an hendaknya perbuatan kita dalam keseharian, betapapun
sibuknya sampai terengah-engah dalam melaksanakan dharma. Usahakanlah
sebagai sambilan mencari harta dalam kesibukan hidup ini. Tak ubahnya
bagaikan sepasang lembu atau sapi yang menyandang bajak pada belakangnya,
mengelilingi sawah sambil mencabut rumput yang dekat padanya sehingga
menjadi senang.
4
Uji Kompetensi:
1. Buatlah ringkasan tentang materi yang berhubungan dengan sloka-
sloka kitab suci weda sebagai sumber hukum Hindu yang ada di
lingkungan sekitar-mu! presentasikan di depan kelas, kumpulkan
hasilnya dan atau laksanakan petunjuk sesuai ketentuan yang
diberikan oleh bapak/ibu guru yang mengajar di kelasmu!
2. Setelah membaca dan melantunkan beberapa teks sloka kitab suci
yang berhubungan dengan sumber hukum Hindu yang ada dan
tersedia, bagaimana pandanganmu tentang sumber hukum Hindu?
tuliskan, paparkan dan jelaskanlah!
3. Sloka kitab suci sebagai sumber hukum Hindu yang manakah
yang sedang diterapkan atau berlaku di sekitar lingkungan
masyarakatmu? Amati dan buatlah catatan seperlunya yang
berhubungan dengan hal itu! Hasil pengamatan dan pecatatan yang
anda lakukan, diskusikanlah dengan orang tuamu, selanjutnya
buatlah laporannya sesuai dengan petunjuk membuat laporan,
batas waktu pengumpulan laporan dan manfaat pembuatan laporan
sebagaimana ditentukan oleh bapak/ibu guru yang mengajar di
kelas-mu!
4. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari usaha
dan upaya-mu memahami dan mempedomani tentang sloka-
sloka kitab suci Hindu, sebagai sumber hukum Hindu dalam
mewujudkan kesejahtraan dan kebahagiaan hidup bermasyarakat?
Tuliskanlah pengalaman anda!
5. Bila seseorang selalu mempedomani dan melaksanakan makna
yang terdapat dalam sloka kitab suci yang berhubungan dengan
hukum Hindu, dalam pengabdian hidupnya atau mengabaikannya,
apakah yang akan terjadi? Buatlah narasinya 1–3 halaman diketik
dengan huruf Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas
kwarto; 4-3-3-4!
D. Hubungan Hukum Hindu dengan Budaya, Adat-
Istiadat, dan Kearifan Daerah Setempat.
Perenungan.
”Ye tu dharmasùyante
bhuddhimohànwita janàh,
apathà gacchatàm tesàm-
anuyàtàpi pidyate”.
Mwang ikang wwang nindà ring dharmaprawrtti, dening punggungya, jenek ta
ya ring adharmaprawrtti, ikang manùtnùt iriya tuwi, niyata pamangguhanya
lara.
Terjemahan:
Lagi pula orang yang merendahkan perbuatan dharma, karena angkuhnya,
serta tetap melakukan perbuatan yang bertentangan dengan dharma dan juga
yang mengikutinya, niscaya akan mendapatkan penderitaan, (Sarasamuçcaya,
47).
Hukum Hindu adalah hukum agama dalam arti yang sebenar-benarnya.
Sebagai hukum agama, hukum Hindu dapat disejajarkan atau disamakan
dengan hukum yang lainnya yang berlaku di wilayah tertentu dimana umat
sedharma berada, dalam arti yang sebenar-benarnya. Sebagai hukum agama,
hukum Hindu disamakan pengertiannya dengan dharma yang bersumber pada
Rta. Agama merupakan norma atau kaidah-kaidah moral yang bersumber
langsung dari wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Dari sini tampak ada usaha untuk
mengkaitkan nilai-nilai agama dengan praktek kehidupan, misalnya nilai
agama itu telah ditranformasikan kedalan norma-norma sosial yang mengatur
kehidupan manusia di dalam masyarakat.
Hubungan yang demikian tidak terlalu sulit mencari, karena agama Hindu
memperlihatkan gejala yang multi-komplek sebagai pandangan hidup yang
menyeluruh dan terpadu. John L. Esposito ketika memberi kata pendahuluan
Agama Hindu disebut-sebut sebagai agama yang tertua di dunia,
bagaimana hubungan hukum Hindu dengan budaya, adat-istiadat, dan
kearifan daerah setempat di Indonesia? Diskusikanlah!
42 Kelas XII SMA/SMK
pada buku” Agama dan Perubahan Sosiopolitik”, hanya melihat hubungaan
agama pada dua dimensi, yakni dikatakan : agama mempunyai suatu hubungan
yang integral dan organik dengan politik dan masyarakat.
Mengacu pada tujuan hidup manusia menurut pandangan agama Hindu,
yaitu Moksartham Jagadhita ya ca iti dharma, maka sebenarnya tradisi Hindu
menawarkan suatu sistem normatif dimana agama adalah integral dengan
semua aspek kehidupan umat manusia, baik politik, sosial, ekonomi, hukum,
pendidikan, keluarga dan lain sebagainya. Keseluruhan aspek kehidupan
tersebut tercangkup dalam pengertian ”kekinian” dan ”keakanan” yang
bersifat kesurgaan. (Soedjatmoko, 1979:25).
Pada gejala umum yang terjadi di Bali yakni keterkaitan agama dengan adat,
adalah bukti adanya pertautan agama dengan salah satu aspek kehidupan
manusia. Tjokorde Raka Dherana mengatakan, agama dan adat terjalin
erat satu dengan yang lainnya, saling pengaruh-mempengaruhi. Karenanya
pelaksanaan agama disesuaikan dengan keadaan tempat yang telah dan
sedang berlaku. Penyesuaian yang dimaksud dimana bersifat membenarkan
dan memperkuat adat setempat sehingga menjadikan kemudian suatu ”adat
Agama” yaitu suatu penyelenggaraan agama yang disesuaikan dengan adat
setempat (Dherana, 1984:18).
Pembuktian adanya pengaruh hukum Hindu menjiwai hukum adat telah
terbukti sejak berdirinya kerajaan Hindu di Indonesia. Penguatan ini diberikan
oleh Gde Pudja ketika membahas dimulainya pertumbuhan hukum Hindu.
Pudja mengatakan, bagian-bagian dari ajaran-ajaran Hindu dan pasal-pasal
dalam Dharmasastra telah disesuaikan dan dipergunakan sebagai hukum pada
masa kerajaan Hindu di Indonesia. Bahkan bukan pada masa kerajaan Hindu
saja, karena secara tidak disadari bahwa hukum itu masih tetap berlaku dan
berpengaruh pula dalam hukum positif di Indonesia melalui bentuk-bentuk
hukum adat. Bentuk acara Hukum dan kehidupan hukum Hindu yang paling
nyata terasa sangat berpengaruh adalah bentuk hukum adat di Bali dan lombok,
sebagai hukum yang berlaku hanya bagi golongan Hindu semata-mata (Pudja,
1977:34).
Dalam berbagai penelitian dan penulisan Hukum Adat, baik dalam bidang
hukum pidana, dalam bidang hukum perdata terutama hukum waris, hukum
kekeluargaan dan perkawinan yang dikatakan hukum adat, semuanya ternyata
hukum Hindu. Baik pengertian, istilah-istilah yang dipakai maupun dasar
filosofinya delapan belas titel hukum atau astadasa wyawahara, pembagian 12
jenis anak, berbagai jenis pidana adat seperti brahmantia, wakparusia, sahasa
dan sebagainya. Semuanya merupakan hukum agama, ini berarti hukum Adat
sebagian besar adalah hukum agama, yakni hukum adat itu sebagian besar
adalah hukum agama Hindu (Pudja, 1997:34-35).
Dalam prakteknya di tengah masyarakat memang tampak gejala yang bertautan
antara hukum Hindu dengan Hukum Adat. Kitab-kitab Hukum Hindu dalam
bentuk kompilasi seperti; Adigama, Agama, Kutaragama, Purwadigama dan
Kutara Manawa, memang amat sering dijadikan sumber penyusunan Hukum
Adat. Hanya transfer ke dalam Hukum Adat tidak dilakukan sepenuhnya,
karena tidak semua materi dalam hukum Hindu tersebut sesuai dengan situasi,
kondisi dan kebutuhan masyarakat. Di sini para tetua adat sangat berperan
sebagai tokoh yang bertugas khusus menyaring nilai-nilai hukum Hindu untuk
diselaraskan kebutuhannya sesuai dengan sistem sosial yang berkembang di
lingkungan sekitarnya.
Hukum adat menduduki orbit yang sentral dan telah berperan dominan dalam
suatu lingkungan budaya tertentu, yakni lingkungan masyarakat adat yang
mendukungnya. Konsekuensi dari peran yang dominan itu menjadikan hukum
Adat semakin mengakar dan melembaga dalam interaksi sosial masyarakatnya,
dalam arti bahwa kepatuhan masyarakat terhadap Hukum Adat tersebut tidak
dapat dibantahkan.
Konsekuensi lainnya adalah membawa akibat yang sangat fatal, dimana mulai
muncul tokoh-tokoh hukum adat yang tidak lagi menerima anggapan bahwa
hukum adat bersumber kepada hukum Hindu, berkesempatan mengemukakan
hasil penelitiannya. Gde Pudja lebih jauh mengemukakan, ”Hukum Hindu-
lah yang merupakan sumber dasar dari Adat di Indonesia terutama di daerah-
daerah dimana pengaruh Hindu itu sangat besar. Untuk daerah Bali dan
Lombok, pembuktian itu tidaklah begitu sulit, karena seluruh pola pemikiran
dan tata kehidupan masyarakat yang beragama Hindu, tetap mendasarkan
pada ajaran-ajaran agama Hindu yang mereka yakini (Pudja, 19977:192).
Menurut Soerjono Soerkarto, mengemukakan bahwa hukum Adat bersumber
dari perkembangan perilaku yang berproses melalui cara, kebiasaan, tata
kelakuan, dan adat istiadat, baru kemudian menjadi hukum adat, akan
semakin mempertegas mengenai pembuktian adanya hukum Hindu menjiwai
hukum adat. Namun kerangka teori ini akan melahirkan adat murni, karena ia
bersumberkan kepada perilaku menjadi manusia, baik personal maupun umum.
Dalam proses menjadikan kebiasaan, tata dan adat-istiadat, kitab Dharmasastra
atau hukum Hindu sedikit banyak memberi pengaruh, berhubung kebiasaan,
tata kelakuan dan adat istiadat itu dibatasi oleh suatu norma-norma sosial dan
norma-norma agama yang besumber langsung dari Wahyu Tuhan. Hukum
Hindu dalam pembahasan dimuka dinyatakan berdasarkan pada Åta.
