1. Sejarah
Pengertian sejarah secara etimologi berasal dari kata
Arab syajarah artinya “pohon”. Dalam bahasa Inggeris
peristilahan sejarah disebut history yang berarti pengetahuan
tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia yang bersifat
kronologis. Sementara itu, pengetahuan serupa yang tidak
kronologis diistilahkan dengan science.1 Oleh sebab itu dapat
dipahami bahwa sejarah itu yaitu aktivitas manusia yang
berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu yang
tersusun secara kronologis.
Pengertian sejarah juga berarti ilmu pengetahuan yang
berikhtiar untuk melukiskan atau menjelaskan fenomena
kehidupan sepanjang terjadinya perubahan sebab adanya
hubungan antara manusia terhadap warga nya.2
Pengertian sejarah lainnya yaitu yang tersusun dari
serangkaian peristiwa masa lampau keseluruhan pengalaman
manusia.3 Dari beberapa pengertian sejarah di atas dapat
diketahui bahwa sejarah itu yaitu ilmu pengetahuan yang
berusaha melukiskan tentang peristiwa masa lampau umat
manusia yang disusun secara kronologis untuk menjadi
pelajaran bagi manusia yang hidup sekarang maupun yang
akan datang. Itulah sebabnya, dikatakan orang bahwa sejarah
yaitu guru yang paling bijaksana.
2. Pengertian Kebudayaan
Kata “Kebudayaan” dalam bahasa Arab yaitu al-
Tsaqafah. namun di Indonesia masih banyak orang yang
mensinonimkan dua kata “Kebudayaan” (Arab, al-Tsaqafah ;
Inggris, Culture) dan “Peradaban” (Arab, al-Hadharah ;
Inggris, Civilization). Dalam ilmu Antropologi sekarang, kedua
istilah itu dibedakan.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan paling tidak
memiliki tiga wujud, (1) wujud ideal, yaitu wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks, ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, (2) wujud
kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam warga ,
dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.
3. Pengertian Peradaban
Kata peradaban yaitu terjemahan dari kata Arab al-
Hadharah. Juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
dengan Kebudayaan. Padahal istilah peradaban dipakai untuk
bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus
dan indah. Peradaban sering juga dipakai untuk menyebut
suatu kebudayaan yang memiliki sistem teknologi, seni
bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu
pengetahuan yang maju dan kompleks.5
Jadi kebudayaan mencakup juga peradaban, tetapi
tidak sebaliknya, sebab peradaban dipakai untuk menyebut
kebudayaan yang maju dalam bentuk ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni. Dalam pengertian kebudayaan
direfleksikan kepada warga yang terkebelakang, bodoh,
sedangkan peradaban terefleksikan kepada warga yang
sudah maju. Dalam buku ini pengertian peradaban yaitu
seperti disebutkan di atas.
4. Makna Islam
Islam yang diturunkan di Jazirah Arab telah membawa
bangsa Arab yang semula terkebelakang, bodoh, tidak dikenal
dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang
maju dan berperadaban. Ia sangat cepat bergerak
mengembangkan dunia membina suatu kebudayaan dan
peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia
hingga sekarang. Bahkan kemajuan bangsa Barat pada
mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke
Eropa melalui Spanyol.
Islam memang berbeda dengan agama lain. Islam
bukan kebudayaan, akan namun menimbulkan kebudayaan.
Kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan
atau peradaban Islam.7 Landasan “peradaban Islam” yaitu
“kebudayaan Islam” terutama wujud idealnya, sementara
landasan “kebudayaan Islam”yaitu agama Islam. Jadi agama
Islam melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan hasil cipta,
rasa dan karsa manusia, maka agama Islam yaitu wahyu dari
Tuhan.
Penulis Barat banyak yang mengidentikkan
“kebudayaan” dan “peradaban” Islam dengan “kebudayaan”
dan “peradaban” Arab. Untuk masa periode klasik, pendapat
itu mungkin dapat dibenarkan. Karena, pada masa itu pusat
pemerintahan hanya satu dan untuk beberapa abad sangat
kuat. Peranan bangsa Arab di dalamnya sangat dominan.
Semua wilayah kekuasaan Islam mengunakan bahasa Arab
sebagai bahasa administrasi.
Akan namun pada masa periode pertengahan dan
periode modern sudah ada “kebudayaan-kebudayaan”
dan “peradaban-peradaban” Islam non-Arab, seperti
peradaban Persia, Turki, Urdu di India. Peran Arab pada masa
ini sudah jauh menurun. Bahkan tiga kerajaan besar Islam
pada periode pertengahan tidak satupun yang dikuasai oleh
bangsa Arab. Namun meskipun sejak periode pertengahan
sudah ada “kebudayaan-kebudayaan” dan “peradaban-
peradaban” Islam non-Arab, semuanya masih dipersatukan
oleh Islam yang menjadi landasannya. Oleh sebab itu,
dinamai “kebudayaan” dan “peradaban” Islam, bukan
“kebudayaan” Arab dan “peradaban” Arab.
5. Periode Sejarah Peradaban Islam
peradaaban Islam dibagi menjadi tiga periode; pertama,
periode klasik ( +650–1258 M); kedua, periode
pertengahan (jatuhnya Baghdad sampai ke penghujung
abad ke-17 M) dan periode modern (mulai abad ke-18
sampai sekarang).
Sedangkan menurut Harun Nasution Sejarah
peradaaban Islam dibagi menjadi tiga periode: pertama,
periode klasik (650–1250 an); kedua, periode pertengahan
(1250 – 1800 an) dan periode modern (1800 sampai
sekarang).
5.1. Periode Klasik
Periode Klasik merupakan masa kemajuan,
keemasan dan kejayaan Islam dan dibagi ke dalam dua fase.
Pertama, yaitu fase ekspansi, integrasi dan pusat kemajuan
(650 – 1000 M). Di masa inilah daerah Islam meluas melalui
Afrika utara sampai ke Spanyol di belahan Barat dan
melalui Persia sampai ke India di belahan Timur. Daerah-
daerah itu tunduk kepada kekuasaan Islam. Di masa ini
pulalah berkembang dan memuncak ilmu pengetahuan,
baik dalam bidang agama maupun umum dan kebudayaan
serta peradaban Islam. Di masa inilah yang menghasilkan
ulama-ulama besar, seperti Imam Malik, Imam Abu
Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hambal dalam bidang
Fiqh. Imam al-Asya’ri, Imam al-Maturidi, Wasil ibn ‘Ata’ ,
Abu Huzail, Al-Naz zam dan Al-Jubba’i dalam bidang
Teologi. Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami dan al-
Hallaj dalam bidang Tasawuf. Al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina
dan Ibn Miskawaih dalam bidang Falsafat. Ibn Hayyam,
al-Khawarizmi, al-Mas’udi dan al-Razi dalam bidang Ilmu
Pengetahuan, dan lain-lainnya.8
Kedua, fase disintegrasi (1000 – 1250 M). Di masa ini
keutuhan umat Islam dalam bidang politik mulai pecah.
Kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dapat
dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu Khan di tahun 1258
M. Khalifah sebagai lambang kesatuan politik umat Islam
hilang.
5.2. Periode Pertengahan
Periode pertengahan juga dibagi ke dalam dua fase.
Pertama, fase kemunduran (1250 – 1500 M). Di masa ini
desentralisasi dan disintegrasi bertambah meningkat.
Perbedaan antara Sunni dan Syi’ah dan juga antara Arab dan
Persia bertambah nyata kelihatan. Dunia Islam terbagi dua.
Bagian Arab yang terdiri dari Arabia, Irak, Suria, Palestina,
Mesir dan Afrika utara berpusat di Mesir. Bagian Persia yang
terdiri dari Balkan, Asia kecil, Persia dan Asia tengah berpusat
di Iran. Kebudayaan Persia mendesak kebudayaan Arab. Pada
fase ini, di kalangan umat Islam semakin meluas pendapat
bahwa pintu ijtihat tertutup. Demikian juga tarekat dengan
pengaruh negatifnya. Perhatian pada ilmu pengetahuan
kurang sekali. Umat Islam di Spanyol dipaksa masuk Kristen
atau keluar dari daerah itu.10
Kedua, fase tiga kerajaan besar (1500 – 1700 M) dan
masa kemunduran (1700 – 1800 M). Tiga kerajaan besar
ini yaitu kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Safawi di
Persia dan kerajaan Mughal di India. Kejayaan Islam pada tiga
kerajaan besar ini terlihat dalam bentuk arsitek sampai
sekarang dapat dilihat di Istambul, Iran dan Delhi. Perhatian
pada ilmu pengetahuan kurang sekali. Masa kemunduran,
Kerajaan Safawi dihancurkan oleh serangan-serangan bangsa
Afghan. Kerajaan Mughal diperkecil oleh pukulan-pukulan
raja-raja India. Kerajaan Usmani terpukul di Eropa. Umat
Islam semakin mundur dan statis. Dalam pada itu, Eropa
bertambah kaya dan maju. Penjajahan Barat dengan kekuatan
yang dimilikinya meningkat ke dunia Islam. Akhirnya
Napoleon menduduki Mesir di tahun 1748 M. Saat itu Mesir
yaitu salah satu pusat peradaban Islam yang terpenting.11
5.3. Periode Modern
Periode modern (1800 – sekarang) merupakan zaman
kebangkitan umat Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan Barat
menginsafkan dunia Islam akan kelemahannya dan
menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah timbul
peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman
bagi umat Islam. Raja-raja dan para pemuka Islam mulai
memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan
umat Islam kembali.
