eniti jalan tantra. Beberapa orang
Indolog beranggapan bahwa ada hubungan antara Konsep-Devi (Mother-
Goddes) yang bukti-buktinya terdapat dalam suatu zeal di Lembah Sindhu
(sekarang ada di Pakistan), dengan Konsep Mahanirwana Tantra. Konsep
ini berpangkal pada percakapan Devi Parwati dengan Deva Siva yang
menguraikan turunnya Devi Durga ke Bumi pada zaman Kali untuk
menyelamatkan dunia dari kehancuran moral dan perilaku.
4. Penyelamat dunia dari kehancuran.
Dalam beberapa sumber Devi Durga juga disebut “Candi”. Dari sinilah pada
mulanya muncul istilah “candi” (candikaghra) untuk menamai bangunan
suci sebagai tempat memuja Deva dan arwah yang telah suci. Peran Devi
Durga dalam menyelamatkan dunia dari kehancuran moral dan perilaku
disebut kalimosada. Kalimosada (Kali-maha-usada), yang artinya Devi
Durga adalah obat yang paling mujarab dalam zaman kekacauan moral,
pikiran dan perilaku; sedangkan misi Beliau turun ke bumi disebut
Kalika-Dharma. Seiring pendistorsian ajaran Hindu di Indonesia. Apakah
kalimosada ‘Kalimat Syahadat’.
0
5. Mewarnai kebudayaan dan keagamaan.
Prinsip-prinsip Tantra terdapat dalam buku bernama Nigama, sedangkan
praktek-prakteknya dalam buku Agama. Sebagian buku-buku kono itu
telah hilang dan sebagian lagi tak dapat dimengerti karena tertulis dalam
tulisan rahasia untuk menjaga kerahasiaan Tantra terhadap mereka yang
tak memperoleh inisiasi. Ada beberapa jenis kitab yang memuat ajaran
Tantrayana, yaitu antara lain : Maha Nirwana Tantra, Kularnawa Tantra,
Tantra Bidhana, Yoginirdaya Tantra, Tantra sara, dsb.
Dalam perkembangannya, praktek tantra ini juga selalu mewarnai
kebudayaan dan keagamaan yang berkembang di nusantara. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai jenis peninggalan prasasti, candi dan arca-arca bercorak
tantrik. Karakteristik tantrisme di India secara alami ajaran-ajarannya yang
berpedoman pada Weda, mengalir ke Indonesia. Konsekuensinya, bahwa
ajaran-ajaran Tantra yang bersumber pada Weda, di Indonesia berkembang
sebagaimana yang diharapkan oleh para pengikutnya.
Yantra
Yantra adalah sarana dan tempat memusatkan pikiran. Adapun unsur-unsur
sebuah yantra adalah: Titik (bindu), garis lurus, segitiga, lingkaran, heksagon
(persegienam), bujur sangkar, bintang (pentagon), garis melintang, svastika,
bintang segi enam (star heksagon), dan padma yang untuk lebih jelasnya dapat
diterangkan sebagai berikut:
1. Bindu (titik).
Titik adalah yang meresapi semua konsep ruang, setiap gerakan, setiap
bentuk, dapat dipahami sebagai terbuat dari titik-titik. Ruang alam, ether,
merupakan tempat, yaitu kemungkinan penegasan tempat-tempat tertentu
atau titik-titik. Yang meresapi segala, yang terbentang merupakan titik
secara matematik merupakan ekspresi dari sifat eter. Titik dapat juga
menggambarkan keterbatasan perbedaan yang satu eksistensi atau asal
manifestasi yang satu dengan yang lainnya. Ketika sesuatu eksistensi dalam
tingkat tidak termanifestasi menjadi bermanifestasi, maka manifestasi
mulai di berbagai tempat, dalam beberapa titik di ruang angkasa, dalam
beberapa titik waktu. Dan hal itu mesti terjadi secara spontan yang pada
mulanya sesuatu tidak muncul dan selanjutnya menampakkan diri dalam
suatu lokasi. Spontanitas pertama ketika sesuatu belum menampakkan diri
dan kemudian muncul dengan cukup digambarkan melalui titik, yang bisa
dijelaskan sebagai “suatu manifestasi yang terbatas”.
2. Garis lurus.
Ketika sebuah titik bergerak secara bebas dalam atraksinya yang
abadi, gerakannya itu berbentuk garis lurus. Garis lurus dipakai untuk
menggambarkan gerakan yang tiada merintangi, demikianlah prinsip dari
semua perkembangan.
3. Segitiga.
Perkembangan dipadukan untuk bangkit atau sebuah gerakan ke arah atas
dapat digambarkan dengan sebuah anak panah atau lidah api. Segitiga
dengan pucaknya ke atas melambangkan api, diidentifikasikan dengan
prinsip laki-laki, lingga atau phallus, simbol Siva, leluhur atau manusia
kosmos (purusa). Segala gerakan ke atas adalah sifat dari unsur api,
aktivitas mental dalam bentuknya yang halus. Simbol bilangannya adalah
nomor 3.
Segitiga dengan puncaknya ke bawah menggambarkan kekuatan
kelembaman yang di tarik ke bawah, dan tendesi aktivitas menekan. Hal ini
disosiasikan dengan unsur air, yang tendensinya selalu ke bawah, merata
pada levelnya. Hal ini merupakan aspek pasif dari ciptaan dan hal ini pula
dilambangkan dengan ‘yoni’ atau organ wanita, yang merupakan lambang
dari Energi (sakti) atau sifat Kosmik (prakrti). Simbol lainnya diasiosasikan
dengan unsur air adalah lengkung dari sebuah lingkaran, bulan sabit dan
gelombang. Angka bilangan yang menjadi simbolnya adalah angka 2.
4. Lingkaran.
Gerak dari lingkaran muncul melalui revolusi planet-planet. Hal ini
merupakan simbol dari semuanya kembali lagi, semua siklus, semua
irama, yang membuat kemungkinan adanya eksistensi. Gerakan melingkar
adalah kecenderungan sifat rajas (berputar) yang merupakan sifat dari
manifestasi yang dapat dimengerti. Pusat lingkaran, bagaimanapun,
dapat melambangkan ciptaan yang dapat ditarik ke dalam, energi yang
bergelung, yang ketika dibangkitkan, mengantarkan semua mahluk
dapat menyeberangi ruang dan bentuk manifestasi dan mencapai tingkat
kebebasan.
5. Persegi Enam (Hexagon).
Lingkaran kadang-kadang dijadikan sebuah unsur dari sebuah udara,
meskipun secara konvensional simbol untuk udara adalah persegi enam
(hexagon). Gerakan merupakan sifat dari udara, namun gerakannya tidak
teratur (kacau), gerakannya yang banyak di gambarkan melalui perkalian
dari angka primer 2 dan 3, yang merupakan bilangan alami yang tidak
182 Kelas XII SMA/SMK
bernyawa.
6. Bujur sangkar.
“Gerakan perpanjangan yang dihubungkan dengan banyak sisi. Di antara
figur banyak sisi satu dengan unsur yang sangat sedikit (bagian dari
segitiga) adalah bujur sangkar. Bujur sangkar dijadikan lambang bumi.
Bujur sangkar ini melambangkan unsur bunyi” (Devaraja Vidya Vacaspati,
“Mantra-Yantra-Tantra, seperti dikutip Danielou, 1964: 353). Angka
bilangan yang merupakan simbul bumi adalah 4.
7. Bintang (Pentagon).
Segala kehidupan yang tidak bernyawa dipercaya diatur dengan angka
bilangan 3 dan dikalikan 2 dan 3. Kehidupan, sensasi, permunculan hanyalah
ketika nomor 5 menjadi sebuah komponen di dalam struktur segala sesuatu.
Nomor 5 diasosiasikan dengan Siwa, Leluhur umat segalanya, sumber
kehidupan. Bintang diasosiasikan dengan cinta dan nafsu seperti halnya
kekuatan untuk memisahkan. Hal ini merupakan unsur yang sangat penting
dari yantra-yantra yang bersifat magis.
8. Tanda Tambah.
Ketika titik berkembang dalam ruang mengarah ke 4 jurusan, terjadilah
tanda tambah. Tanda ini merupakan simbul dari perkembangan titik di dalam
ruang seperti halnya juga pengkerutan (reduksi) ruang menjadi satu (ke
titik tengah). Hal ini menunjukkan bahwa satu kekuatan bisa berkembang
berlipat ganda. Di Bali tanda tambah ini disebut “tapak dara”, tanda bekas
diinjak burung merpati, digunakan untuk mengembalikan keseimbangan
magis.
9. Svastika.
Pengetahuan yang Transcendent dikatakan “berliku-liku” karena
pengetahuannya tidak langsung dapat dipahami, di luar lingkup logika
umat manusia. Tanda tambah yang sederhana tidak hanya menggambarkan
reduksi ruang menuju satu kesatuan, tetapi juga lapangan manifestasi yang
dari titik pusat, bindu, simbol eter, mengembang ke 4 arah mata angin dan
4 unsur yang nampak.
Hal ini, bagaimanapun, tidak benar dilihat dari pandangan kedewataan
yang luhur, yang tidak dapat diambil sedemikian rupa dalam satu kesatuan.
Hal ini diperlihatkan dengan cabang berliku dari kemurahan svastika, yang
bagaimanapun dihubungkan dengan titik pusat material, saat ini titik tidak
dapat ditentukan luas ruang angkasa.
10. Bintang Segi Enam (Hexagon).
Bintang segi enam (hexagon) atau kenyataannya dalam bentuk dodecagon
adalah salah satu unsur yantra yang sangat umum. Dibuat dari dua segi tiga
yang saling tembus (penetrasi). Kita dapat melihat segi tiga yang puncaknya
menghadap ke atas menggambarkan Manusia Kosmos (purusa) dan segi
tiga yang ujungnya ke bawah merupakan Sifat Kosmos (prakrti). Ketika
bersatu dan dalam keadaan seimbang, keduanya berbentuk bintang “segi
enam” (hexagon), merupakan basis dari roda (cakra) simbol tedensi ketiga
atau tedensi rajas dari padanya alam semesta menampakkan diri. Lingkaran
yang mengelilingi bintang segi enam menggambarkan lapangan bersatunya
kedua segitiga itu, dan hal itu merupakan ruang dari waktu. Ketika kedua
segitiga itu dipisahkan, alam semesta hancur, waktu melenyapkan segala
yang ada. Hal ini ditunjukan dengan bertemunya dua ujung segitiga atas
dan segitiga bawah pada satu titik (bentuk haurglass), kendang (damaru)
Sang Hyang Siva.
11. Bunga Padma.
Segala simbol-simbol bilangan menggambarkan kesatuan tertentu yang
ditunjukkan di dalam yantra sebagai bunga yang bentuknya bundar yang
disebut bunga padma.
Ada beberapa jenis Yantra yang utama, yang dapat kita kenal dalam praktiknya
dimasyarakat, antara lain sebagai berikut:
1. Yantra-raja (raja Yantra).
Raja dari yantra digambarkan di dalam Mahanirvana Tantra. “Gambar segi
tiga dengan di tengah-tengahnya ditulis bija mantra Hrim (wujud ilusi).
