Kamis, 22 Februari 2024

etimologi Arkeologi

  







Secara etimologi Arkeologi atau ilmu perbukalaan berasal 

dari bahasa Yunani, archeo yang berarti “kuno” dan logos 

berarti “ilmu”. sedang  secara terminologi Arkeologi 

bermakna studi aspek-aspek sosial dan kultural masa 

lampau melalui sisa-sisa material dengan tujuan untuk 

menyusun dan menguraikan peristiwa yang terjadi dan 

menjelaskan arti peristiwa ini . Sisa-sisa material 

ataupun benda-benda tinggalan manusia merupakan data 

penting dalam memperoleh informasi untuk mengetahui 

peristiwa masa lalu. Arkeologi yaitu  ilmu yang mempelajari 

kebudayaan manusia masa lalu melalui kajian sistematis 

atas data bendawi yang ditinggalkan sebelum dikenal tulisan 

(prasejarah), maupun sesudah dikenal tulisan (sejarah), 

serta mempelajari budaya masa kini yang dikenal dengan 

riset budaya bendawi modern (modern material culture). 

Dalam perkembangan selanjutnya, arkeologi mempelajari 

kehidupan manusia pada masa lalu maupun modern yang 

menekankan pada hubungan benda budaya dengan perilaku 

manusia pada keseluruhan ruang dan waktu. Ali Akbar 

(2010), menjelaskan bahwa arkeologi yaitu  ilmu yang 

mempelajari kebudayaan warga  masa lalu melalui 

peninggalannya. Meskipun mengkaji sesuatu yang telah 

lalu, namun sebenarnya Arkeologi sangat dinamis. Dinamika 

ini  terjadi karena riset  pada  data arkeologi 

belum terungkap semuanya. 

 

Arkeologi merupakan ilmu yang memiliki kaitan erat dengan 

sejarah. Hal ini  dapat dibuktikan bahwa baik ilmu 

arkeologi maupun ilmu sejarah sama-sama mengungkap 

kehidupan manusia pada masa lalu. Meskipun demikian antara 

ilmu arkeologi dan ilmu sejarah juga memiliki perbedaan 

sumber data yang dipakai .  sejarah lebih 

banyak memakai  sumber tertulis sedang  arkeologi 

lebih banyak memakai  sumber data dari benda-benda 

fisik berupa tinggalan-tinggalan kebudayaan masa lampau 

yang diperoleh melalui proses ekskavasi, sehingga arkeologi 

menjadi tumpuan untuk riset  sejarah. Arkeologi 

berusaha mengungkapkan kehidupan manusia masa lalu 

dengan merekonstruksi sejarah kebudayaan, merekonstruksi 

cara-cara hidup manusia, serta merekonstruksi proses 

budaya melalui bentuk, fungsi, maupun proses pembuatan, 

pemakaian, pembuangan dan daur ulang benda budaya 

serta konteksnya dengan lingkungan sekitar 

Sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan, maka arkeologi 

memiliki definisi tertentu. Adapun beberapa pengertian 

arkeologi menurut para arkeolog: 

1. Paul Bahn, menyatakan arkeologi yaitu  suatu kajian 

sistematik tentang masa lampau yang berdasarkan 

budaya kebendaan dengan tujuan untuk membongkar, 

menerangkan dan mengklasifikasikan tinggalan- 

tinggalan budaya, menguraikan bentuk dan perilaku 

warga  masa silam serta memahami bagaimana ia 

terbentuk dan merekonstraksinya seperti semula. 

2. Grahame Clark (1960) mengartikan  arkeologi 

sebagai suatu bentuk kajian yang sistematik pada  

benda purba untuk membentuk sebuah sejarah. 

3. Cottrell Leonard juga mengartikan  arkeologi 

sebagai satu cerita mengenai manusia dengan merujuk 

kepada peninggalan seperti peralatan yang dipakai , 

monumen, rangka manusia dan segala hasil karya dari 

inovasi yang diciptakannya. 

4. Glyn Danial (1967) mengartikan  arkeologi sebagai 

satu cabang sejarah yang mengkaji tinggalan-tinggalan 

masa lampau. Kajian sejarah yang memakai  segala 

data berupa tulisan, epigrafik atau benda peninggalan 

dengan tujuan akhir untuk medapatkan gambaran 

sebenarnya tentang kehidupan manusia masa silam. 

5. Daniel (1976), arkeologi yaitu  “to write history from 

surviving material sources”. 

6. Taylor (1971), mengemukakan  bahwa  “Archaeology 

is neither history or anthropology. As an autonomous 

discipline, it consists of method and a set of specialized 

techniques for gathering or “production” of cultural 

information”. 

7. Stuart Piggot, (1965), Arkeologi merupakan suatu 

disiplin yang mempelajari peristiwa yang tidak disadari 

dan dibuktikan oleh peninggalan benda-benda yang 

masih ada, apakah hasil-hasil kekunoan itu produk dari 

suatu warga  dengan memakai  catatan tertulis 

atau tanpa tulisan. 

 

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa 

bidang arkeologi merupakan suatu disiplin ilmu sosial 

memakai  metode dan teknik khusus yang mengkaji 

tentang manusiadan kebudayaan masa silam berdasarkan 

peninggalan dan cara penyelidikan yang sistematik dengan 

memakai  berbagai pendekatan disiplin-disiplin ilmu 

dengan tujuan mendapatkan gambaran kehidupan masa 

lalu serta menjelaskan proses budaya melalui materi yang 

ditinggalkan sebagai sumber informasi. 


B. Kajian Arkeologi 

Pada dasarnya ada tiga aspek utama dalam kajian arkeologi 

sebagai ilmu kepurbakalaan, yaitu Artefak, Ekofak, dan Fitur. 

Kajian arkeologi ini  mempelajari pendekatan sejarah 

melalui sumber-sumber primer seperti budaya material dan 

kondisi lingkungan dari peradaban sebelumnya. Menurut 

(Mundardjito, 1983), awalnya data arkeologi terdiri atas 

artefak, ekofak, dan fitur. Akan namun  selaras dengan 

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, cakupan data 

arkeologi semakin bertambah, yaitu bukan hanya meliputi 

artefak, fitur, dan ekofak, namun  sifat data pada akhirnya 

berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, 

sehingga serbuk sari (pollen) dan pengindraan jarak jauh 

juga merupakan data arkeologi .

