebagai manusia yang
baik hendaknya selalu jujur dan dapat dipercaya, setia pada kata hati,
janji, kawan, kata-kata, perbuatan dan bertanggung-jawab pada sesuatu
yang diperbuat (Satya) kepada sesama. Dalam pergaulan hidup ini
sebagai manusia hendaknya tidak menginginkan milik orang lain, tidak
melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, tidak mencuri atau merampok
sesuatu yang menjadi milik orang lain (Asteya). Untuk menumbuh-
kembangkan kecerdasan, manusia sebagai mahkluk yang berbudi
pekerti luhur hendaknya selalu belajar dan mampu mengendalikan nafsu
seksualnya. Tidak melakukan hubungan seksual sebelum resmi menjadi
pasangan suami-istri yang sah dengan disaksikan oleh tiga saksi: butha
saksi (paca maha butha), manusia saksi (pemerintah, keluarga dan
masyarakat, pandita, pinandita), Dewa saksi (Tuhan/Ida Sang Hyang
Widhi) melalui upacara pernikahan. Dan setelah menikahpun hendaknya
tidak sembarangan melakukan hubungan seksual (Brahmacarya).
Manusia yang berbudi pekerti luhur wajib hukumnya hidup sederhana,
tidak memamerkan kemewahan walaupun telah mampu memiliki
pendapatan yang tinggi. Pendapatan yang tinggi sedapat mungkin
dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan seperti, para fakir
miskin, sebab dana punia adalah merupakan bentuk yajńa yang paling
tinggi nilainya (Aparigraha).
Demikianlah hendaknya yang selalu diusahakan oleh setiap orang yang
merindukan hidup dengan berbudi pekerti luhur, mampu membimbing
pribadinya untuk berperilaku dengan moral yang baik sehingga menjadi
manusia yang sejahtera dan berbahagia selama hidup dan kehidupannya
(moksha).
0
b. Nyama: adalah ajaran yang menuntun umat manusia untuk selalu
bermoral dan berperilaku yang baik. Seseorang yang perilakunya dijiwai
oleh moral yang mulia adalah ciri insan yang berbudi pekerti luhur.
Nyama bratha adalah ajaran ashtangga yoga yang patut dijadikan
landasan oleh seseorang untuk mewujudkan pribadinya berbudi pekerti
luhur. Menjaga kesucian lahir dan batin masing-masing adalah menjadi
kewajiban pribadi setiap insan yang dilahirkan sebagai manusia.
Manusia dilahirkan memiliki tubuh/badan, pikiran, kecerdasan, hati,
dan jiwa. Badan atau tubuh manusia yang kotor dibersihkan dan
disucikan dengan air, pikiran yang kotor dapat dibersihkan dan disucikan
dengan kejujuran, kecerdasan manusia yang kotor dapat dibersihkan
dan disucikan dengan pengetahuan suci, hati dan perasaan seseorang
yang kotor dapat dibersihkan dan disucikan dengan keihklasan, dan
jiwa/roh/spirit/atma manusia yang kotor dapat dibersihkan dan disucikan
dengan melaksanakan tapa, brata, dan yoga (Sauca). Adakalanya dalam
kehidupan manusia tidak pernah merasa puas walaupun dimata
sesamanya yang bersangkutan sudah dipandang berkecukupan. Merasa
puas dengan apa yang dimiliki, berbahagia dengan karunia Ida Sang
Hyang Widhi, selalu bersyukur atas segala anugerah-Nya, adalah cermin
pribadi seseorang yang berbudi pekerti luhur dalam hidupnya. Sepatutnya
kita menyadari bahwa setiap orang memiliki rejekinya masing-masing
sebagai hasil dari karma baiknya pada kehidupan sebelumnya maupun
hasil dari karma pada kehidupan ini. Demikian pula kita tentu
mendapatkan buah karma masing-masing. Oleh karenanya
berbahagialah, puaslah dengan yang diraih sekarang, tidak iri bila
melihat keberhasilan orang lain, melihat rejeki orang lain ataupun
melihat keberuntungan orang lain. Karena semuanya itu sesungguhnya
adalah hasil dari karmanya. Bila kita ingin mendapat keberhasilan sesuai
harapan maka harus berusaha dengan sekuat tenaga dan kemampuan
yang dimiliki dengan jalan yang benar (Santosa). Belakangan ini ada
pesan bahwa manusia ingin hidup serba instan, digampangkan, glamor,
dan bersifat/sikap apatis. Bila ingin hidup berbudi pekerti yang luhur,
ada baiknya kebiasaan ini diubah secepatnya. Mengadapi era global
yang penuh dengan tantangan, hidup manusia harus kuat dan tahan uji.
Hidup manusia harus tahan terhadap berbagai godaan yang datang baik
dari dalam diri maupun dari luar diri-sendiri. Kekuatan dan ketahanan
hidup bisa dimiliki bila kita telah mampu mengendalikan diri (yoga)
dengan baik. Kemampuan mengendalikan diri bisa dipupuk dengan
melakukan latihan secara kontinyu. Latihan yang bermanfaat adalah
dengan melakukan puasa, brata. Berlatih dengan tekun selain dapat
menguatkan diri juga bermanfaat untuk membersihkan diri dari pengaruh
kotoran yang ada dalam tubuh (Tapa). Belajar dengan sungguh-sungguh
untuk mendalami berbagai macam ilmu pengetahuan sesuai dengan
petunjuk yang ada sehingga berhasil dan berguna untuk kesejahteraan
dan kebahagiaan hidup umat manusia adalah cermin dari insan yang
bermoral, cerdas, dan berbudi pekerti luhur. Usaha umat manusia yang
selalu memanfaatkan waktunya untuk belajar merupakan perilaku yang
mulia. Apapun materi pembelajaran yang dipelajari oleh seseorang
adalah dapat bermanfaat dalam hidupnya sepanjang dilandasi dengan
pikiran yang positif. Dengan tekun belajar yang bersangkutan dapat
terbebas dari berbagai masalah yang dihadapinya. Membiasakan diri
belajar mendalami kitab-kitab suci sesuai dengan agama yang
diyakininya berarti yang bersangkutan telah melandasi hidupnya dengan
sikap hidup berbudi pekerti luhur (Swadhyaya). Manusia berkeyakinan
bahwa hidup dan kehidupan ini adalah kehendak Tuhan/Ida Sang Hyang
Widhi. Kelahiran, kehidupan, dan kematian sebagai manusia juga adalah
atas kehendak-Nya. Dengan melakoni hidup dan kehidupan sebagai
manusia dan menerima hasilnya dalam kondisi baik atau buruk adalah
anugerah-Nya mencerminkan insan yang berbudi pekerti luhur. Sebagai
manusia berkewajiban untuk selalu menyerahkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi secara bulat dan tulus
(Iswarapranidhana).
c. Asana: menjaga keharmonisa dalam tubuh,
menjaga kesehatan tubuh. Asana adalah
merupakan sikap badan yang mantap dan
nyaman. Jenis-jenis sikap badan/asana
dalam yoga sangat beragam, mulai dari
asana posisi berdiri, duduk, telungkup,
rebah, terbalik dan lain sebaginya. Berbagai
macam gerakan asana tersebut ditemukan
oleh para yogi yang mengabdikan hidupnya
mencari pencerahan jiwa di hutan yang
sejuk ribuan tahun lalu dan menyesuaikan
gerakannya dengan gerakan mahluk hidup
yang ada di hutan. Manfaat dari melakukan
asana tersebut adalah badan menjadi sehat dan nyaman. Selain itu
dengan melakukan asana tubuh menjadi terbantu secara fisik untuk
melakukan konsentrasi yang sangat dibutuhkan dalam yoga. Manusia
memiliki kewajiban untuk selalu dapat duduk dengan sehat, tenang
dan nyaman dalam keadaan apapun adalah ciri manusia yang berbudi
pekerti yang luhur. Lakukanlah!
0
d. Pranayama: mengelola energi hidup. Pranayama merupakan tata-cara
pengaturan nafas dalam hidup dan kehidupan. Pranayama memiliki
peranan penting dalam keberhasilan seseorang untuk melakukan yoga.
Apabila seseorang tidak memahami tata-cara bernafas dalam pranayama
maka yoga yang dilaksanakan menjadi sia-sia. Dalam pranayama
dikenal istilah-istilah pengaturan nafas seperti puraka (menarik nafas),
kumbaka (menahan nafas) dan recaka (menghembuskan nafas). Ada
beragam jenis dan teknik pranayama dalam yoga. Beragam jenis dan
teknik pranayama tersebut memiliki manfaat masing-masing dalam
hidup dan kehidupan manusia. Dengan membiasakan diri selalu berlatih
yoga secara baik dan benar dapat memperpanjang pernafasan atau
memperpanjang umur manusia. Bila kita berkeinginan memiliki nafas/
umur yang panjang, lakukanlah.
e. Pratyahara: Pemutusan pengaruh indra pada pikiran/logikanya. Manusia
memiliki panca indra yang sangat bermanfaat dalam mewujudkan
hidup sejahtera dan bahagia. Pemanfaatanya hendaknya terpelihara
dengan baik agar tidak mengganggu ketenangan dan kenyamanan
hidup manusia. Indra yang tidak terkendali/liar dapat menganggu dan
mengancurkan kelansungan hidupnya.
Pratyahara mengandung arti menarik pancaindra dari objek-objek
penglihatan, pendengaran, perasaan dan perabaan yang berlebihan. Dalam
keadaan pratyahara pembentukan objek perenungan mulai dilakukan.
Objek perenungan digunakan sebagai alat untuk berkonsentrasi. Dalam
pelaksanaan yoga ada berbagai jenis objek perenungan dapat digunakan
oleh manusia mengendalikan pengaruh negatif indranya. Praktisi yoga
dapat memanfaatkan arca dewa-dewi, simbol aksara suci, cahaya yang
terang, ataupun bayangan muka diri sendiri dan yang lainnya sebagai
obyek perenungan. Objek perenungan tersebut dipertahankan hingga
dapat diyakini sesuatu yang direnungkan seolah-olah nyata. Manusia
yang berbudi pekerti luhur selalu berusaha untuk mengendalikan
pengaruh negative indranya dengan hamonis sehingga terbangun
kehidupan damai, sejahtera, dan bahagia.
f. Dharana: Konsentrasi Pikiran. Berkonsentrasi atau pikiran
terkonsentrasi mudah diucapkan, orang kebanyakan menyatakan tidak
mudah melaksanakan. Untuk dapat berkonsentrasi dengan baik sangat
dibutuhkan disiplin mental yang sungguh-sungguh. Pada tahap dharana
penentuan letak pemusatan pikiran pada objek tertentu dilaksanakan.
Misalnya titik pertemuan antara kedua alis-mata, batang hidung, ujung
hidung, ubun-ubun dan lain sebagainya.
Dharana melatih pikiran untuk selalu terkonsentrasi. Dengan pikiran
terkonsentrasi semua permasalahan hidup manusia dapat teratasi secara
baik. Manusia berbudi pekerti luhur hendaknya selalu berusaha melatih
konsentrasi pikiran dengan melaksanakan yoga, sehingga terbangun
kehidupan damai, sejahtera, dan bahagia. Setiap orang dapat melatih
konsentrasi pikiran dengan baik melalui yoga.
g. Dhyana: Keadaan meditasi, dimana terpusatnya pikiran pada objek
konsentrasi secara kontinyu. Meditasi yang lebih dalam dan tinggi
dilakukan tanpa henti dan tanpa gangguan. Pada tahap dhyana aliran
pikiran sudah mengalami ketenangan menuju renungan pada pusat
pemikiran sebagi titik akhir. Pikiran dan objek renungan seseorang
berlatih yoga pada tahap dhyana masih nyata dan terpisah dari kesadaran
manusia. Setiap orang dapat berlatih meditasi dengan baik melalui
yoga. Manusia berbudi pekerti luhur hendaknya selalu berusaha berlatih
meditasi dengan melaksanakan yoga, sehingga terbangun kehidupan
damai, sejahtera, dan bahagia.
h. Samadhi: Tercapainya Keharmonisan dan Kedamaian. Hidup menjadi
manusia di era global penuh dengan tantangan, bila kita kurang siap
melakoninya tidak tertutup kemungkinan menjadi korban globalisasi.
Patut disyukhuri karena era global mengingatkan kita untuk tetap
berusaha mampu mewujudkan keharmonisan dan kedamaian hidup
sehari-hari melalui yoga.
Samadhi adalah tahapan puncak dari yoga. Samadhi dimana pikiran
tenggelam pada objek yang direnungkan. Tidak ada kesadaran akan
dirinya sendiri, hanya ketenangan yang ada dalam samadhi. Pikiran dan
objek renungan menjadi satu dan pikiran lenyap. Dapat membedakan
antara kebahagiaan dengan kesenangan di alam. Keadaan tersebut
dinamakan citta-vritti nirodha dimana pikiran dapat dikendalikan secara
total dan jiwa terbebas menuju alam kelepasan sebagai tujuan dari yoga
itu sendiri. Samadhi dapat melatih seseorang untuk menjadi insan
yang berbudi pekerti luhur. Manusia berbudi pekerti luhur hendaknya
selalu berusaha berlatih samadhi dengan melaksanakan yoga, sehingga
terbangun kehidupan damai, sejahtera, dan bahagia. Setiap orang dapat
berlatih samadhi dengan baik melalui yoga.
Renungkanlah bait sloka berikut ini:
Yo marayati pranayati,
yasmat prananti bhuvanani visva.
Terjemahannya;
’Sang Hyang Widhi Wasa menghidupkan dan menghancurkan. Dia
adalah sumber penghidupan seluruh alam semesta’ (Atharvaveda XIII.
3.3)
Memahami Teks:
Untuk menjalani hidup kita perlu tubuh. Dengan adanya tubuh kita menjadi
ada dan tanpa tubuh manusia bukanlah siapa-siapa. Tubuh merupakan
“sadhana” tempat bersemayamya jiwa oleh karena itu harus di jaga dan
dipelihara sebaik mungkin. Walaupun demikian tubuh fisik memiliki
keterbatasan waktu untuk eksistensinya. Karena pada saat nanti tubuh yang
di besarkan oleh makanan pada akhirnya kembali ke siklus makanan.
Berdasarkan sistem yoga manusia dipandang memiliki tiga jenis tubuh,
antara lain; tubuh fisik, tubuh astral, dan tubuh kausal. Tubuh astral dan
tubuh kausal bersifat kekal dan berada dalam dimensi yang berbeda dengan
tubuh fisik. Tubuh astral, dan tubuh kausal dapat meninggalkan tubuh fisik
pada saat kematian. Praktik Hatha yoga mengajarkan penyatuan diantara
tubuh tersebut melalui teknik-teknik penguasaan tubuh, sebagai langkah
awal untuk memasuki kesadaran mental dan spiritual. Dengan melakukan
praktik Hatha yoga kita dapat meningkatkan kesadaran tentang tubuh yang
dapat mengantarkan menuju kesadaran pikiran, kesadaraan atman/jiwa dan
kembali ke sumber-Nya. Berikut ini adalah jenis tubuh manusia menurut
system yoga, antara lain:
1). Tubuh fisik (Stula sarira) adalah badan kasar manusia yang di bentuk
oleh 5 unsur alam seperti; tanah (prithivi), air (apah), api (agni),
udara (vayu), dan ether (akasha). Eksistensi siklus tubuh fisik adalah
mengalamai kelahiran, pertumbuhan, perubahan, pengeroposan, dan
kematian.
