ter SAI yaitu LOVE (Cinta Kasih). Jiwa = Atma
= percikan sinar kasih Tuhan yang ada dalam setiap makhluk,
sedang Kasih yaitu wujud dari Atma. Sabda Bhagavan:
“Love is My Form- Truth is My Breath, Bliss is My Food”. (Cinta
Kasih yaitu wujudKu- Kebenaran yaitu nafasKu-
Kebahagiaan yang mendalam yaitu makananKu), Love is My
Message (Kasih yaitu PesanKu). Kasih inilah yang dijadikan
senjata oleh Bhagavan dalam menyelamatkan dunia.
Cinta Kasih yaitu Tuhan dan Tuhan yaitu
perwujudan cinta kasih itu sendiri. Dimana ada cinta kasih,
Tuhan pasti akan hadir disana. Integrasikanlah Cinta Kasih
dalam setiap tindakan pelayanan dan jadikanlah pelayanan
sebagai ibadah. Itulah sadhana tertinggi (Sathya Sai Speaks 4,
hal 309).
Menurut Sai Baba:
Hanya ada satu agama-berlandaskan Cinta Kasih;
Hanya ada satu bahasa-bahasa hati;
Hanya ada satu kasta-kasta kemanusiaan;
Hanya ada satu Tuhan Ia ada di mana-mana dan dihati
setiap makhluk.
-
Sai menempatkan Bhagavan Sai Sri Sathya Sai Babab
sebagai Sad Guru. sedang hubungan Bakhta dengan
Baghavan:
Pertama : menempatkan Bhagavan sebagai manusia
(aspek fisik). Agar dapat lebih mudah
berkomunikasi/berinteraksi seluruh umat
manusia.
Kedua : Baghavan sebagai Sad Guru (Guru Deva). Agar
Beliau dapat membimbing dan menyampaikan
wejangan/ajaran Ketuhanan untuk
membebaskan umat manusia dari belenggu
khayalan yang mengikatnya selama ini menuju
kesadaran Tuhan.
Ketiga : Bhagavan sebagai kesadaran kosmis (Avatar).
Agar setiap umat manusia dan seluruh
makhluk hidup di semesta ini dapat merasakan
rahmat Sai.
Terkait hubungan Baghavan dengan bhaktaNya,
Beliau pernah berwacana bahwa: “…hubunganKu dengan
engkau yaitu hubungan personal, langsung tanpa perantara…”
Itu artinya, Baba sangat memahami keperluan atau keadaan
individu dari setiap bakhta-Nya. Untuk menjawab keperluan
ini , Baba akan berhubungan langsung, melalui ketiga
aspek pribadiNya (wujud fisik, sad guru, atau pun melalui
kesadaran kosmis) tanpa perantara. Bila lalu ada
praktik-praktik dan seseorang yang mengatasnamakan
Bhagavan, jelas tidak dibenarkan.
Arti Sai Baba secara Etimologi
Kata Sai Baba selama ini sering diartikan hanya
sebagai Ayah atau Ibu Ilahi. Ternyata selain itu setiap huruf
dalam kata menyiratkan makna yang mengantarkan
bakhtanya menuju Ketuhanan. SAI yang sering diartikan
dengan SEE (melihat), ALWAYS (selalu), INSIDE (kedalam)
menyiratakan makna agar kita selalu mengarahkan
pandangan dan penglihatan kita ke dalam atau mulai dari
pengembangan kualitas diri. Lalu apa yang ada di dalam?
Mari kita perhatikan mkananya, serta bagaimana
hubungannya dengan pengertian SAT CHIT ANANDAM.
B = stand for Being atau EXISTENCE (Kebenaran yang juga
berarti SAT)
A = stand for AWARENES (Kesadaran yang juga berarti
Chit)
B = stand for Bliss (Kebahagiaan Abadi yang juga berarti
Anandam)
A = stand for Atma (Ketuhanan)
Pengertian BABA dalam konteks ini yaitu kesadaran
akan kebenaran yang dapat menghadirkan kebahagiaan abadi
dalam ketuhanan. Jadi pengertian SAI BABA yaitu selalu
melihat ke dalam atau mulai dari pengembangan
kualitas/spiritualitas diri menuju kesadaran akan kebenaran
yang membawa kita pada kebahagiaan abadi dalam
ketuhanan.
Memahami Prinsip Bhakti
Tidak semata-mata bhakti yang Aku inginkan, Aku
ingin tindakan yang dimotivasi oleh Bhakti. Bhakti harus
dilandasi motivasi yang tepat, tanpa kepentingan ataupun
ikatan. Memahami Prinsip Pelayanan:
Pelayanan yaitu disiplin spiritual;
Pelayananan sebagai sarana untuk mengekspresikan ajaran
Sai;
Pelayanan sebagai wahana untuk merahi mutiara
kebijaksanaan dan kebahagiaan abadi;
“Menava Sevaye, Madhava Seva (melayani umat manusia,
berarti melayani Tuhan).
Memahami Integritas SAI di warga
Disadari bahwa kita yaitu bagian dari warga ,
bukan warga bagian dari kita. Oleh sebab itu, sudah
menjadi kewajiban kita untuk mendharmabaktikan kehidupan
ini untuk kesejahteraan warga . warga yaitu
kumpulan individu-individu yang mempunyai karakteristik
yang unik. Di warga pula kita akan temukan
keberagaman latar belakang dan pandangan, sebab nya
warga yaitu tempat yang baik untuk mengasah
Kebijaksanaan dengan membangun semangat kesatuan dalam
perbedaan. Dimulai dengan membangun kesatuan dalam
pikiran, perkataan, dan perbuatan, seseorang akan hadir
sebagai pribadi yang memiliki integritas, prinsip dan jati diri.
Sejalan dengan usaha penyatuan (unity) ini akan
mengalir kemurnian dalam dirinya (purity) sehingga
kesadarannya selalu menyatu dalam kesadaran Tuhan
(divinity).
Pribadi ini lebih lanjut akan mampu melihat realitas
warga yang diwarnai keberagaman, mulai dari
perbedaan cara pandang sampai pada perbedaan pola dan
gaya hidup. Dalam keberagaman ini , pribadi ini akan
selalu mengembangkan ruang-ruang kesatuan melihat
keberagaman sebagai wahana untuk meraih dan
mengembangkan mutiara kebijaksanaan.
Pribadi ini juga tidak berfikir untuk mengubah
keadaan, tetapi ia akan selalu menjadi sumber inspirasi bagi
proses perubahan. Kalau toh pribadi ini harus melakukan
penyesuaian-penyesuaian atas sesuatu yang tidak sesuai
dengan prinsip yang dia pahami., ia tahu bagaimana
menempatkan diri dan juga tahu waktu yang terbaik untuk
memberikan inspirasi dan pertimbangan.
Pribadi ini sangat menyadari tidak ada yang kebetulan
dalam hubungan kewarga an, semuanya ia bhaktikan
sebagai konsekuensi dari HUKUM KARMA yang harus
ditebus dan dilewati dengan bijak. Jadi intinya, warga
yaitu sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan
spiritualitas diri untuk meraih kebijaksanaan yang
membebaskan.
Beliau (Sai Baba) menyadarkan kita bahwa siapapun
yang jauh dari warga , akan jauh dari mana-mana.
warga bukanlah bagian dari kita, sebaliknya kitalah yang
menjadi bagian dari warga dan apa yang berguna bagi
warga juga berguna bagi kita. sebab itu sudah menjadi
kewajiban setiap orang untuk melayani dan berbuat kebajikan
bagi warga .
Berbicara tentang kewajiban berarti berbicara tentang
ruang pembebasan. warga pada dasarnya yaitu
wahana untuk meraih kebahagiaan yang membebaskan. Di
Sanalah kita mendapatkan kesempatan untuk mengasah
mutiara kebijaksanaan dengan selalu mengembangkan
pandangan kesatuan dalam perbedaan dan keragaman.
Berikut ini wacana Bhagavan terhadap hal yang perlu
diperhatikan saat menyampaikan kebenaran di warga :
1. Berkatalah Yang Benar (Sathyam Bruyath), ini berhubungan
dengan Aspek Moral.
2. Berkatalah Yang Santun (Pryam Bruyath), ini berhubungan
Aspek Sosial.
3. Jangan Berkata Apa-Apa bila apa yang dianggap benar
tampaknya belum siap atau tidak diterima oleh
warga (Na Bruyath Satyam Apriyam), dan ini
berhubungan dengan Aspek Spiritual.
Struktur dan Kepengurusan SSGI
Asas, Dasar dan Sifat
SSGI bukan organisasi keagamaan tetapi organisasi
yang bersifat sosial dan spiritual (AD. Bab II, Pasal 4).
