Rabu, 09 Juli 2025

pelajaran hindu. 6

 


eniti jalan tantra. Beberapa orang 

Indolog beranggapan bahwa ada hubungan antara Konsep-Devi (Mother-

Goddes) yang bukti-buktinya terdapat dalam suatu zeal di Lembah Sindhu 

(sekarang ada di Pakistan), dengan Konsep Mahanirwana Tantra. Konsep 

ini berpangkal pada percakapan Devi Parwati dengan Deva Siva yang 

menguraikan turunnya Devi Durga ke Bumi pada zaman Kali untuk 

menyelamatkan dunia dari kehancuran moral dan perilaku.

4. Penyelamat dunia dari kehancuran.

Dalam beberapa sumber Devi Durga juga disebut “Candi”. Dari sinilah pada 

mulanya muncul istilah “candi” (candikaghra) untuk menamai bangunan 

suci sebagai tempat memuja Deva dan arwah yang telah suci. Peran Devi 

Durga dalam menyelamatkan dunia dari kehancuran moral dan perilaku 

disebut kalimosada. Kalimosada (Kali-maha-usada), yang artinya Devi 

Durga adalah obat yang paling mujarab dalam zaman kekacauan moral, 

pikiran dan perilaku; sedangkan misi Beliau turun ke bumi disebut 

Kalika-Dharma. Seiring pendistorsian ajaran Hindu di Indonesia. Apakah 

kalimosada ‘Kalimat Syahadat’.

0

5. Mewarnai kebudayaan dan keagamaan.

Prinsip-prinsip Tantra terdapat dalam buku bernama Nigama, sedangkan 

praktek-prakteknya dalam buku Agama. Sebagian buku-buku kono itu 

telah hilang dan sebagian lagi tak dapat dimengerti karena tertulis dalam 

tulisan rahasia untuk menjaga kerahasiaan Tantra terhadap mereka yang 

tak memperoleh inisiasi. Ada beberapa jenis kitab yang memuat ajaran 

Tantrayana, yaitu antara lain : Maha Nirwana Tantra, Kularnawa Tantra, 

Tantra Bidhana, Yoginirdaya Tantra, Tantra sara, dsb.

Dalam perkembangannya, praktek tantra ini juga selalu mewarnai 

kebudayaan dan keagamaan yang berkembang di nusantara. Hal ini dapat 

dilihat dari berbagai jenis peninggalan prasasti, candi dan arca-arca bercorak 

tantrik. Karakteristik tantrisme di India secara alami ajaran-ajarannya yang 

berpedoman pada Weda, mengalir ke Indonesia. Konsekuensinya, bahwa 

ajaran-ajaran Tantra yang bersumber pada Weda, di Indonesia berkembang 

sebagaimana yang diharapkan oleh para pengikutnya.

Yantra

Yantra adalah sarana dan tempat memusatkan pikiran. Adapun unsur-unsur 

sebuah yantra adalah: Titik (bindu), garis lurus, segitiga, lingkaran, heksagon 

(persegienam), bujur sangkar, bintang (pentagon), garis melintang, svastika, 

bintang segi enam (star heksagon), dan padma yang untuk lebih jelasnya dapat 

diterangkan sebagai berikut:

1. Bindu (titik).

Titik adalah yang meresapi semua konsep ruang, setiap gerakan, setiap 

bentuk, dapat dipahami sebagai terbuat dari titik-titik. Ruang alam, ether, 

merupakan tempat, yaitu kemungkinan penegasan tempat-tempat tertentu 

atau titik-titik. Yang meresapi segala, yang terbentang merupakan titik 

secara matematik merupakan ekspresi dari sifat eter. Titik dapat juga 

menggambarkan keterbatasan perbedaan yang satu eksistensi atau asal 

manifestasi yang satu dengan yang lainnya. Ketika sesuatu eksistensi dalam 

tingkat tidak termanifestasi menjadi bermanifestasi, maka manifestasi 

mulai di berbagai tempat, dalam beberapa titik di ruang angkasa, dalam 

beberapa titik waktu. Dan hal itu mesti terjadi secara spontan yang pada 

mulanya sesuatu tidak muncul dan selanjutnya menampakkan diri dalam 

suatu lokasi. Spontanitas pertama ketika sesuatu belum menampakkan diri 

dan kemudian muncul dengan cukup digambarkan melalui titik, yang bisa 

dijelaskan sebagai “suatu manifestasi yang terbatas”.

                                           

2. Garis lurus.

Ketika sebuah titik bergerak secara bebas dalam atraksinya yang 

abadi, gerakannya itu berbentuk garis lurus. Garis lurus dipakai untuk 

menggambarkan gerakan yang tiada merintangi, demikianlah prinsip dari 

semua perkembangan.

3. Segitiga.

Perkembangan dipadukan untuk bangkit atau sebuah gerakan ke arah atas 

dapat digambarkan dengan sebuah anak panah atau lidah api. Segitiga 

dengan pucaknya ke atas melambangkan api, diidentifikasikan dengan 

prinsip laki-laki, lingga atau phallus, simbol Siva, leluhur atau manusia 

kosmos (purusa). Segala gerakan ke atas adalah sifat dari unsur api, 

aktivitas mental dalam bentuknya yang halus. Simbol bilangannya adalah 

nomor 3.

Segitiga dengan puncaknya ke bawah menggambarkan kekuatan 

kelembaman yang di tarik ke bawah, dan tendesi aktivitas menekan. Hal ini 

disosiasikan dengan unsur air, yang tendensinya selalu ke bawah, merata 

pada levelnya. Hal ini merupakan aspek pasif dari ciptaan dan hal ini pula 

dilambangkan dengan ‘yoni’ atau organ wanita, yang merupakan lambang 

dari Energi (sakti) atau sifat Kosmik (prakrti). Simbol lainnya diasiosasikan 

dengan unsur air adalah lengkung dari sebuah lingkaran, bulan sabit dan 

gelombang. Angka bilangan yang menjadi simbolnya adalah angka 2.

4. Lingkaran.

Gerak dari lingkaran muncul melalui revolusi planet-planet. Hal ini 

merupakan simbol dari semuanya kembali lagi, semua siklus, semua 

irama, yang membuat kemungkinan adanya eksistensi. Gerakan melingkar 

adalah kecenderungan sifat rajas (berputar) yang merupakan sifat dari 

manifestasi yang dapat dimengerti. Pusat lingkaran, bagaimanapun, 

dapat melambangkan ciptaan yang dapat ditarik ke dalam, energi yang 

bergelung, yang ketika dibangkitkan, mengantarkan semua mahluk 

dapat menyeberangi ruang dan bentuk manifestasi dan mencapai tingkat 

kebebasan.

5. Persegi Enam (Hexagon).

Lingkaran kadang-kadang dijadikan sebuah unsur dari sebuah udara, 

meskipun secara konvensional simbol untuk udara adalah persegi enam 

(hexagon). Gerakan merupakan sifat dari udara, namun gerakannya tidak 

teratur (kacau), gerakannya yang banyak di gambarkan melalui perkalian 

dari angka primer 2 dan 3, yang merupakan bilangan alami yang tidak 

182 Kelas XII SMA/SMK 

bernyawa.

6. Bujur sangkar.

“Gerakan perpanjangan yang dihubungkan dengan banyak sisi. Di antara 

figur banyak sisi satu dengan unsur yang sangat sedikit (bagian dari 

segitiga) adalah bujur sangkar. Bujur sangkar dijadikan lambang bumi. 

Bujur sangkar ini melambangkan unsur bunyi” (Devaraja Vidya Vacaspati, 

“Mantra-Yantra-Tantra, seperti dikutip Danielou, 1964: 353). Angka 

bilangan yang merupakan simbul bumi adalah 4.

7. Bintang (Pentagon).

Segala kehidupan yang tidak bernyawa dipercaya diatur dengan angka 

bilangan 3 dan dikalikan 2 dan 3. Kehidupan, sensasi, permunculan hanyalah 

ketika nomor 5 menjadi sebuah komponen di dalam struktur segala sesuatu. 

Nomor 5 diasosiasikan dengan Siwa, Leluhur umat segalanya, sumber 

kehidupan. Bintang diasosiasikan dengan cinta dan nafsu seperti halnya 

kekuatan untuk memisahkan. Hal ini merupakan unsur yang sangat penting 

dari yantra-yantra yang bersifat magis.

8. Tanda Tambah.

Ketika titik berkembang dalam ruang mengarah ke 4 jurusan, terjadilah 

tanda tambah. Tanda ini merupakan simbul dari perkembangan titik di dalam 

ruang seperti halnya juga pengkerutan (reduksi) ruang menjadi satu (ke 

titik tengah). Hal ini menunjukkan bahwa satu kekuatan bisa berkembang 

berlipat ganda. Di Bali tanda tambah ini disebut “tapak dara”, tanda bekas 

diinjak burung merpati, digunakan untuk mengembalikan keseimbangan 

magis.

9. Svastika.

Pengetahuan yang Transcendent dikatakan “berliku-liku” karena 

pengetahuannya tidak langsung dapat dipahami, di luar lingkup logika 

umat manusia. Tanda tambah yang sederhana tidak hanya menggambarkan 

reduksi ruang menuju satu kesatuan, tetapi juga lapangan manifestasi yang 

dari titik pusat, bindu, simbol eter, mengembang ke 4 arah mata angin dan 

4 unsur yang nampak.

Hal ini, bagaimanapun, tidak benar dilihat dari pandangan kedewataan 

yang luhur, yang tidak dapat diambil sedemikian rupa dalam satu kesatuan. 

Hal ini diperlihatkan dengan cabang berliku dari kemurahan svastika, yang 

bagaimanapun dihubungkan dengan titik pusat material, saat ini titik tidak 

dapat ditentukan luas ruang angkasa.

                                           

10. Bintang Segi Enam (Hexagon).

Bintang segi enam (hexagon) atau kenyataannya dalam bentuk dodecagon 

adalah salah satu unsur yantra yang sangat umum. Dibuat dari dua segi tiga 

yang saling tembus (penetrasi). Kita dapat melihat segi tiga yang puncaknya 

menghadap ke atas menggambarkan Manusia Kosmos (purusa) dan segi 

tiga yang ujungnya ke bawah merupakan Sifat Kosmos (prakrti). Ketika 

bersatu dan dalam keadaan seimbang, keduanya berbentuk bintang “segi 

enam” (hexagon), merupakan basis dari roda (cakra) simbol tedensi ketiga 

atau tedensi rajas dari padanya alam semesta menampakkan diri. Lingkaran 

yang mengelilingi bintang segi enam menggambarkan lapangan bersatunya 

kedua segitiga itu, dan hal itu merupakan ruang dari waktu. Ketika kedua 

segitiga itu dipisahkan, alam semesta hancur, waktu melenyapkan segala 

yang ada. Hal ini ditunjukan dengan bertemunya dua ujung segitiga atas 

dan segitiga bawah pada satu titik (bentuk haurglass), kendang (damaru) 

Sang Hyang Siva.

11. Bunga Padma.

Segala simbol-simbol bilangan menggambarkan kesatuan tertentu yang 

ditunjukkan di dalam yantra sebagai bunga yang bentuknya bundar yang 

disebut bunga padma.

Ada beberapa jenis Yantra yang utama, yang dapat kita kenal dalam praktiknya 

dimasyarakat, antara lain sebagai berikut:

1. Yantra-raja (raja Yantra).

Raja dari yantra digambarkan di dalam Mahanirvana Tantra. “Gambar segi 

tiga dengan di tengah-tengahnya ditulis bija mantra Hrim (wujud ilusi). 

