Kamis, 22 Februari 2024

naskah budaya kuno

  






 Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang 

keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan 

“warisan budaya” dalam hal ini merupakan suatu pemerian bahwa naskah kuno 

adalah teks klasik yang diwariskan secara turun termurun.  

 naskah kuno sebagai “tulisan 

tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil 

budaya bangsa masa lampau.” Bangsa lampau dalam hal ini merupakan indikator 

usia suatu naskah kuno. Artinya naskah kuno merupakan karya yang diciptakan 

warga  zaman dulu serta mewakili suatu masa, minimal 50 tahun yang lalu. 

Hal ini  berkaitan dengan salah satu kriteria benda cagar budaya dalam bab 

III pasal 5 Undang-Undang Cagar Budaya bahwa benda cagar budaya berusia 50 

tahun atau lebih Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan masalah 

waktu, teks yang tertulis pada naskah kuno dapat dimaknai sebagai media 

informasi yang menjembatani zaman dahulu dengan zaman sekarang.  

 Naskah-naskah di Indonesia berisi berbagai aspek kehidupan, baik yang 

bersifat kesejarahan, pendidikan, keagamaan, atau kesusastraan. Naskah kuno 

dipandang sebagai teks sastra karena merupakan suatu keutuhan yang 

mengungkapkan pesan ,Dalam kehidupan atau 

kegiatan sastra, tradisi penulisan naskah kuno merupakan tahap kedua . Sebelum orang mengenal tulisan, kegiatan sastra seperti cerita atau 

dongeng daerah disampaikan secara lisan. Setelah warga  mengenal tulisan, 

banyak yang menulis kemudian menyalin berbagai cerita yang tadinya berasal 

dari lisan ini . Selain itu, banyak pula naskah-naskah yang disalin langsung 

dari bentuk teks karena banyak warga  yang ingin memiliki sendiri naskah 

ini , karena khawatir terjadi sesuatu dengan naskah asli, atau karena naskah 

asli sudah rusak sehingga jumlah naskah di 

Indonesia menjadi sangat banyak.  

Naskah Sunda merupakan salah satu dari banyaknya naskah yang dimiliki 

Indonesia. bahwa naskah Sunda adalah 

naskah yang penulisan dan penyusunannya dilakukan di daerah Sunda, serta 

naskah yang berisi cerita tentang wilayah Sunda maupun orang Sunda. Aksara 

yang digunakan dalam naskah Sunda di antaranya aksara Sunda Kuna, aksara 

Pegon, aksara Jawa, dan Latin.  

Naskah Sunda umumnya dimiliki oleh orang-orang yang menduduki jabatan 

tertentu di warga  yang bersifat formal, non formal, ataupun tradisional. 

Misalnya kaum bangsawan, para ulama atau kyai, serta para pecinta kesenian dan 

kebudayaan Sunda. Selain dimiliki oleh pejabat tertentu, ada pula naskah yang 

dimiliki oleh perorangan karena yang bersangkutan memperoleh naskah dengan 

menulis sendiri, menyalin, atau warisan dari orang tua. 

Saat ini, naskah Sunda banyak disimpan di tempat-tempat penyimpanan 

naskah seperti museum dan perpustakaan. Namun ada pula naskah yang masih 

berada di warga  dan menjadi milik perorangan. Pada zamannya, fungsi 

naskah Sunda bagi warga  dapat dilihat berdasarkan isi kandungannya. 

, naskah berfungsi sebagai bacaan, panduan atau 

pegangan hidup, mulai dari yang bersifat keseharian hingga yang bersifat 

peribadatan. Sebagai contoh, naskah sejarah berisi silsilah raja-raja, sejarah 

leluhur, dan sejarah daerah berfungsi sebagai pegangan kaum bangsawan 

Contoh lain, naskah tentang pengetahuan tata cara 

pengobatan, berfungsi sebagai pedoman ketika melaksanakan pengobatan.  

Keadaan naskah di warga  saat ini berbeda dengan dahulu. Pada masa 

kini, naskah Sunda tidak digunakan lagi oleh warga . Hal ini  ditandai 

dengan sulitnya mendapat  informasi tentang naskah Sunda di warga . 