 

Bentuk data arkeologi menjadi acuan utama untuk 

mengungkapkan sejarah kebudayaan masa lampau baik 

sejak masa prasejarah maupun sejak masa sejarah. Data 

arkeologi ini  dibagi kedalam lima bagian; artefak, 

ekofak, fitur, situs dan kawasan arkeologis. Kelima jenis data 

ini  menjadi kajian arkeolog untuk mengungkapkan 

kebudayaan manusia masa lalu 

1. Menguraikan (C4) sejarah lahirnya ilmu arkeologi. 

2. Menganalisis (C4) perkembangan arkeologi sebelum 

masa renaissance dan sesudah  masa renaissance. 

3. Membedakan (C4) sejarah kebudayaan (culture 

history) yang didukung oleh arkeologi tradisional dan 

proses kebudayaan modern (culture process) yang 

didukung oleh arkeologi modern. 

4. Menguraikan (C4) sejarah perkembangan arkeologi  

di negara kita  (Arkeologi prasejarah, arkeologi sejarah, 

arkeologi Islam dan arkeologi kolonial). 

5. Menghubungkan (C6) masing-masing kategorisasi 

sejarah perkembangan arkeologi di negara kita . 

6. Menganalisis (C4) ciri khas benda arkeologi pada 

masing-masing tahapan dalam sejarah perkembangan 

arkeologi di negara kita . 

 


Sejarah Lahirnya Ilmu Arkeologi 

Penerapan Arkeologi sebenarnya telah dikenal jauh sebelum 

masehi. Hal itu dapat dilihat dari catatan sejarah yang 

mengatakan bahwa pada abad 6 S.M (556-539 S.M), Raja 

Neo Babilonia bernama Nabonidus dan putrinya pertama 

kali melakukan penggalian tinggalan warga  mereka 

sendiri yang luar biasa berupa kuil kuno di masa lalu. 

Nabonidus merupakan raja terakhir dari kekaisaran Neo 

Babilonia. Penggalian ini bukan dengan tujuan meneliti atau 

mencoba merekonstruksi peninggalan masa lalu ini , 

namun penggalian yang dilakukan oleh Raja Babilonia ini 

hanya untuk menemukan dan melihat pondasi kumo berupa 

peninggalan warga  dimasa lalu. 

 

Kemudian pada abad 5 S.M Herodotus seorang sarjana 

Yunani melakukan observasi ethnografis dan mengumpulkan 

data tentang adat kebiasaan bangsa Mesir Kuno, bangsa 

Scythia, bangsa Yunani dan Persia. Herodotus dianggap 

sebagai bapak antropologi dan sejarah, memberi  istilah 

‘Barbarian’ pada suku bangsa yang diteliti. Hal serupa juga 

dilakukan oleh Megasthenes dalam abad 3-S.M dengan 

berhasil mengumpulkan data-data tentang adat istiadat 

bangsa India dilengkapi dengan deskripsi tentang keadaan 

geografis, flora dan faunanya.(Subroto, 1989). Herodotus 

membangun narasi dan menulis sembilan seri buku 

berjudul The history berdasarkan benda-benda kuno yang 

dikumpulkan. 

 

Dalam abad 5 - 12 M. timbul kecenderungan bagi kaum 

cendekiawan, khususnya di Eropa, untuk memusatkan 

perhatiannya kepada perbedaan  agama dari 

pada perbedaan  kebudayaan pada umumnya. 

Baru pada abad 13 M, orang-orang Eropa mulai menaruh 

perhatiannya untuk mengumpulkan informasi ethnografis 

dari beberapa suku bangsa di luar Eropa. Giovani Da Viandel 

Carpini dan Willem van Rubroek yaitu  orang-orang pertama 

yang telah berhasil mengumpulkan data ethnografis pada 

suku bangsa Mongolia. 

Demikian juga Marco Polo telah berhasil mengumpulkan 

informasi penting tentang Kublai Khan. Dari kumpulan data 

ini  Roger Bacon ( + 1214 - 1292) telah menyimpulkan 

bahwa adanya perbedaan adat-istiadat di antara suku-suku 

bangsa di dunia disehabkan oleh faktor astrologis yaitu 

pengaruh planet-planet di ruang angkasa (Rowe, 1965). Jadi 

jelas dapat diketahui bahwa sampai abad-13 M, arkeologi 

masih belum dapat diformulasikan sebagai suatu disiplin 

ilmu. 

 

Baru pada masa Renaissance abad 14-16 disiplin arkeologi 

mulai menunjukkan identitasnya. Renaissance tidak saja 

mempelajari adat istiadat dan institusi institusi bangsa 

Romawi, Latin dan Yunani, namun  juga mempelajari 

monumen-monumen kuno di Italia dan Yunani. Penemuan- 

penemuan yang dilakukan oleh Renaissacne, membuat 

orang-orang di Eropa barat membuka mata pada  

kenyataan adanya perbedaan kebudayaan antara suatu 

bangsa dan bangsalain.Sebelumnya, mereka lebih sensitif 

pada  perbedaan  yang terjadi karena waktu 

dari pada perbedaan karena ruang (Subroto, 1989). 

 

Tokoh pertama Renaissance Francesco Petrarca (Petrarch) 

(1304-1374) memusatkan perhatiannya pada riset  

naskah-naskah kuno dari Romawi. Temannya bernama 

Giovanni Baccaccio (1313-1375) telah membuat risalah 

tentang mithologi dan topografi klasik, sedang temannya 

yang lain, Giovanni Dondi (1318 - 1389), seorang dokter dan 

insinyur mesin, merupakan orang pertama yang mengadakan 

observasi yang sistematis pada  peninggalan arkeologi 

berupa monumen. 

Sampai pada masa sekitar tahun 1492-1840 arkeologi belum 

merupakan suatu disiplin ilmiah, dan banyak spekulasi yang 

disusun dari belakang meja (armchair speculation). Pada 

umumnya dalam masa spekulatif ini data arkeologi diperoleh 

dari kegiatan para antiquarian (peminat barang antik) yang 

menyurvei dan menggali situs tanpa rencana riset , 

serta dari looters yang melakukan penggalian-penggalian 

liar (Mundardjito, Artikel). Pada abad ke  15  Masehi  

Ciriaco De’Pizzicolli, seorang antiquarian Italia berkeliling 

Mediterania untuk merekam situs-situs arkeologPada masa 

ini benda arkeologi sering kali hanya diperjual belikan. 

 

Selanjutnya Bangsa Eropa tidak hanya mengoleksi 

peninggalan kesusasteraan bangsa Yunani namun juga 

mulai mempelajari tentang sejarah bangsa Yunani. 