Di luarnya digambarkan dua lingkaran, yang pertama mengelilingi segi
tiga, dan yang ke dua melingkari lingkatan yang pertama. Antara lingkaran
yang pertama dengan yang kedua dibagi enam belas dengan tanda kawat
pijar, dan delapan daun bunga padma (masing-masing) selembar diantara
gambar dua kawat pijar tersebut. Di luar lingkaran yang paling luar adalah
kota yang sifatnya Kebumian, yang akan langsung membuat garis lurus
dengan empat pintu masuk dan penampilannya akan menyenangkan.
Di dalam acara yang menyenangkan para dewata, penyembah akan
menggambar yantra, apakah terbuat dari jarum emas atau duri kayu bell
(bila) atau dengan potongan emas, atau perak, atau tembaga yang telah
diurapi dengan svayambhu, kunda atau bunga gola, atau tepung cendana,
harumnya daun gaharu, kumkuma atau tepung cendana merah yang dibuat
seperti paste (Mahanirvana Tantra 5.172-76).
0
Tujuan dari yantra ini untuk menciptakan hubungan dengan dunia
supranatural. Dengan bantuan-Nya, penyembah mendapatkan semua
pahala kedunawian dan kekuatan supranatural. Di dalamnya adalah
yantra dengan karakter Hrim, sebagai lambang dari Devi keberuntungan
Laksmi. Di luarnya terdapat segitiga yang berapi-api yang menuju gerakan
ke atas dari energi yang bergelung (Kundalini). Enam belas kawat pijar
menggambarkan pencapaian kesempurnaan (16 adalah angka yang
sempurna), delapan kelopak bunga teratai menggambarkan yang meresapi
segala menuju ke atas, yang tidak lain adalah Wisnu.
Lingkaran luar adalah penciptaan, bundaran yang bergerak dari padanya
segala sesuatu lahir. Kekuatan mengatasi dunia yang nampak diperlihatkan
dengan persegi empat bujur sangkar, simbol bumi. Di empat sisi adalah
4 pintu yang mengantarkan seseorang dari alam duniawi ke alam atas
(spiritual). Ke utara (yakni sebelah kiri) adalah pintu menuju Deva-Deva
(devayana). Keselatan (yakni sebelah kanan) menuju kealam leluhur
(pitrayana), ke Timur (sisi atas) jalan menuju ke Surya (kepanditaan),
dan ke Barat (sisi bawah) adalah jalan keagungan, jalan menuju
penguasa air (Varuna). Empat pintu tersebut mengantar ke empat penjuru
angin, membentuk tanda tambah, simbol keuniversalan. Tanda tambah
berkembang menjadi dua buah svastika yang menunjukan bahwa ada dua
jalan utama, yaitu kiri dan kanan.
2. Yantra-Sarvatobhadra (Yantra penjaga seluruh penjuru)
Yantra ini dijelaskan di dalam kitab Gautamiya Tantra (30.102-108).
Yantra ini dikatakan saran untuk dapat memenuhi semua keinginan,
sekarang dan yang akan datang, di dunia nyata dan di dunia yang gaib.
“Namanya, berarti bujur sangkar yang rata”, dan juga berarti kendaraan
Deva Wisnu. Menunjukkan keadaan yang seimbang antara aktivitas dan
istirahat, keterikatan dan penyangkalan. Ia yang dari segala sisi seimbang
dengan dirinya, di dalam atau di luar, kesuburan dan buah yang dihasilkan.
Ia yang dengan teguh duduk dalam kereta hidupnya, dijaga dari segala
sisi, sempurna dari seluruh sisi, bebas dari bencana (Danielou 1964:356).
Yantra ini terdiri dari 8 bujur sangkar setiap sisinya, oleh karenanya adalah
Wisnu Yantra, berhubungan dengan sikap sattvam, jalan kanan.
3. Yantra-Smarahara (pengusir keinginan)
Uraian tentang Yantra ini dijelakan dalam kitab Syamastava Tantra,
sloka 18, dibentuk dari 5 buah segi tiga, merupakan Siwa yantra, angka 5
berhubungan dengan sebagai bapak dan dasar pemusnah. Segi tiga yang
melambangkan lingga yang tajam, phallusapi.
“Melalui kekuatan yantra ini, seseorang dapat menundukkan nafsu (Kama).
Seorang sadhaka yang menggapai pelajaran ini senantiasa dijaga dengan
baik, tidak ada musuh yang mendekatinya, musuh yang menggunakan
senjata nafsu (seks), kemarahan, ketamakan, khayalan, penderitaan dan
kekuatan. (hal ini merupakan instrumen untuk menyelesaikan kekuatan
magis) dan para penyembah dapat pergi kemana saja dengan menyenangkan
dan juga ke dunia yang lain tanpa menemukan halangan. Sesungguhnya
yantra ini menolong seseorang untuk memadamkan kekuatan nafsu (seks)
dan khayalan hidup” (Danielou, loc.cit).
Mengusir keinginan digunakan untuk menghancurkan musuh abadi seperti
juga halnya seseorang menaklukan dirinya sendiri. Digunakan juga sebagai
alat ilmu hitam dijelaskan di dalam kitab Yantracintamani (7.5).
4. Yantra-Smarahara (bentuk yang ke-2)
Yantra ini adalah yantra smarahara dalam bentuknya yang lain (bentuk
ke 2), dijelaskan di kitab Kali Tantra. “Ini juga yantra 5 segi tiga, tetapi
berada di dalam yang satu dan yang lain. Dua segi tiga adalah lambang
wanita (satu ujungnya mengahadap ke atas) berair, tiga buah segi tiga
lainnya adalah lambang laki-laki (satu ujungnya menghadap ke bawah)
berapi. Setiap tindakan manifestasi-Nya adalah sebagai pengganti api dan
upacara persembahan, melalap dan dilalap, laki-laki dan wanita. Yantra
ini adalah benar-benar lampiran kulit berturut-turut yang menutupi roh
individu yang menjadikan mahluk hidup. Lingkaran dalam adalah energi
yang bergelung (kundalini) yang bila dibangunkan, akan naik melintasi 5
angkasa manifestasi ke dalam maupun ke luar. Lingkaran luar menunjukkan
kekuatan kreatif dari api yang membangkitkan untuk bermanifestasi di
tengah-tengah air di samudra purba.
Delapan kelopak daun bunga teratai adalah prinsip pemeliharaan alam
semesta, Juga adalah Wisnu yang secara stabil memanifest di bumi. Di luar
itu bujur sangkar, bumi, dengan 4 buh pintu dan dua buah svastika.
5. Yantra-Mukti (Yantra untuk mencapai kebebasan)
Yantra ini dijelaskan dalam kitab Kumarikalpatantra. Dibuat dari bujur
sangkar, dan sebuah segi tiga yang tajam, sebuah segi tiga yang berair,
sebuah segi enam dan sebuah lingkaran, di dalamnya terdapat satu yang
lain. seluruhnya dikelilingi persegi delapan dan sebuah bujur sangkar
dengan 4 pintu. Di tengah-tengah adalah Bija Maya (Hrim menunjukkan
prinsip yang lain yang mana setiap mahluk hidup dapat menguasainya
untuk mencapai tujuannya yakni mencapai kebebasan.
0
6. Yantra Sri Cakra (Yantra untuk memperoleh keberuntungan)
Sri Cakra atau roda keberuntungan, yang melambangkan Devi Ibu Alam
Semesta, salah satu yantra yang utama digunakan untuk menghadirkan
para dewata.
7. Yantra Ganapati (Yantra untuk memperoleh perlidungan)
Ganapati yantra merupakan titk-titik untuk identitas dari makro dan mikro
kosmos.
8. Yantra Visnu (Yantra untuk memperoleh kemakmuran)
Visnu yantra diekspresikan dengan meresapi segalanya dan sifat sattva,
sifat menuju kearah atas.
Berdasarkan jenisnya yantra tersebut memiliki fungsi masing-masing. Adapun
fungsi dari masing-masing yantra tersebut, antara lain:
1. Yantra-raja berfungsi sebagai yantra yang tertinggi, memenuhi segala
permohonan.
2. Yantra Sarvatobhadra berfungsi untuk mengamankan lingkungan atau
tempat tinggal.
3. Yantra Smarahara berfungsi untuk melenyapkan keinginan, terutama
ketika melakukan meditasi.
4. Yantra Mukti berfungsi sebagai penuntun bagi seseorang untuk mencapai
moksa (kelepasan).
5. Yantra Sri Cakra berfungsi utuk memperoleh keberuntungan.
6. Yantra Ganapati berfungsi untuk memperoleh perlindungan dan
keselamatan.
7. Yantra Visnu berfungsi untuk memperoleh kemakmuran.
Langkah-langkah pendahuluan ditetapkan sebelum melakukan pemujaan
melalui yantra, atau pratima. Pertama, pemuja harus memusatkan pikiran
kepada dewata, lalu di-nyasa-kan di dalam diri sendiri. Selanjutnya dewata
itu di-nyasa-kan ke dalam yantra. Ketika dewata sudah bersthana di dalam
yantra, prana dewata itu telah merasuk ke dalamnya dengan prana pratistha,
mantra dan mudra. Dewata saat itu telah bersthana di dalam yantra, yang
menjadikan yantra itu tidak lagi sekedar benda mati, tetapi setelah upacara
ritual, diyakini oleh sadhaka dan buat pertama kaliya Ia disambut dan
dipuja. Mantra itu sendiri adalah dewata dan yantra adalah jasad dari
dewata yang adalah (tidak lain) mantra (Avalon, 1997: 95).
Mantra
Tidak terhitung jumlahnya mantra. Semua sabda Tuhan Yang Maha Esa di
dalam kitab suci Weda adalah mantra. Walaupun demikin banyak jumlahnya,
mantra-mantra itu dapat dibedakan menjadi 4 jenis sesuai dengan dampak
atau pahala dari pengucapan mantra, antara lain ;
1. Siddha, yang pasti (berhasil).
2. Sadhya, (yang penuh pertolongan).
3. Susiddha, (yang dapat menyelesaikan).
4. Ari, musuh (Visvasara).
“Siddhamantra memberikan pahala langsung tidak tertutupi dengan waktu
tertentu. Sadhyamantra berpahala bila digunakan dengan sarana tasbih dan
persembahan (ritual). Susidhamantra, mantra tersebut pahalanya segera
diperoleh, dan Arimantra, menghancurkan siapa saja yang mengucapkan
mantra tersebut (Mantra Mahodadhi, 24, 23).
Mantra-mantra tersebut akan berhasil (siddhi) sangat tergantung pada kualitas
(kesucian) dari pemuja, dalam hal ini orang yang megucapkan mantra tersebut
(Danielou, 1964: 338-349). Membaca mantra bermanfaat dalam proses
pembinaan spiritual, dan sekaligus menerima berkah dari para mahluk suci.
Seperti halnya pembinaan spiritual lainnya, membaca mantra mempunyai
berbagai macam tingkatan tergantung dari tingkat kehidupan spiritual masing-
masing para pembacanya. Berikut dapat diuraikan “tata cara singkat membaca
Mantra Suci” sebagai berikut;
Kedua tangan harus dibersihkan dengan air bersih; Mulut harus dikumur
bersih dengan air bersih; sebaiknya meminum segelas air putih bersih; Jika
memungkinkan ambil posisi lotus (meditasi); Ambil nafas dalam-dalam
hingga keperut, lalu hembuskan perlahan-lahan hingga habis. Ulangi 3x;
Katupkan kedua ibu jari dengan posisi menempel dekat dengan ulu hati,
atau bila mempergunakan ‘mala’ letakan mala ditangan kiri, pegang dengan
4 jari (kecuali ibu jari); Bayangkan kehadiran mahluk suci dihadapan
kita memancarkan sinar hingga menyinari seluruh tubuh kita; Ibu jari lalu
menarik satu butir mala kedalam sambil mengucapkan mantra dalam hati, dan
seterusnya hingga beberapa putaran mala. Lakukanlah...!