Kesulitan ini  bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti naskah Sunda sudah 

tidak digunakan dalam keseharian warga ; warga  sama sekali tidak tahu 

menahu tentang naskah Sunda; tulisan pada naskah Sunda tidak lazim digunakan 

pada masa kini sehingga naskah tidak diminati; naskah telah berpindah tangan, 

hilang, atau hancur. 

Selain hal di atas, sulitnya mendapat  informasi tentang naskah juga 

disebabkan oleh sikap pemilik naskah.  Ada yang menganggap naskah sebagai 

benda penting dan berharga, menganggap sebagai benda biasa, menggap sebagai 

benda yang tidak penting, atau ada pula yang menganggap naskah sebagai benda 

pusaka yang dikeramatkan dan memiliki kekuatan gaib sehingga keberadaannya 

disembunyikan. Beberapa pemilik naskah yang menganggap naskah sebagai 

benda pusaka biasanya tidak mengizinkan naskah dibaca oleh sembarang orang. 

Bahkan untuk membacanya kadang-kadang harus disertai ritual tertentu 

Melihat sikap pemilik naskah yang berbeda-beda, maka kemungkinan 

kepunahan naskah yang berada di warga  sangat besar.  Hal yang patut 

disoroti adalah sikap warga  yang menganggap naskah sebagai benda biasa 

saja. Menganggap naskah sebagai benda biasa memicu  beberapa 

kemungkinan, misalnya naskah dibiarkan tanpa diberikan perawatan khusus, atau 

bahkan naskah dibakar karena dianggap sebagai buku usang yang tidak terpakai 

lagi.  

Berbeda dengan kondisi naskah di warga , naskah Sunda yang telah 

menjadi koleksi beberapa lembaga bisa dikatakan dalam keadaan aman. 

Perpustakaan dan museum biasanya memberi perawatan dan perlakuan khusus 

terhadap naskah. Naskah dirawat dengan cara konservasi misalnya diawetkaan 

secara kimiawi atau tradisional, dengan preservasi seperti mengatur kelembabaan 

udara, suhu, dan intensitas cahaya ruang penyimpanan, serta dengan memberikan 

pengamanan dari kemungkinan kerusakan baik kerusakan ulah manusia atau 

serangan serangga  Dengan demikian naskah dapat 

dikatakan selamat dari kemungkinan punah, serta kebudayaan dan kearifan lokal 

yang termuat dalam naskah Sunda terjaga kelestariannya.  

Pelestarian naskah Sunda seyogianya didukung dengan pemanfaatan naskah 

Sunda oleh warga  masa kini. Pemanfaatan naskah Sunda sebagai media 

informasi dan penyambung kehidupan lampau dengan kehidupan masa kini 

mengalami kemandegan akibat globalisasi. Padahal semestinya warga  

modern mampu menyikapi modernisasi secara bijak, sejalan dengan yang 

lbahwa untuk mencapai keseimbangan 

dan keselarasan dalam pembangunan suatu bangsa, penghayatan sastra klasik 

dengan kemajuan teknologi modern harus saling mengisi. Namun yang terjadi saat 

ini adalah adanya penetrasi budaya asing memicu  kepedulian warga  

terhadap naskah semakin berkurang. Akibatnya, terjadi kepunahan naskah di 

Indonesia, khususnya naskah Sunda. Para generasi muda sebagai penerus bangsa 

yang seharusnya menjaga warisan budaya leluhur, banyak terbawa arus 

globalisasi sehingga melupakan budaya lokalnya sendiri. Menyikapi kondisi 

ini , keberadaan naskah di warga  menjadi hal yang bersifat penting 

untuk diteliti sebagai bentuk penyelamatan naskah. Maka dari itu, pada 

kesempatan ini akan dilakukan penelitian terhadap salah satu naskah Sunda yang 

masih berada di tangan warga . 

Naskah Sajarah Cijulang (selanjutnya disingkat SC) adalah salah satu 

naskah Sunda yang masih berada di warga . Pemilik naskah bernama Ibu Ita 

dan Bapak Lamri warga dusun Cikoranji, kecamatan Cigugur, kabupaten 

Pangandaran. Di tengah perkembangan zaman, naskah SC masih dibacakan oleh 

warga  Cijulang pada bulan Muharam, bulan Maulid, malam-malam kaliwon 

tertentu, dan sebagian isinya diterapkan atau digunakan pada acara hajat laut. 