2). Tubuh astral (Suksma sarira) adalah badan halus manusia yang dapat
merasakan rasa senang dan rasa sakit melalui; mulut, tangan, kaki,
genital, dan anus disebut (Kara indriya), dan mata (penglihatan), telinga
(pendengaran), hidung (penciuman), lidah (rasa) dan kulit (sentuhan),
disebut (Jnana indriya), serta Prana yakni energi kehidupan yang
melingkupi semua materi di alam semesta termasuk udara (napas) yang
kita hirup sahat bernapas, seperti; Kekuatan dasar yang menggerakan
segala sesuatu dan mengaktifkan fungsi-fungsi terpenting seperti
bernapas, makan minum, dan menerima input sensorial (indriawi)
(Prana vayu). Kekuatan yang mengatur proses pengeluaran; urin,
tinja, ejakulasi, menstruasi, dan proses melahirkan {kekuatan yang
menghasilkan rasa penerimaan dan pasrah} (Apana vayu). Kekuatan
yang mengatur pencernaan makanan, emosi, dan pengalaman sensorial
merupakan kekuatan yang mengubah prana menjadi energy (Samana
vayu). Kekuatan yang mengatur pertumbuhan tubuh dan kemampuan
untuk berdiri, berjalan, dan berbicara merupakan kekuatan yang
memberikan antusiasme dalam hidup (Udana vayu). Kekuatan yang
mengatur sirkulasi oksigen dan makanan dalam tubuh fisik serta
mengatur sirkulasi pikiran dan emosi dalam astral merupakan kekuatan
yang mendukung fungsi kerja prana lainnya (Vyana vayu). Tubuh
astral manusia juga dilengkapi dengan 4 unsur instrumen dalam,
seperti; pikiran (manas), intelek (buddhi), pikiran bawah sadar (chitta),
dan ego (ahamkara/pembenaran diri).
3). Tubuh kausal (karana sharira) merupakan tubuh “benih” atau blueprint
tubuh kasar dan halus. Didalam tubuh ini terdapat samskara dan karma
yang akan memengaruhi perilaku dan jalan hidup manusia.
Manusia yang sesungguhnya bukanlah hanya salah satu bagian dari 3
tubuh tersebut di atas. Lapisan kesadaraan yang tersebut di atas hanyalah
untuk membebaskan diri dan mencapai pencerahan. Seseorang haruslah
berhenti mengidentifikasi dirinya hanya dengan salah satu lapisan atau
tubuh yang dimaksud dan mengidentifikasi dengan sesuatu yang melebihi
semua lapisan tubuh, yakni atman/jiwa. Praktik yoga dapat meningkatkan
kesadaran manusia untuk menyadari dan mencapai keberadaan jiwanya
dengan memurnikan 5 lapisan tubuh lainnya seperti;
1. Annamaya kosha; lapisan tubuh/fisik yang berasal dari unsur makanan.
Makanan yang terdapat dalam tubuh fisik terbentuk dari unsur dunia
fisik yakni makanan. Oleh karena itu lapisan tubuh ini kembali ke siklus
makanan (food cycle) setelah meninggal. Lapisan tubuh yang berasal
dari unsur makanan dapat dibersihkan melalui yoga asana dan dengan
pola makan yang baik dan benar.
2. Pranamaya kosha; lapisan tubuh/vital yang berasal dari unsur energi.
Lapisan energi terdapat dalam tubuh astral yang bekerja dengan bantuan
5 prana dan 5 organ aksi. Fungsinya adalah merasakan lapar, haus,
panas, dan dingin. Lapisan tubuh yang berasal dari unsur energi dapat
dibersihkan dengan olah napas (pranayama).
3. Manomaya kosha; lapisan tubuh mental/pikiran. Lapisan tubuh yang
berasal dari unsur mental/pikiran yang terdapat dalam tubuh astral
dan bekerja dengan bantuan 5 organ pengetahuan dan beberapa unsur
dalam, yakni pikiran/manas dan pikiran bawah sadar/chitta. Fungsinya
242 Kelas XII SMA/SMK
ialah berpikir menyangsikan, marah, nafsu, gembira, depresi dan delusi
dapat dibersihkan melalui praktik yama, niyama dan pelayanan terhadap
sesama.
4. Vijnamaya kosha; lapisan tubuh intelek. Lapisan tubuh yang berasal
dari unsur intelek yang terdapat dalam tubuh astral dan bekerja dengan
bantuan ilmu pengetahuan yang bekerja-sama dengan intelek (Buddhi)
yang mampu menganalisis dan membedakan berbagai hal dan ego
(ahamkara) dengan tujuan untuk pembenaran diri. Fungsinya ialah
membedakan dan membuat keputusan, dapat dibersikan melalui praktik
meditasi dan studi spriritual.
5. Anandamaya kosha; lapisan tubuh kebahagiaan. Lapisan tubuh yang
berasal dari unsur kebahagiaan yang terdapat dalam tubuh kausal.
Fungsinya merasakan ketenangan, ketentraman, kedamaian, dan
kebahagiaan, dapat dibersihkan melalui samadi.
Demikianlah manusia yang dalam keseharian hidupnya berkewajiban untuk
meningkatkan eksistensinya sebagai makhluk individual, sosial, religius,
dan berbudaya yang diciptakaan oleh Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi, dengan
kekuatan tri anta karana yang dimiliki selalu berlatih ashtangga yoga untuk
membangun budi pekertinya yang luhur guna mewujudkan hidup yang
sejahtera dan bahagia.
Uji Kompetensi:
1. Buatlah rangkuman untuk masing-masing pokok bahasan
berdasarkan sumber teks yang terdapat pada Bab IV (Ashtangga
Yoga dan Moksa) materi pembelajaran ini, sesuai petunjuk khusus
dari Bapak/Ibu guru!
2. Amatilah teks bacaan tersebut di atas, bagaimana pandangan anda
dengan ajaran ashtangga yoga sebagai dasar pembentukan budi
pekerti luhur bagi umat manusia di eraglobal ini? Jelaskanlah!
3. Bagaimana hubungan ashtangga yoga dengan sifat dan sikap
berbudi pekerti luhur? Jelaskanlah!
4. Bagaimana keberadaan tubuh manusia terkait dengan praktik
ajaran ashtangga yoga? Jelaskanlah! Sebelumnya diskusikanlah
dengan orang tua anda di rumah!
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 243
Gambar berikut adalah beberapa contoh peragaan praktek yoga, amatilah
gambar berikut ini, deskripsilah! Sebelumnya diskusikanlah dengan orang tua
anda di rumah!
5. Carilah informasi yang berhubungan dengan penerapan ajaran
ashtangga yoga guna mewujudkan hidup berlandaskan budhi
pekerti luhur pada media sosial dan pendidikan, selanjutnya
diskusikanlah dengan kelompok-mu. Buatlah narasinya 1–5
halaman diketik dengan huruf Times New Roman –12, spasi 1,5
cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! Paparkanlah di depan kelas
bersama kelompokmu sesuai dengan petunjuk bapak/ibu guru
yang mengajar!
Yamān seveta satatam
na nityam niyamān budhāh,
Yamān patatyasevam hi niyamān
kevalām bhayan.
Lawan yama ikang prihën nityaca gawayakëna, kunëng ikang niyama,
wënang ika tan lenggëngën gawayakëna, apan ika sang manëkët
gumawayakën ikang niyama, tatān, yatna ri kagawayaning yama, tibā sira
ring nirayaloka.
Terjemahan:
Dan yama (pengekangan diri) haruslah diusahakan, senantiasa dilaksanakan;
adapun niyama (janji diri) dapat tidak secara tetap dilaksanakan; sebab orang
yang yakin melaksanakan niyama, sedangkan “yama” diabaikan, orang yang
demikian akan jatuh di nerakaloka (Sarasamuçcaya, 258. hal.194).
Menjadi kewajiban setiap individu untuk terciptanya persahabatan dalam
mengomunikasikan diri dengan sesama sebagai insan ciptaan Hyang Widhi.
Bagaimana semuanya itu dapat diwujudkan? Amatilah gambar 5.1 dengan
baik, renungkanlah bait sloka tersebut di atas, dan deskripsikan sesuai hasil
pengalamanmu!
DASA YAMA BRATHA DAN
NYAMA BRATHA
Bab V
0
A. Ajaran Dasa Yama bratha dan Dasa Nyama bratha
Dasa Yama Bratha dan Dasa Nyama bratha adalah ajaran pengendalian diri
secara lahir dan bathin bagi setiap orang penganut Hindu dalam rangka
mewujudkan hidup dan kehidupan yang sejahtera, bahagia, bersih, dan suci
dalam hidup dan kehidupannya.
1. Ajaran Dasa Yama bratha
Perenungan.
Dakûióāvanto amåtaý bhajante,
dakûióāvantaá pra tiranta āyuá.
Terjemahan:
Orang-orang yang bermurah-hati mencapai keabadian, mereka
memperpanjang usia mereka (Ågveda I. 125.6).
Kata Dasa Yama bratha sejatinya adalah berasal dari bahasa sanskerta
yakni dari kata Dasa berarti sepuluh dan Yama bratha berarti pengendalian
diri untuk menjadi sejahtera dan bahagia berdasarkan Dharma. Dasa
Yamabrata adalah sepuluh macam brata pengendalian diri secara (lahir
dan batin) untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di
dunia berlandaskan Dharma (Wigama, dkk, 1995:131). Kitab suci weda
menjelaskan sebagai berikut;
Ariútaá sa marto viúva edhate
pra prajābhir jāyate dharman pari,
yam ādityāso nayathā sunitibhir
ati viúvāni duritā svastaye.
0
Terjemahan:
“Wahai Dewa-matahari, semua umat manusia yang Engkau alihkan dari
jalan kejahatan, menempuh ke jalan yang berbudi, diberkahi dengan
kemakmuran dan juga dilimpahi dengan keturunan (generasi) yang berbudi
luhur, berkat sikap keagamaan mereka’ (Rgveda X. 63. 13).
Ajaran Dasa Yama bratha merupakan suatu ajaran tata susila atau etika
yang berfungsi untuk membina dan menempa watak pribadi maupun budi
pekerti yang luhur bagi setiap umat manusia. Dalam kehidupan sehari-
hari setiap orang perlu berusaha untuk mengendalikan diri, agar tidak
terjadi benturan-benturan di dalam masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Tanpa adanya usaha pengendalian diri dari masing-masing individu,
maka masyarakat dapat menjadi tidak tentram dalam hidupnya. Untuk
ketenangan, kenyamanan, kententraman dan kedamaian masyarakat itulah
maka setiap anggota masyarakat perlu mempedomani dan melaksanakan
ajaran Dasa Yama bratha dengan segala aktivitasnya di dunia ini.
Setiap individu dalam hidup bermasyarakat hendaknya selalu berupaya;
tidak hanya mementingkan diri sendiri saja, patut tahan keadaan panas dan
dingin, tidak berkata bohong, berbuat untuk bahagianya makhluk lain, sabar
serta dapat menasihati diri sendiri, tulus hati dan berterus terang, bersikap
welas asih dengan sesama, menjaga kejernihan hati, berpenampilan dengan
pandangan manis (muka manis) dan manis perkataan, dan kelembutan hati.
Ajaran dasa yama bratha adalah ajaran tentang sepuluh macam pengendalian
diri yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang berbudipekerti
luhur, sebagaimana yang termaktub dalam kitab saracamucchaya sloka
259. Ajaran dasa yama bratha ini merupakan pegangan hidup bagi
manusia yang hendak mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di
dunia. Hal ini dapat dibaca dan dipedomani dalam ajaran anrsangsyanya,
yang mengajarkan tata-cara manusia hidup saling bantu-membantu, harga-
menghargai dalam hidup bersama, karena dapat didasari bahwa setiap
orang itu memiliki kelemahan, kekurangan, dan kelebihan. Pada kondisi
seperti inilah diharapkan saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Di samping itu ajaran kesabaran menjadi bagian dasa yama bratha, yang
mengajarkan manusia agar memiliki ketenangan hati dalam menghadapi
persoalan hidup sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
Demikian pula satya yaitu konsekuen menepati janji, berarti pula cinta
dengan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Orang satya adalah disiplin,
bertanggung jawab dengan janji atau ucapannya. Karena dengan hidup
menepati janji atau sesuai dengan ucapan itu dapat terwujud kebahagiaan
hidup, sebaliknya tanpa demikian berbagai permasalahan dapat terjadi.
Hal ini didukung oleh ajaran dama, yang mengajarkan orang mampu
menasehati dirinya sendiri untuk mencapai kesadaran bahwa menasehati
diri sendiri sebelum berbuat adalah sangat penting, sebagai pedoman
selanjutnya untuk bertindak lebih sempurna. Dari sini pula perkembangan
ahimsa yang menginginkan kesejahteraan hidup bersama sesuai dengan
ajaran priti, welas asih kasih sayang kepada semua mahkluk yang harus
didasari oleh ajaran prasada, madurya dan madarwa.
Dengan mengedepankan sikap dan pandangan yang demikian, setiap
individu yang bermasyarakat akan dapat mewujudkan ketenangan,
kententraman, kedamaian keabadian, dan usia yang panjang dalam
hidupnya.
Uji Kompetensi:
1. Dengan mendalami sumber bacaan di atas bagaimana pendapat-
mu tentang ajaran Dasa Yama bratha yang ada di lingkungan
masyarakat sekitar anda? Jelaskanlah!
2. Jelaskanlah makna kata Dasa Yama bratha yang anda ketahui!
3. Bagaimana anda meyakini bahwa dengan mendalami ajaran
Dasa Yama bratha dapat mewujudkan ketenangan, kenyamanan,
kententraman, kedamaian, keabadian, dan usia yang panjang
dalam hidup ini? Jelaskanlah!
4. Carilah informasi yang berhubungan dengan uraian materi Dasa
Yama bratha pada media sosial dan pendidikan, selanjutnya
diskusikanlah dengan kelompok-mu. Buatlah narasinya 1–5
halaman diketik dengan huruf Times New Roman –12, spasi 1,5
cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! Paparkanlah di depan kelas
bersama kelompok-mu sesuai dengan petunjuk bapak/ibu guru
yang mengajar!
2. Ajaran Dasa Nyama bratha
Abdhir gātrāói úudhyanti
Manah satyena úudhyanti
Widhyātapobhyām bhrtātma
Buddhir jñānena úudhyanti.
Terjemahan:
Badan dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, atma
dengan ilmu dan tapa, akal dibersihkan dengan kebijaksanaan (Manawa
Dharmasastra V.109).
Perenungan.
“Dànamijyà tapo dhyànam Swādhayàyopasthanigrahah,
Wratopawasa maunam ca ananam Ca niyama daca
Terjemahan:
Inilah brata sepuluh banyaknya yang disebut Nyama, perinciannya; dana,
ijya, tapa, dhyana, swadhyaya, upasthaninggraha, brata, upawasa, mona,
stana, itulah yang merupakan Nyama (Sarasamuçcaya, 260).
Setiap individu memiliki rasa
rindu akan keheningan dalam
hidupnya, mendekatlah dengan
Hyang Widhi. Bagaimana
semuanya itu dapat diwujudkan?
Amatilah gambar 8.1 dengan baik,
renungkanlah bait sloka tersebut di
atas, dan deskripsikan sesuai hasil
pengalaman-mu!
Diskusikanlah bait sloka di atas dengan teman sebangku-mu!
Buatlah narasinya sesuai hasil diskusi yang dilaksanakan, selanjutnya
presentasikan ke depan kelas sesuai petunjuk dari bapak/ibu guru yang
mengajar. Cobalah!
Kata Dasa Nyama bratha berasal dari bahasa sanskerta, dari kata dasa
berarti sepuluh dan nyama bratha berarti pengendalian rohani. Dasa nyama
bratha berarti Sepuluh pengendalian diri dalam tingkat mental atau rohani.
Dasa Nyama bratha adalah sepuluh macam atau jenis pegangan bagi manusia
yang hendak mencapai kesempurnaan batin melalui pengamatan hidup di
dunia ini (Wigama, dkk, 1995:75). Bila kita cermati secara arif sesungguhnya
ke sepuluh pegangan batin itu merupakan sadana melaksanakan dharma
untuk mencapai tingkatan kebahagiaan yang kekal abadi yang disebut
moksa. Pengamalan dari ajaran dasa nyama bratha tersebut di dunia inilah
tempatnya. Selama manusia hidup dan berkehidupan memiliki kewajiban
moral mempertahankan dan menumbuh-kembangkan sifat dan sikap
berbudi luhur. Sebab dari perilaku manusia dalam kehidupannya sehari-
hari inilah dapat diketahui tingkatan keluhuran mental manusia itu sendiri.