44 Kelas XII SMA/SMK
Meskipun dibentangkan secara tersirat dari beberapa uraian di depan,
terkecuali menegakkan keberadaan hukum Hindu yang menjiwai hukum
adat, sebenarnya dengan sendirinya juga mencangkup pengertian hukum
Hindu menjiwai kebiasaan. Kebiasaan ini dibatasi dalam konteks-nya yang
berakibat pada hukum adat. I Ketut Artadi menggambarkan kebiasaan itu
demikian: ”Dalam aspek lain hubungan antara warga ini menonjol juga dalam
hal pentaatan terhadap kebiasaan pergaulan hidup yang dihormati yang dapat
berupa tata susila, sopan santun, hidup dalam pergaulan di suatu desa, yang
sedemikian dianggap patut seperti cara bertegur sapa, tolong-menolong orang
yang kena musibah, saling tolong dalam menanam padi, saling membantu
dalam soal membuat rumah dan lain-lain. ”(Artadi, 1987:2). Komponen ini
terdiri dari pernyataan tersebut berturut-turut adanya pentaatan dari warga,
kebiasaan pergaulan hidup yang dihormati, dan output berupa kebiasaan
tolong-menolong.
Ide-ide untuk mematuhi norma sosial dan norma agama, sehingga melahirkan
perilaku sosial yang tolong menolong, seperti terdapat dalam komponen
tersebut di atas merupakan ide-ide yang melahirkan hukum adat. Dengan
demikian terdapat hubungan berantai dan estafet: dari hukum Hindu menjiwai
hukum adat, dan penjiwaan itu mengalir juga menjiwai kebiasaan. Pembuktian
adanya pengaruh hukum Hindu terhadap adat telah terbukti sejak berdirinya
kerajaan Hindu di indonesia. Penguatan ini diberikan oleh Gde Pudja ketika
membahas dimulainya pertumbuhan hukum Hindu. Gde Pudja mengatakan,
bagian-bagian dari sejarah dan pasal-pasal dalam Dharmasastra dialihkan dan
digunakan sebagai hukum pada masa kerjaan Hindu di Indonesia. Bukan pada
masa Hindu saja, karena secara tidak disadari bahwa hukum Hindu itu masih
tetap berlaku dan berpengaruh pula dalam hukum positif di Indonesia melalui
bentuk-bentuk hukum adat. Bentuk secara kasat mata dengan kehidupan
hukum Hindu yang paling nyata masih terasa sangat berpengaruh adalah
bentuk hukum adat di Bali dan Lombok, sebagai hukum yang berlaku hanya
bagi golongan Hindu semata-mata (Pudja, 1977:34).
Team research Universitas Udayana Denpasar dalam penelitiannya tentang
pengaruh agama Hindu terhadap hukum pidana adat di Bali, menunjukkan
adanya pengaruh hukum Hindu dalam jenis pelanggaran susila ini: Lokika,
Sanggraha, Amandel Sanggama, Gamia Gamana, salah krama, drati-krama,
dan wakparusya. (Team research Universitas Udayana Denpasar, 1975 : 47).
Semua jenis hukum adat tersebut pernah diterapkan dalam peradilan Kerta di
Bali semasa zaman penjajahan Hindu Belanda di Indonesia. Dari keputusan-
keputusan raad van kerta kita mendapatkan kesimpulan bahwa bentuk hukum
perdata, terutama hukum waris dan perkawinan menempati skala pelanggaran
terbesar dibandingkan bentuk hukum lainnya.
Apabila skala pengaruh hukum Hindu terhadap hukum adat ditinjau secara
makro, maka kita harus bertolak pada tiga hal pokok yang dipakai tumpuan
memahami eksistensi hukum adat Bali secara lebih mendasar. Ketiga hal
pokok itu adalah Tri Hita Karana, yakni adanya upaya umum masyarakat
itu sendiri. Upaya menegakkan keseimbangan hubungan masyarakat secara
keseluruhan dengan alam Ketuhanan.
Berbagai pengaruh hukum Hindu terhadap hukum adat sebagaimana contoh
yang dikedepankan di atas, menunjukkan skala pengaruh hukum Hindu
terhadap hukum adat pada dimensi ”Pawongan” dan ”palemahan”. Adanya
pengaruh hukum Hindu terhadap hukum adat, tidak dimaksudkan untuk
mengatakan bahwa hukum adat itu tidak ada. Gde Pudja mengatakan, hukum
adat haruslah tetap ada, sebagai kaidah yang asli pada masyarakat primer.
Namun sejauh ini pembuktian untuk membedakan hukum adat dengan hukum
Hindu, belum banyak dilakukan. Kalau ada, penulisan ini belum sampai
melihat kemungkinan bahwa hukum itu bersumber pada Hukum Hindu.
(Pudja, 1977:34).
Demikianlah hubungan hukum Hindu dengan budaya, adat-istiadat, dan
kearifan daerah setempat telah menyatu saling memelihara diantaranya.
Keberadaan adat-istiadat di Indonesia patut dipelihara guna mewujudkan
cita-cita bangsa ini yakni menjadi bangsa yang sejahtera dan makmur serta
bahagia.
Uji Kompetensi:
1. Buatlah ringkasan materi tentang hubungan hukum Hindu dengan
budaya, adat-istiadat, dan kearifan daerah setempat yang ada di
lingkungan sekitar-mu! presentasikan di depan kelas, kumpulkan
hasilnya dan atau laksanakan sesuai petunjuk atau ketentuan yang
diberikan oleh bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!
46 Kelas XII SMA/SMK
2. Setelah membaca dan memahami teks hubungan hukum Hindu
dengan budaya, adat-istiadat, dan kearipan daerah setempat
yang ada dan tersedia seperti terurai tersebut di atas, bagaimana
pandangan-mu tentang sumber hukum Hindu? tuliskan, paparkan
dan jelaskanlah!
3. Bagaimana hubungan hukum Hindu dengan budaya, adat-istiadat,
dan kearifan daerah setempat yang ada di sekitar lingkungan
masyarakat-mu? Amati dan buatlah catatan seperlunya yang
berhubungan dengan hal itu! Hasil pengamatan dan pecatatan yang
anda lakukan, diskusikanlah dengan orang tua-mu, selanjutnya
buatlah laporannya sesuai dengan petunjuk membuat laporan,
batas waktu pengumpulan laporan dan manfaat pembuatan laporan
sebagaimana ditentukan oleh bapak/ibu guru yang mengajar di
kelas-mu!
4. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari
usaha dan upaya memahami dan mempedomani hukum Hindu
dan budaya, adat-istiadat, serta kearifan daerah setempat guna
mewujudkan ketertiban hidup bermasyarakat? Tuliskanlah
pengetahuan anda!
5. Amatilah lingkungan sekitar-mu, bagaimana praktik hubungan
hukum Hindu dengan budaya, adat-istiadat, serta kearifan daerah
setempat dalam mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan
hidup bermasyarakat? Buatlah narasinya 1 – 3 halaman diketik
dengan huruf Times New Roman – 12, spasi 1,5 cm, ukuran
kertas kwarto; 4-3-3-4! Selanjutnya ikuti petunjuk sebagaimana
ditentukan oleh bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!
6. Amatilah gambar berikut ini dengan baik dan benar! Akibat hukum
yang bagaimanakah akan diterima oleh pelakunya? Diskusikanlah
dengan kelompokmu, buatlah catatan seperlunya dalam bentuk
narasi terkait dengan hasil diskusi yang dilakukan!
Yathemàm vàcaý kalyànim àvadàni
janebhyaá, brahma-ràjanyàbhyàý
úùdràya càryàya ca,
svàya càraóàya ca.
Terjemahan:
”Hendaknya engkau menyebarkan ajaran Weda yang suci ini
kepada para brahmana, ksatriya, para vaisya, para sudra, orang-orang kami
dan orang-orang asing dengan cara yang sama (Yajurveda, XXVI.2).
Peradaban Hindu dinyatakan
berkembang dari daerah asalnya
‘Lembah Sindhu – India’ ke seluruh
Dunia, mengapa praktik ajarannya di
daerah kita berbeda dengan daerah
asalnya? Renungkanlah!
SEJARAH PERKEMBANGAN
KEBUDAYAAN HINDU DI
DUNIA
Bab II
A. Kebudayaan Prasejarah dan Sejarah Agama Hindu
di Dunia
Zaman pra-sejarah adalah zaman dimana belum dikenalnya tulisan. Zaman
prasejarah berlangsung sejak adanya manusia, sekitar ± (dua) juta tahun
yang lalu, hingga manusia mengenal tulisan. Untuk mengetahui kehidupan
prasejarah, para ahli mempelajari fosil, tentang bagian tubuh binatang,
tumbuhan, dan atau manusia yang membatu. Kondisi lingkungan alam pada
zaman pra-sejarah sangatlah berbeda dengan lingkungan yang ada sekarang.
Hal ini disebabkan karena ketika itu banyak terjadi peristiwa alam, seperti
pengangkatan daratan, naik-turunya air laut, dan kegiatan gunung berapi.
Binatang dan tumbuh-tumbuhan yang berukuran besar sangat banyak
ragamnya. Binatang dan tumbuhan itu kini sudah banyak yang punah.
Manusia purba yang hidup pada zaman pra-sejarah dapat di kelompokkan
menjadi sebagai berikut ;
1. Meganthropus palaeojavanicus: manusia yang paling purba;
2. Homo erectus atau Pithecanthropus: manusia yang sudah berjalan tegak;
3. Homo sapiens: manusia purba yang sudah mirip manusia sekarang.
Ketiga kelompok manusia purba ini memiliki masa
perkembangan dan migrasi untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Berdasarkan temuan-
temuan fosil manusia purba di berbagai penjuru
dunia, kini para ahli paleoantropologi dapat
menyusun sejarah makhluk manusia. Sejarah yang
disusun itu menyangkut proses perkembangan
jasmani manusia maupun proses migrasi manusia
untuk menghuni seluruh permukaan bumi yang
ada ini. Proses penyusunan dan perkembangan
tentang jasmani manusia yang dilakukan oleh para
ahli paleoantropologi mengikuti teori evolusi, yang
sudah dikemukakan oleh Charles Darwin pada
tahun 1859. Menurut temuan fosil pra manusia yang
Apakah kebudayaan itu?, Bagaimana prasejarah, dan sejarah kebudayaan
agama Hindu itu terjadi? Carilah artikel yang berhubungan dengan
sejarah kebudayaan agama Hindu, selanjutnya diskusikanlah!
telah di temukan saat ini, mahkluk yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal
manusia adalah mahluk Australopithecus. Jika diamati dari bentuk fosil yang
ada, tampak ada 4 (empat) perubahan jasmani dalam makhluk pra-manusia
yang sangat menentukan proses evolusi menuju manusia sejati. Melalui proses
evolusi inilah manusia kemudian mampu mengembangkan kehidupannya
dengan lebih baik dari sebelumnya.
Menurut temuan fosil pra-manusia yang telah ditemukan hingga saat ini,
makhluk yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal manusia adalah mahkluk
Australopithecus (kera dari selatan). Makhluk ini berkembang dengan pola
migrasi. Dinyatakan ada 4 (empat) jenis mahkluk Australopithecus yang
ditemukan di Afrika, seperti; Australopithecus afarensis, Australopithecus
africanus, Australopithecus robustus, dan Australopithecus boisei (Soekmono,
1958: 10).