Meski masih digunakan, pada kenyataannya tidak semua warga  mengetahui 

tentang keberadaan naskah SC. Keberadaan serta penggunaan atau pembacaan 

naskah SC menjadi alasan kuat untuk menjadikan naskah SC sebagai objek 

penelitian. 

Alasan lain pemilihan naskah SC adalah masih digunakannya naskah SC 

oleh sebagian warga  di daerah Cijulang yang menandakan bahwa ada suatu 

hal yang dijaga dari naskah ini . Kemudian melihat pembacaan naskah yang 

dilakukan pada bulan-bulan Islam (Muharam dan Maulid) memungkinkan  bahwa 

warga  Cijulang masih menjunjung tinggi nilai sejarah melalui perspektif 

budaya keislaman.  

Alasan selanjutnya berkaitan dengan bentuk naskah, naskah SC ditulis 

dengan huruf Arab pegon yang sudah tidak lazim digunakan pada zaman 

sekarang. Selain itu, naskah SC memakai  bahasa campuran Sunda dan Jawa 

dan memiliki kekhasan dalam strukturnya, sehingga naskah SC menjadi sulit 

dipahami oleh pembaca masa kini.  

Penelitian terhadap naskah sejenis sebelumnya pernah dilakukan oleh 

Ruswendi Permana pada tahun 1996 berupa tesis di Fakultas Ilmu Budaya 

Universitas Padjajaran yang berjudul Sajarah Cijulang: Sebuah Kajian Filologis. 

Dalam tesisnya, naskah Sajarah Cijulang yang menjadi objek penelitian Permana 

berupa naskah jamak berjumlah enam naskah. Kajian filologis pada penelitian 

ini  menghasilkan teks yang diangap bersih dari kesalahan, edisi nakah yang 

telah melewati proses kritik teks, serta terjemahan naskah dalam bahasa 

Indonesia. 

Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Kuswan Nurhidayat pada tahun 

2008 berupa skripsi di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni UPI. Penelitian 

ini  berjudul Silsilah Luluhur Ciamis (Ulikan Filologis jeung Analisis Teks). 

Dalam penelitiannya Nurhidayat memakai  satu naskah berjudul Silsilah 

Luluhur Ciamis. Metode yang digunakan Nurhidayat adalah metode naskah 

tunggal. Hasil penelitian Nurhidayat berupa edisi teks dan analisis teks. Namun 

dalam skripsi ini , Nurhidayat tidak menyajikan hasil kritik teks.  

Melihat kekhasan yang ada  dalam naskah SC sebagai objek penelitian 

kali ini, maka penelitian ini melengkapi beberapa penelitian terdahulu. Penelitian 

ini dilakukan dengan mengkaji naskah SC secara filologis, kemudian  

mengungkapkan atau mendeskripsikan tinjauan kandungan isi dan tinjauan fungsi  

naskah SC.  

Penelitian ini merupakan suatu upaya penyelamatan naskah Sunda kuno 

yang masih dimiliki warga . Selain itu, penelitian ini juga sebagai upaya 

penyajian informasi tentang naskah SC bagi pembaca umum.  

Penelitian terhadap naskah SC berkaitan dengan bidang keilmuan bahasa, 

sastra, sejarah, dan kebudayaaan. Kaitannya dengan ilmu bahasa, penelitian ini 

dapat mengungkapkan kosa kata, makna kata, serta pola penyusunan struktur kata 

yang digunakan pada saat penulisan teks naskah SC. Kaitannya dengan ilmu 

sastra, teks pada naskah SC di antaranya bisa memberikan informasi mengenai 

kegiatan bersastra, jenis karya sastra yang ada pada zaman dulu, serta bagaimana 

tipe penceritaannya. Kaitannya dengan ilmu sejarah, teks naskah SC  bisa 

digunakan sebagai referensi kesejarahan, karena memuat asal mula dan silsilah 

leluhur Cijulang. Sementara itu, kaitannya dengan bidang ilmu kebudayaan adalah 

naskah SC mengungkapkan sejarah dan kepercayaan yang ada pada masa lampau. 