Dengan demikian, keadaan menjadi berbalik seratus
delapan puluh derajat. Kalau di periode klasik, orang Barat
yang kagum melihat kebudayaan dan peradaban umat Islam,
namun di periode modern umat Islam yang heran melihat
kebudayaan dan kemajuan Barat. Karena umat Islam heran
melihat alat-alat ilmiah seperti teleskop, mikroskop, alat-alat
untuk percobaan kimiawi, dan dua set alat percetakan dengan
huruf Latin, Arab dan Yunani yang dibawa serta oleh
Napoleon.13 Jadi, di periode modern ini, timbullah pemikiran-
pemikiran, ide-ide mengapa umat Islam lemah, mundur, dan
bagaimana mengatasinya, dan perlu adanya pembaharuan
dalam Islam.
Dari uraian di atas dapat dilihat perjalanan sejarah naik
turunnya peradaban Islam mulai dibentuk pada masa Nabi,
mengalami pertumbuhan di masa Daulah Umaiyah Suria, dan
masa puncak di masa Dinasti Abbasiyah Baghdad dan Dinasti
Umayah Spanyol, serta memasuki masa kemundurannya pada
periode pertengahan, hal itu menimbulkan kesadaran bagi
umat Islam untuk kembali bangkit di periode modern.
1. Geografi Simenanjung Arabia
Bangsa Arab bertempat tinggal dan mendiami
simenanjung terbesar di dunia, yaitu Simenanjung Arabia. Terletak
di Asia Barat Daya, luasnya 1.027.000 mil persegi, sebagian besar
ditutupi padang pasir dan merupakan salah satu tempat terpanas
di dunia. Tidak ada sungai yang dapat dilayari atau airnya
yang terus menerus mengalir ke laut, yang ada hanya lembah-
lembah yang digenangi air di waktu musim hujan.
Simenanjung Arabia terdiri atas dua bagian. Pertama,
daerah pedalaman, merupakan daerah padang pasir yang
kering sebab kurang dituruni hujan dan sedikit penduduk
sebab daerahnya tandus. Kedua, daerah pantai di pinggir laut,
di bagian tengah dan selatan, hujan turun teratur sehingga
subur ditanami, yaitu daerah Hijaz, Yaman, Hadramaut,
Oman dan Bahrain. Di antara daerah itu Yaman yang paling
subur, sehingga disebut negeri barkah.
berdasar letak geografis bangsa Arab ini, mereka
yang tinggal di daerah pedalaman disebut penduduk
pengembara (ahl al-badwi). Mereka ini mengembara dari satu
tempat ke tempat lain dengan membawa segala miliknya,
berhenti bila menemukan air dan padang rumput untuk
ditinggalkan lagi bila sumber kehidupan mereka habis.
Pekerjaan utama mereka, memelihara ternak unta, domba dan
kuda serta berburu dan tidak tertarik pada perdagangan,
pertanian dan kerajinan.
Adapun mereka yang tinggal di daerah pantai disebut
penduduk penetap (alh al-hadhar). Mereka sudah tahu
pertanian, seperti cara mengolah tanah bercocok tanam dan
kerajinan. Mereka juga berdagang, bahkan dengan orang luar
negeri. Oleh sebab itu, mereka lebih berbudaya dari Arab badwi.16
2. Asal Usul Bangsa Arab
Bangsa Arab berasal dari ras Samiyah dan terbagi
kepada dua suku. Pertama, suku Arab al-Baidah , yaitu bangsa
Arab yang sudah punah seperti kaum ‘Ad dan Tsamud. Kedua,
suku Arab al-Baqiyah, yaitu bangsa Arab yang masih hidup
sampai sekarang, terdiri dari keturunan Qahthan dan Adnan.
Allah mengutus Nabi Hud kepada kaum ‘Ad tetapi
mereka mendustakan-Nya maka Allah menyiksa mereka
dengan meniupkan angin selama tujuh malam delapan hari
secara terus menerus.17 Mereka mati bergelimpangan karena
kedinginan kelaparan dan ditimpa berbagai penyakit sehingga
mereka punah dan tidak ada yang tersisa.
Adapun kaum Tsamud diutus Allah kepada mereka
Nabi Saleh dengan membawa mu’jizat seekor unta dengan
janji bahwa minuman mereka dan minuman untuk unta
dibagi brgiliran hari, namun mereka menyembelih unta dan
memakan dagingnya, maka kemurkaan Allah datang kepada
mereka dengan menimpakan sakit semacam penyakit kolera
selama tiga hari lamanya. Hari pertama muka mereka pucat
kuning, hari kedua berubah menjadi merah padam dan hari
ketiga jadi hitam serta malamnya mereka mati
bergelimpangan.19
Negeri asli keturunan Qahthan yaitu Arabia Selatan,
di antara mereka ada yang muncul menjadi Raja, seperti Raja
Yaman, Raja Saba’ dan Raja Himyar. namun semenjak
bendungan Saba’ rusak, di antara mereka ada yang
mengembara ke utara dan malahan dapat membentuk kerajaan-
kerajaan, seperti Hirah dan Ghasasinah. Termasuk suku Aus
dan Khazraj yang mendiami Madinah juga berasal dari suku
Qahthan ini.
Adapun keturunan Adnan, mereka disebut juga Arab
Musta’ribah artinya percampuran antara darah Arab asli yang
mendiami Makkah dengan darah pendatang, yaitu Nabi
Isma’il AS. Salah satu anaknya yaitu Adnan yang
menurunkan keturunan Quraisy, kemudian keturunan Abd
al-Muthalib, kakek Nabi Muhammad s.a.w. yang lebih dikenal
dengan keturunan bani Hasyim. Itulah sebabnya silsilah Nabi
Muhammad s.a.w. dapat ditelusuri sampai ke atas terus
kepada Nabi Isma’il AS.
3. Flora
Hasil utama Jazirah Arab yaitu kopi, korma,sayur-
sayuran dan buah-buahan. Yang paling penting di antaranya
yaitu korma. Tidak dapat dibayangkan bagaimana
kehidupan di padang pasir, tanpa korma. Buahnya menjadi
bahan makanan pokok, bijinya ditumbuk untuk makanan
unta, dan batangnya dapat dijadikan bahan kayu bakar.
Di Hijaz dan sekitarnya, Yatsrib yaitu penghasil
korma yang banyak, sampai sekarang masih seperti itu,
sebaliknya Makkah sebab daerahnya bukit-bukit berbatu
tidak ada banyak korma. Daerah-daerah pantai, seperti
Yaman, Hadramaut menghasilkan buah-buahan dan sayur-
sayuran, juga gandum dan kopi dalam jumlah besar.
Daerah peranian yang paling subur yaitu Yaman dan
Syam (Siria). Maka tidak mengherankan bila kedua kota itu
menjadi pusat perjalanan dagang orang-orang Quraisy dari
Makkah di masa Jahiliyah. Mereka pergi ke Yaman di musim
dingin dan pergi ke Syam di musim panas.
4. Fauna
Hewan utama di Jazirah Arab yaitu unta, kuda,
domba, dan kambing, namun yang paling penting di antaranya
yaitu unta. Karena unta, selain berfungsi sebagai alat
transportasi juga dijadikan alat tukar: mas kawin, harga
tebusan, hasil perjudian bahkan kekayaan, semuanya dihitung
dalam jumlah unta.
Boleh dikatakan unta menjadi teman abadi orang
Badwi, sebab air susunya diminum sebagai pengganti air,
sebab air dalam musim kering hanya diberikan untuk ternak.
Dagingnya jadi santapan makanan, kulitnya menjadi pakaian,
kotorannya dapat dijadikan bahan bakar, bahkan air
kencingnya bila digosokkan ke kulit akan terhindar dari
sengatan binatang.
Sedangkan kuda merupakan barang lux, kareka
makanan dan pemeliharaannya sulit di padang pasir. Dalam
penyerangan-penyerangan gerak cepat dalam peperangan
kuda sangat diperlukan. Demikian juga untuk keperluan olah
raga dan berburu. Begitu pentingnya kuda bagi orang Arab
Badwi, dalam musim kering kesulitan air, jika ada air yang
masih tersisa akan mereka berikan kepada kuda, tidak kepada
anak yang menjerit minta air.Begitulah gambaran
pentingnya kuda bagi orang Arab.
5. Watak Bangsa Arab
Jazirah Arab yang gersang dan tandus memberi
pengaruh terhadap bentuk fisik dan karakter mereka. Pada
bentuk fisik mereka bertubuh kekar, kuat dan mempunyai
daya tahan tubuh yang tangguh, sedangkan dalam karakter
memberi watak khusus, baik yang positif atau baik maupun
yang negatif atau buruk.
