Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang
keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan
“warisan budaya” dalam hal ini merupakan suatu pemerian bahwa naskah kuno
adalah teks klasik yang diwariskan secara turun termurun.
naskah kuno sebagai “tulisan
tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil
budaya bangsa masa lampau.” Bangsa lampau dalam hal ini merupakan indikator
usia suatu naskah kuno. Artinya naskah kuno merupakan karya yang diciptakan
warga zaman dulu serta mewakili suatu masa, minimal 50 tahun yang lalu.
Hal ini berkaitan dengan salah satu kriteria benda cagar budaya dalam bab
III pasal 5 Undang-Undang Cagar Budaya bahwa benda cagar budaya berusia 50
tahun atau lebih Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan masalah
waktu, teks yang tertulis pada naskah kuno dapat dimaknai sebagai media
informasi yang menjembatani zaman dahulu dengan zaman sekarang.
Naskah-naskah di Indonesia berisi berbagai aspek kehidupan, baik yang
bersifat kesejarahan, pendidikan, keagamaan, atau kesusastraan. Naskah kuno
dipandang sebagai teks sastra karena merupakan suatu keutuhan yang
mengungkapkan pesan ,Dalam kehidupan atau
kegiatan sastra, tradisi penulisan naskah kuno merupakan tahap kedua . Sebelum orang mengenal tulisan, kegiatan sastra seperti cerita atau
dongeng daerah disampaikan secara lisan. Setelah warga mengenal tulisan,
banyak yang menulis kemudian menyalin berbagai cerita yang tadinya berasal
dari lisan ini . Selain itu, banyak pula naskah-naskah yang disalin langsung
dari bentuk teks karena banyak warga yang ingin memiliki sendiri naskah
ini , karena khawatir terjadi sesuatu dengan naskah asli, atau karena naskah
asli sudah rusak sehingga jumlah naskah di
Indonesia menjadi sangat banyak.
Naskah Sunda merupakan salah satu dari banyaknya naskah yang dimiliki
Indonesia. bahwa naskah Sunda adalah
naskah yang penulisan dan penyusunannya dilakukan di daerah Sunda, serta
naskah yang berisi cerita tentang wilayah Sunda maupun orang Sunda. Aksara
yang digunakan dalam naskah Sunda di antaranya aksara Sunda Kuna, aksara
Pegon, aksara Jawa, dan Latin.
Naskah Sunda umumnya dimiliki oleh orang-orang yang menduduki jabatan
tertentu di warga yang bersifat formal, non formal, ataupun tradisional.
Misalnya kaum bangsawan, para ulama atau kyai, serta para pecinta kesenian dan
kebudayaan Sunda. Selain dimiliki oleh pejabat tertentu, ada pula naskah yang
dimiliki oleh perorangan karena yang bersangkutan memperoleh naskah dengan
menulis sendiri, menyalin, atau warisan dari orang tua.
Saat ini, naskah Sunda banyak disimpan di tempat-tempat penyimpanan
naskah seperti museum dan perpustakaan. Namun ada pula naskah yang masih
berada di warga dan menjadi milik perorangan. Pada zamannya, fungsi
naskah Sunda bagi warga dapat dilihat berdasarkan isi kandungannya.
, naskah berfungsi sebagai bacaan, panduan atau
pegangan hidup, mulai dari yang bersifat keseharian hingga yang bersifat
peribadatan. Sebagai contoh, naskah sejarah berisi silsilah raja-raja, sejarah
leluhur, dan sejarah daerah berfungsi sebagai pegangan kaum bangsawan
Contoh lain, naskah tentang pengetahuan tata cara
pengobatan, berfungsi sebagai pedoman ketika melaksanakan pengobatan.
Keadaan naskah di warga saat ini berbeda dengan dahulu. Pada masa
kini, naskah Sunda tidak digunakan lagi oleh warga . Hal ini ditandai
dengan sulitnya mendapat informasi tentang naskah Sunda di warga .
