demografi pertama kali dipakai oleh Achille Guilard pada tahun
1885, dalam bukunya yang berjudul Elements de Statistique Humaine,
ou Demographie Comparee. Demografi berasal dari kata demos yang berarti
penduduk dan grafein yang berarti gambaran. Jadi demografi adalah ilmu
yang mempelajari penduduk atau manusia terutama tentang kelahiran,
kematian dan perpindahan penduduk yang terjadi. Demografi sendiri
sebenarnya melibatkan studi ilmiah tentang ukuran, penyebaran penduduk
secara geografi maupun spasial, komposisi penduduk, dan perubahan yang
terjadi dari waktu ke waktu. Pada tahun ini Achille Guilard mengatakan
bahwa demografi merupakan ilmu yang mempelajari segala sesuatu dari
keadaan dan sikap manusia yang dapat diukur yaitu meliputi perubahan
secara umum, fisik dan kondisi moral.
David V. Glass mengatakan bahwa demografi terbatas pada studi
penduduk sebagai akibat pengaruh dari proses demografi yaitu fertilitas,
mortalitas dan migrasi. Pressat (1985) mengatakan bahwa demografi adalah
studi tentang populasi manusia dalam hubungannya dengan perubahan yang
terjadi akibat kelahiran, kematian, dan migrasi. Istilah ini juga dipakai
untuk mengacu kepada fenomena yang diamati. Sedangkan PBB (1958)
mendefinisikan bahwa demografi adalah studi ilmiah terhadap populasi
manusia, terutama terhadap jumlah, struktur, dan perkembangannya. Masalah
demografi lebih ditekankan pada perubahan dinamika kependudukan karena
pengaruh perubahan fertilitas, mortalitas dan migrasi.
Philip M.Hauser dan Dudley Duncan (1959) mendefinisikan bahwa
demografi adalah ilmu yang mempelajari jumlah, persebaran, teritorial dan
komposisi penduduk serta perubahan-perubahannya dan sebab-sebab
perubahan ini , yang biasanya timbul karena peristiwa kelahiran,
kematian dan migrasi (gerak teritorial) dan mobilitas status. Sementara itu
Donald J.Bogue (1973) mengatakan bahwa demografi adalah ilmu yang
mempelajari secara statistik dan matematik tentang besaran, komposisi dan
distribusi penduduk dan perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui
bekerjanya lima komponen demografi yaitu kelahiran, kematian, perkawinan migrasi dan mobilitas sosial. Walaupun demografi mempertahankan analisis
deskriptif dan komparatif berkesinambungan terhadap tren yang ada, pada
setiap proses yang terjadi dan hasil yang ditimbulkan, tujuan utamanya
adalah untuk mengembangkan bagian dari teori untuk menjelaskan peristiwa
yang dibandingkan dan direncanakannya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa
demografi adalah studi tentang penduduk yang dilihat dari ukuran (jumlah),
struktur/komposisi, persebaran ke ruangan serta faktor-faktor yang
mempengaruhi jumlah, struktur dan persebaran penduduk yaitu fertilitas,
mortalitas dan migrasi di suatu wilayah tertentu. Dalam demografi ada
aspek kependudukan yang statis dan dinamis sifatnya. Aspek statis
ditunjukkan oleh komposisi penduduk misalnya. Komposisi penduduk
merupakan gambaran kondisi penduduk pada suatu titik tertentu, yaitu pada
saat dilaksanakan sensus atau survei. Sesudah tanggal atau hari ini ,
komposisi penduduk akan berubah. Perubahan komposisi ini terjadi karena
perubahan kelahiran, kematian dan migrasi. Jadi dalam demografi juga
dipelajari aspek statis dan aspek dinamis, yang keduanya saling
mempengaruhi. Contoh, jumlah kelahiran akan mempengaruhi jumlah
penduduk muda di suatu wilayah tertentu.
A. DEMOGRAFI FORMAL DAN KEPENDUDUKAN
Sebagaimana telah diulas sebelumnya, demografi formal mencakup
pengumpulan dan analisis statistik matematik dari data demografis. Ilmu
demografi sendiri sebetulnya terbagi menjadi dua yaitu demografi formal
atau murni dan studi kependudukan. Adolphe Landy (1945) menyarankan
pembedaan pada istilah demografi murni dan studi kependudukan.
Demografi murni atau pure demography merupakan ilmu yang menghasilkan
berbagai teknik-teknik pengukuran indikator kependudukan. Demografer
formal biasanya merupakan ahli matematika atau statistika yang menghitung
variabel demografi secara matematis. mengatakan bahwa demografi merupakan analisa statistik terhadap
jumlah, distribusi, komposisi serta komponen-komponen perubahannya,
sedangkan studi kependudukan lebih mempersoalkan hubungan-hubungan
antara variabel demografi dan variabel sistem lainnya.
mengatakan bahwa demografi tidak mempelajari penduduk sebagai individu,
tetapi penduduk sebagai suatu kumpulan (aggregates atau collection). Jadi
yang dimaksud penduduk dalam kajian demografi adalah sekelompok orang
yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu bisa negara bisa bagian wilayah
administrasi dari suatu negara dan bisa global.
membagi pengertian demografi dalam arti
sempit dan luas. Secara sempit demografi diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang jumlah, distribusi, struktur dan pertumbuhan penduduk,
ilmu ini disebut dengan demografi formal. Sedangkan dalam arti luas,
demografi mencakup semua karakteristik penduduk termasuk di dalamnya
etnik, budaya, sosial dan ekonomi.
Studi kependudukan merupakan studi yang membahas tentang hubungan
antara faktor-faktor perubahan penduduk dan faktor-faktor pembangunan. T.
mengatakan bahwa studi kependudukan menerangkan
informasi dasar tentang distribusi penduduk, karakteristik dan perubahan perubahannya, serta menerangkan faktor penyebab perubahan ini dan
menganalisa segala konsekuensi yang mungkin sekali terjadi di masa depan
sebagai hasil perubahan ini . mengatakan bahwa studi
kependudukan lebih luas dari kajian demografi murni, karena di dalam
memahami struktur dan proses kependudukan di suatu wilayah, faktor-faktor
non demografis ikut dilibatkan, misalnya dalam memahami fertilitas di suatu
daerah tidak hanya cukup diketahui trend pasangan usia subur tetapi juga
faktor sosial, ekonomi dan budaya yang ada di daerah ini . Dengan kata
lain studi kependudukan lebih bersifat interdisipliner dan lebih mencakup
tentang ilmu sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, politik, dan biologi.
Banyak demografer yang lebih menyukai pendekatan studi kependudukan di
mana hubungan antara variabel-variabel demografis dan nondemografis
diperhitungkan. Para demografer sangat tertarik dengan efek dari variabel
nondemografis terhadap variabel demografis, contohnya bagaimana
perubahan dari pendapatan atau tingkat pendidikan keluarga dapat
memengaruhi kelahiran dan kematian. Beberapa demografer justru tertarik
kepada hal sebaliknya; apakah variabel demografis akan menyebabkan
perubahan pada variabel nondemografis. Hal ini juga menjadi perhatian
beberapa ahli pada disiplin ilmu berbeda. Misalnya, ketika suatu populasi
memiliki proporsi lansia yang besar, pola pemilihan umum bisa jadi berbeda,
karena para lansia lebih memilih partai politik tradisional yang sudah ada
sejak lama. Jika terjadi hal seperti itu, maka topik ini adalah kewenangan ahli
politik, bukan demografer lagi. Analisis penduduk merupakan analisis yang
dimulai "dari rahim ke liang kubur" (from the womb to the tomb) karena
meliputi analisis penduduk pada seluruh siklus kehidupan manusia sejak dari
kandungan sampai meninggal.
Banyak pertanyaan yang sering dilontarkan oleh seorang demografer
ketika mengamati kondisi suatu penduduk di suatu negara, yaitu seberapa
banyak jumlah penduduk laki-laki dan perempuan? Di mana mereka tinggal?
Berapa rentang usia mereka? Berapa banyak kelahiran yang terjadi, dan
dialami oleh siapa? Apa saja karakteristik yang ada pada mereka yang
mati ataupun bermigrasi? Bagaimana dan mengapa penduduk mengalami
dinamika (perubahan-perubahan)?
Upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas sudah dilakukan
dengan melakukan berbagai pencatatan statistik tentang peristiwa demografi,
meskipun dalam lingkup yang masih terbatas. John Graunt (1620-1674) telah
berhasil menjawab beberapa pertanyaan ini mengenai penduduk London
pada abad ke-17. John Graunt mengestimasi bahwa penduduk London terdiri
dari 199.000 laki-laki dan 185.000 perempuan. Pada saat itu John Graunt
juga berhasil mengidentifikasi bahwa lebih banyak bayi laki-laki yang
dilahirkan dibandingkan bayi perempuan, pada tahun 1628 dan 1662 .
Graunt adalah seorang penjual pakaian, dan dengan pengetahuannya
tentang 'aritmatika penjualan' yang dijadikan dasar untuk Natural and
Political Observations, Made Upon the Bills of Mortality yaitu sebuah studi
tentang kelahiran dan kematian yang ditulisnya pada tahun 1662. Data yang
dikumpulkan disajikan dalam tabel statistik, yang telah diuji, di cek dan
disesuaikan keandalannya , Karena jasa Graunt dalam
memperhitungkan laju perubahan demografis dan statistik yang dibuat, maka
dia dijuluki sebagai Bapak Demografi. Kata 'demografi' berarti 'penjabaran
dari manusia' dan istilah ini pertama kali dipakai oleh ahli politik dan
ekonomi Prancis Archille Guillard pada tahun 1855 ,
Teori-teori tentang kependudukan juga terus mengalami perkembangan.
Teori kependudukan yang sebelumnya banyak dibahas di antaranya hipotesis
Malthus tentang hubungan antara penduduk dan keterbatasan sumber daya
alam serta kaitan antara kependudukan dengan lingkungan hidup. Dalam
bukunya yang berjudul Essay on the Principle of Population, Thomas Robert
Malthus mengembangkan demikian Daniel Malthus tentang hubungan antara
penduduk dengan pangan. Teorinya mengajukan tiga hal penting yaitu:
1. Penduduk dibatasi oleh sumber-sumber subsistensi pangan
2. Jumlah penduduk akan meningkat apabila sumber-sumber subsistensi
meningkat, kecuali kalau ada faktor-faktor penghambat.
3. Faktor penghambat ini yang menekan perkembangan penduduk
serta menekan dampaknya pada tingkat subsistensi dapat dipecahkan
melalui ketahanan moral, kejahatan dan kesengsaraan.
Dalam teorinya Malthus mengemukakan bahwa pertumbuhan penduduk
yang cepat disebabkan karena hubungan antara laki-laki dan perempuan yang
akan menghasilkan kehamilan serta kelahiran tidak bisa dihentikan.
Sementara di saat bersamaan, jumlah penduduk yang meningkat juga
memerlukan pasokan pangan yang cukup. Malthus mengatakan bahwa jika
tidak ada faktor penghambat, maka penduduk akan tumbuh menurut deret
ukur sedangkan sumber-sumber pangan akan tumbuh seperti deret hitung.
Dia juga mengatakan bahwa faktor yang menghambat perkembangan
penduduk adalah pereventive checks yaitu moral restraint dan vice serta
positive check yaitu vice dan misery. Dalam preventive checks pengurangan
penduduk dilakukan dengan menurunkan kelahiran melalui upaya-upaya
untuk mengekang nafsu seksual (moral restraint) dan pengurangan kelahiran
melalui aborsi, homoseksualitas, promiscuity dan adultery (vice). Sedangkan
positive checks merupakan pengurangan penduduk melalui kematian yang
meliputi kejahatan kriminalitas, dan pembunuhan (vice) serta melalui
berbagai penyebab kematian seperti epidemik, bencana alam, kelaparan dan
peperangan (misery).
Pada abad ke-19, kelompok anti Malthus menyampaikan kritik terhadap
teori Malthus dengan argumen bahwa:
1. Malthus tidak memperhitungkan kemajuan transportasi yang
menghubungkan daerah satu dengan yang lain, sehingga pengiriman
bahan makanan ke daerah yang kekurangan pangan mudah untuk
dilaksanakan.
2. Malthus tidak memperhitungkan kemajuan pesat dalam bidang teknologi
terutama dalam bidang pertanian, karena pertanian dapat ditingkatkan
dengan cepat dengan memakai teknologi baru.
3. Malthus tidak memperhitungkan usaha pembatasan kelahiran bagi
pasangan yang sudah menikah, artinya pengontrolan kelahiran yang
diutarakan oleh Malthus dianggap tidak bermoral.
4. Fertilitas akan menurun apabila terjadi perbaikan ekonomi dan standar
hidup penduduk meningkat.
Aliran Marxist yang dicetuskan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels,
mengatakan ada 3 hal dalam kaitannya penduduk dan faktor yang
mempengaruhi. Teori ini dulu banyak dipakai di negara-negara yang
menganut paham sosialis seperti Cina, Vietnam maupun Korea Utara. Dalam
teorinya dikatakan bahwa:
1. Jumlah penduduk tidak memberikan tekanan berarti terhadap
peningkatan kebutuhan pangan tetapi lebih besar dampaknya bagi
kesempatan kerja
2. Kemelaratan terjadi bukan karena cepatnya pertumbuhan penduduk,
tetapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian besar hak para buruh.
3. Semakin tinggi tingkat jumlah penduduk, maka semakin tinggi pula
produktivitasnya. Hal ini terjadi jika teknologi tidak menggantikan
tenaga kerja manusia. Sehingga manusia tidak perlu menekan jumlah
kelahiran, dan ini berarti menolak teori Malthus tentang moral restraint
untuk menekan angka kelahiran.
Dalam perkembangannya, muncul aliran Neo-Malthusian yang
dikemukakan oleh Garrett Hardin dan Paul Ehrlich. Dalam teorinya di abad
ke 20, Bumi yang pada jaman Malthus masih kosong mulai dipadati oleh
manusia. Setiap minggu lebih dari 10 juta bayi diperkirakan lahir di dunia,
sehingga semakin banyak manusia yang harus dipenuhi kebutuhan
pangannya. Sementara keadaan pangan terbatas dan kerusakan lingkungan
semakin meningkat sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk. Aliran ini
dilengkapi oleh Meadow dalam bukunya yang berjudul The Limit to Growth
(1972) yang memperhatikan hubungan antara variabel lingkungan yaitu
penduduk, produksi pertanian, industri dan sumber daya alam serta polusi.
Pertumbuhan penduduk dapat dibatasi dengan melakukan pembatasan
kelahiran.
Berbagai studi demografi dan kependudukan yang telah dilakukan di
berbagai negara sebagaimana dikutip dari Lucas (1994), di antaranya adalah:
1. Perubahan jumlah dan struktur penduduk yang dikemukakan oleh Liu
(1993) yang memperoleh data-data statistik vital dari garis keturunan dan
genetika dari 12 provinsi di Cina untuk studinya dalam perkawinan,
kelahiran, dan kematian dari tahun 1300 sampai 1900. Ia juga mencatat
bahwa fluktuasi atau perubahan dalam kelahiran dan kematian terjadi
secara bersamaan dengan bencana alam dan peperangan.
melihat suatu perdebatan yang terjadi sekitar akhir abad ke-19 tentang
menurunnya populasi penduduk Melanesia. Bukti pendukung terdiri dari
data sensus dari Fiji dan Kaledonia Baru, serta laporan dari penjelajah.
2. Studi tentang kematian dilakukan
dengan memakai catatan pendaftaran penduduk di kuil Buddha
yang menunjukkan kematian berdasarkan usia dan jenis kelamin dari
tahun 1771 dan 1980 untuk meneliti masalah kematian di Jepang
Tengah. Sementara itu Curtin (1989) memakai laporan tahunan
yang dikeluarkan tentara Inggris dan Perancis untuk membandingkan
penyakit dan kematian yang diderita oleh pasukan tentara yang
ditempatkan di daerah asal maupun luar negeri (Afrika, Hindia Barat,
India, dan lain-lain).
3. memakai daftar desa-desa tidak berpenghuni dan
yang telah ditinggalkan untuk mempelajari pengurangan populasi di
Tamil Nadu, India Selatan, sekitar tahun 1800.