5.1. Watak Positif
Adapun watak positif. Pertama, yaitu kedermawanan
sebab di kalangan warga kedermawanan yaitu bukti
kemuliaan. Semakin dermawan seseorang maka dia akan
semakin dihargai dan dikagumi. Jadi, kedermawanan itu
yaitu lambang kemuliaan bukan sebab kedermawanan.
Dengan demikian, motif kedermawanan itu bukanlah
kebaikan hati, namun didasari oleh keinginan untuk dihormati
dan dimuliakan untuk popularitas dan terkenal.
Kedua, keberanian dan kepahlawanan menjadi syarat
yang mutlak diperlukan agar dapat mempertahankan hidup
di padang pasir yang tandus dan gersang itu. Oleh sebab itu
tidak mengherankan jika nilai keberanian mendapat nilai yang
paling tinggi dan unsur yang paling esensi dalam warga
Jahiliyah untuk mempertahankan kehormatan suku. Sebab
suku yang penakut akan menjadi mangsa bagi suku yang
pemberani.
5.2. Watak Negatif
Sedangkan watak negatif. Pertama, gemar berperang,
hidup di Ja z irah Arab yang gersang dan tandus
memerlukan tambahan sumber menunjang kehidupan.
Disamping itu, binatang ternak pun memerlukan ladang-
ladang gembalaan. Untuk memenuhi keperluan ini
mesti harus menyeberang ke perkampungan orang lain.
Namun sebab desa lain pun mengalami problem yang
sama. Maka jalan satu-satunya yaitu perang. Siapa yang
kuat dialah yang berhak untuk hidup. Oleh sebab itu
dalam pandangan orang Arab, perang yaitu untuk
mempertahankan hidup.
Kedua, angkuh dan sombong, darah di kalangan
warga Arab memiliki harga yang sangat tinggi. Setiap
darah yang tertumpah dari salah satu anggota sukunya
menjadi kewajiban bagi seluruh anggota suku untuk menuntut
balas dengan tanpa memperhitungkan apa yang menjadi
penyebabnya. Hal ini akibat dari sifat angkuh dan sombong,
sebab merasa paling hebat.
Ketiga, pemabuk dan penjudi, di kalangan
warga Arab yang kaya, minuman keras dianggap
sebagai barang mewah. Bahkan melalui minuman keras
mereka mampu memamerkan kekayaannya. Sedangkan
bagi kalangan ekonomi lemah mabuk-mabukan merupakan
tempat pelarian untuk melupakan himpitan hidup yang
berat.
6. Agama Dan Kepercayaan
Mayoritas penduduk Jazirah Arab di masa Jahiliyah
menyembah berhala, sedangkan minoritas di antara mereka
ada orang Yahudi di Yatsrib, orang Kristen Najran di Arabia
Selatan dan sedikit yang beragama Hanif di Makkah.
Agama berhala dibawa pertama kali dari Syam ke
Makkah oleh ‘Amru bin Luhay, dan diterima sebagai agama
baru oleh Bani Khuza’ah, satu keturunan dengan ‘Amru, di
saat itu pemegang kendali Ka’bah. Kemudian agama berhala
ini berkembang pesat sehingga menjadi agama mayoritas
penduduk kota Makkah.
Setiap kabilah memiliki berhala sendiri. Jenis
dan bentuk berhala bermacam-macam, tergantung pada
persepsi mereka tentang tuhannya. Berhala-berhala
ini dipusatkan mereka di Ka’bah. Orang Quraisy
sebagai penguasa terakhir untuk Ka’bah memiliki
beberapa berhala, yang terbesar di antaranya yaitu
Hubal. Tercatat, bahwa Hubal yaitu patung yang paling
diagungkan. Terbuat dari batu aqiq berwarna merah dan
berbentuk manusia.26
Tiga berhala terkenal yang lainnya yaitu al-Lãta
terletak di Thaif, al-‘Uzza bertempat Nakhlah sebelah timur
Makkah, kedudukannya terbesar kedua di bawah Hubal, dan
al-Manãta bertempat di Yatsrib, lebih popular di kalangan
suku Aus dan Khazraj. Ketiga berhala ini disebut namanya
dalam al-Qur’an surah al-Najm : (19-23). Berhala-berhala itu
mereka jadikan tempat menanyakan dan mengetahui nasib
baik dan nasib buruk.
Dengan demikian, Ka’bah yang dibangun Nabi
Ibrahim dan anaknya Isma’il menjadi berubah fungsi, dulu
sebagai tempat beribadah bagi agama hanif, kini orang
Arab dari berbagai penjuru setiap tahun datang
berkunjung ke Makkah, seperti yang diajarkan Nabi
Ibrahim, namun untuk menyembah berhala yang mereka
tempatkan di situ.
Agama Yahudi dibawa masuk ke semenanjung Arabia
oleh orang Israel dari Palestina. Mereka menetap di Yaman,
Khaibar dan Yatsrib. Karena pengaruh merekalah orang-orang
Arab, suku Aus dan Khazraj bergegas masuk Islam
menyongsong Nabi ke Makkah. Sebab antara mereka selalu
terjadi percekcokan dan perselisihan.
Agama Kristen dianut suku-suku yang ada di
sebelah utara Jazirah Arab yang dikembangkan pendeta-
pendeta kerajaan Bizantium. Di Yaman, sebelah selatan Jazirah
Arab terutama Najran ada penduduk Arab beragama
Kristen. Agama Kristen di sebelah selatan ini datang dari
kerajaan Habsyi (Ethiopia).
Sementara itu, ada perorangan yang meninggalkan
penyembahan berhala serta kebiasaan jahiliyah lainnya, serta
percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa serta hari
berbangkit. Di antaranya Waraqah ibn Nanfal, seorang tua
yang hafal Injil, yang percaya bahwa Muhammad yaitu Nabi
yang disebut dalam kitab suci itu.
Di kalangan orang Badwi, mereka menyembah pohon,
bulan dan bintang, sebab menurut mereka kehidupan mereka
diatur oleh bulan dan bintang bukan matahari, bahkan
matahari menurut mereka merusak tanaman dan ternak
mereka.
7. Politik dan Pemerintahan
Terdapat dua Negara adi kuasa di masa Jahiliyah, yaitu
kerajaan Bizantium Romawi di barat dan kerajaan Persia di
timur. Selama zaman Jahiliyah, seluruh Simenanjung Arabia,
menikmati kemerdekaan penuh, kecuali daerah utara
(Palestina, Libanon, Yordania dan Syam) berada dibawah
kekuasaan Bizantium dan Irak berada di bawah kekuasaan
Persia. Mungkin sebab kegersangannya, dua negara adi kuasa
Bizantium dan Persia tidak tertarik menjajah Arab, kecuali
daerah utara yang tunduk di bawah kekuasaan mereka.
Di kalangan orang Arab Badwi tidak ada
pemerintahan. Kesatuan politik mereka bukanlah bangsa,
namun suku yang dipimpin kepala suku yang disebut Syaikh.
Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan sehingga
kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan
bagi suatu kabilah atau suku. Bagi masing-masing suku
ada seorang pemimpin (Syaikh). Dalam memilih
pemimpin kriteria yang dipakai yaitu pemberani, pemurah,
cerdas, arief dan bijaksana.
Karena tidak adanya pemerintahan pusat hubungan
antar suku selalu dalam konflik. Peperangan antara suku
sering terjadi. Hal-hal yang sepele bisa menimbulkan
peperangan. Misalnya terkenal peperangan yang terjadi antara
Bani Bakr dan Bani Taghlib yang berlangsung selama 40 tahun,
disebut perang Basus . Terjadi hanya sebab Unta milik
anggota salah satu suku dilukai oleh anggota suku lainnya.
Dunia Arab saat itu merupakan kancah peperangan
yang terjadi terus-menerus. Meskipun warga Badwi
memiliki pemimpin, namun mereka hanya tunduk kepada
Syaikh itu dalam hal yang berkaitan dengan peperangan,
pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu. Di luar
itu, Syaikh tidak berkuasa mengatur anggota kabilahnya.
Akibat peperangan terus-menerus, kebudayaan
mereka tidak berkembang, kerana itu bahan-bahan sejarah
Arab pra Islam sangat langka didapatkan di dunia Arab.
Sejarah mereka hanya dapat diketahui dari masa kira-kira 150
tahun menjelang lahirnya agama Islam.
Meskipun begitu hampir seluruh penduduk Arab
yaitu penyair. Maka tidak mengherankan bila seni sastra,
terutama puisi sangat berkembang. Para penyair memiliki
kedudukan terhormat di kalangan sukunya. Melalui puisi-
puisi merekalah, sejarah bangsa Arab sebelum Islam dapat
ditelusuri. Karena para penyair itu selain pemberi nasehat dan
juru bicara suku, dia juga ahli sejarah dan intelektual
sukunya.
namun di kalangan bangsa Arab penetap sudah ada
pemerintahan. Pusat pemerintahan mereka yaitu kota
Makkah. Sudah banyak suku-suku yang pernah memerintah
di Makkah. Mereka itu yaitu suku Amaliqah, suku Bani
Jurhum, Suku Bani Khuza’ah dan suku Quraisy.