Oleh karena itu orang dinilai memiliki mental baik, bermental sehat dan
utama hanya dapat diperhatikan dari cara seseorang berperilaku.
Untuk mendapatkan mental yang baik, sehat dan utama sebagai langkah
awalnya adalah seseorang wajib dapat menghayati dan mengamalkan
ajaran yang menjadi anjuran dalam dasa nyama brata, seperti misalnya;
pengekangan terhadap nafsu seks, pengekangan terhadap jasmaniah,
pengekangan terhadap kata-kata atau suara, pengekangan terhadap makan
dan minum, disertai dengan tekun mempelajari kitab suci Weda dan ilmu
lainnya yang bersifat umum, tekun bersembahyang atau meelakukan
pemujaan kepada Sang Hyang Widhi Wasa, kepada para Deva atau leluhur
dibarengi pula dengan pembersihan diri berupa mandi setiap pagi, siang dan
petang hari serta beramal atau melakukan dana punia yaitu suka berdharma
atau amal sedekah kepada orang lain dan sesama hidup.
Sasi wimba haneng ghata mesi banu
Ndanasing, suci nirmala mesi wulan
Iwa mangkana rakwa kiteng kadadin
Ring ambeki yoga kiteng sakala
Terjemahan:
Bagaikan bulan di dalam tempayan berisi air, di dalam air yang jernih
tampaklah bulan, sebagai itulah engkau (Tuhan) dalam tiap makhluk,
kepada orang yang melakukan Yoga engkau menampakkan diri (Arjuna
Wiwaha 11. 1).
Itulah jenis pengendalian yang harus dilakukan untuk mendapatkan
tingkatan mental yang sempurna dan kesucian batin sebagai dasar manusia
dapat melaksanakan dharma. Dengan demikian jelaslah bagi manusia
bahwa pembenahan diri ke dalam harus dilakukan terlebih dahulu dengan
pengekangan terhadap bagian tubuh, setelah itu baru pembenahan diri
keluar terhadap orang lain. Kitab suci weda menjelaskan sebagai berikut;
Svasti panthām anu carema
sùryā-candramasāv iva,
punar dadatāghnatā
jānatā saý gamemahi.
Terjemahan:
Mari kita terus berjalan pada jalan yang benar seperti jalannya matahari dan
bulan. Kita seharusnya bergaul dengan orang-orang yang bermurah hati
yang puas (dengan diri sendiri) dan yang berpengetahuan tinggi (Rgveda
V.51.15).
Seseorang hendaknya selalu mengikuti jalan yang benar, jalan kebajikan,
sebab siapa saja yang berjalan di jalan yang benar (dharma) akan
memperoleh kemakmuran, jasa dan kebajikan. Dekatkanlah diri kita kepada
Tuhan Yang Maha Esa untuk senantiasa mendapat bimbingan-Nya. Orang
yang memiliki keyakinan menjalankan kebenaran, maka kebajikan itu akan
melenyapkan kesusahannya dan akhirnya dengan kebajikan mereka dapat
menolong diri sendiri.
Sungguh utama ajaran Dasa Nyama Bratha itu, karena siapapun yang
dengan tulus menekuni ajarannya dapat menjadikan sifat-sifat dan
perilakunya menjadi mulia. Ajaran Dasa Nyama Bratha dapat membangun
mental spiritual umat manusia guna terbebas dari berbagai macam
rintangan yang sedang dan akan dihadapi dalam hidup dan kehidupan ini.
Kewajiban kita hidup adalah menuntaskan berbagai masalah yang sedang
menantang hidup ini. Pembenahan lahir (wahyu) diperoleh dengan ajaran
Dasa Nyama Bratha. Sedangkan brata (adhyatmika) diperoleh dengan
pengekangan, pantangan serta beberapa anjuran yang dijelaskan dalam
ajaran Dasa Nyama Bratha.
Kesucian hati menyebabkan seseorang memperoleh kebahagiaan, dengan
menghancurkan pikiran atau perbuatan jahat. Orang-orang yang memiliki
kesucian hati dapat mencapai surga dan bila kita berpikiran jernih serta
suci, maka kesucian itu akan mengelilingi kita. Kesucian atau hidup suci
diamanatkan sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan Tuhan Yang
Mahaesa. Kitab suci weda menjelaskan tentang kesucian sebagai berikut ;
“Yaá potā sa punātu naá,
Terjemahan:
“Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widhi adalah Hyang Maha suci,
semoga menyucikan hati kami” (Rgveda IX. 67. 22).
Untuk dapat mewujudkan kesucian
diri, menjaga dan menumbuh-
kembangkan ketenangan hati sangat
perlu adanya dengan demikian tidak
akan ada emosi yang datang dari
perasaannya. Untuk dapat dengan
mudah menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi, ketenangan hati sangat
diperlukan dalam kehidupan. Kejujuran
(satya) dalam hidup ini, termasuk setia
akan janji, setia pada ucapan, setia akan
kebenaran (dharma) juga sangat dibutuhkan dalam hidup dan kehidupan
ini. Karena hidup yang bersandarkan kebenaran, kejujuran, dan kesucian
itulah yang akan dapat mewujudkan kebahagiaan yang murni pada setiap
orang.
B. Bagian-Bagian Dasa Yama Bratha dan Dasa Nyama
Bratha
Dasa yama bratha dan Dasa nyama bratha adalah ajaran etika dan moral yang
patut dipedomani oleh umat manusia sebagai dasar untuk menutun hidupnya
guna mewujudkan kehidupan yang nyaman, tenang, harmonis, sejahtera dan
bahagia. Masing-masing ajaran Dasa yama bratha dan Dasa nyama bratha
ini terdiri dari 10 unsur bagian. Berikut ini adalah bagian-bagian dan uraian
singkatnya.
0
1. Bagian-bagian Dasa Yama Bratha
Perenungan.
Úata-hasta samā hara,
sahasrahasta saý kira.
Terjemahan:
“Wahai umat manusia, perolehlah kekayaan dengan seratus tangan
dan dermakanlah itu dalam kemurahan hati dengan seribu taganmu
(Atharvaveda III.24.5).
Baik hati, tidak mementingkan diri sendiri, welas asih, suka menolong,
dermawan diwahyukan oleh Tuhan Yang Mahaesa untuk dipedomani dan
dilaksanakan oleh umat sedharma. Berbagai macam pengetahuan dan cara
penyelesaian masalah dapat ditularkan kepada sesama sehingga semua
masalah dapat teratasi dengan baik. Tentang berbagai macam bagian
pengendalian diri sebagai wujud perbuatan baik, kitab Sarasamuçcaya
menjelaskan sebagai berikut;
“Ànrçamsyaý kûamā satyamahinsā
dama ārjawam,
pritih prasādo mādhuryam mārdawaý
ca yamā daçā.
Nyang brata ikang inaranan yama, prayate kanya nihan, sapuluh kwëhnya,
ānåûangsya, kûmā, satya, ahimsā, dama, ārjawa, prtti, prasāda, mādhurya,
mārdawa, nahan pratyekanya sapuluh, āåûangsya, siharimba, tan swārtha
kewala, ksamā, si këlan ring panastis, satya, si tan måûāwāda, ahingsa,
manukhe sarwa bhāwa; dama, si upacama wruh mituturi manahnya, ārjawa,
si dugādugabënër, pritti, si göng karuna, prasāda, heningning, manah,
mādhurya, manisning wulat lawan wuwus, mārdawa, pösning manah.
Terjemahan:
Inilah brata yang disebut yama, perinciannya demikian; ānåûangsya, kûmā,
satya, ahimsā, dama, ārjawa, prtti, prasāda, mādhurya, mārdawa, sepuluh
banyaknya, ānåûangsya yaitu harimbawa, tidak mementingkan diri sendiri
saja, kûmā, tahan akan panas dan dingin; satya, yaitu tidak berkata bohong;
ahimsā, berbuat bahagianya makhluk; dama sabar serta dapat menasihati
diri sendiri; ārjawa adalah tulus hati, berterus terang; prtti yaitu sangat
welas asih; prasāda, kejernihan hati; mādhurya, manis pandangan (muka
manis) dan manis perkataan; mārdawa, kelembutan hati (Sarasamuçcaya.
Menurut kitab Sarasamuçcaya yang disebut-sebut sebagai saripati dari kitab
astadasaparwa buah karya sastra dari Bhagawan Wararuci, menyebutkan
bahwa ajaran Dasa Yamabrata, terdiri atas:
a. Ànåûangsya yaitu harimbawa berarti tidak mementingkan diri sendiri saja;
b. Kûmā berarti tahan akan panas dan dingin;
c. Satya berarti tidak berkata bohong;
d. Ahimsā berarti berbuat bahagianya makhluk;
e. Dama berarti sabar serta dapat menasihati diri sendiri;
f. Àrjawa berarti tulus hati, berterus terang;
g. Prtti berarti sangat welas asih;
h. Prasāda berarti kejernihan hati;
i. Mādhurya berarti manis pandangan (muka manis) dan manis perkataan;
j. Mārdawa berarti kelembutan hati.
Kesepuluh macam bagian ajaran Dasa Yama bratha inilah yang wajib
dipedomani dan dilaksanakan oleh umat sedharma dalam hidup
bermasyarakat. Hal ini penting diterapkan oleh masing-masing individu
masyarakat dalam keseharian karena semuanya merupakan norma
kesusilaan yang bernilai utama serta yang mampu menjamin keamanan
dan ketertiban masyarakat sekitarnya. Masyarakat era global sangat
membutuhkan ajaran Dasa Yamabrata sebagai pedoman hidup sehingga era
globalisasi dapat berjalan dengan tentram, nyaman, kuat dan damai. Adalah
menjadi tanggung-jawab kita bersama untuk mewujudkan semuanya itu,
bila kita tidak menginginkan tatanan masyarakat ini tidak menentu, kacau,
dan hancur. Semoga ...!
Uji Kompetensi:
1. Apakah makna dari masing-masing bagian ajaran Dasa Yama brata
tersebut bila kita hubungkan dengan kehidupan bermasyarakat
keseharian seperti sekarang ini? Jelaskanlah!
2. Kita semua patut bersyukur memiliki warisan leluhur berupa ajaran
Dasa Yama brata, dengan cara bagaimana anda mewujudkan rasa
bersyukur itu? Deskripsikanlah!
2. Bagian-Bagian Dasa Nyama Bratha
Perenungan.
Agne dakúaiá punihi óah.
Terjemahan:
“Sang Hyang Agni (Tuhan Yang Mahaesa), sucikanlah kami dengan
menganugerahkan pengetahuan kepada kami’ (Ågveda IX. 67. 26).
Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini, demikian kata orang
arif bijaksana. Oleh karena itu kewajiban manusia dalam hidup dan
kehidupannya adalah melakukan ajaran dharma untuk kebaikan. Dalam
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
betapapun berat dan banyaknya masalah yang sedang dan akan dihadapi
hendaknya dilakoni dengan bersikap sabar. Orang yang sabar pasti hatinya
akan tenang, dengan ketenangan hati seseorang akan dapat mengendalikan
hawa nafsu. Dengan demikian ketenangan hati (sabar) akan diperoleh
sesorang dalam hidupnya, dan inilah yang disebut manusia berbudi luhur,
tidak sesat, tidak sesat dari jalan yang benar. Kitab suci weda menjelaskan
sebagai berikut;
Yah samutpatitam krodham ksamayaiva nirasyati
Yathoragastvacam jirman sa vai purusa ucyate.
3. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari
pengamalan ajaran Dasa Yama brata dalam hidup bermasyarakat?
Tuliskanlah pengalaman anda! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari
bapak/ibu guru yang mengajar di kelas!
4. Amatilah masyarakat lingkungan sekitar anda terkait dengan
pengamalan ajaran Dasa Yama brata dalam keseharian, buatlah
catatan tersendiri dan diskusikanlah dengan orang tua, saudara,
dan anggota keluarga anda. Buatlah narasinya 1–5 halaman diketik
dengan huruf Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas
kwarto; 4-3-3-4! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari bapak/ibu
guru yang mengajar di kelas-mu!
Terjemahan:
Jika ada orang yang berhasil meninggalkan kemarahan hatinya berdasarkan
kesabaran hati sebagai keadaan ular yang meninggalkan kulitnya yang
terlepas, karena kesemuanya itu tidak akan kembali lagi; orang yang
demikian keadaannya, itu adalah disebut manusia yag sejati berbudi luhur
(Sarasmuscaya, 95).
Hidup menjadi manusia hendaknya selalu dapat belajar memuaskan
dirinya dengan apa yang menjadi miliknya, dengan demikian ia tidak akan
memiliki gejolak iri hati kepada orang lain. Manusia sebaiknya selalu
berusaha sekuat tenaga mau belajar untuk mengendalikan diri, sehingga
pada pribadinya tercipta keseimbangan, ketenangan hidup secara lahir-
batin. Disamping itu umat mausia hendaknya selalu mengupayakan diri
untuk selalu belajar, karena berbagai macam pengetahuan kerohanian itu
diuraikan dalam berbagai jenis kitab suci agama Hindu. Yang tidak boleh
terlupakan oleh umat manusia adalah hendaknya selalu mengadakan
pemujaan ke hadapan Sang Hyang Widhi beserta prabhawa-Nya, mengingat
dihadapan Sang Hyang Widhi manusia akan dapat merasakan dirinya kecil,
lemah, dan sangat sederhana. Seberapa banyak umat manusia berkewajiban
melaksanakan dharmanya untuk dapat mewujudkan kesempurnaan
batinnya “moksa”, kitab suci weda menyebutkan sebagai berikut;
Kitab sarasamuscaya menyebutkan sebagai berikut;
“Dànamijyà tapo dhyànam Swādhayàyopasthanigrahah,
Wratopawasa maunam ca ananam Ca niyama daca.
Nyang bratha sapuluh kwehnya, ikang nyama ngaranya, pratyekadàna,
ijjyà, tapà, dhayàna, swàdhyàya, upasthanigraha, bratha upawàsa,
mauna, snàna, nahan ta wakning nyama, dàna weweh, annadànàdi;
ijyà, Devapujà, pitrpujàdi, tapà, kayasangcosana, kasatan ikang
çarira, bhucarya, jalatyagadi; dhyàna, ikang çiwasmarana, swàdhyàya,
Vedabhyasa, upasthanigraha, kahrtaning upasta, bratha annawarjadi,
mauna, wacangyama kahrtaning ujar, hay wàkecek kuneng, snàna, tri
sandyàsewana, madyusa ring kàlaning sandhya.
Terjemahan:
Inilah bratha sepuluh banyaknya yang disebut Nyama, perinciannya; dana,
ijya, tapa, dhyana, swadhyaya, upasthaninggraha, brata, upawasa, mona,
stana, itulah yang merupakan Nyama; dana,pemberian; pemberian makan,
minuman dan lain-lain; ijya, pujaan kepada Deva, kepada leluhur, dan lain-
lain; tapa, pengekangan nafsu jasmaniah, badan yang seluruhnya kurus
kering, layu, berbaring di atas tanah, di atas air, dan di atas alas-alas lain
sejenis itu; dhayana, merenungkan Deva Siwa; swadhyaya mempelajari
Weda; upasthanigraha, pengekangan, upastha, singkatnya pengendalian
nafsu seks; brata, pengekangan nafsu terhadap makanan; mona, itu
macamnya, tidak menguacapkan kata-kata yaitu tidak mengucapkan kata-
kata sama sekali, tidak bersuara; snana, Tri Sandhya sewana, melakukan
Tri Sandhya, mandi membersihkan diri pada waktu melakukan Sandhya
(Sarasamuçcaya, 260).