Kesulitan ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti naskah Sunda sudah
tidak digunakan dalam keseharian warga ; warga sama sekali tidak tahu
menahu tentang naskah Sunda; tulisan pada naskah Sunda tidak lazim digunakan
pada masa kini sehingga naskah tidak diminati; naskah telah berpindah tangan,
hilang, atau hancur.
Selain hal di atas, sulitnya mendapat informasi tentang naskah juga
disebabkan oleh sikap pemilik naskah. Ada yang menganggap naskah sebagai
benda penting dan berharga, menganggap sebagai benda biasa, menggap sebagai
benda yang tidak penting, atau ada pula yang menganggap naskah sebagai benda
pusaka yang dikeramatkan dan memiliki kekuatan gaib sehingga keberadaannya
disembunyikan. Beberapa pemilik naskah yang menganggap naskah sebagai
benda pusaka biasanya tidak mengizinkan naskah dibaca oleh sembarang orang.
Bahkan untuk membacanya kadang-kadang harus disertai ritual tertentu
Melihat sikap pemilik naskah yang berbeda-beda, maka kemungkinan
kepunahan naskah yang berada di warga sangat besar. Hal yang patut
disoroti adalah sikap warga yang menganggap naskah sebagai benda biasa
saja. Menganggap naskah sebagai benda biasa memicu beberapa
kemungkinan, misalnya naskah dibiarkan tanpa diberikan perawatan khusus, atau
bahkan naskah dibakar karena dianggap sebagai buku usang yang tidak terpakai
lagi.
Berbeda dengan kondisi naskah di warga , naskah Sunda yang telah
menjadi koleksi beberapa lembaga bisa dikatakan dalam keadaan aman.
Perpustakaan dan museum biasanya memberi perawatan dan perlakuan khusus
terhadap naskah. Naskah dirawat dengan cara konservasi misalnya diawetkaan
secara kimiawi atau tradisional, dengan preservasi seperti mengatur kelembabaan
udara, suhu, dan intensitas cahaya ruang penyimpanan, serta dengan memberikan
pengamanan dari kemungkinan kerusakan baik kerusakan ulah manusia atau
serangan serangga Dengan demikian naskah dapat
dikatakan selamat dari kemungkinan punah, serta kebudayaan dan kearifan lokal
yang termuat dalam naskah Sunda terjaga kelestariannya.
Pelestarian naskah Sunda seyogianya didukung dengan pemanfaatan naskah
Sunda oleh warga masa kini. Pemanfaatan naskah Sunda sebagai media
informasi dan penyambung kehidupan lampau dengan kehidupan masa kini
mengalami kemandegan akibat globalisasi. Padahal semestinya warga
modern mampu menyikapi modernisasi secara bijak, sejalan dengan yang
lbahwa untuk mencapai keseimbangan
dan keselarasan dalam pembangunan suatu bangsa, penghayatan sastra klasik
dengan kemajuan teknologi modern harus saling mengisi. Namun yang terjadi saat
ini adalah adanya penetrasi budaya asing memicu kepedulian warga
terhadap naskah semakin berkurang. Akibatnya, terjadi kepunahan naskah di
Indonesia, khususnya naskah Sunda. Para generasi muda sebagai penerus bangsa
yang seharusnya menjaga warisan budaya leluhur, banyak terbawa arus
globalisasi sehingga melupakan budaya lokalnya sendiri. Menyikapi kondisi
ini , keberadaan naskah di warga menjadi hal yang bersifat penting
untuk diteliti sebagai bentuk penyelamatan naskah. Maka dari itu, pada
kesempatan ini akan dilakukan penelitian terhadap salah satu naskah Sunda yang
masih berada di tangan warga .
Naskah Sajarah Cijulang (selanjutnya disingkat SC) adalah salah satu
naskah Sunda yang masih berada di warga . Pemilik naskah bernama Ibu Ita
dan Bapak Lamri warga dusun Cikoranji, kecamatan Cigugur, kabupaten
Pangandaran. Di tengah perkembangan zaman, naskah SC masih dibacakan oleh
warga Cijulang pada bulan Muharam, bulan Maulid, malam-malam kaliwon
tertentu, dan sebagian isinya diterapkan atau digunakan pada acara hajat laut.