Menurut pandangan Hindu, manu adalah manusia yang pertama diciptakan
oleh Brahman /Ida Sang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa pada masa srsti
atau penciptaan. Ciptaan Brahman setelah alam semesta adalah tumbuh-
tumbuhan, kemudian binatang, dan baru kemudian manusia. Manu yang
disebut manusia adalah makhluk yang tersempurna dengan bayu, sabda,
dan idep yang dimilikinya. Bayu adalah tenaga yang mengantarkan manusia
memiliki kekuatan atau tenaga. Sabda adalah unsur suara yang menyebabkan
manusia dapat berbicara atau bertutur kata yang baik dan sopan. Sedangkan
idep adalah pikiran, hati, dan rasa yang menyebabkan manusia dapat berlogika.
Ketiga unsur utama inilah yang menyebabkan manusia dapat membedakan
antara yang baik dengan yang buruk, benar dan salah, boleh dan tidak boleh.
Kitab Bhagawadgita menyebutkan sebagai berikut;
”Prakrtim purusa chai ‘wa widdhy anadi ubhav api, vikarams cha gunams
chai ‘wa, viddhi prakrti sambhavan ” (Bhagawan Gita, XIII.19).
Terjemahannya:
Ketahuilah bahwa Prakrti dan Purusa kedua-duanya adalah tanpa permulaan,
dan ketahuilah juga bahwa segala bentuk dan ketiga guna lahir dari Prakrti.
”Tapo wācam ratim caiwa kāmam ca wiwerkatham dharman wyawecayat,
srstim sasarja caiwemām srastumicchannimah prajāh (Menawa Dharmasastra
I.25)
Terjemahannya:
Ketawaqalan, ucapan, kesenangan, nafsu dan kemarahan serta segala isi alam,
Tuhan ciptakan karena Ia ingin menciptakan segala mahkluk ini.
5
”Mangkana pwa Bhatara Siwa, irikang tattwa kabeh, ri wekasan lina ring sira
mwah, nihan drstopamanya kadyangganing wereh makweh mijilnya tunggal
ya sakeng way” (Bhuwana Kosa. lp. 22b).
Terjemahannya:
Demikian halnya Bhatara Siwa (Tuhan), keberadaan-Nya pada segala makhluk,
pada akhirnya akan kembali pula kepada-Nya, demikian umpamanya, bagaikan
buih banyak timbulnya, tunggallah itu asalnya dari air.
Berdasarkan uraian dan penjelasan pustaka suci tersebut di atas, sangat jelas
menyatakan bahwa menurut pandangan Hindu, manusia diciptakan oleh
Brahman/Sang Hyang Widhi wasa/Tuhan Yang Maha Esa pada masa srsti.
Selanjutnya hidup dan berkembang sesuai dengan budaya dan lingkungan
alam sekitarnya.
Pada zaman migrasi disebutkan ada dua tingkatan masa, yaitu masa berburu
dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana dan tingkat lanjut. Masa
berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana sering disebut zaman
Paleolitik. Masa ini berlangsung sejak (2 juta tahun yang lalu hingga 10.000
tahun sebelum Masehi), yaitu ketika manusia masih hidup berpindah-pindah
(nomaden). Pada zaman ini alat yang digunakan adalah kapak batu dan alat
serpih.
Oleh manusia purba, masa migrasi dilanjutkan dengan masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Zaman ini juga disebut sebagai zaman
maesolitik yang berlangsung sejak (10.000–4000 tahun sebelum masehi). Di
zaman maesolitik manusia sudah hidup di gua-gua atau di tepi pantai agak
menetap. Pada zaman ini manusia purba sudah menggunakan peralatan kapak
pendek, kapak Sumatralit, mata panah, dan alat-alat tulang.
Setelah masa maesolitik kehidupan manusia purba menuju ke masa bercocok
tanam. Zaman ini disebut juga zaman Neolitik dan berlangsung sejak (4000-
2000 tahun sebelum masehi). Di zaman Neolitik, manusia sudah dapat
menanam berbagai jenis tumbuhan dan menernakkan hewan. Mereka sudah
hidup menetap dan menggunakan alat-alat batu yang sudah diasah halus,
seperti kapak persegi dan kapak lonjong. Pada masa inilah manusia tidak
lagi menjadi pengumpul makanan (food-gatherer), tetapi juga penghasil
makanan (food-producer). Perubahan ini disebut Revolusi neolitik. Mereka
percaya pada roh nenek moyang dan mulai mendirikan bangunan megalitik.
Di Indonesia, cara bercocok tanam di bawa oleh orang-orang Nusantara yang
berbahasa Austronesia dari Taiwan dan Filipina Utara.
Zaman Perundagian disebut juga zaman Logam Awal atau kehidupan
masa perundagian yang berlangsung sejak (2000 tahun sebelum masehi
sampai dengan abad IV masehi). Sejak zaman Logam Awal manusia mulai
mengenal pembuatan alat-alat dari logam seperti nekara, kapak perunggu,
bejana gepeng, dan perhiasan. Budaya ini disebut budaya Dongson. Mereka
hidup di perkampungan tetap. Ada kelompok pengrajin benda tertentu dan
perdagangan mulai maju. Di masa ini mulai terbentuk golongan masyarakat
sebagai pemimpin, pendeta, orang awam, dan budak. Hasil kebudayaan yang
ditemukan pada masa ini adalah;
1. Kapak Genggam: berfungsi untuk menggali umbi, memotong dan menguliti
binatang.
2. Kapak Perimbas: berfungsi untuk merimbas kayu, memecahkan tulang,
dan sebagai senjata yang banyak ditemukan di Pacitan. Maka Ralph
Von Koeningswald menyebutkan kebudayaan Pacitan, dan pendukung
kebudayaan Pacitan adalah jenis Phitecantropus.
3. Alat-alat dari tulang dan tanduk binatang: berfungsi sebagai alat penusuk,
pengorek dan tombak. Benda-benda ini banyak ditemukan di ngandong, dan
sebagai pendukung kebudayaan ini adalah Homo Wajakensis, dan Homo
Soloensis. Alat-alat yang dimanfaatkan untuk hidup adalah;
a. Serpih (flakes) – terbuat dari batu bentuknya kecil, ada juga yang
terbuat dari batu induk (kalsedon): berfungsi untuk mengiris daging atau
memotong umbi-umbian dan buah-buahan. Pendukung kebudayaan ini
adalah Homo soloensis dan Homo wajakensis.
b. Kapak Sumatra (Pebble): Sejenis kapak genggam yang sudah digosok,
tetapi belum sampai halus. Terbuat dari batu kali yang dipecah atau
dibelah.
c. Kjokenmoddinger: Dari bahasa denmark yang artinya sampah dapur.
d. Abris Sous Roche: Adalah tempat tinggal yang berwujud goa-goa dan
ceruk-ceruk di dalam batu karang untuk berlindung.
e. Batu Pipisan: Terdiri dari batu penggiling dan landasannya. Berfungsi
untuk menggiling makanan, menghaluskan bahan makanan.
f. Kapak Persegi: Adalah kapak yang penampang lintangnya berbentuk
persegi panjang atau trapesium. Ditemukan di Sumatera, Jawa, Bali,
Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Sebutan kapak
persegi diberikan oleh Von Heine Geldern.
5
g. Kapak Lonjong: Adalah kapak yang penampangnya berbentuk lonjong
memanjang. Ditemukan di Irian, seram, Gorong, Tanimbar, Leti,
Minahasa, dan Serawak.
h. Kapak Bahu: Adalah kapak persegi namun pada tangkai diberi leher
sehingga menyerupai botol persegi. Kapak bahu hanya ditemukan di
Minahasa, Sulawesi Utara.
i. Menhir: tugu batu yang didirikan sebagai pemujaan roh nenek moyang
memperingati arwah nenek moyang dan lain-lain.
Pembagian zaman pada masa pra-sejarah diberi sebutan menurut benda-benda
atau peralatan yang menjadi ciri utama dari masing-masing periode waktu itu.
Adapun pembagian kebudayaan zaman pra-sejarah tersebut adalah:
1. Zaman Batu Tua (Palaelitikum);
Berdasarkan tempat penemuannya,
maka kebudayaan tertua ini lebih
dikenal dengan sebutan kebudayaan
Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
Pada tahun 1935 di daerah Pacitan
ditemukan sejumlah alat-alat dari
batu, yang kemudian dinamakan
kapak genggam, karena bentuknya
seperti kapak yang tidak bertangkai.
Dalam ilmu pra-sejarah alat-alat atau
kapak Pacitan ini disebut chopper
(alat penetak).
Soekmono; mengemukakan bahwa asal kebudayaan Pacitan adalah dari
lapisan Trinil, yaitu berasal dari lapisan pleistosen tengah, yang merupakan
lapisan ditemukannya fosil Pithecantropus Erectus. Sehingga kebudayaan
Palaelitikum itu pendukungnya adalah Pithecanthropus Erectus, yaitu
manusia pertama dan manusia tertua yang menjadi penghuni Indonesia
(Kebudayaan Pacitan).
Di sekitar daerah Ngandong dan Sidorejo dekat Ngawi, Madiun, ditemukan
alat-alat dari tulang bersama kapak genggam. Alat-alat yang ditemukan
dekat Sangiran juga termasuk jenis kebudayaan Ngandong. Alat-alat
tersebut berupa alat-alat kecil yang disebut flakes. Selain di Sangiran
flakes juga ditemukan di Sulawesi Selatan. Berdasarkan penelitian, alat-
alat tersebut berasal dari lapisan pleistosen atas, yang menunjukkan bahwa
alat-alat tersebut merupakan hasil kebudayaan Homo Soloensis dan Homo
Wajakensis (Soekmono, 1958: 30).
Dengan demikian kehidupan manusia Palaelitikum masih dalam tingkatan
food gathering, yang diperkirakan telah mengenal sistem penguburan
untuk anggota kelompoknya yang meninggal.
2. Zaman Batu Madya (Mesolitikum);
Peninggalan atau bekas kebudayaan Indonesi zaman Mesolitikum,
banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores.
Kehidupannya masih dari berburu dan menangkap ikan. Tetapi sebagian
besar mereka sudah menetap, sehingga diperkirakan sudah mengenal
bercocok tanam, walaupun masih sangat sederhana. Bekas-bekas tempat
tinggal manusia zaman Mesolitikum ditemukan di goa-goa dan di pinggir
pantai yang biasa disebut Kyokkenmoddinger (di tepi pantai) dan Abris Sous
Roche (di goa-goa). Secara garis besar kebudayaan zaman Mesolitikum
terdiri dari: alat-alat pebble yang ditemukan di Kyokkenmoddinger, alat-
alat tulang, dan alat-alat flakes, yang ditemukan di Abris Sous Roche.
Kebudayaan zaman Mesolitikum di Indonesia diperkirakan berasal dari
daerah Tonkin di Hindia Belakang, yaitu di pegunungan Bacson dan
Hoabinh yang merupakan pusat kebudayaan prasejarah Asia Tenggara.
Adapun pendukung dari kebudayaan Mesolitikum adalah Papua Melanesia.
3. Zaman Batu baru (Neolitikum);
Zaman Neolitikum merupakan zaman yang menunjukkan bahwa manusia
pada umumnya sudah mulai maju dan telah mengalami revolusi kebudayaan.