4. Kajian tentang fertilitas dan perkawinan dilakukan oleh Hajnal (1965)
yang mengkaji data sensus dan data hasil pencatatan paroki, catatan
perpajakan, dan data-data historis lainnya untuk menentukan pola
pernikahan yang terlambat serta proporsi orang yang tidak menikah di
benua Eropa.
5. memakai catatan administratif tahunan (shumon
aratame-cho) di sebuah desa kecil di daerah timur laut Jepang pada
periode 1760-1870, dan menyimpulkan bahwa fertilitas penduduk
meningkat pada periode ini .Penjelasan yang mungkin adalah karena
budak diganti dengan buruh harian.Karena budak harus meninggalkan
kampung halaman mereka, pasangan suami istri biasanya harus berpisah,
sehingga angka kelahiran dapat menurun.
6. memakai catatan paroki dan data
pencatatan vital untuk membandingkan fertilitas pada daerah-daerah di
Inggris dari abad ke-16 hingga sekarang.
7. Mobilitas penduduk pernah diulas oleh Erikson (1990) dengan
memakai sampel dari daftar penumpang kapal yang tiba di lima
pelabuhan di Amerika Serikat pada tahun 1841 untuk mengetahui rute
emigrasi, jumlah orang yang masuk, usia, jenis kelamin, kawan
perjalanan, dan pekerjaan seorang migran dari kepulauan Inggris.
8. Gillion (1962) mempelajari laporan emigrasi dari Calcutta, statistik milik
Departemen Tenaga Kerja Fiji, dan catatan kolonial untuk mengukur laju
emigrasi dari India ke Fiji dan migrasi kembali ke India.
9. Reid (1989) memakai manifes kapal, detail dari orang-orang yang
sampai di pelabuhan Sydney, dan catatan paroki di Irlandia dan Australia
untuk memeriksa siapa saja migran dari Irlandia, dari mana mereka
datang, dan apa yang terjadi kepada mereka di Australia.
10. Di negara kita studi tentang demografi dan kependudukan sudah banyak
dilakukan oleh pakar demografi, di antaranya tentang transisi demografi
di negara kita dan bonus demografi, ekonomi sumber daya manusia,
transisi mobilitas maupun ketenagakerjaan dan mobilitas penduduk.
B. DEMOGRAFI, KEPENDUDUKAN DAN ILMU LAINNYA
Demografi dapat dikatakan sebagai sebuah ilmu interdisipliner karena
relasinya dengan banyak disiplin ilmu akademis lainnya seperti matematika,
statistika, biologi, kedokteran, geografi, sosiologi, ekonomi, dan psikologi.
Banyak demografer mengikuti pelatihan di bidang ilmu lainnya sebelum
memilih spesialisasi demografi. Sebagai contoh bahwa demografi
berhubungan dengan ilmu lain dengan membayangkan sebuah studi tentang
keluarga. Para demografer sangat tertarik dengan keluarga karena peristiwa
demografi dapat memengaruhi ukuran dan komposisinya. Seorang ahli
sejarah, terutama demografer sejarah, sangat mungkin memperhatikan
keluarga dari masa lampau, dengan usia perkawinan dan komposisi serta
ukuran dari satu rumah tangga di masa lalu. Karena keluarga adalah unit
paling dasar dalam aktivitas sosial, ahli sosiologi dan antropologi juga
tertarik pada status, peranan, jaringan dan pembuat keputusan di dalam
keluarga serta pranata yang ada di dalam keluarga ini (lihat Caldwell et
al. 1988; Hawthorn 1970; Nag 1973). Pada beberapa masyarakat, memiliki
banyak anak memberikan kehormatan bagi sang ibu dan keluarga. Alasan
mengapa orang menginginkan banyak anak adalah pertanyaan yang dapat
membuat ahli psikologi khawatir (lihat East-West Population Institute 1976).
Namun ahli ekonomi memandang keluarga sebagai unit ekonomi, dan studi
mereka mencakup hal seperti biaya yang dikeluarkan untuk anak, yang juga
relevan terhadap kerja demografer. Contoh yang lebih spesifik adalah
hubungan antara demografi dan epidemiologi. Sebuah epidemi terjadi apabila
suatu penyakit menyerang sejumlah banyak orang pada saat bersamaan.
Epidemiologi, akan tetapi, bukan hanya merupakan studi dari epidemi saja,
saat ini epidemiologi juga mempelajari tentang morbiditas (investigasi
mengenai sakit dan penyakit) dan salah satu konsekuensi dari perubahan
perilaku dan gaya hidup masyarakat yang didukung oleh perubahan iklim
global.
DEMOGRAFI DAN PEMBANGUNAN
Penduduk dan pembangunan, dua kata yang memiliki makna berbeda
tetapi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Penduduk mengacu pada
manusia, individu, orang atau sekumpulan orang-orang dalam suatu wilayah
tertentu. Sedangkan pembangunan memiliki arti proses merubah sesuatu
menjadi lebih baik atau membuat sesuatu lebih baik, untuk dinikmati dan
dimanfaatkan oleh penduduk. Pembangunan pada dasarnya dilakukan dengan
tujuan untuk mensejahterakan penduduk baik secara fisik maupun spiritual.
Dalam pembangunan, penduduk menjadi subjek sekaligus objek. Penduduk
menjadi subjek karena penduduk menjadi sasaran yang dibangun, yang
meliputi peningkatan kemampuan (empowered) dan makin meluasnya
berbagai kesempatan (opportunity) sehingga penduduk menikmati
pembangunan yang telah dilakukan. Sebagai sasaran dan penikmat hasil
pembangunan diperlukan jumlah, struktur dan laju pertumbuhan penduduk
serta persebarannya untuk mencapai pemerataan dan keadilan.
Sementara di sisi yang lain penduduk juga menjadi penentu dan pelaku
dalam kesuksesan pembangunan. Penduduk sebagai penentu dan pelaku
utama dalam pembangunan, memerlukan kualitas dan produktivitas yang
tinggi sehingga pembangunan yang dihasilkan juga akan tinggi. Kualitas dan
produktivitas dapat dibangun dan ditingkatkan apabila jumlah dan laju
pertumbuhan bisa dikendalikan sehingga seimbang dengan daya tampung dan
daya dukung lingkungan, selain itu persebarannya jua perlu diarahkan untuk
mencapai keseimbangan ini .
Pengendalian laju pertumbuhan penduduk memiliki peran penting
untuk meningkatkan kualitas penduduk. Upaya pengendalian pertumbuhan
penduduk dalam rangka tercapainya penduduk tumbuh seimbang harus
ditingkatkan sebagai langkah penting dalam rangka pembangunan
kependudukan terutama meningkatkan kualitas penduduk dan melakukan
pengarahan penduduk. Pembangunan kependudukan yang meliputi
pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas
penduduk harus didorong melalui pemberdayaan dan pembangunan keluarga
sebagai unit terkecil sasaran pembangunan nasional.
Pembangunan yang baik adalah pembangunan yang berdasarkan
evidence atau data, karena dengan data yang valid, reliable dan memiliki
cakupan yang luas akan menjadi titik tolak dalam menentukan perencanaan
dan langkah-langkah pembangunan berwawaskan kependudukan. Data
tentang jumlah, struktur, pertumbuhan dan karakteristik penduduk serta data
penunjang lainnya harus tersedia terus menerus dan dimutakhirkan setiap
saat. Dinamika penduduk akan mengubah struktur, komposisi dan persebaran
penduduk. Dengan melakukan proyeksi maka akan dapat diperkirakan
perubahan kebutuhan yang harus dipenuhi dan fasilitas pelayanan publik
yang perlu disediakan.
Konferensi Kependudukan Internasional yang dilaksanakan di Kairo,
menyepakati bahwa isu-isu kependudukan tidak hanya mengenai jumlah dan
dinamika penduduk, tetapi lebih pada manusia dengan segala matra dan hak hak untuk pembangunan dan mendorong ke arah hidup yang lebih baik di
manapun mereka dilahirkan. Kemudian pada tahun 2000 disepakati
Millenium Development Goals (MDGs) yang menjadi arah pembangunan
bagi negara-negara yang ikut menandatangani kesepakatan ini . MDGs
dilakukan untuk menjawab tantangan di era millenium dengan langkah
kongkrit dalam menilai kinerja (performance) melalui tujuan jangka panjang
(goals), serta menetapkan target dan indikator yang sudah ditetapkan dari
1990 hingga 2015, yang disebut "Millenium Development Goals" (MDGs).