Meski masih digunakan, pada kenyataannya tidak semua warga mengetahui
tentang keberadaan naskah SC. Keberadaan serta penggunaan atau pembacaan
naskah SC menjadi alasan kuat untuk menjadikan naskah SC sebagai objek
penelitian.
Alasan lain pemilihan naskah SC adalah masih digunakannya naskah SC
oleh sebagian warga di daerah Cijulang yang menandakan bahwa ada suatu
hal yang dijaga dari naskah ini . Kemudian melihat pembacaan naskah yang
dilakukan pada bulan-bulan Islam (Muharam dan Maulid) memungkinkan bahwa
warga Cijulang masih menjunjung tinggi nilai sejarah melalui perspektif
budaya keislaman.
Alasan selanjutnya berkaitan dengan bentuk naskah, naskah SC ditulis
dengan huruf Arab pegon yang sudah tidak lazim digunakan pada zaman
sekarang. Selain itu, naskah SC memakai bahasa campuran Sunda dan Jawa
dan memiliki kekhasan dalam strukturnya, sehingga naskah SC menjadi sulit
dipahami oleh pembaca masa kini.
Penelitian terhadap naskah sejenis sebelumnya pernah dilakukan oleh
Ruswendi Permana pada tahun 1996 berupa tesis di Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Padjajaran yang berjudul Sajarah Cijulang: Sebuah Kajian Filologis.
Dalam tesisnya, naskah Sajarah Cijulang yang menjadi objek penelitian Permana
berupa naskah jamak berjumlah enam naskah. Kajian filologis pada penelitian
ini menghasilkan teks yang diangap bersih dari kesalahan, edisi nakah yang
telah melewati proses kritik teks, serta terjemahan naskah dalam bahasa
Indonesia.
Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Kuswan Nurhidayat pada tahun
2008 berupa skripsi di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni UPI. Penelitian
ini berjudul Silsilah Luluhur Ciamis (Ulikan Filologis jeung Analisis Teks).
Dalam penelitiannya Nurhidayat memakai satu naskah berjudul Silsilah
Luluhur Ciamis. Metode yang digunakan Nurhidayat adalah metode naskah
tunggal. Hasil penelitian Nurhidayat berupa edisi teks dan analisis teks. Namun
dalam skripsi ini , Nurhidayat tidak menyajikan hasil kritik teks.
Melihat kekhasan yang ada dalam naskah SC sebagai objek penelitian
kali ini, maka penelitian ini melengkapi beberapa penelitian terdahulu. Penelitian
ini dilakukan dengan mengkaji naskah SC secara filologis, kemudian
mengungkapkan atau mendeskripsikan tinjauan kandungan isi dan tinjauan fungsi
naskah SC.
Penelitian ini merupakan suatu upaya penyelamatan naskah Sunda kuno
yang masih dimiliki warga . Selain itu, penelitian ini juga sebagai upaya
penyajian informasi tentang naskah SC bagi pembaca umum.
Penelitian terhadap naskah SC berkaitan dengan bidang keilmuan bahasa,
sastra, sejarah, dan kebudayaaan. Kaitannya dengan ilmu bahasa, penelitian ini
dapat mengungkapkan kosa kata, makna kata, serta pola penyusunan struktur kata
yang digunakan pada saat penulisan teks naskah SC. Kaitannya dengan ilmu
sastra, teks pada naskah SC di antaranya bisa memberikan informasi mengenai
kegiatan bersastra, jenis karya sastra yang ada pada zaman dulu, serta bagaimana
tipe penceritaannya. Kaitannya dengan ilmu sejarah, teks naskah SC bisa
digunakan sebagai referensi kesejarahan, karena memuat asal mula dan silsilah
leluhur Cijulang. Sementara itu, kaitannya dengan bidang ilmu kebudayaan adalah
naskah SC mengungkapkan sejarah dan kepercayaan yang ada pada masa lampau.