Organisasi ini berasaskan Pancasila dan UUD Negara
Kesatuan Republik negara kita 1945 (AD, Bab II Pasal 2).
Organisasi ini berdasar Weda-Sanathana Dharma, Panca
Pilar, Sembilan Pedoman Prilaku, dan Sepuluh Prinsip Hidup
(Bab II, Pasal 3).
Maksud dan Tujuan
Organisasi ini didirikan untuk membantu para peserta,
baik sebagai individu maupun anggota warga ,
membangkitkan sifat-sifat Ketuhanan dalam dirinya dan
menemukan jati dirinya sehingga manusia layak bersatu
kembali dengan sumber asalnya, Tuhan Yang Maha Esa.
(Pasal 5).
Tujuan Organisasi
1. Menumbuhkan, mengembangkan, dan menjalin
persahabatan dan persaudaraan di atas dasar cinta kasih
antar sesama umat manusia, tanpa membedakan suku,
bangsa, ras, golongan, jabatan, agama, dan kepercayaan.
2. Menumbuhkan dan mengembangkan rasa persatuan dan
kebersamaan serta meningkatkan kerukunan intern dan
antar umat beragama, guna menyelaraskan kualitas etik,
moral, pengabdian, dan pelayanan kepada warga ,
bangsa dan negara.
3. Menumbuhkan dan mengembangkan budi pekerti yang
luhur, guna mewujudkan manusia dan warga yang
berbakti dan mengasihi Tuhan, menghindari perbuatan
yang berdosa dan tercela, serta mengembangkan
kehidupan yang bermoral dalam pergaulan hidup
bersama di warga .
4. Meningkatkan kesadaran manusia akan peran dan tugas
sucinya, tujuan hidup, dan arti keberadaan di jagat
semesta ini bersama-sama dengan seluruh ciptaan, untuk
mencapai kemajuan spiritual yang membuahkan
--
ketentraman dan kedamaian jiwa raga.
(AD Bab III, Pasal 6).
Dalam ART, tujuan organisasi ditambahkan sebagai
berikut: Organisasi SSGI yaitu suatu lembaga tempat
mempelajari: menghayati, dan mengamalkan wacana-wacana
Bhagawan Sri Sathya Sai Baba, SSGI, bukan suatu organisasi
yang mempunyai misi pemindahan agama, bukan organisasi
yang mencampuradukkan agama, bukan agama baru atau
suatu aliran kepercayaan. Tujuan utamanya yaitu sebagai
berikut:
1. Menolong individu untuk:
a. Menyadari sifat Ketuhanan yang ia miliki dan berbuat
menurut sifat ini .
b. menerjemahkan Kasih Tuhan dan kesempurnaan-Nya
dalam sikap sehari-hari, dengan mengisi hidup ini
dengan kegembiraaan, keharmonisan, keindahan,
kebaikan, berkah, dan kebahagiaan yang langgeng.
c. Meyakini bhawa semua hubungan antar manusia
didasari prinsip-prinsip, Satya, Dharma, Prema, Shanti,
Ahimsa.
2. Mendorong setiap pemeluk agama lebih menekuni agama
masing-masing dan bertindak sesuai dengan ajaran yang
didapat dalam agama ini serta meningkatkan
kualitas, etik, moral dan pengabdian (ART, BAB I Pasal 1).
Tujuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1
dapat tercapai dengan cara-cara berikut ini:
1. Mempelajari, memahami, dan mengayati prinsip-prinsip
yang diajarkan oleh Bhagawan Sri Sathya Sai Baba, yaitu
sebagai berikut:
--
a. Hanya ada satu Tuhan, Ia hadir dimana-mana.
b. Hanya ada satu agama, agama Kasih Sayang (dengan
menekankan kesamaan yang menyatukan bahwa
semua agama didasari oleh satu hal yang sama yaitu
Cinta Kasih)..
c. Hanya ada satu kasta, kasta kemanusiaan.
d. Hanya ada satu bahasa, bahasa hati.
e. Hanya ada satu hukum, hukum kerja.
2. Selalu ingat kepada Tuhan dan melihat semua ciptaan di
dunia ini sebagai manifestasi atau perwujudan-Nya dalam
bentuk yang berbeda-beda.
3. Melihat semua tindakan dan pekerjaan sebagai pelayanan
kepada Tuhan.
4. Melihat semua tindakan dengan Kasih Tuhan, takut
berbuat dosa, dan memiliki moral tinggi yang teguh dalam
warga .
5. Melibatkan diri dalam kegiatan spiritual, pendidikan dan
pelayanan, baik pada tingkat individu maupun
warga , tanpa mengharapkan imbalan, dan hanya
menganggap hal itu sebagai cara untuk meningkatkan dan
mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan serta
mendapatkan kasih dan berkah Tuhan.(ART, BAB I, Pasal
2).
Kriteria Pengurus SSGI
Untuk dapat diangkat jadi pengurus SSGI, harus
memenuhi kriteria, sebagai berikut:
--
1. Dikenal sebagai pribadi yang baik;
2. Telah mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi sekurang-
kurangnya selama 2 tahun;
3. Memiliki ketetapan hati untuk sungguh-sungguh
melaksanakan 9 Pedoman Prilaku dan 10 Prinsip Hidup
yang digariskan oleh Bhagawan Sri Sathya Sai Baba;
4. Tidak sedang merangkap jabatan sebagai pengurus di
salah satu organisasi spiritual sejenis lainnya (ART, BAB II,
Pasal 3).
Peserta (Anggota)
Yang dapat menjadi peserta dalam kegiatan-kegiatan
organisasi, yaitu orang-orang, seperti berikut:
1. Setiap orang yang berminat dan berjiwa spiritual terutama
bagi mereka yang meyakini ajaran-ajaran suci Bhagawan
Sri Sathya Sai Baba.
2. Setiap orang yang mengakui dan menempatkan Bhagawan
Sri Sathya Sai Baba sebagai Sad Guru.
3. Setiap orang yang menerima, mengikuti dan tunduk
terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Organisasi.
Susunan Organisasi dan Kepengurusan
Susunan organisasi terdiri atas unsur-unsur, sebagai
berikut:
1. SSGI berkedudukan di ibu kota Negara Republik
negara kita .
--
2. Sai Study Group (SSG) dan Sai Devotional Group (SDG)
yang berkedudukan di daerah-daerah.
3. Kedudukan SSG dan SDG di daerah berada dibawah SSGI,
dan berkewajiban mentaati serta melaksanakan semua
keputusan dan peraturan yang dikeluarkan oleh SSGI.
(AD, BAB VII, Pasal 10).
Adapun susunan pengurus SSGI terdiri dari:
1. Seorang Ketua Dewan Penasihat;
2. Seorang Wakil Ketua Dewan Penasihat;
3. Anggota Dewan Penasihat;
4. Seorang Ketua;
5. Tiga orang Wakil Ketua;
6. Seorang Sekretaris;
7. Dua orang Wakil Sekretaris;
8. Seorang Bendahara;
9. Dua orang Wakil Bendahara;
10. Seorang Koordinator Nasional Bidang Spiritual;
11. Seorang Koordinator Nasional Bidang Pendidikan;
12. Seorang Koordinator Bidang Pelayanan;
13. Serang Koordinator Nasional Bidang Kepemudaan (Youth
Vikas);
14. Seorang Koordinator Nasional Bidang Keperempuan
(Mahila Vibag).
15. Sembilan orang Koordinator Wilayah.
--
Koordinator Wilayah (Korwil)
Sesuai dengan kebutuhan pada saat ini telah
ditetapkan Sembilan Koordinator Wilayah dengan rincian
wilayah, sebagai berikut:
1. Koordinator Wilayah 1 membawahi Prov Aceh, Riau dan
Sumatera Utara.
2. Koordinator Wilayah II membawahi Prov Lampung,
Bengkulu, Sumsel dan Jambi.
3. Koordinator Wilayah III membawahi Prov Jawa Barat,
Banten, dan DKI Jakarta.
4. Koordinator Wilayah IV membawahi Prov Jawa Tengah
dan DI Yogyakarta.
5. Koordinator Wilayah V membawahi Provinsi Jawa Timur
6. Koordinator Wilayah VI membawahi Prov Kalbar, Kalsel,
Kaltim dan Kalteng.
7. Koordinator Wilayah VII membawahi Prov Bali, NTB dan
NTT.
8. Koordinator Wilayah VIII membawahi Prov Sulsel, Sulbar
dan Sultra.
9. Koordinator Wilayah IX membawahi Prov Sulteng,
Gorontalo dan Sulawesi Utara.
berdasar pembagian korwil di atas SSG sudah
tersebar di 26 provinsi, hanya 6 daerah yang belum ada SSG-
nya yaitu: Provinsi Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Bangka
Belitung, Kalimantan Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua
dan Papua Barat.