Adapun 8 tujuan dari MDGs adalah:
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan.
2. Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua.
3. Meningkatkan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan.
4. Mengurangi angka kematian bayi.
5. Meningkatkan kesehatan ibu.
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, penyakit lain.
7. Pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
8. Mengembangkan kemitraan global dalam pembangunan.
Penduduk dan Pembangunan merupakan dua sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan. Oleh sebab itu pembangunan dapat berkelanjutan tidak
dapat terjadi apabila tidak dibarengi dengan pembangunan manusia. Integrasi
variabel kependudukan dengan pembangunan merupakan suatu upaya
memberikan posisi penting pada perencanaan kependudukan. ada
hubungan yang timbal balik antara perubahan dalam variabel-variabel
kependudukan dengan pemakaian sumber daya alam, lingkungan dan kualitas
pembangunan sosial ekonomi. Pembangunan yang berkelanjutan akan
mengupayakan pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kualitas hidup
generasi sekarang, serta memikirkan kepentingan penduduk generasi yang
akan datang.
Dengan demikian, mengintegrasikan kependudukan dalam strategi
ekonomi dan pembangunan nasional akan mempercepat laju pembangunan
yang berkelanjutan dan mengurangi kemiskinan. Hasilnya akan mempercepat
pencapaian tujuan pembangunan kependudukan, seperti peningkatan kualitas
sumber daya manusia dan kesejahteraan.
Pada beberapa tahun lalu, model pembangunan yang lebih menekankan
kepada power centered terlihat belum mampu meningkatkan kesejahteraan.
Oleh karenanya, perencana pembangunan saat ini seyogyanya mampu
menjadikan penduduk sebagai sentral pembangunan, dengan memperhatikan
hak-hak individu (seperti hak politik, hidup secara bebas, memilih, sosio ekonomi, standar hidup dan mendapatkan pekerjaan). Dengan demikian,
pembangunan berwawasan kependudukan hendaknya bersifat holistik, yaitu
melihat persoalan pembangunan secara lebih luas dan komprehensif.
Dalam segitiga pembangunan berwawasan kependudukan disebutkan
bahwa penduduk menjadi sentral pembangunan sosial, pembangunan
ekonomi, dan pembangunan lingkungan yang dikelola secara bersama-sama
dan terintegrasi. Widjojo Nitisastro (2004) mengatakan bahwa untuk konsep
pembangunan berwawasan kependudukan dalam rangka mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan, penduduk harus ditempatkan sebagai titik
sentral kegiatan pembangunan (2004). Dengan demikian penduduk
ditempatkan sebagai fokus pembangunan yang partisipatif, mendorong
pemerataan, non diskriminatif, pemberdayaan keluarga dan masyarakat,
pengentasan kemiskinan, pengembangan kemampuan sumber daya manusia,
dan pemerintahan yang demokratis.
Interaksi antara faktor-faktor penduduk dan faktor-faktor pembangunan
dengan mengakomodasi proses dan outcome ditunjukkan pada Gambar 1.2.
Gambar ini menjelaskan bahwa pada tingkat makro, proses
pembangunan meliputi kebijakan, strategi, program dan kegiatan. Dalam hal
ini proses kependudukan mendorong outcome pembangunan dan sebaliknya
proses pembangunan mendorong outcome kependudukan. Terlihat bahwa
proses pembangunan mempengaruhi outcome kependudukan dan proses
kependudukan mempengaruhi outcome pembangunan. Implikasi dari
kerangka kerja ini adalah bahwa suatu kebijakan ditetapkan untuk
mendapatkan tujuan pembangunan yang diinginkan.
TRANSISI DEMOGRAFI
Transisi demografi merupakan suatu kondisi yang menggambarkan
perubahan parameter demografi yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi.
Zelinsky (1971), menyatakan bahwa transisi fertilitas dan mortalitas sebagai
transisi vital, sedangkan transisi demografi terdiri dari transisi vital dan
transisi mobilitas. Berbeda dengan Zelinski, Notenstein (1945) menegaskan
bahwa transisi demografi hanya memperhatikan perubahan fertilitas dan
mortalitas atau dengan kata lain disebut sebagai perubahan secara alamiah.
PBB (1989) membagi transisi demografi ke dalam 4 tahap, yaitu:
1. Pada tahap pertama angka fertilitas (kelahiran) masih sangat tinggi,
ditandai dengan indikator Total Fertility Rate (TFR) di atas 6, dan angka
mortalitas (kematian) juga tinggi. Sedangkan usia harapan hidup waktu
lahir rendah yaitu kurang dari 45 tahun. Pada tahap ini laju pertumbuhan
penduduk sangat rendah. Jumlah kelahiran dan kematian cenderung
sangat tinggi dan tidak terkendali setiap tahunnya. Berbagai faktor
penyebab kematian ikut mempengaruhi di antaranya adanya peperangan,
gagal panen dan kelaparan sebagai akibat tingginya harga-harga pangan
serta meluasnya wabah penyakit menular.
2. Tahap kedua ditandai dengan mulai menurunnya angka mortalitas
dengan cepat karena penemuan obat-obatan antibiotik, revolusi industri
dan kemajuan teknologi. Angka kelahiran sudah menunjukkan
penurunan tetapi sangat lambat. TFR pada tahap ini berkisar antara 4,5-
6, sedangkan usia harapan hidup waktu lahir berkisar antara 45-55 tahun.
3. Tahap ketiga, ditandai dengan kematian yang terus menurun tetapi
penurunannya mulai melambat. Angka harapan hidup berkisar antara 55-
65 tahun, sedangkan TFR mengalami penurunan dengan cepat sebagai
akibat adanya program keluarga berencana dan tersedianya alat
kontrasepsi secara luas. Pada tahap ini tingkat pendidikan mulai
meningkat.
4. Tahap keempat ditandai dengan angka kelahiran dan kematian yang
sudah rendah dan tingkat pertumbuhan penduduk yang juga rendah. Pada
tahap ini usia atau angka harapan hidup mencapai lebih dari 65 tahun
dan TFR di bawah 3. Proses transisi demografi dianggap berakhir ketika
fertilitas mencapai NRR (net reproduction rate) = 1. Tahap ini biasanya
dialami oleh negara yang sudah maju.
Transisi vital menurut Chesnais (1992) ada 3 Tipe yaitu tipe I ada
pada kelompok negara maju di Eropa. Tipe ini memiliki dua ciri khas yaitu:
(1) angka pertumbuhan alami tidak pernah lebih dari 2 persen per tahun; (2)
tahap transisi berlangsung amat lama antara 75 sampai 200 tahun. Angka
pertumbuhan penduduk alami dihitung hanya berdasarkan selisih antara
kelahiran dan kematian. Angka pertumbuhan alami pada awalnya meningkat
perlahan, kemudian mencapai puncak dan selanjutnya menurun dengan
perlahan pula. Tipe I ini terdiri dari 3 model yaitu pertama model Nordik,
yaitu negara-negara yang memiliki masa transisi vital yang sangat lama
yang mencapai hampir satu setengah abad. Swedia termasuk dalam tipe ini.
Kedua, model Barat dengan pertumbuhan alami tertinggi dicapai pada sekitar
tahun 1900 dan transisi ditempuh dalam waktu 1 abad, Jerman menjadi salah
satu negara yang masuk dalam kelompok ini. Ketiga, model Selatan, dengan
masa transisi selama 70 sampai dengan 90 tahun. Italia termasuk ke dalam
model ini dengan angka pertumbuhan alami mencapai 1,25 yang dicapai pada
sekitar tahun 1900.
Tipe II meliputi negara-negara Amerika, Kanada dan Australia. Negara negara ini memiliki angka pertumbuhan alami tertinggi mencapai 1,5%.
Kondisi ini dipengaruhi oleh penduduk muda dan penduduk tua. Meskipun
struktur penduduknya muda tetapi hampir tidak ada perubahan dalam
pertumbuhan alami dan justru menunjukkan adanya tren penurunan
pertumbuhan penduduk.