Dengan kehidupan yang telah menetap, memungkinkan masyarakatnya
mengembangkan aspek-aspek kehidupan lainnya. Sehingga dalam zaman
Neolitikum ini terdapat dasar-dasar kehidupan. Berdasarkan alat-alat yang
ditemukan dari peninggalan zaman Neolitikum yang bercorak khusus,
dapat dibagi kedalam dua golongan, yaitu;
Kapak persegi, didasarkan kepada penampang dari alat-alat yang
ditemukannya berbentuk persegi panjang atau trapesium (von Heine
Geldern). Semua bentuk alatnya sama, yaitu agak melengkung dan diberi
tangkai pada tempat yang melengkung tersebut. Jenis alat yang termasuk
kapak persegi adalah kapak bahu yang pada bagian tangkainya diberi leher,
sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi.
Kapak lonjong, karena bentuk penampangnya berbentuk lonjong, dan
bentuk kapaknya sendiri bulat telur. Ujungnya yang agak lancip digunakan
untuk tangkai dan ujung lainnya yang bulat diasah, sehingga tajam.
Kebudayaan kapak lonjong disebut Neolitikum Papua, karena banyak
ditemukan di Irian.
5
Kapak pacul, beliung, tembikar atau periuk belanga, alat pemukul kulit
kayu, dan berbagai benda perhiasan dan yang lainnya adalah termasuk
benda-benda pada zaman Neolitikum. Adapun yang menjadi pendukungnya
adalah bangsa Austronesia untuk kapak persegi, bangsa Austro-Asia untuk
kapak bahu, dan bangsa Papua Melanesia untuk kapak lonjong.
4. Zaman Logam;
Zaman logam dalam prasejarah terdiri dari zaman tembaga, perunggu,
dan besi. Di Asia Tenggara termasuk Indonesia tidak dikenal adanya
zaman tembaga, sehingga setelah zaman Neolitikum, langsung ke zaman
perunggu. Adapun kebudayaan Indonesia pada zaman Logam terdiri dari;
kapak Corong yang disebut juga kapak sepatu, karena bagian atasnya
berbentuk corong dengan sembirnya belah, dan kedalam corong itulah
dimasukkan tangkai kayunya. Nekara, yaitu barang semacam berumbung
yang bagian tengah badannya berpinggang dan di bagian sisi atasnya
tertutup, yang terbuat dari perunggu. Selain itu, benda lainnya adalah
benda perhiasan seperti kalung, anting, gelang, cincin, dan binggel, juga
manik-manik yang terbuat dari kaca serta seni menuang patung.
Dongson adalah sebuah tempat di daerah Tonkin Tiongkok yang dianggap
sebagai pusat kebudayaan perunggu Asia Tenggara, oleh sebab itu disebut
juga kebudayaan Dongson. Sebagaimana zaman tembaga, di Indonesia
juga tidak terdapat zaman besi, sehingga zaman logam di Indonesia adalah
zaman perunggu.
5. Zaman Batu Besar (Megalitikum);
Zaman Megalitikum berkembang pada zaman logam, namun akarnya
terdapat pada zaman Neolitikum. Disebut zaman Megalitikum karena
kebudayaannya menghasilkan bangunan-bangunan batu atau barang-
barang batu yang besar. Bentuk peninggalannya adalah:
a. Menhir, yaitu tiang atau tugu yang didirikan sebagai tanda peringatan
terhadap arwah nenek moyang.
b. Dolmen, berbentuk meja batu yang dipergunakan sebagai tempat
meletakkan sesajen yang dipersembahkan untuk nenek moyang.
c. Sarcopagus, berupa kubur batu yang bentuknya seperti keranda atau
lesung dan mempunyai tutup.
d. Kubur batu, merupakan peti mayat yang terbuat dari batu.
e. Punden berundak-undak, berupa bangunan pemujaan dari batu yang
tersusun bertingkat-tingkat, sehingga menyerupai tangga.
f. Arca-arca, yaitu patung-patung dari batu yang merupakan arca nenek
moyang.
Demikian era pra-sejarah di Indonesia dengan kebudayaan Megalitikumnya,
mempunyai latar belakang kepercayaan dan alam pikiran yang berlandaskan
pemujaan terhadap arwah nenek moyang. Bagaimana dengan sejarah agama
Hindu?
Sejarah Agama Hindu di Dunia;
Untuk pertama kalinya agama Hindu
mulai berkembang di lembah Sungai
Shindu di India. Di lembah sungai ini para
Rsi menerima wahyu dari ”Sang Hyang
Widhi” (Tuhan) dan diabadikan ke dalam
bentuk Kitab Suci Weda. Agama Hindu
sering disebut dengan sebutan Sanātana
Dharma (Bahasa Sanskerta) berarti
”Kebenaran Abadi”, dan Vaidika-Dharma
”Pengetahuan Kebenaran”. Agama Hindu
merupakan sebuah agama yang berasal dari
anak benua India. Agama ini merupakan
lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme)
yang merupakan kepercayaan bangsa
Indo-Iran (Arya).
Agama Hindu diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM
dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. Agama
ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam
dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa. Dalam bahasa Persia,
kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta). Dalam kitab Rg
Weda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah
dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai
tersebut bernama sungai Indus). Kata sapta sindhu berdekatan dengan kata
Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18)-
sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada
masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu. Hindu sendiri sebenarnya
baru terbentuk setelah masehi ketika beberapa kitab dari Weda dilengkapi
oleh para brahmana. Zaman munculnya agama Buddha, nama agama Hindu
lebih dikenal dengan sebutan sebagai ajaran Weda.
Agama Hindu sebagaimana istilah yang dikenal sekarang ini, pada awalnya
tidak disebut demikian, bahkan dahulu ia tidak memerlukan nama, karena
pada waktu itu ia merupakan agama satu-satunya yang ada di muka bumi.
Sanatana Dharma adalah nama sebelum nama Hindu diberikan. Kata ”Sanatana
dharma” bermakna ”kebenaran yang kekal abadi” dan jauh belakangan setelah
ada agama-agama lainnya barulah ia diberi nama untuk membedakan antara
satu dengan yang lainnya. Sanatana dharma pada zaman dahulu dianut oleh
masyarakat di sekitar lembah sungai Shindu, penganut Weda ini disebut oleh
orang-orang Persia sebagai orang indu (tanpa kedengaran bunyi s), selanjutnya
lama-kelamaan istilah indu ini menjadi Hindu. Sehingga sampai sekarang
penganut sanatana dharma disebut Hindu.
Agama Hindu adalah suatu kepercayaan yang didasarkan pada kitab suci
yang disebut Weda. Weda diyakini sebagai pengetahuan yang tanpa awal
tanpa akhir dan juga dipercayai keluar dari nafas Tuhan bersamaan dengan
terciptanya dunia ini. Karena sifat ajarannya yang kekal abadi tanpa awal
tanpa akhir maka disebut sanatana dharma. Apabila membahas tentang Agama
Hindu, kita harus mengetahui sejarah tempat munculnya agama tersebut.
India adalah sebuah Negara yang penuh dengan rahasia dan cerita dongeng,
masyarakatnya berbangsa-bangsa dan berkasta-kasta, malah ada masyarakat
dalam masyarakat, serta sungguh banyak ditemui agama-agama. Bahasa dan
warna kulit pun bermacam-macam.
Pembicaraan mengenai India berarti adalah pembicaraan yang bercabang-
cabang. Dipandang dari sudut etnologi, India adalah tanah yang beraneka
penduduknya, dan akibatnya orang dapat melihat kebudayaan yang beraneka
pula. Semuanya ini tercermin dalam agamanya. Oleh karena itu barang siapa
mulai mempelajari agama Hindu yang bersangkutan segera merasa terlibat
dalam sejumlah ajaran-ajaran, sehingga hampir tidak dapat menemukan jalan
untuk mengadakan penyelidikan. Sepanjang orang dapat menyelidikinya,
maka sejarah kebudayaan India mulai pada zaman perkembangan kebudayaan-
kebudayaan yang besar di Mesopotamia dan Mesir. Antara 3000 dan 2000
tahun sebelum Masehi, di lembah sungai Sindhu (Indus) tinggallah bangsa-
bangsa yang peradabannya menyerupai kebudayaan bangsa Sumeria di daerah
sungai Efrat dan Tigris. Berbagai cap daripada gading dan tembikar yang ada
tanda-tanda tulisan dan lukisan-lukisan binatang, menceritakan kepada kita
bahwa pada zaman itu di sepanjang pantai dari Laut Tengah sampai ke Teluk
Benggala terdapat jenis peradaban yang sejenis dan sudah meningkat pada
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 57
perkembangan yang tinggi. Sisa-sisa kebudayaan tersebut terutama terdapat
di dekat Kota Harappa di Punjab dan di sebelah utara Karachi. Bahkan disitu
diketemukan sisa-sisa sebuah Kota, Mohenjodaro namanya, dimana ternyata
orang telah mempunyai rumah-rumah yang berdinding tebal dan bertangga.
Penduduk India pada zaman itu terkenal dengan sebutan bangsa Dravida.
Mula-mula mereka tinggal tersebar di seluruh negeri, tetapi lama-kelamaan
hanya tinggal di sebelah selatan dan memerintah negerinya sendiri, karena
mereka di sebelah utara hidup sebagai orang taklukkan dan bekerja pada
bangsa-bangsa yang merebut negeri itu. Mereka adalah bangsa yang berkulit
hitam dan berhidung pipih, berperawakan kecil dan berambut keriting. Nama
India diambil dari sungai Indus. Perkataan Indus dan Hindu keduanya berarti
bumi yang terletak di belakang Sungai Indus, dan penduduknya dinamakan
orang-orang India atau orang-orang Hindu. Mengenai penamaan Negara India,
Gustav Le Bon menyatakan: ”Orang-orang Barat berpendapat bahwa sebutan
Sungai Indus telah dipinjamkan kepada negara yang mengandung berbagai
rahasia yang terletak di sebelah belakangnya. Alasan ini tidak diterimanya
bulat-bulat sebab sebutan India itu harus diambil dari sebutan Tuhan Indra.”
Peradaban India telah berlangsung lama. Negara India telah menghasilkan
beberapa Filosof agung sebelum Socrates dilahirkan. Di Negara India ini
sudah tersebar tanda-tanda ilmu pengetahuan dan bangunan-bangunan yang
megah pada masa dahulu ketika Kepulauan Inggris masih dalam keadaan
terbelakang. India adalah negara yang penuh dengan keajaiban. India adalah
salah satu pusat peradaban kuno di dunia. Dalam hal ini, India menandingi
Mesir, Cina, Assyria, dan Babilonia. Peradaban India sebelum zaman Arya
dapat diketahui dan ditemukan dengan pengungkapan-pengungkapan pada
tingkat kemajuan yang pernah dicapai oleh India dalam bidang arsitektur,
pertanian, dan kemasyarakatan sejak masa 300 tahun SM, yaitu 1500 tahun
sebelum kedatangan bangsa Arya.