Sebagian para pencari benda-benda kuno pada akhirnya 

sampai pada suatu kesadaran akan nilai-nilai ilmiah benda 

ini  bagi keberlangsungan penyusunan sejarah 

manusia. Hal ini dimulai dengan melakukan pencatatan- 

pencatatan seperlunya dan memberi  gambaran umum 

tentang benda kepurbakalaan yang ditemuinya. Adapun 

perintis pada tahap ini antara lain William Camden (1551- 

1623), John Aubrey (1626-1897), dan William Stukeley 

(1687-1765). Mereka masih dikelompokkan sebagai para 

Antiquarian (para peminat barang antik), walaupun mereka 

juga telah mencoba menafsirkan benda-benda purbakala 

dan monumen-monumen lewat perbandingan dengan 

kehidupan warga  liar dibeberapa pelosok dunia saat 

itu. 

 

Antiquarian menganggap benda-benda kuno sebagai sisa- 

sisa kehidupan manusia Eropa saat  masih dalam tahap 

liar (savagery). Pada tahap ini metodologi ilmiah belum 

berkembang kecuali terbatas pada deskripsi benda dan 

interpretasi yang terbatas, Tanudirjo DA 1989 (dalam Fagan, 

1975; Daniel, 1967).Para arkeolog saat itu mempelajari 

kehidupan manusia gua yang hidup pada masa prasejarah di 

Eropa (Zulfikar Y., 2011).Kemudian sesudah  itu para arkeolog 

mempelajari peradaban kuno di Amerika Tengah dan 

Selatan, Cina, Jepang, Afrika dan Asia Tenggara (Zulfikar, 

M. Yusuf, 2011). Arkeologi muncul karena adanya aktivitas 

antiquarian kemudian mengalami perkembangan menjadi 

sebuah pengetahuan ditandai dengan munculnya arkeologi 

tradisional, namun  baru pada abad pertengahan 19 diakui 

sebagai ilmu mandiri. 

 

Perkembangan selanjutnya muncul dua pradigma utama 

tentang arkeologi, yaitu sejarah budaya (cultural history) yang 

didukung oleh arkeologi tradisional dan proses perubahan 

budaya (cultural proces) yang dianut oleh arkeologi baru 

(New archeology) (Wiradnyana, 2018). Meskipun nantinya 

perkembangan arkeologi melahirkan pandangan baru 

namun pada dasarnya selalu berpusat pada duahal ini . 

 

Arkeologi tradisional yang awalnya dipelopori oleh para 

antiquarian kemudian berkembang kearah pemikiran 

arkeologi  yang  lebih  sistematis.  Arkeologi   dilahirkan 

dan berkembang dari antiquarianism Eropa, khususnya 

Renaissance Italia, yang diwujudkan dalam upaya pencarian 

dan  penemuan  tinggalan  monumen-monumen purbakala. 

Mulai abad ke-19 M, penyelidik alam dan ilmuwan awal 

mengumpulkan artefak yang berbentuk indah dan 

pengetahuan arkeologi kemudian memakai nya untuk 

penafsiran umat manusia masa lalu dengan kebiasan yang 

rapih. Dengan model sejarah, mereka memetakan kemajuan 

warga  manusia sepanjang zaman. Sekitar tahun 

1940-1960 hubungan dimensi bentuk, ruang, waktu mulai 

dikembangkan, dan para peneliti berupaya mencari jejak- 

jejak dari difusi budaya yang pernah terjadi  

Berbeda dengan Arkeologi Tradisional yang memakai  

pandangan normatif, maka Arkeologi Prosesual lebih 

menekankan pada pandangan sistemik. Cara mengoperasikan 

pandangan sistemik menuntut suatu strategi riset  

lapangan yang tepat dengan melalui pendekatan konjungtif, 

yang tidak hanya menganalisis setiap benda arkeologi buatan 

manusia yang ada  di situs, namun  juga menyertakan 

ekofak. Dalam tahun 1960-an muncul konsep evolusi dalam 

ilmu arkeologi yang memberi arah baru dan sangat penting 

bagi perkembangan. arkeologi. Timbul perhatian kepada 

teori sistem dalam arkeologi, konsep ekosistem, dan teknik 

statistik serta peranan komputer. Muncul satu gerakan 

ilmiah baru yang dikenal dengan nama ‘New Archeology’, 

yang perspektifnya dapat dilihat dari tiga sikap dasar yang 

melatarinya: 

• Pertama, memberi tekanan perhatian kepada 

penggambaran proses budaya. 

• Kedua, memiliki optimisme yang besar pada  

kemungkinan berhasilnya eksplanasi prosesual, dan 

tercapainya hukum dinamika budaya. 

• Ketiga, mereka menganggap bahwa arkeologi harus 

juga relevan dengan permasalahan dunia masa kini. 

pemicu  tinggalan benda arkeologi menjadi perhatian 

untuk dikaji lebih jauh dikarenakan beberapa hal sebagai 

berikut: 

 

1. Kegemaran 

Kajian tentang benda-benda arkeologi berawal dari 

kegemaran dan kebiasaan bangsawan Eropa mengumpulkan 

benda-benda kuno yang unik dan bernilai seni dari masa 

Yunani dan Romawi kuno sekitar abad 14 Masehi. Kebiasaan 

bangsawan Eropa yang memiliki kegemaran mengumpulkan 

benda-benda bernilai senidisebut dilettantisme, dimana 

umumnya barang-barang yang dikoleksi ini  berasal 

dari zaman-zaman kuno dan memiliki  nilai magis.Lama- 

kelamaan minat tadi berubah, menjadi tantangan akan 

kemampuan berpikir benda-benda kuno,apalagi jika benda- 

benda itu dianggap menarik karena indah, aneh, atau langka. 

Terlebih berasal dari suatu zaman yang disebut-sebut kitab 

sejarah, legenda, atau dongeng.saat  itu benda-benda 

dari zaman Yunani Kuno, Romawi Kuno, atau awal dari 

perkembangan suku bangsa Eropa menjadi barang buruan 

mereka. 

 

Kegemaran mengumpulkan benda-benda kuno menjadi 

semakin meningkat karena didukung minat menjelajah 

daerah-daerah baru. Usaha ini  sudah dilakukan oleh 

arkeolog yang bernama Michael Mercanti (1541-1593), 

namun  hanya sebagai ilmu mandiri , Dalam perjalanan mencari benda-benda unik, para 

bangsawan juga tertarik pada monumen-monumen purba 

yang kemudian dijadikan sebagai salah satu sumber benda- 

benda kuno.Pada masa itu dilakukan penggalian-penggalian, 

terjadi perburuan benda-benda antik sehingga banyak 

makam dibongkar, piramida dibom untuk diambil hal-hal 

yang bernilai dari benda ini  kemudian diperdagangkan 

pada pasar bebas. 