Perlu diketahui, diperhatikan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh;
1. Bagi para pemula, jangan membaca mantra terlalu cepat.
2. Jaga irama tempo yang seirama, sehingga dapat dihayati maknanya satu
persatu.
3. Usahakan jangan berhenti ditengah putaran mala, selesaikan dahulu putaran
mala hingga tuntas. Semoga berhasil dengan baik.
Berikut ini adalah beberapa mantra yang sering dipraktikan dalam kehidupan
sehari-hari oleh umat sedharma, antara lain;
1. Puja Trisandhya
“Oý Oý Oý bhùr bhuwaá swaá,
tat sawitur warenyaý,
bhargo Devasya dhimahi,
dhiyo yo naá pracodayàt.
“Oý nàràyana evedaý sarwaý
yad bhutaý yacco bhàwyaý
niskalanko niranjano
nirwikalpo niràkhyàtaá
cuddho dewo eko
nàràyano na dwitiyo asti kaccit.
“Oý twaý ciwas twaý mahàdevaá
Icwaraá paramecwaraá
Brahmà wisnucca rudracca
Purusah parikirtitàá.
“Oý pàpo ‘haý pàpakarmàhaý
Pàpàtma pàpasambhawaá
Tràhi màý pundarikàksa
Sabàhyàbhyantarah suciá.
“Oý ksamaswa màý Mahàdeva
Sarwapràni hitangkara
Màý moca sarwa pàpehbyaá
Pàlayaswa sadà Úiva.
“Oý Kûàntawyaá kayiko doûàá
Kûantawyo vàciko mama,
Ksàntawyo mànaso dosàh
Tat pramàdàt ksamaswa màm
“Oý úantiá úantiá úantiá oý”
Terjemahan:
Om, marilah kita sembahyang pada kecemerlangan dan kemahamuliaan
Sang Hyang widhi, yang ada di dunia, di langit, di surga, semoga Ia berikan
semangat pikiran kita;
Om, semua yang ada ini berasal dari Sang Hyang Widhi, baik yang telah
ada maupun yang akan ada, ia bersifat niskala, sunyi, mengatasi kegelapan,
tidak dapat musnah, suci Ia hanya tunggal, tidak ada yang kedua;
Om, engkau dipanggil Siwa, MahaDeva, Iswara, Parameswara, Brahma,
Wisnu, Rudra, an Purusa;
Om, hamba ini papa, hamba berbuat papa, diri hamba papa, kelahiran
hamba pun papa. Lindungilah hamba ya Sang Hyang Widhi, sucikanlah
jiwa dan raga hamba;
Om, ampunilah hamba, oh Hyang Widhi, yang memberikan keselamatan
kepada semua makhluk, bebaskan hamba dari segala dosa, lindungilah, oh
Sang Hyang Widhi;
Om, hendaknya diampuni dosa-dosa yang dikerjakan oleh badan hamba,
hendaknya diampuni dosa-dosa yang dikerjakan oleh kata-kata hamba,
hendaknya diampuni dosa-dosa yang dikerjakan oleh pikiran hamba,
ampunilah hamba dari segala kelalaian. Om, damai, damai, damai, om.
2. Brahmabija atau Omkara (Pranava)
AUM
Terjemahan:
“saya berbakti”, “Saya setuju”, “Saya menerima”, dalam bahasa yang
mendasar. “sesungguhnya suku kata ini adalah persetujuan, sebagai
wujud persetujuan apa yang telah disetujui, ia ucapkan secara sederhana,
AUM. Sungguh mantra ini adalah realisasi, tentang sesuatu, persetujuan”
(Chandogya Upanisad I.1.8).
Mantra ini ditunjukan untuk membimbing seseorang untuk mencapai
realisasi tertinggi, mencapai kebebasan dari keterikatan, untuk mencapai
Realitas Tertinggi (Brahman).
Penggunaannya setiap mulai acara ritual, mulai dan mengakhiri mantra.
Sumber rujukan: Chandogya Upanisad, Mandukya Upanisad, Tantra Tatva
Prakasa, Tantra Sara dan lain-lain.
0
3. Brahma Mantra
Aum Sat-cit-ekam Brahma
Terjemahan:
Tuhan yang Maha Agung adalah Kesatuan, Keberadaan, dan kesadaran.
Mantra ini digunakan untuk mencapai tujuan terpenuhinya catur purusa
artha, kebenaran, kemakmuran, kesenangan dan kebebasan.
Disamping vizamantra seperti dikutipkan di atas, di Bali kita warisi pula
mantra-mantra yang oleh C.Hooykas telah dihimpun dan dikaji dalam
bukunya Sruti and Stava of Balinese Brahman Priests, Saiva, Buddha and
Vaisnava (1971). Beberapa mantra tersebut senantiasa digunakan oleh para
pandita Hindu dalam melaksanakan pemujaan dan persembahyangannya,
diantaranya sebagai berikut:
4. Surya Stava
Om Adityasya param jyoti, rakta-teja namo’ stu te
Sveta-pankaja-madhyastha, Bhaskaraya namo ‘stu te
Terjemahan:
Om Hyang Widhi, Yang berwujud kemegahan yang agung putra Aditi,
Dengan kilauan yang merah, sembah kehadapan-Mu, Dikau yang bersthana
di tengah sekuntum teratai putih, Sembah kehadapan-Mu, Penyebar
kemegahan/kesemarakan!
Mantram Surya Stava ini digunakan setiap mulai atau awal persembahyangan
untuk memohon persaksian kehadapan Sang Hyang Widhi.
Demikian arti, makna atau tujuan pengucapan mantra. Seperti telah dijelaskan
di atas, sejalan dengan karakter seseorang, maka mantram dapat bersifat
Sattvam (Sattvikamantra) bila digunakan untuk kebaikan mahluk, menjadi
Rajasikamantra dan Tamasikamantra bila digunakan untuk kepentingan
menghancurkan orang-orang budiman, kebajikan, seseorang atau masyarakat.
Di Bali bijaksara mantra dan mantra-mantra tertentu di atas hampir setiap
hari dirapalkan oleh para pandita Hindu, diharapkan segala gejolak emosional
masyarakat dikendalikan.
# Selamat Belajar #
Uji Kompetensi:
1. Setelah membaca teks tentang cara mempraktikkan ajaran Tantra,
Yantra, dan Mantra dalam ajaran Hindu, apakah yang anda ketahui
tentang agama Hindu? Jelaskan dan tuliskanlah!
2. Buatlah ringkasan yang berhubungan dengan cara mempraktikkan
ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra dalam ajaran Hindu, dari
berbagai sumber media pendidikan dan sosial yang anda ketahui!
Tuliskan dan laksanakanlah sesuai dengan petunjuk dari bapak/
ibu guru yang mengajar di kelas!
3. Apakah yang anda ketahui terkait dengan cara-cara mempraktikkan
ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra dalam ajaran Hindu?
Jelaskanlah!
4. Bagaimana caramu untuk mengetahui teknis mempraktikkan
ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra dalam ajaran Hindu? Jelaskan
dan tuliskanlah pengalamannya!
5. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari usaha
dan upaya untuk mengetahui cara mempraktikkan ajaran Tantra,
Yantra, dan Mantra Hindu dalam kehidupan dan penerapan ajaran
Hindu? Tuliskanlah pengalaman anda!
6. Amatilah lingkungan sekitar anda terkait dengan adanya cara-
cara untuk mempraktikkan ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra
ajaran Hindu dalam kehidupan dan penerapan ajaran Hindu guna
mewujudkan tujuan hidup manusia dan tujuan agama Hindu,
buatlah catatan seperlunya dan diskusikanlah dengan orang
tuanya! Apakah yang terjadi? Buatlah narasinya 1–3 halaman
diketik dengan huruf Times New Roman –12, spasi 1,5 cm,
ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4!
”te dhyāna-yogānugatā apaṡyan dewātma
ṡaktim swa guṇair nigudham
yaá kāranāni nikhilāni tāni kalatma
yuktāny adhitis-thaty ekaá,”
Terjemahannya
“Orang–orang suci yang tekun melaksanakan yoga dapat membangun
kemampuan spiritualnya dan mampu menyadari bahwa dirinya adalah bagian
dari Tuhan Yang Maha Esa; kemampuan tersebut tersimpan di dalam sifat-
sifat (guna-nya) sendiri, setelah dapat manunggal dengan Tuhan Yang Maha
Esa, dia mampu menguasai semua unsur, yaitu unsur; persembahan, waktu,
kedirian, dan unsur-unsur lainnya lagi” (S.Up. I.3).
Mengapa orang melaksanakan Yoga?
kapan dan dimana sebaiknya dilakukan?
Diskusikanlah!
ASHTANGGA YOGA DAN
MOKSHA
Bab IV
A. Ajaran Ashtangga Yoga
Perenungan:
“Sa ṡakra ṡiksa puruhūta no dhiyā”
Terjemahannya:
“Ya, Tuhan Yang Maha Esa, tanamkanlah pengetahuan kepada kami dan
berkahilah kami dengan intelek yang mulia” (ÅV. VIII. 4.15).
Yoga berasal dari bahasa sangsekerta, Yuj yang artinya menghubungkan, arti
lebih luas sebagai pemersatu spirit individu (jiwatman) dengan spirit Universal
(Paramãtman). Penyatuan yang di Maksud adalah penyatuan Sang Diri, yaitu
Roh/Atman yang ada pada diri seseorang dengan Sang Pencipta yaitu Tuhan
Yang Maha Esa. Sehingga mampu tercipta kedamaian di Jagat Raya ini. Yoga
adalah praktik kehidupan, yang merupakan penerapan dari ajaran-ajaran Weda,
dalam kehidupan setiap mahluk hidup dilandasi oleh kesadaran keTuhanan
dalam hidupnya yang mengandung ajaran penuntun kehidupan sampai evolusi
sang Roh. Yoga merupakan suatu kontak pembebasan diri agar selalu dalam
keadaan bebas dari penderitaan sebagai penyebab dari suatu kesedihan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan, Yoga adalah sistem filsafat
Hindu yang bertujuan mengheningkan pikiran, bertafakur, dan menguasai
diri. Senam gerak badan dengan latihan pernapasan, pikiran dan sebagainya
untuk kesehatan rohani dan jasmani (Tim Balai Pustaka, 2001:1278).
Secara etimologi, kata yoga berasal dari akar kata Yuj (Bahasa sanskerta), yoke
(Inggris), yang berarti ‘penyatuan’ (union). Yoga berarti penyatuan kesadaran
manusia dengan sesuatu yang lebih luhur, trasenden, lebih kekal dan illahi.
Menurut Panini, yoga diturunkan dari akar kata Bahasa sanskerta yuj yang
memiliki tiga arti yang berbeda, yakni: penyerapan, samadhi (yujyate)
menghubungkan (yunakti), dan pengendalian (yojyanti). Namun makna kunci
yang biasa dipakai adalah ‘meditasi’ (dhyana) dan penyatuan (yukti) (Matius
Ali, 2010).