Di luarnya digambarkan dua lingkaran, yang pertama mengelilingi segi 

tiga, dan yang ke dua melingkari lingkatan yang pertama. Antara lingkaran 

yang pertama dengan yang kedua dibagi enam belas dengan tanda kawat 

pijar, dan delapan daun bunga padma (masing-masing) selembar diantara 

gambar dua kawat pijar tersebut. Di luar lingkaran yang paling luar adalah 

kota yang sifatnya Kebumian, yang akan langsung membuat garis lurus 

dengan empat pintu masuk dan penampilannya akan menyenangkan. 

Di dalam acara yang menyenangkan para dewata, penyembah akan 

menggambar yantra, apakah terbuat dari jarum emas atau duri kayu bell 

(bila) atau dengan potongan emas, atau perak, atau tembaga yang telah 

diurapi dengan svayambhu, kunda atau bunga gola, atau tepung cendana, 

harumnya daun gaharu, kumkuma atau tepung cendana merah yang dibuat 

seperti paste (Mahanirvana Tantra 5.172-76).

0

Tujuan dari yantra ini untuk menciptakan hubungan dengan dunia 

supranatural. Dengan bantuan-Nya, penyembah mendapatkan semua 

pahala kedunawian dan kekuatan supranatural. Di dalamnya adalah 

yantra dengan karakter Hrim, sebagai lambang dari Devi keberuntungan 

Laksmi. Di luarnya terdapat segitiga yang berapi-api yang menuju gerakan 

ke atas dari energi yang bergelung (Kundalini). Enam belas kawat pijar 

menggambarkan pencapaian kesempurnaan (16 adalah angka yang 

sempurna), delapan kelopak bunga teratai menggambarkan yang meresapi 

segala menuju ke atas, yang tidak lain adalah Wisnu.

Lingkaran luar adalah penciptaan, bundaran yang bergerak dari padanya 

segala sesuatu lahir. Kekuatan mengatasi dunia yang nampak diperlihatkan 

dengan persegi empat bujur sangkar, simbol bumi. Di empat sisi adalah 

4 pintu yang mengantarkan seseorang dari alam duniawi ke alam atas 

(spiritual). Ke utara (yakni sebelah kiri) adalah pintu menuju Deva-Deva 

(devayana). Keselatan (yakni sebelah kanan) menuju kealam leluhur 

(pitrayana), ke Timur (sisi atas) jalan menuju ke Surya (kepanditaan), 

dan ke Barat (sisi bawah) adalah jalan keagungan, jalan menuju 

penguasa air (Varuna). Empat pintu tersebut mengantar ke empat penjuru 

angin, membentuk tanda tambah, simbol keuniversalan. Tanda tambah 

berkembang menjadi dua buah svastika yang menunjukan bahwa ada dua 

jalan utama, yaitu kiri dan kanan.

2. Yantra-Sarvatobhadra (Yantra penjaga seluruh penjuru)

Yantra ini dijelaskan di dalam kitab Gautamiya Tantra (30.102-108). 

Yantra ini dikatakan saran untuk dapat memenuhi semua keinginan, 

sekarang dan yang akan datang, di dunia nyata dan di dunia yang gaib. 

“Namanya, berarti bujur sangkar yang rata”, dan juga berarti kendaraan 

Deva Wisnu. Menunjukkan keadaan yang seimbang antara aktivitas dan 

istirahat, keterikatan dan penyangkalan. Ia yang dari segala sisi seimbang 

dengan dirinya, di dalam atau di luar, kesuburan dan buah yang dihasilkan. 

Ia yang dengan teguh duduk dalam kereta hidupnya, dijaga dari segala 

sisi, sempurna dari seluruh sisi, bebas dari bencana (Danielou 1964:356). 

Yantra ini terdiri dari 8 bujur sangkar setiap sisinya, oleh karenanya adalah 

Wisnu Yantra, berhubungan dengan sikap sattvam, jalan kanan.

3. Yantra-Smarahara (pengusir keinginan)

Uraian tentang Yantra ini dijelakan dalam kitab Syamastava Tantra, 

sloka 18, dibentuk dari 5 buah segi tiga, merupakan Siwa yantra, angka 5 

berhubungan dengan sebagai bapak dan dasar pemusnah. Segi tiga yang 

melambangkan lingga yang tajam, phallusapi.

                                           

“Melalui kekuatan yantra ini, seseorang dapat menundukkan nafsu (Kama). 

Seorang sadhaka yang menggapai pelajaran ini senantiasa dijaga dengan 

baik, tidak ada musuh yang mendekatinya, musuh yang menggunakan 

senjata nafsu (seks), kemarahan, ketamakan, khayalan, penderitaan dan 

kekuatan. (hal ini merupakan instrumen untuk menyelesaikan kekuatan 

magis) dan para penyembah dapat pergi kemana saja dengan menyenangkan 

dan juga ke dunia yang lain tanpa menemukan halangan. Sesungguhnya 

yantra ini menolong seseorang untuk memadamkan kekuatan nafsu (seks) 

dan khayalan hidup” (Danielou, loc.cit).

Mengusir keinginan digunakan untuk menghancurkan musuh abadi seperti 

juga halnya seseorang menaklukan dirinya sendiri. Digunakan juga sebagai 

alat ilmu hitam dijelaskan di dalam kitab Yantracintamani (7.5).

4. Yantra-Smarahara (bentuk yang ke-2)

Yantra ini adalah yantra smarahara dalam bentuknya yang lain (bentuk 

ke 2), dijelaskan di kitab Kali Tantra. “Ini juga yantra 5 segi tiga, tetapi 

berada di dalam yang satu dan yang lain. Dua segi tiga adalah lambang 

wanita (satu ujungnya mengahadap ke atas) berair, tiga buah segi tiga 

lainnya adalah lambang laki-laki (satu ujungnya menghadap ke bawah) 

berapi. Setiap tindakan manifestasi-Nya adalah sebagai pengganti api dan 

upacara persembahan, melalap dan dilalap, laki-laki dan wanita. Yantra 

ini adalah benar-benar lampiran kulit berturut-turut yang menutupi roh 

individu yang menjadikan mahluk hidup. Lingkaran dalam adalah energi 

yang bergelung (kundalini) yang bila dibangunkan, akan naik melintasi 5 

angkasa manifestasi ke dalam maupun ke luar. Lingkaran luar menunjukkan 

kekuatan kreatif dari api yang membangkitkan untuk bermanifestasi di 

tengah-tengah air di samudra purba.

Delapan kelopak daun bunga teratai adalah prinsip pemeliharaan alam 

semesta, Juga adalah Wisnu yang secara stabil memanifest di bumi. Di luar 

itu bujur sangkar, bumi, dengan 4 buh pintu dan dua buah svastika.

5. Yantra-Mukti (Yantra untuk mencapai kebebasan)

Yantra ini dijelaskan dalam kitab Kumarikalpatantra. Dibuat dari bujur 

sangkar, dan sebuah segi tiga yang tajam, sebuah segi tiga yang berair, 

sebuah segi enam dan sebuah lingkaran, di dalamnya terdapat satu yang 

lain. seluruhnya dikelilingi persegi delapan dan sebuah bujur sangkar 

dengan 4 pintu. Di tengah-tengah adalah Bija Maya (Hrim menunjukkan 

prinsip yang lain yang mana setiap mahluk hidup dapat menguasainya 

untuk mencapai tujuannya yakni mencapai kebebasan.

0

6. Yantra Sri Cakra (Yantra untuk memperoleh keberuntungan)

Sri Cakra atau roda keberuntungan, yang melambangkan Devi Ibu Alam 

Semesta, salah satu yantra yang utama digunakan untuk menghadirkan 

para dewata.

7. Yantra Ganapati (Yantra untuk memperoleh perlidungan)

Ganapati yantra merupakan titk-titik untuk identitas dari makro dan mikro 

kosmos.

8. Yantra Visnu (Yantra untuk memperoleh kemakmuran)

Visnu yantra diekspresikan dengan meresapi segalanya dan sifat sattva, 

sifat menuju kearah atas.

Berdasarkan jenisnya yantra tersebut memiliki fungsi masing-masing. Adapun 

fungsi dari masing-masing yantra tersebut, antara lain:

1. Yantra-raja berfungsi sebagai yantra yang tertinggi, memenuhi segala 

permohonan.

2. Yantra Sarvatobhadra berfungsi untuk mengamankan lingkungan atau 

tempat tinggal.

3. Yantra Smarahara berfungsi untuk melenyapkan keinginan, terutama 

ketika melakukan meditasi. 

4. Yantra Mukti berfungsi sebagai penuntun bagi seseorang untuk mencapai 

moksa (kelepasan). 

5. Yantra Sri Cakra berfungsi utuk memperoleh keberuntungan.

6. Yantra Ganapati berfungsi untuk memperoleh perlindungan dan 

keselamatan.

7. Yantra Visnu berfungsi untuk memperoleh kemakmuran.

Langkah-langkah pendahuluan ditetapkan sebelum melakukan pemujaan 

melalui yantra, atau pratima. Pertama, pemuja harus memusatkan pikiran 

kepada dewata, lalu di-nyasa-kan di dalam diri sendiri. Selanjutnya dewata 

itu di-nyasa-kan ke dalam yantra. Ketika dewata sudah bersthana di dalam 

yantra, prana dewata itu telah merasuk ke dalamnya dengan prana pratistha, 

mantra dan mudra. Dewata saat itu telah bersthana di dalam yantra, yang 

menjadikan yantra itu tidak lagi sekedar benda mati, tetapi setelah upacara 

ritual, diyakini oleh sadhaka dan buat pertama kaliya Ia disambut dan 

dipuja. Mantra itu sendiri adalah dewata dan yantra adalah jasad dari 

dewata yang adalah (tidak lain) mantra (Avalon, 1997: 95).

                                           

Mantra

Tidak terhitung jumlahnya mantra. Semua sabda Tuhan Yang Maha Esa di 

dalam kitab suci Weda adalah mantra. Walaupun demikin banyak jumlahnya, 

mantra-mantra itu dapat dibedakan menjadi 4 jenis sesuai dengan dampak 

atau pahala dari pengucapan mantra, antara lain ;

1. Siddha, yang pasti (berhasil).

2. Sadhya, (yang penuh pertolongan).

3. Susiddha, (yang dapat menyelesaikan).

4. Ari, musuh (Visvasara).

“Siddhamantra memberikan pahala langsung tidak tertutupi dengan waktu 

tertentu. Sadhyamantra berpahala bila digunakan dengan sarana tasbih dan 

persembahan (ritual). Susidhamantra, mantra tersebut pahalanya segera 

diperoleh, dan Arimantra, menghancurkan siapa saja yang mengucapkan 

mantra tersebut (Mantra Mahodadhi, 24, 23).

Mantra-mantra tersebut akan berhasil (siddhi) sangat tergantung pada kualitas 

(kesucian) dari pemuja, dalam hal ini orang yang megucapkan mantra tersebut 

(Danielou, 1964: 338-349). Membaca mantra bermanfaat dalam proses 

pembinaan spiritual, dan sekaligus menerima berkah dari para mahluk suci. 

Seperti halnya pembinaan spiritual lainnya, membaca mantra mempunyai 

berbagai macam tingkatan tergantung dari tingkat kehidupan spiritual masing-

masing para pembacanya. Berikut dapat diuraikan “tata cara singkat membaca 

Mantra Suci” sebagai berikut; 

Kedua tangan harus dibersihkan dengan air bersih; Mulut harus dikumur 

bersih dengan air bersih; sebaiknya meminum segelas air putih bersih; Jika 

memungkinkan ambil posisi lotus (meditasi); Ambil nafas dalam-dalam 

hingga keperut, lalu hembuskan perlahan-lahan hingga habis. Ulangi 3x; 

Katupkan kedua ibu jari dengan posisi menempel dekat dengan ulu hati, 

atau bila mempergunakan ‘mala’ letakan mala ditangan kiri, pegang dengan 

4 jari (kecuali ibu jari); Bayangkan kehadiran mahluk suci dihadapan 

kita memancarkan sinar hingga menyinari seluruh tubuh kita; Ibu jari lalu 

menarik satu butir mala kedalam sambil mengucapkan mantra dalam hati, dan 

seterusnya hingga beberapa putaran mala. Lakukanlah...!