Kegemaran manusia untuk mengoleksi benda-benda 

berharga sudah terindentifikasi sejak ditemukannya benda-

benda bekal kubur pada makam-makam prasejarah 

diberbagai negara,

 

Perkembangan hingga abad ke-14 memperlihatkan kalangan 

tertentu masih mengagungkan kesusastraan Yunani. 

Selanjutnya minat yang mula-mula terpusat pada sejarah 

bangsa Eropa, berkembang lebih luas. Akibat kegiatan 

orang-orang berada dan terpelajar, terkumpullah benda- 

benda kuno dalam jumlah besar. Benda-benda ini  

kemudian disimpan dalam suatu tempat, semacam museum 

sekarang ini. Pada waktu itu Museum didukung dan dikelola 

oleh perkumpulan orang terpelajar. Secara berkala mereka 

bertemu untuk mendiskusikan benda-benda ini . 

Mereka selalumenghubungkannya dengan kisah-kisah 

darikesusastraan Yunani danRomawi Kegemaran mengoleksi barang-barang antik membuat 

perdagangan barang antik ramai dikunjungi oleh kolektor 

pada abad ke-15 Masehi. Adapun tujuan mengoleksi barang- 

barang antik yaitu  bentuk meninggikan derajat dan gengsi 

terlebih lagi barang-barang antik peninggalan kesusasteraan 

bangsa Yunani. 

 

Pada abad ke-15 di Eropa telahmengalami kemakmuran 

yang menyebabkan banyak kalangan melakukan  

perburuan pada  benda-benda antik untuk kemudian 

diperdagangkan  Kemakmuran inilah 

yang memungkinkan kalangan tertentu mengembangkan 

kegemaran mengumpulkan benda-benda kuno. Keberadaan 

barang kuno membuat perdagangan benda antik sangat 

menguntungkan.Di kalangan tertentu, memiliki barang antik 

rupanya dianggap gengsi. Maka banyak rumah dibangun 

dengan arsitektur Yunani atau Romawi. Ada juga kalangan 

intelek yang selalu berdiskusi mengenai benda-benda yang 

dianggap berbobot. saat  itu zaman klasik sangat diagung- 

agungkan oleh kaum intelektual Eropa. 

 

Kesusastraan Yunani juga banyak diminati. Apalagi 

kesusastraan Yunanibanyak terselamatkan dalam bentuk 

terjemahan bahasa Latin. Dengan demikian alam pikiran 

Yunani cukup dikenal oleh cendekiawan Eropa pada masa 

itu. Demikian pula dengan sejarah Yunani. 

 

Minat dan kecenderungan orang akan hal ini menciptakan 

iklim yang subur untuk perkembangan ilmu pengetahuan di 

Italia, khususnya di pusat perdagangan Venesia dan Genoa. 

Lingkungan seperti ini kemudian mendorong alam pikiran 

bangsa Eropa untuk bergerak maju lagi. Maka kemudian 

timbul filsafat dan matematika memberi kerangka berpikir 

untuk lebih mengenal dan mengerti alam lingkungan 

manusia. Sifat kritis dan selalu ingin tahu menjadi ciri 

pikiran orang Barat. Berbagai ilmu kemudian berkembang 

dengan pesat. Di lain pihak, para pedagang Venesia dan 

Genoa memiliki  naluri bisnis. Mereka pergi ke berbagai 

tempat, termasuk ke negara-negara non Eropa. Dari sana 

mereka membawa berbagai kisah dan benda dari negara- 

negara yang mereka kunjungi. Hal ini membawa kesadaran 

pada orang-orang Eropa bahwa di luar lingkungannya masih 

banyak ada  kebudayaan lain. 

Hingga pada abad ke-17, tumbuhlah kesadaran akan 

kebudayaan, sehingga ilmu arkeologi mulai muncul di 

beberapa negara Eropa. Alat yang berbentuk batu dengan 

ukuran khusus mulai diyakini bahwa alat-alat ini  

merupakan hasil budaya manusia.

 

2. Sumber Kitab Injil 

 

Beberapa cendekiawan berusaha menyusun kisah-kisah 

tentang masa lampau meskipun uraiannya masih terbatas. 

Keadaan yang tidak disebut dalam kesustraan Yunani dan 

Romawi, tidak digarap. Baru kemudian mereka memakai  

sumber lain, yaitu kitab Injil. Minat pencarian benda-benda 

kuno kemudian bergeser ke hal yang lebih banyak mencari 

kepurbaan manusia itu sendiri. Hal ini berkaitan erat dengan 

penafsiran munculnya manusia menurut kitab suci agama 

kristen. 

 

Para peminat mencoba mengaitkan antara gejala-gejala 

yang ditemukan di lapangan dengan cerita-cerita Alkitab 

tentang ‘Banjir besar Nuh’ atau bahkan menghitung kapan 

manusia diciptakan Tuhan (Tanudirjo DA, 1989) Pada zaman 

ini pengumpul barang kuno yang melayani kebutuhan para 

kolektor memang amat berperan. Dikarenakan mereka 

sering bepergian ke luar negeri untuk mencari barang- 

barang yang menarik. Diluar dari pengumpul  barang  

kuno, sekelompok cendekiawan di masing-masing negara, 

berupaya memperluas pengetahuan mengenai bangsanya 

sendiri. 

 

Namun karena sumber pengetahuan mereka masih 

terbatas, kesimpulannya masih sangat samar-samar dan 

mirip dongeng. Bahkan mereka melakukan ekskavasi, 

bukan dengan tujuan dalam arti ilmiah,  melainkan  

sekadar memperoleh benda-benda untuk koleksi. Di dalam 

kesusastraan Yunani sesungguhnya ada petunjuk dan catatan 

yang dapat menjadi dasar yang luas akan masa lampau. 

Namun catatan-catatan itu sangat singkat, tidak tampak 

penting, dan tersebar pada berbagai sumber. Karena itu 

sumber-sumber ini  banyak diabaikan. Dalam catatan 

sejarah orang Athena abad ke-5 disinggung adanya bangsa 

dan kebudayaan di tempat ini  sebelum zaman mereka. 

Ada juga catatan perjalanan orang Yunani yang mengisahkan 

tentang bangsa lain yang tingkat peradabannya dianggap 

lebih rendah. Orang Yunani sendiri rupa-rupanya juga tidak 

melihat dari perjalanan mereka adanya kenyataan bahwa 

kebudayaan itu tumbuh dari sederhana menjadi lebih maju. 

 

3. Ilmu Pengetahuan 

 

Dalam tahap ini manusia mulai memperhatikan lapisan- 

lapisan tanah yang digali, misalnya William ‘Strata’ Smith 

(1769-1839) berhasil menetapkan lapisan-lapisan bumi 

dengan fosil yang dikandungnya. Selanjutnya Jaques Bocher 

de Parthes memberanikan diri tentang temuan fosil dan 

batu-batu di Sungai Somme yang diduga sebagai peralatan 

manusia purba. 