Sebagaimana telah dipaparkan pada latar belakang, ada  beberapa 

masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut. 

1. Naskah Sunda yang menjadi koleksi pribadi warga  sulit diakses oleh 

warga  umum karena naskah seringkali disembunyikan. 

2. Huruf Arab Pegon yang digunakan dalam naskah SC sudah tidak lazim 

digunakan pada zaman sekarang, sehingga tidak semua warga  dapat 

membaca naskah SC. 

3. Beberapa tulisan pada naskah SC tidak jelas sehingga sulit dibaca, sehingga 

menyulitkan pemahaman pembaca. 

4. Naskah SC memakai  bahasa campuran Sunda dan Jawa sehingga sulit 

dipahami oleh pembaca masa kini. 

5. Struktur teks pada naskah SC memiliki kekhasan tersendiri, sehingga membuat 

kandungan isi naskah SC menjadi sulit dipahami pembaca masa kini. 

 Karena luasnya permasalahan yang dihadapi dalam penelitian, maka 

penelitian ini dibatasi pada kajian filologis serta analisis teks dan fungsi. Naskah 

SC merupakan naskah tunggal, maka kajian filologi dilakukan sesuai dengan 

metode kajian edisi standar. Analisis teks (tinjauan kandungan isi) dilakukan 

untuk mengungkapkan hal-hal penting yang terkandung dalam naskah. Sementara 

iu tinjauan fungsi dilakukan untuk mengungkap fungsi naskah SC bagi 

warga  Cijulang. 


 

 

 

  

Manuskrip atau naskah kuno 

merupakan salah satu peninggalan budaya 

yang menjadi khazanah setiap bangsa di 

dunia. Zaman dulu dikenal dengan budaya 

menulis yang kuat dan kental. Hasil dari 

tulisan-tulisan tangan atau diketik ini  

lah yang menjadi dokumen yang disebut 

manuskrip. Menurut UU Cagar Budaya 

No. 5 Tahun 1992 pada Bab I pasal 2 

disebutkan bahwa naskah kuno atau 

manuskrip merupakan dokumen dalam 

bentuk apapun yang ditulis tangan atau 

diketik yang belum dicetak atau dijadikan 

Preservasi Naskah Budaya Di Museum Sonobudoyo 


Manuskrip adalah salah satu kekayaan bangsa di dunia, termasuk Indonesia dan 

merupakan salah satu harta budaya Indonesia. Pelestarian manuskrip ini perlu dilakukan 

di berbagai institusi atau organisasi yang memiliki koleksi arsip atau teks. Metode 

penelitian yang digunakan penulis adalah metode deskriptif, namun dalam pengumpulan 

data, penulis melakukan observasi dan wawancara langsung ke Museum Perpustakaan 

Sonoduboyo Yogyakarta. Perpustakaan museum ini memiliki manuskrip budaya sebanyak 

1400an manuskrip. Kebijakan pelestarian juga dilakukan di perpustakaan museum ini dan 

jenis pelestarian yang dilakukan adalah dengan mengesampingkan dan mengubah naskah 

asli menjadi format digital untuk semua koleksi. Hal ini dilakukan untuk kelangsungan 

manuskrip sebab  banyaknya pengunjung dari mahasiswa, ilmuwan, dosen dan lain-lain 

memakai  manuskrip, akses terhadap informasi terbuka pada umumnya kepada semua 

orang yang datang sehingga kebutuhan akan pelestarian naskah yang dimiliki oleh 

museum perpustakaan Sonobudoyo. 

 



Manuskrip atau naskah kuno adalah 

koleksi langka yang dimiliki oleh setiap 

bangsa di dunia, termasuk di Indonesia. 

Setiap bangsa dapat melihat perjalanan 

hidup bangsanya melalui naksah-naskah 

yang telah ditulis. Indonesia sebagai 

bangsa yang memiliki banyak corak 

budaya dari sabang sampai merauke pasti 

memiliki catatan tentang kehidupan 

masyarakatnya, sosial budaya, adat 

istiadat, pemerintahan dan lain sebagainya. 

Naskah ini sangat penting dijaga 

kelestariannya. Hal ini sebab  naskah kuno 

ini  adalah peninggalan masa lampau 

yang berisi segala sesuatu yang 

berhubungan dengan keadaan atau kondisi 

yang berbeda dengan kondisi saat ini. 