Suku Amaliqah berkuasa di Makkah sebelum Nabi
Isma’il datang ke situ. Mereka dikalahkan dan diusir oleh suku
Jurhum dari Makkah. Ketika suku Jurhum berkuasa Nabi
Isma’il datang ke Makkah. Pernikahan Nabi Isma’il dengan
salah satu anak gadis suku Jurhum menurunkan keturunan
Adnan. Urusan pemerintahan kemudian dibagi dua. Masalah-
masalah politik dan perang dipegang orang-orang Jurhum,
sedangkan masalah keagamaan dan kepengurusan Ka’bah
diserahkan kepada Nabi Isma’il.
Pada saat banu Jurhum berkuasa di Makkah, banu
Khuza’ah datang ke Makkah dari Saba’ Arabia selatan.
Ketika banu Jurhum tenggelan dalam kenikmatan hidup
dimanfaatkan suku Khuza’ah untuk merebut kekuasaan
dari tangan banu Jurhum. Terpaksa banu Jurhum
meninggalkan Makkah bersama-sama dengan anak-anak
Nabi Isma’il. Kini kekuasaan berpindah dari tangan banu
Jurhum ke tangan banu Khuza’ah, terjadi kira-kira tahun
207 SM.
Sebelum banu Jurhum meninggalkan Makkah terlebih
dahulu mereka memasukkan pusaka-pusaka kraton ke dalam
sumur zam-zam dan ditimbun dengan tanah dan kelak sumur
zam-zam ini baru dapat digali kembali dikemudian hari pada
masa pemerintahan Abdul Muththalib (kakek Nabi
Muhammad s.a.w.)
Kekuasaan politik kemudian dapat direbut dan
berpindah kembali ke suku Jurhum keturunan Adnan di
bawah pimpinan Qushai. Sejak Qushai memegang tampuk
pemerintahan beliau menata kembali kehidupan di Makkah
baik dalam bangunan fisik maupun mengatur kehidupan
warga , termasuk bangunan Ka’bah yang sudah tua
diperbaharuinya dan di samping Ka’bah dibangun “Darun
Nadwah” untuk empat permusyawaratan dan penyelenggaraan
pemerintahan.
Suku keturunan Adnan inilah yang kemudian
mengatur urusan-urusan politik dan urusan-urusan yang
berhubungan dengan Ka’bah. Semenjak itu, suku Quraisy
menjadi suku yang mendominasi kehidupan warga Arab.
Ada sepuluh jabatan tinggi yang dibagi-bagikan kepada
kabilah-kabilah asal suku Quraisy ini. Di antaranya yaitu
(1) Hijabah, penjaga kunci-kunci ka’bah, (2) Siqayah, pengawas
mata air zam-zam untuk dipergunakan oleh para penziarah,
(3) Diyat, kekuasaan hakim sipil dan kriminal, (4) Sifarah,
pengurus pajak untuk orang miskin, (5) Nadwah, jabatan
ketua dewan, (6) Khaimunah, pengurus balai musyawarah,
(7) Khazinah, jabatan adminstrasi keuangan, dan (8) Azlam,
penjaga panah peramal untuk mengetahui pendapat dewa-
dewa. Dalam pada itu sudah menjadi kebiasaan bahwa
anggota yang tertua memiliki pengaruh paling besar dan
memakai gelar Rais.
Suku Quraisy berkuasa di Makkah sampai datang
agama Islam. Urusan pemerintahan dipegang anak Qushai
berganti-ganti. Qushai digantikan anaknya Abdi Manaf bin
Qushai. namun Abdi Manaf tidak secakap ayahnya. Hasyim
bin Abdi Manaf menggantikan ayahnya memerintah di
Makkah. Dia yaitu seorang negarawan yang cakap. Dia
melakukan usaha-usaha memperkembangkan ekonomi dalam
pemerintahan Quraisy di Makkah. (lihat dalam pembahasan
ekonomi).
Beliau wafat tahun 510 M. dan digantikan oleh
saudaranya Al-Muththalib. Al-Muththalib berusaha mencari
anak Hasyim yang tinggal di Yatsrib untuk dipersiapkan
menduduki jabatan kepala pemerintahan Quraisy di Makkah.
Al-Muththalib wafat ada tahun 520 M. dan
kedudukannya digantikan oleh Abdul Muththalib bin Hasyim,
namun tidak disetujui oleh Naufal saudara al-Muththalib. Abdul
Muththalib terpaksa mencari bantuan ke Yatsrib sebanyak 80
orang pemuda untuk mendukung pemerintahannya.
Penolakan Naufal itu, mendorong Abdul Muththalib
ingin memiliki anak laki-laki yang banyak yang dapat
memberi bantuan kepadanya, kapan diperlukan di setiap
waktu dan tempat. Oleh sebab itu beliau bernazar, jika
memperoleh anak laki-laki sepuluh orang maka seorang
diantaranya akan disembelih sebagai korban.33
namun dalam kisah lain disebutkan bahwa yang
mendorong Abdul Muththalib berkeinginan mempunyai
banyak anak sebab beliau bertugas menyediakan air untuk
jama’ah-jama’ah haji yang datang ke Makkah. Air itu diambil
dari sumur-sumur yang jauh letaknya dari Makkah, lalu
disimpan dalam bak-bak untuk diminum oleh jama’ah haji.
Pekerjaan ini yaitu pekerjaan berat yang memerlukan banyak
pembantu.
Selain itu, ada keinginan Abdul Muththalib hendak
menggali sumur zamzam kembali, namun tidak memdapat
sambutan yang baik dari orang Quraisy. Saat itu dia bernazar
sekiranya dia dianugerahi tuhan sepuluh orang anak laki-laki,
yang dapat membantunya dalam pekerjaaannya, seorang di
antaranya akan disembelihnya di dekat Ka’bah sebagai korban
kepada dewa-dewa orang Quraisy.
Beliau ternyata memperoleh sepuluh orang anak laki-
laki. Oleh sebab itu dia bermaksud melaksanakan janjinya.
Ketika nazar itu hendak dilaksanakan, dia mempersiapkan
pisau yang tajam hendak menyembelih salah satu dari anak-
anaknya. Undian penyembelihan ternyata jatuh kepada
anaknya yang bernama Abdullah, anak kesayangannya, yang
kelak menjadi ayah Rasulullah. Bahkan sempat diulang tiga
kali, namun tetap jatuh kepada Abdullah.
Ketika pelaksanaan penyembeluhan hendak
dilakukan, para pemuka warga Makkah mencegahnya,
sebab khawatir perbuatan Abdul Muthtalib itu akan ditiru
orang lain, sehingga menyembelih manusia sebagai korban
menjadi adat tradisi kelak di belakang hari. Penolakan
pemuka-pemuka Quraisy itu diterima oleh Abdul Muththalib
dengan senang hati.
Kemudian Abdul Muththalib pergi menemuai tukang
tenun untuk meminta nasehat. Tukang tenun itu
menasehatinya agar undian diulang lagi. namun yang akan
diundi antara Abdullah dan 10 ekor unta. Andaikata undian
jatuh pada 10 ekor unta ini , maka unta itu disembelih,
akan namun bila undian jatuh pada diri Abdullah, jumlah unta
harus ditambah 10 lagi, demikinlah seterusnya sampai unta
berjumlah 100 ekor baru undian jatuh kepada unta, maka
nazar menyembelih Abdullah diganti dengan menyembelih
100 ekor unta, dan dagingnya dibagi-bagikan untuk dimakan
manusia, hewan dan burung.
Pada masa pemerintahan Abdul Muththalib ini ada
dua peristiwa penting yang terjadi. Pertama, air zam-zam yang
dulu sudah ditimbun oleh bani Jurhum waktu meninggalkan
Makkah, dia gali kembali. Letaknya ditemukan berdasarkan
petunjuk mimpi Abdul Muththalib berada di antara dua
berhala yang paling dihormati orang-orang Makkah yaitu
berhala Al-Iraf dan Al-Ilah, oleh sebab itu, orang Quraisy tidak
berani melakukan penggalian, terpaksa Abdul Muththalib dan
dibantu oleh anaknya Harits melakukan penggalian sampai
mata air sumur zam-zam itu terbuka kembali.
Kedua, gubernur Habasyah, bernama Abrahah
beragama Kristen dari Yaman datang ke Makkah hendak
memindahkan Ka’bah ke Yaman atau menghancurkannya. Dia
datang dengan pasukannya mengenderai gajah, sehingga
tahun ini disebut tahun gajah. Namun penyerangan Abrahah
ini gagal sebab tentara bergajah itu dihancurkan oleh burung
Ababil, pada tahun inilah Nabi Muhammad dilahirkan.
8. Ekonomi
Pada masa pemerintahan kerajaan Saba’ dan Himyar
di Jazirah Arab selatan, kegiatan perdagangan orang Arab
meliputi laut dan darat. Kegiatan perdagangan di laut mereka
pergi ke India, Tiongkok dan Sumatera dan kegiatan
perdagangan di darat ialah di Jazirah Arab.