 

Tahap ini selanjutnya ditandai dengan munculnya teori- 

teori baru tentang asal usul manusia yang didukung dengan 

riset  geologis maupun biologis misalnya oleh Charless 

Lyell dan Charles Darwin. Pada masa ini riset  arkeologi 

boleh dikatakan terarah dengan bantuan dari hasil riset  

bidang ilmu yang lain sesuai dengan tujuan mencari asal usul 

manusia. Sifat riset  lebih eksploratif karena melakukan 

eksplorasi walaupun upaya dengan interpretasi juga banyak 

dilakukan 

Perkembangan arkeologi selanjutnya dipengaruhi ilmu-ilmu 

dalam bidang eksakta seperti teori newton yang sangat 

mempengaruhi pandangan tentang manusia.  Disamping 

itu pola-pola rekonstruksi fungsi benda dan kehidupan 

manusia banyak diilhami oleh kehidupan manusia primitif. 

Berdasarkan konsep pemikiran ini  para ahli akhirnya 

sampai pada suatu kesimpulan bahwa kehidupan manusia 

berkembang dari tahap liar (savagery) menuju tahap 

penjinakan (temeness), dan akhirnya kebebasan (freedom) 

Akhir abad 19 dan perempatan abad 20, ilmu arkeologi 

banyak terbawa oleh ilmu sosial budaya misalnya teori difusi, 

dan funsionalisme dan teori evolusi sebagai pendukung 

yang sudah dikembangkan menjadi gagasan perkembangan 

budaya. Data yang diperoleh melalui penggalian maupun 

laporan perjalanan dipadukan dengan gagasan teoritis yang 

ada 


4. Fosil 

Arkeologi lahir bersamaan di beberapa Negara Eropa.  

Pada mulanya masing-masing ilmu arkeologi tidak saling 

berhubungan. Beberapa peristiwa besar tercatat di Eropa 

sejak berkembangnya ilmu arkeologi. Di Prancis, misalnya, 

sejak lama ditemukan kepingan-kepingan batu dengan bentuk 

khusus di dalam tanah dan permukaan tanah. Orang awam 

menyebutnya ’gigi halilintar’. Mereka menghubungkannya 

dengan makhluk halus. Pada lapisan yang sama ditemukan 

pula tulang-tulang yang telah membatu (fosil). Karena belum 

diketahui metode untuk menghitung umur lapisan tanah, 

maka umur temuan itu tidak dapat diduga. Umur lapisan 

tanah baru diketahui sesudah  muncul ilmu geologi modern. 

Pertengahan abad ke-19 muncul seorang ahli geologi Inggris 

Sir Charles Lyell yang mengajukan pendapat tentang temuan 

itu secara ilmiah. Dia membantah paham yang mengatakan 

bahwa kulit bumi terbentuk karena air bah. Sebaliknya dia 

mengajukan paham bahwa pembentukan kulit bumi terjadi 

karena pelapukan. Terjadinya lapisan-lapisan itu disebabkan 

perubahan daratan, lautan, dan aliran sungai. Pada mulanya 

ilmu arkeologi belum dapat memanfaatkan sumbangan 

ilmu geologi. Di pihak lain temuan-temuan batu dengan 

bentuk khusus mulai menarik perhatian. Orang mulai yakin 

bahwabatu itu yaitu  alat yang dibuat oleh manusia. 

 

5. Sistem Tiga Zaman 

 

Konsepsi-konsepsi yang timbul di Eropa mula-mula 

mengambil dasar yang sederhana. Tujuan utamanya 

memberi  arti yang kultur-historis kepada benda-benda 

arkeologi. Data arkeologis yang terjangkau, kemudian 

dipelajari dan diolah sedemikian rupa sehingga memperoleh 

model yang dapat dipertanggungjawabkan. Sejak itu banyak 

pakar berusaha menciptakan teori-teori arkeologi. Salah 

satu teori yang dikenal luas hingga kini yaitu  teori ”Sistem 

Tiga Zaman’ yang diajukan Christian Jurgensen Thomson 

dari Denmark pada abad ke-19. 

 

Teori ini berprinsip di masa lampau telah ada perkembangan 

waktu berdasarkan urutan waktu tertentu. Uraian ini  

dilihat dari bahan-bahan utama yang dipakai  untuk 

membuat alat-alat yang dipakai manusia masa lampau demi 

melangsungkan hidupnya. Teori ini  menyebutkan 

bahwa zaman dahulu manusia telah mengenal teknologi. 

Maka lahirlah istilah zaman batu, zaman perunggu, dan 

zaman besi. Zaman batu yaitu  zaman yang tertua. Sistem 

yang dipakai  Thomson merupakan sumbangan yang 

utama bagi ilmu arkeologi. Sistem ini menjadi alat untuk 

mengklasifikasikan benda-benda arkeologi. Sistem tiga 

zaman juga dianggap sebuah model teknologi karena 

memperhatikan perkembangan teknik pembuatan alat-alat 

kerja manusia .

 

Pada masa itu tercipta hukum Worsae yaitu benda-benda yang 

terkubur bersama dalam 1 kubur atau 1 area diasumsikan 

sebagai benda-benda yang dipakai  pada waktu yang 

sama karena itu pertanggalannya sama.

 

Kemudian pada tahun 1914 sampai dengan 1940 berkembang 

Teori Deposisi Stratigrafik (Lyell) dan teori Evolusi Biologis 

(Darwin) yang kemudian berkembang menjadi Teori Evolusi 

Budaya dan Teori Evolusi warga  (Tylor dan Morgan). 

Pada masa ini yaitu masa klasifika historical, muncul 

apresiasi pada  sains dengan rasionalismenya yaitu 

perkembangan industrialisasi di Eropa dan Amerika. Teori 

Lyell menyebutkan bahwa manusia telah ada di masa lalu 

yaitu pada zaman yang sudah tertimbun di dalam tanah dan 

membentuk lapisan tertentu di lapisan bumi, jika lapisan 

ini  dapat dihitung yaitu saat  manusia purba masih 

hidup dapat diketahui. Konsep-konsep yang muncul di 

Eropa memberi  makna yang sederhana dengan tujuan 

memberi  makna kulturhistoris kepada benda-benda 

arkeologi yang selanjutnya diolah dan dipelajari sehingga 

mendapatkan model yang bisa dipertanggungjawabkan oleh 

banyak orang .