-
Adapun susunan pengurusnya sampai penelitian ini
dilakukan yaitu :
Ketua : Mohan Leo
Wakil Ketua : Danesh R. Vatwani, Ir. Gede Putu
Suwitra
Sekretaris : Alit Triana
Ketua Dewan
Penasehat : I Ketut Nur Cahya
Penasehat : Pritham Kishordas, Asok P. Nanwani
Wakil Kornas
Seva : Narehs
Logo
Logonya berupa Stuva Sarva Dharma, yang
melambangkan nilai-nilai kemanusiaan (human values).
Lambang itu menunjukkan lima aspek dasar nilai
kemanusiaan: sathya, dharma, prema, shanti, dan ahimsa.
Nilai-nilai ini merupakan landasan segala agama, tiang-
tiang berdirinya segala rumah kepercayaan.
Di atas stupa ada bunga teratai yang berada
dalam lumpur yang kotor, tetapi bunganya berada diatas air,
di udara bersih. Air kotor tidak melekat pada daun dan
bunganya, tetapi bergulir jatuh. Lambangini mengqiaskan
bahwa manusia harus hidup seperti bunga teratai, hidup
dalam dunia, tetapi tidak terikat pada dunia kebendaan,
melainkan menjalankan suatu kehidupan kerohanian murni
diatas keduniawian.
--
Lambang bunga teratai, berdiri di atas sembilan
lapisan tangga, setiap tangga melambangkan langkah dalam
perjalanan ziarah manusia, menuju persatuannya dengan
Tuhan.
Aktivitas/Kegiatan
Kegiatan yang dilaksanakan oleh SSGI meliputi tiga
bidang, yaitu bidang spiritual, bidang pendidikan serta
bidang pengabdian dan pelayanan warga , antara lain:
1. Kegiatan bidang Spiritual antara lain meliputi doa
bersama dengan meditasi, kidung suci (Bhajan), dan
sadhana spiritual lainnya. Di SSGI kegiatan spiritual
diadakan dua kali seminggu yaitu hari Kamis jam 18.30 –
20.00 WIB, dan hari Minggu jam 6.30 – 8.00 WIB,
bertempat di Sai Center Jl Pasar Baru Selatan no 26 Jakarta
Pusat. Acara kegiatan spiritual dimulai dengan meditasi
cahaya, lalu menyanyikan kidung suci (bhajan) lebih
kurang selama 2 jam, bahasa yang dipakai yaitu bahasa
Sanskerta dan bahasa Inggris, lalu dharmawacana
dalam bahasa Inggris, dan terakhir pengumuman-
pengumuman. Dalam pelaksanaan meditasi dan kidung
mereka duduk bersila, yang laki-laki duduk di sebelah
kanan, dan perempuan di sebelah kiri. Antara laki-laki dan
perempuan dibatas dengan seutas tali. Yang
menyampaikan ceramah siapa saja yang dianggap mampu
dari para bakhta baik laki-laki, maupun perempuan, baik
orang tua maupun remaja. Di SSGI tidak dikenal adanya
pendeta atau pimpinan rohani. Pada waktu peneliti
-
mengikuti acara di bidang spiritual diikuti lebih kurang
100 orang peserta, yang sebagian besar terdiri dari kaum
perempuan. Nyanyian diiringi oleh tabuh-tabuhan alat
musik yang terdiri dari rebana, gendang dan tala, seraya
bertepuk tangan mengikuti irama lagu. Setelah itu
dilakukan “ARATHI” (membakar kanver dengan gerakan
berputar-putar) dan abunya dioleskan ke dahi para peserta
dan ditiup, sambil membagi bagikan gula batu dan
potongan-potongan kelapa kepada para peserta Bhajan
(Pembacaan kidung pujaan terhadap Tuhan). Pada hari
minggu setelah bhajan dilanjutkan dengan study circle
(duduk melingkar) mempelajari ajaran-ajaran Sai Sri
Sathya Sai Baba.
2. Kegiatan bidang pendidikan, antara lain meliputi
pendidikan anak-anak, pendidikan remaja dan pemuda,
pendidikan nilai-nilai kemanusiaan untuk orang dewasa
dan orang tua dan lain-lain. Kegiatan pendidikan anak-
anak dilakukan setiap hari Jumat. Melalui Yayasan
Pendidikan didirikan sekolah Insan Teladan di Parung,
yang kesemua muridnya beragama Islam, demikian juga
para gurunya. Sekolah ini tidak memungut biaya kepada
murid-muridnya, bahkan setiap murid diberikan pakaian
seragam dan buku-buku secara gratis.
3. Kegiatan bidang pengabdian dan pelayanan warga ,
antara lain meliputi pemeriksaan kesehatan, donor darah,
bantuan korban bencana alam, pelayanan dan kunjungan
ke rumah sakit, panti asuhan, panti jompo, dan bantuan
atau pelayanan lainnya. Setiap minggu di Balai
-
Pengobatan dan Sai Centre diadakan pelayanan kesehatan
secara gratis. Di Sai Centre setiap minggunya melayanai
200 orang pasien dan di Cilincing melayani 150 orang
pasien. Di Cilincing selain hari minggu juga diadakan
setiap hari rabu sore, sedang pada hari minggu
dilangsungkan antara jam 8.30 sampai jam 11.30 WIB.
Umumnya para pasien merupakan pasien tetap,
kebanyakan penyakit yang diderita yaitu tekanan darah
tingga dan penyakit gula. Pak Supardi yang berasal dari
Kemayoran telah berobat di klinik ini selama 4 tahun,
dan dia mengidap penyakit gula. Dia merasa tertolong
dengan adanya klinik ini , sebab dapat berobat
secara gratis, dengan persyaratan yang sangat mudah,
yaitu cukup membawa KTP, sedang di Cilincing
disamping harus membawa KTP harus membawa surat
pengantar dari Ketua RT.
Beberapa Ajaran Pokok Sai Baba
sebab Sai Study Group negara kita bukan organisasi
keagamaan tetapi organisasi yang bersifat sosial spiritual,
maka tidak nampak konsep ketuhanan yang mereka
kembangkan. Mengingat Sai Baba yaitu penganut agama
Hindu, maka banyak ajarannya yang dia kembangkan
diinspirasi oleh ajaran dari kitab Weda. Konsep ketuhanan
sesuai dengan agama yang dianut oleh para bhaktanya.
sebab sebagian besar para bhakta beragama Hindu
maka corak Hindu masih tampak terlihat. Hal ini terlihat
dalam AD disebut sebagai dasar di antaranya Weda-
sanathana dharma, yang merupakan kitab suci agama Hindu.
Di depan center ada patung Ganesha, dan sebelum pintu
masuk ada tulisan Sri Sai Sathya Mandir. Mandir
merupakan bahasa India, kalau dalam bahasa negara kita
disebut pura.
Dalam Sai Study Group ada beberapa ajaran Sai
Sri Sathya Sai Baba, di antaranya lima pilar yang sangat
ditekanankan dan diajarakan kepada semua bakhta.
Pancapilar itu yaitu : Kebenaran (Sathya), Kebajikan
(dharma), Kasih Sayang (Prema), Kedamaian (Shanti), Tanpa
Kekerasan (Ahimsa). Orang yang hidup di jalan Sai akan hadir
sebagai pribadi yang bijaksana Penuh Kasihsayang kepada
sesama, dimana wacananya selalu menyampaikan Kebenaran,
tindakannya selalu mencerminkan Kebajikan, perasaannya
selalu dipenuhi Kedamaian dan pandangannya selalu
menyiratkan sikap Tanpa Kekerasan. Diantara lima pilar kasih
sayang merupakan pilar yang utama yang menyinari empat
pilar lainnya.
Selain lima pilar ini , juga diajarkan Sembilan
pedoman perilaku yang harus diamalkan oleh bhakta, antara
lain:
1. Bermeditasi dan bersembahyang atau berdoa setiap hari
2. Menyanyikan kidung suci (bhajan) dan bersembahyang
atau berdoa dengan seluruh anggota keluarga sekali
seminggu.
3. Berpartisipasi dalam program pendidikan untuk anak-
anak yang diadakan oleh organisasi
--
4. Mengikuti acara kidung suci (bhajan) dan doa bersama
yang dilakukan di center-center kegiatan organisasi,
sekurang kurangnya satu kali dalam satu bulan.
5. Berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan kewarga an
dan program lainnya yang dilaksanakan oleh organisasi
Sai.
6. Mempelajari wacana-wacana Sad Guru Bhagawan Sri
Sathya Sai Baba secara teratur.
7. Berbicara Lemah lembut penuh kasih kepada siapapun
8. Tidak membicarakan keburukan orang lain, baik pada saat
orangnya hadir, terlebih lagi saat orang ini tidak
ada.