Yoga adalah Suatu seni untuk meningkatkan kesadaran diri, baik pikiran,
ucapan dan perbuatan. Dengan berlatih yoga secara rutin dan benar maka
kesadaran, kebijaksanaan, ketenangan, ketentraman dan kedamaian setiap
praktisinya dapat bangkit, tumbuh dan berkembang secara harmonis. Untuk
melaksanakan yoga yang baik dijelaskan ada beberapa tahapan yang wajib
diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh seseorang, yang disebut dengan
Astangga Yoga. Astangga Yoga adalah delapan tahapan gerak dan langkah
yang patut diikuti dan dilalui oleh seseorang dalam melaksanakan yoga. Ajaran
Yoga sangat populer dikalangan Umat Hindu. Adapun pembangun ajaran
Yoga adalah Maharsi Patanjali. Ajaran Yoga adalah merupakan anugerah
yang luar biasa dari Maharsi Patanjali kepada siapa saja yang ingin merasakan
kehidupan rohani. Bila kitab Weda merupakan pengetahuan suci yang sifatnya
teoritis, maka Yoga merupakan ilmu yang sifatnya praktis dari ajaran Weda.
Ajaran Yoga merupakan bantuan bagi mereka yang ingin meningkatkan diri
dalam bidang rohani (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2010:86).
Ashtangga yoga atau Delapan tangga yoga, yang di rumuskan oleh seorang
yogi terkenal bernama Patanjali di dalam kitab yoga sutra, merupakan warisan
berharga bagi para praktisi yoga masa kini. Pada awal masa pembentukanya,
yoga masih merupakan suatu pengetahuan yang lebih sistematis. Dalam
kitab yang di tulis dengan bahasa sanskerta pada kira-kira abad ke-2 SM ini,
terdapat panduan mengenai tahap-tahap pemurnian tubuh dan pikiran agar
dapat masuk lebih jauh ke dalam kesadaran yang lebih tinggi menuju realisasi
diri atau Samadhi. Setiap tahapan merupakan bagian mandiri yang dapat
dilakukan secara terpisah, atau dapat pula dilakukan simultan dan bertahap.
Tahap-tahap awal bernama yama dan niyama. Yama merupakan kode etik
moral dan Niyama merupakan panduan disiplin diri bagi setiap siswa yoga.
Diibaratkan sebuah gedung yang membutuhkan fondasi yang kukuh, begitu
pula di butuhkan moral dan disiplin yang kuat untuk mempelajari yoga.
Seorang siswa hendaknya tiada henti-hentinya mempertajam intelek, memiliki
ingatan yang kuat (melalui latihan), mengikuti ajaran suci Weda, memiliki
ketekunan dan keingin-tahuan, melatih konsentrasi (penuh perhatian),
menyenangkan hati guru (dengan mematuhi perintahnya), mengulang-
ulangi pelajaran, jangan mengantuk (karena sebelumnya kurang tidur), malas
dan banyak bicara kosong. Sikap yang paling sederhana dalam kehidupan
beragama adalah cinta kasih dan pengabdian (bakti yoga). Para pengikut yoga
mewujudkan Tuhan sebagai penguasa dengan rasa yang tersayang, sebagai
bapak, ibu, kakak, kawan, tamu dan sebagainya. Tuhan adalah penyelamat,
Maha Pengampun, dan Maha Pelindung.
Era globalisasi sekarang ini menuntut kita untuk dapat beraktifitas sekuat fisik
dan pikiran, yang terkadang melebihi kemampuannya. Hal ini terjadi tidak
saja di kalangan masyarakat perkotaan, tetapi juga sampai ke pelosok desa.
Beban fisik dan rohani yang berlebihan menyebabkan kita sakit. Sedapat
mungkin hindarkanlah diri dari beban yang berlebihan. Adakah Yoga dapat
mengatasi semuanya itu?
Dalam patanjali Yogasutra, yang di kutip oleh Tim Fia (2006:6), menguraikan
bahwa; “yogas citta vrtti nirodhah”, Artinya, mengendalikan gerak-gerik
pikiran, atau cara untuk mengendalikan tingkah polah pikiran yang cenderung
0
liar, bias, dan lekat terpesona oleh aneka ragam obyek (yang dihayalkan)
memberi nikmat. Obyek keinginan yang dipikirkan memberi rasa nikmat itu
lebih sering kita pandang ada diluar diri. Maka kita selalu mencari. Bagi sang
yogi inilah pangkal kemalangan manusia. Selanjutnya Peter Rendel (1979:
14), menguraikan bahwa: “kata yoga dalam kenyataan berarti kesatuan yang
kemudian didalam, bahasa inggris disebut “Yoke”. Kata “Yogum” dalam
bahasa latinya berasal dari kata yoga yang disebut dengan”Chongual”.
Chongual berarti mengendalikan pangkal penyebab kemalangan manusia yang
dapat mempengaruhi” pikiran dan badan, atau rohani dan jasmani”. Untuk
pelaksanaan yoga, agama banyak memberikan pilihan dan petunjuk-petunjuk
melaksanakan yoga yang baik dan benar. Melalui yoga agama menuntun
umatnya agar selalu dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Disamping
berbagai petunjuk agama sebagai pedoman pelaksanaan yoga, sesuatu yang
baik berkembang di masyarakat hendaknya juga dapat dipedomani. Dengan
demikian maka pelaksanaan yoga menjadi selalu eksis disepanjang zaman.
Renungkanlah sloka suci berikut ini!
“ṡruti-vipratipannā te yadā sthāsyati niṡcalā,
samādhāv acalā buddhis tadā yogam avāpsyasi.
Terjemahannya:
Bila pikiranmu yang dibingungkan oleh apa yang didengar tak tergoyahkan
lagi dan tetap dalam Samadhi, kemudian engkau akan mencapai yoga (realisasi
diri) (BG.II.53).
Yoga merupakan jalan utama dari berbagai jalan untuk kesehatan badan dan
pikiran agar selalu dalam keadaan seimbang. Kesehimbangan kondisi rohani
dan jasmani mengantarkan kita tidak mudah untuk diserang oleh penyakit.
Yoga adalah suatu sistem yang sistematis mengolah rohani dan fisik guna
mencapai ketenangan batin dan kesehatan fisik dengan melakukan latihan-
latihan secara berkesinambungan. Fisik atau jasmani dan mental atau rohani
yang kita miliki sangat penting dipelihara dan dibina. Yoga dapat diikuti oleh
siapa saja untuk mewujudkan kesegaran rohani dan kebugaran jasmani. Untuk
menyatukan badan dengan alam, dan menyatukan ‘pikiran’ yang disebut juga
‘jiwa’ dengan ‘Roh’ atau jiwan mukti disebut Tuhan Yang Maha Esa, dapat
diwujudkan dengan yoga. Bersatunya Roh dengan sumbernya (Tuhan) disebut
dengan “Moksha”.
Dalam Pelaksanaan Yoga yang perlu diperhatikan adalah gerak pikiran.
Pikiran memiliki sifat gerak yang liar dan paling sulit untuk dikendalikan.
Agar terfokus dalam melaksanakan yoga ada baiknya dipastikan bahwa pikiran
dalam keadaan baik dan tenang. Secara umum yoga dikatakan sebagai disiplin
ilmu yang digunakan oleh manusia untuk membantu dirinya mendekatkan diri
kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Kata Yoga berasal dari bahasa sanskerta
yaitu “yuj” yang memiliki arti menghubungkan atau menyatukan, yang dalam
kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai meditasi atau mengheningkan
cipta/pikiran, sehingga dapat dimaknai bahwa yoga itu adalah menghubungkan
atau penyatuan spirit individu (jivātman) dengan spirit universal (paramātman)
melalui keheningan pikiran.
Ada beberapa pengertian tentang yoga yang dimuat dalam buku Yogasutra,
antara lain: Yoga adalah ilmu yang mengajarkan tentang pengendalian pikiran
dan badan untuk mencapai tujuan terakhir yang disebut dengan samadhi. Yoga
adalah pengendalian gelombang-gelombang pikiran dalam alam pikiran untuk
dapat berhubungan dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Yoga dapat diartikan
sebagai proses penyatuan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa secara terus-
menerus (Yogascitta vrtti nirodhah). Yoga adalah salah satu latihan yang
bermanfaat dan menyehatkan. Selain bagus buat tubuh, yoga juga bagus
untuk pikiran dan jiwa. Jika Anda ingin melangsingkan tubuh dengan cara
yang mudah, gerakan-gerakan yoga bisa Anda lakukan. Yoga merupakan
bentuk latihan dari India kuno untuk menghalau penyakit, menjaga tubuh
tetap fit dan meningkatkan kekebalan tubuh. Yoga baik dilakukan dengan
mengikuti disiplin fisik, mental dan spiritual. Yoga adalah sebuah teknik yang
memungkinkan seseorang untuk menyadari penyatuan antara roh manusia
individu (atman/jiwātman) dengan Paramātman melalui keheningan sebuah
pikiran. Renungkanlah sloka suci berikut ini;
Šikṣa na indra rāya ā puru
vidaṁ ṛcisama, avā naá pārye ghane
Terjemahannya:
‘Berilah kami petunjuk, ya Tuhan, untuk mendapatkan kekayaan, Engkau
Yang Maha Tahu, dipuja dengan lagu-lagu, tolonglah kami dalam perjuangan
ini’ (Rg veda VIII. 92. 9).
Memahami Teks:
Bangsa yang besar adalah bangsa (masyarakatnya) yang menghormati
sejarahnya. Kehadiran ajaran yoga di kalangan umat Hindu sudah sangat
populer, bahkan juga merambah masyarakat pada umumnya. Adapun orang
suci yang membangun dan mengembangkan ajaran ini (yoga) adalah Maharsi
Patañjali. Ajaran yoga dapat dikatakan sebagai anugerah yang luar biasa
dari Maharsi Patañjali kepada siapa saja yang ingin melaksanakan hidup
198 Kelas XII SMA/SMK
kerohanian. Bila kitab Weda merupakan pengetahuan suci yang bersifat
teoritis, maka Yoga adalah merupakan ilmu yang bersifat praktis darinya.
Ajaran yoga merupakan bantuan kepada siapa saja yang ingin meningkatkan
diri dibidang kerohanian.
Kitab yang menuliskan tentang ajaran yoga untuk pertama kalinya adalah
kitab yogasūtra karya Maharsi Patañjali. Namun demikian dinyatakan bahwa
unsur-unsur ajarannya sudah ada jauh sebelum itu. Ajaran yoga sesungguhnya
sudah terdapat di dalam kitab ṡruti, smrti, itihāsa, maupun purāna. Setelah
buku yogasūtra berikutnya muncullah kitab-kitab Bhāsya yang merupakan
buku komentar terhadap karya Maharsi Patañjali, diantaranya adalah Bhāsya
Niti oleh Bhojaraja dan yang lainnya. Komentar-komentar itu menguraikan
tentang ajaran Yoga karya Maharsi Patañjali yang berbentuk sūtra atau kalimat
pendek dan padat.