Tahun 1940 sampai tahun 1960, kajian dimensi bentuk, 

ruang dan waktu mulai berkembang khususnya kajian 

jejak-jejak distribusi budaya. Selanjutnya sesudah  tahun 

1960 semakin banyak data dan interpretasi arkeologi yang 

mempengaruhi sikap dari pada arkeolog dalam mengkaji 

upaya menghubungkan antara tujuan untuk memahami 

proses budaya dan merekonstruksi sejarah dari kebudayaan. 

Pada masa ini muncul paradigma New Archaeology yang 

memberi pengaruh perkembangan Historical Archaeology 

6. Kolektor dari Eropa 

 

Pada abad ke-17, jauh sebelum ilmu arkeologi berkembang 

dan benda-benda arkeologi menjadi objek riset , 

pengumpulan benda-benda arkeologi banyak dilakukan 

para kolektor dari Eropa. Benda-benda yang dianggap unik, 

mereka bawa dan simpan di suatu tempat. saat itu G.E. 

Rumphius (1628-1702), seorang naturalis Jerman, tidak 

hanya tertarik pada dunia flora dan fauna di Nusantara. Dia 

pun mengumpulkan berbagai benda prasejarah. Rumphius 

sering menghadiahkan benda-benda prasejarah kepada 

para pejabat kolonial. Dia pun banyak menulis tentang 

benda-benda prasejarah yang dikoleksinya. Sayang, 

catatan Rumphius kurang lengkap sehingga menyulitkan 

pengidentifikasian asal-usul benda. 

 

Rumphius hanya salah seorang dari sekian  banyak 

peminat kebudayaan Nusantara. Pada awalnya kegiatan 

mengumpulkan benda-benda unik dan menarik itu bersifat 

individu. Barulah kemudian kegiatan ini  bersifat 

kelompok, sehingga penanganan benda menjadi lebih 

terarah. Upaya para ilmuwan dan peminat seni dimulai 

dengan mendirikan Bataviaasch Genootschap van Kunsten 

en Wetenschappen (cikal bakal Museum Nasional) pada 

1778. Lembaga inilah yang memelopori riset , 

observasi, pemeliharaan, pengamanan, pendokumentasian, 

inventarisasi, penggambaran, penggalian, dan pemugaran 

pada  bangunan dan artefak kuno. Kegiatan Bataviaasch 

Genootschap van Kunsten en Wetenschappen didukung 

oleh lembaga swasta yang didirikan pada 1885, yaitu 

Archaeologische Vereeniging pimpinan Ir. JW. Ijzerman. 

Adapun ketertarikan yang mempengaruhi sejarah 

perkembangan ilmu arkeologi di negara kita  ditandai dengan: 

 

a. Raden Saleh 

 

Banyak orang lebih mengenal Raden Saleh sebagai pelukis 

ternama. Namun sesungguhnya Raden Saleh juga bergerak 

di bidang ilmiah. saat  pada 1851 di Delft (Belanda), 

berdiri KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en 

Volkenkunde = Institut Kerajaan untuk Linguistik dan Ilmu 

Bangsa-bangsa), Raden Saleh menjadi anggota pertama 

dan anggota donor. 

 

Pada 1865 Raden Saleh mengajukan permohonan  izin  

dan dukungan dari pemerintah kolonial untuk melakukan 

perjalanan budaya keliling Pulau Jawa. Menurutnya, 

perjalanan semacam ini bisa dipakai  untuk mencari 

benda-benda arkeologi dan manuskrip yang masih dimiliki 

oleh keluarga-keluarga pribumi. Minat Raden Saleh demikian 

besar karena dia banyak bergaul dengan orang-orang 

Bataviaasch Genootschapvan Kunsten en Wetenschappen. 

Beberapa bulan kemudian Raden Saleh mulai melakukan 

pekerjaan ekskavasi untuk mencari fosil-fosil. Situs itu 

berlokasi di BanyungantiKabupaten SentoloJawa Tengah. 

Raden Saleh mendapatkan sebuah tulang belakang 

sepanjang 18 kaki, lengkap dengan tulang-tulang rusuk. 

beberapa  gigi dari binatang yang sama juga ditemukan. 

Dalam ekskavasi lanjutan, dia menemukan dua buah tulang 

belakang lagi dan dua buah tulang bulat. Selain itu dia 

menemukan bagian anterior tulang belakang dan bagian 

kepala. 

 

Pada lokasi ekskavasi kedua di Kalisono, sekitar 11 kilometer 

dari lokasi pertama, dia menemukan bagian kepala, beberapa  

tulang rusuk, tiga buah gigi, dan siput laut. Di lokasi ketiga 

yang sulit, Raden Saleh menemukan dua buah tulang sendi. 

Di lokasi keempat, Gunung Plawangan, fosil yang ditemukan 

berupa dua persendian dan satu gigi. Semua fosil temuan 

Raden Saleh dikirim ke Batavia. Di Jawa Timur, Raden Saleh 

menemukan beberapa  gigi geraham yang patah. beberapa  

benda paleontologis juga diperoleh dari sana. 

 

sesudah  pulang ke Batavia, Raden Saleh berhasil membawa 

pulang 38 manuskrip (kropyak). Artefak-artefak itu dia 

serahkan kepada Bataviaasch Genootschap van Kunsten en 

Wetenschappen. Selain beberapa  fosil dan manuskrip, Raden 

Saleh juga membawa beberapa  besar koleksi arkeologi dari 

logam dan benda-benda etnografi. ”Jumlah koleksi benda 

logam yang berasal dari periode Hindu telah bertambah 

dengan pesat. Kontribusi terbesar berasal dari Raden 

Saleh,” menurut para anggota Bataviaasch Genootschap 

van Kunsten en Wetenschappen sumbangannya dianggap 

luar biasa, maka Raden Saleh diangkat menjadi anggota 

kehormataan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en 

Wetenschappen. Dia yaitu  orang pribumi pertama yang 

mendapat kehormatan itu. Tahun-tahun selanjutnya Raden 

Saleh menghadiahkan sebuah tombak antik, dua buah 

senjata, dua buah prasasti logam. 

 

b. Lembaga Pemerintah Jawatan Purbakala 

 

Pada 1901 pemerintah Hindia Belanda membentuk 

Commissie in Nederlandsch Indie voor Oudheidkundige 

Onderzoek op Java en Madoera. Sebagai Ketua Komisi 

diangkat JLA Brandes. Brandes yaitu  seorang ahli 

arkeologi bangsa Belanda. saat  masih di Belanda, Brandes 

mempelajari bahasa Jawa Kuno dan prasasti. Karena itulah 

setibanya di Hindia Belanda, yang pertama digarap yaitu  

prasasti-prasasti koleksi Bataviaasch Genootschap van 

Kunsten en Wetenschappen. Brandes meninggal pada 1905 

saat  masih menjabat Ketua Komisi. 