9. Menjalankan kehidupan “membatasi keinginan” dan
memakai tabungan dari hasil pengendalian keinginan
ini untuk pelayanan kemanusiaan.
Pada prinsipnya, 9 pedoman prilaku yaitu hadiah
yang diberikan oleh Bhagawan kepada kita semua agar dapat
lebih mudah menerapkan ajaran Bhagawan serta
menyelamatkan kita dari pengaruh buruk jaman kali. Dengan
menerapkan 9 pedoman prilaku berarti seseorang sudah
menjalankan sadhana individu, keluarga, warga dan
organisasi.
Selain lima pilar dan sembilan pedoman perilaku, para
bakhta juga diharapkan melaksanakan sepuluh prinsip hidup,
antara lain:
--
1. Menganggap dan menjunjung tinggi tanah air, tempat
kelahiran, sebagai sesuatu yang suci, dengan memupuk
sikap kepahlawanan terhadap nusa dan bangsa, dan tidak
pernah mempunyai angan-angan buruk dalam pikiran
atau dalam mimpi sekalipun, untuk berbuat sesuatu yang
dapat menyengsarakan negeri tempat kelahiran
mempraktekkkan sikap kepahlawanan (patriotisme).
2. Menghormati semua agama.
3. Menjalin hubungan persaudaraan antar sesama umat
manusia.
4. Membersihkan rumah dan lingkungan sekitar, untuk
meningkatkan keasrian dan kesehatan bersama, yang
sesungguhnya berguna dan membantu dirinya sendiri.
5. Menjalankan sikap kedermawanan, suka menolong,
namun tidak menunjang jiwa kepengemisan dengan cara
memberikan uang, tetapi dengan cara memberikan
makanan,pakaian atau tempat tinggal, tetapi atau
membantu dengan cara lain yang tidak membuatnya
menjadi malas.
6. Tidak memberi atau menerima suap dalam menyelesaikan
semua persoalan.
7. Tidak iri hati, dan cemburu terhadap sesama,dengan
mengembangkan pandangan dan wawasan, serta
memperlakukan semua orang secara sama, sederajat tanpa
membedakan kasta, agama, bangsa dan golongan dan
kepercayaannya.
--
8. Melakukan sendiri segala keperluam-keperluan diri
sendiri, serta terjun langsung melakukan pelayanan dalam
warga , tidak mengandalkan orang lain atau
pembantu bagi orang yang punya.
9. Mengembangkan, memupuk rasa bakti pada Tuhan, takut
berbuat dosa atau perbuatan tercela lainnya.
10. Mengikuti, tidak melanggar peraturan Negara, serta
menjadi warga Negara teladan.
Setiap hari Kamis dan Minggu ada kegiatan Bhajan di
Center, dengan urutan kegiatan, sebagai berikut:
1. Meditasi Cahaya
2. Bhajan
3. Ceramah
4. Pengumuman beberapa kegiatan yang akan dilakukan.
Meditasi yaitu duduk hening(joki/lampu lilin)
maksudnya supaya penerangan itu dapat menerangi diri
kita sendiri.
Dalam kegiatan spiritual ada istilah study circle,
bhajan, dan bakhta. Study Circle yaitu duduk melingkar
mempelajari buku-buku, ajaran Panca Nilai-Nilai
Kemanusian, dan wacana Sai Baba (Sai), selain itu juga
membicarakan tentang sesuatu, seperti saat terjadi gempa di
Sumatera Barat didiskusikan apa yang dapat kita lakukan
untuk korban bencana; sharing tentang pengalaman hidup;
kecerdasan memaknai pengalam hidup masing-masing secara
spiritual apa yang dialami; mengerem keinginan, masalah
-
yang dihadapi oleh anak-anak, dan masalah-masalah yang
sederhana dalam warga .
Dampak Kehadiran SSGI dalam Kehidupan
Keagamaan
Pada awal kemunculannya kelompok ini banyak
mendapat protes dari para penganut agama Hindu, terutama
di Bali. berdasar data dari hasil penelitian Mursyid Ali,
Pemerintah Daerah, Pejabat Keamanan dan PHDI Pusat dan
daerah tidak bisa menerima kehadiran kelompok Sai Baba.
PHDI Provinsi Bali melalui surat No 57/Pera/III/PHDI.B/1994,
tanggal 24 Pebruari 1994 menyatakan bahwa PHDI tidak
mengakui, tidak mengayomi dan mengambil sikap menolak
keberadaan kelompok Sai Baba di Bali, penolakan ini
sebab ajaran Sai Baba tidak sesuai dengan tatanan kehidupan
keagamaan di negara kita dan dapat menimbulkan keresahan
di kalangan umat beragama.
Dalam telegramnya pada tanggal 10 November 1993
Kodam VII Wirabuana menyatakan bahwa Sai Baba tidak
sesuai dengan tatanan kehidupan kegamaan di negara kita dan
disinyalir telah memperoleh banyak penganutnya di
negara kita yang apabila kegiatannya dibiarkan berlanjut dapat
menimbulkan keresahan dikalangan umat beragama.
Pemerintah Daerah Provinsi Bali setelah mengadakan
pertemuan dengan pengurus PHDI Bali dan PHDI Pusat pada
tanggal 7 Agustus 1990, mengajukan pertimbangan kepada
Kejaksaan Tinggi Bali, sebagai berikut:
-
1. PHDI Pusat dan PHDI Bali tidak mengakui keberadaan Sai
Baba di daerah Bali;
2. PHDI Pusat dan PHDI Bali tidak mengayomi keberadaan
Sai Baba dengan mengaitkan dengan ajaran Hindu, sebab
dalam Sai Baba itu sendiri terdiri dari bermacam-macam
agama;
3. PHDI Pusat dan PHDI Provinsi Bali telah mengambil sikap
tegas menolak keberadaan Sai Baba di Bali.
Kejaksaan Agung Republik negara kita berkenaan
dengan keberadaan Sai Babab di negara kita mengemukakan,
sebagai berikut:
1. Status Yayasan Sri Sathya Sai Studi Group sebagai sekte
agama Hindu, dalam prakteknya kurang tepat, sebab
para pengikutnya selain menganut agama Hindu, ada
juga yang menganut agama lain;
2. Kharisma Sai Baba yang begitu besar dengan upacara yang
berlebihan, pada gilirannya dapat dianggap sebagai nabi.
Bhajan yang dinilai sebagai upacara agamna Hindu,
dikhawatuirkan suatru saat aliran ini akan mengarah
kepada pembentukan agama baru di negara kita ;
3. Buku-buku pedoman yang merupakan khutbah-khutbah
Sai Baba yang dibukukan dan diperbanyak oleh
pengikutnya, tidak sinkron dengan atau tidak bersumber
kepada kitab suci Weda, hal mana akan mempengaruhi
atau mengurangi keimanan orang-orang Hindu.
Ditjen Bimas Hindu setelah menganalisa dan
mengeavaluasi serta mengkaji terhadap kegiatan dan
-
perkembangan Dewan Pusat Sri Sathya Sai Center negara kita ,
ajaran Sai Baba dianggap tidak sesuai dengan tatanan
kehidupan keagamaan di negara kita sehingga menimbulkan
keresahan di lingkungan warga dan mengganggu
kerukunan hidup umat beragama. Sehubungan dengan hal
ini , maka Ditjen Bimas Hindu menyatakan bahwa:
1. Yayasan Sri Sathya Sai Center negara kita tidak lagi
terdaftar pada Ditjen Bimas Hindu dan Buddha
Departemen Agama, dengan mencabut Surat Nomor:
II/5/001/H/1983, tanggal 3 Maret 1983 termasuk Study
Group baik yang di pusat maupun daerah.
2. Terhitung mulai dikeluarkan surat ini, Ditjen Bimas Hindu
dan Buddha Departemen Agama, tidak lagi menangani
masalah Yayasan Dewan Pusat Sri Sathya Sai Center
(No.H/BA.01.2/142/1/1994). (Mursyid Ali: 1998/1999, hal
20-22).
Sejalan dengan berjalannya waktu terjadi adaptasi dan
penyesuaian di antara kedua belah pihak, yaitu antara Sai
Study Group dengan pihak umat Hindu lainnya. Apalagi
setelah banyak penganut Hindu mainstream yag ikut latiahn
spiritual maka terjadi simbiose diantara mereka. Untuk
mendekatkan kedua belah pihak maka atas inisiatif Dirjen
Bimas Hindu dan Buddha waktu itu bersama dengan
pimpinan PHDI Pusat dilakukan pertemuan dengan
kelompok-kelompok yang dianggap menyempal dari ajaran
Hindu. Dalam pertemuan yang diadakan pada tanggal 5
November 2001 ditetapkan kesepaktan bersama antara PHDI
dan Kelompok-kelompok yang dianggap menyempal
ini .