Tipe III hampir mirip dengan tipe II tetapi proses transisi vital yang
terjadi belum selesai. Negara berkembang termasuk ke dalam tipe ini, yaitu
negara yang memiliki angka pertumbuhan masih sangat tinggi (lebih dari 3
persen per tahun), negara yang memiliki pertumbuhan alami tinggi yaitu
antara 2,5 persen sampai dengan 3 persen dan negara dengan pertumbuhan
alami sedang yaitu antara 2 persen sampai dengan 2,5 persen. David Lucas
(1982) menyebutkan bahwa transisi demografi terjadi dalam 5 tahapan yaitu:
Tahap 1, disebut sebagai tahapan stasioner tinggi, di mana tingkat kematian
dan tingkat kelahiran sangat tinggi, sehingga pertumbuhan alamiah
sangat rendah atau mendekati nol. Jaman ini pernah dialami oleh
negara-negara di Eropa pada abad ke 14.
Tahap2, disebut dengan awal perkembangan di mana angka kematian
menurun sangat lambat seperti yang dialami India pada masa
perang dunia kedua.
Tahap 3, atau tahap akhir perkembangan yang menunjukkan masa di mana
angka kematian sudah menurun sangat cepat dan lebih cepat
dibandingkan penurunan angka kelahiran, sehingga pertumbuhan
alami meningkat dengan cepat. Kondisi ini pernah dialami oleh
Eropa selatan dan Timur sebelum Perang Dunia ke II dan India
setelah PD ke II.
Tahap 4, adalah tahapan stasioner rendah di mana angka kelahiran dan
angka kematian sama-sama rendah, sehingga pertumbuhan alami
juga rendah. Kondisi ini pernah dialami oleh Australia, Selandia
Baru, Amerika Serikat pada akhir tahun 1939-an.
Tahap 5, tahap menurun di mana angka kelahiran telah rendah tetapi angka
kematian lebih tinggi daripada angka kelahiran, sehingga
pertumbuhan alami negatif. Hal ini pernah dialami oleh negara negara Prancis sebelum PD II, Jerman Timur dan Barat pada tahun
1975.
Selanjutnya dikatakan bahwa teori transisi ini mengandung beberapa
kelemahan, karena pada masa ini di Eropa Barat ada berbagai
variasi fertilitas maupun mortalitas, yang disebabkan oleh pola perkawinan
yang berbeda dan beberapa negara telah dapat mengatur fertilitasnya. Proses
penurunan tingkat kematian dan kelahiran tidak sesederhana seperti dalam
transisi vital, terutama jika dilihat dari faktor-faktor penyebabnya. Di Eropa
penurunan tingkat mortalitas disebabkan oleh peningkatan kondisi sosial
ekonomi, sedangkan di negara-negara berkembang, proses transisi demografi
lebih disebabkan oleh intervensi pemerintah dan penyediaan obat dan alat
kesehatan untuk mengatur jumlah keakhiran.
E. PROSES TRANSISI VITAL
Proses transisi vital dimulai dengan adanya modernisasi dan
industrialisasi serta transformasi dalam berbagai segi kehidupan secara
simultan. Jika pada awal transisi ditandai dengan angka mortalitas yang
tinggi, di mana disebabkan oleh: a) penyakit dan iklim, b) teknik kedokteran
belum maju, c) pangan kurang mencukupi; dan d) pendidikan dan standar
hidup rendah. Angka fertilitas pada masa ini juga tinggi yang disebabkan
oleh: a) angka kematian bayi tinggi sehingga menyebabkan orang ingin
memiliki anak lebih banyak, b) nilai anak merupakan alat produksi dalam
bidang pertanian, c) kepercayaan dan tradisi yang bersifat pronatalis, d) anak
menjadi investasi untuk mengurus orang tua di masa depan.
Ketika modernisasi dan industrialisasi berlangsung, terjadi penurunan
angka mortalitas karena ditemukannya vaksin dan obat-obatan antibiotika,
serta penurunan angka fertilitas karena pertumbuhan kesejahteraan dan
ekonomi.
1. Transisi Mortalitas
Transisi mortalitas tidak terlepas dari transisi morbiditas di mana terjadi
perubahan pola penyakit penyebab kematian dari penyakit infeksi seperti
diare, influenza, malaria, dan TB digantikan oleh penyakit degeneratif yang
berkaitan dengan sistem sirkulasi darah (jantung, darah tinggi, stroke dan
diabetes) serta penyakit kanker. Transisi morbiditas terdiri dari 3 tahap yaitu
tahap penyakit sampar (pes) dan kelaparan, masa penurunan pandemic dan
munculnya penyakit degeneratif.
Pada tahap penyakit sampar dan kelaparan, angka mortalitas berada pada
tingkat yang tinggi. Kemudian pada tahap penurunan pandemik
menyebabkan penurunan angka mortalitas dengan cepat, sampai pada suatu
masa di mana angka mortalitas stabil pada angka yang rendah yaitu pada
pasca transisi, dan pada masa ini penyakit degeneratif mulai bermunculan
karena perubahan gaya hidup.
2. Transisi Fertilitas
Suriastini (1995) menuliskan bahwa transisi fertilitas di negara-negara
maju terjadi dalam 4 tahap yaitu diawali oleh Finlandia pada tahun 1750 yang
mengalami penurunan fertilitas, disusul oleh Prancis pada tahun 1760,
Cekoslowakia tahun 1785 dan Amerika pada tahun 1800. Hampir 1 abad
kemudian penurunan fertilitas juga terjadi di Skandinavia, Eropa utara, Eropa
Tengah, Australia dan Selandia Baru. Kemudian tahun 1920 terjadi
penurunan di negara Eropa Tenggara yaitu Bulgaria, Yunani, Rumania dan
Yugoslavia.
Di negara berkembang juga terjadi dalam 4 tahap yaitu penurunan
fertilitas di Argentina pada abad ke 19 dan awal abad ke 20 (sejak tahun
1885), Uruguay (1895) dan Chili (1915 hingga 1920). Pada pertengahan
1950an, penurunan fertilitas terjadi di Siprus, Afrika Barat, Taiwan,
Singapura dan Srilangka. Sedangkan di akhir tahun 1950-an giliran Cina
(terutama di Hongkong), Korea Selatan, dan beberapa negara Amerika Latin
yang mengalami penurunan fertilitas. Pada periode 1960-1970 terjadi
penurunan fertilitas di negara dengan penduduk banyak dan merupakan
negara daratan, yaitu Amerika Latin (Costa Rica, Panama, Dominika, Brasil,
Colombia dan Venezuela), Asia (India, Thailand, Filipina dan Korea Utara),
kemudian pada tahun 1970an terjadi di negara kita dan Meksiko.
E. TRANSISI DEMOGRAFI DI negara kita
Ananta (1996) mengatakan bahwa revolusi mortalitas di negara kita yang
merupakan revolusi demografi pertama di negara kita terjadi sekitar tahun
1950-an. Dimulai dari adanya penurunan angka kematian akibat berbagai
penemuan obat-obatan antibiotika dan intervensi kesehatan di negara maju.
negara kita tidak perlu lagi menciptakan obat-obatan modern, tetapi langsung
mengadopsi teknologi kedokteran modern seperti imunisasi dan antibiotika,
tanpa menunggu kemajuan perekonomian. Namun demikian, kondisi ini
belum diikuti oleh penurunan fertilitas, sehingga terjadi ledakan bayi di
negara kita pada sekitar tahun 1950-1970-an.
Transisi demografi di negara kita ditandai dengan penurunan angka
kematian bayi dari 140 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1971 menjadi 35
pada tahun 2000. Sedangkan angka fertilitas menurun dari 5,6 pada tahun
1961 menjadi hanya 2,6 pada tahun 2007. Artinya, jumlah anak yang dimiliki
oleh setiap perempuan negara kita hingga akhir usia reproduksinya turun dari
sekitar 5 hingga 6 anak, menjadi hanya 2 hingga 3 anak. Sebagaimana telah
disebutkan di atas, transisi demografi di negara kita terjadi karena adanya
program nasional keluarga berencana dengan penanaman paradigma dua
anak cukup untuk mencapai keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Pada masa
itu penyediaan kontrasepsi murah diperluas, pelayanan kontrasepsi mencapai
hingga ke pelosok perdesaan. Suriastini (1995) mengatakan bahwa ada
72,8 persen bayi tercegah kelahirannya dalam periode 1981-1987 sebagai
dampak dari pengaturan kelahiran dan penundaan usia perkawinan. Untuk
Daerah Jawa dan Bali sumbangan pengaturan kelahiran meningkat dari 54,6
persen pada tahun 1972-1976 menjadi 75,25 persen pada tahun 1982-1987.