Antara 2000 dan 1000 tahun SM masuklah kaum Arya ke India dari sebelah
utara. Bangsa Arya memisahkan diri dari bangsanya di Iran dan yang
memasuki India melalui jurang-jurang di pegunungan Hindu-Kush. Bangsa
Arya itu serumpun dengan bangsa Jerman, Yunani dan Romawi dan bangsa-
bangsa lainnya di Eropa dan Asia. Mereka tergolong dalam apa yang kita sebut
rumpun-bangsa Indo-German. Hinduisme dapat disamakan dengan rimba-
raya yang penuh dengan pohon-pohonan, tanam-tanaman, tumbuh-tumbuhan
dan kembang-kembangan. Hinduisme memperlihatkan berbagai bentuk dan
bermacam-macam gejala agama. Gambaran yang diberikan Hinduisme dalam
keseluruhannya memang beraneka warna. Pesan pertama yang kita dapat ialah
bahwa dalam Hinduisme boleh dikatakan terhimpun seluruh sejarah agama
5
dengan segala ragam dan bentuknya. Hinduisme ialah agama dari jutaan
penduduk India.
Tidaklah mudah untuk menentukan dengan kata-kata yang singkat, apakah
sebenarnya Hinduisme itu. Lebih tepat rasanya jika Hinduisme kita namakan
sebagai suatu sistem sosial yang diperkuat oleh cita-cita keagamaan dan dengan
demikian lalu mempunyai tendensi keagamaan. Tak ada seorang pun yang
dapat menjadi seorang Hindu dengan jalan menganut suatu agama tertentu.
Menjadi seorang Hindu adalah berkat kelahirannya. Keadaan ini meletakkan
kewajiban untuk megikuti peraturan-peraturan upacara-upacara tertentu, pada
umumnya peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pembagian Varna
dan khsusunya pemberian korban dan upacara-upacara keagamaan yang
timbul dari pada pembagian Varna tadi. Ikatan-ikatan batin pada upacara yang
turun temurun ini sangat kuat. Hal ini nyata sekali pada diri Gandi yang jelas
bersimpati terhadap agama lain, tetapi tetap tinggal di Hindu karena pertanian,
bangsa dan hubungan batinnya dengan kebudayaan agama sukunya. Bangsa
Arya turun ke lembah Indus kira-kira 1500 tahun SM dan memberi corak pada
kebudayaan India. Bangsa Arya satu suku dengan bangsa Iran.
Menurut pendapat para peneliti bahwa bangsa Arya berasal dari Asia,
dahulunya mereka hidup di Asia Tengah dari negeri Turkistan yang berdekatan
dengan Sungai Jihun, kemudian berpindah dalam kelompok-kelompok
yang besar menuju ke India melalui Parsi, dan mereka juga menuju Eropa.
Nyatalah bahwa kedatangan bangsa Arya ke India terjadi pada abad ke-15
Renungkanlah:
”Yo bhùtaý ca bhavyaý ca
sarvaý yaúcàdhiûþhati,
svaryasya ca kevalam tasmai
jyeûthàya brahmane namaá.
Terjemahanya:
‘Kami memuja Tuhan Yang Maha Ada, yang menjadikan segalanya yang
ada dimasa lalu, kini dan yang akan datang, yang merupakan satu-satunya
intisari kebahagiaan’, (Atharvaveda, X.8.1).
Diskusikanlah sloka suci ini dengan kelompokmu, deskripsikanlah di
depan kelas dengan tuntunan Bapak/Ibu Guru yang mengajar!
SM. Bangsa Arya ini telah memerangi kerajaan-kerajaan yang didirikan
oleh bangsa berkulit kuning di India dan berhasil mengalahkan sebagaian
besar dari mereka serta menjadikan kawasan-kawasan yang dikalahkannya
itu sebagai wilayah yang tunduk di bawah pengaruh mereka. Bangsa Arya
tidak bercampur dengan penduduk India dengan jalan perkawinan. Mereka
menjaga dengan sungguh-sungguh keturunan mereka yang berkulit putih itu.
Bangsa Arya menggiring penduduk asli Negara India ke hutan-hutan atau ke
gunung-gunung dan menjadikan mereka sebagai orang-orang tawanan yang
dalam sastra lama Bangsa Arya dinamakan sebagai Bangsa Hamba Sahaya.
Bangsa Arya ini telah meminta pertolongan dari Tuhan mereka ”Indra” untuk
mengalahkan penduduk India. Di antara bacaan do’a mereka adalah ”wahai
Indra Tuhan kami! Suku-suku kaum Dasa (budak) telah mengepung kami dari
segenap penjuru dan mereka tidak memberikan korban apa-apa, mereka bukan
manusia dan tidak berkepercayaan. Wahai Penghancur musuh! Binasakanlah
mereka dari keturunannya.”
Tentang sejauh mana pengaruh bangsa-bangsa berkulit kuning (Bangsa
Turan) dan berkulit putih (Bangsa Arya) di India telah diterangkan oleh
Gustav Le Bon: ”Bangsa Turan adalah bangsa penyerang yang kuat. Bangsa
Arya meninggalkan kesan yang mendalam terhadap bangsa India dari segi
budaya. Dari bangsa Turan, penduduk India mengambil ciri ukuran tubuh dan
raut muka. Dari bangsa Arya mereka mengambil ciri bahasa, agama, undang-
undang, dan adat-istiadat.” Pertemuan bangsa Arya dan bangsa Turan dengan
penduduk asli telah menimbulkan kelas-kelas masyarakat di India, dan
merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam sejarah negara ini. Dari
bangsa Arya terbentuk golongan ahli-ahli agama (Brahmana) dan golongan
prajurit (Ksatria).
Dari bangsa Turan terbentuk pula golongan saudagar dan ahli-ahli tukang
(Waisya). Pada mulanya orang-orang Hindu yang bergaul dengan bangsa Turan
tidak termasuk dalam pembagian ini. Tetapi dalam beberapa zaman kemudian
peradaban Arya meresap ke dalam sebagian diri mereka. Selanjutnya bangsa
Arya pun terbentuk dari kalangan orang-orang Hindu golongan keempat,
yaitu golongan pesuruh dan hamba sahaya (Sudra). Penduduk-penduduk
asli yang tidak tersentuh dengan peradaban Arya adalah disebabkan karena
mereka memisahkan diri dari bangsa-bangsa pendatang itu. Maka, tinggallah
mereka jauh dari pembagian ini dan terus menjadi orang-orang yang tersingkir
atau terhalau dari masyarakat (out-casts). Bangsa Arya ketika masuk ke India
kemungkinan kurang beradab dari pada bangsa Dravida yang ditaklukkannya.
Tetapi mereka lebih unggul dalam ilmu peperangan daripada bangsa Dravida.
Pada waktu bangsa Arya masuk ke India, mereka itu masih merupakan bangsa
setengah nomaden (pengembara), yang baginya peternakan lebih besar artinya
daripada pertanian. Bagi bangsa Arya, kuda dan lembu adalah binatang-
binatang yang sangat dihargai, sehingga binatang-binatang itu dianggap
suci. Dibandingkan dengan bangsa Dravida yang tinggal di kota-kota dan
mengusahakan pertanian serta menyelenggarakan perniagaan di sepanjang
pantai, maka bangsa Arya itu bolehlah dikatakan primitive.
Dahulu orang belum tahu dengan tepat dan selalu memandang kebudayaan
yang ada di India dibawa oleh bangsa Arya. Sesudah adanya penggalian-
penggalian di India, pandangan orang berubah dan makin banyak diketahui
bahwa bermacam-macam unsur di dalam kebudayaan India berasal dari
kebudayaan Dravida yang tua itu. Bangsa Arya belum mempunyai patung-
patung Dewa, bangsa Dravida sudah. Sebuah gejala yang khas di dalam agama
Hindu ialah pengakuan adanya Dewa-Dewi induk, itupun suatu gejala pra-
Arya. Banyak gejala-gejala Agama Hindu yang rupa-rupanya tidak berasal
dari agama bangsa Arya, melainkan berasal dari bangsa Dravida. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa agama Hindu sebagai agama tumbuh dari
dua sumber yang berlainan, tumbuh dari perasaan dan fikiran keagamaan dua
bangsa yang berlainan, yang mula-mula dalam banyak hal sangat berlainan,
tetapi kemudian lebur menjadi satu. Di dalam tulisan-tulisan Hindu tua, unsur-
unsur Arya-lah yang sangat besar pengaruhnya. Hal itu tidak mengherankan
karena tulisan-tulisan itu berasal dari zaman bangsa Arya memasuki India
dengan kemenangan-kemenanganya. Pengaruh bangsa Dravida tentunya
belum begitu besar. Agama bangsa Arya dapat kita ketahui dari kitab-kitab
Weda (Weda artinya tahu). Oleh karena itu masa yang tertua dari agama
Hindu disebut masa Weda. Maulana Mohamed Abdul Salam al-Ramburi juga
berkata: ”Umat India mudah menerima apa saja pemikiran dan kepercayaan
yang ditemuinya.
Agama Hindu adalah yang tertua di antara agama-agama yang ada.
Penyebarannya meliputi kebanyakan atau semua orang India. Buku Hinduism
telah menerangkan sebab-sebab terjadinya hal demikian dengan menuliskan;
amat sulit untuk dikatakan, bahwa Hinduisme itu adalah suatu agama dalam
pengertiannya yang sangat luas. Ini merupakan kehidupan India dengan
caranya tersendiri yang dianggap sebagai satu dari semua masalah suci
dan masalah hina karena di dalam pemikiran Hindu tidak ada batas yang
memisahkan keduanya. Agama Hindu adalah suatu agama yang berevolusi
dan merupakan kumpulan adat-istiadat yang tumbuh dan berkembang pada
daerah yang dilaluinya. Kedudukan bangsa Arya sebagai penakluk negeri,
yang lebih tinggi daripada penduduk asli telah melahirkan adat-istiadat
Hindu. Kiranya dapat dikatakan bahwa asas agama Hindu adalah kepercayaan
bangsa Arya yang telah mengalami perubahan sebagai hasil dari percampuran
mereka dengan bangsa-bangsa lain, terutama sekali adalah bangsa Parsi, yaitu
sewaktu dalam masa perjalanan mereka menuju India. Agama Hindu lebih
merupakan suatu tatanan hidup dari pada merupakan kumpulan kepercayaan.
Sejarah menerangkan mengenai isi kandungannya yang meliputi berbagai
kepercayaan, hal-hal yang harus dilakukan, dan yang boleh dilakukan. Agama
Hindu tidak mempunyai kepercayaan yang membawanya turun hingga kepada
penyembahan batu dan pohon-pohon, dan membawanya naik pula kepada
masalah-masalah falsafah yang abstrak dan halus. Seandainya Agama Hindu
tidak mempunyai pendiri yang pasti maka begitu pula halnya dengan Weda.
Kitab suci ini yang mengandung kepercayaan-kepercayaan, adat-istiadat, dan
hukum-hukum juga tidak mempunyai pencipta yang pasti. Para penganut
agama Hindu mempercayai bahwa Weda adalah suatu kitab yang ada sejak
dahulu yang tidak mempunyai tanggal permulaan. Kitab Weda diwahyukan
sejak awal kehidupan, setara dengan awal yang diwahyukannnya.