Kesepakatan bersama ini dimulai dengan
menguti Kitab Suci Baghawatgita yang berbunyi: ”Ye yatha
mam prapadyante, Tam tathaiva bhajami aham; Mam
vartmanuvartante, Manusyah partha sarvasah”. Artinya:
Bagaimanapun (jalan) manusia mendekatiKu, Aku terima,
Wahai Arjuna. Manusia mengikuti pada segala jalan
(Bhagawadgita, IV:11).
Peserta pertemuan sepakat untuk senantiasa
mempertahankan persatuan dan kesatuan umat Hindu
dengan menjaga hubungan yang harmonis satu dengan yang
lain, menghormati dan melaksanakan Keputusan Maha sabha
VIII Parisada Hindu Dharma negara kita yang diadakan
tanggal 20-24 September di Denpasar, khususnya bidang
Agama sebagai berikut:
1. Sepakat untuk saling menghormati tata cara kegiatan
kerohanian dan keagamaan masing-masing sampradaya;
2. Sepakat untuk melaksanakan kegiatan kerohanian dan
keagamaan sesuai dengan tata cara yang diyakini masing-
masing serta dilaksanakan dalam lingkungan/tempat
kegiatannya masing-masing;
3. Sepakat untuk tidak mencampuri tata cara kegiatan
kerohanian dan keagamaan yang dilaksanakan di tempat
masing-masing serta menghormati aturan yang berlaku;
Masing-masing menyadari bahwa ajaran agama Hindu
merupakan ajaan suci dan sarat makna, sebab itu wajib
menghargai perbedaan persepsi dan tafsir yang
dilaksanakan oleh masing-masing kelompok/sampradaya
dengan tidak saling mencela satu dengan yang lain.
Mereka yang menandatangani surat kesepakatan bersama
itu yaitu Pengurus PHDI Pusat, Dirjen Bimas Hindu dan
Buddha, dan umat Hindu lainnay masing-masing Yayasan
Sri Sathya Sai Babab negara kita ; Yayasan Keluarga Besar
Chinmaya Jakarta; Guru Dwara Sikh Temple; Dewi
Mandir; Yayasan Radhan Govinda dan Paguyuban
Majapahit (Lihat naskah Kesepaktan bersama: 2001).
lalu pada tahun 2006 diadakan pertemuan
antara Sai Study Group negara kita dengan PHDI Pusat dan
Dirjen Bimas Hindu dan Buddha. Pertemuan menghargai
hasil rapat koordinasi bersama yang diprakarsai oleh Dirjen
Bimas Hindu dan Buddha bersama Parisada Hindu Dharma
negara kita Pusat pada hari Senin 5 November 2001 di ruang
rapat Ditjen Bimas Hindu dan Buddha, lalu
menyepakati untuk mensosialisasikan ke daerah-daerah hal-
hal, sebagai berikut:
1. Bahwa organisasi SSGI yaitu suatu lembaga tempat
mempelajari, menghayati dan mengamalkan wacana-
wacana Bhagawan Sri Sathya Sai Baba yanbg berdasar
Kebenaran, Kebajikan, Cintakasih, Kedamaian, dan Tanpa
Kekerasan. SSGI bukan suatu organisasi yang mempunyai
misi pemindahan agama, bukan mencampur adukan
ajaran agama, dan bukan sebagai agama baru, aliran
kepercayaan ataupun sampradaya;
-
2. Para Bhakta Sai menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, nilai–nilai agama yang dianutnya dan
menghormati tradisi masing-masing agama dengan tidak
membawa tatacara pelaksanaan bhajan ke tempat ibadah
lain agama ata sebaliknya;
3. Para Bhakta Sai mendorong setiap pemeluk agama agar
lebih menekuni agamanya masing-masing dan bertindak
sesuai ajaran yang ada dalam agamanya serta
meningkatkan kualitas etik, moral dan ritual sesuai
dengan agama yang dianutnya;
4. Mengadakan pembinaan bersama kepada para bhakta
agar tidak menafsirkan ritual agama lain berdasar versi
keyakinannya sendiri, sehingga tumbuh keharmonisan
dan kerukunan intern dan antar umat beragama;
5. Upacara kematian, perkawinan, dan acara ritual lainnya
yang berkaitan dengan hukum yang berlku di negara kita
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agamanya masing-
masing. Hasil rapat ini ditandatangani oleh I Nengah Dana
S.Ag, Ketua III Pengurus Harian PHDI Pusat; Ir. I Gede
Putu Suwitra, sekretaris Sai Study Group negara kita dan
Drs. I Wayan Suarjaya Msi, Direktur Jendral Bimas Hindu
dan Buddha.
Berkat usaha yang dilakukan oleh pihak Dirjen Bimas
Hindu dan Buddha dan Pimpinan PHDI Pusat, maka
nampaknya keberadaan Sai Study Group sudah mulai dapat
diterima, dan berkembang ke berbagai pelosok di negara kita .
Buktinya sekarang mereka sudah berkembang di 26 provinsi
di negara kita , hanya beberapa provinsi di negara kita bagian
---
timur yang belum ada pengurus Sai Study Group.
(naskah hasil rapat: Februari 2006).
Dari informasi yang diperoleh dari lapangan
berdasar hasil wawancara dengan pengurus PHDI Pusat
maupun PHDI DKI Jakarta, serta Pembimas Hindu DKI
Jakarta, keberadaan SSGI sudah dapat diterima oleh
warga . Mereka beranggapan keberadaan SSGI sebagai
sampradaya, walaupun sebenarnya menurut keterangan
pengurus SSGI mereka bukan merupakan sampradaya, tetapi
organisasi sosial dan spiritual.
Selama ini belum pernah terjadi konflik antara
kelompok mainstream dengan SSGI, dan sebagai bukti mereka
sudah dapat diterima dan diayomi oleh PHDI Pusat , sudah
ada perwakilan SSGI dalam kepengurusan PHDI Pusat
yaitu Bapak I Ketut Arnaya. Bahkan menurut Sekretaris PHDI
hampir 30% pengurus PHDI Pusat berasal dari Sai Study
Group (SSG). Di beberapa daerah ketua PHDI-nya berasal dari
SSG.
Keberadaan SSGI mempunayi dampak keluar menjadi
inspiratif untuk menciptakan program sejenis, seperti
membantu orang-orang yang membutuhkan. sedang
kedalam menjadi wahana transformatif, merubah anggotanya
dari tidak peduli menjadi peduli terhadap orang disekitarnya.
Spiritualitas Bakhta meningkat, dimana semua aktivitasnya
dilandasi oleh kesadaran terhadap Tuhan, motivasinya
dilandasi olehrasa ikhlas meminjam istilah dalam agama
Islam.
-
Bagi warga yang menerima pelayanan baik
dibidang kesehatan (medicare) maupun lingkungan (ecocare)
akan merasa senang, sebab semua itu diperoleh secara gratis.
Kegiatan ini menciptakan keharmonisan dalam hubungan
antar warga yang berbeda agama dan suku. Meskipun sudah
ada hubungan yang harmonis diantara bakhta SSGI
dengan kelompok lainnya, masih ada prasangka dari
kelompok tertentu terhadap kegiatan spiritual yang lakukan
oleh SSGI sebab ada penganut lainnya yang ikut dalam
kegiatan ini . Pada hal dalam pelaksanaannya doa yang
disampaiakn yaitu doa menurut ajaran agama-masing-
masing bakhta ini . Nampaknya hal ini yang perlu
didialogkan diantara dua pihak yang berkepentingan.
berdasar uraian hasil temuan di lapangan dan
analisisnya, penelitian ini dapat disimpulkan, sebagai berikut:
1. Keberadaan Sai Study Group negara kita disingkat SSGI
sudah mantap, kalau pada awalnya banyak memperoleh
protes dari warga , sekarang sudah dapat diterima
oleh warga . Hal itu terbukti mereka sudah diayomi
oleh PHDI dan beberapa bhaktanya sudah diangkat
menjadi pengurus. Meski demikian di beberapa daerah
masih ada riak-riak kecil, sebab terjadi
kesalahpahaman;
2. Sai Study Group atau SSG merupakan organisai sosial dan
spiritual, bukan organisasi keagamaan dan bukan aliran
-
kegamaan. Anggotanya bersifat terbuka dari berbagai
suku, etnis dan agama. Orang yang aktif di SSG tidak
kehilangan agamanya, bahkan oleh Sai Baba dianjurkan
untuk memperkuat agamanya;
3. Kelompok ini berdasar lima pilar nilai-nilai
kemanusiaan (kebenaran, kebajikan, kasih, hati yang
damai, dan tanpa kekerasan), sembilan pedoman prilaku
dan sepuluh prinsip hidup. berdasar hal ini yang
pokok dalam SSGI yaitu kasih, yaitu kasih terhadap
semua orang tanpa mengenal, etnis, suku, dan agama.
