Secara etimologi Arkeologi atau ilmu perbukalaan berasal
dari bahasa Yunani, archeo yang berarti “kuno” dan logos
berarti “ilmu”. sedang secara terminologi Arkeologi
bermakna studi aspek-aspek sosial dan kultural masa
lampau melalui sisa-sisa material dengan tujuan untuk
menyusun dan menguraikan peristiwa yang terjadi dan
menjelaskan arti peristiwa ini . Sisa-sisa material
ataupun benda-benda tinggalan manusia merupakan data
penting dalam memperoleh informasi untuk mengetahui
peristiwa masa lalu. Arkeologi yaitu ilmu yang mempelajari
kebudayaan manusia masa lalu melalui kajian sistematis
atas data bendawi yang ditinggalkan sebelum dikenal tulisan
(prasejarah), maupun sesudah dikenal tulisan (sejarah),
serta mempelajari budaya masa kini yang dikenal dengan
riset budaya bendawi modern (modern material culture).
Dalam perkembangan selanjutnya, arkeologi mempelajari
kehidupan manusia pada masa lalu maupun modern yang
menekankan pada hubungan benda budaya dengan perilaku
manusia pada keseluruhan ruang dan waktu. Ali Akbar
(2010), menjelaskan bahwa arkeologi yaitu ilmu yang
mempelajari kebudayaan warga masa lalu melalui
peninggalannya. Meskipun mengkaji sesuatu yang telah
lalu, namun sebenarnya Arkeologi sangat dinamis. Dinamika
ini terjadi karena riset pada data arkeologi
belum terungkap semuanya.
Arkeologi merupakan ilmu yang memiliki kaitan erat dengan
sejarah. Hal ini dapat dibuktikan bahwa baik ilmu
arkeologi maupun ilmu sejarah sama-sama mengungkap
kehidupan manusia pada masa lalu. Meskipun demikian antara
ilmu arkeologi dan ilmu sejarah juga memiliki perbedaan
sumber data yang dipakai . sejarah lebih
banyak memakai sumber tertulis sedang arkeologi
lebih banyak memakai sumber data dari benda-benda
fisik berupa tinggalan-tinggalan kebudayaan masa lampau
yang diperoleh melalui proses ekskavasi, sehingga arkeologi
menjadi tumpuan untuk riset sejarah. Arkeologi
berusaha mengungkapkan kehidupan manusia masa lalu
dengan merekonstruksi sejarah kebudayaan, merekonstruksi
cara-cara hidup manusia, serta merekonstruksi proses
budaya melalui bentuk, fungsi, maupun proses pembuatan,
pemakaian, pembuangan dan daur ulang benda budaya
serta konteksnya dengan lingkungan sekitar
Sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan, maka arkeologi
memiliki definisi tertentu. Adapun beberapa pengertian
arkeologi menurut para arkeolog:
1. Paul Bahn, menyatakan arkeologi yaitu suatu kajian
sistematik tentang masa lampau yang berdasarkan
budaya kebendaan dengan tujuan untuk membongkar,
menerangkan dan mengklasifikasikan tinggalan-
tinggalan budaya, menguraikan bentuk dan perilaku
warga masa silam serta memahami bagaimana ia
terbentuk dan merekonstraksinya seperti semula.
2. Grahame Clark (1960) mengartikan arkeologi
sebagai suatu bentuk kajian yang sistematik pada
benda purba untuk membentuk sebuah sejarah.
3. Cottrell Leonard juga mengartikan arkeologi
sebagai satu cerita mengenai manusia dengan merujuk
kepada peninggalan seperti peralatan yang dipakai ,
monumen, rangka manusia dan segala hasil karya dari
inovasi yang diciptakannya.
4. Glyn Danial (1967) mengartikan arkeologi sebagai
satu cabang sejarah yang mengkaji tinggalan-tinggalan
masa lampau. Kajian sejarah yang memakai segala
data berupa tulisan, epigrafik atau benda peninggalan
dengan tujuan akhir untuk medapatkan gambaran
sebenarnya tentang kehidupan manusia masa silam.
5. Daniel (1976), arkeologi yaitu “to write history from
surviving material sources”.
6. Taylor (1971), mengemukakan bahwa “Archaeology
is neither history or anthropology. As an autonomous
discipline, it consists of method and a set of specialized
techniques for gathering or “production” of cultural
information”.
7. Stuart Piggot, (1965), Arkeologi merupakan suatu
disiplin yang mempelajari peristiwa yang tidak disadari
dan dibuktikan oleh peninggalan benda-benda yang
masih ada, apakah hasil-hasil kekunoan itu produk dari
suatu warga dengan memakai catatan tertulis
atau tanpa tulisan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
bidang arkeologi merupakan suatu disiplin ilmu sosial
memakai metode dan teknik khusus yang mengkaji
tentang manusiadan kebudayaan masa silam berdasarkan
peninggalan dan cara penyelidikan yang sistematik dengan
memakai berbagai pendekatan disiplin-disiplin ilmu
dengan tujuan mendapatkan gambaran kehidupan masa
lalu serta menjelaskan proses budaya melalui materi yang
ditinggalkan sebagai sumber informasi.
B. Kajian Arkeologi
Pada dasarnya ada tiga aspek utama dalam kajian arkeologi
sebagai ilmu kepurbakalaan, yaitu Artefak, Ekofak, dan Fitur.
Kajian arkeologi ini mempelajari pendekatan sejarah
melalui sumber-sumber primer seperti budaya material dan
kondisi lingkungan dari peradaban sebelumnya. Menurut
(Mundardjito, 1983), awalnya data arkeologi terdiri atas
artefak, ekofak, dan fitur. Akan namun selaras dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, cakupan data
arkeologi semakin bertambah, yaitu bukan hanya meliputi
artefak, fitur, dan ekofak, namun sifat data pada akhirnya
berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan,
sehingga serbuk sari (pollen) dan pengindraan jarak jauh
juga merupakan data arkeologi .