Sejak lebih dari 5.000 tahun yang lalu, yoga telah diketahui sebagai salah
satu alternatif pengobatan melalui pernafasan. Awal mula munculnya yoga
diprakarsai oleh Maharsi Patañjali, dan menjadi ajaran yang diikuti banyak
kalangan umat Hindu. Maharsi Patañjali mengartikan kata yoga setara dengan
Citta vrtti nirodha yang bermakna penghentian gerak pikiran. Seluruh kitab
Yogasutra karya Maharsi Patañjali dikelompokan atas 4 pada (bagian) yang
terdiri dari 194 sūtra. Bagian-bagiannya antara lain:
1. Samadhipāda;
Kitab Samadhipāda menjelaskan tentang; sifat, tujuan dan bentuk ajaran
yoga. Didalamnya memuat tentang perubahan-perubahan pikiran dan tata
cara melaksanakan yoga.
2. Shādhanapāda;
Kitab Shādhanapāda menjelaskan tentang pelaksanaan yoga seperti tata
cara mencapai Samadhi, tentang kedukaan, karmaphala dan yang lainnya.
3. Vibhūtipāda;
Kitab Vibhūtipāda menjelaskan tentang aspek sukma atau batiniah serta
kekuatan gaib yang diperoleh dengan jalan yoga.
4. Kaivalyapāda;
Kitab Kaivalyapāda menjelaskan tentang alam kelepasan dan kenyataan
roh dalam mengatasi alam duniawi.
Ajaran Yoga termasuk dalam sastra Hindu. Berbagai sastra Hindu yang
memuat ajaran yoga diantaranya adalah kitab Upanisad, kitab Bhagavad
Gita, kitab Yogasutra, dan Hatta Yoga. Kitab weda adalah merupakan sumber
ilmu yoga, yang atas karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha
Esa yang menyediakan berbagai metode untuk mencapai penerangan rohani.
Metode-metode yang diajarkan itu disesuaikan dengan tingkat perkembangan
rohani seseorang dan metode yang dimaksud dikenal dengan sebutan yoga.
Yoga-sthaá kuru karmāṇi saògaṁ tyakvā
dhanañjaya siddhy-asiddhyoh samo bhūtvā
samatvam yoga ucyate,
Terjemahannya:
Pusatkanlah pikiranmu pada kerja tanpa
menghiraukan hasilnya, wahai Danañjaya
(Arjuna), tetaplah teguh baik dalam
keberhasilan maupun kegagalan, sebab
keseimbangan jiwa itulah yang di sebut yoga
(BG.II.48).
Setiap orang memiliki watak (karakter), tingkat rohani dan bakat yang berbeda.
Dengan demikian untuk meningkatkan perkembangan rohaninya masing-
masing orang dapat memilih jalan rohani yang berbeda-beda. Tuhan Yang
Maha Esa sebagai penyelamat dan Maha Kuasa selalu menuntun umatnya
untuk berusaha mewujudkan keinginannya yang terbaik. Atas kuasa Tuhan
Yang Maha Esa manusia dapat menolong dirinya untuk melepaskan semua
rintangan yang sedang dan yang mungkin dihadapinya. Dengan demikian
maka terwujudlah tujuan utamanya yakni sejahtera dan bahagia.
“Trātāram indram avitāram handraṁhavehave suhavaṁ ṡuram indram,
hvayāmi ṡakram puruhūtam indraṁ svasti no maghavā dhātvindrah.
Terjemahannya:
Tuhan sebagai penolong, Tuhan sebagai penyelamat, Tuhan Yang Maha
Kuasa, yang dipuja dengan gembira dalam setiap pemujaan, Tuhan, Maha
Kuasa, selalu dipuja, kami memohon, semoga Tuhan, Yang Maha Pemurah,
melimpahkan rahmat kepada kami (RV.VI.47.11).
Bersumberkan kitab-kitab tersebut di atas jenis yoga yang baik untuk diikuti
adalah:
0
1. Hatha Yoga
Gerakan Yoga yang dilakukan dengan posisi fisik (Asana), teknik
pernafasan (Pranayana) disertai dengan meditasi. Posisi tubuh tersebut dapat
mengantarkan pikiran menjadi tenang, sehat dan penuh vitalitas. Ajaran
Hatha Yoga berpengaruh atas badan atau jasmani seseorang. Ajaran Hatha
Yoga menggunakan disiplin jasmani sebagai alat untuk membangunkan
kemampuan rohani seseorang. Sirkulasi pernafasan dikendalikan dengan
sikap-sikap badan yang sukar-sukar. Sikap-sikap badan yang sukar-sukar
dilatih supaya bagaikan seekor kuda yang diajari dapat menurut perintah
penunggangnya yang dalam hal ini penunggangnya adalah atman (roh).
2. Mantra Yoga
Gerakan Yoga yang dilaksanakan dengan mengucapkan kalimat-kalimat
suci melalui rasa kebaktian dan perhatian yang terkonsentrasi. Perhatian
dikonsentrasikan agar tercapai kesucian hati untuk ‘mendengar’ suara
kesunyian, sabda, ucapan Tuhan mengenai identitasnya. Pengucapan
berbagai mantra dengan tepat membutuhkan suatu kajian ilmu pengetahuan
yang mendalam. Namun biasanya banyak kebaktian hanya memakai satu
jenis mantra saja.
3. Laya Yoga atau Kundalini Yoga
Gerakan Yoga yang dilakukan dengan tujuan menundukkan pembangkitan
daya kekuatan kreatif kundalini yang mengandung kerahasian dan latihan-
latihan mental dan jasmani. Ajaran Laya yoga menekankan pada kebangkitan
masing-masing cakra yang dilalui oleh kundalini yang bergerak dari cakra
dasar ke cakra mahkota serta bagaimana memanfaatkan karakteristik itu
untuk tujuan-tujuan kemuliaan manusia.
4. Bakti Yoga
Gerakan Yoga yang memfokuskan diri untuk menuju hati. Diyakini bahwa
jika seorang yogi berhasil menerapkan ajaran ini maka dia dapat melihat
kelebihan orang-lain dan tata-cara untuk menghadapi sesuatu. Praktik ajaran
bakti yoga ini juga membuat seorang yogi menjadi lebih welas asih dan
menerima segala yang ada di sekitarnya. Karena dalam yoga ini diajarkan
untuk mencintai alam dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5. Raja Yoga
Gerakan Yoga yang menitikberatkan pada teknik meditasi dan kontemplasi.
Ajaran yoga ini nantinya mengarah pada tata cara penguasaan diri sekaligus
menghargai diri sendiri dan sekitarnya. Ajaran raja yoga merupakan dasar
dari yoga sutra.
6. Jnana Yoga;
Gerakan Yoga yang menerapkan metode
untuk meraih kebijaksanaan dan pengetahuan.
Gerakan ajaran jnana yoga ini cenderung
untuk menggabungkan antara kepandaian dan
kebijaksanaan, sehingga nantinya mendapatkan
hidup yang dapat menerima semua filosofi
danagama.
7. Karma Yoga;
Gerakan Yoga yang mempercayai adanya reinkarnasi. Melalui karma yoga
umat dibuat untuk menjadi tidak egois, karena yakin bahwa perilaku umat
saat ini memungkinkan berpengaruh pada kehidupan yang mendatang.
Ajaran karma yoga meliputi yoga perbuatan atau berkarya, kewajiban
demi tugas itu sendiri tanpa menginginkan buah hasilnya, seperti misalnya
penghargaan karena mendapat sukses atau terkabulkannya suatu tujuan
dan tanpa merasa menyesal kiranya bila tidak berhasil atau mengalami
kegagalan.
Dalam ajaran agama Hindu selain diperkenalkan berbagai jenis gerakan
yoga tersebut di atas, ada yang disebutkan jenis Tantra Yoga. Ajaran Tantra
yoga ini sedikit berbeda dengan yoga pada umumnya, bahkan ada yang
menganggapnya mirip dengan ilmu sihir. Ajaran tantra yoga ini terdiri atas
kebenaran (kebenaran) dan hal-hal yang mistik (mantra). Ajaran tantra yoga
bertujuan untuk dapat menghargai pelajaran dan pengalaman hidup umatnya.
0
Uji Kompetensi:
1. Setelah membaca teks tersebut di atas, apakah yang anda ketahui
tentang yoga? Jelaskanlah!
2. Dengan memahami tentang yoga, apakah sebaiknya yang mesti
dilakukan?
3. Mengapa orang melakukan yoga?, bagaimana kalau orang yang
bersangkutan tidak melakukannya? Jelaskanlah!
4. Sejarah membuktikan bahwa ajaran yoga telah berlangsung ribuan
tahun lamanya dalam kehidupan masyarakat Hindu. Buatlah peta
konsep tentang keberadaan ajaran yoga dalam sastra Hindu!
B. Bagian-Bagian Ashtangga Yoga
Perenungan;
Pratena dikṡām āpnoti dikṣāya āpnoti dakṣiṇām,
dakṣinā ṡraddhām āpnoti ṡraddhāya satyam āpyate.
Terjemahannya:
’Melalui pengabdian kita memperoleh kesucian, dengan kesucian kita
mendapat kemuliaan. Dengan kemuliaan kita mendapat kehormatan dan
dengan kehormatan kita memperoleh kebenaran’ (Yajurveda XIX.30).
Memahami Teks:
Ashtangga yoga atau delapan tangga yoga yang di rumuskan oleh seorang
yogi mumpuni bernama Patanjali di dalam kitabnya yoga sutra, merupakan
warisan yang sangat berharga bagi para praktisi yoga masa kini. Dijelaskan
bahwa dalam menjalankan yoga ada tahapan-tahapan yang harus ditempuh
yang disebut dengan Ashtangga Yoga. Yang dimaksud dengan Ashtangga
Yoga adalah delapan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan
yoga. Adapun bagian-bagian dari Ashtangga Yoga yaitu Yama (pengendalian
diri unsur jasmani), Nyama (pengendalian diri unsur-unsur rohani), Asana
(sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Pratyahara (menarik semua
indrinya kedalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri
dengan Tuhan), Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan Sang Hyang Widhi
Wasa), dan Samadhi (telah mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang
sempurna atau merealisasikan diri). Berikut dapat dijelaskan bagian-bagian
dari Ashtangga Yoga yang dimaksud antara lain:
1. Yama bratha
Yama bratha adalah pengendalian diri yang terdiri dari 5 (Lima) aspek,
disebut dengan istilah Panca Yama Bratha. Panca Yama Bratha adalah
lima pengendalian diri tingkat jasmani yang harus dilakukan tanpa kecuali.
5. Amatilah praktik ajaran yoga yang ada di sekitar lingkungan
anda, buatlah laporan berdasarkan hasil pengamatan yang telah
dilakukan! Sebelumnya diskusikanlah dengan orang tua anda di
rumah.
6. Sejak kapan praktik ajaran yoga berkembang di sekitar wilayah
anda, bagaimana respon masyarakat sekitarnya?
Gagal melakukan pantangan dasar ini maka seseorang tidak akan pernah
bisa mencapai tingkatan berikutnya. Penjabaran kelima Yama Bratha ini
diuraikan dengan jelas dalam Patanjali Yoga Sūtra II.35 – 39.
a. Ahimsa atau tanpa kekerasan. Ahimsa mengajarkan anti kekerasan,
seseorang hendaknya menghindari setiap bentuk tindak kekerasan, baik
terhadap sesama manusia, binatang maupun lingkungan sekitar. Jangan
melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau perkataan.