Sebagaimana telah dipaparkan pada latar belakang, ada beberapa
masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut.
1. Naskah Sunda yang menjadi koleksi pribadi warga sulit diakses oleh
warga umum karena naskah seringkali disembunyikan.
2. Huruf Arab Pegon yang digunakan dalam naskah SC sudah tidak lazim
digunakan pada zaman sekarang, sehingga tidak semua warga dapat
membaca naskah SC.
3. Beberapa tulisan pada naskah SC tidak jelas sehingga sulit dibaca, sehingga
menyulitkan pemahaman pembaca.
4. Naskah SC memakai bahasa campuran Sunda dan Jawa sehingga sulit
dipahami oleh pembaca masa kini.
5. Struktur teks pada naskah SC memiliki kekhasan tersendiri, sehingga membuat
kandungan isi naskah SC menjadi sulit dipahami pembaca masa kini.
Karena luasnya permasalahan yang dihadapi dalam penelitian, maka
penelitian ini dibatasi pada kajian filologis serta analisis teks dan fungsi. Naskah
SC merupakan naskah tunggal, maka kajian filologi dilakukan sesuai dengan
metode kajian edisi standar. Analisis teks (tinjauan kandungan isi) dilakukan
untuk mengungkapkan hal-hal penting yang terkandung dalam naskah. Sementara
iu tinjauan fungsi dilakukan untuk mengungkap fungsi naskah SC bagi
warga Cijulang.
Manuskrip atau naskah kuno
merupakan salah satu peninggalan budaya
yang menjadi khazanah setiap bangsa di
dunia. Zaman dulu dikenal dengan budaya
menulis yang kuat dan kental. Hasil dari
tulisan-tulisan tangan atau diketik ini
lah yang menjadi dokumen yang disebut
manuskrip. Menurut UU Cagar Budaya
No. 5 Tahun 1992 pada Bab I pasal 2
disebutkan bahwa naskah kuno atau
manuskrip merupakan dokumen dalam
bentuk apapun yang ditulis tangan atau
diketik yang belum dicetak atau dijadikan
Preservasi Naskah Budaya Di Museum Sonobudoyo
Manuskrip adalah salah satu kekayaan bangsa di dunia, termasuk Indonesia dan
merupakan salah satu harta budaya Indonesia. Pelestarian manuskrip ini perlu dilakukan
di berbagai institusi atau organisasi yang memiliki koleksi arsip atau teks. Metode
penelitian yang digunakan penulis adalah metode deskriptif, namun dalam pengumpulan
data, penulis melakukan observasi dan wawancara langsung ke Museum Perpustakaan
Sonoduboyo Yogyakarta. Perpustakaan museum ini memiliki manuskrip budaya sebanyak
1400an manuskrip. Kebijakan pelestarian juga dilakukan di perpustakaan museum ini dan
jenis pelestarian yang dilakukan adalah dengan mengesampingkan dan mengubah naskah
asli menjadi format digital untuk semua koleksi. Hal ini dilakukan untuk kelangsungan
manuskrip sebab banyaknya pengunjung dari mahasiswa, ilmuwan, dosen dan lain-lain
memakai manuskrip, akses terhadap informasi terbuka pada umumnya kepada semua
orang yang datang sehingga kebutuhan akan pelestarian naskah yang dimiliki oleh
museum perpustakaan Sonobudoyo.
Manuskrip atau naskah kuno adalah
koleksi langka yang dimiliki oleh setiap
bangsa di dunia, termasuk di Indonesia.
Setiap bangsa dapat melihat perjalanan
hidup bangsanya melalui naksah-naskah
yang telah ditulis. Indonesia sebagai
bangsa yang memiliki banyak corak
budaya dari sabang sampai merauke pasti
memiliki catatan tentang kehidupan
masyarakatnya, sosial budaya, adat
istiadat, pemerintahan dan lain sebagainya.