Bentuk data arkeologi menjadi acuan utama untuk
mengungkapkan sejarah kebudayaan masa lampau baik
sejak masa prasejarah maupun sejak masa sejarah. Data
arkeologi ini dibagi kedalam lima bagian; artefak,
ekofak, fitur, situs dan kawasan arkeologis. Kelima jenis data
ini menjadi kajian arkeolog untuk mengungkapkan
kebudayaan manusia masa lalu
1. Menguraikan (C4) sejarah lahirnya ilmu arkeologi.
2. Menganalisis (C4) perkembangan arkeologi sebelum
masa renaissance dan sesudah masa renaissance.
3. Membedakan (C4) sejarah kebudayaan (culture
history) yang didukung oleh arkeologi tradisional dan
proses kebudayaan modern (culture process) yang
didukung oleh arkeologi modern.
4. Menguraikan (C4) sejarah perkembangan arkeologi
di negara kita (Arkeologi prasejarah, arkeologi sejarah,
arkeologi Islam dan arkeologi kolonial).
5. Menghubungkan (C6) masing-masing kategorisasi
sejarah perkembangan arkeologi di negara kita .
6. Menganalisis (C4) ciri khas benda arkeologi pada
masing-masing tahapan dalam sejarah perkembangan
arkeologi di negara kita .
Sejarah Lahirnya Ilmu Arkeologi
Penerapan Arkeologi sebenarnya telah dikenal jauh sebelum
masehi. Hal itu dapat dilihat dari catatan sejarah yang
mengatakan bahwa pada abad 6 S.M (556-539 S.M), Raja
Neo Babilonia bernama Nabonidus dan putrinya pertama
kali melakukan penggalian tinggalan warga mereka
sendiri yang luar biasa berupa kuil kuno di masa lalu.
Nabonidus merupakan raja terakhir dari kekaisaran Neo
Babilonia. Penggalian ini bukan dengan tujuan meneliti atau
mencoba merekonstruksi peninggalan masa lalu ini ,
namun penggalian yang dilakukan oleh Raja Babilonia ini
hanya untuk menemukan dan melihat pondasi kumo berupa
peninggalan warga dimasa lalu.
Kemudian pada abad 5 S.M Herodotus seorang sarjana
Yunani melakukan observasi ethnografis dan mengumpulkan
data tentang adat kebiasaan bangsa Mesir Kuno, bangsa
Scythia, bangsa Yunani dan Persia. Herodotus dianggap
sebagai bapak antropologi dan sejarah, memberi istilah
‘Barbarian’ pada suku bangsa yang diteliti. Hal serupa juga
dilakukan oleh Megasthenes dalam abad 3-S.M dengan
berhasil mengumpulkan data-data tentang adat istiadat
bangsa India dilengkapi dengan deskripsi tentang keadaan
geografis, flora dan faunanya.(Subroto, 1989). Herodotus
membangun narasi dan menulis sembilan seri buku
berjudul The history berdasarkan benda-benda kuno yang
dikumpulkan.
Dalam abad 5 - 12 M. timbul kecenderungan bagi kaum
cendekiawan, khususnya di Eropa, untuk memusatkan
perhatiannya kepada perbedaan agama dari
pada perbedaan kebudayaan pada umumnya.
Baru pada abad 13 M, orang-orang Eropa mulai menaruh
perhatiannya untuk mengumpulkan informasi ethnografis
dari beberapa suku bangsa di luar Eropa. Giovani Da Viandel
Carpini dan Willem van Rubroek yaitu orang-orang pertama
yang telah berhasil mengumpulkan data ethnografis pada
suku bangsa Mongolia.
Demikian juga Marco Polo telah berhasil mengumpulkan
informasi penting tentang Kublai Khan. Dari kumpulan data
ini Roger Bacon ( + 1214 - 1292) telah menyimpulkan
bahwa adanya perbedaan adat-istiadat di antara suku-suku
bangsa di dunia disehabkan oleh faktor astrologis yaitu
pengaruh planet-planet di ruang angkasa (Rowe, 1965). Jadi
jelas dapat diketahui bahwa sampai abad-13 M, arkeologi
masih belum dapat diformulasikan sebagai suatu disiplin
ilmu.
Baru pada masa Renaissance abad 14-16 disiplin arkeologi
mulai menunjukkan identitasnya. Renaissance tidak saja
mempelajari adat istiadat dan institusi institusi bangsa
Romawi, Latin dan Yunani, namun juga mempelajari
monumen-monumen kuno di Italia dan Yunani. Penemuan-
penemuan yang dilakukan oleh Renaissacne, membuat
orang-orang di Eropa barat membuka mata pada
kenyataan adanya perbedaan kebudayaan antara suatu
bangsa dan bangsalain.Sebelumnya, mereka lebih sensitif
pada perbedaan yang terjadi karena waktu
dari pada perbedaan karena ruang (Subroto, 1989).
Tokoh pertama Renaissance Francesco Petrarca (Petrarch)
(1304-1374) memusatkan perhatiannya pada riset
naskah-naskah kuno dari Romawi. Temannya bernama
Giovanni Baccaccio (1313-1375) telah membuat risalah
tentang mithologi dan topografi klasik, sedang temannya
yang lain, Giovanni Dondi (1318 - 1389), seorang dokter dan
insinyur mesin, merupakan orang pertama yang mengadakan
observasi yang sistematis pada peninggalan arkeologi
berupa monumen.
Sampai pada masa sekitar tahun 1492-1840 arkeologi belum
merupakan suatu disiplin ilmiah, dan banyak spekulasi yang
disusun dari belakang meja (armchair speculation). Pada
umumnya dalam masa spekulatif ini data arkeologi diperoleh
dari kegiatan para antiquarian (peminat barang antik) yang
menyurvei dan menggali situs tanpa rencana riset ,
serta dari looters yang melakukan penggalian-penggalian
liar (Mundardjito, Artikel). Pada abad ke 15 Masehi
Ciriaco De’Pizzicolli, seorang antiquarian Italia berkeliling
Mediterania untuk merekam situs-situs arkeologPada masa
ini benda arkeologi sering kali hanya diperjual belikan.
Selanjutnya Bangsa Eropa tidak hanya mengoleksi
peninggalan kesusasteraan bangsa Yunani namun juga
mulai mempelajari tentang sejarah bangsa Yunani.