(Patanjali Yoga Sūtra II.35)
b. Satya adalah kebenaran yang sejati, mengikuti nurani dan menguatkan
mental untuk selalu berkata, berpikir, dan berlaku secara benar. Satya
adalah kejujuran/kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan,
atau pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. (Patanjali
Yoga Sūtra II.36)
c. Astya adalah tidak mencuri, tidak menginginkan sesuatu yang dimiliki
orang lain. Astya adalah pantang menginginkan segala sesuatu yang
bukan miliknya sendiri. Astya adalah pantang melakukan pencurian
baik hanya dalam pikiran, perkataan apalagi dalam perbuatan. (Patanjali
Yoga Sūtra II.37)
d. Brahmacarya adalah menjaga kesucian, hidup secara seimbang
dalam segala hal dan menjaga kemurnian tubuh, pikiran dan emosi.
Brahmacarya adalah berpantang dengan kenikmatan seksual. (Patanjali
Yoga Sūtra II.38)
e. Aparigraha adalah nonposesif, menjauhkan diri dari membangga-
banggakan diri dan harta, tetap hidup dengan sederhana dan tidak
berlebihan. Aparigraha adalah pantang akan kemewahan; seorang
praktisi Yoga (Yogi) harus hidup sederhana. (Patanjali Yoga Sūtra II.38).
2. Nyama bratha
Nyama bratha adalah disiplin diri, terdiri dari 5 aspek yang dinamakan
Panca Nyama Bratha. Panca Niyama Bratha adalah lima pengendalian diri
tingkat rohani dan sebagai penyokong dari pantangan dasar sebelumnya,
sebagaimana diuraikan dalam Patanjali Yoga Sūtra II.40-45.
a. Saucha adalah kemurnian. Saucha berarti meningkatkan kesucian tubuh
dan pikiran atau kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang
menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan
badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran
0
dari kontak fisik tersebut (Patanjali Yoga Sūtra II.40). Saucha juga
menganjurkan kebajikan Sattvasuddi atau pembersihan kecerdasan
untuk dapat membedakan:
1). Saumanasya atau keriangan hati,
2). Ekagrata atau pemusatan pikiran,
3). Indriajaya atau pengawasan nafsu-nafsu,
4). Atmadarsana atau realisasi diri (Patanjali Yoga Sūtra II.41).
b. Santosha atau kepuasan. Santosha adalah penuh kedamaian. Menjaga
rasa damai dan rasa puas dalam diri. Hal ini dapat membawa praktisi
Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam
kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental (Patanjali Yoga
Sūtra II.42).
c. Tapa atau mengekang. Tapa adalah ketekunan dan usaha keras. Melalui
pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda
dalam aspek spiritual (Patanjali Yoga Sūtra II.43).
d. Svadhyaya adalah menuntut ilmu. Selalu haus akan ilmu dan memilki
hasrat untuk terus memperdalam ilmu. Svadhyaya adalah tekun
mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan
nama-nama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan
tercapainya “istadevata-samprayogah, persatuan dengan apa yang
dicita-citakannya (Patanjali Yoga Sūtra II.44).
e. Isvarapranidhana adalah menghormati Tuhan dan ajaran agama yang
ada. Isvarapranidhana berarti penyerahan dan pengabdian kepada Sang
Hyang Widhi yang akan mengantarkan seseorang kepada tingkatan
samadhi (Patanjali Yoga Sūtra II.45).
Dengan menempuh jalan kebaikan bukan berarti seseorang dengan
sendirinya dilindungi terhadap kesalahan yang bertentangan. Jangan
menyakiti orang lain belum tentu berarti perlakukan orang lain dengan
baik. Kita harus melakukan keduanya, tidak menyakiti orang lain dan
sekaligus melakukan keramah-tamahan.
3. Asana
Asana adalah sikap duduk pada waktu melaksanakan yoga. Buku
Yogasutra tidak mengharuskan sikap duduk tertentu, tetapi menyerahkan
sepenuhnya kepada siswa sikap duduk yang paling disenangi dan relax,
asalkan dapat menguatkan konsentrasi dan pikiran dan tidak terganggu
karena badan merasakan sakit akibat sikap duduk yang dipaksakan. Selain
itu sikap duduk yang dipilih agar dapat berlangsung lama, serta mampu
mengendalikan sistem saraf sehingga terhindar dari goncangan-goncangan
pikiran. Sikap duduk yang relaks antara lain : silasana (bersila) bagi laki-
laki dan bajrasana (bersimpuh, menduduki tumit) bagi wanita, dengan
punggung yang lurus dan tangan berada diatas kedua paha, telapak tangan
menghadap keatas.
Asana adalah sikap atau postur yoga, merupakan gerakan yang lembut
dan sistematis. Asana bermanfaat untuk meningkatkan kelenturan serta
kekuatan otot dan sendi tubuh, memijat susunan saraf pusat di punggung,
melancarkan aliran darah, menyeimbangkan produksi hormon, serta
membuang racun dari dalam tubuh.
4. Pranayama
Pranayama adalah pengaturan nafas keluar masuk
paru-paru melalui lubang hidung dengan tujuan
menyebarkan prana (energi) ke seluruh tubuh.
Pada saat manusia menarik nafas mengeluarkan
suara So, dan saat mengeluarkan nafas berbunyi
Ham. Dalam bahasa Sanskerta So berarti energi
kosmik, dan Ham berarti diri sendiri (saya). Ini
berarti setiap detik manusia mengingat diri dan
energi kosmik.
Pranayama terdiri dari : Puraka yaitu memasukkan
nafas, Kumbhaka yaitu menahan nafas, dan Recaka
yaitu mengeluarkan nafas. Puraka, kumbhaka dan
recaka dilaksanakan pelan-pelan bertahap masing-
masing dalam tujuh detik. Hitungan tujuh detik ini dimaksudkan untuk
menguatkan kedudukan ketujuh cakra yang ada dalam tubuh manusia
yaitu: muladhara yang terletak di pangkal tulang punggung diantara dubur
dan kemaluan, svadishthana yang terletak diatas kemaluan, manipura yang
terletak di pusar, anahata yang terletak di jantung, vishuddha yang terletak
di leher, ajna yang terletak ditengah-tengah kedua mata, dan sahasrara
yang terletak diubun-ubun.
Pranayama adalah teknik pernapasan, meningkatkan asupan oksigen
serta prana ke dalam tubuh, menggiatkan fungsi kerja sel tubuh, serta
meningkatkan konsentrasi dan ketenangan pikiran.
5. Pratyahara
Pratyahara adalah penguasaan panca indra oleh pikiran sehingga apapun
yang diterima panca indra melalui syaraf ke otak tidak mempengaruhi
pikiran. Panca indra adalah : pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa
lidah dan rasa kulit. Pada umumnya indra menimbulkan nafsu kenikmatan
setelah mempengaruhi pikiran. Yoga bertujuan memutuskan mata rantai
olah pikiran dari rangsangan syaraf ke keinginan (nafsu), sehingga citta
menjadi murni dan bebas dari goncangan-goncangan. Jadi yoga tidak
bertujuan mematikan kemampuan indra. Untuk jelasnya mari kita kutip
pernyataan dari Maharsi Patanjali sebagai berikut.
“Swa Viyasa Asamprayoga,
Cittayasa Svarupa Anukara,
Iva Indrayanam Pratyaharah,
tatah Parana Vasyata Indriyanam”.
Terjemahannya:
Pratyahara terdiri dari pelepasan alat-alat indra dan nafsunya masing-
masing, serta menyesuaikan alat-alat indra dengan bentuk citta (budi)
yang murni. Makna yang lebih luas sebagai berikut: Pratyahara hendaknya
dimohonkan kepada Sang Hyang Widhi dengan konsentrasi yang penuh
agar mata rantai olah pikiran ke nafsu terputus.
Pratyhara adalah menguasai rasa, yaitu menarik perhatian dari semua
rangsangan yang terdapat di luar dan dapat mengganggu konsentrasi, dan
mengarahkannya ke dalam diri. Pratyahara bertujuan mendiamkan pikiran
dan merupakan pelatihan yang sangat baik untuk meningkatkan kesadaran
(mindfullness)
6. Dharana
Dharana adalah konsentrasi, yakni tahap awal menuju Dhayana atau
meditasi. Dharana merupakan kelanjutan Pratyahara karena pikiran
menjadi lebih tajam. Dharana artinya mengendalikan pikiran agar terpusat
pada suatu objek konsentrasi. Objek itu dapat berada dalam tubuh kita
sendiri, misalnya “selaning lelata” (sela-sela alis) yang dalam keyakinan
Sivaism disebut sebagai “Trinetra” atau mata ketiga Siwa. Dapat pula
pada “tungtunging panon” atau ujung (puncak) hidung sebagai objek
pandang terdekat dari mata. Para Sulinggih (Pendeta) di Bali banyak yang
menggunakan ubun-ubun (sahasrara) sebagai objek karena disaat “ngili
atma” di ubun-ubun dibayangkan adanya padma berdaun seribu dengan
mahkotanya berupa atman yang bersinar “spatika” yaitu berkilau bagaikan
mutiara.
Objek lain diluar tubuh manusia misalnya bintang, bulan, matahari, dan
gunung. Penggunaan bintang sebagai objek akan membantu para yogi
menguatkan pendirian dan keyakinan pada ajaran Dharma, jika bulan yang
digunakan membawa kearah kedamaian batin, matahari untuk kekuatan
phisik, dan gunung untuk kesejahteraan. Objek diluar badan yang lain
misalnya patung dan gambar dari Dewa-Dewi, Guru Spiritual. yang
bermanfaat bagi terserapnya vibrasi kesucian dari objek yang ditokohkan
itu. Kemampuan pengikut yoga melaksanakan Dharana dengan baik akan
dapat memudahkan yang bersangkutan mencapai Dhyana dan Samadhi.
7. Dhyana
Dhyana berarti meditasi, adalah perjalanan untuk lebih jauh masuk dalam
pikiran dan diri (the self) dan mulai meniadakan eksistensi tubuh. Dhyana
adalah suatu keadaan dimana arus pikiran tertuju tanpa putus-putus pada
objek yang disebutkan dalam Dharana itu, tanpa tergoyahkan oleh objek
atau gangguan atau godaan lain baik yang nyata maupun yang tidak
nyata. Gangguan atau godaan yang nyata dirasakan oleh Panca Indra baik
melalui pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah maupun rasa
kulit. Ganguan atau godaan yang tidak nyata adalah dari pikiran sendiri
yang menyimpang dari sasaran objek Dharana. Tujuan Dhyana adalah
aliran pikiran yang terus menerus kepada Sang Hyang Widhi melalui objek
Dharana, lebih jelasnya Yogasutra Maharsi Patanjali menyatakan:
“Tantra Pradyaya Ekatana Dhyanam”
Terjemahannya;
Arus buddhi (pikiran) yang tiada putus-putusnya menuju tujuan (Sang
Hyang Widhi).
Kaitan antara Pranayama, Pratyahara dan Dhyana sangat kuat, dinyatakan
oleh Maharsi Yajnawalkya sebagai berikut:
”Pranayamair Dahed Dosan,
Dharanbhisca Kilbisan,
Pratyaharasca Sansargan,
Dhyanena Asnan Gunan”:
208 Kelas XII SMA/SMK
Terjemahannya:
Dengan pranayama terbuanglah kotoran badan dan kotoran buddhi, dengan
pratyahara terbuanglah kotoran ikatan (pada objek keduniawian), dan
dengan dhyana dihilangkanlah segala apa (hambatan) yang berada diantara
manusia dan Sang Hyang Widhi.