Di sektor kesehatan, program kesehatan makin ditingkatkan dengan
pembangunan fasilitas Puskesmas untuk mendekatkan masyarakat pada
fasilitas kesehatan murah, program perbaikan gizi untuk ibu, bayi dan balita
serta imunisasi bagi bayi dan ibunya dalam upaya menurunkan angka
kematian bayi.
Berbeda dengan negara-negara maju, transisi demografi yang terjadi di
negara kita , tidak diawali dengan pembangunan ekonomi, industrialisasi dan
modernisasi. negara kita berhasil mengalami transisi lebih cepat karena
intervensi di bidang kesehatan dan pengaturan jumlah anggota keluarga
melalui program keluarga berencana yang berjalan paralel dengan
pembangunan di bidang ekonomi.
Suriastini (1995) memperkirakan bahwa akhir masa transisi demografi
akan terjadi pada tahun 2005. Pada tahun ini diperkirakan, angka
harapan hidup mencapai lebih dari 65 tahun, angka kelahiran (TFR)
mendekati 2 dan NRR (Net Reproduction Rate) sebesar 1. Periode 1990-
1995, negara kita berada pada tahap transisi yang tergolong labil, tepatnya
pada tahap perkembangan akhir (late expanding stage). Dengan usia angka
harapan hidup 62,7 tahun dan TFR 3,91, negara kita telah berada di tahap
ketiga transisi demografi (Mantra, 2000).
Gambar 1.4 memperlihatkan rata-rata pertumbuhan alami di negara kita
mengalami peningkatan sejak tahun 1945-1950 hingga mencapai puncak
pada periode 1971-1980, kemudian menurun terus sampai tahun 2000. Angka
pertumbuhan alami ini diperkirakan akan menurun terus meskipun
penurunannya tidak secepat pada periode 1980-2000.
Jika diperhatikan antar provinsi, transisi demografi berbeda-beda antara
satu dengan yang lain. Hal ini terjadi karena pencapaian penurunan angka
fertilitas dan mortalitas masing-masing provinsi berbeda, sesuai dengan
perbedaan waktu diberlakukannya program fertilitas di negara kita . Pada
umumnya provinsi-provinsi di Jawa Bali mengalami transisi demografi yang
lebih cepat dibandingkan dengan wilayah Jawa Bali I dan Wilayah Jawa
Bali II.
Data SDKI tahun 1991 – 1994 menunjukkan variasi pencapaian angka
fertilitas di tiap-tiap provinsi di negara kita . Pada tahun 2007, TFR tertinggi
terjadi di Nusa Tenggara Timur dan terrendah di DI.Yogyakarta.Rata-rata
TFR di provinsi-provinsi turun dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2002,
namun dari tahun 2002 ke 2007 beberapa provinsi memperlihatkan adanya
peningkatan angka fertilitas totalnya, seperti misalnya Sumatera Utara,
Sumatera Barat,, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Nusa Tenggara
Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah.
Sedangkan angka kematian bayi telah menunjukkan penurunan sejak
tahun 1970 sampai tahun 2007. Jika diperhatikan angka kematian bayi antar
provinsi menunjukkan variasi yang cukup besar, tertinggi berada di provinsi
Sulawesi Barat dan terendah di provinsi DI. Yogyakarta (2007). Meskipun
cenderung menurun beberapa provinsi menunjukkan peningkatan pada
periode 2002-2007 yaitu Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Banten,
Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
Suriastini dengan memakai kriteria United Nation (1989) menyusun
tahapan transisi demografi yang dicapai pada tahun 1990. Pada tahun ini
negara kita baru mencapai masa transisi demografi tahap ketiga dari proses
masa transisi, dan diperkirakan negara kita mencapai akhir masa transisi pada
tahun 2005 di mana NRR telah mencapai 1. Pada tingkat provinsi, ada
enam belas provinsi yang berada pada tahap ketiga seperti tercakup pada
Tabel 4. Sedangkan DKI Jakarta, DI. Yogyakarta dan Bali telah mulai
memasuki tahap keempat atau tahap terakhir dalam proses transisi demografi
dan diperkirakan akan mencapai replacement level ( NRR=1) pada periode
1990-1995.
komposisi/struktur penduduk merupakan pengelompokan penduduk
berdasarkan karakteristik tertentu seperti karakteristik demografi,
sosial, ekonomi dan budaya. Sedangkan persebaran penduduk merupakan
gambaran tentang distribusi penduduk secara ke ruangan. Struktur dan
persebaran penduduk sangat bermanfaat untuk berbagai perencanaan
pembangunan maupun bisnis. Sebagai contoh struktur penduduk menurut
umur dan jenis kelamin dapat dimanfaatkan untuk membuka usaha di bidang
fashion, misalnya untuk anak-anak, remaja, dewasa dan untuk lansia. Dalam
bidang pemerintahan struktur penduduk berdasarkan umur dapat dipakai
untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik, seperti jumlah
sekolah, akses sekolah,jumlah Puskesmas dan lain sebagainya.
Dalam kajian demografi ada 3 hal penting yang berkaitan dengan
penduduk yaitu:
1. Dinamika penduduk yaitu perubahan jumlah dan struktur penduduk
sebagai akibat perubahan parameter fertilitas, mortalitas dan migrasi.
2. Komposisi atau struktur penduduk
3. Jumlah dan distribusi atau persebaran penduduk.
Dalam bagian ini yang akan dibahas hanya komposisi dan persebaran
penduduk. Jumlah dan struktur penduduk sangat berguna untuk:
1. Melihat gambaran jumlah penduduk, kecenderungan dari tahun ke tahun
dan implikasinya terhadap kondisi sosial, ekonomi, lingkungan, politik
dan pertahanan keamanan.
2. Analisis struktur penduduk menurut umur dan jenis kelamin, diperlukan
untuk perencanaan berbagai kegiatan pemerintah: untuk perencanaan
dalam bidang pendidikan, militer, kesehatan, perkawinan dan institusi
keluarga dan sebagainya.
3. Kalangan bisnis memerlukan analisis umur dan jenis kelamin untuk
perencanaan pasar (sales), jasa pelayanan dan sebagainya.
4. Data mengenai umur sangat diperlukan untuk proyeksi: proyeksi jumlah
rumah tangga, proyeksi murid yang akan terdaftar di sekolah (school
enrollment), proyeksi angkatan kerja, proyeksi kebutuhan perumahan,
proyeksi kebutuhan pangan dsb.
5. Dinamika kependudukan didefinisikan sebagai perubahan-perubahan
besaran penduduk menurut waktu dalam suatu wilayah
6. Komposisi/struktur Penduduk didefinisikan sebagai pengelompokan
penduduk menurut ciri atau karakteristik tertentu baik sosial, ekonomi
maupun demografis
7. Besar dan persebaran penduduk adalah jumlah dan pertumbuhan
penduduk di suatu wilayah serta persebaran dan penyebarannya menurut
ruang (spatial distribution)
Penduduk dapat dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri atau karakteristik
tertentu, yaitu
1. Struktur penduduk menurut karakteristik demografi seperti struktur
penduduk menurut umur, jenis kelamin, jumlah perempuan umur subur,
jumlah anak dan sebagainya.
2. Struktur penduduk berdasarkan karakteristik sosial dan budaya seperti
status kawin, bahasa, etnis/suku bangsa, agama, pendidikan, kepemilikan
identitas dan akte dan lain sebagainya
3. Struktur penduduk berdasarkan ekonomi seperti kegiatan utama sehari hari, bekerja-tidak bekerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan, jenis
pekerjaan, rata-rata jam kerja dan lain sebagainya
4. Struktur penduduk berdasarkan geografi dan tempat tinggal seperti
penduduk perkotaan dan pedesaan, penduduk berdasarkan pulau dan lain
sebagainya.