Sebagian para pencari benda-benda kuno pada akhirnya
sampai pada suatu kesadaran akan nilai-nilai ilmiah benda
ini bagi keberlangsungan penyusunan sejarah
manusia. Hal ini dimulai dengan melakukan pencatatan-
pencatatan seperlunya dan memberi gambaran umum
tentang benda kepurbakalaan yang ditemuinya. Adapun
perintis pada tahap ini antara lain William Camden (1551-
1623), John Aubrey (1626-1897), dan William Stukeley
(1687-1765). Mereka masih dikelompokkan sebagai para
Antiquarian (para peminat barang antik), walaupun mereka
juga telah mencoba menafsirkan benda-benda purbakala
dan monumen-monumen lewat perbandingan dengan
kehidupan warga liar dibeberapa pelosok dunia saat
itu.
Antiquarian menganggap benda-benda kuno sebagai sisa-
sisa kehidupan manusia Eropa saat masih dalam tahap
liar (savagery). Pada tahap ini metodologi ilmiah belum
berkembang kecuali terbatas pada deskripsi benda dan
interpretasi yang terbatas, Tanudirjo DA 1989 (dalam Fagan,
1975; Daniel, 1967).Para arkeolog saat itu mempelajari
kehidupan manusia gua yang hidup pada masa prasejarah di
Eropa (Zulfikar Y., 2011).Kemudian sesudah itu para arkeolog
mempelajari peradaban kuno di Amerika Tengah dan
Selatan, Cina, Jepang, Afrika dan Asia Tenggara (Zulfikar,
M. Yusuf, 2011). Arkeologi muncul karena adanya aktivitas
antiquarian kemudian mengalami perkembangan menjadi
sebuah pengetahuan ditandai dengan munculnya arkeologi
tradisional, namun baru pada abad pertengahan 19 diakui
sebagai ilmu mandiri.
Perkembangan selanjutnya muncul dua pradigma utama
tentang arkeologi, yaitu sejarah budaya (cultural history) yang
didukung oleh arkeologi tradisional dan proses perubahan
budaya (cultural proces) yang dianut oleh arkeologi baru
(New archeology) (Wiradnyana, 2018). Meskipun nantinya
perkembangan arkeologi melahirkan pandangan baru
namun pada dasarnya selalu berpusat pada duahal ini .
Arkeologi tradisional yang awalnya dipelopori oleh para
antiquarian kemudian berkembang kearah pemikiran
arkeologi yang lebih sistematis. Arkeologi dilahirkan
dan berkembang dari antiquarianism Eropa, khususnya
Renaissance Italia, yang diwujudkan dalam upaya pencarian
dan penemuan tinggalan monumen-monumen purbakala.
Mulai abad ke-19 M, penyelidik alam dan ilmuwan awal
mengumpulkan artefak yang berbentuk indah dan
pengetahuan arkeologi kemudian memakai nya untuk
penafsiran umat manusia masa lalu dengan kebiasan yang
rapih. Dengan model sejarah, mereka memetakan kemajuan
warga manusia sepanjang zaman. Sekitar tahun
1940-1960 hubungan dimensi bentuk, ruang, waktu mulai
dikembangkan, dan para peneliti berupaya mencari jejak-
jejak dari difusi budaya yang pernah terjadi
Berbeda dengan Arkeologi Tradisional yang memakai
pandangan normatif, maka Arkeologi Prosesual lebih
menekankan pada pandangan sistemik. Cara mengoperasikan
pandangan sistemik menuntut suatu strategi riset
lapangan yang tepat dengan melalui pendekatan konjungtif,
yang tidak hanya menganalisis setiap benda arkeologi buatan
manusia yang ada di situs, namun juga menyertakan
ekofak. Dalam tahun 1960-an muncul konsep evolusi dalam
ilmu arkeologi yang memberi arah baru dan sangat penting
bagi perkembangan. arkeologi. Timbul perhatian kepada
teori sistem dalam arkeologi, konsep ekosistem, dan teknik
statistik serta peranan komputer. Muncul satu gerakan
ilmiah baru yang dikenal dengan nama ‘New Archeology’,
yang perspektifnya dapat dilihat dari tiga sikap dasar yang
melatarinya:
• Pertama, memberi tekanan perhatian kepada
penggambaran proses budaya.
• Kedua, memiliki optimisme yang besar pada
kemungkinan berhasilnya eksplanasi prosesual, dan
tercapainya hukum dinamika budaya.
• Ketiga, mereka menganggap bahwa arkeologi harus
juga relevan dengan permasalahan dunia masa kini.
pemicu tinggalan benda arkeologi menjadi perhatian
untuk dikaji lebih jauh dikarenakan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Kegemaran
Kajian tentang benda-benda arkeologi berawal dari
kegemaran dan kebiasaan bangsawan Eropa mengumpulkan
benda-benda kuno yang unik dan bernilai seni dari masa
Yunani dan Romawi kuno sekitar abad 14 Masehi. Kebiasaan
bangsawan Eropa yang memiliki kegemaran mengumpulkan
benda-benda bernilai senidisebut dilettantisme, dimana
umumnya barang-barang yang dikoleksi ini berasal
dari zaman-zaman kuno dan memiliki nilai magis.Lama-
kelamaan minat tadi berubah, menjadi tantangan akan
kemampuan berpikir benda-benda kuno,apalagi jika benda-
benda itu dianggap menarik karena indah, aneh, atau langka.
Terlebih berasal dari suatu zaman yang disebut-sebut kitab
sejarah, legenda, atau dongeng.saat itu benda-benda
dari zaman Yunani Kuno, Romawi Kuno, atau awal dari
perkembangan suku bangsa Eropa menjadi barang buruan
mereka.
Kegemaran mengumpulkan benda-benda kuno menjadi
semakin meningkat karena didukung minat menjelajah
daerah-daerah baru. Usaha ini sudah dilakukan oleh
arkeolog yang bernama Michael Mercanti (1541-1593),
namun hanya sebagai ilmu mandiri , Dalam perjalanan mencari benda-benda unik, para
bangsawan juga tertarik pada monumen-monumen purba
yang kemudian dijadikan sebagai salah satu sumber benda-
benda kuno.Pada masa itu dilakukan penggalian-penggalian,
terjadi perburuan benda-benda antik sehingga banyak
makam dibongkar, piramida dibom untuk diambil hal-hal
yang bernilai dari benda ini kemudian diperdagangkan
pada pasar bebas.