Perlu diketahui, diperhatikan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh;

1. Bagi para pemula, jangan membaca mantra terlalu cepat.

2. Jaga irama tempo yang seirama, sehingga dapat dihayati maknanya satu 

persatu.


3. Usahakan jangan berhenti ditengah putaran mala, selesaikan dahulu putaran 

mala hingga tuntas. Semoga berhasil dengan baik.

Berikut ini adalah beberapa mantra yang sering dipraktikan dalam kehidupan 

sehari-hari oleh umat sedharma, antara lain;

1. Puja Trisandhya

“Oý Oý Oý bhùr bhuwaá swaá, 

tat sawitur warenyaý, 

bhargo Devasya dhimahi, 

dhiyo yo naá pracodayàt.

“Oý nàràyana evedaý sarwaý 

yad bhutaý yacco bhàwyaý 

niskalanko niranjano 

nirwikalpo niràkhyàtaá 

cuddho dewo eko 

nàràyano na dwitiyo asti kaccit.

“Oý twaý ciwas twaý mahàdevaá 

Icwaraá paramecwaraá 

Brahmà wisnucca rudracca 

Purusah parikirtitàá.

“Oý pàpo ‘haý pàpakarmàhaý 

Pàpàtma pàpasambhawaá 

Tràhi màý pundarikàksa 

Sabàhyàbhyantarah suciá.

“Oý ksamaswa màý Mahàdeva

Sarwapràni hitangkara 

Màý moca sarwa pàpehbyaá 

Pàlayaswa sadà Úiva.

“Oý Kûàntawyaá kayiko doûàá 

Kûantawyo vàciko mama, 

Ksàntawyo mànaso dosàh

Tat pramàdàt ksamaswa màm 

“Oý úantiá úantiá úantiá oý”

                                           

Terjemahan:

Om, marilah kita sembahyang pada kecemerlangan dan kemahamuliaan 

Sang Hyang widhi, yang ada di dunia, di langit, di surga, semoga Ia berikan 

semangat pikiran kita;

Om, semua yang ada ini berasal dari Sang Hyang Widhi, baik yang telah 

ada maupun yang akan ada, ia bersifat niskala, sunyi, mengatasi kegelapan, 

tidak dapat musnah, suci Ia hanya tunggal, tidak ada yang kedua;

Om, engkau dipanggil Siwa, MahaDeva, Iswara, Parameswara, Brahma, 

Wisnu, Rudra, an Purusa;

Om, hamba ini papa, hamba berbuat papa, diri hamba papa, kelahiran 

hamba pun papa. Lindungilah hamba ya Sang Hyang Widhi, sucikanlah 

jiwa dan raga hamba;

Om, ampunilah hamba, oh Hyang Widhi, yang memberikan keselamatan 

kepada semua makhluk, bebaskan hamba dari segala dosa, lindungilah, oh 

Sang Hyang Widhi;

Om, hendaknya diampuni dosa-dosa yang dikerjakan oleh badan hamba, 

hendaknya diampuni dosa-dosa yang dikerjakan oleh kata-kata hamba, 

hendaknya diampuni dosa-dosa yang dikerjakan oleh pikiran hamba, 

ampunilah hamba dari segala kelalaian. Om, damai, damai, damai, om.

2. Brahmabija atau Omkara (Pranava)

AUM

Terjemahan: 

“saya berbakti”, “Saya setuju”, “Saya menerima”, dalam bahasa yang 

mendasar. “sesungguhnya suku kata ini adalah persetujuan, sebagai 

wujud persetujuan apa yang telah disetujui, ia ucapkan secara sederhana, 

AUM. Sungguh mantra ini adalah realisasi, tentang sesuatu, persetujuan” 

(Chandogya Upanisad I.1.8).

Mantra ini ditunjukan untuk membimbing seseorang untuk mencapai 

realisasi tertinggi, mencapai kebebasan dari keterikatan, untuk mencapai 

Realitas Tertinggi (Brahman).

Penggunaannya setiap mulai acara ritual, mulai dan mengakhiri mantra.

Sumber rujukan: Chandogya Upanisad, Mandukya Upanisad, Tantra Tatva 

Prakasa, Tantra Sara dan lain-lain.

0

3. Brahma Mantra

Aum Sat-cit-ekam Brahma

Terjemahan: 

Tuhan yang Maha Agung adalah Kesatuan, Keberadaan, dan kesadaran.

Mantra ini digunakan untuk mencapai tujuan terpenuhinya catur purusa 

artha, kebenaran, kemakmuran, kesenangan dan kebebasan.

Disamping vizamantra seperti dikutipkan di atas, di Bali kita warisi pula 

mantra-mantra yang oleh C.Hooykas telah dihimpun dan dikaji dalam 

bukunya Sruti and Stava of Balinese Brahman Priests, Saiva, Buddha and 

Vaisnava (1971). Beberapa mantra tersebut senantiasa digunakan oleh para 

pandita Hindu dalam melaksanakan pemujaan dan persembahyangannya, 

diantaranya sebagai berikut:

4. Surya Stava

Om Adityasya param jyoti, rakta-teja namo’ stu te

Sveta-pankaja-madhyastha, Bhaskaraya namo ‘stu te

Terjemahan:

Om Hyang Widhi, Yang berwujud kemegahan yang agung putra Aditi, 

Dengan kilauan yang merah, sembah kehadapan-Mu, Dikau yang bersthana 

di tengah sekuntum teratai putih, Sembah kehadapan-Mu, Penyebar 

kemegahan/kesemarakan! 

Mantram Surya Stava ini digunakan setiap mulai atau awal persembahyangan 

untuk memohon persaksian kehadapan Sang Hyang Widhi.

Demikian arti, makna atau tujuan pengucapan mantra. Seperti telah dijelaskan 

di atas, sejalan dengan karakter seseorang, maka mantram dapat bersifat 

Sattvam (Sattvikamantra) bila digunakan untuk kebaikan mahluk, menjadi 

Rajasikamantra dan Tamasikamantra bila digunakan untuk kepentingan 

menghancurkan orang-orang budiman, kebajikan, seseorang atau masyarakat. 

Di Bali bijaksara mantra dan mantra-mantra tertentu di atas hampir setiap 

hari dirapalkan oleh para pandita Hindu, diharapkan segala gejolak emosional 

masyarakat dikendalikan.

                                           

# Selamat Belajar #

Uji Kompetensi:

1. Setelah membaca teks tentang cara mempraktikkan ajaran Tantra, 

Yantra, dan Mantra dalam ajaran Hindu, apakah yang anda ketahui 

tentang agama Hindu? Jelaskan dan tuliskanlah!

2. Buatlah ringkasan yang berhubungan dengan cara mempraktikkan 

ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra dalam ajaran Hindu, dari 

berbagai sumber media pendidikan dan sosial yang anda ketahui! 

Tuliskan dan laksanakanlah sesuai dengan petunjuk dari bapak/

ibu guru yang mengajar di kelas!

3. Apakah yang anda ketahui terkait dengan cara-cara mempraktikkan 

ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra dalam ajaran Hindu? 

Jelaskanlah!

4. Bagaimana caramu untuk mengetahui teknis mempraktikkan 

ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra dalam ajaran Hindu? Jelaskan 

dan tuliskanlah pengalamannya!

5. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari usaha 

dan upaya untuk mengetahui cara mempraktikkan ajaran Tantra, 

Yantra, dan Mantra Hindu dalam kehidupan dan penerapan ajaran 

Hindu? Tuliskanlah pengalaman anda!

6. Amatilah lingkungan sekitar anda terkait dengan adanya cara-

cara untuk mempraktikkan ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra 

ajaran Hindu dalam kehidupan dan penerapan ajaran Hindu guna 

mewujudkan tujuan hidup manusia dan tujuan agama Hindu, 

buatlah catatan seperlunya dan diskusikanlah dengan orang 

tuanya! Apakah yang terjadi? Buatlah narasinya 1–3 halaman 

diketik dengan huruf  Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, 

ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4!


”te dhyāna-yogānugatā apaṡyan dewātma

ṡaktim swa guṇair nigudham

yaá kāranāni nikhilāni tāni kalatma

yuktāny adhitis-thaty ekaá,”

Terjemahannya

“Orang–orang suci yang tekun melaksanakan yoga dapat membangun 

kemampuan spiritualnya dan mampu menyadari bahwa dirinya adalah bagian 

dari Tuhan Yang Maha Esa; kemampuan tersebut tersimpan di dalam sifat-

sifat (guna-nya) sendiri, setelah dapat manunggal dengan Tuhan Yang Maha 

Esa, dia mampu menguasai semua unsur, yaitu unsur; persembahan, waktu, 

kedirian, dan unsur-unsur lainnya lagi” (S.Up. I.3).

 Mengapa orang melaksanakan Yoga? 

kapan dan dimana sebaiknya dilakukan? 

Diskusikanlah!


ASHTANGGA YOGA DAN 

MOKSHA

Bab IV


A. Ajaran Ashtangga Yoga

Perenungan:

“Sa ṡakra ṡiksa puruhūta no dhiyā”

Terjemahannya:

“Ya, Tuhan Yang Maha Esa, tanamkanlah pengetahuan kepada kami dan 

berkahilah kami dengan intelek yang mulia” (ÅV. VIII. 4.15).

Yoga berasal dari bahasa sangsekerta, Yuj yang artinya menghubungkan, arti 

lebih luas sebagai pemersatu spirit individu (jiwatman) dengan spirit Universal 

(Paramãtman). Penyatuan yang di Maksud adalah penyatuan Sang Diri, yaitu 

Roh/Atman yang ada pada diri seseorang dengan Sang Pencipta yaitu Tuhan 

Yang Maha Esa. Sehingga mampu tercipta kedamaian di Jagat Raya ini. Yoga 

adalah praktik kehidupan, yang merupakan penerapan dari ajaran-ajaran Weda, 

dalam kehidupan setiap mahluk hidup dilandasi oleh kesadaran keTuhanan 

dalam hidupnya yang mengandung ajaran penuntun kehidupan sampai evolusi 

sang Roh. Yoga merupakan suatu kontak pembebasan diri agar selalu dalam 

keadaan bebas dari penderitaan sebagai penyebab dari suatu kesedihan. 

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan, Yoga adalah sistem filsafat 

Hindu yang bertujuan mengheningkan pikiran, bertafakur, dan menguasai 

diri. Senam gerak badan dengan latihan pernapasan, pikiran dan sebagainya 

untuk kesehatan rohani dan jasmani (Tim Balai Pustaka, 2001:1278).

Secara etimologi, kata yoga berasal dari akar kata Yuj (Bahasa sanskerta), yoke 

(Inggris), yang berarti ‘penyatuan’ (union). Yoga berarti penyatuan kesadaran 

manusia dengan sesuatu yang lebih luhur, trasenden, lebih kekal dan illahi. 

Menurut Panini, yoga diturunkan dari akar kata Bahasa sanskerta yuj yang 

memiliki tiga arti yang berbeda, yakni: penyerapan, samadhi (yujyate) 

menghubungkan (yunakti), dan pengendalian (yojyanti). Namun makna kunci 

yang  biasa dipakai adalah ‘meditasi’ (dhyana) dan penyatuan (yukti) (Matius 

Ali, 2010).