Naskah ini sangat penting dijaga
kelestariannya. Hal ini sebab naskah kuno
ini adalah peninggalan masa lampau
yang berisi segala sesuatu yang
berhubungan dengan keadaan atau kondisi
yang berbeda dengan kondisi saat ini.
Naskah kuno juga memiliki berbagai
informasi yang luar biasa dari berbagai
bidang seperti pada bidang sastra, agama,
hukum, sejarah, adat istiadat dan lain
sebagainya. Adanya informasi yang ada di
dalam naskah akan membantu para ahli
sejarah dalam menemukan informasi dan
memperkaya kajiannya mengenai sesuatu
yang ditelitinya.
Adanya informasi yang ada di
dalam naskah kuno ini , maka perlu
untuk melakukan pelestarian terhadap
naskah ini untuk mempertahankan
infomasi yang ada di dalamnya. dengan
melakuan pelestarian naskah, maka
informasi yang terkandung didalamnya
akan mampu menjadi sumber informasi
bagi masyarakat luas yang ingin
mengakses naskah ini .
Tindakan preservasi atau
pelestarian naskah atau manuskrip seakan
selesai dengan melakukan fumigasi,
laminasi atau melakukan book binding
atau memperbaiki halaman, punggung
maupun sampul buku. Namun tidak hanya
sekedar kegiatan teknis (seperti fumigasi
atau book binding), namu juga kebijakan-
kebijakan (policies) yang mendukung
usaha terciptanya kegiatan preservasi
secara baik. Tindakan preservasi dilakukan
terkit dengan usaha pencegahan dan
kerusakan naskah. Hal ini diartikan bahwa
kerusakan naskah disebab kan intensitas
pemakaian yang tinggi, sebab usia dan
faktor-faktor lingkungan sehingga perlu
dilakukan perbaikan. Sementara untuk
naskah atau manuskrip yang masih baik
harus dijaga dengan jalan preservasi secara
preventif (dirawat atau dijaga), baik
kondisi fisik ataupun isinya. Inilah
sebetulnya yang menjadi pokok dalam
kegiatan preservasi bahan pustaka.
Tidak semua perpustakaan, kantor
arsip atau museum memiliki koleksi
naskah kuno. Hal ini sebab adanya
pengkhususan dalam pemberian
kewenangan perpustakaan dan museum
untuk menyimpan, memelihara dan
melestarikan naskah ini . Salah satu
Perpustakaan Museum yang diberi
wewenang dalam menyimpan, memelihara
dan melestarikan naskah kuno di Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah Perpustakaan
Museum Sonobudoyo Yogyakarta.
Museum Negeri Sonobudoyo
Yogyakarta berada di bawah naungan
Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berupa
Unite Pelayanan Teknis Daerah (UPTD)
yang memiliki fungsi sebagai sarana
edukasi imliah dan sarana edukasi kultural.
Dalam hal fungsi edukasi ilmiah adalah
seperti untuk penelitian, studi komparatif
bagi pelajar maupun civitas akademik
lainnya. Kemudian sebagai tempat edukasi
kultural sekaligus sebagai tempat koleksi
berbagai hasil karya budaya manusia, baik
buku atau naskah-naskah nusantara
(manuscript).
Perpustakaan Museum
Sonobudoyo Yogyakarta merupakan
sebuah institusi besar yang mempunyai
tugas pokok dan sekaligus berfungsi
sebagai wadah perawatan, pelestarian
dan mengkomunikasikan warisan budaya
bangsa kepada masyarakat. Perpustakaan
Museum Sonoboyo ini memiliki berbagai
jenis koleksi budaya yang memang
penting dalam melestarikan khazanah
budaya di Indonesia. sebab dari hal itu
penulis tertarik untuk membahas
mengenai bagaimana preservasi naskah
budaya di Perpustakaan Museum
Sonobudoyo Yogyakarta.