Kegemaran manusia untuk mengoleksi benda-benda
berharga sudah terindentifikasi sejak ditemukannya benda-
benda bekal kubur pada makam-makam prasejarah
diberbagai negara,
Perkembangan hingga abad ke-14 memperlihatkan kalangan
tertentu masih mengagungkan kesusastraan Yunani.
Selanjutnya minat yang mula-mula terpusat pada sejarah
bangsa Eropa, berkembang lebih luas. Akibat kegiatan
orang-orang berada dan terpelajar, terkumpullah benda-
benda kuno dalam jumlah besar. Benda-benda ini
kemudian disimpan dalam suatu tempat, semacam museum
sekarang ini. Pada waktu itu Museum didukung dan dikelola
oleh perkumpulan orang terpelajar. Secara berkala mereka
bertemu untuk mendiskusikan benda-benda ini .
Mereka selalumenghubungkannya dengan kisah-kisah
darikesusastraan Yunani danRomawi Kegemaran mengoleksi barang-barang antik membuat
perdagangan barang antik ramai dikunjungi oleh kolektor
pada abad ke-15 Masehi. Adapun tujuan mengoleksi barang-
barang antik yaitu bentuk meninggikan derajat dan gengsi
terlebih lagi barang-barang antik peninggalan kesusasteraan
bangsa Yunani.
Pada abad ke-15 di Eropa telahmengalami kemakmuran
yang menyebabkan banyak kalangan melakukan
perburuan pada benda-benda antik untuk kemudian
diperdagangkan Kemakmuran inilah
yang memungkinkan kalangan tertentu mengembangkan
kegemaran mengumpulkan benda-benda kuno. Keberadaan
barang kuno membuat perdagangan benda antik sangat
menguntungkan.Di kalangan tertentu, memiliki barang antik
rupanya dianggap gengsi. Maka banyak rumah dibangun
dengan arsitektur Yunani atau Romawi. Ada juga kalangan
intelek yang selalu berdiskusi mengenai benda-benda yang
dianggap berbobot. saat itu zaman klasik sangat diagung-
agungkan oleh kaum intelektual Eropa.
Kesusastraan Yunani juga banyak diminati. Apalagi
kesusastraan Yunanibanyak terselamatkan dalam bentuk
terjemahan bahasa Latin. Dengan demikian alam pikiran
Yunani cukup dikenal oleh cendekiawan Eropa pada masa
itu. Demikian pula dengan sejarah Yunani.
Minat dan kecenderungan orang akan hal ini menciptakan
iklim yang subur untuk perkembangan ilmu pengetahuan di
Italia, khususnya di pusat perdagangan Venesia dan Genoa.
Lingkungan seperti ini kemudian mendorong alam pikiran
bangsa Eropa untuk bergerak maju lagi. Maka kemudian
timbul filsafat dan matematika memberi kerangka berpikir
untuk lebih mengenal dan mengerti alam lingkungan
manusia. Sifat kritis dan selalu ingin tahu menjadi ciri
pikiran orang Barat. Berbagai ilmu kemudian berkembang
dengan pesat. Di lain pihak, para pedagang Venesia dan
Genoa memiliki naluri bisnis. Mereka pergi ke berbagai
tempat, termasuk ke negara-negara non Eropa. Dari sana
mereka membawa berbagai kisah dan benda dari negara-
negara yang mereka kunjungi. Hal ini membawa kesadaran
pada orang-orang Eropa bahwa di luar lingkungannya masih
banyak ada kebudayaan lain.
Hingga pada abad ke-17, tumbuhlah kesadaran akan
kebudayaan, sehingga ilmu arkeologi mulai muncul di
beberapa negara Eropa. Alat yang berbentuk batu dengan
ukuran khusus mulai diyakini bahwa alat-alat ini
merupakan hasil budaya manusia.
2. Sumber Kitab Injil
Beberapa cendekiawan berusaha menyusun kisah-kisah
tentang masa lampau meskipun uraiannya masih terbatas.
Keadaan yang tidak disebut dalam kesustraan Yunani dan
Romawi, tidak digarap. Baru kemudian mereka memakai
sumber lain, yaitu kitab Injil. Minat pencarian benda-benda
kuno kemudian bergeser ke hal yang lebih banyak mencari
kepurbaan manusia itu sendiri. Hal ini berkaitan erat dengan
penafsiran munculnya manusia menurut kitab suci agama
kristen.
Para peminat mencoba mengaitkan antara gejala-gejala
yang ditemukan di lapangan dengan cerita-cerita Alkitab
tentang ‘Banjir besar Nuh’ atau bahkan menghitung kapan
manusia diciptakan Tuhan (Tanudirjo DA, 1989) Pada zaman
ini pengumpul barang kuno yang melayani kebutuhan para
kolektor memang amat berperan. Dikarenakan mereka
sering bepergian ke luar negeri untuk mencari barang-
barang yang menarik. Diluar dari pengumpul barang
kuno, sekelompok cendekiawan di masing-masing negara,
berupaya memperluas pengetahuan mengenai bangsanya
sendiri.
Namun karena sumber pengetahuan mereka masih
terbatas, kesimpulannya masih sangat samar-samar dan
mirip dongeng. Bahkan mereka melakukan ekskavasi,
bukan dengan tujuan dalam arti ilmiah, melainkan
sekadar memperoleh benda-benda untuk koleksi. Di dalam
kesusastraan Yunani sesungguhnya ada petunjuk dan catatan
yang dapat menjadi dasar yang luas akan masa lampau.
Namun catatan-catatan itu sangat singkat, tidak tampak
penting, dan tersebar pada berbagai sumber. Karena itu
sumber-sumber ini banyak diabaikan. Dalam catatan
sejarah orang Athena abad ke-5 disinggung adanya bangsa
dan kebudayaan di tempat ini sebelum zaman mereka.
Ada juga catatan perjalanan orang Yunani yang mengisahkan
tentang bangsa lain yang tingkat peradabannya dianggap
lebih rendah. Orang Yunani sendiri rupa-rupanya juga tidak
melihat dari perjalanan mereka adanya kenyataan bahwa
kebudayaan itu tumbuh dari sederhana menjadi lebih maju.