Penduduk asli Lembah sungai Indus adalah bangsa Dravida yang berkulit
hitam. Di sekitar sungai itu terdapat dua pusat kebudayaan yaitu Mohenjodaro
dan Harappa. Mereka sudah menetap disana dengan mata pencaharian
bercocok tanam dengan memanfaatkan aliran sungai dan kesuburan tanah di
sekitarnya. Menurut teori kehidupan bangsa Dravida mulai berubah sejak
tahun 2000-an SM karena adanya pendatang baru, bangsa Arya. Mereka
termasuk rumpun berbahasa Indo-Eropa dan berkulit putih. Bangsa Arya ini
mendesak bangsa Dravida ke bagian selatan India dan membentuk Kebudayaan
Dravida, sebagian lagi ada yang bercampur antara bangsa Arya dan Dravida
yang kemudian disebut bangsa Hindu. Oleh karena itu, kebudayaannya disebut
kebudayaan Hindu.
Letak Geografis Sungai Indus, di sebelah
utara berbatasan dengan China yang
dibatasi Gunung Himalaya, selatan
berbatasan dengan Srilanka yang dibatasi
oleh Samudra Hindia, barat berbatasan
dengan Pakistan, timur berbatasan
dengan Myanmar dan Bangladesh.
Peradaban sungai Indus berkembang
disekitar (2500 SM). Kebudayaan kuno
India ditemukan di Kota tertua India
yaitu daerah Mohenjodaro dan Harappa.
Penduduk Mohenjodaro & Harappa
adalah bangsa Dravida. Terdapat hubungan dagang antara Mohenjodaro
dan Harappa dengan Sumeria. Mohenjodaro dan Harappa ditata dengan
perencanaan yang sudah maju, rumah-rumah terbuat dari batu-bata, saluran
air bagus, jalan raya lurus dan lebar. Mohenjodaro dan Harappa sebagai Kota
tua yang dibangun berdasarkan penataan dan peradaban yang maju. Peradaban
Lembah Sungai Indus diketahui melalui penemuan-penemuan arkeologi. Kota
Mohenjodaro diperkirakan sebagai ibu Kota daerah Lembah Sungai Indus
bagian selatan dan Kota Harappa sebagai ibu Kota Lembah Sungai Indus
bagian utara. Mohenjodaro dan Harappa merupakan pusat peradaban bangsa
India pada masa lampau. Di Kota Mohenjodaro dan terdapat gedung-gedung
dan rumah tinggal serta pertokoan yang dibangun secara teratur dan berdiri
kukuh. Gedung-gedung dan rumah tinggal serta pertokoan itu sudah terbuat
dari batu bata lumpur. Wilayah Kota dibagi atas beberapa bagian atau lokasi
yang dilengkapi dengan jalan yang ada aliran airnya.
Daerah Lembah Sungai Indus merupakan daerah yang subur. Pertanian menjadi
mata pencaharian utama masyarakat India. Pada perkembangan selanjutnya,
masyarakat telah berhasil menyalurkan air yang mengalir dari Lembah
Sungai Indus sampai jauh ke daerah pedalaman. Pembuatan saluran irigasi
dan pembangunan daerah-daerah pertanian menunjukkan bahwa masyarakat
Lembah Sungai Indus telah memiliki peradaban yang tinggi. Hasil-hasil
pertanian yang utama adalah padi, gandum, gula/tebu, kapas, teh, dan lain-
lain. Masyarakat Mohenjodaro dan Harappa telah memperhatikan sanitasi
(kesehatan) lingkungannya. Teknik-teknik atau cara-cara pembangunan rumah
yang telah memperhatikan faktor-faktor kesehatan dan kebersihan lingkungan
yaitu rumah mereka sudah dilengkapi denga jendela. Masyarakat Lembah
Sungai Indus sudah memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemampuan
mereka dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan budaya yang
ditemukan, seperti bangunan Kota Mohenjodaro dan Harappa, berbagai
macam patung, perhiasan emas, perak, dan berbagai macam meterai dengan
lukisannya yang bermutu tinggi dan alat-alat peperangan seperti tombak,
pedang, dan anak panah. Demikian sekilas tentang kebudayaan prasejarah di
India sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya agama Hindu yang sampai
saat ini kita yakini kebenarannya sebagai pedoman dan penuntun dalam hidup
dan kehidupan ini.
Seiring dengan perkembangan zaman, sebagaimana negeri lainnya yang
diperintah oleh masing-masing rajanya dalam sebuah kerajaan, negeri India
juga demikian adanya. Raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Maurya
antara lain: Candragupta Maurya. Setelah berhasil menguasai Persia, pasukan
Iskandar Zulkarnaen melanjutkan ekspansi dan menduduki India pada tahun
327 SM melalui Celah Kaibar di Pegunungan Himalaya. Pendudukan yang
dilakukan oleh pasukan Iskandar Zulkarnaen hanya sampai di daerah Punjab.
Pada tahun 324 SM muncul gerakan di bawah Candragupta. Setelah Iskandar
Zulkarnaen meninggal tahun 322 SM, pasukannya berhasil diusir dari daerah
Punjab dan selanjutnya berdirilah Kerajaan Maurya dengan ibu Kota di
Pattaliputra. Candragupta Maurya Menjadi raja pertama Kerajaan Maurya.
Pada masa pemerintahannya, daerah kekuasaan Kerajaan Maurya diperluas ke
arah timur, sehingga sebagian besar daerah India bagian utara menjadi bagian
dari kekuasaannya. Dalam waktu singkat, wilayah Kerajaan Maurya sudah
mencapai daerah yang sangat luas, yaitu daerah Kashmir di sebelah barat dan
Lembah Sungai Gangga di sebelah timur.
Ashoka memerintah Kerajaan Maurya dari tahun 268-282 SM. Ashoka
merupakan cucu dari Candragupta Maurya. Pada masa pemerintahannya,
Kerajaan Maurya mengalami masa yang gemilang. Kalingga dan Dekkan
berhasil dikuasainya. Namun, setelah yang bersangkutan menyaksikan korban
bencana perang yang maha dahsyat di Kalingga, timbul penyesalan dan tidak
lagi melakukan peperangan. Mula-mula Ashoka beragama Hindu, tetapi
kemudian menjadi pengikut agama Buddha. Sejak saat itu Ashoka menjadikan
agama Buddha sebagai agama resmi negara. Setelah Ashoka meninggal,
kerajaan terpecah-belah menjadi kerajaan kecil. Peperangan sering terjadi dan
baru pada abad ke-4 M muncul seorang raja yang berhasil mempersatukan
kerajaan yang terpecah belah itu. Maka berdirilah Kerajaan Gupta dengan
Candragupta I sebagai rajanya.
Sistem kepercayaan masyarakat Lembah Sungai Indus bersifat politeisme
atau memuja banyak Dewa. Dewa-Dewa tersebut misalnya Dewa kesuburan
dan kemakmuran (Dewi Ibu). Masyarakat Lembah Sungai Indus juga
menghormati binatang-binatang seperti buaya dan gajah, pohon seperti pohon
pipal (beringin). Pemujaan tersebut dimaksudkan sebagai tanda terima kasih
terhadap kehidupan yang dinikmatinya, berupa kesejahteraan dan perdamaian.
Interaksi bangsa Dravida dan bangsa Arya menghasilkan Agama Hindu.
Bagaimana dengan perkembangan agama Hindu di Dunia?
Sejarah perkembangan agama Hindu di Dunia dapat diketahui dari berbagai
jenis kitab suci Hindu seperti; weda sruti, weda smrti, brahmana, upanisad
dan yang lainnya. Pertumbuhan filsafat keagamaan dan perkembangan
pelaksanaan kehidupan beragama tidak dapat terlepaskan dari sumber-sumber
tersebut. Dengan demikian perkembangan agama Hindu senantiasa bersifat
religius. Agama Hindu merupakan sumber kekuatan bathin, yang mampu
menjiwai seluruh aktivitas kehidupan umat manusia di muka bumi ini.
Kehadiran agama-agama yang ada di dunia ini pada umumnya di dasarkan
atas wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa yang diterima
oleh para Maharsi ”orang suci” agama yang bersangkutan. Agama-agama
itu diwahyukan dengan tujuan untuk mempermulia kehidupan manusia baik
lahir maupun batin. Pada umumnya sebutan atau penamaan dari suatu agama
biasanya memiliki keterkaitan dengan para pendirinya. Sebagai contoh agama
Buddha memiliki hubungan dengan penamaan Sidharta Gauthama yang
disebut-sebut menjadi pendirinya, agama Kristen memiliki keterkaitan dengan
Yesus Kristus sebagai nabi dan pendirinya.
Berbeda dengan nama agama-agama tersebut di atas, agama Hindu tidak
dikaitkan dengan nama salah seorang Maha Rsi penerima wahyu sebagai
pendirinya, karena agama Hindu diyakini sebagai wahyu Tuhan Yang Maha
Esa dan diterima oleh banyak Maha Rsi. Para tokoh menyatakan sebutan
Hindu itu berasal dari kata Shindu, yaitu sebutan sebuah sungai yang terdapat
di wilayah India bagian Barat Daya yang sekarang dikenal dengan nama
punjab. Punjab artinya daerah aliran 5 (Lima) anak sungai.
Peninggalan di Mohenjadaro,
diperkirakan ± tahun 6000 SM datanglah
bangsa Arya dari daratan Eropa bagian
timur ”kemungkinan dari wilayah
Hungaria dan Bosnia atau Cekoslovakia”
memasuki daerah India secara bertahap.
Bangsa Arya memasuki India melalui
celah Kaiber ”Khyber Pass” yang terletak
diantara pegunungan Himalaya dan
Hindu Kush. Bangsa Arya tergolong
ras bangsa indojerman yang memiliki
kegemaran mengembara. Setelah
memasuki wilayah India, mereka
kemudian menetap di lembah sungai
Sindhu yang kondisi alamnya sangat menarik dan subur. Sebelum bangsa Arya
memasuki India, daerah ini telah diuni oleh bangsa Dravida. Bangsa Dravida
disebut-sebut sebagai bangsa yang telah memiliki peradaban sangat tinggi.
Para ahli berhasil menemukan bekas-bekas peninggalan bangsa Dravida di
Harappa dan Mohenjodaro. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di
wilayah Mohenjodaro dan Harappa, ditemukan beberapa peninggalan yang
menunjukkan mengandung nilai-nilai ajaran agama Hindu. Diantara penemuan
yang dimaksud adalah;
1. Arca manusia berkepala tiga, bertangan empat, berdiri dengan kaki kanan
dan kaki kirinya terangkat ke depan. Arca ini terbuat dari dari batu kapur
yang dibakar. Postur arca ini memberikan inspirasi kepada kita tentang
adanya arca Siwanatharaja. Arca Siwanatharaja adalah merupakan
perwujudan dari adanya pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan
Yang Maha Esa sebagai raja dari alam semesta. Sangat memungkinkan
perkembangan selanjutnya sampai di Indonesia khususnya ”Bali” yang
mana hal ini mengingatkan kita pada fungsi arca Shang Hyang Acintya.