Akan namun sesudah Yaman dijajah oleh bangsa Habsyi
dan bangsa Persia, maka kaum penjajah itu menguasai
kegiatan perdagangan di laut, sedangkan perdagangan di
darat berpindah ke tangan orang Makkah. Ada beberapa
faktor yang memicu Makkah berkembang menjadi kota
perdagangan. Pertama, orang Yaman banyak yang berpindah
ke Yaman, sedang mereka telah berpengalaman dalam
perdagangan. Kedua, di kota Makkah dibangun Ka’bah setiap
tahun jama’ah-jama’ah berdatangan ke Makkah melakukan
haji yang membuat Makkah semakin masyhur. Ketiga, letak
Kota Makkah berada di tengah-tengah tanah Arab antara utara
dengan selatan. Keempat, daerahnya yang gersang membuat
penduduknya suka merantau untuk berdagang.
Ada empat putera Abd al-Manaf yang selalu
mengadakan perjalanan dagang ke empat tempat terpenting,
yaitu Hasyim mengadakan perjalanan ke negeri Syam, Abd
Syam ke Habsyi, Abd al-Muththalib ke Yaman dan Naufal ke
Persia. Perdagangan-perdagangan orang Quraisy yang pergi
ke negeri-negeri ini mendapat perlindungan dari
keempat putera Abd al-Manaf itu, sebab itu tidak ada
seorangpun yang berani mengganggu mereka.
Dengan demikian, ada empat tempat
perdagangan orang Quraisy, yaitu ke utara dan selatan,
mereka pergi ke Syam dan Yaman, kemudian ke barat dan
timur, mereka pergi ke Habsyi dan Persia. Sedangkan pusat
perdagangan mereka berada di Makkah.
Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai yaitu seorang
negarawan yang cakap, dia melakukan usaha-usaha
memperkembangkan pemerintahan Quraisy. Mengadakan
persetujuan-persetujuan dagang dengan Negara-negara
tetangga, seperti Ghassani dan Bizantium, juga membuka jalur
perdagangan baru dan membentuk dua qabilah dagang yang
dikirim, masing-masing ke Yaman pada musim dingin dan
ke Syria pada musim panas. (Q.S. al-Quraisy).
Dalam pemerintahan Hasyim ini kota Makkah benar-
benar berperan sebagai pusat transito dagang yang sangat
maju. Selain Hasyim, Abbas, Abu Lahab, Abu Sofyan, Abu
Thalib dikenal juga sebagai pedagang dari kalangan orang
Quraisy.
Di Yaman, pada musim dingin kafilah dagang bangsa
Arab membawa minyak wangi, kemenyan, kain sutera, kulit,
senjata, rempah-rempah, cengkeh, palawija dan lain-lain. Di
antara barang-barang ini ada yang dihasilkan di Yaman,
ada pula yang di datangkan dari Indonesia, India dan Tiongkok.
Di Syria atau Syam, kafilah-kafilah dagang ini
di atas membawa barang-barang dagangan mereka ke Syam.
Di waktu kembali, kafilah-kafilah itu membawa gandum,
minyak zaitun, beras, jagung dan tekstil dari Syam. Abu
Thalib, paman Nabi juga pernah membawa Muhammad
berdagang ke Syam. Selain itu, Muhammad juga membawa
barang dagangan Khadijah ke Syam yang ditemani oleh
hamba sahayanya, Maisyarah.
Adapun barang-barang perdagangan terpenting
dalam jalur perdagangan timur barat, kafilah-kafilah dagang
Arab membawa rempah-rempah dari Habsyi untuk
diperdagangkan di Persia, juga mereka berdagang mutiara
di Persia yang dikeluarkan dari Selat Persia.
9. Sosial Budaya
Kaum wanita memiliki posisi yang paling jelek
dibanding wanita lain di dunia saat itu. Mereka dianggap
sebagai benda mati yang tidak memiliki hak apapun,
termasuk hak untuk dihormati. Seseorang bisa mengawini
wanita berapa pun dia suka, dan dapat menceraikannya kapan
saja dia mau. Bila seorang ayah diberi tahu bahwa anaknya
yang lahir seorang wanita, dia sedih bercampur marah.
Kadang-kadang bayi wanita itu dikubur hidup-hidup.
Kehidupan yang keras dan menantang mendorong mereka
untuk memiliki anak laki-laki saja. Walaupun begitu, tidak
semua perempuan mereka bunuh.
Lembaga perkawinan tidak teratur. Wanita boleh
menikah lebih dari seorang suami (poliandri). Sedang wanita
bersuami memperbolehkan suaminya berhubungan dengan
wanita lain untuk memperoleh keturunan. Ibu tiri kadang-
kadang dikawini anak tirinya. Saudara laki-laki terkadang
mengawini saudari perempuannya. Gadis-gadis nakal terbiasa
pergi ke daerah-daerah pinggiran untuk bersenang-senang
dengan laki-laki lain. Wanita tidak memiliki hak waris baik
dari suaminya, ayah maupun keluarganya.
Memiliki hamba sahaya menjadi salah satu ciri
warga Arab. Mereka memperlakukan hamba sahaya
secara tidak manusiawi. Karena mereka memiliki hak penuh
atas hidup matinya, fisik maupun mentalnya. Kehidupan
jahiliyah sesungguhnya manifestasi dari kehidupan
barbarisme, sebab ketimpangan sosial, penganiayaan,
meminum minuman keras, perjudian, pelacuran dan
pembunuhan merupakan pemandangan yang biasa dalam
kehidupan sosial mereka sehari-hari.
Dalam bidang budaya, bangsa Arab terkenal dengan
kefasihan lidahnya. Ciri khas manusia ideal bangsa Arab,
yaitu “kefasihan lidah, pengetahuan tentang senjata dan
kemahiran menunggang kuda”. Maka tidak mengherankan
bila seni sastra, terutama puisi sangat berkembang pesat di
kala itu.
Para penyair memiliki kedudukan terhormat di
kalangan sukunya. Batapa besarnya peranan yang diemban
para penyair, sejarah bangsa Arab dapat diketahui melalui
puisi-puisi mereka. Oleh sebab itu, para penyair selain
pemberi nasehat dan juru bicara sukunya, mereka juga yaitu
ahli sejarah dan intelektual sukunya.
Syair yaitu salah satu seni yang paling indah dan
sangat dimuliakan serta dihargai oleh bangsa Arab. Mereka
senang berkumpul mengelilingi para penyair untuk
mendengarkan syair-syair mereka. Sehingga ada beberapa
pasar tempat berkumpul para penyair, yaitu pasar ‘Ukaz,
pasar Majinnah, dan pasar Zul Majaz.
Di pasar-pasar itu para penyair memperdengarkan
syairnya dengan dikelilingi oleh warga sukunya dan bahkan
mereka memperlombakan syair-syair kemudian dipilih di
antara syair-syair itu yang terbagus untuk digantungkan di
Ka’bah dekat dengan patung pujaan mereka.
Bil ada dalam satu kafilah muncul seorang penyair,
maka berdatanganlah kafikah-kafilah lainnya mengucapkan
selamat kepada kafilah ini . Kafilah itu mengadakan
jamuan makan dengan menyembelih binatang-binatang dan
dalam pesta itu wanita-wanita keluar bermain musik dan
bernyanyi.
Wa Allah a’lam bi al-shawwab
SEJARAH HIDUP
NABI MUHAMMAD S.A.W.
I. Periode Makkah
1. Sebelum Diangkat Menjadi Rasul
Nabi Muhammad s.a.w lahir pada hari Senin tanggal
20 April 571 M tahun Gajah di suatu tempat yang tidak jauh
dari Ka’bah, ia berasal dari kalangan bangsawan Quraisy dari
Bani Hasyim, sementara masih ada bangsawan Quraisy yang
lain, yaitu Bani Umaiyah. Tapi Bani Hasyim lebih mulia dari
Bani Umaiyah. Ayahnya Abdullah bin Abdul Muththalib dan
ibunya Aminah binti Wahab. Garis nasab ayah dan ibunya
bertemu pada Kilab bin Murrah. Apabila ditarik ke atas,
silsilah keturunan beliau baik dari ayah maupun ibunya
sampai kepada Nabi Isma’il AS dan Nabi Ibrahim AS.
Tujuh hari dari kelahirannya, kakeknya Abdul
Muththalib mengundang semua orang Quraisy dalam suatu
selamatan jamuan makan, saat itu Abdul Muththalib
memberi nama Muhammad kepada cucunya itu. Nama
ini terasa aneh bagi mereka yang hadir dan
mempertanyakannya kepada Abdul Muththalib dan mereka
berkata; “Sungguh di luar kebiasaan, kenapa diberi nama
Muhammad”, dijawab oleh kakeknya; “Agar menjadi orang
terpuji di langit dan terpuji di bumi”.
Sudah menjadi kebiasaan orang Arab, anak-anak yang
baru lahir diasuh dan disusui oleh wanita kampung dengan
maksud agar mendapatkan udara desa yang masih bersih dan
pergaulan warga yang baik bagi pertumbuhan anak-
anak. Ketika Muhammad lahir wanita-wanita dari desa Sa’ad
lebih, kurang 60 km dari Makkah, datang ke Makkah
menghubungi keluarga-keluarga yang akan menyusukan
anak mereka dengan mengharapkan upah.