 

Pada 1910 NJ Krom datang ke Hindia Belanda untuk 

menggantikan Brandes. Ia menyadari bahwa persoalan 

kepurbakalaan Hindia Belanda tidak dapat ditangani oleh 

sebuah komisi saja. Penanganannya harus dilakukan oleh 

sebuah badan pemerintah yang tetap dengan sebuah 

organisasi yang baik. Berkat perjuangannya yang gigih, 

pada 14 Juni 1913 berdirilah Oudheidkundige Dienst in 

Nederlandsch Indie (Jawatan Purbakala). 

 

Lembaga ini memiliki  tiga tugas pokok. 

• Pertama, menyusun, mendaftar, dan mengawasi 

peninggalan purbakala di wilayah Hindia Belanda. 

• Kedua, membuat rencana dantindakan penyelamatan 

bangunan purbakala dari keruntuhan. 

• Ketiga, melakukan pengukuran, penggambaran, dan 

riset  lebih lanjut termasuk bidang epigrafi. 

 

Selama kepemimpinan Krom, Jawatan Purbakala berhasil 

mendata kepurbakalaan di wilayah Jawa dan Sumatera. Ia 

berhasil pula menerbitkan berbagai hasil riset  di bidang 

epigrafi dan candi. Pada 1915 Krom kembali ke Belanda. 

Penggantinya yaitu  Dr. FDK Bosch. Ia menjabat Kepala 

Jawatan Purbakala pada 1916-1936. Bosch menyadari 

bahwa riset  kepurbakalaan negara kita  harus lebih 

diperdalam. riset  ini  diarahkan untuk mencari 

nilai bagi kebudayaan negara kita  yang akan datang. 

 

Dasar pemikiran Bosch menjadi sumber dari adanya dua 

macam usaha. Pertama, penyelidikan yang mendalam 

pada  peranan unsur-unsur negara kita  dalam 

pembangunan monumen-monumen yang begitu indah dan 

megah. Kedua, mengembalikan kemegahan dan keindahan 

bangunan-bangunan yang telah runtuh dengan jalan 

membina kembali, sesudah  rekonstruksinya di atas kertas 

dapat dipertanggungjawabkan. 

 

Bosch juga beranggapan sepatutnya pengetahuan 

kepurbakalaan negara kita  diajarkan kepada anak-anak 

sekolah, mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah 

Tingkat Atas. Pada 1926 ia menunjuk Dr. WF Stutterheim 

untuk mendirikan dan mengepalai sebuah AMS gaya baru di 

Solo denganmemasukkan Sejarah Kesenian dan Kebudayaan 

negara kita  ke dalam kurikulum sekolah ini . Pada masa 

Bosch berhasil diterbitkan Monumenten Ordonnantie (1931), 

untuk mengatur pengawasan dan perlindungan pada  

peninggalan purbakala. 

Pimpinan selanjutnya yaitu  Stutterheim (1936-1942). 

Pada masa itu tidak ada seorang ahli purbakala yang dapat 

mewakilinya dan menjadi calon penggantinya sebagai 

Kepala Jawatan Purbakala. Bahkan Jawatan Purbakala tidak 

memiliki  tenaga untuk ditugaskan di Sumatera. 

 

Stutterheim memiliki pemikiran yang serupa  dengan 

Bosch, yaitu membagi pengetahuan  kepurbakalaan 

kepada warga  negara kita . Untuk mengembangkan 

ilmu kepurbakalaan di negara kita  saat itu, Stutterheim 

menginginkan adanya tenaga ahli dalam bidang Islamologi, 

Sinologi, Keramologi, dan Sejarah Kesenian. 

 

Pada masa itu berhasil dilakukan kegiatan rekonstruksi candi 

dan perbaikan bangunan-bangunan purbakala di Jawa, 

Sulawesi, dan NTT. Karena kemampuannya dalam bidang 

ilmiah, Stutterheim berhasil membawa Jawatan Purbakala 

sebagai lembaga ilmiah. Kegiatan inventarisasi berhasil pula 

dilakukan pada  peninggalan-peninggalan purbakala di 

Jawa dan Bali. riset  sempat terhenti pada 1940 akibat 

keadaan yang semakin memanas antara pihak pemerintah 

kolonial Belanda dengan negara kita . 

 

Pemerintahan Hindia Belanda berakhir  pada  8  Maret 

1942 seiring dengan masuknya Jepang. Tenaga ahli di 

Oudheidkundige Dienst yang saat itu sebagian besar 

merupakan bangsa Belanda banyak ditawan pihak Jepang. 

Sebagian pegawai kembali ke negara asalnya. Stutterheim 

sempat ditawan, namun  kemudian  dibebaskan  dan  

diberi tugas untuk memberi  laporan  tentang 

pemeliharaan peninggalan purbakala. Pada September 1942 

Stutterheim wafat.Pada masa ini kantor Jawatan Purbakala 

di Jakarta diubah menjadi Jawatan Urusan Barang-barang 

Purbakala yang dijabat oleh R.M.Ng. Poerbatjaraka (1942- 

1945). 

Hanya kantor cabang di Yogyakarta masih dapat melakukan 

kegiatan di Prambanan. Tenaga-tenaga negara kita  berhasil 

melakukan riset  dan rekonstruksi pada  bangunan- 

bangunan candi di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Mereka juga melakukan perbaikan pada  makam Sunan 

Drajat di Tuban. Jawatan yaitu  Hal yang pantas dicatat 

dari zaman pendudukan Jepang yaitu  pembongkaran 

bagian kaki Candi Borobudur secara sembarangan oleh 

seorang pembesar Jepang. Di balik kaki candi itu ada  

relief Karmawibhangga yang sangat populer karena 

menggambarkan perbuatan tabu. 

 

Pada masa menjelang dan pasca kemerdekaan negara kita  

tenaga kerja di Jawatan Purbakala berkurang banyak 

karena sebagian pergi berperang. Jawatan Urusan Barang- 

barang Purbakala kini berada dibawah pemerintah Republik 

negara kita . Di lain pihak Pemerintah Belanda berusaha 

menghidupkan kembali Jawatan Purbakala yang sempat 

hilang pada masa pemerintahan Jepang. Pemimpin 

sementara lembaga ini  yaitu  Ir. VR van Romondt. 

Dia sadar kegiatan riset  kepurbakalaan tidak dapat 

dilakukan jika tidak didukung kegiatan inventaris dan 

dokumentasi benda atau bangunan peninggalan masa  

lalu. Makadia mendirikan kantor cabang di Makassar untuk 

menambah Jawatan Purbakala. 