Kajian Teori
1) Manuskrip
Secara etimologis, manuskrip
diartikan sebagai sesuatu yang ditulis
tangan. Istilah manuskrip erat kaitannya
dengan zaman dahulu, namun tidak harus
menulis kemudian diserahkan ke seorang
penulis ke penerbit. The Antiquities and
Art Treasure Act meletakkan kerangka
hukum untuk hak asuh masnuskrip. Benda-
benda purbakala yang didefinisikan
dibawah undang-undang ini
mencakup “manuskrip, catatan atau
dokumen lain yang memiliki nilai ilmiah,
sejarah atau estetika dan yang telah ada
selama tidak kurang dari tujuh puluh lima
tahun.” Jika definisi di atas dianalogikan
dalam bentuk poin-poin penting, maka
manuskrip berarti:
1. Sebuah dokumen yang tertulis tangan
2. Memiliki nilai ilmiah, sejarah, sastra
atau estetika dan
3. Berumur paling sedikit tujuh puluh
lima tahun3
Sedangkan dalam Undang-undang
Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992 pada Bab
I pasal 2 disebutkan bahwa naskah kuno
atau manuskrip merupakan dokumen
dalam bentuk apapun yang ditulis tangan
atau diketik yang belum dicetak atau
dijadikan buku tercetak yang berumur 50
tahun lebih. 4
2) Preservasi
Preservasi adalah seni alam
“menjaga keamanan”, “menjaga”,
“mempertahankan” dan “tetap hidup.”
Pelestarian yang berlaku untuk koleksi
perpustakaan dan arsip dapat didefinisikan
sebagai “segala pertimbangan manajerial,
teknis dan keuangan yang diterapkan untuk
menghambat kemunduran dan
memperpanjang masa guna atau manfaat
dari koleksi untuk memastikan
ketersediaan koleksi ini secara terus
menerus.
Sedangkan pendapat lain
menyebutkan bahwa preservasi sebagai
tindakan yang dapat dilakukan untuk
mencegah kerusakan yang terjadi,
misalnya dengan menyimpan dokumen
pada lingkungan yang sesuai dan
mengemasinya dengan cara yang sesuai.
Kesadaran akan faktor-faktor yang
mungkin membahayakan dokumen dan
praktek yang baik dalam perawatan fisik,
penyimpanan dan penanganannya akan
memabantu membantu memaksimalkan
harapan dan hidup dokumen.6
Kebijakan dalam preservasi
merupakan suatu komponen yang penting
dalam kerangka pengelolaan suatu koleksi.
Preservasi ini menetapkan pendekatan
organisasi terhadap pelestarian, menangani
pertanyaan seputar apa yang perlu
dilestarikan, mengapa, tujuan serta untuk
berapa lama. Kebijakan ini
menjelaskan tanggungjawab semua pihak
terkait, staf, relawan dan pengguna. hal ini
akan memungkinkan organisasi
menetapkan dan memvalidasi prioritas dan
untuk meninjau praktik lama. Stretegi
preservasi, rencana kerja prosedur dan
proses harus diikuti dari kebijakan
preservasi setiap lembaga atau organisasi.
Museum Sonobudoyo dulunya
adalah sebuah yayasan yang bergerak
dalam bidang kebudayaan Jawa, Madura,
Bali dan Lombok. Yayasan ini berdiri di
Surakarta pada tahun 1919 bernama Java
Instituut. Dalam keputusan Konggres
tahun 1924 Java Instituut akan mendirikan
sebuah museum di Yogyakarta. Pada tahun
1929 pengumpulan data kebudayaan dari
daerah Jawa, Madura, Bali dan Lombok.
Panitia Perencana Pendirian Museum
dibentuk pada tahun 1931 dengan anggota
antara lain: Ir.Th. Karsten P.H.W. Sitsen,
Koeperberg.