Berdasarkan penjelasan kitab suci Sarasamuçcaya, menyebutkan ada
sepuluh bagian ajaran Nyama bratha yang patut dijadikan pedoman oleh
umat sedharma untuk mewujudkan kesempurnaan bathin dalam hidup dan
kehidupan ini yang terdiri dari;
a. Dana berarti pemberian-pemberian makanan dan minuman, dan lain-
lainnya.
b. Ijya berarti pujaan kepada Deva, kepada leluhur, dan lain-lainnya.
c. Tapa berarti pengekangan hawa nafsu jasmani.
d. Dhyana berarti merenung memuja Tuhan.
e. Swadhyaya berarti mempelajari Weda.
f. Upasthanigraha berarti pengekangan nafsu kelamin.
g. Bratha berarti pengekangan nafsu terhadap makanan.
h. Upawasa berarti pengekangan diri.
i. Mona berarti pengendalian kata-kata.
j. Snana berarti melakukan pemujaan dengan Tri Sandhya.
Demikian perincian ajaran Dasa Nyama bratha sebagaimana tersurat
dan tersirat dalam kitab Sarasamuçcaya. Ajaran “Dasa Nyama bratha”
sesuai uraian di atas dapat dipergunakan sebagai dasar melaksanakan
dan mewujudkan kesempurnaan batin oleh umat sedharma. Ajaran Dasa
Nyama bratha menurut yoga, adalah merupakan ajaran tahap kedua
untuk mencapai kesempurnaan rohani yang utama. Konsep ajaran ini
patut dimengertikan, dipahami, didalami, diikuti dan diamalkan dalam
mewujudkan kesempurnaan rohani “moksa” yang dicita-citakan.
C. Tujuan dan Manfaat Ajaran Dasa Yama Bratha
dan Dasa Nyama Bratha dalam Pembentukan
Kepribadian yang Luhur
Dasa Yama bratha dan Dasa Nyama bratha masing-masing adalah adalah ajaran
ethika dan moral yang mempermulia hidup dan kehidupan umat manusia.
Pengimplementasian didalam era global ini memiliki tujuan dan manfaat yang
sangat utama guna membentengi pola pemikiran dan perilaku umat manusia
dalam mewujudkan kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Berikut ini dapat
disajikan secara singkat tujuan dan manfaat yang dimaksud.
Uji Kompetensi:
1. Apakah makna dari masing-masing bagian ajaran Dasa
Nyama bratha tersebut bila kita hubungkan dengan kehidupan
bermasyarakat keseharian seperti sekarang ini? Jelaskanlah!
2. Kita semua patut bersyukur dapat menerima warisan leluhur
berupa ajaran Dasa Nyama bratha, dengan cara bagaimana anda
mewujudkan rasa bersyukur itu? Deskripsikanlah!
3. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari
pengamalan ajaran Dasa Nyama bratha dalam hidup bermasyarakat?
Tuliskanlah pengalaman anda! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari
bapak/ibu guru yang mengajar di kelas!
4. Amatilah masyarakat lingkungan sekitar anda terkait dengan
pengamalan ajaran Dasa Nyamabratha dalam keseharian, buatlah
catatan tersendiri dan diskusikanlah dengan orang tua, saudara,
dan anggota keluarga anda. Buatlah narasinya 1–3 halaman diketik
dengan huruf Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas
kwarto; 4-3-3-4! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari bapak/ibu
guru yang mengajar di kelas!
1. Tujuan dan Manfaat Ajaran Dasa Yama Bratha dalam Pembentukan
Kepribadian yang Luhur
Perenungan.
Kurvan evaha karmāói
jijiviúet úataý samāá,
evam tvayi nānyatheto-asti
na karma lipyate nare.
Terjemahan:
“Orang seharusnya suka hidup di dunia ini dengan melakukan kerja keras
selama seratus tahun, tidak ada cara yang lain bagi keselamatan seseorang,
suatu tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri dan tidak memihak
menjauhkan pelaku dari keterikatan, (Yajurveda XI.2).
Mewujudkan tujuan hidup ini adalah tugas mulia bagi umat manusia.
Memanfaatkan ajaran Dasa Yama bratha utuk membangun keselamatan
umat manusia adalah swadharma sebagai masyarakat Hindu. Bagaimana
supaya anggota masyarakat dapat dengan mudah mengetahui, memaknai,
menghayati, melaksanakan dan memahami manfaat ajaran Dasa Yama
bratha tersebut mampu membentuk insan berkepribadian yang luhur, maka
masing-masing bagiannya perlu diberi penjelasan yang cukup. Tanpa
penjelasan yang baik mustahil dapat diresapi dan dihayati secara baik
tentang ajaran Dasa Yamabrahta itu. Adapun penjelasan secara rinci dari
masing-masing bagian ajaran Dasa Yama bratha adalah sebagai berikut;
a. Ànåûangsya adalah harimbawa berarti tidak mementingkan diri sendiri
saja;
Di dalam kehidupan sehari-hari seseorang hendaknya selalu berusaha
lebih mengutamakan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan
pribadinya. Kepentingan masyarakat lebih dominan dari yang lainnya,
kecuali untuk memberi pelayanan kepada orang yang sedang sakit
dimana kita harus memberikan pelayanan.
Harimbawa artinya berwibawa, misalnya sebagai Sang Hyang
Widhi memiliki kewibawaan, Bhatara merupakan manifestasinya
atau perwujudan Tuhan yang Maha Esa yang berfungsi sebagai
pemelihara dari alam semesta beserta dengan isinya. Di dalam pusaka
suci Bhuwanakosa ada penjelasan bahwa Bhatara Brahma berfungsi
untuk menciptakan alam semesta, Bhatara Wisnu berfungsi sebagai
memelihara ciptaan tersebut, sedangkan Bhatara Rudha sebagai
pemelihara alam semesta ini beserta dengan isinya. Ketiganya adalah
merupakan pelindung dunia ini. Demikianlah Sang Hyang Wisnu/Sang
Hyang Hari merupakan manifestasi Tuhan/Hyang Widhi Wasa untuk
memelihara dunia atau negara yang mempunyai wibawa. Tak ubahnya
lagi seperti negara dipelihara oleh raja dengan penuh wibawa bersama
para menteri atau pegawainya.
Di dalam kehidupan sehari-hari, manakala terjadi benturan antara
kepentingan pribadi dengan kepentingan orang banyak, maka
kepentingan pribadi selalu dinomer duakan, apabila bobot kedua macam
kepentingan itu hampir sama. Namun demikian, bagaimanapun hanya
manusia harus berfikir secara obyektifitas disamping subyektifitas.
Sebab apabila bobot-bobot kepentingan pribadi itu jauh lebih besar dari
pada kepentingan orang banyak, maka kepentingan pribadi itu tetap
harus didahulukan. Sebagai contoh dapat dijelaskan sebagai berikut;
Pada suatu saat di masyarakat ada acara gotong royong membersihkan
lingkungan. Tepat saat itu juga keluarga kita terkena musibah sakit yang
harus segera mendapat batuan dokter. Dalam hal ini maka kepentingan
pribadi harus didahulukan dengan kepentingan orang banyak dinomer
duakan. Demikianlah kita tidak boleh mementingkan diri sendiri,
apabila bobot kepentingan itu sama atau hampir sama.
Manfaat dari ajaran Ànåûangsya (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat
mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian keabadian, dan
usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara dengan bersikap welas-asih.
b. Kûmā berarti tahan akan panas dan dingin;
Ksama adalah sifat-sifat pengampun,
pemaaf, serta sabar dan tahan uji. Di
dalam kehidupan ini setiap orang
harus berusaha untuk nemerapkan
sifat-sifat pengampun, pemaaf
serta sabar dan tahan uji tersebut.
Orang yang baik adalah orang yang
suka mengampuni dan memaafkan
kesalahan orang lain. Bila semua
orang memiliki sifat demikian pasti
dunia akan selalu aman tentram.
0
Sifat Pengampun dan pemaaf; contoh sifat yang suka mengampuni serta
mau memberi maaf kepada orang lain sebagaimana terlukis dalam cerita
Ni Wanari. Di dalam cerita ini dijelaskan bahwa Ni Wanari hanyalah
seekor kera betina, namun ia mempunyai sifat yang sangat mulia yaitu
suka memberi ampun dan maaf kepada siapa saja. Adapun cuplikan
ceritanya adalah sebagai berikut: Setelah Si Papaka mendengar cerita
Si Macan tentang kematian Sang Raja Putra dipenggal oleh seekor kera
yang buruk hati, lalu dimintalah Si Papaka itu untuk membuat jatuh Ni
Wanari. Karena kebodohan Si Papaka, Ni Wanari yang sedang tidur
didorong hingga jatuh. Ni Wanari diterkam oleh Si Macan. Namun
karena kecerdikan dan kesabarannya Ni Wanari lalu berkata sambi
tersenyum: “Hai macan bila engkau hendak membunuh, bunuhlah aku
dengan cara menangkap ekorku! Jika tidak demikian maka engkau
tidak akan bisa membunuhku. Karena aku ini keturunan Bhatara Sakti.”
Karena bodohnya Si Macan maka Ni Wanari dilepas seraya menangkap
ekornya. Sementara mau akan ditangkap, segera Ni Wanari meloncat
ke atas dahan tempat dimana Papaka berlindung, Si Papaka sangat
ketakutan. Ni Wanari melihat gejala itu dan berkata: “Wahai Papaka,
jangan gelisah dan takut. Yang menyebabkan saya jatuh adalah karena
saya lelap tidur, lalu saya terkejut karena disengat semut!” Demikianlah
kebijaksanaan Ni Wanari yang mempunyai sifat pengampun serta
penyabar menghadapi perilaku Si Papaka yang buruk.
Tahan Uji dalam arti dapat mengendalikan diri; sifat semacam ini
dapat dimaknai dalam cerita tentang seorang Maha Rsi yang bernama
Bhagawan Dharmaswami. Beliau adalah seorang pendeta utama
yang tahan uji dari segala macam penderitaan akibat ulah Raja Putra
Madura atas laporan “Swarnangkara” karena itu beliau diburu dan
diikat serta dipertontonkan di peraptan agung. Namun meskipun beliau
dirundung malang, tetapi tetap menunjukan kesabaran dan tidak ada
rasa amarah kepada yang mencaci makinya. Pikiran beliau bersih dan
tenang, tidak sedikitpun ada celanya dari panas dingin. Atas nasehat
Si Ular Sandi mengharapkan agar Prabu Madura memohon maaf
kepada Bhagawan Dharmaswami dan memohon agar beliau berkenan
mengobati putra mahkota yang dipagut ular. Oleh karenanya; Prabu
Madura, para pendeta dan para menteri datang bersujud memohon
ampun di hadapan Sri Bhagawan. Permohonannya terkabulkan, maka
raja mau menyerahkan kerajaannya kepada Sri Bhagawan, namun Sri
Bhagawan menolak dengan berkata:”Ya, paduka kami jangan bergaul
dengan sahabat yang Durbudhi. Si Durbudhi akan mengantar paduka ke
Yama loka. Begitu pula sang pendeta, bila bergaul dengan orang corah,
hilanglah kewibawaan dan kemuliaan beliau.
Manfaat dari ajaran Kûmā (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat
mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian keabadian, dan
usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat pengampun,
pemaaf, serta sabar dan tahan uji.
c. Satya berarti tidak berkata bohong;
Satya adalah benar, setia, dan jujur yaitu sifat dan perilaku selalu
berdasar atas kebenaran dan kejujuran. Orang yang memiliki sifat
ini tidak akan pernah berkata bohong, selalu bersifat setia terhadap
apa yang telah dikatakan dan tidak suka pada kehidupan yang penuh
dengan kemunafikan. Satya juga berarti jujur sehingga terdapat asas
keseimbangan terhadap pikiran, perkataan, dan perbuatan. Sehubungan
dengan Satya yang berarti benar, setia, dan jujur, berikut ini dapat
diuraikan tentang Panca satya sebagai berikut:
Panca Satya adalah Lima macam perilaku yang selalu berdasarkan atas
kebenaran, kesetiaan dan kejujuran. Panca Satya harus dilaksanakan,
agar kita mendapat julukan atau predikat sebagai orang yang dapat
dipercaya, mengenal adat, sopan santun dan patut dihormati, serta
berkesusialan tinggi. Nama baik adalah merupakan harta yang paling
tinggi nilainya di dunia ini. Yang sangat tercela dalam pergaulan
hidup adalah melanggar norma-norma agama, yang akan merupakan
beban mental bagi seseorang dalam hidupnya di mayapada maupun di
Paramaloka kelak. Panca Satya terdiri dari:
1). Satya Hredaya
2). Satya Samaya
3). Satya Wacana
4). Satya Laksana
5). Satya Mitra
Satya Hredaya adalah benar, setia dan jujur; yaitu selalu berfikir dan
merencanakan sesuatu yang berdasarkan atas kebenaran dan kejujuran.
Satya Samaya adalah benar, setia dan jujur dalam perjanjian; yaitu
selalu berusaha untuk taat, dan menaati perjanjian yang telah disepakati
bersama. Satya Wacana adalah benar, setia dan jujur dengan perkataan;
yaitu selalu mengucapkan kata-kata yang baik dan benar sehingga
dapat menyenangkan orang-orang yang mendengarnya. Satya laksana
adalah benar, setia dan jujur dalam perbuatan; yaitu selalu bekerja dan
berbuat baik dan benar. Satya Mitra adalah benar, setia, dan jujur dalam
persahabatan; yaitu siap membantu teman yang dalam kesulitan sesuai
dengan kemampuan yang ada pada diri masing-masing.
Sebagai penganut agama Hindu yang percaya pada tujuan hidup di dunia
ini yaitu jagadhita, maka diharuskan sekuat tenaga untuk memahami,
meneladani, menghayati, dan akhirnya mengamalkan dalam kehidupan
sehari-hari Panca Satya tersebut agar jalan kita menuju jagadhita lurus,
lebar, dan terang benderang.
Manfaat dari ajaran Satya (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat
mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan
usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat kebenaran,
kesetiaan, dan kejujuran.
d. Ahimsā berarti berbuat bahagianya makhluk sesama ciptaan-Nya;
Ahimsa berasal dari bahasa sanskerta berarti tidak himsa (menyiksa,
menyakiti) sesama makhuk. Menerapkan Ahimsa dalam kehidupan
sehari-hari berarti berbuat untuk menyelamatkan atau membahagiakan
sekalian makhluk. Atau Ahimsa diartikan pula segala perbuatan atau
tingkah-laku (pikiran, perkataan, dan tindakan) yang tidak menyebabkan
sakit hati, matinya makhuk lain.
Secara khodrat manusia ingin hidup bahagia.
Mereka tidak ingin menderita dan bahkan kalau
boleh mereka ingin mendapatkan rakhmat
panjang umur, ingin hidup lama, selama
mungkin yang dapat diperoleh dari Yang Maha
Kuasa yang mengatur hidup matinya makhluk
hidup ini. Di samping itu diajarkan pula bahwa
di antara yang paling berharga dalam hidup
manusia di dunia ini adalah hidup atau jiwa itu
sendiri.
Hidup itu disebut jiwa atau Atman adalah
merupakan Suksma Sarira yang menghidupi
badan ini, sering tidak banyak orang menyadari
pentingnya hidup ini, karena itu yang tampak
pada setiap diri manusia, adalah pengalaman yang bersifat jasmaniah.
Sebaliknya tidak pula disadari bahwa badan atau Stula Sarira yang
memberi bentuk bangun tubuh kita ini adalah merupakan wastu atau
benda materi yang bila setelah mati nilainya tidak ada lagi.
Dengan membandingkan kedua asal pengertian yang terdapat dalam
keterangan itu, dimana Atma dan Sarira memiliki sifat dan fungsi yang
sangat berbeda, akan bertambah jelas kepada kita bahwa mengapa
agama Hindu menekankan agar setiap orang berusaha menghargai
unsur yang disebut jiwa itu dengan sebaik-baiknya. Dengan menghargai
jiwa berarti orang harus menghargai hidup dengan sebaik-baiknya.
Dalam mengamalkan sikap menghargai hidup orang lain sebagaimana
menghargai diri sendiri. Segala pikiran, perkataan dan tingkah-laku atau
perbuatan yang akan dilakukan oleh setiap orang hendaknya berdasarkan
atas sikap pandangan yang sama, itu akan memberi nikmat dalam
hidup. Hanya dengan demikian kebahagiaan akan dapat diwujudkan.