 

Pada tahun 1947 Jawatan Purbakala diaktifkan kembali 

menggantikan Jawatan Urusan Barang-barang Purbakala 

dengan nama Oudheidkundige Dienst negara kita . 

Pimpinannya yaitu  Prof. Dr. AJ Bernet-Kempers dengan 

Van Romondt sebagai kepala arsitek. Pada masa ini kegiatan 

rekonstruksi dan riset  banyak dilakukan di wilayah Jawa 

Tengah dan Jawa Timur oleh Jawatan Purbakala Yogyakarta. 

sedang  Jawatan Purbakala Makassar pun melakukan 

perbaikan pada benteng dan makam-makam raja di wilayah 

Makassar. Awal 1951 dilakukan peleburan jawatan-jawatan 

purbakala yang ada di beberapa wilayah negara kita  menjadi 

Dinas Purbakala. 

 

Dinas Purbakala mulai menerapkan pembagian kerja sesuai 

dengan bidang keahlian dalam bidang kepurbakalaan. 

Kantor pusat pun memiliki  dua seksi bangunan cabang 

di Prambanan dan Gianyar. Adanya kantor pusat dan kantor 

cabang memudahkan kegiatan riset  dan inventaris 

benda atau bangunan purbakala. Maka penemuan benda 

atau bangunan purbakala bertambah dengan pesat di tiap 

wilayah. 

 

Pada 1953 Prof. AJ Bernet Kempers diangkat sebagai 

Kepala Dinas Purbakala. Ia kemudian memilih dua anak 

didiknya yang diasuhnya sejak 1948, yaitu R. Soekmono 

dan Satyawati Suleiman, untuk meneruskan perjuangannya 

di bidang kepurbakalaan. R. Soekmono dan Satyawati 

Suleiman yaitu  sarjana arkeologi pertama dan kedua 

bangsa negara kita . R. Soekmono menjadi Kepala Dinas 

Purbakala, sementara Satyawati Suleiman diperbantukan 

kepada Departemen Luar Negeri. 

 

Beberapa tahun berikutnya Dinas Purbakala telah memiliki 

beberapa  tenaga ahli bangsa negara kita  yang terbagi dalam 

beberapa spesialisasi, yaitu M. Boechari untuk bidang 

epigrafi (1958), R.P. Soejono untuk bidang prasejarah 

(1959), Uka Tjandrasasmita untuk bidang arkeologiIslam 

(1960), Soediman untuk bidang epigrafi (1962), dan Sri 

Soejatmi untuk bidang Hindu-Buddha (1963). Tenaga ahli 

bangsa Belanda mulai berkurang sejak 1954. 

 

Pada tahun 1964 nama Dinas Purbakala diganti menjadi 

Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional (LPPN). 

Pimpinannya tetap R. Soekmono. LPPN dibagi menjadi 

enam wilayah kerja. Selanjutnya pada 1974 LPPN dipecah 

menjadi dua instansi, yaitu Pusat riset  Purbakala dan 

Peninggalan Nasional (P4N) yang bertugas di bidang riset  

arkeologi dan Direktorat Sejarah dan Purbakala (DSP) yang 

bertugas di bidang pembinaan dan pengembangan sejarah 

dan arkeologi. P4N dikepalai RP Soejono, sementara DSP 

dikepalai Uka Tjandrasasmita. 

Dalam perjalanannya P4N dan DSP beberapa kali berganti 

nomenklatur. Sejak 2011 nama P4N menjadi Pusat Arkeologi 

Nasional (Pusarnas), sementara DSP menjadi Direktorat 

Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (Dit PCBM). 

Pusarnas memiliki Unit PelaksanaTeknis di beberapa  daerah 

bernama Balai Arkeologi, sementara Dit PCBM memiliki 

Unit Pelaksana Teknis di beberapa  daerah bernama Balai 

Pelestarian Cagar Budaya. Pusarnas bergerak di bidang 

riset  dan Dit PCBM bergerak di bidang pelestarian 

Seperti penjelasan sebelumnya, Arkeologi berasal dari 

mempelajari tentang kebudayaan Yunani dan Roma Klasik, 

serta mempelajari kebudayaan Mesir Kuno. Namun ilmu 

arkeologi sendiri berkembang dan mulai mempelajari 

kepurbakalaan lainnya. riset  arkeologi memakai  

bekas-bekas bangunan kuno, (runtuhan-runtuhan kuil, 

istana, bangunan irigasi, piramid, candi dan sebagainya)

prasasti-prasasti atau buku-buku kuno yang ditulis pada 

zaman kebudayaan  memuncak, sebagai bahan 

riset nya .

Sebagai sub ilmu dari antropologi, ilmu arkeologi juga 

menitikberatkan kepada kebudayaan sebagai pusat 

riset nya. Hanya saja pada riset  arkeologi, artifact 

(artefak), feature (fitur) dan ecofact (ekofak) menjadi 

kerangka utama untuk mengungkap kebudayaan masa lalu. 

Arsitektur yaitu  bagian dari kebudayaan manusia, yang 

berkaitan dengan berbagai segi kehidupan antara lain, seni, 

teknik, ruang atau tata ruang, geografi, sejarah. 

 

Dari kedua pengertian itu , ada  kaitan  antara  

ilmu arsitekturyang memiliki  objek riset  bangunan 

dengan ilmu arkeologi yang menjadikan fitur sebagai salah 

satu data riset nya. Perbedaannya, pada ilmu arkeologi 

menitikberatkan pada sisa bangunan kebudayaan masa lalu 

yang masih dipergunakan ataupun tidak dipakai  lagi, 

sedang  dalam ilmu arsitektur tidak menitikberatkan 

pada suatu masa tertentu. 

 

Di negara kita , awalnya arkeologi hanya mempelajari pra 

sejarah kemudian berkembang dan mulai mempelajari raja- 

raja dari masa negara kita  Hindu (Koentjaraningrat, 2000). 

Ilmu arkeologi di negara kita  tidak berhenti di masa itu saja. 

sesudah  periode kerajaan Hindu Buddha, pembabakan 

kebudayaan di negara kita  dilanjutkan dengan periode Islam 

dan Kolonial. 

 

Timbulnya kerajaan Islam di negara kita  dan kedatangan 

bangsa Portugis di Selat Malaka yang hampir bersamaan, 

membuat pembabakan kebudayaan keduanyasulit untuk 



 


Related Posts:

  • etimologi Arkeologi   Secara etimologi Arkeologi atau ilmu perbukalaan berasal dari bahasa Yunani, archeo yang berarti “kuno” dan logos berarti “ilmu”… Read More