Yoga adalah Suatu seni untuk meningkatkan kesadaran diri, baik pikiran, 

ucapan dan perbuatan. Dengan berlatih yoga secara rutin dan benar maka 

kesadaran, kebijaksanaan, ketenangan, ketentraman dan kedamaian setiap 

praktisinya dapat bangkit, tumbuh dan berkembang secara harmonis. Untuk 

melaksanakan yoga yang baik dijelaskan ada beberapa tahapan yang wajib 

diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh seseorang, yang disebut dengan 

Astangga Yoga. Astangga Yoga adalah delapan tahapan gerak dan langkah 

yang patut diikuti dan dilalui oleh seseorang dalam melaksanakan yoga. Ajaran 

                                           

Yoga sangat populer dikalangan Umat Hindu. Adapun pembangun ajaran 

Yoga adalah Maharsi Patanjali. Ajaran Yoga adalah  merupakan anugerah 

yang luar biasa dari Maharsi Patanjali kepada siapa saja yang ingin merasakan 

kehidupan rohani. Bila kitab Weda merupakan pengetahuan suci yang sifatnya 

teoritis, maka Yoga merupakan ilmu yang sifatnya praktis dari ajaran Weda. 

Ajaran Yoga merupakan bantuan bagi mereka yang ingin meningkatkan diri 

dalam bidang rohani (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2010:86).

Ashtangga yoga atau Delapan tangga yoga, yang di rumuskan oleh seorang 

yogi terkenal bernama Patanjali di dalam kitab yoga sutra, merupakan warisan 

berharga bagi para praktisi yoga masa kini. Pada awal masa pembentukanya, 

yoga masih merupakan suatu pengetahuan yang lebih sistematis. Dalam 

kitab yang di tulis dengan bahasa sanskerta pada kira-kira abad ke-2 SM ini, 

terdapat panduan mengenai tahap-tahap pemurnian tubuh dan pikiran agar 

dapat masuk lebih jauh ke dalam kesadaran yang lebih tinggi menuju realisasi 

diri atau Samadhi. Setiap tahapan merupakan bagian mandiri yang dapat 

dilakukan secara terpisah, atau dapat pula dilakukan simultan dan bertahap. 

Tahap-tahap awal bernama yama dan niyama. Yama merupakan kode etik 

moral dan Niyama merupakan panduan disiplin diri bagi setiap siswa yoga. 

Diibaratkan sebuah gedung yang membutuhkan fondasi yang kukuh, begitu 

pula di butuhkan moral dan disiplin yang kuat untuk mempelajari yoga.

Seorang siswa hendaknya tiada henti-hentinya mempertajam intelek, memiliki 

ingatan yang kuat (melalui latihan), mengikuti ajaran suci Weda, memiliki 

ketekunan dan keingin-tahuan, melatih konsentrasi (penuh perhatian), 

menyenangkan hati guru (dengan mematuhi perintahnya), mengulang-

ulangi pelajaran, jangan mengantuk (karena sebelumnya kurang tidur), malas 

dan banyak bicara kosong. Sikap yang paling sederhana dalam kehidupan 

beragama adalah cinta kasih dan pengabdian (bakti yoga). Para pengikut yoga 

mewujudkan Tuhan sebagai penguasa dengan rasa yang tersayang, sebagai 

bapak, ibu, kakak, kawan, tamu dan sebagainya. Tuhan adalah penyelamat, 

Maha Pengampun, dan Maha Pelindung.

Era globalisasi sekarang ini menuntut kita untuk dapat beraktifitas sekuat fisik 

dan pikiran, yang terkadang melebihi kemampuannya. Hal ini terjadi tidak 

saja di kalangan masyarakat perkotaan, tetapi juga sampai ke pelosok desa. 

Beban fisik dan rohani yang berlebihan menyebabkan kita sakit. Sedapat 

mungkin hindarkanlah diri dari beban yang berlebihan. Adakah Yoga dapat 

mengatasi semuanya itu?

Dalam patanjali Yogasutra, yang di kutip oleh Tim Fia (2006:6), menguraikan 

bahwa; “yogas citta vrtti nirodhah”, Artinya, mengendalikan gerak-gerik 

pikiran, atau cara untuk mengendalikan tingkah polah pikiran yang cenderung 

0

liar, bias, dan lekat terpesona oleh aneka ragam obyek (yang dihayalkan) 

memberi nikmat. Obyek keinginan yang dipikirkan memberi rasa nikmat itu 

lebih sering kita pandang ada diluar diri. Maka kita selalu mencari. Bagi sang 

yogi inilah pangkal kemalangan manusia. Selanjutnya Peter Rendel (1979: 

14), menguraikan bahwa: “kata yoga dalam kenyataan berarti kesatuan yang 

kemudian didalam, bahasa inggris disebut “Yoke”. Kata “Yogum” dalam 

bahasa latinya berasal dari kata yoga yang disebut dengan”Chongual”. 

Chongual berarti mengendalikan pangkal penyebab kemalangan manusia yang 

dapat mempengaruhi” pikiran dan badan, atau rohani dan jasmani”. Untuk 

pelaksanaan yoga, agama banyak memberikan pilihan dan petunjuk-petunjuk 

melaksanakan yoga yang baik dan benar. Melalui yoga agama menuntun 

umatnya agar selalu dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Disamping 

berbagai petunjuk agama sebagai pedoman pelaksanaan yoga, sesuatu yang 

baik berkembang di masyarakat hendaknya juga dapat dipedomani. Dengan 

demikian maka pelaksanaan yoga menjadi selalu eksis disepanjang zaman. 

Renungkanlah sloka suci berikut ini!

“ṡruti-vipratipannā te yadā sthāsyati niṡcalā,

samādhāv acalā buddhis tadā yogam avāpsyasi.

Terjemahannya:

Bila pikiranmu yang dibingungkan oleh apa yang didengar tak tergoyahkan 

lagi dan tetap dalam Samadhi, kemudian engkau akan mencapai yoga (realisasi 

diri) (BG.II.53).

Yoga merupakan jalan utama dari berbagai jalan untuk kesehatan badan dan 

pikiran agar selalu dalam keadaan seimbang. Kesehimbangan kondisi rohani 

dan jasmani mengantarkan kita tidak mudah untuk diserang oleh penyakit. 

Yoga adalah suatu sistem yang sistematis mengolah rohani dan fisik guna 

mencapai ketenangan batin dan kesehatan fisik dengan melakukan latihan-

latihan secara berkesinambungan. Fisik atau jasmani dan mental atau rohani 

yang kita miliki sangat penting dipelihara dan dibina. Yoga dapat diikuti oleh 

siapa saja untuk mewujudkan kesegaran rohani dan kebugaran jasmani. Untuk 

menyatukan badan dengan alam, dan menyatukan ‘pikiran’ yang disebut juga 

‘jiwa’ dengan ‘Roh’ atau jiwan mukti disebut Tuhan Yang Maha Esa, dapat 

diwujudkan dengan yoga. Bersatunya Roh dengan sumbernya (Tuhan) disebut 

dengan “Moksha”.

Dalam Pelaksanaan Yoga yang perlu diperhatikan adalah gerak pikiran. 

Pikiran memiliki sifat gerak yang liar dan paling sulit untuk dikendalikan. 

Agar terfokus dalam melaksanakan yoga ada baiknya dipastikan bahwa pikiran 

                                           

dalam keadaan baik dan tenang. Secara umum yoga dikatakan sebagai disiplin 

ilmu yang digunakan oleh manusia untuk membantu dirinya mendekatkan diri 

kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Kata Yoga berasal dari bahasa sanskerta 

yaitu “yuj” yang memiliki arti menghubungkan atau menyatukan, yang dalam 

kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai meditasi atau mengheningkan 

cipta/pikiran, sehingga dapat dimaknai bahwa yoga itu adalah menghubungkan 

atau penyatuan spirit individu (jivātman) dengan spirit universal (paramātman) 

melalui keheningan pikiran.

Ada beberapa pengertian tentang yoga yang dimuat dalam buku Yogasutra, 

antara lain: Yoga adalah ilmu yang mengajarkan tentang pengendalian pikiran 

dan badan untuk mencapai tujuan terakhir yang disebut dengan samadhi. Yoga 

adalah pengendalian gelombang-gelombang pikiran dalam alam pikiran untuk 

dapat berhubungan dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Yoga dapat diartikan 

sebagai proses penyatuan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa secara terus-

menerus (Yogascitta vrtti nirodhah). Yoga adalah salah satu latihan yang 

bermanfaat dan menyehatkan. Selain bagus buat tubuh, yoga juga bagus 

untuk pikiran dan jiwa. Jika Anda ingin melangsingkan tubuh dengan cara 

yang mudah, gerakan-gerakan yoga bisa Anda lakukan. Yoga merupakan 

bentuk latihan dari India kuno untuk menghalau penyakit, menjaga tubuh 

tetap fit dan meningkatkan kekebalan tubuh. Yoga baik dilakukan dengan 

mengikuti disiplin fisik, mental dan spiritual. Yoga adalah sebuah teknik yang 

memungkinkan seseorang untuk menyadari penyatuan antara roh manusia 

individu (atman/jiwātman) dengan Paramātman melalui keheningan sebuah 

pikiran. Renungkanlah sloka suci berikut ini;

Šikṣa na indra rāya ā puru

vidaṁ ṛcisama, avā naá pārye ghane

Terjemahannya:

‘Berilah kami petunjuk, ya Tuhan, untuk mendapatkan kekayaan, Engkau 

Yang Maha Tahu, dipuja dengan lagu-lagu, tolonglah kami dalam perjuangan 

ini’ (Rg veda VIII. 92. 9).

Memahami Teks:

Bangsa yang besar adalah bangsa (masyarakatnya) yang menghormati 

sejarahnya. Kehadiran ajaran yoga di kalangan umat Hindu sudah sangat 

populer, bahkan juga merambah masyarakat pada umumnya. Adapun orang 

suci yang membangun dan mengembangkan ajaran ini (yoga) adalah Maharsi 

Patañjali. Ajaran yoga dapat dikatakan sebagai anugerah yang luar biasa 

dari Maharsi Patañjali kepada siapa saja yang ingin melaksanakan hidup 

198 Kelas XII SMA/SMK 

kerohanian. Bila kitab Weda merupakan pengetahuan suci yang bersifat 

teoritis, maka Yoga adalah merupakan ilmu yang bersifat praktis darinya. 

Ajaran yoga merupakan bantuan kepada siapa saja yang ingin meningkatkan 

diri dibidang kerohanian.

Kitab yang menuliskan tentang ajaran yoga untuk pertama kalinya adalah 

kitab yogasūtra karya Maharsi Patañjali. Namun demikian dinyatakan bahwa 

unsur-unsur ajarannya sudah ada jauh sebelum itu. Ajaran yoga sesungguhnya 

sudah terdapat di dalam kitab ṡruti, smrti, itihāsa, maupun purāna. Setelah 

buku yogasūtra berikutnya muncullah kitab-kitab Bhāsya yang merupakan 

buku komentar terhadap karya Maharsi Patañjali, diantaranya adalah Bhāsya 

Niti oleh Bhojaraja dan yang lainnya. Komentar-komentar itu menguraikan 

tentang ajaran Yoga karya Maharsi Patañjali yang berbentuk sūtra atau kalimat 

pendek dan padat.