Sebaliknya bila nilai-nilai luhur itu sudah tidak dihormati lagi dimana
segala perbuatan itu merupakan kepentingan orang lain, ini berarti akan
merugikan diri sendiri dan karena itu akibatnya pun bukan kebahagiaan
melainkan dosa dan sengsara yang akan dialami, baik di dunia maupun
di alam kehidupan setelah mati. Hakikat yang harus dicita-citakan oleh
setiap manusia, karena itu adalah bersandar pada cita-cita yang sama
dengan pola pikir yang sama pada kebahagiaan sesama makhuk itu.
Adapun tujuan bersama untuk mencapai kebahagiaan setiap makhuk
itulah yang harus ditumbuh-kembangkan dan bukan sebaliknya, dengan
jalan tidak membikin susah orang lain. Orang sifat dan karmanya
demikian inilah yang disebut memperoleh kebahagiaan tertinggi
di dalam agama dan disebut mencapai Parama Sukha. Orang yang
demikian pula yang dikatakan akan dapat dengan mudah mencapai apa
yang dicita-citakan. Tanpa banyak rintangan dalam menjalani hidupnya,
kemauan perginya tidak pernah dihantui oleh rasa takut. Rasa nyaman
akan diperolehnya oleh orang yang demikian, karena yakin tidak
membuat susah orang lain dan karena itu tidak akan ada musuh yang
mencelakakannya. Dalam keadaan demikian itulah orang tidak perlu
merasa takut. Inilah wujud kebahagiaan yang akan diperoleh orang
seperti itu dan sekali-sekali tidak ada yang bermaksud menghalang-
halangi keinginnannya.
Manfaat dari ajaran Ahimsa (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat
mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan
usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat menyiksa,
dan menyakiti sesama-Nya.
e. Dama berarti sabar serta dapat menasihati diri sendiri;
Dama adalah orang bersifat sabar dan dapat menasehati diri sendiri.
Orang sabar, tahu akan biasanya mengalami keselamatan. Sering terjadi
kegaduhan dalam suatu keramaian akibat penonton kurang sabar. Begitu
pula orang kaya sering menjadi miskin karena orang tidak menasihati
dirinya untuk tidak berjudi. Kurang sabar, tidak dapat menasehati diri
sendiri dapat menyebabkan kematian.
Manfaat dari ajaran Dama (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat
mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan
usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat sabar dan
dapat menasehati diri sendiri.
f. Àrjawa berarti tulus hati, berterus terang;
Yang dimaksud dengan Arjawa adalah sifat yang tulus hati dan berterus
terang. Orang yang bersifat tulus hati berarti juga tulus ikhlas. Marilah
kita perhatikan sebagai contoh ketulus ikhlasan para pejuang seperti
Pangeran Diponegoro. Beliau tidak tega penjajah berkuasa, beliau rela
ditangkap. Raja Klungkung, Raja Badung dengan tulus hati berperang
Puputan dengan Belanda.
Berterus terang artinya berterang-terangan dan tidak suka berbohong,
yaitu menggungkapkan apa adanya.
Manfaat dari ajaran Àrjawa (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat
mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan
usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat berterus
terang.
g. Prtti berarti sangat welas asih;
Prtti adalah sikap yang sangat welas-asih yakni sifat cinta kasih sayang
kepada semua makhuk. Sifat ini merupakan dasar bagi sifat welas-asih
yang universal. Welas asih itu adalah perbuatan yang begitu luhur, karena
hanya welas-asih yang akan dapat menyelesaikan semua permusuhan
266 Kelas XII SMA/SMK
dan kebencian. Welas asihlah yang akan menciptakan perdamaian
dengan sebenarnya. Kondisi dalam welas-asih inilah sebenarnya terdapat
keadilan, kebenaran, dan ketenangan yang penuh kedamaian. Maka dari
itu kita katakan bahwa welas-asih itu mencakup semua yang benar. Ada
kata-kata yang sedemikian tinggi mutunya untuk direnungkan, sebab
kata-kata bernilai tinggi cukup jelas membicarakan mengenai mengapa
iri-hati. Kata-kata yang bermutu itu berbunyi sebagai berikut:
“Kebencian tidak akan pernah berakhir kalau dibalas dengan dengan
kebencian. Tetapi kebencian akan berakhir apabila dibalas dengan
welas-asih.” Demikianlah bahwa segala sesuatu itu akan dapat berjalan
dengan baik, bisa sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan.
Dunia akan aman, kalau setiap manusia memancarkan perasaan welas-
asih. Tanpa welas asih kita tidak akan dapat menyelesaikan pekerjaan
yang besar. Seorang guru yang bertanggung jawab ialah yang adil,
mengajar pada waktunya, dan dapat mencurahkan welas asih dari hati
nuraninya.
Manfaat dari ajaran Prtti (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat mewujudkan
ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan usia yang panjang
dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat sangat welas asih.
h. Prasāda berarti kejernihan hati;
Yang dimaksud dengan Prasāda adalah
sifat dengan fikiran yang suci, hati yang
bersih, tulus ikhlas tanpa pamrih dan suci.
Pikiran adalah sumber segala perbuatan,
maka ia harus terhindarkan dari kehendak
yang buruk, kotor, tercela dan yang
lainnya dengan cara mengendalikannya.
Dengan mengendalikan pikiran
secara menyeluruh maka akhirnya
akan membawa diri kita pada posisi
yang tenang, tentram, damai dan suci.
Menyucikan pikiran dapat dilakukan
dengan cara; selalu mendekatkan diri
kepada Hyang Widhi beserta manifestasinya melalui sembahyang,
berpikir positif, melenyapkan pikiran negatif, tidak iri hati, tidak dengki,
tidak suka memfitnah dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan
buruk terhadap sesama mahkluk ciptaan-Nya.
Kejernihan pikiran dapat dibangun dan ditumbuh-kembangkan dengan
percaya dan yakin tentang adanya Hyang Widhi, kebenaran ajaran
Karma Phala, dan samsara. Ketiga sifat dan sikap manusia mampu
untuk mengantarkanya untuk selalu berpikiran jernih, terbebas dari
pengaruh negatif indriya.
Manfaat dari ajaran Prasāda (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat
mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan usia
yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat kejernihan hati.
i. Mādhurya berarti manis pandangan (muka manis) dan manis perkataan;
Madhurya adalah orang yang mempunyai pandangan atau roman muka
dan perkataan yang manis. Ini berarti orangnya harus mempunyai sifat
ramah tamah, lemah-lembut, dan sekali-kali tidak pernah mengeluarkan
kata-kata yang kasar. Perkataan yang suci dan perbuatan yang suci harus
selalu dikedepankan. Ada empat macam perkataan yang tidak patut
diucapkan oleh seseorang yang bersifat Mādhurya yaitu; perkataan yang
jahat, perkataan yang kasar dan menyakitkan (bohong, menghardik,
dan menfitnah) yang membuat orang menjadi susah. Keempat macam
perkataan itu supaya dijauhkan dari seseorang yang bersifat mādhurya.
Manfaat dari ajaran Mādhurya (Dasa Yamabrata) ini adalah dapat
mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan
usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat manis
pandangan.
j. Mārdawa berarti kelembutan hati.
Mardawa adalah sifat dan perilaku seseorang yang rendah hati dan tidak
suka menyombongkan diri. Sifat rendah hati bukan berarti rendah diri.
Sifat rendah hati dapat juga dikatakan mempunyai kelembutan hati.
Orang yang menpunyai budi pekerti yang luhur mengantarkan yang
bersangkutan banyak teman, disayangi oleh lingkungannya, dan dicintai
oleh sahabat-sahabatnya. Salah satu perbuatan yang luhur adalah bekerja
penuh pengabdian, tidak tinggi hati atau angkuh. Sebab sering kali
dalam keadaan sukar dan susah, orang mau mengerjakan dan menerima
segalanya, tetapi setelah keadaannya menjadi lebih baik, maka ia mulai
menunjukan kesombongannya. Demikian juga dengan suatu bangsa
yang mulai mabuk dengan kemewahannya, ini menunjukkan sebagai
pertanda bahwa negara itu sudah dekat dengan kehancurannya.
268 Kelas XII SMA/SMK
Sedapat mungkin sebagai masyarakat bangsa yang beradab sudah
sepatutnya lebih mengedepankan kelembutan hati dari pada
kesombongan yang akan mengantarkan kehancuran.
Manfaat dari ajaran Mārdawa (Dasa Yama bratha) ini adalah dapat
mewujudkan ketenangan, kententraman, kedamaian, keabadian, dan
usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara dengan sikap yang dimotivasi oleh sifat-sifat kelembutan
hati.
Uji Kompetensi:
1. Apakah tujuan dari pengamalan ajaran Dasa Yama bratha dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara? Jelaskanlah!
2. Manfaat apakah yang akan diperoleh oleh seseorang, masyarakat,
bangsa dan negara yang selalu berpedoman pada nilai-nilai ajaran
Dasa Yamabrata untuk mewujudkan sikapnya? Jelaskanlah!
3. Buatlah ringkasan tentang ajaran Dasa Yamabrata dari berbagai
sumber media sosial dan pendidikan! Laporkan dan pertanggung-
jawabkanlah isi ringkasan yang dimaksud sesuai dengan petunjuk
dari bapak/ibu guru yang mengajar di kelas!
4. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari usaha
dan upaya untuk mewujudkan ajaran Dasa Yamabrata dalam hidup
keseharian? Tuliskanlah pengalaman anda!
5. Bila seseorang melaksanakan ajaran Dasa Yamabrata tanpa
mengikuti tahapan-tahapannya, apakah yang akan terjadi? Buatlah
narasinya 1–5 halaman diketik dengan huruf Times New Roman
–12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! Laporkan hasil
kegiatan yang dimaksud sesuai dengan petunjuk dari bapak/ibu
guru yang mengajar di kelas-mu!
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 269
2. Tujuan dan Manfaat Ajaran Dasa Nyama Bratha dalam Pembentukan
Kepribadian yang Luhur:
Perenungan.
Viúvàhà tvà sumanasah sucaksasah,
prajàvanto anamivà anàgasah.
udyantaý tvà mitramaho divedive,
jyogjivàh prati paúyema sùrya.
Terjemahan:
‘Sang Hyang Surya, semoga kami dalam suasana hati yang berbahagia,
dalam pandangan yang bagus, mempunyai anak cucu yang baik, dalam
kesehatan yang bagus, dalam keadaan tanpa dosa, senantiasa menghaturkan
persembahan kepadamu. Sang Hyang Surya, yang berfaedah untuk semua
sahabat, hendaknyalah kami melihat engkau yang terbit terus-menerus’
(Ågveda X. 37. 7).
Berbahagia atau hidup selalu dalam kebahagiaan sangat didambakan oleh
umat sedharma “manusia” yang masih diberikan kesempatan untuk hidup
di dunia sampai saat ini. Suasana hati yang berbahagia dapat dilambangkan
dengan: seperti saat bertemunya orang tua dengan anak-anak dan cucunya;
merasakan tidak kekurangan segala sesuatu ‘uang’ karena nilai kebahagiaan
itu tidak dapat diukur dengan banyak atau sedikitnya seseorang memiliki
uang; hidup yang berfaedah serta bermanfaat bagi keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara; selalu merasa memiliki (tenaga yang sehat, kekayaan,
kerajinan, kecemerlangan dan kejernihan hati). Atas petunjuk dan tuntunan
dari Sang Hyang Surya/Tuhan Yang Maha Esa, bagaimana umat dapat
mencapai tujuan dan memanfaatkan ajaran Dasa Nyama bratha untuk
mewujudkan kesempurnaan bathin dalam hidup ini?
Dasa nyama bratha adalah ajaran yang dapat dipergunakan sebagai pegangan
bagi manusia untuk mencapai kesempurnaan batin melalui pengamatan
hidup di dunia ini. Pegangan untuk mewujudkan kesempuraan batin yang
dimaksud adalah berupa pelaksanaan dharma guna mencapai tingkatan
kebahagiaan yang kekal abadi yang disebut moksa. Selama manusia hidup
pengamalan ajaran dasa nyama brata di dunia inilah tempatnya. Sebab
dari perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari itulah dapat diketahui
tingkatan keluhuran mental manusia itu sendiri. Oleh karena itu orang
dapat dinilai memiliki mental baik dan sehat dapat diperhatikan dari cara
seseorang berperilaku.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tujuan dari pada ajaran dasa
nyama bratha adalah untuk mewujudkan kesempurnaan batin (bahagia -
abadi - moksa) melalui pengamatan dan pengamalan hidup di dunia ini
dengan melaksanakan dharma serta berkepribadian luhur. Manfaat dari
ajaran dasa nyama bratha adalah sebagai media pembelajaran, pendidikan,
pendalaman, pengamalan ajaran agama Hindu dalam mewujudkan umat
sedharma yang berkepribadian luhur berlandaskan pelaksanaan dharma
guna mencapai tingkat kebahagiaan batin yang kekal abadi yang disebut
moksa. Berikut ini adalah pelaksanaan dharma berdasarkan ajaran dasa
nyama bratha yang bermanfaat membentuk umat sedharma menjadi insan
yang berkepribadian luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa”
adalah dengan melaksanakan;
a. Dana berarti pemberian-pemberian makanan dan minuman, dan
lain-lainnya.
Dana artinya suka berderma (bersedekah) berupa makan dan minum
dan bentuk pemberian lain yang sejenis dengan itu. Memberikan
dana kepada orang lain berarti orang telah dapat meringankan beban
penderitaan orang lain. Membantu seseorang yang sedang dan sangat
memerlukan untuk menyambung hidupnya adalah perbuatan yang
mulia. Dalam hidup dan kehidupan ini seseorang harus saling bantu
membantu karena setiap orang mempunyai kelemahan-kelemahan
sendiri yang harus dibantu oleh orang lain. Apalagi kalau kita
renungkan bahwa sebagian besar kebutuhan hidup ini kita didapati
dari orang lain, seperti perabot rumah tangga, barang-barang dari besi,
makan, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Dalam hidup bersama ini
orang tidak dibenarkan mementingkan diri sendiri dengan menginjak-
injak, menindas yang lain. Memberikan dana puniya dengan sesama
adalah merupakan kewajiban hidup sebagai manusia. Kitab suci weda
menjelaskan sebagai berikut;
Na màtà na pità kiñcit kasyacit pratipadate,
dàna pathyodano jantuh swakarmaphalamacnute.
Ika tang dàna, tan bapa, tan ibu, umukti phalanika, anghing ika
wwang gumawayaken ikang dànapunya, ya juga umukti phalanikang
danapunya.
Terjemahan:
Itulah hakekat suatu dana, bukan si bapak, bukan si ibu yang menikmati
pahalanya, melainkan hanya orang yang melakukan kebajikan berdana
puniya itu, dia saja yang akan menikmati pahala dari berbuat dana punia
itu (Sarasamuscaya, 169).
Manfaat dari ajaran Dana (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah
dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian
luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental
yang dimotivasi oleh sifat-sifat suka berderma (bersedekah) berupa
makan dan minum dan bentuk pemberian lain yang sejenis dengan itu.
b. Ijya berarti pujaan kepada Deva, kepada leluhur, dan lain-lainnya.
Ijya artinya pemujaan kepada para Deva,
leluhur dan pemujaan lainnya yang sejenis
dengan itu. Disamping pemujaan kepada
Tuhan, maka pemujaan kepada para Deva
dan leluhur pun hendaknya dilakukan
oleh seseorang yang berkecimpung dalam
hidup suci. Kita percaya dan yakin bahwa
Deva itu manifestasi Tuhan, dan melalui
bantuan manifestasi Tuhan itulah maka
manusia adalah memohon dan menikmati
berkahnya. Pemujaan itu pula dilakukan
oleh para leluhur untuk memohon doa
restunya agar sehat dan sejahtera di dunia.