Naskah kuno juga memiliki berbagai 

informasi yang luar biasa dari berbagai 

bidang seperti pada bidang sastra, agama, 

hukum, sejarah, adat istiadat dan lain 

sebagainya. Adanya informasi yang ada di 

dalam naskah akan membantu para ahli 

sejarah dalam menemukan informasi dan 

memperkaya kajiannya mengenai sesuatu 

yang ditelitinya.  

Adanya informasi yang ada di 

dalam naskah kuno ini , maka perlu 

untuk melakukan pelestarian terhadap 

                                                          

naskah ini  untuk mempertahankan 

infomasi yang ada di dalamnya. dengan 

melakuan pelestarian naskah, maka 

informasi yang terkandung didalamnya 

akan mampu menjadi sumber informasi 

bagi masyarakat luas yang ingin 

mengakses naskah ini . 

Tindakan preservasi atau 

pelestarian naskah atau manuskrip seakan 

selesai dengan melakukan fumigasi, 

laminasi atau melakukan book binding 

atau memperbaiki halaman, punggung 

maupun sampul buku. Namun tidak hanya 

sekedar kegiatan teknis (seperti fumigasi 

atau book binding), namu  juga kebijakan-

kebijakan (policies) yang mendukung 

usaha terciptanya kegiatan preservasi 

secara baik. Tindakan preservasi dilakukan 

terkit dengan usaha pencegahan dan 

kerusakan naskah. Hal ini diartikan bahwa 

kerusakan naskah disebab kan intensitas 

pemakaian yang tinggi, sebab  usia dan 

faktor-faktor lingkungan sehingga perlu 

dilakukan perbaikan. Sementara untuk 

naskah atau manuskrip yang masih baik 

harus dijaga dengan jalan preservasi secara 

preventif (dirawat atau dijaga), baik 

kondisi fisik ataupun isinya. Inilah 

sebetulnya yang menjadi pokok dalam 

kegiatan preservasi bahan pustaka.

Tidak semua perpustakaan, kantor 

arsip atau museum memiliki koleksi 

naskah kuno. Hal ini sebab  adanya 

pengkhususan dalam pemberian 

kewenangan perpustakaan dan museum 

untuk menyimpan, memelihara dan 

melestarikan naskah ini . Salah satu 

Perpustakaan Museum yang diberi 

wewenang dalam menyimpan, memelihara 

dan melestarikan naskah kuno di Daerah 

Istimewa Yogyakarta adalah Perpustakaan 

Museum Sonobudoyo Yogyakarta.  

Museum Negeri Sonobudoyo 

Yogyakarta  berada di bawah naungan 

Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah 

Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berupa 

Unite Pelayanan Teknis Daerah  (UPTD) 

yang memiliki fungsi sebagai sarana 

edukasi imliah dan sarana edukasi kultural. 

Dalam hal fungsi edukasi ilmiah adalah 

seperti untuk penelitian, studi komparatif 

bagi pelajar maupun civitas akademik 

lainnya. Kemudian sebagai tempat edukasi 

kultural sekaligus sebagai tempat koleksi 

berbagai hasil karya budaya manusia, baik 

buku atau naskah-naskah nusantara 

(manuscript). 

Perpustakaan Museum 

Sonobudoyo Yogyakarta merupakan 

sebuah institusi besar yang mempunyai 

tugas pokok dan sekaligus berfungsi 

sebagai wadah perawatan, pelestarian 

dan mengkomunikasikan warisan budaya 

bangsa kepada masyarakat. Perpustakaan 

Museum Sonoboyo ini memiliki berbagai 

jenis koleksi budaya yang memang 

penting dalam melestarikan khazanah 

budaya di Indonesia. sebab  dari hal itu 

penulis tertarik untuk membahas 

mengenai bagaimana preservasi naskah 

budaya di Perpustakaan Museum 

Sonobudoyo Yogyakarta. 