Meditasi adalah usaha pengalihan pikiran kepada kesadaran yang lebih
tinggi dengan tujuan untuk memperluhur jiwa. Tentang meditasi, kitab
svetasvantara Upanisad, menyatakan:
Dhyana-nirmathanabhyasat
Devedam pasyen nigudhavasat
Terjemahannya:
Dengan bermeditasi yang teguh seseorang bisa melihat Tuhan Yang Maha
Esa, walaupun Ia tersembunyi, (Svetasvantara Upanisad. I.14).
Saat melakukan meditasi dengan mata tertutup, kita mampu menyerap lebih
dan lebih banyak intisari dari Tuhan yang kita cita-citakan dan menaikkan
diri kita perlahan-lahan sampai saatnya tiba, dengan keagunganNya dan
berkatNya kita hampir serupa dengan Dia (Tuhan). Cahaya di dalam
hati adalah konsep yang paling abstrak yang dapat kamu terima. Tidak
mempunyai bentuk, tidak mempunyai bahan-bahan, tidak mempunyai
berat. Jadi itulah sebagai titik permulaan, setelah meditasi kita berlangsung
khusyuk dan lebih khusyuk, akan mengungkapkan kepada kita dari dalam
diri kita sendiri, dengan keagungan Tuhan dan dengan usaha kita, bahwa
ini adalah kesatuan dari 2 hal, siapa itu Tuhan atau apa kekayaan Tuhan
yang sebenarnya. Dan pasti ada saatnya, ketika suatu hari kita dapat berkata
: “Saya mempunyai suatu persangkaan tentang apakah semua itu, bukan
karena saya pernah melihatnya atau merabanya tetapi karena saya sudah
merasakannya.
Jadi Tuhan tidak dapat menjadi obyek dari pengetahuan, tidak dapat menjadi
obyek dari penglihatan, tidak dapat diungkapkan dengan penglihatan.
Tetapi ketika kita meditasi dan meditasi tersebut benar dan sukses seperti
yang seharusnya, kita lambat laun mengambil apapun yang dapat kita ambil
dari sumber ketuhanan, dengan lambat laun menyucikan diri kita sendiri,
malahan belum sampai taraf apa-apa orang itu dapat berkata, “Saya adalah
Tuhan”. Kamu mungkin seperti Tuhan dalam setiap hal, dalam setiap
kualitas, dalam setiap apapun yang dapat kamu khayalkan. Namun Tuhan
adalah Tuhan dan kamu tetap menjadi pengikut yang sederhana. Tetapi
tidak ragu-ragu akan disucikan ke tingkat tertinggi yang memungkinkan.
8. Samadhi
Samadhi berarti tercapainya kesadaran tertinggi atau pencerahan. Dalam
tahap dhyana (meditasi) terkadang masih terasa dualisme antara kesadaran
tubuh. Samadhi merupakan titik kulminasi union atau peleburan antara
atma (diri) dan Sang Brahman (Sang Pencipta). Samadhi adalah tingkatan
tertinggi dari Ashtangga Yoga, yang dibagi dalam dua keadaan yaitu:
a. Samprajnatta Samadhi atau Sabija Samadhi, adalah keadaan dimana
yogi masih mempunyai kesadaran.
b. Asamprajnata-samadhi atau Nirbija-samadhi, adalah keadaan dimana
yogi sudah tidak sadar akan diri dan lingkungannya, karena bathinnya
penuh diresapi oleh kebahagiaan tiada tara, diresapi oleh cinta kasih
Sang Hyang Widhi.
Baik dalam keadaan Sabija-samadhi maupun Nirbija-samadhi, seorang yogi
merasa sangat berbahagia, sangat puas, tidak cemas, tidak merasa memiliki
apapun, tidak mempunyai keinginan, pikiran yang tidak tercela, bebas dari
“Catur Kalpana” (yaitu : tahu, diketahui, mengetahui, Pengetahuan), tidak
lalai, tidak ada ke-”aku”-an, tenang, tentram dan damai. Samadhi adalah
pintu gerbang menuju Moksa, karena unsur-unsur Moksa sudah dirasakan
oleh seorang yogi. Samadhi yang dapat dipertahankan terus-menerus
keberadaannya, akan sangat memudahkan pencapaian Moksa.
”Yada Pancavatisthante,
Jnanani Manasa Saha,
Buddhis Ca Na Vicestati,
tam Ahuh Paramam Gatim”
Terjemahannya;
Bilamana Panca Indra dan pikiran berhenti dari kegiatannya dan buddhi
sendiri kokoh dalam kesucian, inilah keadaan manusia yang tertinggi
(Katha Upanisad II.3.1). Renungkanlah bait sloka di atas!
210 Kelas XII SMA/SMK
Berikut ini adalah Sistematika Ashtangga Yoga dalam bentuk diagram:
Demikian ashtangga yoga sudah dan semestinya dilaksanakan oleh umat
sedharma dengan demikian Moksa dan jagadhita yang dicita-citakan dapat
terwujud sebagaimana mestinya.
No Ashtangga Yoga Jenis Tahapannya Etika Yoga
1. Yama bratha
Ahimsa
Hantha
Yoga
Satya
Asteya
Brahmacharya
Aparigraha
2. Niyama bratha
Sauca
Sentosa
Tapa
Kriya YogaSvadhayaya
Isvara- pranidhana
3. Asana
4. Pranayama
Prana
Apana
Samana
Udana
Vyana
5. Pratyahara
6. Dharana
Samyana7. Dhyana
8. Samadhi
Uji Kompetensi:
1. Dalam ajaran Ashtangga Yoga tahapan-tahapan apa sajakah yang
harus dilaksanakan oleh pesertanya?
2. Coba praktekkan sikap tubuh (Dhyana) dalam Yoga! Apa yang
anda ketahui dari aktivitas tersebut? Tuliskan atau paparkanlah!
3. Bagaimana cara untuk mengendalikan diri baik itu dari unsur
jasmani maupun rohani?
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 211
C. Hambatan dan Tantangan dalam Penerapan
Ashtangga Yoga
Menurut Asmarani, Devi. (2011) Yoga yang dipraktikkan sekarang sebenarnya
sangat berbeda dengan yoga yang diparaktikkan beberapa ribu tahun yang
lalu, meskipun tradisi meditasi yang diwariskan tetap bertahan. Kata “yoga”
pertama kali beredar di kitab Weda sekitar tahun 1.500 SM di dalam Rg Veda,
sebuah koleksi himne atau mantra yang merupakan teks suci tertua dari Weda.
Yoga berasal dari kata “yuj” atau dalam bahasa Inggris to yoke (menyatukan).
Yoga sebagai disiplin mental mulai lebih terlihat dalam buku Upanishad
yang berisi risalah agama purbakala Hindu yang ditulis sejak tahun 800 SM.
Dijelaskan yoga sebagai jalan untuk mencapai pencerahan, untuk terbebas dari
penderitaan, terutama lewat disiplin karma yoga (yoga yang dilakukan lewat
tindakan atau ritual ) dan jnana yoga (yoga yang dilakukan lewat menggali
ilmu pengetahuan atau mempelajari kitab-kitab suci).
Ketika seorang filsafat dan penulis enigmatis yang dikenal sebagai Pantanjali,
menulis Yoga Sutra. Baru saat itulah yoga dijelaskan dan dipaparkan sebagai
sebuah disiplin yang sistematis. Patanjali yang sekarang dikenal sebagai
bapak disiplin yoga modern menuliskan 195 sutra (aphorisme atau petuah)
pada sekitar abad ke – 2 SM. Kumpulan yang diberi nama Yoga Sutra ini
adalah bahan tekstual pertama yang mengulas tentang seni kehidupan, dari
mulai bagaimana bersikap dan menjaga kesucian diri, bagaimana perilaku
dalam kehidupan sosial, sampai bagaimana mencapai pencerahan.
Patanjali percaya bahwa penderitaan akibat dari keterikatan manusia terhadap
pengalaman eksternal, ketika kita terlalu terfokus pada apa yang kita inginkan
atau apa yang akan kita hasilkan, bukan apa yang sedang kita lakukan.
Keterikatan akan pengalaman eksternal ini menjauhkan hubungan kita dari
kesadaran penuh akan diri sendiri, kesadaran akan kehadiran semesta yang
lebih tinggi dan mulia.
Hambatan dan tantangan yang perlu diantisipasi dalam penerapan Ashtangga
Yoga, antara lain:
4. Bila seseorang melaksanakan yoga tanpa mengikuti tahapan-
tahapannya, apakah yang akan terjadi? Buatlah narasinya 1–3
halaman diketik dengan huruf Times New Roman –12, spasi 1,5
cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! Sebelumnya diskusikanlah
dengan orang tua anda di rumah.
1. Vitarka yang berhubungan dengan Yama bratha
Yama bratha adalah pengendalian diri tingkat jasmani, yang dipandang
sebagai tahap awal bagi seseorang yang ingin meningkatkan kualitas
spiritualnya. Ada lima jenis pengendalian diri tahap awal yang wajib
diikuti oleh seseorang untuk melaksanakan yoga yang disebut Panca Yama
bratha. Untuk dapat melaksanakan yoga dengan baik yang bersangkutan
wajib mengindari perilaku yang bertentangan dengan Panca Yama bratha.
Perilaku seseorang yang berlawanan dengan yama disebut vitarka.
Vitarka tahap awal terdiri dari lima jenis tindakan keliru, kesalahan-
kesalahan yang harus dengan teliti dijauhkan dan dihilangkan oleh
seseorang dalam melaksanakan yoga. Penghambat dan tantangan bagi
seseorang yang berhubungan dengan ajaran yama bratha, antara lain:
a. Himsa atau kekerasan dan tidak sabar sebagai lawan ahimsa
b. Asatya atau kepalsuan sebagai lawan dari satya
c. Steya atau keserakahan sebagai lawan dari asteya
d. Vyabhicara atau kenikmatan seksual sebagai lawan dari brahmacarya
e. Parigraha adalah membangga-banggakan diri dan harta, hidup mewah
dan berlebihan sebagai lawan dari Aparigraha.
2. Vitarka yang berhubungan dengan Nyama bratha
Nyama bratha adalah pengendalian diri tingkat rohaniah, yang dipandang
sebagai tahap selanjutnya (tahap ke dua setelah yama) bagi seseorang yang
ingin meningkatkan kualitas spiritualnya. Ada lima jenis pengendalian diri
tahap lanjutan yang wajib diikuti oleh seseorang untuk melaksanakan yoga
disebut Panca Nyama bratha. Untuk dapat melaksanakan yoga dengan
baik yang bersangkutan wajib menghindari perilaku yang bertentangan
dengan Panca Nyama bratha.