Kitab suci weda menjelaskan sebagai
berikut;
Mayi sarvàói karmàói saònyasyàdhyàtma-cetasà,
niràúir nirmamo bhùtvà yudhyasva vigatajvaraá.
Terjemahan:
Pasrahkan semua kegiatan kerjamu itu kepada-Ku, dengan pikiran
terpusat pada sang àtma, bebas dari nafsu keinginan dan ke-akuan,
berperanglah, enyahkanlah rasa gentarmu itu (Bhagavadgita. III. 30).
Sebagai pemuja yang baik adalah tulus, lepas, menyerahkan sepenuhnya
kehadapan-Nya beserta prabhawa. Yakinlah bahwa beliau Sang Pencipta
Mahatahu, pemurah dan penyayang kepada ciptaan-Nya.
Manfaat dari ajaran Ijya (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah
dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian
luhur untuk mewujudkan kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-
mental yang dimotivasi oleh sifat-sifat pemuja Tuhan Yang Maha Esa,
para Deva, para leluhur, dan pemujaan lainnya yang sejenis dengan itu.
c. Tapa berarti pengekangan hawa nafsu jasmani.
Tapa berasal dari kata “tap” artinya mengekang, mengendalikan hawa
nafsu agar memperoleh hidup suci. Tapa merupakan salah satu keimanan
dalam ajaran agama Hindu, sebab dengan tapa itu umat Hindu dapat
meyakini suatu cita-cita atau tujuan dapat tercapai melalui pelaksanaan
tapa itu. Misalnya melalui pengekangan nafsu jasmaniah seseorang
dapat mengurangi porsi makan yang dimakan setiap hari. Cara ini
bertujuan untuk mengendorkan gejolak emosi seseorang dapat berfikir
dengan tenang.
Widyām mānāwamānābhyāmātmānam
tu pramādatah.
Nihan tang kayatnākena ikang tapa raksan, makasādhana kapa-
demaning krodha ika, kuneng hyang çrī, pademning īrsyā pangraksa
ri sira, kuneng sang hyang aji, pademning ahangkāra mwang awa-mana
pangraksa ri sira, yapwan karaksanyawakta, si tan pramada sadhana
irika. (Sarasamuccaya 103)
Terjemahan:
Inilah hendaknya engkau perhatikan, pegang teguh tapa dengan jalan
memunahkan nafsu amarah itu, adapun Devi Sri (kebahagiaan tertinggi)
melalui pengendalian kedengkian (sebagai) penyelamat-nya, adapun
ilmu dharma sastra pemunah keakuan dan lenyapnya kecongkakan yang
ada pada dirinya, karena itu supaya engkau menjaga dirimu, orang yang
tidak lalai merupakan jalan baginya di situ.
Manfaat dari ajaran Tapa (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah
dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian
luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental
yang dimotivasi oleh sifat-sifat pengekangan atau memunahkan nafsu
amarah.
d. Dhyana berarti merenung memuja Tuhan.
Dhyana artinya tekun merenung dan memusatkan pikiran kepada Tuhan
sebagai usaha tercapainya kesatuan antara pikiran dengan Tuhan. Usaha
tersebut bertujuan untuk tercapainya kondisi mantap dalam konsentrasi
sebagai dasar memperoleh kesucian batin. Kondisi ini akan diperoleh
secara bertahap, melalui dari tingkatan pemusatan dengan waktu yang
singkat sampai dengan tenggang waktu cukup lama. Akhirnya karena
sudah terbiasa, maka makin hari makin mencapai tingkat konsentrasi
yang makin lama dan mantap, lalu mencapai tingkat semadhi.
Namun demikian menyadari akan kekurang-sempurnaan manusia
ketika seseorang didorong oleh insting mengarahkan pikiran kepada
benda-benda menyenangkan tanpa didasari pengertian kesadaran, atau
ketika jiwa pada akhirnya menjadi kasar karena selalu melekat pada
motivasi yang mementingkan diri sendiri, apakah ketika itu berfikir
menyakiti orang lain atau tidak, maka ketika itupun jiwa kita telah
rusak. Keadaan yang menyebabkan terjadinya kerusakan jiwa ini tidak
lain dari kekotoran dan kekeruhan pikiran. Sama seperti pakaian dan
rumah yang menjadi kotor dalam sekejap ketika bertiup angin kencang.
Orang harus selalu waspada terhadap badai nafsu yang melanda dan
berusahalah untuk menekan ego yang ada dalam diri. Karena suatu
keadaan pikiran sangat tercermin melalui perkataan dan perbuatan, jadi
dengan selalu berbuat dan berkata yang jujur sudah tentu mencerminkan
pikiran yang bersih. Kitab suci weda menjelaskan sebagai berikut;
“Teṣu samyag warttamāno gacchatya mara lokatām,
yathā samkalpitāṁṡceha sarvān kāmān samaṡnute”
Terjemahan:
Ketahuilah bahwa ia yang selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban
yang telah diatur dengan cara yang benar, mencapai tingkat kebebasan
yang sempurna kelak dan memperoleh semua keinginan yang ia
mungkin inginkan (Manawa Dharmasastra, II.5).
Sesungguhnya semua yang kita lakukan dalam pengabdian hidup ini
telah ada yang menentukan ‘Sang Hyang Widhi Wasa’. Kewajiban kita
adalah hanya berbuat/melaksanakan apa yang patut dilaksanakan, akan
semuanya itu adalah sudah menjadi kehendaknya. Beliau tidak akan
pernah melupakan apa yang dilakukan oleh umat-Nya. Oleh karena itu
pujalah beliau sesuai petunjuk yang telah ada.
Manfaat dari ajaran Dhyana (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah
dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian
luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental
yang dimotivasi oleh sifat-sifat suka merenung untuk memuja Deva
Siwa sebagai wujud keyakinan kita semua.
e. Swadhyaya berarti mempelajari Weda.
Swadhyaya artinya yakin mempelajari kitab suci Weda. Mempelajari
kitab suci kerohanian bagi mereka yang berkecimpung dalam hidup
suci adalah kewajiban. Di dalam kitab kerohanian terdapat tuntunan
atau petunjuk bagi mereka yang sedang akan menjalani hidup suci.
Dalam berbagai jenis kitab Weda terdapat penuntun untuk menempuh
kehidupan suci. Kitab yang dimaksud menjelaskan sebagai berikut;
Na karmanàm anàrambhàn Naishkarmyam purusho’snute,
Na cha samnyasanàd ewa Siddhim samadhigachchhati.
Terjemahan:
Orang tidak akan mencapai kebebasan karena diam tiada bekerja juga
ia tak-kan mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja
( Bhagawadgita. III. 4)
Dalam cloka selanjutnya disebutkan:
Yajñàrthàt karmano ‘nyatra Loko ‘yam karma bandhnah,
Tadartham karma kaunteya Mukta saògah samàçhara.
Terjemahan:
Kecuali tujuan berbakti dunia ini dibelenggu oleh hukum kerja
karenanya, bekerjalah demi bakti tanpa kepentingan pribadi, oh Kunti
Putra (Bhagawadgita. III. 9).
Båhaspate pratamaý vàco agraý yat prairata nàmadheyaý dadhànaá,
yad eûàý sreûtaý yad aripram àsit prenà tad eûàý nihitaý guvàviá.
saktum iva titaunà punanto yatra ghirà manasà vàcam akrata,
atrà sakhàyaá sàkhayàni janàte bhadraiûaý lakûmiá nihitàdhi vàci.
Terjemahan:
‘Sabda pertama dan yang utama, ya Brihaspati, yang disampaikan
kepada orang-orang suci, menyebut nama-Nya sabda yang mulia, tiada
cahaya yang diungkapkan dengan cinta kasih mengungkapkan yang
maha suci dan gaib. Dan mereka mengucapkan sabda itu, tersaring
dalam batin, seperti mereka mengayak tepung dengan ayakan, disitulah
terjadi ikatan persahabatan, dalam sabda itulah terkandung keindahan
(Ågveda X. 71. 1. 2).
Demikianlah sabda Tuhan Yang Maha Esa, yang patut kita camkan
bersama untuk mempelejari, mempedomani, mendalami, dan
menerapkan ajaran-Nya yang mulia ini. Manfaat dari ajaran Swadhyaya
(dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah dapat membentuk umat
sedharma menjadi insan yang berkepribadian luhur dan mencapai
kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental yang dimotivasi
oleh sifat-sifat suka mempelajari Weda dan kita yang sejenis dengan itu.
f. Upasthanigraha berarti pengekangan nafsu kelamin.
Upasthanigraha berarti pengekangan upastha (alat kelamin) dari nafsu
birahi. Upaya untuk mendapatkan kesucian jiwa bagi umat sedharma
yang ingin menjalani hidup suci, maka pengekangan jiwa atas nafsu
birahi hendaknya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Seseorang
yang selalu mengumbar hawa nafsunya adalah sebagai akibat dari
yang bersangkutan telah tahu dan merasakan nikmatnya birahi itu,
sehingga untuk memenuhi keinginan seks-nya yang lebih nikmat,
dilakukan berbagai cara yang akhirnya sampai menjadi pemerkosaan.
Memperkosa sering disebut berzina, termasuk sikap-mental yang tidak
terpuji. Berzina merupakan perbuatan yang sangat hina dan terkutuk.
Perbuatan ini harus dikendalikan karena bisa menimbulkan kemerosotan
moral. Berzina artinya sikap suka memperkosa wanita atau istri orang
lain. Adapun yang termasuk perbuatan berzinah (paradara) antara lain :
1). Mengadakan hubungan kelamin dengan istri/suami orang lain.
2). Mengadakan hubungan kelamin (seks) antara pria dengan wanita
dengan cara-cara yang tidak sah.
3). Mengadakan hubungan kelamin dengan paksa, artinya tidak atas
dasar cinta sama cinta (memperkosa).
4). Mengadakan hubungan kelamin atau seks yang dilarang oleh agama.
Larangan melakukan zina itu adalah sangat wajar, karena kalau itu
dibiarkan maka kemerosotan moral akan semakin merajalela dan
memuncak. Semakin banyak kasus pelacuran atau tuna susila terjadi
maka kehidupan kita sebagai manusia yang menjungjung tinggi
budaya dan agama akan menjadi hancur. Dengan berbuat seperti itu
menandakan sebagai jiwa manusia yang tetap terikat oleh duniawi.
Oleh sebab itu yang bersangkutan harus cepat-cepat mengendalikan
nafsu birahi itu agar segera memperoleh kehidupan suci. Kehidupan
yang suci sebagaimana tertulis dalam kitab suci weda yang menyatakan
sebagai berikut:
Tadvajjàticatairjivah ûuddhyate’lpenà karmanà,
yatnena mahatà càpi kyekajatàu viçuddhyate.
Mangkana tang hurip, an ûinocan pinakaûuddhi, kinlabakëràgàdi
malanya, yan alpayatna ngwang, alawas ya tan çuddhya, yapwan
tibrayatna ngwang, kumlabakë malanya, enggal ûuddhinya.
Terjemahan:
Demikian jiwa itu, yang dibersihkan agar menjadi suci, dikendalikan
nafsu birahi itu dan segala nodanya, jika kurang giat dan pandai
melaksanakannya, lemahlah jiwa itu tidak menjadi suci, beratus-
ratus kelahiran lamanya, sebelum jiwa itu menjadi suci, jika ia
pandai dan sangat giat melenyapkan nodanya, cepatlah suci jiwa itu
(Sarasamuçchaya, 406).
Makna sloka suci patut dipedomani oleh setiap umat sedharma yang
mengupayaka kesucian moralnya untuk mempercepat usahanya dapat
mewujudkan kesempurnaan batin yang dicita-citakannya.
Manfaat dari ajaran Upasthanigraha (dalam ajaran Dasa Nyamabratha)
ini adalah dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang
berkepribadian luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa”
dengan sikap-mental yang dimotivasi oleh sifat-sifat pengendalian atau
pengekangan nafsu birahi yang ada pada pribadinya.
g. Brata berarti pengekangan nafsu terhadap makanan.
Brata adalah pengekangan nafsu dalam mengkonsumsi makanan dan
minuman. Seseorang atau umat sedharma yang bercita-cita untuk
mencapai kesucian jiwa hendaknya mampu membatasi diri untuk
mengkonsumsi makanan dan minuman dari segi jumlah maupun
mutunya. Seperti membatasi makanan yang berlebihan, membatasi
makanan yang mengandung bahan kimia, makan pedas, makan yang
terlalu manis dan sebagainya. Mengkonsumsi makanan yang berlebihan
sangat mempengaruhi perkembangan jasmani dan rohani yang
mengkonsumsinya.
Yathà yathà prakstànam ksetrànàm sasyasampadah,
Sàkhà phalabhàrena namrah sadhustathàtathà.
Paramàrthanya, upasama ta pwa sang sàdhu ngaranira,
Tumukul dening kweh gunanira, mwang wruhnira,
kadyangga ning pari,tumungkul dening wwahnya,
mwang pang ning kayu, tumungkul de ning tob ning phalanya
(Sarasamuscaya, 308).
Terjemahan:
Kesimpulannya, sabar dan tenang pembawaan sang sadhu, merunduk
karena banyak kebajikan dan ilmunya, sebagai halnya padi runduk
karena beratnya buahnya dan dahan pohon kayu itu runduk, disebabkan
karena lebat buahnya.
Manfaat dari ajaran Brata (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah
dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian
luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental
yang dimotivasi oleh sifat-sifat suka melakukan pengekangan nafsu
terhadap makanan.
h. Upawasa berarti pengekangan diri.
Upawasa adalah berpuasa. Cara ini banyak ragamnya, ada puasa makan
minum, puasa tidak tidur, puasa melihat, puasa tidak bicara, tidak
bepergian, tidak bekerja dan sebagainya. Khusus buat umat Hindu
jenis puasa ini pelaksanaannya dirangkaikan dengan pelaksanaan hari
raya, seperti Nyepi, Siwaratri. Misalnya dalam pelaksanaan upawasa
nyepi, umat Hindu berkumpul pada suatu tempat yang suci yang
telah disepakati dengan harapan puasanya menjadi lebih mantap dan
khusyuk. Adapun jenis puasa pada hari nyepi umumnya:
1). Puasa makan dan minum
2). Tidak bekerja
3). Tidak tidur (melek)
4). Tidak bepergian
Tujuan pokok keempat puasa ini dimaksudkan untuk mendukung
keberhasilan meditasi (semadhi) yang merupakan acara pokok dari
perayaan hari nyepi.
Berata penyepian telah dirumuskan menjadi Catur Berata Penyepian,
yang terdiri dari;
1). Amati geni yakni tidak menyalakan api termasuk memasak. itu
berarti melakukan upawasa (puasa).
2). Amati karya yakni tidak bekerja, menyepikan indra.
3). Amati lelungan berarti tidak bepergian termasuk tidak keluar rumah.
4). Amati lelanguan berarti tidak menghibur diri
Pada prinsipnya, saat nyepi panca indra umat sedharma hendaknya
diredakan dengan kekuatan manah dan budhi. Dengan meredakan
nafsu indra itu umat sedharma dapat menumbuhkan kebahagiaan yang
dinamis sehingga kualitas hidup ini semakin meningkat. Melaksanakan
pengendalian diri pada saat nyepi adalah merupakan kewajiban bagi
umat sedharma. Kitab sarasamuscaya menjelaskan sebagai berikut;
Àryavåttamidaý vrttamiti vijñàya sàsvatam, santah
Paràrthaý, kurvànà nàveksante pratikriyàm.
Tatan pakanimittha hyunira ring pratyupakàra sang sajjana ar
gawayaken ikang kaparàrthan, kunang wiwekanira, prawrtti sang
sadhu ta pwa iki, maryada sang mahapurusa, mangkana juga
wiwekanira, tan prakoseka ring phala.
Terjemahan:
Bukan karena keinginanannya akan pembalasannya, sang utama budi
mengusahakan kesejahteraan orang lain, melainkan karena hal itu telah
merupakan keyakinannya. Pembawaan sang sadhu memang demikian.