Sejak lebih dari 5.000 tahun yang lalu, yoga telah diketahui sebagai salah 

satu alternatif pengobatan melalui pernafasan. Awal mula munculnya yoga 

diprakarsai oleh Maharsi Patañjali, dan menjadi ajaran yang diikuti banyak 

kalangan umat Hindu. Maharsi Patañjali mengartikan kata yoga setara dengan 

Citta vrtti nirodha yang bermakna penghentian gerak pikiran. Seluruh kitab 

Yogasutra karya Maharsi Patañjali dikelompokan atas 4 pada (bagian) yang 

terdiri dari 194 sūtra. Bagian-bagiannya antara lain: 

1. Samadhipāda;

Kitab Samadhipāda menjelaskan tentang; sifat, tujuan dan bentuk ajaran 

yoga. Didalamnya memuat tentang perubahan-perubahan pikiran dan tata 

cara melaksanakan yoga.

2. Shādhanapāda;

Kitab Shādhanapāda menjelaskan tentang pelaksanaan yoga seperti tata 

cara mencapai Samadhi, tentang kedukaan, karmaphala dan yang lainnya.

3. Vibhūtipāda;

Kitab Vibhūtipāda menjelaskan tentang aspek sukma atau batiniah serta 

kekuatan gaib yang diperoleh dengan jalan yoga. 

4. Kaivalyapāda;

Kitab Kaivalyapāda menjelaskan tentang alam kelepasan dan kenyataan 

roh dalam mengatasi alam duniawi.

                                           

Ajaran Yoga termasuk dalam sastra Hindu. Berbagai sastra Hindu yang 

memuat ajaran yoga diantaranya adalah kitab Upanisad, kitab Bhagavad 

Gita, kitab Yogasutra, dan Hatta Yoga. Kitab weda adalah merupakan sumber 

ilmu yoga, yang atas karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha 

Esa yang menyediakan berbagai metode untuk mencapai penerangan rohani. 

Metode-metode yang diajarkan itu disesuaikan dengan tingkat perkembangan 

rohani seseorang dan metode yang dimaksud dikenal dengan sebutan yoga.  

Yoga-sthaá kuru karmāṇi saògaṁ tyakvā 

dhanañjaya siddhy-asiddhyoh samo bhūtvā 

samatvam yoga ucyate,

Terjemahannya:

Pusatkanlah pikiranmu pada kerja tanpa 

menghiraukan hasilnya, wahai Danañjaya 

(Arjuna), tetaplah teguh baik dalam 

keberhasilan maupun kegagalan, sebab 

keseimbangan jiwa itulah yang di sebut yoga 

(BG.II.48).

Setiap orang memiliki watak (karakter), tingkat rohani dan bakat yang berbeda. 

Dengan demikian untuk meningkatkan perkembangan rohaninya masing-

masing orang dapat memilih jalan rohani yang berbeda-beda. Tuhan Yang 

Maha Esa sebagai penyelamat dan Maha Kuasa selalu menuntun umatnya 

untuk berusaha mewujudkan keinginannya yang terbaik. Atas kuasa Tuhan 

Yang Maha Esa manusia dapat menolong dirinya untuk melepaskan semua 

rintangan yang sedang dan yang mungkin dihadapinya. Dengan demikian 

maka terwujudlah tujuan utamanya yakni sejahtera dan bahagia.

“Trātāram indram avitāram handraṁhavehave suhavaṁ ṡuram indram, 

hvayāmi ṡakram puruhūtam indraṁ svasti no maghavā dhātvindrah.

Terjemahannya:

Tuhan sebagai penolong, Tuhan sebagai penyelamat, Tuhan Yang Maha 

Kuasa, yang dipuja dengan gembira dalam setiap pemujaan, Tuhan, Maha 

Kuasa, selalu dipuja, kami memohon, semoga Tuhan, Yang Maha Pemurah, 

melimpahkan rahmat kepada kami (RV.VI.47.11).

Bersumberkan kitab-kitab tersebut di atas jenis yoga yang baik untuk diikuti 

adalah: 

0

1. Hatha Yoga

Gerakan Yoga yang dilakukan dengan posisi fisik (Asana), teknik 

pernafasan (Pranayana) disertai dengan meditasi. Posisi tubuh tersebut dapat 

mengantarkan pikiran menjadi tenang, sehat dan penuh vitalitas. Ajaran 

Hatha Yoga berpengaruh atas badan atau jasmani seseorang. Ajaran Hatha 

Yoga menggunakan disiplin jasmani sebagai alat untuk membangunkan 

kemampuan rohani seseorang. Sirkulasi pernafasan dikendalikan dengan 

sikap-sikap badan yang sukar-sukar. Sikap-sikap badan yang sukar-sukar 

dilatih supaya bagaikan seekor kuda yang diajari dapat menurut perintah 

penunggangnya yang dalam hal ini penunggangnya adalah atman (roh).

2. Mantra Yoga

Gerakan Yoga yang dilaksanakan dengan mengucapkan kalimat-kalimat 

suci melalui rasa kebaktian dan perhatian yang terkonsentrasi. Perhatian 

dikonsentrasikan agar tercapai kesucian hati untuk ‘mendengar’ suara 

kesunyian, sabda, ucapan Tuhan mengenai identitasnya. Pengucapan 

berbagai mantra dengan tepat membutuhkan suatu kajian ilmu pengetahuan 

yang mendalam. Namun biasanya banyak kebaktian hanya memakai satu 

jenis mantra saja.

3. Laya Yoga atau Kundalini Yoga

Gerakan Yoga yang dilakukan dengan tujuan menundukkan pembangkitan 

daya kekuatan kreatif kundalini yang mengandung kerahasian dan latihan-

latihan mental dan jasmani. Ajaran Laya yoga menekankan pada kebangkitan 

masing-masing cakra yang dilalui oleh kundalini yang bergerak dari cakra 

dasar ke cakra mahkota serta bagaimana memanfaatkan karakteristik itu 

untuk tujuan-tujuan kemuliaan manusia.

4. Bakti Yoga

Gerakan Yoga yang memfokuskan diri untuk menuju hati. Diyakini bahwa 

jika seorang yogi berhasil menerapkan ajaran ini maka dia dapat melihat 

kelebihan orang-lain dan tata-cara untuk menghadapi sesuatu. Praktik ajaran 

bakti yoga ini juga membuat seorang yogi menjadi lebih welas asih dan 

menerima segala yang ada di sekitarnya. Karena dalam yoga ini diajarkan 

untuk mencintai alam dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.

5. Raja Yoga

Gerakan Yoga yang menitikberatkan pada teknik meditasi dan kontemplasi. 

Ajaran yoga ini nantinya mengarah pada tata cara penguasaan diri sekaligus 

menghargai diri sendiri dan sekitarnya. Ajaran raja yoga merupakan dasar 

dari yoga sutra.

                                           

6.  Jnana Yoga;

Gerakan Yoga yang menerapkan metode 

untuk meraih kebijaksanaan dan pengetahuan. 

Gerakan ajaran jnana yoga ini cenderung 

untuk menggabungkan antara kepandaian dan 

kebijaksanaan, sehingga nantinya mendapatkan 

hidup yang dapat menerima semua filosofi 

danagama. 

7. Karma Yoga;

Gerakan Yoga yang mempercayai adanya reinkarnasi. Melalui karma yoga 

umat dibuat untuk menjadi tidak egois, karena yakin bahwa perilaku umat 

saat ini memungkinkan berpengaruh pada kehidupan yang mendatang. 

Ajaran karma yoga meliputi yoga perbuatan atau berkarya, kewajiban 

demi tugas itu sendiri tanpa menginginkan buah hasilnya, seperti misalnya 

penghargaan karena mendapat sukses atau terkabulkannya suatu tujuan 

dan tanpa merasa menyesal kiranya bila tidak berhasil atau mengalami 

kegagalan.

Dalam ajaran agama Hindu selain diperkenalkan berbagai jenis gerakan 

yoga tersebut di atas, ada yang disebutkan jenis Tantra Yoga. Ajaran Tantra 

yoga ini sedikit berbeda dengan yoga pada umumnya, bahkan ada yang 

menganggapnya mirip dengan ilmu sihir. Ajaran tantra yoga ini terdiri atas 

kebenaran (kebenaran) dan hal-hal yang mistik (mantra). Ajaran tantra yoga 

bertujuan untuk dapat menghargai pelajaran dan pengalaman hidup umatnya.

0

Uji Kompetensi:

1. Setelah membaca teks tersebut di atas, apakah yang anda ketahui 

tentang yoga? Jelaskanlah!

2. Dengan memahami tentang yoga, apakah sebaiknya yang mesti 

dilakukan?

3. Mengapa orang melakukan yoga?, bagaimana kalau orang yang 

bersangkutan tidak melakukannya? Jelaskanlah!

4. Sejarah membuktikan bahwa ajaran yoga telah berlangsung ribuan 

tahun lamanya dalam kehidupan masyarakat Hindu. Buatlah peta 

konsep tentang keberadaan ajaran yoga dalam sastra Hindu!


B. Bagian-Bagian Ashtangga Yoga

Perenungan;

Pratena dikṡām āpnoti dikṣāya āpnoti dakṣiṇām, 

dakṣinā ṡraddhām āpnoti ṡraddhāya satyam āpyate.

Terjemahannya:

’Melalui pengabdian kita memperoleh kesucian, dengan kesucian kita 

mendapat kemuliaan. Dengan kemuliaan kita mendapat kehormatan dan 

dengan kehormatan kita memperoleh kebenaran’ (Yajurveda XIX.30).

Memahami Teks:

Ashtangga yoga atau delapan tangga yoga yang di rumuskan oleh seorang 

yogi mumpuni bernama Patanjali di dalam kitabnya yoga sutra, merupakan 

warisan yang sangat berharga bagi para praktisi yoga masa kini. Dijelaskan 

bahwa dalam menjalankan yoga ada tahapan-tahapan yang harus ditempuh 

yang disebut dengan Ashtangga Yoga. Yang dimaksud dengan Ashtangga 

Yoga adalah delapan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan 

yoga. Adapun bagian-bagian dari Ashtangga Yoga yaitu Yama (pengendalian 

diri unsur jasmani), Nyama (pengendalian diri unsur-unsur rohani), Asana 

(sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Pratyahara (menarik semua 

indrinya kedalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri 

dengan Tuhan), Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan Sang Hyang Widhi 

Wasa), dan Samadhi (telah mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang 

sempurna atau merealisasikan diri). Berikut dapat dijelaskan bagian-bagian 

dari Ashtangga Yoga yang dimaksud antara lain:

1. Yama bratha 

Yama bratha adalah pengendalian diri yang terdiri dari 5 (Lima) aspek, 

disebut dengan istilah Panca Yama Bratha. Panca Yama Bratha adalah 

lima pengendalian diri tingkat jasmani yang harus dilakukan tanpa kecuali. 

5. Amatilah praktik ajaran yoga yang ada di sekitar lingkungan 

anda, buatlah laporan berdasarkan hasil pengamatan yang telah 

dilakukan! Sebelumnya diskusikanlah dengan orang tua anda di 

rumah.

6. Sejak kapan praktik ajaran yoga berkembang di sekitar wilayah 

anda, bagaimana respon masyarakat sekitarnya? 

                                           

Gagal melakukan pantangan dasar ini maka seseorang tidak akan pernah 

bisa mencapai tingkatan berikutnya. Penjabaran kelima Yama Bratha ini 

diuraikan dengan jelas dalam Patanjali Yoga Sūtra II.35 – 39.

a. Ahimsa atau tanpa kekerasan. Ahimsa mengajarkan anti kekerasan, 

seseorang hendaknya menghindari setiap bentuk tindak kekerasan, baik 

terhadap sesama manusia, binatang maupun lingkungan sekitar. Jangan 

melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau perkataan. 