2. Materai yang berisi hiasan burung elang yang sedang mengembangkan
sayapnya, kepalanya menghadap ke kiri-atas, di atas kepalanya terdapat
hiasan ular. Diperkirakan konsep inilah yang memberi inspirasi pada hiasan
burung Garuda bersama para naga yang terdapat dalam kitab Itihasa.
3. Materai yang bergambarkan orang yang duduk bersila, bermuka tiga
bertanduk dua, hiasan kepalanya meruncing ke atas, dan dikelilingi oleh
para binatang seperti; gajah, lembu, harimau, dan Badak. Konsep inilah
kemudian diperkirakan memberikan inspirasi kepada kita tentang pemujaan
kepada Dewa Siwa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pasupati.
Selain itu juga ditemukan materai yang berisi lukisan pohon yang
berdekatan dengan seorang Dewa. Konsep ini kemudian dapat dihubungkan
dengan keberadaan pohon Kalpataru atau pohon Surgawi. Pohon Kalpataru
diyakini oleh umat dapat mengabulkan semua keinginaan manusia seperti
yang terdapat dalam kitab Ithihasa.
4. Bangunan rumah yang sudah memiliki
tata ruang dan tata letak yang sangat
baik. Hal ini dapat dibuktikan dari
letak bangunan dan adanya kamar-
kamar yang memiliki fungsi berbeda-
beda. Di samping itu juga diketemukan
ada jalan-jalan yang lebar dan lurus
serta di samping kiri-kanan dari jalan
tersebut sudah dilengkapi dengan parit
yang berukuran sangat dalam sebagai
pembuangan air limbah dan air hujan.
5. Arca orang tua yang berjanggut dan
mempergunakan jubah, serta arca
seorang wanita yang bentuk badannya
agak gemuk. Kedua arca tersebut dikenal dengan sebutan arca Terracota,
yang bahannya terbuat dari tanah liat yang dibakar. Diperkirakan arca orang
tua yang berjanggut itu adalah sebagai arca tokoh spiritual, sedangkan arca
seorang perempuan itu di duga sebagai arca dewi kesuburan.
6. Permainan anak-anak yang terbuat dari tanah liat yang dibakar. Dan
disamping itu juga diketemukan kolam ”Latra” lengkap dengan
pancurannya yang dimungkinkan sebagai tempat permandian umum atau
sebagai tempat yang disucikan untuk memandikan arca-arca dewa.
7. Sandal yang terbuat dari bahan kaca. Penemuan ini memberikan bukti
kepada kita bahwa peradaban lembah sungai Sindhu memiliki nilai
kemajuan yang sangat tinggi.
Kehadiran bangsa Arya ke India ”Punjab”
dinyatakan menimbulkan peperangan
dengan penduduk asli India. Bangsa
Dravida sebagai penduduk asli India
berhasil dikalahkannya dan terdesak ke
Selatan. Semula bangsa Arya bermaksud
mempertahankan kemurnian darah ”ras”
mereka, tetapi kemudian secara perlahan
mulai terjadi percampuran darah dan
kebudayaan dengan bangsa Dravida.
Pencampuran darah dan Kebudayaan ini
menghasilkan kebudayaan baru di lembah
sungai Sindhu. Pada masa itu diantara
mereka telah menjalin hubungan dagang
dengan bangsa Yunani dan Persia. Bangsa Persia yang datang ke lembah
sungai Sindhu menyebutkan kata Sindhu dengan kata Hindu, rupanya bangsa
Persia itu tidak memiliki lafal ”S” dalam bahasa mereka, sedangkan bangsa
Yunani menyebut Sindhu dengan sebutan Indo.Pada beberapa abad kemudian,
bangsa-bangsa barat lainnya mengenal daerah ini dan menyebutnya dengan
nama India. Dari data-data tersebut dapat dikemukakan bahwa nama Hindu
berasal dari kata Sindhu, yaitu sebuah nama sungai yang berada di wilayah India
bagian Barat Daya. Lembah sungai Sindhu yang amat subur itu memiliki lima
aliran sungai pada hulunya dan kelima aliran tersebut dinamakan Pancanadi.
Perkembangan selanjutnya ”India” disebut dengan nama Arya Wartha yang
berarti daerah yang didiami oleh bangsa Arya, Bhatara Warsa yang artinya
daerah yang penuh Hujan, Jambudwipa yang artinya pulau yang berbentuk
buah jambu. Hal ini sangat memungkinkan karena anak benua India ini ada
kemiripan atau menyerupai buah jambu bila kita perhatikan sebagai mana
dilihat dalam peta dunia.
Adanya pembauran budaya dan kepercayaan diantara bangsa arya dengan
bangsa Dravida dalam perkembangan berikutnya rupanya mengalami
kemajuan yang sangat pesat sampai pada munculnya agama Hindu di lembah
sungai Sindhu. Semua bentuk budaya dan kepercayaan yang ada pada masa
itu, dirangkul dan mengalami penyempurnaan senafas dengan keberadaan
agama Hindu. Hal ini dimungkinkan karena agama Hindu bersifat universal
dan fleksibel.
Perkembangan Agama Hindu di India.
Terhitung sejak ribuan tahun yang lalu, India telah dikenal oleh berbagai
macam bangsa-bangsa di dunia. Disekitar tahun 4000 SM negeri India
sudah banyak didiami oleh berbagai macam suku bangsa, yang kemudian
membentuk system pemerintahan Kota yang berpisah-pisah. Mohenjodara
dan Harappa adalah Kota yang paling maju, dan didiami oleh bangsa Dravida.
Disekitar (3000 – 1500) SM. Kebudayaan Mohenjodaro dan Harappa sedang
suburnya, datanglah bangsa Arya (bangsa kulit putih) menyerang India
dan menghancurkan hasil-hasil kebudayaannya. Dalam kondisi seperti itu
terjadilah percampuran kebudayaan (kebudayaan asli bangsa Dravida – India
dengan bangsa Arya – Kaspia) dan akhirnya munculah kebudayaan Weda.
Menurut catatan yang ada menyatakan bahwa sejarah perkembangan agama
Hindu di India, berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang yakni
berabad-abad lamanya hingga sampai sekarang. Rentang waktu yang sangat
panjang itu memungkinkan bila sejarah perkembangannya, kita kelompokkan
menjadi beberapa fase sebagaimana pola pemikiran yang disampaikan oleh
”Govinda Das Hiduism Madras”. Pengelompokan yang dimaksud adalah
sebagai berikut; Zaman Weda, Zaman Brahmana, dan Zaman Upanisad.
1. Zaman Weda.
Zaman Weda diperkirakan berlangsung lebih kurang dari tahun 1500 SM
sampai dengan tahun 600 SM. Pada zaman ini muncullah kitab suci weda
yang isinya merupakan kumpulan dari wahyu Tuhan Yang Maha Esa, yang
diterima oleh para Maha Rsi. Penjelasan ini dapat dijumpai dalam kitab
Nirukta, yaitu kitab yang memuat penafsiran autentik mengenai kata-kata
yang ada dalam kitab suci weda yang disebut ”Bhumikabhasya” yang ditulis
oleh Maha Rsi Sayana. Kitab Nirukta juga menjelaskan bahwa sabda suci
itu diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan diterima oleh para Maha Rsi.
68 Kelas XII SMA/SMK
Maha Rsi penerima wahyu disebut Mantra Drstah iti Rsih. Dari penjelasan
itu dapat disimpulkan bahwa Maha Rsi penerima wahyu Tuhan Yang Maha
Esa itu adalah orang-orang suci, yang dapat berhubungan langsung dengan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam sastra
agama Hindu disebutkan bahwa ada banyak nama para Maha Rsi penerima
wahyu, beberapa diantaranya dikenal dengan sebutan sapta Rsi penerima
Wahyu, yaitu Maha Rsi Grtsamada, Wiswamitra, Wamadewa, Arti,
Baradwaja, Wasitwa dan Kanwa. Selain Sapta Rsi penerima wahyu Tuhan,
juga ada disebutkan dua puluh tiga Maha Rsi lainnya yang dikenal dengan
nama ”Nawawimsatikrtyasca Vedavyastha Maharsibhih” diantaranya
adalah Maharsi; Daksa, Usana, Swayambhu, Wrhaspati, Aditya, Mrtyu,
Indra, Wasistha, Saraswata, Tridhatu, Tridrta, Sandhyaya, Akasa, Dharma,
Tryguna, Dananjaya, Krtyaya, Ranajaya, Bharadwaja, Gotama, Uttama,
Parasara, dan Wyasa.
Menurut tradisi Hindu, Maha Rsi yang terpopuler dan sangat besar jasanya
dalam menghimpun serta mengkodefikasikan weda adalah Maha Rsi
Wyasa. Beliau juga dikenal dengan sebutan Kresna Dwaipayana Wyasa.
Maha Rsi Wyasa mengkodefikasi kitab-kitab weda menjadi catur weda
samhita, dibantu oleh empat Maha Rsi lainnya yang disebut-sebut sebagai
siswanya, yaitu:
a. Maha Rsi Paila, yang juga disebut Maharsi Puhala, beliau sebagai
penyusun kitab suci Rg. Weda Samhita.
b. Maha Rsi Waisampayana, sebagai penyusun kitab suci Yayur Weda
Samhita.
c. Maha Rsi Jaimini, sebagai penyusun kitab suci Sama Weda Samhita.
d. Maha Rsi Sumantu, sebagai penyusun kitab Atharwa Weda Samhita.
Selain sebagai penghimpun kitab catur Weda samhita, Maha Rsi Wyasa
juga berjasa menyusun kitab Purana, Mahabharata, Bhagawadgita, dan
kitab Brahmasutra. Dalam kesusatraan Hindu, Maha Rsi wyasa juga
memiliki sebutan lain seperti Bagawan Byasa, Kresnadwaipayana, dan
Wyasa Dewa. Diantara jenis-jenis weda itu, untuk yang pertama kali ditulis
adalah Rg. Weda. Setelah itu dilanjutkan dengan kitab-kitab weda yang
lainnya. Tatanan hidup beragama pada zaman itu sepenuhnya didasarkan
atas ajaran-ajaran yang tercantum pada weda samhita. Pembelajaran agama
kepada umat lebih menekankan pada pembacaan dan merafalkan ayat-ayat
suci weda, dengan menyanyikan serta mendengarkan secara berkelompok.
Pada zaman weda pemujaan terhadap para dewa yang dipandang sebagai
suatu kekuatan yang nyata dan berpribadi sangat mendominasi. Para Dewa
dipuja dengan nyanyian yang sangat indah, disertai dengan menghaturkan
sajian yang dipersembahkan kepada-Nya. Persembahan sesajen dan
pemujaan kepada para dewa dilakukan setiap hari, selain itu ada juga yang
dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk memohon anugerah agar
kehidupan seseorang menjadi selamat dan sejahtera baik lahir maupun
batin. Keberadaan hukum alam yang disebut ”Rta” sangat dipercaya pada
zaman Weda, karena hukum itulah yang mengatur segala sesuatu yang
ada di alam semesta ini, seperti; geraknya matahari, bintang-bintang, dan
planet-planet lain yang ada di alam semesta. Semua yang ada di alam
semesta ini harus tunduk pada ”Rta” tanpa terkecuali. Barang siapa yang
mencoba menentangnya pasti binasa. Manusia dan para dewa seolah-olah
memiliki hubungan kekeluargaan yang amat erat. Para dewa dipandang
sebagai bapak atau ibu sebagai tempat memohon berkah dan perlindungan
dalam hidup ini. Pandangan manusia terhadap susunan alam pada masa itu
sudah cukup luas. Disebutkan bahwa alam semesta itu terdiri dari; matahari,
bumi, langit, dan surga yang masing-masing dari wilayah itu ada Dewanya.