Itulah cirri orang yang berjiwa besar. Demikianlah keyakinan beliau,
tidak memandang akan buah hasilnya (Sarasamuscaya, 313).
Caritraniyatà ràjan ye krsàh krsavrttayaá,
Arthinascopacchanti tesudattam mahà phalam.
Lwirning yukti ikang wehana dana wwang suddhàcara, wwang daridra,
tan panemu ahara, wwang mara angegong harep kuneng, ikang dana
ring wwang mangkana agong phalanika.
Terjemahan:
Orang yang diberikan dana, ialah orang yang berkelakuan baik, orang
miskin, yang tidak memperoleh makanan, orang-orang yang benar
mengharapkan bantuan, pemberian dana kepada orang yang demikian
besar pahalanya (Sarasamuscaya,187).
Manfaat dari ajaran Upawasa (dalam ajaran Dasa Nyamabratha)
ini adalah dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang
berkepribadian luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa”
dengan sikap-mental yang dimotivasi oleh sifat-sifat suka melakukan
pengekangan diri.
i. Mona berarti tidak bersuara.
Mona artinya tidak berkata, membatasi bersuara. Dalam kehidupan
sehari–hari mona tidak diartikan tidak berkata–kata sama sekali,
melainkan adalah kata–kata itu harus dibatasi dalam batasan–batasan
kewajaran. Misalnya dianggap wajar bila berkata baik dan benar, berkata
menyenangkan orang lain bila didengar. Dalam perilaku hidup suci
upaya membatasi kata–kata itu memang penting, sebab dari kata atau
suara itulah seseorang akan disenangi atau tidak, dari kata atau suara
itulah akan terletak celaka tidaknya seseorang. Terutama dari kata atau
suara itulah akan terdapat kebahagiaan, kedamaian rohani. Orang yang
ternoda rohaninya, dia sendiri akan merasakan ketidak-tentraman dalam
batinnya. Lebih–lebih kata–kata itu sengaja diucapkan agar orang lain
sakit hati. Sikap demikian itu sama saja membuat batin sendiri ternoda.
Selama ucapan itu ternoda maka selama itu pula batin menjadi tidak
damai. Minimal ia akan selalu menimbang–nimbang kata yang telah
diucapkan. Hal ini tak dapat dihindari, karena semua manusia punya
perasaan, pikiran yang selalu membututi dan ikut menimbang–nimbang
ucapan yang telah dikeluarkan. Perasaan dan pikiran inilah akan selalu
membayangi kehidupan suasana batin tidak tenang.
Berkata-kata baik, menyenangkan, bermanfaat, penuh makna dan
suci disebut wacika. Wacika adalah perkataan yang baik (suci). Kata-
kata ibarat pisau bermata dua, disatu pihak akan bisa mendatangkan
kebaikan dan di lain pihak akan bisa mendatangkan penderitaan bahkan
kematian, seperti termuat dalam kitab Nitisastra sargah V.3 sebagai
berikut :
“Wasita nimittanta manemu laksmi, Wasita nimittanta pati kapangguh,
Wasita nimittanta manemu dukha, Wasita nimittanta manemu mitra”.
Terjemahan:
Oleh perkataan engkau akan mendapat bahagia, oleh perkataan engkau
akan menemui ajalmu, oleh perkataan engkau akan mendapatkan
kesusahan, oleh perkataan engkau akan mendapatkan sahabat.
Demikianlah akibat dari perkataan yang diucapkan ada yang baik dan
ada yang buruk. Kata-kata kotor atau buruk disebut Mada (dalam Tri
Mala). Kata-kata yang kotor seperti raja pisuna (fitnah), wak purusa
(berkata kasar), berbohong dan sebagainya tidak usah dipelihara, sebab
hal tersebut akan bisa mendatangkan penderitaan bahkan lebih fatal lagi
bisa menyebabkan kematian. Oleh karena itu marilah kita sucikan wak/
kata-kata sehingga menjadi “wacika” yaitu kata-kata yang suci, karena
kata-kata yang suci ini akan dapat mengantarkan kita kepada sahabat
atau mitra dan kepada kebahagiaan atau laksmi. Ada empat cara (karma
patha) untuk menyucikan perkataan yaitu :
1). Tidak berkata jahat (ujar ahala). Kata-kata jahat yang terucap
akan dapat mencemarkan vibrasi kesucian, baik kesucian yang
mengucapkan maupun yang mendengarkan. Karena dalam kata-
kata yang jahat itu ada gelombang yang mengganggu keseimbangan
vibrasi kesucian.
2). Tidak berkata kasar (ujar akrodha), seperti menghardik, mencaci,
mencela. Kata-kata kasar itu sangat menyakitkan bagi yang
mendengarkan dan sesungguhnya dapat mengurangi vibrasi
kesucian bagi yang mengucapkan. Perlu diperhatikan, meskipun
niat baik, kalau diucapkan dengan kata-kata yang kasar maka niat
baik itu turun nilainya (menjadi tidak baik). Bagi yang mempunyai
kebiasaan berkata kasar, berjuanglah untuk merubahnya.
3). Tidak memfitnah (raja pisuna). Ada pepatah mengatakan fitnah itu
lebih kejam dari pembunuhan. Dalam persaingan hidup orang sering
mengalahkan persaingan dengan cara memfitnah agar lawan dengan
mudah dikalahkan. Salah satu sifat manusia yang dapat menimbulkan
akibat negatif adalah yang disebut “distinksi” yaitu suatu dorongan
untuk lebih dari orang lain. Kalau ia tidak mampu berbuat lebih dari
kenyataan maka fitnahpun akan dipakai senjata agar ia kelihatan
lebih dari yang lain. Cegahlah lidah agar tidak mengucapkan kata-
kata fitnah.
4). Tidak mengeluarkan kata-kata yang mengandung kebohongan.
Kebiasaan berbohong ini juga sering di dorong oleh nafsu distinksi
tadi. Agar ia kelihatan lebih dari orang lain berbohongpun sering
dilakukan. Berbohongpun sering dilakukan untuk menutupi
kekurangan diri. Menghilangkan kebiasaan berbohong memang
susah, namun ini haruslah dibiasakan untuk rela menerima apa
adanya sesuai karma kita.
Demikianlah empat hal yang harus dibiasakan agar tidak keluar dari
lidah kita kata-kata yang tidak baik atau menyakitkan. Untuk melatih
itu biasakanlah menyanyikan nama-nama Tuhan atau Dharmagita atau
Mantram-mantram tertentu secara terus menerus, sampai kebiasaan
‘kurang baik’ itu dapat dihapuskan. Hal ini memang memerlukan
kesungguhan, karena mengubah kebiasaan jelek memang tidak mudah.
Kebaikan itu hanya dapat diwujudkan dengan cara membiasakannya
sampai melembaga dalam tingkah laku. Pada mulanya memang
dirasakan beban, tetapi lama-kelamaan akan menjadi kebutuhan. Orang
suci sudah menjadi kewajibannya untuk selalu bertutur-kata suci, oleh
karenanya kebahagiaan batin itu dapat terwujudkan.
Manfaat dari ajaran “mona” (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah
dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian
luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental
yang dimotivasi oleh sifat-sifat selalu mengusahakan untuk berbicara
yang baik dan suci.
j. Snana berarti melakukan pemujaan dengan Tri Sandhya.
Snana artinya tekun melaksanakan pembersihan dan penyucian batin
dengan sembahyang tiga kali sehari atau tri sandhya. Melaksanakan tri
sandhya bila dicermati suasana pelaksanaannya, sesungguhnya adalah
dasar dari dhyana. Biasanya seseorang sebelum secara tekun dapat
melakukan dhyana maka tingkatan dasar (tri sandhya) dilakukan
terlebih dahulu. Praktik ini diawali dengan membersihkan badan,
seperti mandi. Aktivitas antara mandi dengan tri sandhya sangat erat
282 Kelas XII SMA/SMK
hubungannya, dimana dengan memebersihkan badan terlebih dahulu
pelaksanaan tri sandhya itu akan menjadi lebih mantap. Dengan kata
lain terbiasa membersihkan diri, badan, mandi sebelum akan melakukan
pemujaan kehadapan-Nya dapat mendukung suksesnya sembahyang
dengan baik. Seperti yang telah terbiasa dipraktikkan atau dilaksanakan
oleh umat sedharma dalam memuja isthaDewata, panca sembah atau
kramaning sembah dilaksanakan setelah melakukan pemujaan dengan
mantram tri sadhya bersama. Kitab suci weda menjelaskan sebagai
berikut;
Sarvà pavitrà vitatà-adhyasmat.
Terjemahan:
‘Semua hal (benda) yang suci
mengelilingi kita’
(Atharvaveda VI.124. 3).
Dengan kesucian diri dan hati dapat
menyebabkan seseorang memperoleh
kebahagiaan, menghancurkan pikiran
atau perbuatan yang tercela. Orang
yang memiliki kesucian hati mencapai
surga dan bila kita berpikiran yang jernih serta suci, maka kesucian akan
selalu melindungi kita. Kesucian atau hidup suci telah diamanatkan
sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi/
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu ada baiknya sebagai umat
sedharma selalu terjaga untuk hidup suci.
Manfaat dari ajaran Snana (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah
dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian
luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental
yang dimotivasi oleh sifat-sifat kesucian yang secara tekun melakukan
pemujaan dengan ‘Tri Sandhya, dan do’a sehari-hari’ yang lainnya.
Ajaran dasa nyama brata yang terdapat dalam sloka kitab
saracamucchaya, adalah merupakan pegangan hidup bagi umat
sedharma yang hendak mencapai kesempurnaan batin. Upaya itu dapat
dicapai ‘moksa‘kehidupan yang abadi melalui pengamalan hidup di
dunia dengan berlaksana yang benar. Dunia ini tempat berbuat, oleh
sebab itu perilaku sehari-hari yang ditampilkan oleh umat sedharma
dapat dijadikan ukuran sampai dimana tingkat kesempurnaan jiwa-
nya. Seseorang dalam hidupnya. Dalam pengamalannya keluar, maka
sebelumnya orang hendaknya mengadakan pembenahan kedalam diri
sendiri terlebih dahulu, baru mengadakan pembenahan keluar diri. Hal
ini wajar karena bagaimana orang dapat membenahi orang lain jika
dirinya belum dibenahi.
Atma merupakan percikan terkecil dari Brahman yang sudah memasuki
tubuh sehingga menimbulkan adanya penghidupan, dan gerak yang
disemangati oleh atma itu sendiri. Ia menjadi pelaku lima klesa atau
sumber kesedihan yakni avidya (ketidaktahuan), asmita (kesombongan
/ keakuan), Raga (keterikatan dan kesukaan), Dvesa (kemarahan,
keserakahan) dan Abhinivesa (ketakutan yang berlebihan terhadap
kematian). Selama adanya perubahan dan kegoncangan pada pikiran,
selama itu pula atma terpantulkan pada perubahan – perubahan itu. Dan
untuk melepaskan atma dari cengkraman lima klesa tersebut di dalam
yoga dapat dilakukan dengan disiplin kriya – yoga dimana kriya – yoga
sekaligus membawa pikiran pada keadaan Samadhi. Di dalam Kriya –
yoga itu sendiri diantaranya berisikan beberapa aktivitas yaitu : tapas
(kesederhanaan), svadhyaya (mempelajari dan memahami kitab suci).
Akal atau budhi merupakan azas kejiwaan namun bukan meupakan
roh yang memiliki kesadaran. Ia yang halus dari segala proses
kecakapan mental untuk lebih mempertimbangkan dan memutuskan
segala sesuatu yang diajukan oleh indrya yang lebih rendah, namun ia
(budhi). Sebagai azas kejiwaan atau psikologis, ia memiliki sifat jnana
(pengetahuan), dharma (kebajikan, tidak bernafsu / wairagya) dan
aiswarya (ketuhanan). Namun terkadang suara–suara kebajikan yang
keluar dari budhi itu sendiri masih belum mampu mengalahkan kuatnya
pengaruh daripada indra–indra yang ada pada diri kita sehingga timbul
perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh budhi itu
sendiri. Melalui kebijaksanaan yang dapat kita peroleh dengan jnana
atau pengetahuan dapat membersihkan akal itu sendiri sehingga sinar
sattva mampu merefleksikan kesadaran jiwa (purusha) itu sendiri.
Uji Kompetensi:
1. Apakah makna dari masing-masing bagian ajaran Dasa
Nyama bratha tersebut bila kita hubungkan dengan kehidupan
bermasyarakat keseharian seperti sekarang ini? Jelaskanlah!
2. Kita semua patut bersyukur dapat menerima warisan leluhur
berupa ajaran Dasa Nyama bratha, dengan cara bagaimana anda
mewujudkan rasa bersyukur itu? Deskripsikanlah!
284 Kelas XII SMA/SMK
D. Contoh Penerapan Dasa Yama Bratha dan Dasa
Nyama Bratha dalam Kehidupan.
Dasa Yama bratha dan Dasa Nyama bratha adalah konsep ajaran yang dapat
mempermulia sifat dan sikap seseorang dalam hidup dan kehidupannya. Oleh
karena itu wajib hukumnya untuk dapat diterapkan dengan sungguh-sungguh
dalam hidup dan kehidupan sehari-hari. Berikut adalah contoh penerapannya
dalam bentuk cerita singkat.
1. Contoh penerapan Dasa Yama Bratha dalam kehidupan.
Perenungan.
Uccā divi dakûióāvanto asthur
ye asvadāh saha te sùryeóa.
Terjemahan:
“Orang-orang yang dermawan menghuni tempat yang tinggi di alam surga.
Orang-orang yang tidak picik, yang mendermakan kuda, bertempat tinggal
bersama Sang Hyang Surya (Rgveda X. 107. 2).
3. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari
pengamalan ajaran Dasa Nyama bratha dalam hidup bermasyarakat?
Tuliskanlah pengalaman anda! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari
bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!
4. Amatilah masyarakat lingkungan sekitar anda terkait dengan
pengamalan ajaran Dasa Nyama bratha dalam keseharian, buatlah
catatan tersendiri dan diskusikanlah dengan orang tua, saudara,
dan anggota keluarga anda. Buatlah narasinya 1–3 halaman diketik
dengan huruf Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas
kwarto; 4-3-3-4! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari bapak/ibu
guru yang mengajar di kelas!
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 285
Pemburu dan Burung Sindhuka
Di sebuah puncak gunung, ada sebuah pohon besar. Di pohon itu, tinggal
seekor burung istimewa bernama Sindhuka. Keistimewaan burung itu adalah,
tahinya selalu berubah menjadi emas.
Pada suatu hari, seorang pemburu datang ke tempat itu. Ketika dia mengamati
burung itu berak dan tahinya segera menjadi selempengan emas, ia sangat
takjub. “Sudah sejak kecil aku menangkap ribuan burung, namun tidak pernah
melihat tahi burung berubah menjadi emas,”kata pemburu itu dalam hati.
Kemudian sang pemburu memasang perangkap di pohon itu. Burung yang
bodoh itu tidak menghiraukannya perangkap itu. Dia terperangkap dan
pemburu itu segera mengambil dan memasukkan ke dalam sangkar.
Kemudian dia berpikir dalam hati, “sekarang sebelum seseorang menemukan
burung yang aneh ini dan melaporkannya kepada raja, lebih baik aku sendiri
yang pergi dan memperlihatkan burung ini kepada raja.”
Si pemburu segera menghadap raja dan menuturkan semuanya tentang hal
ihwal burung itu. Sang raja menjadi senang dan berkata kepada pelayan-
pelayannya, “Peliharalah burung ini dengan saksama. Berikanlah dia makanan
dan minuman dengan baik.”
Namun para menteri raja berkata kepadanya, “Yang Mulia, bagaimana
Tuan dapat mempercayai kata-kata seorang pemburu? Apakah mungkin
mendapatkan emas dari tahi seekor burung? Kami menganjurkan Tuan untuk
mengeluarkannya dari sangkar itu dan melepaskannya.”