Karena kondisi ekonomi Aminah yang lemah tidak
ada di antara wanita-wanita ini yang mau mengasuh
Muhammad kecuali Halimah sesudah minta i zin sama
suaminya Haris, mau mengasuhnya sambil berharap mudah-
mudahan Tuhan memberkati kehidupan mereka. Aminah dan
Abdul Muththalib pun melepaskannya dengan penuh senang
hati
Deceritakan lebih lanjut bahwa kehadiran Muhammad
dalam keluarga miskin ini sungguh membawa berkah.
Rumput yang dipakai mengembala kambing tumbuh
subur, kambing yang mereka pelihara menjadi gemuk-gemuk,
air susunya menjadi banyak sehingga kehidupan mereka yang
suram dan susah berubah menjadi penuh bahagia dan
kedamaian, mereka percaya anak yatim itulah yang membawa
berkah dalam kehidupan mereka, sengsara membawa nikmat.
Ketika ia masih tiga bulan dalam kandungan Ayahnya
meninggal dunia pada saat pergi berniaga ke Yatsrib,
sementara ibunya Aminah wafat di Abwa sewaktu pulang
dari menziarahi makam Abdullah, saat itu ia berusia 6
tahun. Kakeknya Abdul Muthalib mengasuhnya selama dua
tahun, kemudian kakeknya itu pun meninggal dunia pula
dalam usianya 8 tahun, dan ia diasuh oleh pamannya Abu
Thalib. Dari kisah Nabi ini dapat diketahui bahwa
tanggung jawab hak asuh anak bila ayahnya meninggal
berturut-turut dari ibu ke kakek, kemudian ke paman.
Ada dua jenis pekerjaan yang dilakukannya sebelum
menjadi Rasul. Pertama, mengembala kambing saat ia
bersama ibu susuannya Halimahtus Sa’diyah tinggal di desa.
Kedua, berdagang saat ia tinggal bersama pamannya, ia
mengikuti pemannya berdagang ke negeri Syam, sampai ia
dewasa dan dapat berdiri sendiri.
Dalam perjalanan itu, di Bushra, sebelah selatan Syria
(Syam) dia bertemu dengan pendeta Kristen bernama
Buhairah. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri
Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen.
Pendeta itu menasehati Abu Thalib agar jangan terlalu jauh
memasuki Syria, sebab dikhawatirkan orang-orang Yahudi
yang mengetahi tanda-tanda itu akan berbuat jahat
terhadapnya.
Sebagai seorang pemuda ia tidak mengikuti
kebiasaan warga di kala itu, yaitu minum Khamar,
berjudi, mengunjungi tempat-tempat hiburan dan
menyembah berhala. Secara populeria dikenal sebagai
seorang pemaaf, rendah hati, berani dan jujur, sehinggaia
dijuluki al-Amin.
Sebagai seorang pedagang, selainia berdagang dengan
pamannya,ia juga melakukan kerjasama dagang dengan
Khadijah, seorang janda kaya. Khadijah memberinya modal
untuk berdagang ke negeri Syam, dan beliau memperoleh
untung besar. Khadijah tertarik pada kejujuran dan akhlaknya
yang baik, dan ingin menjadi suaminya, sesudah sebelumnyaia
berkali-kali menolak pinangan bangsawan Quraisy.
Dari dua pekerjaan yang dilakukan Nabi menjelang
usiannya 25 tahun memberi modal kepadanya untuk dapat
hidup lebih mandiri kelak. Mengembala kambing yaitu
pekerjaan yang memerlukan kesabaran kuat, sementara
berdagang melatih kejujuran di saat sulitnya mencari orang
yang jujur waktu itu. Dalam usia 25 tahun, Abu Thalib
menawarkan keponakannya itu kepada Khadijah binti
Khuwailid. Tawaran Abu Thalib diterima Khadijah.
Pernikahan Nabi dengan Khadijah binti Khuwailid
berlangsung saat Muhammad berusia 25 tahun dan
Khadijah 40 tahun dengan mahar 20 ekor unta.
Dalam kehidupan rumah tangga, suami istri itu hidup
bahagia dan saling mencintai. Muhammad tidak pernah
menyakiti hati istrinya dan sebaliknya istrinya ikhlas
menyerahkan segala-galanya untuk suaminya. Harta
kekayaan istrinya itu memberi kesempatan kepada Nabi
Muhammad membantu orang-orang miskin dan tertindas
serta memerdekakan budak-budak. Bahkan budak-budak
yang dimiliki Khadijah sebelum mereka menikah, semuanya
dimerdekakan, di antaranya Zaid ibn Tsabit yang kemudian
menjadi anak angkat Nabi.
Dari pernikahan Nabi dengan Khadijah telah
melahirkan, dua orang anak laki-laki, masing-masing Qasim
dan Abdullah keduanya meninggal selagi masih kecil, karena
sedihnya tidak memiliki anak laki-laki beliau mengangkat
Zaid ibn Haritsah sebagai anak angkat, pada awalnya beliau
sempat memanggilnya Zaid ibn Muhammad, tetapi
kemudian ditegor agar kembali kepada nama semula, itu
artinya anak angkat tidak dapat disamakan dengan anak
kandung.
Selain itu, ada empat orang anak perempuan, masing-
masing Zainab, Rukayah, Ummu Kalsum, dan Fatimah.
Semua mereka mencapai usia dewasa. Di antara anak
perempuannya, hanya Fatimah yang melahirkan dua anak
laki-laki, yaitu Hasan dan Husein dari perkawinannya dengan
Ali bin Abi Thalib. Nabi Muhammad tidak pernah menikah
sampai Khadijah meninggal, saat Nabi Muhammad berusia
50 tahun.
Setelah Khadijah binti Khuwailid meninggal Nabi
Muhammad saw. menikah lagi dengan sepuluh orang wanita.
Kesebelas istri Nabi itu disebut Ummul Mukminin (ibu orang-
orang yang beriman), masing-masing sebagai berikut; 1)
Khadijah binti Khuwailid, 2) Saudah binti Sam’ah, 3) Aisyah
binti Abu Bakar 4) Zainab binti Huzaimah, 5) Juwairiyah binti
Haris, 6) Sofiyah binti Hay, 7) Hindun binti Abi Umaiyah, 8)
Ramlah binti Abi Sofyan, 9) Hafsah binti Umar ibn Khaththab,
10) Zainab bnti Jahsy dan 11 Maimunah binti Haris. 45
Ditambah seorang hamba sahaya hadiah dari raja
Mesir, bernama Mariyah al-Qibthiyah. Dari Mariyah ini, Nabi
memperoleh seorang anak laki-laki lagi di Madinah yang
diberi nama Ibrahim, namun anak beliau inipun meninggal
dunia dalam usia lebih kurang dua tahun, sama seperti dua
anak Nabi sebelumnya, beliau sempat menangis karena
kehilangan putranya yang dicintainya itu.
Dalam usia 35 Tahun, Muhammad telah
memperlihatkan kualitasnya sebagai seorang pemimpin.
Ketika itu, kaum Quraisy memperbaiki dinding Ka’bah dan
kemudian mereka bertengkar. Masing-masing kabilah merasa
lebih berhak meletakkan kembali Hajar al-Aswad pada
tempatnya. Akhirnya mereka meminta Muhammad untuk
menyelesaikan persoalan itu.
Muhammad meletakkan batu itu di atas sehelai kain
dan meminta para wakil kabilah memegang ujungnya dan
kemudian mengangkatnya bersama-sama. Batu itu kemudian
diambilnya dan diletakkannya pada tempatnya. Mereka
menerima putusannya itu. Nama Muhammad semakin
popular di kalanagan penduduk Makkah, sesudah berhasil
mendamaikan para pemuka Quraisy ini .
Dari peristiwa di atas dapat diketahui bahwa
Muhammad sebagai seorang al-Amin telah mendapat
kepercayaan penuh dari pemimpin Quraisy untuk
menyelesaikan persoalan perselisihan yang terjadi di antara
mereka. Modal kepercayaan inilah yang kelak menjadi kunci
sukses Muhammad di dalam mengemban misi kerasulannya.
2. Diangkat Menjadi Rasul
Menjelang usia 40 tahun, selama satu bulan dalam
setiap tahun Muhammad mengasingkan diri ke Gua Hira’
untuk merenungi alam dengan ciptaannya. Istrinya Khadijah
memberi dukungan penuh terhadap keinginannya ini .
Disediakannya makanan untuk dibawa suaminya
Muhammad sebagai bekal ke Gua Hira’ itu.
Demikianlah dilakukan Muhammad setiap tahun.
Ketika usianya 40 tahun, pada tanggal 17 Ramadhan 611 M,
malaikat Jibril mendatanginya menyampaikan wahyu Allah
yang pertama surat al-Alaq (ayat 1-5). Berarti secara simbolis
Muhammad telah dilantik sebagai Nabi akhir zaman.
Nabi Muhammad s.a.w. menceritakan peristiwa yang
dialaminya itu kepada istrinya Khadijah. Rasulullah dibawa
Khadijah menghadap seorang pendeta Nasrani yang
berpengetahuan luas, bernama Waraqah bin Naufal. Setelah
Nabi menceritakan pengalamannya itu, Waraqah berkata:
“Inilah malaikat yang diturunkan Allah Swt. pada Nabi-nabi
sebelummu…”
Setelah wahyu pertama itu datang, terputuslah wahyu
selama lebih kurang dua tahun, kemudian Jibril datang lagi
untuk membawa wahyu yang kedua, Surah al-Mudatsir (ayat
1-7). Dengan turunnya wahyu kedua itu, maka berarti Nabi
sudah mulai wajib menyampaikan dakwah.