Bumi yang ditempati oleh manusia itu di pandang sebagai sesuatu yang
nyata, bukan merupakan hal yang semu. Hal itu dapat dibuktikan dari
doa-doa yang dipanjatkan kepada para dewa, banyak berhubungan dengan
hal-hal yang bersifat keduniawian, misalnya seperti; memohon kekayaan,
kesejahteraan, keselamatan, banyak anak, kesuburan, kesehatan, dan lain
sebagainya.
Pada zaman weda dewa-dewa yang dipandang populer dalam kitab suci
weda ditampilkan melalui cerita mengenai mitologi para dewa. Dengan
adanya uraian-uraian mengenai mitologi dewa-dewa itu, diharapkan dapat
memperjelas tentang ajaran Ketuhanan dalam agama Hindu. Dewa-dewa
yang dipandang populer pada zaman weda adalah Dewa; Agni, Indra,
Rudra, dan Waruna. Adapun mitologinya dapat dikisahkan secara singkat
sebagai berikut:
a. Dewa Agni
Pemujaan terhadap Dewa Agni sangat banyak dijumpai dalam kitab
suci weda terutama dalam kitab suci Rg weda. Keberadaan Dewa Agni
selalu dihubungkan dengan upacara persembahan api. Wujud Dewa
Agni digambarkan berambut nyala api, berjenggot pirang, berdagu
tajam, bergigi emas dengan kepalanya selalu bersinar. Sinar Dewa Agni
seperti sinar matahari pagi. Beliau disebut sebagai putra Dewa Dyanus
yaitu dewa langit. Dewa Agni sering disebut sebagai putra dewa
langit dan bumi. Disebutkan pula bahwa Dewa Agni adalah keturunan
air, yang namanya sering dihubungkan dengan Dewa Indra. Dewa
Agni Dipandang sebagai dewa pemimpin upacara, dan orang-orang
melakukan persembahan pertama kali di dunia ini hanya pada Dewa
Agni. Selanjutnya matahari dipandang sebagai perwujudan Dewa Agni,
yang di pandang sebagai cahaya sorga pada waktu langit cerah. Dewa
Agni juga disebut Grhapati yang artinya tuan-nya rumah tangga, dan
dewa yang selalu mengunjungi orang-orang dirumahnya. Dewa Agni
sering dipanggil sebagai ayah, sebagai saudara, sebagai seorang putra
dari pemujanya. Dewa Agni menghantarkan persembahan seseorang
atau orang banyak kepada para dewa, mengajak para dewa untuk
hadir pada waktu upacara keagamaan. Dewa Agni dipandang sebagai
duta dari para dewa dan para pemujanya untuk menghantar suatu
persembahan kepadanya. Dalam pelaksanaan upacara keagamaan,
Dewa Agni dipandang sebagai pendamping para pendeta, oleh sebab itu
beliau sering dipanggil dengan sebutan Vipra, Purohita, Hotri, Adwaryu
dan Brahman. Semua sebutan itu mengandung pengertian pendeta.
Kependetaan adalah karakter yang paling menonjol dari Dewa Agni,
oleh karena itu beliau dipandang sebagai pendeta yang besar, yang
mengetahui semua rincian upacara, maha bijaksana dan mengetahui
segalanya. Oleh karena itulah beliau selalu dipanggil dengan sebutan
Yatadewa yang artinya mengetahui semua yang lahir.
Dewa Agni dipandang sebagai dewa yang amat dermawan oleh para
pemuja-Nya. Beliau memberkahi mereka bermacam-macam karunia,
baik berupa kebahagian dalam rumah tangga, maupun yang lainnya.
Kitab Mahabrata mengisah bahwa Dewa Agni dipandang sebagai
dewa yang membakar hutan Kandhawa. Sedangkan kitab Ramayana
menyebutnya sebagai penjelmaan Nila. Dalam kitab suci Purana,
disebutkan Dewa Agni mengawini Dewi Svaha dengan tiga orang
putranya, yaitu Pavaka, Pavamana, dan Suchi. Dalam seni arca India,
Dewa Agni dipuja diberbagai candi-candi yang ada. Beliau digambarkan
sebagai orang tua berbadan merah, bermata enam, bertangan tujuh,
memegang sendok kecil dan sendok besar sebagai pelaksana upacara
Agnihotra, mempunyai tujuh lidah, empat tanduk, tiga kaki, rambutnya
dikepang, perutnya besar, dan berbusana merah. Pada kaki kiri dan kaki
kanannya terdapat arca Svaha dan Svadha, mengendarai biri-biri jantan.
Nama lain dari Dewa Agni adalah Vahni artinya membakar, Vitihotra
artinya memberi pahala kepada penyembah, Dananjaya artinya
mengalahkan musuh, Dhumaketu artinya bermahkota Asap, Chagartha
artinya mengendarai kambing betina, dan Sapta Jihwa yang artinya
berlidah tujuh. Berikut ini adalah mantra yang termuat dalam kitab suci
weda, sering diucapkan untuk memuliakan Dewa Agni, antara lain;
”Agnih purvebhri rsibhirrijyo nutairita, sa devam eha vaksati”.
Terjemahannya:
Demikianlah Agni menjadi sasaran pemujaan para resi pada zaman
dahulu dan zaman sekarang. Ia mengundang para dewa dari semua arah
untuk datang pada upacara korban ini.
”Agnina rayimasnavat posameva dive-dive, yasam viravattamam”.
Terjemahannya:
Atas karunia Agni setiap hari, dunia kini mendapatkan kemakmuran,
yang menyebabkan adanya kekuatan, jasa dan kepahlawanan yang mulia.
b. Dewa Indra
Keberadaan Dewa Indra sangat dominan dalam kitab suci Weda.
Disebutkan ada 200 mantra yang mengagungkan Dewa Indra dalam
Weda. Kata Indra berasal dari kata Ind dan dri yang artinya memberi
makan. Menurut Niruktha kata Ind berarti penuh dengan tenaga. Indra
pada mulanya adalah Dewa hujan yang bersenjatakan bajra atau petir
mengalahkan raksasa Vrtra. Dewa Indra lebih dikenal sebagai Dewa
Perang yang mengalahkan tiga benteng musuh, karena itu Dewa Indra
disebut Tri Puramdhara (Tri Puramtaka). Dalam kitab Purana dikisahkan
bahwa, beliau disebut-sebut sebagai Dewa Khayangan (sorga). Beliau
merupakan saksi agung setiap perbuatan manusia, karena memiliki
seribu mata (Sahasraaksa). Kendaraan Dewa Indra adalah seekor gajah
Airavata dan istrinya bernama Sanchi atau Indriani. Keberadaannya
banyak dikisahkan dalam kitab Itihasa dan Purana. Nama lain dari
Dewa Indra adalah; Sakra (yang mulia), Divapati (Raja dari para dewa),
Bajri (yang bersenjata Bajra), Meghavahana (yang berkendaraan awan),
Mahendra (dewa yang agung), Svargapati (Raja Khayangan), Mahakasa
(Ia yang bermata hebat), Sahasraksa (Ia yang bermata seribu). Berikut
ini adalah mantra yang terdapat dalam kitab suci weda yang memuliakan
Dewa Indra;
”Dyava cid asmai prtivi namate, susmac cid asya parvata bhayante,
yah somapa nicito vajravahur, vajrahasta sa janasah Indrah”.
Terjemahannya:
Bahkan surga dan dunia tunduk kepadaNya. Bahkan gunung-gunung
pun takut di depan kehebatannya. Dia-lah yang dikenal sebagai
peminum soma, memegang vajra dengan lengannya, yang memegang
vajra ditangannya. Dia-lah Indra, oh orang-orang laki.
”Yah sasvato mahi eno dadhanan, amanymanah charna jaghana. Yah
sadhate nanudadati srdhyam, yo darso hanta sa janasa Indrah”.
Terjemahannya;
Dia yang membunuh dengan panahnya, mereka yang berbuat dosa besar
yang tidak disenangi. Ia tidak mengampuni orang-orang yang congkak
dengan kecongkakannya. Dia-lah yang membunuh Dasyu. Dia-lah
Indra, oh orang-orang laki.
c. Dewa Rudra
Dewa Rudra diidentikan dengan Dewa Siwa (Siwarudra). Beliau
digambarkan sebagai laki-laki bertubuh besar, perutnya berwarna biru
dan punggungnya berwarna merah. Kepala berwarna biru, lehernya
berwarna putih, dan kulitnya berwarna merah kecoklat-coklatan.
Rambutnya panjang terurai, seluruh tubuhnya memancarkan cahaya
keemasan, tangannya memegang busur dan panah yang bercahaya.
Karakternya nampak angker dan menakutkan, namun hatinya lembut
dan maha mengasihi. Beliau tinggal di pegunungan dan dipandang
sebagai Dewa pengasih kepada semua makhluk, bagaikan seorang ayah
yang mengasihi anaknya. Beliau adalah dukunnya para dukun yang
memiliki berjenis-jenis pengobatan, dengan julukan Jalasa Bhesaya
(pemilik obat yang sejuk). Hujan yang disertai dengan angin ribut dan
geledek yang memberikan kesuburan adalah tenaga pengobatannya.
Dewa Rudra juga disebut dengan Tryambaka, Kapardin dan delapan
aspek dari Rudra adalah Siwa, Bhawa, Isana, Pasupati, Bhima, Ugra,
Mahadewa, dan Rudra.
Berikut ini adalah mantra untuk memuliakan Dewa Rudra, yang termuat
dalam kitab suci weda;
”Tvadattebhi Rudra samtamebhe, satam hima asiya bhesa jebhih, Vi
asmad dveso vitaram vyambho, vi amivas catayasva visucih”.
Terjemahannya;
Dengan obat-obatan yang amat menyegarkan, engkau berikan, oh Rudra,
semoga hamba mencapai hidup seratus musim dingin. Usirlah jauh-jauh
kebencian, kesedihan, dan penyakit dari kami dalam semua arah.
”Srestho jatasya Rudra sriyasi tavatamas tavatam vajrabaho, Parsi
nah param ambasah suasti, visva abhiti rapaso yuyodhi”.
Terjemahannya;
Engkau adalah yang terbaik dari yang lahir, dalam hal kemuliaan,
oh Rudra dalam kemuliaan, paling kuasa dalam hal kekuasaan, oh
pemegang vajra.
d. Dewa Waruna
Dewa Waruna disebut juga Baruna. Beliau selalu dihubungkan
dengan dewa laut. Kata waruna berasal dari kata Var (menutup atau
membentang) yang berarti melindungi dari segala penjuru. Dari kata ini
kemudian dihubungkan dengan laut. Dewa W