Naskah yang dimiliki oleh
Perpustkaaan Museum Sonobudoyo ini
sendiri memiliki keunikan tersendiri
sebab berisi berbagai macam khasanah
budaya di berbagai pulau di Indonesia dan
naskah lebih banyak digunakan oleh
orang-orang dari latar belakang beragam
pula. Perpustakan Museum Sonobudoyo
memiliki naskah tertua yaitu tahun 1748.
Naskah yang pertama kali masuk
Perpustakaan Museum Sonobudoyo
berasal dari Java Institute di Surakarta dan
kemudian pada tahun 1935 Perpustakaan
Museum ini diresmikan oleh
Hamengku Buwono VIII.
Naskah-naskah budaya yang
tersedia disana adalah mayoritas naskah
berasal dari Surakarta dan hanya sedikit
berasal dari Yogyakarta. Pada saat ini
jumlah naskah sebanyak 1400-an yang
terdiri dari naskah budaya, ajaran, wayang,
agama, sastra, piulang lontar dan babad
jawa. Koleksi yang dikumpulkan ini
berasal dari berbagai daerah yakni seluruh
pulau Jawa, Madura, Bali dan Lombok.
Jenis tulisan dari naskah sendiri
ditulis memakai asli tulisan tangan
memakai bahasa aksara jawa, jawa-
bali, tulisan cetak, bisa diketik. Untuk
naskah jawa sendiri memakai aksara
jawa dan arab pegon.
Naskah-naskah yang dikelola pada
lembaga ini belum pernah mengalami
pemusnahan ataupun penyusutan. Hal ini
disebab kan setiap naskah yang dikelola di
Perpustakaan Museum Sonobudoyo ini
memiliki nilai kebudayaan yang berharga.
Selain itu tujuan didirikannya
Perpustakaan Museum ini adalah sebagai
wadah perawatan, pelestarian dan
mengkomunikasikan warisan budaya
bangsa kepada masyarakat. sebab hal
itulah sampai saat ini belum adanya
pemusnahan terhadap koleksi-koleksi
naskah yang dimiliki oleh Perpustakaan
Museum Sonobudoyo sebab nilai dari
arsip ini sangat penting untuk
menjaga khazanah budaya.
berdasar wawancara yang
dilakukan dengan salah satu petugas,
beliau mengatakan bahwa belum ada
pemusnahan arsip yang dilakukan, namun
ada upaya preservasi yang dilakukan yakni
dengan cara freezing dan
mengalihmediakan naskah-nakah ini
ke format digital.
Metode pelestarian secara
tradisional merupakan bentuk tindakan
langsung yang ditujukan untuk harapan
hidup unsur manuskrip yang tidak rusak
atau rusak. Kertas yang dibuat dari pulp
kayu mengandung bahan asam yang
berbahaya dan akan dapat memicu
kerusakan manuskrip. Pelestarian atau
preservasi memastikan bahwa orang yang
datang berkunjung ke perpustakaan, arsip
atau museum memiliki akses terhadap
informasi yang merupakan warisan
dokumenter. Dalam hal pelestarian,
konversi digital tentunya akan mampu
memperpanjang umur suatu artefak
tertentu. pemakaian asli bisa dibatasi dan
pengganti berkualitas tinggi dapat
disediakan. Digitasi meningkatkan akses
ke artefak. sebab citranya, artefak
ini mampu dilihat pada web oleh
penggguna di seluruh dunia. Sebagai
tambahannya file ini bisa dikirim
untuk dilihat secara offline memakai
file master resolusi tinggi yang tidak
dikompres.8
Implementasi kedua cara preservasi
yang dilakukan untuk mempertahankan
naskah-naskah yang ada. Seperti yang
diungkapkan di atas bahwa kertas yang
dibuat dari pulp kayu memiliki kadar asam
tinggi sehingga rentan mengalami
kerusakan. Keringat yang mengandung
asam tinggi juga dapat secara cepat
merusak kertas naskah sehingga perlu
adanya preservasi secara insentif sebab
pengguna atau pengunjung setiap harinya
selalu ada, bahkan berdasrkan statistik
pengunjung setiap bulan mengalami
kenaikan, bahkan sekarang pengunjung
sudah mencapai sekitar 160 sampai 200
lebih setiap bulan.
berdasar hasil wawancara
dengan konservator di Museum
Sonobudoyo, proses freezing bertujuan
untuk membunuh atau menghentikan
serangga-serangga yang ada dalam naskah
sekaligus dengan telur-telurnya sebab
telur atau larva ini akan mati saat
dilakukan freezing terhadap naskah.