3. Ilmu Pengetahuan
Dalam tahap ini manusia mulai memperhatikan lapisan-
lapisan tanah yang digali, misalnya William ‘Strata’ Smith
(1769-1839) berhasil menetapkan lapisan-lapisan bumi
dengan fosil yang dikandungnya. Selanjutnya Jaques Bocher
de Parthes memberanikan diri tentang temuan fosil dan
batu-batu di Sungai Somme yang diduga sebagai peralatan
manusia purba.
Tahap ini selanjutnya ditandai dengan munculnya teori-
teori baru tentang asal usul manusia yang didukung dengan
riset geologis maupun biologis misalnya oleh Charless
Lyell dan Charles Darwin. Pada masa ini riset arkeologi
boleh dikatakan terarah dengan bantuan dari hasil riset
bidang ilmu yang lain sesuai dengan tujuan mencari asal usul
manusia. Sifat riset lebih eksploratif karena melakukan
eksplorasi walaupun upaya dengan interpretasi juga banyak
dilakukan
Perkembangan arkeologi selanjutnya dipengaruhi ilmu-ilmu
dalam bidang eksakta seperti teori newton yang sangat
mempengaruhi pandangan tentang manusia. Disamping
itu pola-pola rekonstruksi fungsi benda dan kehidupan
manusia banyak diilhami oleh kehidupan manusia primitif.
Berdasarkan konsep pemikiran ini para ahli akhirnya
sampai pada suatu kesimpulan bahwa kehidupan manusia
berkembang dari tahap liar (savagery) menuju tahap
penjinakan (temeness), dan akhirnya kebebasan (freedom)
Akhir abad 19 dan perempatan abad 20, ilmu arkeologi
banyak terbawa oleh ilmu sosial budaya misalnya teori difusi,
dan funsionalisme dan teori evolusi sebagai pendukung
yang sudah dikembangkan menjadi gagasan perkembangan
budaya. Data yang diperoleh melalui penggalian maupun
laporan perjalanan dipadukan dengan gagasan teoritis yang
ada
4. Fosil
Arkeologi lahir bersamaan di beberapa Negara Eropa.
Pada mulanya masing-masing ilmu arkeologi tidak saling
berhubungan. Beberapa peristiwa besar tercatat di Eropa
sejak berkembangnya ilmu arkeologi. Di Prancis, misalnya,
sejak lama ditemukan kepingan-kepingan batu dengan bentuk
khusus di dalam tanah dan permukaan tanah. Orang awam
menyebutnya ’gigi halilintar’. Mereka menghubungkannya
dengan makhluk halus. Pada lapisan yang sama ditemukan
pula tulang-tulang yang telah membatu (fosil). Karena belum
diketahui metode untuk menghitung umur lapisan tanah,
maka umur temuan itu tidak dapat diduga. Umur lapisan
tanah baru diketahui sesudah muncul ilmu geologi modern.
Pertengahan abad ke-19 muncul seorang ahli geologi Inggris
Sir Charles Lyell yang mengajukan pendapat tentang temuan
itu secara ilmiah. Dia membantah paham yang mengatakan
bahwa kulit bumi terbentuk karena air bah. Sebaliknya dia
mengajukan paham bahwa pembentukan kulit bumi terjadi
karena pelapukan. Terjadinya lapisan-lapisan itu disebabkan
perubahan daratan, lautan, dan aliran sungai. Pada mulanya
ilmu arkeologi belum dapat memanfaatkan sumbangan
ilmu geologi. Di pihak lain temuan-temuan batu dengan
bentuk khusus mulai menarik perhatian. Orang mulai yakin
bahwabatu itu yaitu alat yang dibuat oleh manusia.
5. Sistem Tiga Zaman
Konsepsi-konsepsi yang timbul di Eropa mula-mula
mengambil dasar yang sederhana. Tujuan utamanya
memberi arti yang kultur-historis kepada benda-benda
arkeologi. Data arkeologis yang terjangkau, kemudian
dipelajari dan diolah sedemikian rupa sehingga memperoleh
model yang dapat dipertanggungjawabkan. Sejak itu banyak
pakar berusaha menciptakan teori-teori arkeologi. Salah
satu teori yang dikenal luas hingga kini yaitu teori ”Sistem
Tiga Zaman’ yang diajukan Christian Jurgensen Thomson
dari Denmark pada abad ke-19.
Teori ini berprinsip di masa lampau telah ada perkembangan
waktu berdasarkan urutan waktu tertentu. Uraian ini
dilihat dari bahan-bahan utama yang dipakai untuk
membuat alat-alat yang dipakai manusia masa lampau demi
melangsungkan hidupnya. Teori ini menyebutkan
bahwa zaman dahulu manusia telah mengenal teknologi.
Maka lahirlah istilah zaman batu, zaman perunggu, dan
zaman besi. Zaman batu yaitu zaman yang tertua. Sistem
yang dipakai Thomson merupakan sumbangan yang
utama bagi ilmu arkeologi. Sistem ini menjadi alat untuk
mengklasifikasikan benda-benda arkeologi. Sistem tiga
zaman juga dianggap sebuah model teknologi karena
memperhatikan perkembangan teknik pembuatan alat-alat
kerja manusia .
Pada masa itu tercipta hukum Worsae yaitu benda-benda yang
terkubur bersama dalam 1 kubur atau 1 area diasumsikan
sebagai benda-benda yang dipakai pada waktu yang
sama karena itu pertanggalannya sama.
Kemudian pada tahun 1914 sampai dengan 1940 berkembang
Teori Deposisi Stratigrafik (Lyell) dan teori Evolusi Biologis
(Darwin) yang kemudian berkembang menjadi Teori Evolusi
Budaya dan Teori Evolusi warga (Tylor dan Morgan).
Pada masa ini yaitu masa klasifika historical, muncul
apresiasi pada sains dengan rasionalismenya yaitu
perkembangan industrialisasi di Eropa dan Amerika. Teori
Lyell menyebutkan bahwa manusia telah ada di masa lalu
yaitu pada zaman yang sudah tertimbun di dalam tanah dan
membentuk lapisan tertentu di lapisan bumi, jika lapisan
ini dapat dihitung yaitu saat manusia purba masih
hidup dapat diketahui. Konsep-konsep yang muncul di
Eropa memberi makna yang sederhana dengan tujuan
memberi makna kulturhistoris kepada benda-benda
arkeologi yang selanjutnya diolah dan dipelajari sehingga
mendapatkan model yang bisa dipertanggungjawabkan oleh
banyak orang .