(Patanjali Yoga Sūtra II.35)

b. Satya adalah kebenaran yang sejati, mengikuti nurani dan menguatkan 

mental untuk selalu berkata, berpikir, dan berlaku secara benar. Satya 

adalah kejujuran/kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, 

atau pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. (Patanjali 

Yoga Sūtra II.36)

c. Astya adalah tidak mencuri, tidak menginginkan sesuatu yang dimiliki 

orang lain. Astya adalah pantang menginginkan segala sesuatu yang 

bukan miliknya sendiri. Astya adalah pantang melakukan pencurian 

baik hanya dalam pikiran, perkataan apalagi dalam perbuatan. (Patanjali 

Yoga Sūtra II.37)

d. Brahmacarya adalah menjaga kesucian, hidup secara seimbang 

dalam segala hal dan menjaga kemurnian tubuh, pikiran dan emosi. 

Brahmacarya adalah berpantang dengan kenikmatan seksual. (Patanjali 

Yoga Sūtra II.38)

e. Aparigraha adalah nonposesif, menjauhkan diri dari membangga-

banggakan diri dan harta, tetap hidup dengan sederhana dan tidak 

berlebihan. Aparigraha adalah pantang akan kemewahan; seorang 

praktisi Yoga (Yogi) harus hidup sederhana. (Patanjali Yoga Sūtra II.38).

2. Nyama bratha 

Nyama bratha adalah disiplin diri, terdiri dari 5 aspek yang dinamakan 

Panca Nyama Bratha. Panca Niyama Bratha adalah lima pengendalian diri 

tingkat rohani dan sebagai penyokong dari pantangan dasar sebelumnya, 

sebagaimana diuraikan dalam Patanjali Yoga Sūtra II.40-45.

a. Saucha adalah kemurnian. Saucha berarti meningkatkan kesucian tubuh 

dan pikiran atau kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang 

menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan 

badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran 

0

dari kontak fisik tersebut (Patanjali Yoga Sūtra II.40). Saucha juga 

menganjurkan kebajikan Sattvasuddi atau pembersihan kecerdasan 

untuk dapat membedakan:

1). Saumanasya atau keriangan hati, 

2). Ekagrata atau pemusatan pikiran, 

3). Indriajaya atau pengawasan nafsu-nafsu, 

4). Atmadarsana atau realisasi diri (Patanjali Yoga Sūtra II.41).

b. Santosha atau kepuasan. Santosha adalah penuh kedamaian. Menjaga 

rasa damai dan rasa puas dalam diri. Hal ini dapat membawa praktisi 

Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam 

kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental (Patanjali Yoga 

Sūtra II.42).

c. Tapa atau mengekang. Tapa adalah ketekunan dan usaha keras. Melalui 

pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda 

dalam aspek spiritual (Patanjali Yoga Sūtra II.43).

d. Svadhyaya adalah menuntut ilmu. Selalu haus akan ilmu dan memilki 

hasrat untuk terus memperdalam ilmu. Svadhyaya adalah tekun 

mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan 

nama-nama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan 

tercapainya “istadevata-samprayogah, persatuan dengan apa yang 

dicita-citakannya (Patanjali Yoga Sūtra II.44).

e. Isvarapranidhana adalah menghormati Tuhan dan ajaran agama yang 

ada. Isvarapranidhana berarti penyerahan dan pengabdian kepada Sang 

Hyang Widhi yang akan mengantarkan seseorang kepada tingkatan 

samadhi (Patanjali Yoga Sūtra II.45).

Dengan menempuh jalan kebaikan bukan berarti seseorang dengan 

sendirinya dilindungi terhadap kesalahan yang bertentangan. Jangan 

menyakiti orang lain belum tentu berarti perlakukan orang lain dengan 

baik. Kita harus melakukan keduanya, tidak menyakiti orang lain dan 

sekaligus melakukan keramah-tamahan.

3. Asana

Asana adalah sikap duduk pada waktu melaksanakan yoga. Buku 

Yogasutra tidak mengharuskan sikap duduk tertentu, tetapi menyerahkan 

sepenuhnya kepada siswa sikap duduk yang paling disenangi dan relax, 

asalkan dapat menguatkan konsentrasi dan pikiran dan tidak terganggu 

karena badan merasakan sakit akibat sikap duduk yang dipaksakan. Selain 

                                           

itu sikap duduk yang dipilih agar dapat berlangsung lama, serta mampu 

mengendalikan sistem saraf sehingga terhindar dari goncangan-goncangan 

pikiran. Sikap duduk yang relaks antara lain : silasana (bersila) bagi laki-

laki dan bajrasana (bersimpuh, menduduki tumit) bagi wanita, dengan 

punggung yang lurus dan tangan berada diatas kedua paha, telapak tangan 

menghadap keatas.

Asana adalah sikap atau postur yoga, merupakan gerakan yang lembut 

dan sistematis. Asana bermanfaat untuk meningkatkan kelenturan serta 

kekuatan otot dan sendi tubuh, memijat susunan saraf pusat di punggung, 

melancarkan aliran darah, menyeimbangkan produksi hormon, serta 

membuang racun dari dalam tubuh. 

4. Pranayama

Pranayama adalah pengaturan nafas keluar masuk 

paru-paru melalui lubang hidung dengan tujuan 

menyebarkan prana (energi) ke seluruh tubuh. 

Pada saat manusia menarik nafas mengeluarkan 

suara So, dan saat mengeluarkan nafas berbunyi 

Ham. Dalam bahasa Sanskerta So berarti energi 

kosmik, dan Ham berarti diri sendiri (saya). Ini 

berarti setiap detik manusia mengingat diri dan 

energi kosmik. 

Pranayama terdiri dari : Puraka yaitu memasukkan 

nafas, Kumbhaka yaitu menahan nafas, dan Recaka 

yaitu mengeluarkan nafas. Puraka, kumbhaka dan 

recaka dilaksanakan pelan-pelan bertahap masing-

masing dalam tujuh detik. Hitungan tujuh detik ini dimaksudkan untuk 

menguatkan kedudukan ketujuh cakra yang ada dalam tubuh manusia 

yaitu: muladhara yang terletak di pangkal tulang punggung diantara dubur 

dan kemaluan, svadishthana yang terletak diatas kemaluan, manipura yang 

terletak di pusar, anahata yang terletak di jantung, vishuddha yang terletak 

di leher, ajna yang terletak ditengah-tengah kedua mata, dan sahasrara 

yang terletak diubun-ubun.

Pranayama adalah teknik pernapasan, meningkatkan asupan oksigen 

serta prana ke dalam tubuh, menggiatkan fungsi kerja sel tubuh, serta 

meningkatkan konsentrasi dan ketenangan pikiran.


5. Pratyahara

Pratyahara adalah penguasaan panca indra oleh pikiran sehingga apapun 

yang diterima panca indra melalui syaraf ke otak tidak mempengaruhi 

pikiran. Panca indra adalah : pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa 

lidah dan rasa kulit. Pada umumnya indra menimbulkan nafsu kenikmatan 

setelah mempengaruhi pikiran. Yoga bertujuan memutuskan mata rantai 

olah pikiran dari rangsangan syaraf ke keinginan (nafsu), sehingga citta 

menjadi murni dan bebas dari goncangan-goncangan. Jadi yoga tidak 

bertujuan mematikan kemampuan indra. Untuk jelasnya mari kita kutip 

pernyataan dari Maharsi Patanjali sebagai berikut.

“Swa Viyasa Asamprayoga, 

Cittayasa Svarupa Anukara, 

Iva Indrayanam Pratyaharah, 

tatah Parana Vasyata Indriyanam”. 

Terjemahannya:

Pratyahara terdiri dari pelepasan alat-alat indra dan nafsunya masing-

masing, serta menyesuaikan alat-alat indra dengan bentuk citta (budi) 

yang murni. Makna yang lebih luas sebagai berikut: Pratyahara hendaknya 

dimohonkan kepada Sang Hyang Widhi dengan konsentrasi yang penuh 

agar mata rantai olah pikiran ke nafsu terputus. 

Pratyhara adalah menguasai rasa, yaitu menarik perhatian dari semua 

rangsangan yang terdapat di luar dan dapat mengganggu konsentrasi, dan 

mengarahkannya ke dalam diri. Pratyahara bertujuan mendiamkan pikiran 

dan merupakan pelatihan yang sangat baik untuk meningkatkan kesadaran 

(mindfullness)

6. Dharana

Dharana adalah konsentrasi, yakni tahap awal menuju Dhayana atau 

meditasi. Dharana merupakan kelanjutan Pratyahara karena pikiran 

menjadi lebih tajam. Dharana artinya mengendalikan pikiran agar terpusat 

pada suatu objek konsentrasi. Objek itu dapat berada dalam tubuh kita 

sendiri, misalnya “selaning lelata” (sela-sela alis) yang dalam keyakinan 

Sivaism disebut sebagai “Trinetra” atau mata ketiga Siwa. Dapat pula 

pada “tungtunging panon” atau ujung (puncak) hidung sebagai objek 

pandang terdekat dari mata. Para Sulinggih (Pendeta) di Bali banyak yang 

menggunakan ubun-ubun (sahasrara) sebagai objek karena disaat “ngili 

                                           

atma” di ubun-ubun dibayangkan adanya padma berdaun seribu dengan 

mahkotanya berupa atman yang bersinar “spatika” yaitu berkilau bagaikan 

mutiara. 

Objek lain diluar tubuh manusia misalnya bintang, bulan, matahari, dan 

gunung. Penggunaan bintang sebagai objek akan membantu para yogi 

menguatkan pendirian dan keyakinan pada ajaran Dharma, jika bulan yang 

digunakan membawa kearah kedamaian batin, matahari untuk kekuatan 

phisik, dan gunung untuk kesejahteraan. Objek diluar badan yang lain 

misalnya patung dan gambar dari Dewa-Dewi, Guru Spiritual. yang 

bermanfaat bagi terserapnya vibrasi kesucian dari objek yang ditokohkan 

itu. Kemampuan pengikut yoga melaksanakan Dharana dengan baik akan 

dapat memudahkan yang bersangkutan mencapai Dhyana dan Samadhi.

7. Dhyana

Dhyana berarti meditasi, adalah perjalanan untuk lebih jauh masuk dalam 

pikiran dan diri (the self) dan mulai meniadakan eksistensi tubuh. Dhyana 

adalah suatu keadaan dimana arus pikiran tertuju tanpa putus-putus pada 

objek yang disebutkan dalam Dharana itu, tanpa tergoyahkan oleh objek 

atau gangguan atau godaan lain baik yang nyata maupun yang tidak 

nyata. Gangguan atau godaan yang nyata dirasakan oleh Panca Indra baik 

melalui pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah maupun rasa 

kulit. Ganguan atau godaan yang tidak nyata adalah dari pikiran sendiri 

yang menyimpang dari sasaran objek Dharana. Tujuan Dhyana adalah 

aliran pikiran yang terus menerus kepada Sang Hyang Widhi melalui objek 

Dharana, lebih jelasnya Yogasutra Maharsi Patanjali menyatakan: 

“Tantra Pradyaya Ekatana Dhyanam” 

Terjemahannya; 

Arus buddhi (pikiran) yang tiada putus-putusnya menuju tujuan (Sang 

Hyang Widhi). 

Kaitan antara Pranayama, Pratyahara dan Dhyana sangat kuat, dinyatakan 

oleh Maharsi Yajnawalkya sebagai berikut:

”Pranayamair Dahed Dosan, 

Dharanbhisca Kilbisan, 

Pratyaharasca Sansargan, 

Dhyanena Asnan Gunan”: 

208 Kelas XII SMA/SMK 

Terjemahannya: 

Dengan pranayama terbuanglah kotoran badan dan kotoran buddhi, dengan 

pratyahara terbuanglah kotoran ikatan (pada objek keduniawian), dan 

dengan dhyana dihilangkanlah segala apa (hambatan) yang berada diantara 

manusia dan Sang Hyang Widhi.