Dalam rangkah memberikan kasih untuk semua orang,
maka sebagi konsekuensinya kita harus mampu
memberikan pelayanan pada semua orang (Love All; Serve
All);
4. Aktivitas dalam SSGI yaitu Spritual, Pendidikan,
Pengabdian dan Pelayanan terhadap warga ;
5. Kelompok ini tidak mempunyai konsep spesifik tentang
Ketuhanan, sebab mereka menghormati semua agama.
Pada prinsipnya menurut mereka Tuhan itu satu, dan
dapat disebut dengan nama apa saja;
6. Dari istilah-istilah yang dipakai kelompok ini
bersumberkan ajaran Hindu, hanya metodenya
mengunakan pendekatan modern (mencontoh kelompok
lain);
7. Untuk mempertahankan ajarannya maka dibentuk center-
center disetiap daerah, dan melakukan aktifitas sosial
secara berkelanjutan.
-
berdasar simpulan di atas, rekomendasi dalam
penelitian yaitu :
1. Agar kelompok ini terhindar dari kesalahpahaman
warga , maka perlu diperhatian beberapa riak-riak
protes yang terjadi di beberapa daerah. Hilangkan kesan
organisasi ini melakukan pemindahan agama para
pengikutnya dengan melakukan dialog melalui fasilitasi
dari FKUB setempat;
2. Aktivitas yang dilakukan selama ini, baik spiritual
maupun sosial sangat baik sebab dilakukan secara lintas
etnis, suku bahkan agama. Kegiatan semacam ini patut
menjadi contoh bagi kelmpok-kelompok lainnya yang
bersifat eksklusif;
3. Ajarannya yang bersifat inklusif dan lintas etnis, suku dan
agama perlu di apresiasi dalam rangka meningkatkan
kerukunan baik intern maupun antarumat beragama.
***
Pemahaman Awal tentang Sadhar Mapan
Agama Hindu tidak mengenal satu sistem kepercayaan
yang disusun demi untuk menyeragamkan keyakinan. Hal ini
dianalogikan sebagai danau yang tercipta dari berkumpulnya
air yang berasal dari berbagai macam aliran air yang bertemu
membentuk samudera luas. Dapat dikatakan bahwa
keberagamaan Hindu itu meliputi kemajemukan tradisi
keagamaan warga nya.
Sebagai agama, Hindu menunjukkan kepada umatnya
jalan untuk meniti pada Sang Maha Pencipta, menempatkan
zat Maha Tinggi sebagai tujuan akhir dalam kehidupan
manusia di dunia. Umat manusia memandang Tuhan sebagai
titik cahaya yang tak dapat dilihat dengan mata biasa namun
melalui sentuhan kasihNya. Hubungan yang tertinggi dengan
Sang Pencipta itu merupakan samudera cinta kasih dan lautan
kedamaian. Untuk meraihnya, di antara manusia lalu
menempuhnya dengan kehidupan sunyi atau meditasi
dengan tujuan untuk memenuhi hasrat akan kebahagiaan
rohaniah serta keseimbangan hidup yang diliputi
kebahagiaan, cinta kasih dan kedamaian yang permanen.
Pengetahuan spiritual hingga saat ini masih dilihat
sebagai sesuatu yang baru. Tidak banyak orang langsung
-
tertarik saat mendengar pengetahuan ini. Tetapi ‘bahasa’
spiritual memiliki keunikan tersendiri, bahkan tidak
membedakan agama dan lain-lainnya. Dalam menjalani olah
batin, setiap orang semula dilanda rasa cemas, baik sedikit
atau banyak, merasa takut akan kehilangan sesuatu, atau
khawatir terjadi sesuatu yang menimpa diri yang tidak
dikehendakinya. Untuk memperoleh solusi, maka perenungan
mendalam tanpa emosi yaitu cara menjauhkan diri dari
segala yang membuat hati manusia gundah dan terbatas larut
kehidupan dunia yang menyilaukan.
Rasa cemas dan ragu tidak akan bisa membantu dalam
menyelesaikan sesuatu yang mengganggu pikiran, yang justru
akan memperburuk situasi. Dengan perenungan lalu
mendekat pada Sang Pencipta, akan menemukan titik di mana
manusia yaitu makhluk yang lemah. Manusia sering dibawa
oleh pikiran sendiri yang memunculkan berbagai persoalan.
Jalan spiritual seperti halnya umat-umat beragama pada
umumnya, dijalani dengan menyendiri, meditasi, dan
berbagai istilah lainnya. Jalan ini dipilih sebagai sarana terbaik
memperoleh “damai” dalam naungan Tuhan.
Sadhar Mapan di Kota Surakarta, merupakan salah satu
lembaga yang memiliki perhatian pada olah batin jalan
spiritual sebagai jalan menuju “damai” dalam cahaya Sang
Pencipta. Dalam memberikan pelayanannya kepada semua
orang, Sadhar Mapan tidak berdasar pada golongan atau
agama tertentu. Namun lembaga ini diwarnai oleh unsur-
unsur spiritualitas keagaman Hindu.
Secara identitas keagamaan, Sadhar Mapan diikuti oleh
pemeluk Hindu, namun mereka juga memiliki pandangan
--
tentang leluhur (orang Jawa) berdasar sistem kepercayaan
keagamaan kuno. Situasi ini lebih dahulu ada sebelum
datangnya agama-agama ke negara kita . Sadhar Mapan
terbentuk sebagai wadah dengan adat Jawa di tengah umat
Hindu kelompok tradisional dengan merujuk kitab-kitab yang
disusun oleh pujangga-pujangga kerajaan Mataram, Kraton
Surakarta atau dari Mangkunegaran.
Sebagai pemahaman awal, dapat dikatakan bahwa
Sadhar Mapan hadir sebagai wadah umat Hindu dalam
bentuk yayasan yang berbadan hukum resmi dan tercatat
dalam lembaran negara. Yayasan Sadhar Mapan muncul
menambah khazanah varian umat Hindu dengan warna Jawa.
berdasar etimologinya, Sadhar Mapan yaitu singkatan
dari Sanatana Dharma Majapahit dan Pancasila. Akronim ini
lalu menjadi nama organisasi yang dipilih oleh umat Hindu
dengan warna budaya Jawa yang berada di Kota Surakarta.
Adapun Sadhar Mapan sebagai lembaga didirikan pada
tanggal 20 Januari 1971 atas prakarsa Romo Harjanto
Projopangarso. Seiring dengan pendirian yayasan ini, beliau
juga menyatakan berdirinya Pura Mandira Seta. Pura ini
menempati rumah orang tua beliau di Jl. Sidikoro No 2
Baluwarti Kraton Surakarta.
Sejarah kelahiran Sadhar Mapan sesungguhnya
berhubungan dengan awal kemunculan Hindu sebagai
Sanathana Dharma yang artinya kebenaran yang abadi,
kebenaran yang tidak memiliki awal dan akhir. Dalam
Sanathana Dharma, agama Hindu menyatakan dirinya kepada
dunia bahwa kebenaran abadi akan ada untuk selamanya.
Profil Yayasan Sadhar Mapan
Memasuki Kota Surakarta dan Kehidupan Keagamaannya
Membicarakan Kota Surakarta tidak dapat lepas dari
keberadaan Karaton (Kraton) Surakarta yang merupakan
bukti sejarah keberadaan kerajaan Mataram yang pernah jaya
di eranya. Kraton Surakarta menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari dinasti Mataram Islam di masa akhir
kejayaannya.
Penduduk asli warga Jawa (Bumi Putera) dan
penduduk suku lain di nusantara memiliki kesadaran sosial
budaya. Kesadaran itu berupa kebanggaan atas identitas sosial
budaya mereka sendiri yang diwariskan oleh leluhur
walaupun situasi dan kondisinya secara spesifik memiliki ciri
khas tersendiri (Mikiro Moriyama, 2003). Sebagaimana
dikemukakan di atas, bahwa warga Jawa yang telah
memiliki sistem kepercayaan di bidang spiritual yang
menyebabkannya disebut dengan keagamaan kejawen.
Setidaknya demikian yang dipaparkan oleh Suliani yang
mengaku melakukan amalan-amalan kejawen sebagaimana
dilakukan oleh eyang buyutnya meski menganut agama-
agama yang memperoleh pelayanan dari pemerintah.23
Kejawen merupakan campuran (sinkretisme)
kebudayaan Jawa asli dengan agama-agama yang datang
lalu yaitu Hindu, Buddha, Islam dan Kristen. Di antara
campuran ini yang paling dominan yaitu
percampurannya dengan ajaran agama Islam. Membincang
masalah kejawen atau aliran kebatinan tradisional Jawa tidak
dapat lepas dari istilah manunggaling kawula Gusti, sangkan
paraning dumadi, wahyu kasekten, kramat, tapa brata ngruwat dan
lain sebagainya.