3. Tahap-Tahap Dakwah
Rasulullah berdakwah melalui beberapa tahap.
Pertama, secara diam-diam di lingkungan keluarga dan
sahabat dekatnya. Diterima oleh istrinya Khadijah, anak
pamannya Ali, anak angkatnya Zaid bin Hãritsah, serta
sahabat dekatnya Abu Bakar. Melalui Abu Bakar, masuk Islam
pula Utsman bin Affan, Zubeir bin Awwam, Saad bin Abi
Waqqas, Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Abu
Ubaidah bin Jarrah, dan beberapa budak dan fakir miskin.
Dakwah ini berlangsung selama tiga tahun.
Kedua, dakwah kepada keturunan Abdul Muthalib.
Hal ini dilakukan sesudah turunnya wahyu ketiga, sûrah Al-
Syu’ara’ (ayat 214). Nabi mengumpulkan dan mengajak
mereka supaya beriman. Akan namun Abu Lahab beserta
istrinya mengutuk Nabi, sehingga turun Sûrah al-Masad (ayat
1-5).
Ketiga, dakwah kepada semua orang sesudah wahyu
Allah sûrah al-Hijir (ayat 94). Pada tahap ini dakwah ditujukan
kepada semua lapisan warga , tidak terbatas hanya
kepada penduduk Makkah saja, namun juga termasuk orang-
orang yang mengunjungi kota itu.
Dengan usahanya yang gigih tanpa mengenal lelah,
hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut Nabi
makin hari semakin bertambah. Mereka terutama terdiri dari
kaum wanita, budak, pekerja dan orang miskin. Meskipun
kebanyakan mereka orang-orang lemah, namun semangat
mereka sungguh membaja. Itu sebabnya, dakwah Nabi pada
mulanya diterima oleh kaum lemah dari warga jelata.
Setelah dakwah Nabi dilakukan secara terang-
terangan itu, semakin hari semakin bertambah jumlah
pengikut Nabi dan pemimpin Quraisy mulai pula berusaha
menghalangi dakwah Rasul ini , bahkan semakin keras
tantangan yang dilancarkan mereka.
Menurut Ahmad Syalabi ada lima faktor yang
mendorong orang Quraisy menantang dakwah Islam yang
disampaikan Nabi itu.
Pertama, Para pemimpin Quraisy tidak dapat
menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan
pembalasan di akhirat.
Kedua, Mereka tidak dapat membedakan antara
kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk
kepada seruan Nabi Muhammad s.a.w. berarti tunduk kepada
kepemimpinan Bani Abdul Muthalib.
Ketiga, Takut kehilangan mata pencaharian karena
pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai
penghalang rezeki mereka.
Keempat, Nabi Muhammad s.a.w. menyerukan
persamaan hak antara hamba sahaya dan bangsawan. Hal ini
tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy.
Kelima, Taklid kepada nenek moyang yaitu kebiasaan
yang berurat berakar pada bangsa Arab.
4. Tantangan Kaum Quraisy
Dengan demikian, kaum Quraisy menentang dakwah
Nabi dengan bertahap. Pertama, membujuk, sebab kekuatan
Nabi terletak pada perlindungan Abu Thalib yang amat
disegani itu. mereka meminta Abu Thalib memilih satu di
antara dua: yaitu memerintahkan Muhammad agar berhenti
dari dakwahnya atau menyerahkannya kepada mereka untuk
dibunuh. Abu Thalib mengharapkan Muhammad agar
menghentikan dakwahnya. Namun Nabi menolak dengan
mengatakan “Demi Allah saya tidak akan berhenti
memperjuangkan amanat Allah ini. Walaupun seluruh
anggota keluarga dan sanak saudara mengucilkan saya”. Abu
Thalib sangat terharu mendengarkan jawaban keponakannya
itu, kemudian ia berkata “Teruskanlah, demi Allah aku akan
terus membelamu”.
Merasa gagal dengan cara ini, kaum Quraisy
kemudian mengutus Walid bin Mughirah dengan membawa
Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan
untuk dipertukarkan dengan Nabi Muhammad s.a.w. Walid
bin Mughirah berkata kepada Abu Thalib “Ambillah dia
menjadi anak saudara, namun serahkan Muhammad kepada
kami untuk kami bunuh”. Usul ini langsung ditolak keras
oleh Abu Thalib.
Kecewa dengan jawaban Abu Thalib itu, mereka
langsung kepada Nabi Muhammad s.a.w. membujuknya
dengan menawarkan tahta, wanita dan harta asal Nabi
bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu
ditolak Nabi dengan mengatakan “Demi Allah, biarpun
mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan
di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan ini
sehingga agama ini menang atau aku binasa karenanya”.
Kedua, mengintimidasi. Karena gagal dengan cara
membujuk, para pemimpin Quraisy melakukan tindakan-
tindakan kekerasan lebih intensif dari sebelumnya. Budak-
budak yang masuk Islam disiksa tuannya dengan sangat
kejam. Para pemimpin Quraisy menyuruh setiap keluarga
untuk menyiksa anggota keluarganya yang masuk Islam
sampai dia murtad kembali.
Untuk menghindarkan kaum muslim dari tindakan
kekerasan ini, Nabi memerintahkan mereka hijrah ke
Habasyah (Ethiopia). Rombongan pertama, pada tahun kelima
dari kerasulannya, di bawah pimpinan Usman bin Affan
diikuti 15 orang (10 pria dan 5 wanita) berangkat ke Habasyah,
termasuk isteri Usman, Rukayah bintiMuhammad.
Rombongan kedua, di bawah pimpinan JA’far bin Abi
Thalib diikuti 81 orang (80 pria dan 1 wanita, yaitu Ummu
Habibah, puteri Abu Sofyan). Mereka diterima raja Ethiopia,
Negus. Mengetahui hal itu Pimpinan Quraisy mengirim Amr
bin Ash dan Abdullah bni Abi Rabi’ untuk membujuk raja
Negus agar menolak kehadiran umat Islam di sana, tetapi
Raja menolak permintaan mereka . Di tengah kekejaman
pemimpin Quraisy terhadap umat Islam meningkat, dua
orang kuat kaum Quraisy masuk Islam, Hamzah dan Umar
bin Khaththab yang membuat posisi umat Islam semakin
kuat.
Ketiga, memboikot seluruh keluarga Bani Hasyim.
Untuk melumpuhkan kekuatan kaum muslimin, pemimpin
Quraisy melakukan pemboikotan terhadap seluruh keluarga
Bani Hasyim. Karena menurut mereka kekuatan Nabi terletak
pada keluarganya yang melindunginya, baik yang belum
maupun yang sudah masuk Islam. Mereka memutuskan
segala bentuk hubungan dengan suku ini.
Tidak seorang pun penduduk Makkah diperkenankan
melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim.
Akibatnya banyak di antara keluarga Bani Hasyim yang
menderita kelaparan. Hanya sebab kasihan beberapa
pemimpin Quraisy, pemboikotan ini dihentikan. Tindakan
pemboikotan ini dimulai pada tahun ke-7 dari kanabian
hingga tahun ke-10 menjelang Abu Thalib dan Khadijah
meninggal, hal itu berlangsung selama 3 tahun.
5. Abu Thalib dan Khadijah Wafat
Tidak lama sesudah pembaikotan itu dihentikan, pada
tahun ke-10 dari kenabian, Nabi Muhammad s.a.w. berganti
menghadapi tiga peristiwa yang menyedihkan pula sehingga
tahun itu disebut dengan tahun duka cita . Bararti selesai dari
tahun pembaikotan memasuki tahun kesedihan dan
kepedihan atau yang lebih dikenal dengan tahun duka cita.
Adapun tiga peristiwa ini ; Pertama, pamannya,
Abu Thalib, pelindung utamanya, meninggal dunia dalam
usia 87 tahun.
Kedua, tiga hari sesudah itu, meninggal dunia pula
istrinya, Khadijah, dalam usia 65 tahun. Sepeninggal dua
pendukung utamanya itu, kafir Quraisy tidak segan-segan
lagi melampiaskan nafsu amarah mereka terhadap Nabi.
Melihat reaksi penduduk Makkah yang semakin brutal itu,
terutama pamannya Abu Lahab dan istrinya. Nabi kemudian
berusaha menyebar luaskan Islam keluar kota Makkah, yaitu
ke negeri Thaif.
Ketiga, saat Nabi berdakwah di Thaif, beliau diejek,
disoraki, dan dilempari batu, bahkan sampai terluka di bagian
kepala dan badannya.
Dari tiga peristiwa yang menyedihkan Nabi ini
di atas menjadi penyebab tahun itu disebut dengan tahun
duka cita dalam sejarah Islam. Perlu dicatat, tidak ada satu
Rasul-pun sebelum Nabi Muhammad yang sampai dikenal
dengan tahun duka cita kecuali hanya Nabi Muhammad s.a.w.
saja..