Langkah-langkah dari freezing ini dimulai
dengan dilakukannya penyimpanan naskah
pada suhu 17ᶛC dan lama prosesnya
selama kurang lebih 20 hari dalam
pendinginan dan pembersihan. Freezing ini
dianggap pembasmian serangga yang
realtif aman sebab cara ini tidak
memakai bahan-bahan kimia sehingga
ramah lingkungan. Di Museum
Sonobudoyo sendiri melakukan freezing
dengan 3 (tiga) tahap yaitu pra pelaksanaan
freezing yakni termasuk kebijakan
pelaksanaan freezing, kondisi naskah dan
kerusakan naskah. Kemudian tahap
pelaksanaan freezing yakni melakukan
mengecekan naskah, memasukkan naskah
ke plastik vacum bag dan mengeluarkan
udara di dalam plastik sampai pada proses
pengaturan suhu dan lainnya. Selanjutnya
yang terakhr adalah pasca freezing yakni
mengeluarkan naskah dari freezer,
membuka plastik, membersihkan naskah
sampai pada pemindahan naskah ke tempat
yang steril dan ke rak naskah.
Selain freezing, Museum
Sonobudoyo juga melakukan digitalisasi
terhadap naskah yang dimilikinya. Proses
digitalisasi naskah dimulai dengan mulai
melakukan scan terhadap naskah dan
memakai scan khusus untuk naskah
kuno, sehingga dalam proses scan ini
tidak merusak naskah ini dan
menghasilkan foto scan yang lebih
maksimal. Setelah dilakukan proses scan,
kemduian file naskah ini
dikumpulkan dalam folder dan dipilah
sesuai dengan judul naskah. Digitalisasi ini
sendiri mulai dilakukan pada tahun 2010
dan selesai pada tahun 2017. Hal ini
dilakukan untuk menghindari kerapuhan
dan tercecernya arsip yang berbentuk
naskah asli tercetak. Naskah format digital
ini dapat diakses di ruang khusus naskah
dan jika pengunjung ingin mendapatkan
salinanan untuk dibawa pulang maka bisa
diprint maksimal 10% dari jumlah satu
naskah ini .
Menurutnya, proses digitalisasi ini
sebagai salah satu preservasi naskah yang
paling sederhana dibandingkan dengan
preservasi yang ada sebelumnya seperti
fumigasi dan restorasi. Proses freezing
sendiri dilakukan minimal 1 kali dalam
setahun.
Indonesia dan merupakan khazanah
budaya juga. Preservasi terhadap
manuskrip sangat dibutuhkan untuk
dilaksanakan di berbagai lembaga atau
organisasi yang memiliki koleksi arsip atau
naskah. Salah satu lembaga yang memiliki
naskah budaya di D.I Yogyakarta adalah
Perpustakaan Museum Sonobuyo.
Perpustakaan museum ini memiliki banyak
naskah budaya sebanyak 1400an naskah.
Kebijakan preservasi juga dilakukan di
perpustakaan museum ini dan jenis
preservasi yang dilakukan adalah
melakukan frezzing dan mengkonversi
naskah asli ke format digital untuk semua
koleksi. Hal ini dilakukan untuk
kelangsungan hidup dari manuskrip sebab
banyaknya pengungjung baik dari
mahasiswa, ilmuwan, dosen dan lain
sebagainya memakai naskah-naskah
ini , akses informasi dibuka secara
umum untuk semua orang yang datang
sehingga perlu adanya preservasi untuk
naskah-naskah yang dimiliki oleh
perpustakaan museum Sonobudoyo.