Di antara ajaran faham kejawen menurut Prabaswara (tt:
164) disebutkan di antaranya:
1. Meskipun penganut kejawen memeluk agama di antara
agama-agama yang dilayani pemerintah itu, mereka masih
berpegang pada tradisi Jawa asli.
2. Agama bagi penganut kejawen yaitu manunggaling
kawula Gusti meski paham ini ditentang oleh kaum
puritan.
3. Ajaran kejawen berdimensi tasawuf dengan model yang
dikembangkan bercampur dengan budaya agama lain.
4. Raja sebagai pemimpin baik pemimpin pemerintahan
maupun pemimpin agama.
5. Kitab Mahabharata dan Ramayana yaitu sumber
inspirasi ajaran kejawen yang mengandun gajaran
moralitas karakter dan perilaku tuntunan hidup.
6. Menekankan pada indra batin dan laku batin dalam setiap
aktivitas kehidupan di dunia yang menitikberatkan pada
aspek mistik (batin). Isi mistik itu meliputi keberadaan
wahyu, kasekten, kramat dan kesatuan mistik.
Sejarah Pendirian Yayasan Sadhar Mapan
Sebagaimana telah disinggung selintas, Sadhar Mapan
didirikan pada tanggal 20 Januari 1971 atas prakarsa Romo
Harjanto Projopangarso. Sejak saat itu pula Sadhar Mapan
menjadi yayasan resmi dan memperoleh legalitas pada catatan
notaris dan lembaran negara. Pada 2015, Yayasan Sanatana
--
Dharma Majapahit dan Pancasila memperbarui akta yayasan
ini . Sebagaimana termaktub dalam lembaran pencatatan
Notaris Pande Putu Erma Widyawati, SH, M. Kn. dengan akta
notaris Nomor 32 Tahun 2015. Yayasan Sadhar Mapan
beralamat di Jl. Mloyo Kusuman No 59 RT 03/011 Kelurahan
Baluwarti Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta. Sementara
itu, legalitas dari pemerintah diperoleh melalui surat
keputusan Kementerian Hukum dan HAM RI No AHU-305.
AH. 02. 01tertanggal 6 Juni 2008. Legalitas lahan yang
ditempati sebagaimana dinyatakan dalam Surat Keputusan
Badan Pertanahan Nasional No 9-XVII-PPAT2008 tanggal 1
September 2008.
Sebagai lembaga berbentuk yayasan, Sadhar Mapan
bergerak di bidang sosial dan keagamaan. Kegiatan di bidang
keagamaan di antaranya membantu dan bekerja sama dengan
Lembaga Agama Hindu yang telah ada, seperti PHDI dan
WHDI. Di bidang pelayanan umat, Sadhar Mapan membantu
memberikan pencerahan kepada umat dalam memahami
ajaran agama Hindu sesuai dengan Sastra Dresta dan Desa
Dresta.24 Yayasan Sadhar Mapan berdasar pada azas
24Dresta yaitu pandangan dari suatu warga mengenai tata krama
dalam menjalankan hidup dan kehidupan diwarga (desa pekraman). Setiap
warga dalam lingkup desa/wilayah berbeda latar belakangnya
(sosial,ekonomi,budaya,sifat keagamaannya). Meski tidak mencolok, perbedaan
dalam penampilan selalu muncul dan mewarnai perilaku kehidupan antara
warga yang satu dengan yang lainnya. Dresta terdiri dari empat jenis dengan
acuan pembenarannya bervariasi, yaitu: (a). Purwa Dresta; sering juga disebut Kuna
Dresta, yaitu suatu pandangan lama yang muncul sejak dahulu dan terus dijadikan
sebagai pedoman dari generasi pelaksanaan Nyepi dengan catur bratanya; (b) Loka
Dresta; yaitu suatu pandangan lokal yang hanya berlaku pada suatu
daerah/wilayah. Contohnya: tradisi tidak membakar mayat di daerah/wilayah
Trunyan(Bali Aga); (c) Desa Dresta, tidak jauh berbeda dengan loka dresta, yaitu
suatu pandangan yang sudah mentradisi dan hanya berlaku disuatu desa tertentu
saja. Misal: tradisi Ngusaba umumnya dilakukan di desa-desa Bali timur, sedang di
Bali Barat tidak begitu lumrah; (d) Sastra Dresta yaiu suatu pandangan yang dasar
-
Ketuhanan Yang Maha Esa baik secara teoritis maupun
praktis menurut ajaran Triyana warisan Majapahit. Ia
bertujuan mengantarkan warganya mencapai kebahagiaan di
bidang vertikal dan horizontal dalam warga dalam
bingkai Pancasila (Nukning Sri Rahayu, 2013: 5). Pemahaman
ada ajaran Hindu dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
sikap umat Hindu dalam menjalani hidup sesuai dengan
ajaran kitab suci dan mencapai kebahagiaan batin secara
vertikal dengan Sang Maha Pencipta melalui Catur Yoga
Marga sebagai media pelatihan-pelatihan spiritual. lalu
umat Hindu juga dapat menjalin kebersamaan hidup dalam
kasih sayang dengan sesama makhluk dalam hubungan
horizontal. Sikap hidup beragama umat Hindu sebagaimana
telah dicontohkan pada zaman Majapahit, hubungan umat
beragama berlangsung harmonis meski berbeda-beda paham
dan alirannya.
Secara individu, umat yang terbina dalam Sadhar
Mapan diharapkan mampu memanfaatkan potensi diri sendiri
secara optimal, memiliki budi pekerti yang luhur, berbudaya
dan dan memiliki peradaban sebagai warga negara yang
berjiwa Pancasila. Umat Hindu yang memiliki budi pekerti
luhur akan dapat mendedikasikan dirinya kepada warga
bangsa dan negara baik di bidang pendidikan maupun
budaya. Sementara itu, Pancasila sebagai salah satu falsafah
yang dijadikan pedoman yaitu satu kesatuan utuh dengan
jati diri bangsa negara kita . Kelima sila yang terkandung di
dalamnya tergali dari nilai-nilai luhur warisan bangsa
negara kita yang mendiami nusantara. Sebagai bentuk
pijakannya yaitu sastra atau pustaka-pustaka agama yang mengacu pada kitab suci
Weda. Misalnya: Manawadharmasastra, Sarassamuscaya, Bhagawadgita, dll.
termasuk lontar-lontar yang berisi petunjuk praktis dari pelaksanaan upacara yadnya.
Pengejawantahan Pemikiran Besar Sang Guru
Adanya Sadhar Mapan hingga saat ini tidak lepas dari
pemikiran Romo Harjanto Projoparngarso. Bermula dari
ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah pasca
meletusnya pemberontakan partai komunis yang dikenal
dengan G30S/PKI, dikeluarkannya ketetapan bahwa ada enam
agama resmi yang mendapatkan pelayanan oleh pemerintah,
yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khong Hu.
Persoalan di warga bahwa jika salah menyebutkan
AGAMA MURNI yang dianut mengakibatkan masalah yang
besar bahkan fatal kehilangan nyawa. Pada saat itu, para
penganut kejawen merasa tidak memiliki “rumah” untuk
bernaung sebab para penganut kejawen secara mayoritas
yaitu pemeluk agama Islam. Pada saat menjalankan ajaran
Islam dengan warna jawa (kejawen), memunculkan persoalan
dengan kaum Islam “santri” hingga merebak sampai daerah
Klaten dan Boyolali.
Seperti yang disinggung sebelumnya dalam Hindu
dikenal ada empat jalan untuk menuju Yang Maha Kuasa.
Empat Jalan ini disebut dengan Catur Yoga yang terdiri dari:
1. Bhakti Yoga, menuju Yang Maha Kuasa dengan
memakai sarana Rasa
2. Karma Yoga, menuju Yang Maha Kuasa dengan
memakai sarana Gerak/Kerja/Action
3. Jnana Yoga, menuju Yang Maha Kuasa dengan
memakai sarana Pikiran/logika
4. Raja Yoga, menuju Yang Maha Kuasa dengan
memakai sarana Konsentrasi dan Pengendalian Diri.
warga yang selalu menjaga tradisi Jawa
(Kejawen) itu untuk berpindah keyakinan menjadi Kristen
atau Katolik menurut Romo Harjanto, suatu hal yang tidak
mungkin, sebab tidak ada lebensraum (cari) bagi keyakinan
dan keeraman mereka. warga ini memiliki
keyakinan dan kegemaran yang terdiri atas tradisi dan adat
-
istiadat majapahit yang ternyata mereka mempertahankan itu
mati-matian. Jika mereka masuk ke agama Buddha, seperti
tidak ada perubahan kondisi atas kegundahan batin mereka.