Setelah berpikir cukup lama, sang raja memperhatikan nasihat para menteri itu.
Burung itupun di lepas ke alam bebas. Burung itu terbang dan bertengger di
atas pintu gerbang dekat sana dan mengeluarkan tahinya yang segera menjadi
emas.Burung itu berkata;
“Pada mulanya aku bodoh, kemudian pemburu, kemudian para menteri,
kemudian raja. Kita semua adalah kelompok orang bodoh, (Dikutip dari Buku
Panca Tantra ketiga, hal. 77 s/d 79).
2. Contoh penerapan Dasa Nyama Bratha dalam kehidupan.
Perenungan.
Utpàtàh pàrtáivàntarikûàh
saý no divicarà grahàá.
Terjemahan:
‘Semoga semua gangguan terhadap bumi dan langit berakhir. Semoga
planet-planet yang amat menyenangkan memberikan kedamaian kepada
kami (Atharvaveda XIX. 9. 7).
Ketenangan, kedamaian atau ketentraman batin adalah sesuatu yang menjadi
dambaan setiap mahkluk yang dilahirkan ke dunia ini. Lingkungan yang
nyaman tidak hanya diharapkan oleh umat manusia, tumbuh-tumbuhan dan
binatang pun juga memerlukan kedamaian itu. Demikianlah weda sumber
ajaran agama kita mengajarkan kedamaian didambakan untuk semuanya,
Uji Kompetensi:
1. Baca dan hayatilah dengan baik ceritera yang berjudul “Seorang
Pemburu dan Burung Sindhuka” sebagaimana tersurat seperti
tersebut di atas! Nilai-nilai ajaran Dasa Yamabrata yang manakah
yang manakah tersurat dan tersirat di dalam cerita itu? Mengapa
demikian, buatlah narasinya dan deskripsikanlah sesuai dengan
petunjuk dari bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!
2. Carilah artikel yang berhubungan dengan penerapan ajaran
Dasa Yama brata di media cetak sosial dan pendidikan. Buatlah
ringkasannya dan paparkanlah isinya di depan kelas sebagai
laporan hasil kegiatan yang dimaksud sesuai dengan petunjuk dari
bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!
3. Amatilah sekitar lingkungan anda, adakah penerapan ajaran Dasa
Yamabrata sehubungan dengan pembentukan kepribadian yang
luhur dari anggota lingkungan sekitar-mu? Lakukanlah pencatatan
seperlunya, diskusikan dengan orang tua-mu. Buatlah narasinya
1–3 halaman diketik dengan huruf Times New Roman –12, spasi
1,5 cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! dan deskripsikanlah sesuai
dengan petunjuk dari bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!
utamanya lingkungan sekitar kita. Kedamaian yang sejati adalah bersatunya
àtman sebagai sumber hidup setiap mahluk dengan Brahman/Tuhan Yang
Maha Esa. Kedamaian bukan hanya untuk saat ini, diri sendiri, tetapi juga
untuk masa yang akan datang, orang lain atau masyarakat. Bagaimana
kedamaian itu dapat terwujud dalam kehidupan ini? ada baiknya simaklah
ceritra berikut ini!
Bala Dewa dan Narayana
Sang
Penyelamat Dunia
Dahulu kala hidup seorang raksasa Sang Kangsa namanya. Sang Kangsa
adalah raksasa yang berwatak tidak baik. Ia suka membuat huru-hara dan
melakukan penganiayaan terhadap bangsa Yadawa. Sang Kangsa memiliki
istri bernama Devi Asti dan Devi Prapti. Kedua putri ini adalah putra dari
Prabhu Jarasanda, seorang raja dari Negeri Widarbha. Prabhu Jarasanda
terkenal sangat kebal terhadap segala macam jenis senjata, karenanya seluruh
raja yang ada dimuka bumi ini takut padanya. Perkawinan Sang Kangsa dengan
putri Prabhu Jarasanda menyebabkan tabiat tidak baik dari Sang Kangsa
menjadi semakin bertambah, karena merasa memiliki pelindung seorang raja
yang sakti dan ditakuti oleh seluruh raja yang ada dimuka bumi ini. Begitulah
dikisahkan, bahwa nafsu angkara murka Sang Kangsa semakin berkobar-
kobar, kebengisannya semakin bertambah. Kegemarannya menganiaya
bangsa Yadawa dengan tidak mengenal pradaban/perikemanusiaan semakin
menjadi-jadi.
Sang Kangsa belum puas dengan tindakannya sebatas membabat bangsa
Yadawa saja, maka segera ia memerintahkan kepada prajuritnya untuk
menaklukkan Negeri Boja. Perintah Sang Kangsa kepada prajuritnya, “Hai
tentaraku sekalian, dengarkanlah ini titah rajamu! Aku Kangsa belum merasa
puas dengan keadaan seperti sekaranmg ini. Aku ingin menaklukkan raja-
raja di seluruh permukaan bumi ini. Untuk itu, pertama-tama aku ingin
menghancurkan Negeri Boja. Tunjukkanlah keberanian, keperkasaanmu
sebagai prajurit raksasa dalam peperangan nanti. Laksanakanlah segera
titahku ini!”. Setelah mendapatkan titah demikian, para prajurit raksasa
mempersiapkan perlengkapan perangnya selanjutnya segera berangkat hendak
menyerbu Negeri Boja. Para raja bangsa Negeri Boja yang tidak mau tunduk
segera dibunuh, karena memang demikianlah tabiat asli Sang Kangsa. Tiada
henti-hentinya mereka mengejar para raja bangsa Boja. Kemanapun mereka
melarikan diri, yang berhasil mereka tangkap dianiaya dengan keji.
Karena tingkah laku Sang Kangsa seperti itu, sudah tentu menimbulkan
ketakutan sekalian para raja, para kesatriya dan bangsa Boja. Lebih-lebih lagi
para kawula kecil, ketakutan itu senantiasa mencekam hatinya. Tempat tinggal
mereka bukan lagi merupakan tempat yang aman, tetapi sudah merupakan
neraka sebagai tempat penyiksaan manusia yang dilakukan oleh tentara
raksasa yang bengis. Oleh karena daerah tempat tinggal mereka bukan lagi
merupakan tempat tinggal yang nyaman, lalu selanjutnya mereka melarikan
diri entah kemana, tidak tentu arah dan tujuannya. Kemana kaki melangkah,
kesanalah menuju, yang penting dapat meloloskan diri dari neraka siksaan
prajurit raksasa. Itulah yang terlintas dalam benak dan pikirannya.
Diantara orang-orang yang melarikan diri ada yang menceburkan diri ke
laut karena ia lebih suka mati seperti itu dari pada mati dalam penganiayaan
Sang Kangsa berikut pengikut-pengikutnya yang bengis itu. Selain itu ada
pula yang menceburkan diri ke dalam jurang yang kemudian mereka jatuh
dan mati dengan keadaan badan hancur berkeping-keping. Lain lagi ada
yang melarikan diri ke dalam hutan kemudian bersembunyi di dalam gua-
gua untuk menyelamatkan dirinya, akan tetapi akhirnya ia mati juga diterkam
dan dimangsa oleh binatang buas. Alangkah sengsaranya seluruh bangsa Boja
pada waktu itu oleh perbuatan bengis Sang Kangsa dan pengikut-pengikutnya.
Sementara huru-hara itu terus berlangsung karena Sang Kangsa dan pengikut-
pengikutnya terus mengadakan pengejaran terhadap raja-raja bangsa Yadawa
yang terus melarikan diri. Akhirnya banyak raja bangsa Boja berikut
keluarganya datang ke Negeri Dwaraka (Dwarati) meminta perlindungan
kepa Sri Narayana.
Sri Narayana terkejut karena kedatangan pengungsi raja bangsa Boja berikut
keluarganya, kemudian menyapanya. “Wahai tuan-tuan raja dan kesatria
bangsa Boja, kenapa gerangan datang berduyun-duyun kemari dengan disertai
keluarga? Apakah yang telah terjadi atas negeri tuan ?” Demikianlah Sri
Narayana menyapanya.
“Ampun tuanku, Sri Narayana. Tuanku adalah perwujudan Wisnu di jagatraya
ini. Tuanku adalah pelindung jagatraya ini dari segala kehancurannya. Tuanku
juga pengayom kawula kecil yang lemah. Oh, tuanku yang maha kasih, tuanku
adalah penyayang segala yang ada ini. Hamba sekalian datang untuk memohon
belas kasihan tuanku yang mulia. Sudilah kiranya paduka tuanku melindungi
kami dan bangsa kami dari kehancuran. Saat ini bangsa kami diserang oleh
Sang Kangsa yang biadab itu”.
“Duhai saudara-saudaraku bangsa Boja, hatiku menjadi sedih dan haru
mendengar ucapan kalian. Oh Sang Hyang Widhi, lindungi dan tabahkanlah
hati umat-Mu dari kebengisan Sang Kangsa. Dan ai Kangsa tak jemu-jemunya
kau menyusahkan dunia, maka sudah sepatutnya engkau mendapat hukuman
dari Sang Hyang Widhi. Aku akan datang untuk membunuh-mu”. Demikianlah
Sri Narayana berkata sambil menggertakkan giginya.
Kemudian para pemimpin/ksatria bangsa Boja bermohon lagi sambil
menangis. Oh, Paduka tuanku, tuluskanlah kasih paduka tuanku kepada kami.
Bunuhlah si Kangsa dan seluruh pengikutnya dari muka bumi ini agar bangsa
Boja dapat hidup tenang kembali. Kami merasa sangat kasihan menyaksikan
nasib bangsa kami dari penganiayaan si Kangsa. Hanya sedih yang dapat kami
lakukan terhadap derita bangsa kami. Sedangkan untuk membebaskannya,
kami tidak punya kemampuan untuk itu. Hanya pada tuanku kami temukan
kekuatan itu untuk melenyapkan si Kangsa yang biadab. Karena itu, padamu
kami berlindung”.
Mendengar permohonan para ksatria dan pemimpin bangsa Boja yang sangat
memilukan hati, Sri Narayana dan Sang Kakarsana (BalaDeva), menjadi
terketuk hatinya. Sri Narayana dan Sang Kakarsana menyanggupi untuk
memberikan pertolongan. Keduanya sudah sepakat hendak melawan Sang
Kangsa, kendatipun keduanya hancur menjadi abu. “Kakang Mas Kakarsana,
kita tidak dapat membiarkan keadaan ini berlarut-larut. Mari segera kita
hancurkan si Kangsa sebelum bangsa Boja hancur oleh ulahnya yang tidak
mengenal perikemanusiaan”. “Baik Dimas, rasanya tangan kakang sudah ingin
mencekik lehernya sampai mati. Kakang sudah muak dengan tingkah lakunya
yang menjadi semakin biadab. Ayo Dimas, mari kita berangkat. Tunggu apa
lagi”.
Setelah berkata demikian, kedua ksatria muda itu berangkat lengkap dengan
senjatanya masing-masing. Matanya merah bagaikan darah segar mengalir
sebagai tanda murka yang luar biasa. Namun sebelum berangkat, beliau
mempersilakan tamunya beristirahat. Sang Sri Narayana dan Sang Kakarsana,
keduanya adalah merupakan buruan Sang Kangsa, karena keduanya dianggap
perintang untuk mewujudkan cita-citanya menaklukan seluruh raja yang ada
di permukaan bumi ini. Karena itu, begitu ia melihat keduanya, Sang Kangsa
sangat senang hatinya.
Kemudian berkata:
“Hai penjahat-penjahat kecil, pucuk dicinta ulam tiba. Engkau yang kucari-
cari selama ini tidak ketemu, dimana saja engkau bersembunyi? Tetapi tidak
dicari rupanya engkau datang untuk mengantarkan nyawa, sehingga aku tidak
usah payah-payah mencarimu lagi”. Demikianlah Sang Kangsa berkata dengan
sangat senangnya sambil tertawa terbahak-bahak. Namun tidak sedikitpun Sri
Narayana dan Sang Kakarsana gentar mendengarkan kata-kata Sang Kangsa
karena memang sudah bulat hatinya untuk melawan. Kemudian balik meraka
berkata :
“Hai manusia jahat. Rupanya engkau pandai memutar balikan fakta. Aku,
kau katakan penjahat cilik, apakah itu tidak sebaliknya? Bukankah engkau
penjahat besar yang telah mengganggu dan merusak tatanan masyarakat?
Bukankah engkau adalah pengganggu ketentraman masyarakat? Engkaulah
semua itu. Jadi bukan aku. Karena itu, sudah sepantasnya engkau dilenyapkan
dari muka bumi ini. Kedatangan ku kemari adalah untuk itu, bukanlah untuk
mengantarkan nyawa sebagai katamu itu. Nah bersiaplah untuk mati”.
Demikianlah kata-kata Sri Narayana.
Sang Kangsa yang sangat kegirangan melihat kehadiran Sang Sri Narayana dan
Sang Kakarsana mendadak menjadi merah padam mukanya bagaikan ditampar
mendengar kata-kata pedas Sri Narayana. Timbulah kemarahannya yang luar
biasa. Dan berkata : “Hai anak-anak kemarin sore, berani engkau berkata
sombong dihadapanku. Mustahil engkau dapat mengalahkan kesaktianku.
Lihatlah berapa banyak para raja telah dapat aku taklukkan, apalagi engkau
yang baru kemarin sore, belum apa-apa bagiku, tanganku sebelah saja dapat
memecahkan kepalamu”.
“Hai perusak ketentraman masyarakat, mungkin dihadapan raja-raja yang
telah kau taklukan, kau dapat berkata sombong. Akan tetapi dihadapanku
engkau tidak boleh berkata begitu. Nah bersiaplah untuk mati”.
Setelah berkata demikian, Sang Baladeva dan Sri Narayana bersiap
dengan senjatanya masing-masing. Sedangkan Sang Kangsa yang hatinya
sedang terbakar oleh kemarahannya karena merasa dihina oleh orang
yang masih terlalu muda, dengan sangat bernafsu ingin membunuh Sang
BalaDeva dengan Sri Narayana. Hal ini juga didorong karena andal dengan
kesaktiannya sehingga meremehkan musuh yang sedang dihadapinya. Sang
Kangsa segera maju hendak meraih tangan Sri Narayana, namun dengan
tangkasnya Sang Kakarsana mengayunkan senjata pegangannya ke dada
Sang Kangsa. Bersamaan dengan itu Sri Narayana yang telah bersiap-siap
kemudian melepaskan senjatanya. Masing-masing senjatanya tepat mengenai
dada Sang Kangsa, sehingga dadanya berlubang dua dan mati dengan tidak
sempat berkata apa-apa. Demikianlah Sang Kangsa terbunuh, karena terlalu
menyombongkan diri akan kesaktiannya, tidak beradab dan selalu menyakiti
sesamanya. Karena keangkuhannya maka kesaktiannya lenyap begitu saja.
Hal ini pertanda bahwa Sang Hyang Widhi tidak berkenan bila diantara
ciptaan-Nya, saling tidak memperhatikan, saling merusak dan selalu bertindak
adharma. Setiap saat ciptaan-Nya dirusak maka setiap saat itu pula beliau
berkehendak menyelamatkannya. Sri Narayana sesungguhnya adalah utusan
Sang Hyang Widhi untuk menyelamatkan dunia beserta isinya dari kehancuran.
Dunia dan isinya akan selalu damai serta harmonis bila diantaranya mampu
hidup rukun, saling menyayangi dan mengasihi. Begitulah nasib Sang Kangsa
(durjana) yang tidak mengindahkan dharma dalam hidupnya, terbunuh oleh
Sri Narayana dan Baladeva sebagai penjelmaan “Dharma”. Sikap dan perilaku
Sang Kangsa yang demikian tidaklah patut unutk ditiru, apalagi dilaksanakan!
Demikianlah uraian singkat mengenai ajaran Dasa Yamabrata sebagaimana
tersurat dalam beberapa susastra Hindu yang dapat dipedomani untuk
mewujudkan tatanan masyarakat yang; tenang, tentram, damai, abadi, dan
usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.