Tahun 1940 sampai tahun 1960, kajian dimensi bentuk,
ruang dan waktu mulai berkembang khususnya kajian
jejak-jejak distribusi budaya. Selanjutnya sesudah tahun
1960 semakin banyak data dan interpretasi arkeologi yang
mempengaruhi sikap dari pada arkeolog dalam mengkaji
upaya menghubungkan antara tujuan untuk memahami
proses budaya dan merekonstruksi sejarah dari kebudayaan.
Pada masa ini muncul paradigma New Archaeology yang
memberi pengaruh perkembangan Historical Archaeology
6. Kolektor dari Eropa
Pada abad ke-17, jauh sebelum ilmu arkeologi berkembang
dan benda-benda arkeologi menjadi objek riset ,
pengumpulan benda-benda arkeologi banyak dilakukan
para kolektor dari Eropa. Benda-benda yang dianggap unik,
mereka bawa dan simpan di suatu tempat. saat itu G.E.
Rumphius (1628-1702), seorang naturalis Jerman, tidak
hanya tertarik pada dunia flora dan fauna di Nusantara. Dia
pun mengumpulkan berbagai benda prasejarah. Rumphius
sering menghadiahkan benda-benda prasejarah kepada
para pejabat kolonial. Dia pun banyak menulis tentang
benda-benda prasejarah yang dikoleksinya. Sayang,
catatan Rumphius kurang lengkap sehingga menyulitkan
pengidentifikasian asal-usul benda.
Rumphius hanya salah seorang dari sekian banyak
peminat kebudayaan Nusantara. Pada awalnya kegiatan
mengumpulkan benda-benda unik dan menarik itu bersifat
individu. Barulah kemudian kegiatan ini bersifat
kelompok, sehingga penanganan benda menjadi lebih
terarah. Upaya para ilmuwan dan peminat seni dimulai
dengan mendirikan Bataviaasch Genootschap van Kunsten
en Wetenschappen (cikal bakal Museum Nasional) pada
1778. Lembaga inilah yang memelopori riset ,
observasi, pemeliharaan, pengamanan, pendokumentasian,
inventarisasi, penggambaran, penggalian, dan pemugaran
pada bangunan dan artefak kuno. Kegiatan Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen didukung
oleh lembaga swasta yang didirikan pada 1885, yaitu
Archaeologische Vereeniging pimpinan Ir. JW. Ijzerman.
Adapun ketertarikan yang mempengaruhi sejarah
perkembangan ilmu arkeologi di negara kita ditandai dengan:
a. Raden Saleh
Banyak orang lebih mengenal Raden Saleh sebagai pelukis
ternama. Namun sesungguhnya Raden Saleh juga bergerak
di bidang ilmiah. saat pada 1851 di Delft (Belanda),
berdiri KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en
Volkenkunde = Institut Kerajaan untuk Linguistik dan Ilmu
Bangsa-bangsa), Raden Saleh menjadi anggota pertama
dan anggota donor.
Pada 1865 Raden Saleh mengajukan permohonan izin
dan dukungan dari pemerintah kolonial untuk melakukan
perjalanan budaya keliling Pulau Jawa. Menurutnya,
perjalanan semacam ini bisa dipakai untuk mencari
benda-benda arkeologi dan manuskrip yang masih dimiliki
oleh keluarga-keluarga pribumi. Minat Raden Saleh demikian
besar karena dia banyak bergaul dengan orang-orang
Bataviaasch Genootschapvan Kunsten en Wetenschappen.
Beberapa bulan kemudian Raden Saleh mulai melakukan
pekerjaan ekskavasi untuk mencari fosil-fosil. Situs itu
berlokasi di BanyungantiKabupaten SentoloJawa Tengah.
Raden Saleh mendapatkan sebuah tulang belakang
sepanjang 18 kaki, lengkap dengan tulang-tulang rusuk.
beberapa gigi dari binatang yang sama juga ditemukan.
Dalam ekskavasi lanjutan, dia menemukan dua buah tulang
belakang lagi dan dua buah tulang bulat. Selain itu dia
menemukan bagian anterior tulang belakang dan bagian
kepala.
Pada lokasi ekskavasi kedua di Kalisono, sekitar 11 kilometer
dari lokasi pertama, dia menemukan bagian kepala, beberapa
tulang rusuk, tiga buah gigi, dan siput laut. Di lokasi ketiga
yang sulit, Raden Saleh menemukan dua buah tulang sendi.
Di lokasi keempat, Gunung Plawangan, fosil yang ditemukan
berupa dua persendian dan satu gigi. Semua fosil temuan
Raden Saleh dikirim ke Batavia. Di Jawa Timur, Raden Saleh
menemukan beberapa gigi geraham yang patah. beberapa
benda paleontologis juga diperoleh dari sana.
sesudah pulang ke Batavia, Raden Saleh berhasil membawa
pulang 38 manuskrip (kropyak). Artefak-artefak itu dia
serahkan kepada Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen. Selain beberapa fosil dan manuskrip, Raden
Saleh juga membawa beberapa besar koleksi arkeologi dari
logam dan benda-benda etnografi. ”Jumlah koleksi benda
logam yang berasal dari periode Hindu telah bertambah
dengan pesat. Kontribusi terbesar berasal dari Raden
Saleh,” menurut para anggota Bataviaasch Genootschap
van Kunsten en Wetenschappen sumbangannya dianggap
luar biasa, maka Raden Saleh diangkat menjadi anggota
kehormataan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen. Dia yaitu orang pribumi pertama yang
mendapat kehormatan itu. Tahun-tahun selanjutnya Raden
Saleh menghadiahkan sebuah tombak antik, dua buah
senjata, dua buah prasasti logam.
b. Lembaga Pemerintah Jawatan Purbakala
Pada 1901 pemerintah Hindia Belanda membentuk
Commissie in Nederlandsch Indie voor Oudheidkundige
Onderzoek op Java en Madoera. Sebagai Ketua Komisi
diangkat JLA Brandes. Brandes yaitu seorang ahli
arkeologi bangsa Belanda. saat masih di Belanda, Brandes
mempelajari bahasa Jawa Kuno dan prasasti. Karena itulah
setibanya di Hindia Belanda, yang pertama digarap yaitu
prasasti-prasasti koleksi Bataviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen. Brandes meninggal pada 1905
saat masih menjabat Ketua Komisi.