 


Kajian Teori 

1) Manuskrip 

Secara etimologis, manuskrip 

diartikan sebagai sesuatu yang ditulis 

tangan. Istilah manuskrip erat kaitannya 

dengan zaman dahulu, namun tidak harus 

menulis kemudian diserahkan ke seorang 

penulis ke penerbit. The Antiquities and 

Art Treasure Act meletakkan kerangka 

hukum untuk hak asuh masnuskrip. Benda-

benda purbakala yang didefinisikan 

dibawah undang-undang ini  

mencakup “manuskrip, catatan atau 

dokumen lain yang memiliki nilai ilmiah, 

sejarah atau estetika dan yang telah ada 

selama tidak kurang dari tujuh puluh lima 

tahun.” Jika definisi di atas dianalogikan 

dalam bentuk poin-poin penting, maka 

manuskrip berarti: 

1. Sebuah dokumen yang tertulis tangan 

2. Memiliki nilai ilmiah, sejarah, sastra 

atau estetika dan 

3. Berumur paling sedikit tujuh puluh 

lima tahun3 

Sedangkan dalam Undang-undang 

Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992 pada Bab 

I pasal 2 disebutkan bahwa naskah kuno 

atau manuskrip merupakan dokumen 

dalam bentuk apapun yang ditulis tangan 

atau diketik yang belum dicetak atau 

dijadikan buku tercetak yang berumur 50 

tahun lebih. 4 

2) Preservasi 

Preservasi adalah seni alam 

“menjaga keamanan”, “menjaga”, 

“mempertahankan” dan “tetap hidup.” 

Pelestarian yang berlaku untuk koleksi 

perpustakaan dan arsip dapat didefinisikan 

sebagai “segala pertimbangan manajerial, 

                                                           

teknis dan keuangan yang diterapkan untuk 

menghambat kemunduran dan 

memperpanjang masa guna atau manfaat 

dari koleksi untuk memastikan 

ketersediaan koleksi ini  secara terus 

menerus.

Sedangkan pendapat lain 

menyebutkan bahwa preservasi sebagai 

tindakan yang dapat dilakukan untuk 

mencegah kerusakan yang terjadi, 

misalnya dengan menyimpan dokumen 

pada lingkungan yang sesuai dan 

mengemasinya dengan cara yang sesuai. 

Kesadaran akan faktor-faktor yang 

mungkin membahayakan dokumen dan 

praktek yang baik dalam perawatan fisik, 

penyimpanan dan penanganannya akan 

memabantu membantu memaksimalkan 

harapan dan hidup dokumen.6 

Kebijakan dalam preservasi 

merupakan suatu komponen yang penting 

dalam kerangka pengelolaan suatu koleksi. 

Preservasi ini menetapkan pendekatan 

organisasi terhadap pelestarian, menangani 

pertanyaan seputar apa yang perlu 

dilestarikan, mengapa, tujuan serta untuk 

berapa lama. Kebijakan ini  

menjelaskan tanggungjawab semua pihak 

                                                           

terkait, staf, relawan dan pengguna. hal ini 

akan memungkinkan organisasi 

menetapkan dan memvalidasi prioritas dan 

untuk meninjau praktik lama. Stretegi 

preservasi, rencana kerja prosedur dan 

proses harus diikuti dari kebijakan 

preservasi setiap lembaga atau organisasi. 

Museum Sonobudoyo dulunya  

adalah sebuah yayasan yang bergerak 

dalam bidang kebudayaan Jawa, Madura, 

Bali dan Lombok. Yayasan ini berdiri di 

Surakarta pada tahun 1919 bernama Java 

Instituut. Dalam keputusan Konggres 

tahun 1924 Java Instituut akan mendirikan 

sebuah museum di Yogyakarta. Pada tahun 

1929 pengumpulan data kebudayaan dari 

daerah Jawa, Madura, Bali dan Lombok. 

Panitia Perencana Pendirian Museum 

dibentuk pada tahun 1931 dengan anggota 

antara lain: Ir.Th. Karsten P.H.W. Sitsen, 

Koeperberg. 

Naskah yang dimiliki oleh 

Perpustkaaan Museum Sonobudoyo ini 

sendiri memiliki keunikan tersendiri 

sebab  berisi berbagai macam khasanah 

budaya di berbagai pulau di Indonesia dan 

naskah lebih banyak digunakan oleh 

                                                          

orang-orang dari latar belakang beragam 

pula. Perpustakan Museum Sonobudoyo 

memiliki naskah tertua yaitu tahun 1748. 