Meditasi adalah usaha pengalihan pikiran kepada kesadaran yang lebih 

tinggi dengan tujuan untuk memperluhur jiwa. Tentang meditasi, kitab 

svetasvantara Upanisad, menyatakan:

Dhyana-nirmathanabhyasat

Devedam pasyen nigudhavasat

Terjemahannya:

Dengan bermeditasi yang teguh seseorang bisa melihat Tuhan Yang Maha 

Esa, walaupun Ia tersembunyi, (Svetasvantara Upanisad. I.14).

Saat melakukan meditasi dengan mata tertutup, kita mampu menyerap lebih 

dan lebih banyak intisari dari Tuhan yang kita cita-citakan dan menaikkan 

diri kita perlahan-lahan sampai saatnya tiba, dengan keagunganNya dan 

berkatNya kita hampir serupa dengan Dia (Tuhan). Cahaya di dalam 

hati adalah konsep yang paling abstrak yang dapat kamu terima. Tidak 

mempunyai bentuk, tidak mempunyai bahan-bahan, tidak mempunyai 

berat. Jadi itulah sebagai titik permulaan, setelah meditasi kita berlangsung 

khusyuk dan lebih khusyuk, akan mengungkapkan kepada kita dari dalam 

diri kita sendiri, dengan keagungan Tuhan dan dengan usaha kita, bahwa 

ini adalah kesatuan dari 2 hal, siapa itu Tuhan atau apa kekayaan Tuhan 

yang sebenarnya. Dan pasti ada saatnya, ketika suatu hari kita dapat berkata 

: “Saya mempunyai suatu persangkaan tentang apakah semua itu, bukan 

karena saya pernah melihatnya atau merabanya tetapi karena saya sudah 

merasakannya.

Jadi Tuhan tidak dapat menjadi obyek dari pengetahuan, tidak dapat menjadi 

obyek dari penglihatan, tidak dapat diungkapkan dengan penglihatan. 

Tetapi ketika kita meditasi dan meditasi tersebut benar dan sukses seperti 

yang seharusnya, kita lambat laun mengambil apapun yang dapat kita ambil 

dari sumber ketuhanan, dengan lambat laun menyucikan diri kita sendiri, 

malahan belum sampai taraf apa-apa orang itu dapat berkata, “Saya adalah 

Tuhan”. Kamu mungkin seperti Tuhan dalam setiap hal, dalam setiap 

kualitas, dalam setiap apapun yang dapat kamu khayalkan. Namun Tuhan 

adalah Tuhan dan kamu tetap menjadi pengikut yang sederhana. Tetapi 

tidak ragu-ragu akan disucikan ke tingkat tertinggi yang memungkinkan.

                                           

8. Samadhi

Samadhi berarti tercapainya kesadaran tertinggi atau pencerahan. Dalam 

tahap dhyana (meditasi) terkadang masih terasa dualisme antara kesadaran 

tubuh. Samadhi merupakan titik kulminasi union atau peleburan antara 

atma (diri) dan Sang Brahman (Sang Pencipta). Samadhi adalah tingkatan 

tertinggi dari Ashtangga Yoga, yang dibagi dalam dua keadaan yaitu:

a. Samprajnatta Samadhi atau Sabija Samadhi, adalah keadaan dimana 

yogi masih mempunyai kesadaran.

b. Asamprajnata-samadhi atau Nirbija-samadhi, adalah keadaan dimana 

yogi sudah tidak sadar akan diri dan lingkungannya, karena bathinnya 

penuh diresapi oleh kebahagiaan tiada tara, diresapi oleh cinta kasih 

Sang Hyang Widhi. 

Baik dalam keadaan Sabija-samadhi maupun Nirbija-samadhi, seorang yogi 

merasa sangat berbahagia, sangat puas, tidak cemas, tidak merasa memiliki 

apapun, tidak mempunyai keinginan, pikiran yang tidak tercela, bebas dari 

“Catur Kalpana” (yaitu : tahu, diketahui, mengetahui, Pengetahuan), tidak 

lalai, tidak ada ke-”aku”-an, tenang, tentram dan damai. Samadhi adalah 

pintu gerbang menuju Moksa, karena unsur-unsur Moksa sudah dirasakan 

oleh seorang yogi. Samadhi yang dapat dipertahankan terus-menerus 

keberadaannya, akan sangat memudahkan pencapaian Moksa.  

”Yada Pancavatisthante, 

Jnanani Manasa Saha, 

Buddhis Ca Na Vicestati, 

tam Ahuh Paramam Gatim” 

Terjemahannya; 

Bilamana Panca Indra dan pikiran berhenti dari kegiatannya dan buddhi 

sendiri kokoh dalam kesucian, inilah keadaan manusia yang tertinggi 

(Katha Upanisad II.3.1). Renungkanlah bait sloka di atas!

210 Kelas XII SMA/SMK 

Berikut ini adalah Sistematika Ashtangga Yoga dalam bentuk diagram:

Demikian ashtangga yoga sudah dan semestinya dilaksanakan oleh umat 

sedharma dengan demikian Moksa dan jagadhita yang dicita-citakan dapat 

terwujud sebagaimana mestinya.

No Ashtangga Yoga Jenis Tahapannya Etika Yoga

1. Yama bratha

Ahimsa

Hantha 

Yoga

Satya

Asteya

Brahmacharya

Aparigraha

2. Niyama bratha

Sauca

Sentosa

Tapa

Kriya YogaSvadhayaya

Isvara- pranidhana

3. Asana

4. Pranayama

Prana

Apana

Samana

Udana

Vyana

5. Pratyahara

6. Dharana

Samyana7. Dhyana

8. Samadhi

Uji Kompetensi:

1. Dalam ajaran Ashtangga Yoga tahapan-tahapan apa sajakah yang 

harus dilaksanakan oleh pesertanya?

2. Coba praktekkan sikap tubuh (Dhyana) dalam Yoga! Apa yang 

anda ketahui dari aktivitas tersebut? Tuliskan atau paparkanlah!

3. Bagaimana cara untuk mengendalikan diri baik itu dari unsur 

jasmani maupun rohani?

                                           Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 211

C. Hambatan dan Tantangan dalam Penerapan 

Ashtangga Yoga

Menurut Asmarani, Devi. (2011) Yoga yang dipraktikkan sekarang sebenarnya 

sangat berbeda dengan yoga yang diparaktikkan beberapa ribu tahun yang 

lalu, meskipun tradisi meditasi yang diwariskan tetap bertahan. Kata “yoga” 

pertama kali beredar di kitab Weda sekitar tahun 1.500 SM di dalam Rg Veda, 

sebuah koleksi himne atau mantra yang merupakan teks suci tertua dari Weda. 

Yoga berasal dari kata “yuj” atau dalam bahasa Inggris to yoke (menyatukan). 

Yoga sebagai disiplin mental mulai lebih terlihat dalam buku Upanishad 

yang berisi risalah agama purbakala Hindu yang ditulis sejak tahun 800 SM. 

Dijelaskan yoga sebagai jalan untuk mencapai pencerahan, untuk terbebas dari 

penderitaan, terutama lewat disiplin karma yoga (yoga yang dilakukan lewat 

tindakan atau ritual ) dan jnana yoga (yoga yang dilakukan lewat menggali 

ilmu pengetahuan atau mempelajari kitab-kitab suci). 

Ketika seorang filsafat dan penulis enigmatis yang dikenal sebagai Pantanjali, 

menulis Yoga Sutra.  Baru saat itulah yoga dijelaskan dan dipaparkan sebagai 

sebuah disiplin yang sistematis. Patanjali yang sekarang dikenal sebagai 

bapak disiplin yoga modern menuliskan 195 sutra (aphorisme atau petuah) 

pada sekitar abad ke – 2 SM. Kumpulan yang diberi nama Yoga Sutra ini 

adalah bahan tekstual pertama yang mengulas tentang seni kehidupan, dari 

mulai bagaimana bersikap dan menjaga kesucian diri, bagaimana perilaku 

dalam kehidupan sosial, sampai bagaimana mencapai pencerahan. 

Patanjali percaya bahwa penderitaan akibat dari keterikatan manusia terhadap 

pengalaman eksternal, ketika kita terlalu terfokus pada apa yang kita inginkan 

atau apa yang akan kita hasilkan, bukan apa yang sedang kita lakukan. 

Keterikatan akan pengalaman eksternal ini menjauhkan hubungan kita dari 

kesadaran penuh akan diri sendiri, kesadaran akan kehadiran semesta yang 

lebih tinggi dan mulia. 

Hambatan dan tantangan yang perlu diantisipasi dalam penerapan Ashtangga 

Yoga, antara lain:

4. Bila seseorang melaksanakan yoga tanpa mengikuti tahapan-

tahapannya, apakah yang akan terjadi? Buatlah narasinya 1–3 

halaman diketik dengan huruf  Times New Roman –12, spasi 1,5 

cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! Sebelumnya diskusikanlah 

dengan orang tua anda di rumah.

 

1. Vitarka yang berhubungan dengan Yama bratha

Yama bratha adalah pengendalian diri tingkat jasmani, yang dipandang 

sebagai tahap awal bagi seseorang yang ingin meningkatkan kualitas 

spiritualnya. Ada lima jenis pengendalian diri tahap awal yang wajib 

diikuti oleh seseorang untuk melaksanakan yoga yang disebut Panca Yama 

bratha. Untuk dapat melaksanakan yoga dengan baik yang bersangkutan 

wajib mengindari perilaku yang bertentangan dengan Panca Yama bratha. 

Perilaku seseorang yang berlawanan dengan yama disebut vitarka. 

Vitarka tahap awal terdiri dari lima jenis tindakan keliru, kesalahan-

kesalahan yang harus dengan teliti dijauhkan dan dihilangkan oleh 

seseorang dalam melaksanakan yoga. Penghambat dan tantangan bagi 

seseorang yang berhubungan dengan ajaran yama bratha, antara lain:

a. Himsa atau kekerasan dan tidak sabar sebagai lawan ahimsa

b. Asatya atau kepalsuan sebagai lawan dari satya

c. Steya atau keserakahan sebagai lawan dari asteya

d. Vyabhicara atau kenikmatan seksual sebagai lawan dari brahmacarya

e. Parigraha adalah membangga-banggakan diri dan harta, hidup mewah 

dan berlebihan sebagai lawan dari Aparigraha.

2. Vitarka yang berhubungan dengan Nyama bratha

Nyama bratha adalah pengendalian diri tingkat rohaniah, yang dipandang 

sebagai tahap selanjutnya (tahap ke dua setelah yama) bagi seseorang yang 

ingin meningkatkan kualitas spiritualnya. Ada lima jenis pengendalian diri 

tahap lanjutan yang wajib diikuti oleh seseorang untuk melaksanakan yoga 

disebut Panca Nyama bratha. Untuk dapat melaksanakan yoga dengan 

baik yang bersangkutan wajib menghindari perilaku yang bertentangan 

dengan Panca Nyama bratha.