Pada 1910 NJ Krom datang ke Hindia Belanda untuk
menggantikan Brandes. Ia menyadari bahwa persoalan
kepurbakalaan Hindia Belanda tidak dapat ditangani oleh
sebuah komisi saja. Penanganannya harus dilakukan oleh
sebuah badan pemerintah yang tetap dengan sebuah
organisasi yang baik. Berkat perjuangannya yang gigih,
pada 14 Juni 1913 berdirilah Oudheidkundige Dienst in
Nederlandsch Indie (Jawatan Purbakala).
Lembaga ini memiliki tiga tugas pokok.
• Pertama, menyusun, mendaftar, dan mengawasi
peninggalan purbakala di wilayah Hindia Belanda.
• Kedua, membuat rencana dantindakan penyelamatan
bangunan purbakala dari keruntuhan.
• Ketiga, melakukan pengukuran, penggambaran, dan
riset lebih lanjut termasuk bidang epigrafi.
Selama kepemimpinan Krom, Jawatan Purbakala berhasil
mendata kepurbakalaan di wilayah Jawa dan Sumatera. Ia
berhasil pula menerbitkan berbagai hasil riset di bidang
epigrafi dan candi. Pada 1915 Krom kembali ke Belanda.
Penggantinya yaitu Dr. FDK Bosch. Ia menjabat Kepala
Jawatan Purbakala pada 1916-1936. Bosch menyadari
bahwa riset kepurbakalaan negara kita harus lebih
diperdalam. riset ini diarahkan untuk mencari
nilai bagi kebudayaan negara kita yang akan datang.
Dasar pemikiran Bosch menjadi sumber dari adanya dua
macam usaha. Pertama, penyelidikan yang mendalam
pada peranan unsur-unsur negara kita dalam
pembangunan monumen-monumen yang begitu indah dan
megah. Kedua, mengembalikan kemegahan dan keindahan
bangunan-bangunan yang telah runtuh dengan jalan
membina kembali, sesudah rekonstruksinya di atas kertas
dapat dipertanggungjawabkan.
Bosch juga beranggapan sepatutnya pengetahuan
kepurbakalaan negara kita diajarkan kepada anak-anak
sekolah, mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah
Tingkat Atas. Pada 1926 ia menunjuk Dr. WF Stutterheim
untuk mendirikan dan mengepalai sebuah AMS gaya baru di
Solo denganmemasukkan Sejarah Kesenian dan Kebudayaan
negara kita ke dalam kurikulum sekolah ini . Pada masa
Bosch berhasil diterbitkan Monumenten Ordonnantie (1931),
untuk mengatur pengawasan dan perlindungan pada
peninggalan purbakala.
Pimpinan selanjutnya yaitu Stutterheim (1936-1942).
Pada masa itu tidak ada seorang ahli purbakala yang dapat
mewakilinya dan menjadi calon penggantinya sebagai
Kepala Jawatan Purbakala. Bahkan Jawatan Purbakala tidak
memiliki tenaga untuk ditugaskan di Sumatera.
Stutterheim memiliki pemikiran yang serupa dengan
Bosch, yaitu membagi pengetahuan kepurbakalaan
kepada warga negara kita . Untuk mengembangkan
ilmu kepurbakalaan di negara kita saat itu, Stutterheim
menginginkan adanya tenaga ahli dalam bidang Islamologi,
Sinologi, Keramologi, dan Sejarah Kesenian.
Pada masa itu berhasil dilakukan kegiatan rekonstruksi candi
dan perbaikan bangunan-bangunan purbakala di Jawa,
Sulawesi, dan NTT. Karena kemampuannya dalam bidang
ilmiah, Stutterheim berhasil membawa Jawatan Purbakala
sebagai lembaga ilmiah. Kegiatan inventarisasi berhasil pula
dilakukan pada peninggalan-peninggalan purbakala di
Jawa dan Bali. riset sempat terhenti pada 1940 akibat
keadaan yang semakin memanas antara pihak pemerintah
kolonial Belanda dengan negara kita .
Pemerintahan Hindia Belanda berakhir pada 8 Maret
1942 seiring dengan masuknya Jepang. Tenaga ahli di
Oudheidkundige Dienst yang saat itu sebagian besar
merupakan bangsa Belanda banyak ditawan pihak Jepang.
Sebagian pegawai kembali ke negara asalnya. Stutterheim
sempat ditawan, namun kemudian dibebaskan dan
diberi tugas untuk memberi laporan tentang
pemeliharaan peninggalan purbakala. Pada September 1942
Stutterheim wafat.Pada masa ini kantor Jawatan Purbakala
di Jakarta diubah menjadi Jawatan Urusan Barang-barang
Purbakala yang dijabat oleh R.M.Ng. Poerbatjaraka (1942-
1945).
Hanya kantor cabang di Yogyakarta masih dapat melakukan
kegiatan di Prambanan. Tenaga-tenaga negara kita berhasil
melakukan riset dan rekonstruksi pada bangunan-
bangunan candi di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Mereka juga melakukan perbaikan pada makam Sunan
Drajat di Tuban. Jawatan yaitu Hal yang pantas dicatat
dari zaman pendudukan Jepang yaitu pembongkaran
bagian kaki Candi Borobudur secara sembarangan oleh
seorang pembesar Jepang. Di balik kaki candi itu ada
relief Karmawibhangga yang sangat populer karena
menggambarkan perbuatan tabu.
Pada masa menjelang dan pasca kemerdekaan negara kita
tenaga kerja di Jawatan Purbakala berkurang banyak
karena sebagian pergi berperang. Jawatan Urusan Barang-
barang Purbakala kini berada dibawah pemerintah Republik
negara kita . Di lain pihak Pemerintah Belanda berusaha
menghidupkan kembali Jawatan Purbakala yang sempat
hilang pada masa pemerintahan Jepang. Pemimpin
sementara lembaga ini yaitu Ir. VR van Romondt.