Naskah yang pertama kali masuk  

Perpustakaan Museum Sonobudoyo 

berasal dari Java Institute di Surakarta dan 

kemudian pada tahun 1935 Perpustakaan 

Museum ini  diresmikan oleh 

Hamengku Buwono VIII. 

Naskah-naskah budaya yang 

tersedia disana adalah mayoritas naskah 

berasal dari Surakarta dan hanya sedikit 

berasal dari Yogyakarta. Pada saat ini 

jumlah naskah sebanyak 1400-an yang 

terdiri dari naskah budaya, ajaran, wayang, 

agama, sastra, piulang lontar dan babad 

jawa. Koleksi yang dikumpulkan ini  

berasal dari berbagai daerah yakni seluruh 

pulau Jawa, Madura, Bali dan Lombok. 

Jenis tulisan dari naskah sendiri 

ditulis memakai  asli tulisan tangan 

memakai  bahasa aksara jawa, jawa-

bali, tulisan cetak, bisa diketik. Untuk 

naskah jawa sendiri memakai  aksara 

jawa dan arab pegon. 

Naskah-naskah yang dikelola pada 

lembaga ini belum pernah mengalami 

pemusnahan ataupun penyusutan. Hal ini 

disebab kan setiap naskah yang dikelola di 

Perpustakaan Museum Sonobudoyo ini 

memiliki nilai kebudayaan yang berharga. 

Selain itu tujuan didirikannya 

Perpustakaan Museum ini adalah sebagai 

wadah perawatan, pelestarian dan 

mengkomunikasikan warisan budaya 

bangsa kepada masyarakat. sebab  hal 

itulah sampai saat ini belum adanya 

pemusnahan terhadap koleksi-koleksi 

naskah yang dimiliki oleh Perpustakaan 

Museum Sonobudoyo sebab  nilai dari 

arsip ini  sangat penting untuk 

menjaga khazanah budaya. 

berdasar  wawancara yang 

dilakukan dengan salah satu petugas, 

beliau mengatakan bahwa belum ada 

pemusnahan arsip yang dilakukan, namun 

ada upaya preservasi yang dilakukan yakni 

dengan cara freezing dan 

mengalihmediakan naskah-nakah ini  

ke format digital. 

Metode pelestarian secara 

tradisional merupakan bentuk tindakan 

langsung yang ditujukan untuk harapan 

hidup unsur manuskrip yang tidak rusak 

atau rusak. Kertas yang dibuat dari pulp 

kayu mengandung bahan asam yang 

berbahaya dan akan dapat memicu  

kerusakan manuskrip. Pelestarian atau 

preservasi memastikan bahwa orang yang 

datang berkunjung ke perpustakaan, arsip 

atau museum memiliki akses terhadap 

informasi yang merupakan warisan 

dokumenter. Dalam hal pelestarian, 

konversi digital tentunya akan mampu 

memperpanjang umur suatu artefak 

tertentu. pemakaian  asli bisa dibatasi dan 

pengganti berkualitas tinggi dapat 

disediakan. Digitasi meningkatkan akses 

ke artefak. sebab  citranya, artefak 

ini  mampu dilihat pada web oleh 

penggguna di seluruh dunia. Sebagai 

tambahannya file ini  bisa dikirim 

untuk dilihat secara offline memakai  

file master resolusi tinggi yang tidak 

dikompres.8 

Implementasi kedua cara preservasi 

yang dilakukan untuk mempertahankan 

naskah-naskah yang ada. Seperti yang 

diungkapkan di atas bahwa kertas yang 

dibuat dari pulp kayu memiliki kadar asam 

tinggi sehingga rentan mengalami 

kerusakan. Keringat yang mengandung 

asam tinggi juga dapat secara cepat 

merusak kertas naskah sehingga perlu 

adanya preservasi secara insentif sebab  

pengguna atau pengunjung setiap harinya 

selalu ada, bahkan berdasrkan statistik 

pengunjung setiap bulan mengalami 

kenaikan, bahkan sekarang pengunjung 

sudah mencapai sekitar 160 sampai 200 

lebih setiap bulan.  

berdasar  hasil wawancara 

dengan konservator di Museum 

                                                          

Sonobudoyo, proses freezing  bertujuan 

untuk membunuh atau menghentikan 

serangga-serangga yang ada dalam naskah 

sekaligus dengan telur-telurnya sebab  

telur atau larva ini  akan mati saat  

dilakukan freezing terhadap naskah. 