Vitarka tahap ke dua (tingkat rohaniah) terdiri dari lima jenis tindakan keliru, 

kesalahan-kesalahan yang harus dengan teliti dijauhkan dan dihilangkan 

oleh seseorang dalam melaksanakan yoga. Penghambat dan tantangan bagi 

seseorang yang berhubungan dengan ajaran nyama bratha, antara lain:

a. Asauca atau kekotoran sebagai lawan dari sauca

b. Asantosa atau ketidakpuasan sebagai lawan dari santosa

c. Vilasa atau kemewahan sebagai lawan tapa

d. Pramada atau kealpaan sebagai lawan svadhyaya

                                           

e. Prakrti-pranidhana atau keterikatan pada prakrti sebagai lawan dari 

isvarapranidhana

Dengan menempuh jalan kebaikan bukan berarti seseorang dengan 

sendirinya dapat terlindungi dari kesalahan yang bertentangan. Jangan 

menyakiti orang lain belum tentu berarti memperlakukan orang lain 

dengan baik. Kita harus melakukan keduanya, tidak menyakiti orang lain 

dan sekaligus bersifat serta bersikap ramah tamah dengan sesama dan 

lingkungan sekitarnya.

3. Sikap duduk (Asana)

Asana adalah sikap duduk pada waktu melaksanakan yoga. Kitab Yogasutra 

tidak mengharuskan seseorang dalam berlatih yoga dengan sikap duduk 

tertentu, namun menyerahkan sepenuhnya kepada yang bersangkutan 

berlatih dengan sikap duduk yang paling disenangi dan rileks. Duduk yang 

baik adalah duduk yang dapat menguatkan konsentrasi dan pikiran dan 

tidak terganggu karena badan merasakan sakit akibat sikap duduk yang 

dipaksakan. Duduk yang baik adalah sikap duduk yang dipilih agar dapat 

berlangsung lama, serta mampu mengendalikan sistiem saraf sehingga 

terhindar dari goncangan-goncangan pikiran. Duduk yang baik adalah 

sikap duduk yang rileks, antara lain: silasana (bersila) bagi laki-laki dan 

bajrasana (bersimpuh) bagi wanita, dengan punggung yang lurus dan tangan 

berada diatas kedua paha, telapak tangan menghadap keatas. Duduk yang 

baik adalah sikap duduk yang sopan dan santun, serta tidak mengganggu 

konsentrasi peserta yoga yang sedang berlatih. Dengan demikian dapat 

dinyatakan bahwa sikap duduk yang tidak sopan dan santun menjadi 

penghambat dan tantangan bagi seseorang yang sedang berlatih yoga, 

karena akan dapat mengganggu konsentrasi yang bersangkutan. Berikut 

ini dapat disajikan macam-macam gerakan asana (sikap duduk yang baik) 

dan manfaatnya menurut Gheranda Samhita.

No Nama sikap duduk Sikap duduk Manfaat

1 Siddhasana

Dengan ke dua kaki 

lurus ke depan

Untuk mendapatkan 

keberhasilan

2 Padmasana Seperti bunga Teratai

Menghilangkan 

segala macam 

penyakit

3 Bhajrasana

Dengan diatas Tumit 

yang terbalik

Menghilangkan 

segala macam 

penyakit

214 Kelas XII SMA/SMK 

4 Muktasana

Dengan kaki 

yang kiri dibawah 

kemudian kaki kanan 

taruh diatas

Untuk keberhasilan

5 Vajrasana

Diatas kedua telapak 

kaki

Untuk pencernaan

6 Svastikasana

Dengan kaki dilipat 

dibawah dan yang 

lainnya di atas

Untuk keberhasilan

7 Singhasana Seperti sikap Singa

Untuk 

menghilangkan 

penyakit

8 Gomukhasana Seperti wajah Sapi

Mengatasi penyakit 

Jantung

9 Virasana

Seperti seorang 

pemberani

Menumbuhkan sikap 

pemberani

10 Dhanurasana Tubuh seperti Busur

Melenturkan tulang 

belakang

11 Mritasana Badan seperti Mayat

Untuk tensi darah 

rendah

12 Guptasana

Kedua kaki sembunyi 

dibawah paha

Untuk melenturkan 

kedua kaki

13 Matsyasana Seperti Ikan

Untuk 

menghilangkan 

penyakit

14 Pascimottanasana

Dengan kedua kaki 

lurus

Untuk penyakit 

pencernaan

15 Matsyendrasana Sikap Ikan terbalik

Untuk penyakit 

pencernaan

16 Goraksasana Diatas kedua kaki Untuk keberhasilan

17 Utkatasana Diatas tumit kaki

Untuk kesehatan 

seluruh tubuh

18 Sankatasana

Dengan melipat 

kedua kaki

Melenturkan kedua 

kaki

19 Mayurasana Seperti sikap Merak

Menguatkan 

pencernaan

20 Kukutasana Seperti sikap Ayam

Untuk kedua tangan 

dan penyakit Wasir

                                           

4. Pengaturan napas (Pranayama)

Pranayama adalah pengaturan nafas keluar masuk paru-paru melalui 

lubang hidung dengan tujuan menyebarkan prana (energi) keseluruh 

tubuh. Pada saat manusia menarik nafas mengeluarkan suara So, dan saat 

mengeluarkan nafas berbunyi Ham. Dalam bahasa Sanskerta So berarti 

energi kosmik, dan Ham berarti diri sendiri (saya). Ini berarti setiap 

detik manusia mengingat diri dan energi kosmik. Pranayama terdiri dari: 

Puraka; memasukkan nafas, Kumbhaka; menahan nafas, dan Recaka; 

mengeluarkan nafas. Puraka, Kumbhaka dan Recaka dilaksanakan secara 

21 Kurmasana

Seperti sikap Kura-

kura

Untuk 

memanjangkan Nafas

22 Uttan Kurmasana

Seperti sikap Kura-

kura II

Untuk nafas, 

kesehatan dan 

penyakit Perut

23 Uttan Mandukasana Seperti sikap Kodok

Untuk kekuatan 

badan

24 Vriksasana Seperti sikap Pohon

Untuk kesetabilan 

dua

25 Mandukasana

Seperti sikap Kodok 

II

Untuk Pernafasan

26 Garudasana Seperti sikap Garuda Untuk Prostat

27 Vrisasana

Seperti sikap Sapi 

Jantan

Untuk Hernia

28 Salabhasana

Seperti sikap 

Kalajengking

Segala Jenis Penyakit 

Perut

29 Makarasana Seperti sikap Buaya

Untuk 

menghilangkan stress 

dan sangat bagus 

untuk leher

30 Ustrasana Seperti sikap Unta

Untuk leher yang 

kaku

31 Bhujangasana Seperti sikap Ular

Mengeluarkan racun 

dari badan

32 Yogasana

Seperti sikap duduk 

nyaman dan stabil

Untuk memberikan 

rasa nyaman dan 

stabil pada saat 

meditasi

0

pelan-pelan dan bertahap masing-masing dalam tujuh detik. Hitungan 

tujuh detik ini dimaksudkan untuk menguatkan kedudukan ketujuh cakra 

yang ada dalam tubuh manusia yaitu: Muladhara yang terletak di pangkal 

tulang punggung diantara dubur dan kemaluan, Svadishthana yang terletak 

diatas kemaluan, Manipura yang terletak di pusar, Anahata yang terletak 

di jantung, Vishuddha yang terletak di leher, Ajna yang terletak ditengah-

tengah kedua mata, dan Sahasrara yang terletak diubun-ubun.

Fungsi pernapasan sangat pital dalam berlatih yoga, tanpa pranayama 

yang baik tidak ada sesuatu yang dapat dilakukan oleh seseorang. Oleh 

karenanya setiap orang wajib hukumnya untuk menjaga pernafasan selalu 

dalam keadaan sehat. Nafas adalah hidup semua mahkluk. Pernafasan yang 

tidak sehimbang dapat menghambat, megganggu dan sekaligus adalah 

tantangan bagi seseorag yang berlatih yoga.

5. Prathyahara, Dharana, Dhyana dan Semadhi

Prathyahara adalah penguasaan panca indra oleh pikiran sehingga apapun 

yang diterima panca indra melalui syaraf ke otak tidak mempengaruhi 

pikiran. Panca indra terdiri dari: pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa 

lidah dan rasa kulit. Pada umumnya indra menimbulkan nafsu kenikmatan 

setelah mempengaruhi pikiran. Yoga bertujuan memutuskan mata rantai 

olah pikiran dari rangsangan syaraf ke keinginan (nafsu), sehingga citta 

menjadi murni dan bebas dari goncangan-goncangan. Jadi yoga tidak 

bertujuan mematikan kemampuan indra. Untuk jelasnya ada baiknya 

mengutip pernyatan dari Maharsi Patanjali sebagai berikut: 

Sva viyasa asamprayoga, 

cittayasa svarupa anukara, 

iva indriyanam pratyaharah, 

tatah parana vasyata indriyanam. 

Terjemahannya:

Pratyahara terdiri dari pelepasan alat-alat indra dan nafsunya masing-

masing, serta menyesuaikan alat-alat indra dengan bentuk citta (budi) yang 

murni. 

Pratyahara hendaknya dimohonkan kepada Hyang Widhi dengan 

konsentrasi yang penuh agar mata rantai olah pikiran ke nafsu terputus. 

Tidak terpusatnya konsentrasi pikiran adalah sebagai penghambat dan 

sekaligus tantangan bagi setiap orang yang berlatih yoga. Dengan demikian 

setiap orang hendaknya melatih pikiran agar menjadi sehimbang.

                                           

Dharana artinya mengendalikan pikiran agar terpusat pada suatu objek 

konsentrasi. Objek itu dapat berada dalam tubuh kita sendiri, misalnya 

“selaning lelata” (sela-sela alis) yang dalam keyakinan Sivaisme disebut 

sebagai “Trinetra” atau mata ketiga Siwa. Dapat pula pada “tungtunging 

panon” atau ujung (puncak) hidung sebagai objek pandang terdekat dari 

mata. 

Para Sulinggih (Pendeta) di Bali banyak yang menggunakan ubun-

ubun (sahasrara) sebagai objek karena disaat “ngili atma” di ubun-ubun 

dibayangkan adanya padma berdaun seribu dengan mahkotanya berupa 

atman yang bersinar “spatika” yaitu berkilau bagaikan mutiara. Objek 

lain diluar tubuh manusia misalnya bintang, bulan, matahari, dan gunung. 

Penggunaan bintang sebagai objek akan membantu para yogi menguatkan 

pendirian dan keyakinan pada ajaran Dharma, jika bulan yang digunakan 

membawa kearah kedamaian batin, matahari untuk kekuatan fisik, dan 

gunung untuk kesejahteraan. Objek diluar badan yang lain misalnya 

patung dan gambar dari Dewa-Dewi, Guru Spiritual yang bermanfaat bagi 

terserapnya vibrasi kesucian dari objek yang ditokohkan itu. Kemampuan 

melaksanakan Dharana dengan baik akan memudahkan mencapai Dhyana 

dan Samadhi. Sebaliknya keterikatan pikiran akan obyek yang dipergunakan 

untuk mencapai dharana merupakan hambatan bagi pengikut yoga untuk 

mencapai dhyana dan samadi.

Dhyana adalah suatu keadaan dimana arus pikiran tertuju tanpa putus-putus 

pada objek yang disebutkan dalam Dharana itu, tanpa tergoyahkan oleh 

objek atau gangguan atau godaan lain baik yang nyata maupun yang tidak 

nyata. Gangguan atau godaan yang nyata dirasakan oleh Panca Indra baik 

melalui pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah maupun rasa kulit. 

Gangguan atau godaan yang tidak nyata adalah dari pikiran sendiri 

yang menyimpang dari sasaran objek Dharana. Tujuan Dhyana adalah 

mengalirkan pikiran yang terus menerus kepada Hyang Widhi melalui 

objek Dharana. Yogasutra Maharsi Patanjali menyatakan: “Tatra pradyaya 

ekatana dhyanam” Artinya: Arus buddhi (pikiran