Vitarka tahap ke dua (tingkat rohaniah) terdiri dari lima jenis tindakan keliru,
kesalahan-kesalahan yang harus dengan teliti dijauhkan dan dihilangkan
oleh seseorang dalam melaksanakan yoga. Penghambat dan tantangan bagi
seseorang yang berhubungan dengan ajaran nyama bratha, antara lain:
a. Asauca atau kekotoran sebagai lawan dari sauca
b. Asantosa atau ketidakpuasan sebagai lawan dari santosa
c. Vilasa atau kemewahan sebagai lawan tapa
d. Pramada atau kealpaan sebagai lawan svadhyaya
e. Prakrti-pranidhana atau keterikatan pada prakrti sebagai lawan dari
isvarapranidhana
Dengan menempuh jalan kebaikan bukan berarti seseorang dengan
sendirinya dapat terlindungi dari kesalahan yang bertentangan. Jangan
menyakiti orang lain belum tentu berarti memperlakukan orang lain
dengan baik. Kita harus melakukan keduanya, tidak menyakiti orang lain
dan sekaligus bersifat serta bersikap ramah tamah dengan sesama dan
lingkungan sekitarnya.
3. Sikap duduk (Asana)
Asana adalah sikap duduk pada waktu melaksanakan yoga. Kitab Yogasutra
tidak mengharuskan seseorang dalam berlatih yoga dengan sikap duduk
tertentu, namun menyerahkan sepenuhnya kepada yang bersangkutan
berlatih dengan sikap duduk yang paling disenangi dan rileks. Duduk yang
baik adalah duduk yang dapat menguatkan konsentrasi dan pikiran dan
tidak terganggu karena badan merasakan sakit akibat sikap duduk yang
dipaksakan. Duduk yang baik adalah sikap duduk yang dipilih agar dapat
berlangsung lama, serta mampu mengendalikan sistiem saraf sehingga
terhindar dari goncangan-goncangan pikiran. Duduk yang baik adalah
sikap duduk yang rileks, antara lain: silasana (bersila) bagi laki-laki dan
bajrasana (bersimpuh) bagi wanita, dengan punggung yang lurus dan tangan
berada diatas kedua paha, telapak tangan menghadap keatas. Duduk yang
baik adalah sikap duduk yang sopan dan santun, serta tidak mengganggu
konsentrasi peserta yoga yang sedang berlatih. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa sikap duduk yang tidak sopan dan santun menjadi
penghambat dan tantangan bagi seseorang yang sedang berlatih yoga,
karena akan dapat mengganggu konsentrasi yang bersangkutan. Berikut
ini dapat disajikan macam-macam gerakan asana (sikap duduk yang baik)
dan manfaatnya menurut Gheranda Samhita.
No Nama sikap duduk Sikap duduk Manfaat
1 Siddhasana
Dengan ke dua kaki
lurus ke depan
Untuk mendapatkan
keberhasilan
2 Padmasana Seperti bunga Teratai
Menghilangkan
segala macam
penyakit
3 Bhajrasana
Dengan diatas Tumit
yang terbalik
Menghilangkan
segala macam
penyakit
214 Kelas XII SMA/SMK
4 Muktasana
Dengan kaki
yang kiri dibawah
kemudian kaki kanan
taruh diatas
Untuk keberhasilan
5 Vajrasana
Diatas kedua telapak
kaki
Untuk pencernaan
6 Svastikasana
Dengan kaki dilipat
dibawah dan yang
lainnya di atas
Untuk keberhasilan
7 Singhasana Seperti sikap Singa
Untuk
menghilangkan
penyakit
8 Gomukhasana Seperti wajah Sapi
Mengatasi penyakit
Jantung
9 Virasana
Seperti seorang
pemberani
Menumbuhkan sikap
pemberani
10 Dhanurasana Tubuh seperti Busur
Melenturkan tulang
belakang
11 Mritasana Badan seperti Mayat
Untuk tensi darah
rendah
12 Guptasana
Kedua kaki sembunyi
dibawah paha
Untuk melenturkan
kedua kaki
13 Matsyasana Seperti Ikan
Untuk
menghilangkan
penyakit
14 Pascimottanasana
Dengan kedua kaki
lurus
Untuk penyakit
pencernaan
15 Matsyendrasana Sikap Ikan terbalik
Untuk penyakit
pencernaan
16 Goraksasana Diatas kedua kaki Untuk keberhasilan
17 Utkatasana Diatas tumit kaki
Untuk kesehatan
seluruh tubuh
18 Sankatasana
Dengan melipat
kedua kaki
Melenturkan kedua
kaki
19 Mayurasana Seperti sikap Merak
Menguatkan
pencernaan
20 Kukutasana Seperti sikap Ayam
Untuk kedua tangan
dan penyakit Wasir
4. Pengaturan napas (Pranayama)
Pranayama adalah pengaturan nafas keluar masuk paru-paru melalui
lubang hidung dengan tujuan menyebarkan prana (energi) keseluruh
tubuh. Pada saat manusia menarik nafas mengeluarkan suara So, dan saat
mengeluarkan nafas berbunyi Ham. Dalam bahasa Sanskerta So berarti
energi kosmik, dan Ham berarti diri sendiri (saya). Ini berarti setiap
detik manusia mengingat diri dan energi kosmik. Pranayama terdiri dari:
Puraka; memasukkan nafas, Kumbhaka; menahan nafas, dan Recaka;
mengeluarkan nafas. Puraka, Kumbhaka dan Recaka dilaksanakan secara
21 Kurmasana
Seperti sikap Kura-
kura
Untuk
memanjangkan Nafas
22 Uttan Kurmasana
Seperti sikap Kura-
kura II
Untuk nafas,
kesehatan dan
penyakit Perut
23 Uttan Mandukasana Seperti sikap Kodok
Untuk kekuatan
badan
24 Vriksasana Seperti sikap Pohon
Untuk kesetabilan
dua
25 Mandukasana
Seperti sikap Kodok
II
Untuk Pernafasan
26 Garudasana Seperti sikap Garuda Untuk Prostat
27 Vrisasana
Seperti sikap Sapi
Jantan
Untuk Hernia
28 Salabhasana
Seperti sikap
Kalajengking
Segala Jenis Penyakit
Perut
29 Makarasana Seperti sikap Buaya
Untuk
menghilangkan stress
dan sangat bagus
untuk leher
30 Ustrasana Seperti sikap Unta
Untuk leher yang
kaku
31 Bhujangasana Seperti sikap Ular
Mengeluarkan racun
dari badan
32 Yogasana
Seperti sikap duduk
nyaman dan stabil
Untuk memberikan
rasa nyaman dan
stabil pada saat
meditasi
0
pelan-pelan dan bertahap masing-masing dalam tujuh detik. Hitungan
tujuh detik ini dimaksudkan untuk menguatkan kedudukan ketujuh cakra
yang ada dalam tubuh manusia yaitu: Muladhara yang terletak di pangkal
tulang punggung diantara dubur dan kemaluan, Svadishthana yang terletak
diatas kemaluan, Manipura yang terletak di pusar, Anahata yang terletak
di jantung, Vishuddha yang terletak di leher, Ajna yang terletak ditengah-
tengah kedua mata, dan Sahasrara yang terletak diubun-ubun.
Fungsi pernapasan sangat pital dalam berlatih yoga, tanpa pranayama
yang baik tidak ada sesuatu yang dapat dilakukan oleh seseorang. Oleh
karenanya setiap orang wajib hukumnya untuk menjaga pernafasan selalu
dalam keadaan sehat. Nafas adalah hidup semua mahkluk. Pernafasan yang
tidak sehimbang dapat menghambat, megganggu dan sekaligus adalah
tantangan bagi seseorag yang berlatih yoga.
5. Prathyahara, Dharana, Dhyana dan Semadhi
Prathyahara adalah penguasaan panca indra oleh pikiran sehingga apapun
yang diterima panca indra melalui syaraf ke otak tidak mempengaruhi
pikiran. Panca indra terdiri dari: pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa
lidah dan rasa kulit. Pada umumnya indra menimbulkan nafsu kenikmatan
setelah mempengaruhi pikiran. Yoga bertujuan memutuskan mata rantai
olah pikiran dari rangsangan syaraf ke keinginan (nafsu), sehingga citta
menjadi murni dan bebas dari goncangan-goncangan. Jadi yoga tidak
bertujuan mematikan kemampuan indra. Untuk jelasnya ada baiknya
mengutip pernyatan dari Maharsi Patanjali sebagai berikut:
Sva viyasa asamprayoga,
cittayasa svarupa anukara,
iva indriyanam pratyaharah,
tatah parana vasyata indriyanam.
Terjemahannya:
Pratyahara terdiri dari pelepasan alat-alat indra dan nafsunya masing-
masing, serta menyesuaikan alat-alat indra dengan bentuk citta (budi) yang
murni.
Pratyahara hendaknya dimohonkan kepada Hyang Widhi dengan
konsentrasi yang penuh agar mata rantai olah pikiran ke nafsu terputus.
Tidak terpusatnya konsentrasi pikiran adalah sebagai penghambat dan
sekaligus tantangan bagi setiap orang yang berlatih yoga. Dengan demikian
setiap orang hendaknya melatih pikiran agar menjadi sehimbang.
Dharana artinya mengendalikan pikiran agar terpusat pada suatu objek
konsentrasi. Objek itu dapat berada dalam tubuh kita sendiri, misalnya
“selaning lelata” (sela-sela alis) yang dalam keyakinan Sivaisme disebut
sebagai “Trinetra” atau mata ketiga Siwa. Dapat pula pada “tungtunging
panon” atau ujung (puncak) hidung sebagai objek pandang terdekat dari
mata.
Para Sulinggih (Pendeta) di Bali banyak yang menggunakan ubun-
ubun (sahasrara) sebagai objek karena disaat “ngili atma” di ubun-ubun
dibayangkan adanya padma berdaun seribu dengan mahkotanya berupa
atman yang bersinar “spatika” yaitu berkilau bagaikan mutiara. Objek
lain diluar tubuh manusia misalnya bintang, bulan, matahari, dan gunung.
Penggunaan bintang sebagai objek akan membantu para yogi menguatkan
pendirian dan keyakinan pada ajaran Dharma, jika bulan yang digunakan
membawa kearah kedamaian batin, matahari untuk kekuatan fisik, dan
gunung untuk kesejahteraan. Objek diluar badan yang lain misalnya
patung dan gambar dari Dewa-Dewi, Guru Spiritual yang bermanfaat bagi
terserapnya vibrasi kesucian dari objek yang ditokohkan itu. Kemampuan
melaksanakan Dharana dengan baik akan memudahkan mencapai Dhyana
dan Samadhi. Sebaliknya keterikatan pikiran akan obyek yang dipergunakan
untuk mencapai dharana merupakan hambatan bagi pengikut yoga untuk
mencapai dhyana dan samadi.
Dhyana adalah suatu keadaan dimana arus pikiran tertuju tanpa putus-putus
pada objek yang disebutkan dalam Dharana itu, tanpa tergoyahkan oleh
objek atau gangguan atau godaan lain baik yang nyata maupun yang tidak
nyata. Gangguan atau godaan yang nyata dirasakan oleh Panca Indra baik
melalui pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah maupun rasa kulit.
Gangguan atau godaan yang tidak nyata adalah dari pikiran sendiri
yang menyimpang dari sasaran objek Dharana. Tujuan Dhyana adalah
mengalirkan pikiran yang terus menerus kepada Hyang Widhi melalui
objek Dharana. Yogasutra Maharsi Patanjali menyatakan: “Tatra pradyaya
ekatana dhyanam” Artinya: Arus buddhi (pikiran