Struktur penduduk berdasarkan karakteristik demografi banyak
dipakai untuk menyusun perencanaan kebijakan pemerintah terutama
kebijakan yang menyangkut pelayanan kebutuhan dasar. Struktur penduduk
menurut umur dan jenis kelamin misalnya dipakai untuk merencanakan
pelayanan pendidikan, kesehatan dan penyediaan kebutuhan dasar seperti
sandang, pangan dan papan. Setiap kelompok umur, memiliki kebutuhan
yang berbeda-beda. Pada kelompok umur 0- 4 tahun memiliki kebutuhan
yang berbeda dengan penduduk 20-24 tahun, atau penduduk laki-laki
memiliki kebutuhan yang berbeda dengan kelompok penduduk
perempuan
1. Struktur Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Dalam analisis demografi pengelompokan umur penduduk dilakukan
dengan 2 model yaitu penduduk umur tunggal dan penduduk kelompok umur
5 tahunan, 10 tahunan atau kelompok umur khusus untuk kepentingan yang
berbeda-beda. Informasi mengenai struktur penduduk berdasarkan umur dan
jenis kelamin sangat diperlukan untuk perencanaan berbagai kegiatan
pemerintah misalnya guna perencanaan dalam bidang pendidikan, militer,
kesehatan, perkawinan dan institusi keluarga dan lain sebagainya.
Sementara kalangan bisnis memerlukan analisis umur dan jenis kelamin
untuk perencanaan pasar, jasa pelayanan, jenis usaha yang akan dilakukan
dan lain sebagainya. Data mengenai umur sangat diperlukan untuk proyeksi
seperti proyeksi jumlah rumah tangga, proyeksi murid yang akan terdaftar di
sekolah (school enrollment), proyeksi angkatan kerja, proyeksi kebutuhan
perumahan, proyeksi kebutuhan pangan, energi, dan berbagai kebutuhan
hidup penduduk.
Tabel berikut menunjukkan struktur penduduk berdasarkan kelompok
umur tahun 2010. Tabel ini menunjukkan banyaknya penduduk pada setiap
kelompok umur lima tahunan, tetapi untuk mempermudah membaca tabel ini
biasanya dibuat poporsi atau persentase penduduk di masing-masing
kelompok umur dengan jumlah penduduk keseluruhan, sehingga dapat dibuat
perbandingan proporsi terbanyak berada pada kelompok usia berapa, dari
satu tahun ke tahun yang lain atau dengan kata lain dapat dibuat tren
penduduk menurut kelompok umur. Proporsi ini juga dapat memperlihatkan
pergeseran umur dengan membandingkan satu sumber data ke sumber data
yang lainnya.
2. Struktur Penduduk Menurut Karakteristik Sosial Ekonomi
Struktur penduduk menurut karakteristik sosial ekonomi antara lain
struktur penduduk menurut status kawin, pendidikan, pekerjaan.
a. Struktur penduduk menurut status kawin
Struktur penduduk menurut status kawin berguna untuk analisis fertilitas,
karena status kawin secara tidak langsung berpengaruh terhadap fertilitas. Di
banyak negara yang menganut sistem keagamaan yang kuat, fertilitas selalu
dikaitkan dengan perempuan berstatus kawin atau pernah kawin. Sedangkan
di negara-negara yang tidak menganut hal ini , fertilitas hanya dikaitkan
dengan jumlah perempuan umur reproduksi.
b. Struktur penduduk menurut pendidikan
Struktur penduduk umur dapat dibuat dengan memperhatikan kebutuhan
sektoral, seperti misalnya untuk pendidikan, kesehatan ibu dan anak,
kesehatan lansia dan lain sebagainya. Untuk pendidikan, dapat dibuat tabulasi
jumlah penduduk yang berada pada umur sekolah. Informasi ini berguna
untuk menyusun kebijakan tentang jumlah sekolah, jumlah guru, dan
pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh pemerintah dan lain sebagainya.
Informasi tentang jumlah dan persentase penduduk yang menamatkan
jenjang pendidikan tertentu juga dibutuhkan untuk perencanaan pelayanan
pendidikan dan ketenagakerjaan.
1) Struktur Penduduk Menurut Karakteristik Ekonomi
Penduduk dapat dikelompokkan menurut kegiatan utama yang dilakukan
sehari-hari, angkatan kerja, bekerja, menganggur dan lain sebagainya.
Angkatan kerja merupakan penduduk berusia 15 tahun ke atas yang
memiliki potensi secara ekonomi. Angkatan kerja dibagi dua yaitu
mereka yang bekerja untuk memperoleh penghasilan dan mereka yang
sedang mencari pekerjaan termasuk mereka yang sedang mempersiapkan
usaha maupun mereka yang putus asa.
Hasil Sensus Penduduk 2010 memperlihatkan bahwa penduduk
negara kita yang berumur 15 tahun ke atas atau disebut dengan tenaga
kerja sebanyak 169, 02 juta, yang terdiri dari 117,2 juta berstatus sebagai
angkatan kerja dan 51,1 juta yang berstatus bukan angkatan kerja. Dalam
sensus penduduk ini ada 615 ribu penduduk yang tidak ditanyakan
status kegiatan utamanya
Angka Partisipasi Angkatan kerja
Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK) merupakan perbandingan
jumlah angkatan kerja dengan jumlah tenaga kerja. APAK menunjukkan
potensi ekonomi yang ditunjukkan oleh partisipasi angkatan kerja. Data
tahun 1971 sampai 2010 menunjukkan angka partisipasi angkatan kerja
menurut kelompok umur. Jika digambarkan ke dalam bentuk kurva maka
akan terlihat bahwa bentuk APAK mengikuti kurva u terbalik dengan
puncak berada pada umur 40-49 tahun
2) Piramida Penduduk
Struktur penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dapat
dianalisis dengan mudah dengan membuat piramida penduduk. Gambar
piramida berikut menunjukkan perubahan struktur penduduk menurut
umur dan jenis kelamin tahun 1971 sampai dengan 1980. Piramida tahun
1971 memperlihatkan alas piramida masih sangat lebar. Ini terjadi
karena jumlah kelahiran pada era 1961-1971 juga sangat besar.
Perubahan struktur penduduk terjadi pada tahun 1980, di mana alas
piramida yaitu penduduk umur 0 – 4 tahun sudah mulai berkurang akibat
adanya intervensi keluarga berencana. Perubahan bentuk piramida terjadi
pada sensus berikutnya, dari bentuk langsing menjadi menggemuk di
bagian umur produktif.
3) Persebaran Penduduk
Persebaran penduduk dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
(a) Persebaran penduduk berdasarkan geografis,
(b) Persebaran penduduk berdasarkan administrasi pemerintahan
Persebaran penduduk secara geografis adalah persebaran atau distribusi
penduduk menurut batas-batas alam seperti pulau, pantai, sungai, danau dan
sebagainya. Persebaran penduduk secara administrasi adalah distribusi
penduduk menurut batas-batas wilayah administrasi pemerintahan yang
ditetapkan oleh suatu negara, misalnya perbandingan jumlah penduduk
provinsi Jawa Tengah dengan Provinsi Kalimantan Barat.
Persebaran penduduk negara kita menurut geografis, memperlihatkan
bahwa pulau Jawa merupakan pulau terbanyak jumlah penduduknya, disusul
kemudian oleh Sumatra dan pulau-pulau lainnya. Meskipun ada
kecenderungan penurunan persentase jumlah penduduk di pulau Jawa namun
sampai tahun 2005 Jawa masih mendominasi persebaran penduduk
negara kita .
Jika diperhatikan persebaran penduduk menurut wilayah administrasi,
nampak bahwa penduduk provinsi-provinsi di pulau Jawa memiliki jumlah
penduduk terbesar, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sementara untuk Sumatra provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Selatan
mendominasi proporsi jumlah penduduk terbesar.
3. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk merupakan perbandingan jumlah penduduk per
satuan luas, yaitu km2
atau ha. Kepadatan penduduk merupakan salah satu
ukuran yang memperlihatkan persebaran penduduk di suatu wilayah. Ukuran
ini juga dapat dipakai untuk melihat perbandingan antar wilayah. Gambar
berikut menunjukkan kepadatan penduduk di negara kita tahun 2007.
BONUS DEMOGRAFI
Bonus demografi merupakan suatu kondisi perubahan struktur umur
penduduk sebagai akibat dari proses transisi demografi, yaitu penurunan
angka kelahiran dan angka kematian. Penurunan angka kelahiran akan
menyebabkan penurunan jumlah penduduk umur kurang dari 15 tahun, yang
diikuti dengan penambahan penduduk usia produktif 15-64 tahun sebagai
akibat banyaknya kelahiran di masa lalu. Sementara karena perbaikan status
kesehatan, umur harapan hidup semakin panjang, sehingga lansia akan
semakin meningkat.