Dia sadar kegiatan riset kepurbakalaan tidak dapat
dilakukan jika tidak didukung kegiatan inventaris dan
dokumentasi benda atau bangunan peninggalan masa
lalu. Makadia mendirikan kantor cabang di Makassar untuk
menambah Jawatan Purbakala.
Pada tahun 1947 Jawatan Purbakala diaktifkan kembali
menggantikan Jawatan Urusan Barang-barang Purbakala
dengan nama Oudheidkundige Dienst negara kita .
Pimpinannya yaitu Prof. Dr. AJ Bernet-Kempers dengan
Van Romondt sebagai kepala arsitek. Pada masa ini kegiatan
rekonstruksi dan riset banyak dilakukan di wilayah Jawa
Tengah dan Jawa Timur oleh Jawatan Purbakala Yogyakarta.
sedang Jawatan Purbakala Makassar pun melakukan
perbaikan pada benteng dan makam-makam raja di wilayah
Makassar. Awal 1951 dilakukan peleburan jawatan-jawatan
purbakala yang ada di beberapa wilayah negara kita menjadi
Dinas Purbakala.
Dinas Purbakala mulai menerapkan pembagian kerja sesuai
dengan bidang keahlian dalam bidang kepurbakalaan.
Kantor pusat pun memiliki dua seksi bangunan cabang
di Prambanan dan Gianyar. Adanya kantor pusat dan kantor
cabang memudahkan kegiatan riset dan inventaris
benda atau bangunan purbakala. Maka penemuan benda
atau bangunan purbakala bertambah dengan pesat di tiap
wilayah.
Pada 1953 Prof. AJ Bernet Kempers diangkat sebagai
Kepala Dinas Purbakala. Ia kemudian memilih dua anak
didiknya yang diasuhnya sejak 1948, yaitu R. Soekmono
dan Satyawati Suleiman, untuk meneruskan perjuangannya
di bidang kepurbakalaan. R. Soekmono dan Satyawati
Suleiman yaitu sarjana arkeologi pertama dan kedua
bangsa negara kita . R. Soekmono menjadi Kepala Dinas
Purbakala, sementara Satyawati Suleiman diperbantukan
kepada Departemen Luar Negeri.
Beberapa tahun berikutnya Dinas Purbakala telah memiliki
beberapa tenaga ahli bangsa negara kita yang terbagi dalam
beberapa spesialisasi, yaitu M. Boechari untuk bidang
epigrafi (1958), R.P. Soejono untuk bidang prasejarah
(1959), Uka Tjandrasasmita untuk bidang arkeologiIslam
(1960), Soediman untuk bidang epigrafi (1962), dan Sri
Soejatmi untuk bidang Hindu-Buddha (1963). Tenaga ahli
bangsa Belanda mulai berkurang sejak 1954.
Pada tahun 1964 nama Dinas Purbakala diganti menjadi
Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional (LPPN).
Pimpinannya tetap R. Soekmono. LPPN dibagi menjadi
enam wilayah kerja. Selanjutnya pada 1974 LPPN dipecah
menjadi dua instansi, yaitu Pusat riset Purbakala dan
Peninggalan Nasional (P4N) yang bertugas di bidang riset
arkeologi dan Direktorat Sejarah dan Purbakala (DSP) yang
bertugas di bidang pembinaan dan pengembangan sejarah
dan arkeologi. P4N dikepalai RP Soejono, sementara DSP
dikepalai Uka Tjandrasasmita.
Dalam perjalanannya P4N dan DSP beberapa kali berganti
nomenklatur. Sejak 2011 nama P4N menjadi Pusat Arkeologi
Nasional (Pusarnas), sementara DSP menjadi Direktorat
Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (Dit PCBM).
Pusarnas memiliki Unit PelaksanaTeknis di beberapa daerah
bernama Balai Arkeologi, sementara Dit PCBM memiliki
Unit Pelaksana Teknis di beberapa daerah bernama Balai
Pelestarian Cagar Budaya. Pusarnas bergerak di bidang
riset dan Dit PCBM bergerak di bidang pelestarian
Seperti penjelasan sebelumnya, Arkeologi berasal dari
mempelajari tentang kebudayaan Yunani dan Roma Klasik,
serta mempelajari kebudayaan Mesir Kuno. Namun ilmu
arkeologi sendiri berkembang dan mulai mempelajari
kepurbakalaan lainnya. riset arkeologi memakai
bekas-bekas bangunan kuno, (runtuhan-runtuhan kuil,
istana, bangunan irigasi, piramid, candi dan sebagainya)
prasasti-prasasti atau buku-buku kuno yang ditulis pada
zaman kebudayaan memuncak, sebagai bahan
riset nya .
Sebagai sub ilmu dari antropologi, ilmu arkeologi juga
menitikberatkan kepada kebudayaan sebagai pusat
riset nya. Hanya saja pada riset arkeologi, artifact
(artefak), feature (fitur) dan ecofact (ekofak) menjadi
kerangka utama untuk mengungkap kebudayaan masa lalu.
Arsitektur yaitu bagian dari kebudayaan manusia, yang
berkaitan dengan berbagai segi kehidupan antara lain, seni,
teknik, ruang atau tata ruang, geografi, sejarah.
Dari kedua pengertian itu , ada kaitan antara
ilmu arsitekturyang memiliki objek riset bangunan
dengan ilmu arkeologi yang menjadikan fitur sebagai salah
satu data riset nya. Perbedaannya, pada ilmu arkeologi
menitikberatkan pada sisa bangunan kebudayaan masa lalu
yang masih dipergunakan ataupun tidak dipakai lagi,
sedang dalam ilmu arsitektur tidak menitikberatkan
pada suatu masa tertentu.
Di negara kita , awalnya arkeologi hanya mempelajari pra
sejarah kemudian berkembang dan mulai mempelajari raja-
raja dari masa negara kita Hindu (Koentjaraningrat, 2000).
Ilmu arkeologi di negara kita tidak berhenti di masa itu saja.
sesudah periode kerajaan Hindu Buddha, pembabakan
kebudayaan di negara kita dilanjutkan dengan periode Islam
dan Kolonial.
Timbulnya kerajaan Islam di negara kita dan kedatangan
bangsa Portugis di Selat Malaka yang hampir bersamaan,
membuat pembabakan kebudayaan keduanyasulit untuk