6. Tahun Duka Cita dan Isra’ Mi’raj
Dalam situasi berduka cita di tahun duka cita yang
dialami Nabi secara beruntun tahun ke-10 dari kenabian
ini di atas Allah mengisra’ mi’rajkan Nabi Muhammad
s.a.w., pada tahun ke-10 itu juga, antara lain, tujuannya yaitu
untuk menghibur hati Nabi yang sedang berduka cita
ini .
Berita Isra’ Mi’raj itu menggemparkan warga
Makkah. Nabi yang kesulitan mengumpulkan orang Makkah
untuk menyampaikan berita isra’ mi’raj ini dapat dibantu Abu
Jahal dengan harapan kaumnya mendustakan Nabi, sedang
bagi orang beriman, peristiwa ini merupakan ujian keimanan.
Melalui isra’ mi’raj itu, kewajiban sholat lima kali sehari
semalam mulai dilaksanakan.
Kaitan antara tahun duka cita dengan isra’ mi’raj Nabi
yaitu untuk menghibur hati Nabi yang sedang berduka cita
saat itu dengan memperlihatkan beberapa Rasul yang juga
mendapat tantangan dari kaumnya sekaligus memohon
pertolongan Allah Swt. menghadapi tantangan orang-orang
kafir itu.
Ternyata sesudah peristiwa Isra’ mi’raj, muncul
perkembangan besar bagi dakwah Islam. Karena sejumlah
penduduk Yatsrib yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj
yang berhaji ke Makkah, mereka menemui Nabi dan masuk
Islam dalam tiga gelombang.
Pertama, pada tahun ke-11 kenabian, 6 orang dari suku
Khazraj menemui Nabi dan menyatakan diri masuk Islam.
Mereka mengharapkan Nabi agar bersedia mempersatukan
kaum mereka yang saling bermusuhan di Yatsrib.
Kedua, pada tahun ke-12 kenabian, terdiri dari 10 orang
suku Khazraj, 2 orang suku Aus dan seorang wanita menemui
Nabi dan menyatakan ikrar kesetiaan kepada Nabi; “Kami
tidak akan mencuri, tidak berbuat zina, tidak akan
membunuh anak-anak kami, tidak akan fitnah memfitnah dan
tidak akan mendurhakai Nabi Muhammad s.a.w.
Rombongan ini kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah Nabi
di Yatsrib.
Ketiga, pada tahun ke-13 kenabian, sebayak 73 orang
dari Yatsrib meminta kepada Nabi agar berkenan pindah ke
Yatsrib. Saat ini Nabi ditemani pamannya Abbas yang belum
lagi masuk Islam. Abbas meminta kepada merega agar benar-
benar membela Nabi, baru dia izinkan hijrah ke Madinah.
Selanjutnya Nabi minta perjanjian dari mereka; “Saya ingin
mengambil perjanjian dari kamu semua, bahwa kamu akan
menjaga saya sebagaimana kamu menjaga keluarga dan anak-
anak kamu sendiri”. Mereka berjanji akan membela Nabi dari
segala macam ancaman. Nabi menyetujui usul yang mereka
ajukan.
Setelah kaum Quraisy mengetahui adanya
perjanjian antara Nabi dan orang-orang Yatsrib itu, mereka
semakin gila melancarkan intimidasi terhadap kaum
muslimin. Hal ini membuat Nabi segera memerintahkan
para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Dalam waktu dua
bulan, lebih kurang 150 orang kaum muslimin telah
meninggalkan kota Makkah. Hanya Ali dan Abu Bakar
yang tinggal bersama Nabi di Makkah. Keduanya
menemani dan membela Nabi sampai Nabi hijrah ke Yatsrib
sebab kafir Quraisy sudah merencanakan akan
membunuhnya.
Dalam musyawarah kafir Quraisy yang berencana
hendak membunuh Nabi, Abdul Jahal mengusulkan agar
pembunuhan dilakukan oleh seluruh kabilah Arab melalui
wakil masing-masing. Dengan cara begini, keluarga Nabi
tidak akan mampu menuntut balas atas kematiannya. Berita
tentang rencana pembunuhan Nabi itu diberitahukan Allah
Swt. kepada Nabi dan diperintahkan agar segera
meninggalkan kota Makkah.
II. Periode Madinah
7. Hijrah ke Yatsrib
Segera sesudah mendapat perintah hijrah dari Allah
Swt. Rasulullah menemui sahabatnya Abu Bakar agar
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam
perjalanan. Nabi juga menemui Ali dan meminta
kepadanya agar tidur di kamarnya guna mengelabui
musuh yang berencana membunuhnya. Senin malam Selasa
itu, Nabi ditemani Abu Bakar dalam perjalanan menuju
Yatsrib.
Keduanya singgah di Gua Tsur, arah selatan Makkah
untuk menghindar dari pengejaran orang kafir Quraisy.
Mereka bersembunyi di situ selama tiga malam dan putera
puteri Abu Bakar, Abdullah, Aisyah, dan Asma’ serta
sahayanya Amir bin Fuhairah mengirim makanan setiap
malam kepada mereka dan menyampaikan kabar
pergunjingan orang Makkah tentang Rasulullah.50
Pada malam ketiga mereka keluar dari
persembunyiannya dan melanjutkan perjalanan menuju
Yatsrib bergerak ke arah barat menuju laut merah melawati
jalan yang tidak biasa dilewati qabilah dagang saat itu.
Setelah tujuh hari dalam perjalanan Nabi Muhammad s.a.w,
dan Abu Bakar sampai di Quba. Ketika tiba di Quba, sebuah
desa yang jaraknya sekitar 10 Km dari Yatsrib, Nabi istirahat
beberapa hari lamanya. Ia menginap di rumah Kalsum bin
Hindun.
Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah
mesjid yang pertama kali dibangunnya yang dikenal dengan
masjid Quba. Tak lama kemudian Ali menggabungkan diri
dengan Nabi sesudah menyelesaikan segala urusannya di
Makkah, sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu
kedatangan mereka, akhirnya yang mereka tunggu itu datang
mereka sambut dengan penuh sukacita.
Pada hari Jum’at 12 Rabiulawwal 13 Kenabian / 24
September 622 M, Nabi meninggalkan Quba, di tengah
perjalanan di perkampungan Bani Salim, Nabi melaksanakan
shalat Jum’at pertama di dalam sejarah Islam. Sesudah
melaksanakan shalat Jum’at, Nabi melanjutkan perjalanan
menuju Yatsrib dan disambut oleh Bani Najjar.
Sementara itu, penduduk Yatsrib telah lama
menunggu-nunggu kedatangan Nabi. Begitu Rasulullah tiba
di kota Yatsrib ini beliau melepaskan tali kekang untanya dan
membiarkannya berjalan sekehendaknya. Unta itu berhenti
di sebidang kebun korma milik dua anak yatim bernama Sahl
dan Suhail yang diasuh oleh Abu Ayyub. Kebun itu dijual
dan di atasnya dibangun masjid atas perintah Rasulullah.
Sejak itu nama kota Yatsrib ditukar menjadi “Madinatun
Nabi”, namun dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut
“Madinah” saja.
Berbeda dengan periode Makkah di mana umat Islam
merupakan kelompok minoritas, pada periode Madinah
mereka menjadi kelompok mayoritas. Di Makkah Rasulullah
hanya berfungsi sebagai seorang Rasul, namun di Madinah
beliau selain sebagai seorang Rasul dia juga sebagai Kepala
Negara.
8. Membangun Masyarakat Islam
Guna membina warga yang baru itu, Nabi
meletakkan dasar-dasar kehidupan berwarga di
kalangan internal umat Islam. Pertama, pembangunan mesjid.
Setiap kabilah sebelum Islam datang, mereka memiliki tempat
pertemuan sendiri-sendiri. Nabi menginginkan agar seluruh
umat Islam hanya memiliki satu tempat pertemuan.
Maka beliau membangun sebuah masjid yang diberi
nama “Baitullah”. Di masjid ini, selain dijadikan tempat
shalat, juga belajar, tempat bermusyawarah merundingkan
masalah-masalah yang dihadapi, bahkan juga berfungsi
sebagai pusat pemerintahan.
Kedua, Nabi mempersaudarakan antara golongan
Muhajirin (muslim asal Makkah) dan kaum Ansar (muslim
Madinah). Dengan demikian, setiap muslim terikat dalam
suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Abu Bakar, misalnya,
dipersaudarakan Nabi dengan Kharijah bin Zaid, Ja’far bin
Abi Thalib dengan Mu’az bin Jabal. Hal ini berarti Rasulullah
menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru,
berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan
kesukuan, di zaman jahiliah.
9. Mengadakan Perjanjian Dengan Non-Muslim/
Konstitusi Madinah.
Penduduk Madinah di awal kedatangan Rasulullah
terdiri dari tiga kelompok, yaitu bangsa Arab muslim, bangsa
Arab non-muslim dan orang Yahudi. Untuk menyelaraskan
hubungan antara tiga kelompok itu, Nabi mengadakan
perjanjian dalam piagam yang disebut “Konstitusi Madinah”,
yang isinya antara lain: Pertama, Semua kelompok yang
menandatangani piagam merupakan suatu bangsa.
Kedua, Bila