Langkah-langkah dari freezing ini dimulai 

dengan dilakukannya penyimpanan naskah 

pada suhu 17ᶛC dan lama prosesnya 

selama kurang lebih 20 hari dalam 

pendinginan dan pembersihan. Freezing ini 

dianggap pembasmian serangga yang 

realtif aman sebab  cara ini tidak 

memakai  bahan-bahan kimia sehingga 

ramah lingkungan. Di Museum 

Sonobudoyo sendiri melakukan freezing 

dengan 3 (tiga) tahap yaitu pra pelaksanaan 

freezing yakni termasuk kebijakan 

pelaksanaan freezing, kondisi naskah dan 

kerusakan naskah. Kemudian tahap 

pelaksanaan freezing yakni melakukan 

mengecekan naskah, memasukkan naskah 

ke plastik vacum bag dan mengeluarkan 

udara di dalam plastik sampai pada proses 

pengaturan suhu dan lainnya. Selanjutnya 

yang terakhr adalah pasca freezing yakni 

mengeluarkan naskah dari freezer, 

membuka plastik, membersihkan naskah 

sampai pada pemindahan naskah ke tempat 

yang steril dan ke rak naskah. 

Selain freezing, Museum 

Sonobudoyo juga melakukan digitalisasi 

terhadap naskah yang dimilikinya.  Proses 

digitalisasi naskah dimulai dengan mulai 

melakukan scan terhadap naskah dan 

memakai  scan khusus untuk naskah 

kuno, sehingga dalam proses scan ini  

tidak merusak naskah ini  dan 

menghasilkan foto scan yang lebih 

maksimal. Setelah dilakukan proses scan, 

kemduian file naskah ini  

dikumpulkan dalam folder dan dipilah 

sesuai dengan judul naskah. Digitalisasi ini 

sendiri mulai dilakukan pada tahun 2010 

dan selesai pada tahun 2017. Hal ini 

dilakukan untuk menghindari kerapuhan 

dan tercecernya arsip yang berbentuk 

naskah asli tercetak. Naskah format digital 

ini dapat diakses di ruang khusus naskah 

dan jika pengunjung ingin mendapatkan 

salinanan untuk dibawa pulang maka bisa 

diprint maksimal 10% dari jumlah satu 

naskah ini . 

Menurutnya, proses digitalisasi ini 

sebagai salah satu preservasi naskah yang 

paling sederhana dibandingkan dengan 

preservasi yang ada sebelumnya seperti 

fumigasi dan restorasi. Proses freezing 

sendiri dilakukan minimal 1 kali dalam 

setahun. 

 

Indonesia dan merupakan khazanah 

budaya juga.  Preservasi terhadap 

manuskrip sangat dibutuhkan untuk 

dilaksanakan di berbagai lembaga atau 

organisasi yang memiliki koleksi arsip atau 

naskah. Salah satu lembaga yang memiliki 

naskah budaya di D.I Yogyakarta adalah 

Perpustakaan Museum Sonobuyo. 

Perpustakaan museum ini memiliki banyak 

naskah budaya sebanyak 1400an naskah. 

Kebijakan preservasi juga dilakukan di 

perpustakaan museum ini dan jenis 

preservasi yang dilakukan adalah 

melakukan frezzing dan mengkonversi 

naskah asli ke format digital untuk semua 

koleksi. Hal ini dilakukan untuk 

kelangsungan hidup dari manuskrip sebab  

banyaknya pengungjung baik dari 

mahasiswa, ilmuwan, dosen dan lain 

sebagainya memakai  naskah-naskah 

ini , akses informasi dibuka secara 

umum untuk semua orang yang datang 

sehingga perlu adanya preservasi untuk 

naskah-naskah yang dimiliki oleh 

perpustakaan museum Sonobudoyo.  

 


 

 


Related Posts:

  • naskah budaya kuno   Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 ta… Read More