Masa di mana penduduk usia produktif jauh melebihi penduduk tidak
produktif ini akan berpengaruh pada rasio ketergantungan, di mana beban
“ekonomi” yang harus ditanggung oleh penduduk yang produktif terhadap
penduduk tidak produktif mencapai titik terendah. Adioetomo (2005)
mengatakan bahwa bonus demografi ini hanya akan terjadi satu kali saja bagi
semua penduduk suatu negara yaitu yang disebut sebagai window of
opportunity. Lebih lanjut dikatakan bahwa kesempatan yang diberikan oleh
bonus demografi ini berupa tersedianya kondisi atau ukuran yang sangat ideal
pada perbandingan jumlah penduduk yang produktif dengan penduduk yang
tidak produktif. Pada saat itu rasio ketergantungan berada di bawah 50
persen. Artinya antara penduduk produktif (usia kerja) dengan penduduk non
usia kerja sekitar 2 kalinya. Bonus demografi biasanya hanya terjadi satu atau
dua dekade saja, karena dengan berjalannya waktu penduduk lansia akan
terus bertambah, sehingga rasio ketergantungan akan meningkat kembali.
Konsekuensi dari transisi demografi ini , di mana jumlah penduduk
produktif meningkat lebih banyak dibandingkan penduduk yang tidak
produktif memberikan implikasi pada keuntungan ekonomi. Karena ketika
beban ketergantungan sangat rendah, terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja
yang apabila semuanya terserap dalam kesempatan kerja yang tersedia maka
akan meningkatkan total output yang diperoleh. Dengan semua penduduk
usia kerja bekerja, maka akan terjadi akumulasi yang lebih besar karena
semua tenaga kerja yang bekerja mampu memperbesar tabungan mereka.
Tabungan ini akan lebih bermakna jika diinvestasikan untuk kegiatan yang
produktif. Selain itu tenaga kerja yang besar ini dapat ditingkatkan
kualitasnya melalui kebijakan investasi yang khusus.
Mason (2001), Ross(2004) dalam Adioetomo 2005 mengatakan bahwa
bonus demografi merupakan keuntungan ekonomi yang disebabkan
penurunan rasio ketergantungan sebagai proses penurunan fertilitas jangka
panjang. Transisi demografi ini menurunkan proporsi penduduk umur
muda dan meningkatkan proporsi penduduk usia kerja, dan ini menjelaskan
hubungan pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh
dikatakan bahwa penurunan proporsi penduduk muda mengurangi besarnya
biaya investasi untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga sumber daya dapat
dialihkan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan keluarga.
Menurut beberapa ahli, perubahan struktur umur penduduk akibat
transisi demografi, memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, di
mana pertumbuhan penduduk usia kerja akan memiliki hubungan positif
dengan GDP per kapita. Perubahan struktur umur penduduk akibat transisi
demografi berdampak pada: 1) peningkatan jumlah tenaga kerja yang apabila
mendapatkan kesempatan kerja produktif akan meningkatkan total output,
2) peningkatan tabungan, serta 3). tersedianya human capital yang jumlahnya
lebih banyak. Oleh sebab itu, bonus demografi dapat dimanfaatkan apabila
penduduk usia kerja yang jumlahnya sangat besar ini dapat memperoleh
kesempatan kerja yang produktif. Kesempatan kerja yang produktif dapat
diperoleh apabila kualitas SDMnya baik untuk mengisi kesempatan kerja
yang tersedia.
Bloom (2002) mengatakan bahwa ada faktor-faktor yang penting
untuk menjelaskan hubungan bonus demografi dengan pertumbuhan
ekonomi, yaitu penawaran tenaga kerja (labor supply), peran perempuan,
tabungan dan modal manusia. Penawaran tenaga kerja yang cukup besar
harus ditunjang oleh kesempatan kerja yang memadai, karena jika tidak maka
pengangguran terbuka akan semakin meningkat. Faktor kedua, menyatakan
bahwa perempuan memiliki peran yang besar dalam pengendalian
kelahiran melalui keikutsertaan mereka dalam ber KB. Mengikuti KB
merupakan jalan untuk mewujudkan harapan hidup sejahtera menjadi
kenyataan. Perempuan lebih memilih memiliki anak yang berkualitas
dibandingkan jumlah yang besar, sehingga mereka kemudian mampu ikut
terjun ke pasar kerja. Di sisi yang lain mutu modal manusia menjadi salah
satu kunci untuk pemanfaatan bonus demografi yang terjadi. Tanpa mutu
modal manusia yang baik, maka kesempatan kerja tidak dapat dimanfaatkan
dengan baik.
Bonus Demografi di negara kita
negara kita telah mengalami transisi demografi yang lebih pendek
dibandingkan negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat. Transisi
demografi yang terjadi akibat intervensi kesehatan dan pelaksanaan program
KB dijalankan sejajar dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, sehingga
negara kita secara cepat mampu mengalami transisi demografi. Jika pada awal
tahun 1960-1970an negara kita mengalami baby boom tahap pertama di mana
angka kelahiran total (TFR) mencapai 5,7%. Baby boom ini terjadi tidak
lepas dari kondisi sejarah negara kita . Ketika kemerdekaan dicapai, banyak
muda mudi yang tadinya menunda perkawinan,mulai melakukan perkawinan
sehingga terjadi lonjakan perkawinan yang diikuti dengan lonjakan jumlah
kelahiran. Sementara angka kematian telah mulai menurun akibat intervensi
kesehatan dengan ditemukannya beberapa obat-obatan antibiotik yang
dipakai di negara kita . Penurunan angka kematian terutama terjadi pada
kematian bayi sehingga anak-anak yang lahir pada tahun 1950an dan
seterusnya lebih banyak bertahan hidup menuju usia yang lebih tinggi
. Akibatnya bayi yang banyak dilahirkan pada waktu
ini dan tahun-tahun berikutnya menjadi makin lama makin banyak. Hal
ini terlihat dalam piramida penduduk tahun 1961, 1971, 1980, 1990 dan
seterusnya
Kemudian ketika program KB mulai digalakkan di negara kita , maka TFR
terus mengalami penurunan dan ini berakibat pada pergeseran struktur
penduduk menurut umur dan laju pertumbuhan penduduk. Meskipun laju
pertumbuhan penduduk telah menurun tetapi tambahan bayi yang dilahirkan
masih tetap besar, karena perempuan yang lahir pada masa baby boom telah
memasuki masa reproduksi dan telah melahirkan anak-anak mereka.
Sehingga setiap tahun masih akan diperoleh tambahan jumlah kelahiran
antara 3 – 4 juta setiap tahunnya. Jika angka kelahiran terus dapat diturunkan
maka diproyeksikan bonus demografi akan terjadi pada tahun 2015-2035
(gambar 1). Jika skenario pertumbuhan penduduk terus menurun, maka
negara kita akan mengalami bonus demografi pada periode 2015-2035. Pada
tahun 2015 rasio ketergantungan mulai menurun mencapai 45,94, terus
menurun dan mencapai titik terendah pada tahun 2025 yaitu 43,33 kemudian
meningkat kembali menjadi 46,17 pada tahun 2035.Sehingga untuk
menyongsong masa ini perlu dilakukan berbagai persiapan terutama
mendorong peningkatan investasi sumber daya manusia yang akan memasuki
era ini , meningkatkan kesempatan kerja untuk mengantisipasi
pertambahan penduduk usia kerja serta kebijakan investasi yang lebih ramah
untuk mendorong penciptaan lapangan kerja ini .
Hasil Sensus Penduduk negara kita 2010, cukup mengejutkan karena
jumlah penduduk yang diproyeksikan hanya mencapai 233,4 juta jiwa
ternyata lebih tinggi yaitu 236,7 juta. Hal ini terjadi karena beberapa faktor
yaitu melemahnya kinerja KB nasional akibat kebijakan otonomi daerah di
mana daerah tidak lagi memiliki komitmen yang tinggi untuk tetap
melaksanakan KB, menurunnya jumlah PLKB di daerah serta perubahan
persepsi sebagian masyarakat untuk memiliki anak yang lebih banyak
terutama di kalangan penduduk yang memiliki kesejahteraan lebih tinggi.