Untuk masuk ke agama Khong Hu Cu, bagi mereka menjadi
kondisi yang sulit terutama pada aspek budaya, padahal
keduanya yaitu sama-sama memelihara tradisi dan budaya
leluhur.
Sejarah Berdirinya Pura Mandira Seta
Eksistensi Yayasan Sadhar Mapan di lingkungan
Kraton Kasunanan Surakarta tidak dapat lepas dari
keberadaan Pura Mandira Seta. Mengutip ungkapan Nyoman
S. Pendit bahwa tempat suci umat Hindu untuk melaksanakan
persembahyangan disebut dengan berbagai istilah dalam
bahasa Sansekerta, di antaranya dharmasala, devalaya, devagriha,
devabhavana, sivalaya, smabha, devawisma dan mandira. Dari
istilah tempat ibadah ini di negara kita dikenal dengan Pura
atau Pujagraha atau tempat memuja, tempat menghaturkan
sembah dan bhakti sujud kehadapan Hyang Widhi Tuhan
Agung dan Hyang Tunggal. Pura Mandira Seta sebagai
tempat ibadah umat Hindu untuk memuja Hyang Widhi
Wasa, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
pada umumnya. Secara khusus Mandira Seta dimaksudkan
untuk penganut agama Hindu (Nukning Sri Rahayu, ibid).
Semua bangunan yang ada di Pura Mandira Seta dan
ruang beserta isinya berkaitan dengan proses pengajaran dan
pembinaan bagi umat Hindu, terutama pembinaan
kepribadian dan karakternya. Adapun bangunan Pura dapat
disebutkan di sini terdiri dari:
1. Pintu masuk Gerbang Mandira Seta
Pintu gerbang ini disimbolkan sebagai gerbang yang
dilalui oleh setiap orang yang hendak memasuki Pura.
Gerbang ini sebagai perlambang kesiapan setiap orang
dengan penuh kesadaran diri untuk meningkatkan nilai
spiritual terutama melalui Yoga. Kehadiran seseorang ke
Pura menunjukkan titik permulaannya meninggalkan
kepentingan pribadi terutama yang berbalut unsur
keduniawian.
2. Rumah Joglo
Rumah Joglo yaitu rumah adat warga Jawa. Sebagai
rumah adat, bangunan Joglo sarat dengan makna dan
simbol-simbol luhur yang ada pada warga Jawa.
Konstruksi rumah Joglo terdiri dari regol, topengan,
pendopo (balai), pringgitan, ndalem, senthong gandhok,
gadri, dapur, sumur dan kamar mandi. Bangunan ini
secara filosofis sarat dengan nilai-nilai ajaran agama
Hindu. Makna masing-masing bangunan yaitu :
Regol : merupakan pintu masuk pekarangan yang
biasanya siapa pun memasuki rumah, akan
melewati regol terlebih dahulu
membersihkan dirinya.
Tope-
ngan/
tebengan
: bangunan seperti teras yang berada di
tengah yang berfungsi sebagai tempat
menanti kedatangan tamu akan akan
datang di rumah ini , atau sebagai
tempat untuk persiapan pemilik rumah jika
hendak melakukan perjalanan keluar
rumah.
Pendopo
(balai)
: bangunan ini diperuntukkan sebagai
tempat untuk membincangkan berbagai
persoalan yang dihadapi oleh pemilik
rumah. Dalam falsafah Hindu, pendopo ini
juga disebut dengan Brahma Loka.
Pring-
gitan
: bangunan yang berada di belakang
pendopo yang berfungsi untuk
penyelenggaraan seni seperti seni wayang.
Ndalem : bangunan ini sebagai rumah tinggal yang
digunakan oleh pemilik rumah. Dalam
falsafah Hindu disebut dengan Wisnu
Loka.
Sen-
thong
: merupakan ruangan yang ada dalam
rumah ini . ia berada di bagian
belakang ndalem. Dalam falsafah Hindu,
bagian rumah ini disebut dengan Siwa
Loka. Di tempat ini pula, biasanya pemilik
rumah meletakkan beberapa ubo rampen
persembahyangan dan pemujaan kepada
dewata. Sentong secara umum terbagi
menjadi tiga, yaitu sebelah kiri, tengah dan
kanan.
Sentong ini juga disebut dengan tanen (asal
kata dari petani). Biasanya para petani
melakukan ritual sebelum pelaksanaan
panen raya agar panen yang akan
dilaksanakan dapat diselenggarakan
dengan baik di sentong bagian kiri. 26Secara
spiritual, senthong bagian kanan dimaknai
26Wawancara dengan Pak Sugito.
---
dengan Brahma Loka, sentong tengah
Wisnu Loka dan sentong kiri sebagai Siwa
Loka.
Gandhok : bangunan yang berada di sisi kanan dalem
yang fungsinya untuk mempersiapkan
makanan yang biasanya disiapkan oleh
batih perempuan.
Gadri : teras kiri kanan dalem yang secara simbolik
diartikan untuk memperoleh
keseimbangan.
Dapur
Sumur
dan
Kamar
mandi
: bagian yang penting juga dalam rumah
untuk aktivitas harian seluruh batih
keluarga.
3. Ruang Sang Hyang Wenang
Di rumah sang hyang wenang ada patung Hyang
Ismoyo (Semar), arca Brahma, patung Erlangga (titisan
Wisnu) dan patung atau lukisan dari berbagai agama yang
dipandang memiliki nilai-nilai spiritual.27
4. Kolam Hasta Brata
Mengenai bangunan ini dapat dilihat seperti di bawah.
5. Ruang Ibu Pertiwi
Ibu Pertiwi berasal dari bahasa Sanskerta dari kata pṛ thvi
atau juga pṛ thivī, dewi dalam agama Hindu. pṛ thvī, atau
juga pṛ thivī). Dewi dalam agama Hindu dan juga "Ibu
Bumi" (atau dalam bahasa negara kita "Ibu Pertiwi").
Sebagai pṛ thivī matā "Ibu Pertiwi" Ibu Pertiwi merupakan
personifikasi nasional negara kita , perwujudan tanah air
negara kita . 28Dalam konteks warga Jawa, ibu pertiwi
ini yang dipandang selalu menjadi panutan tradisi
warga Jawa dipersonifikasikan kepada penjaga laut
selatan (Nyai Roro Kidul).29
Pura Mandira Seta sebagai tempat ibadat umat Hindu
terbagi ke dalam kerangka ajaran agama Hindu. Tujuan
pendirian pura ini yaitu untuk mewujudkan manusia
negara kita yang berkarakater dengan dasar-dasar ajaran
agama Hindu. Nukning dalam hasil studinya masa-masa
pendirian pura itu terbagi dalam tahapan-tahapan yang tidak
lepas dari riwayat beliau. Tahapan ini sebagaimana
diuraikan Nukning Sri Rahayu (2013: 23-28) yaitu :
TAHAP URAIAN KETERANGAN
Pendidikan
Formal
Pak Harjanto
menempuh pendidikan
di Sekolah Kanisius,
MULO dan Sekolah
Taman Siswa
Pada pendidikan formal
jenjang dasar dan
menengah, rajin membaca
buku sebab ia merasa
bahwa yang didapat di
ruang kelas tidak
memuaskan bagi
penambahan wawasan dan
secara intelektualnya.
Dalam kondisi demikian,
beliau lalu
mengambil keputusan
keluar dari sekolah formal
ini .
Peningkatan
Kesadaran
Diri
Menggali sendiri buku-
buku ilmu pengetahuan
dan menekuni bidang
spiritual.
Mengetahui dirinya tidak
lagi memasuki pendidikan
formal, ayahnya murka dan
memerintahkannya pergi
meninggalkan rumah.
Sebagai warga dalem
kraton yang memiliki status
sosial dan tingkat ekonomi
yang mapan di
lingkungannya, jenjang
pendidikan saudara-
saudaranya terjamin hingga
menyelesaikan pendidikan
tinggi.
Pada tahap ini, beliau
lalu menuju pulau
-
Nusupan yang berada di
delta Bengawan Solo.
Tempat ini merupakan
makam para leluhur beliau.
Di sini beliau mengisi
waktu dengan membaca
buku-buku sejarah, buku-
buku agama dan
pemantapan spiritual.
Salama melakukan itu,
beliau tidak henti-hentinya
tirakat dan tapa brata
selama kurang lebih 16
tahun menggembleng diri,
meningkatkan kesadaran
diri. Fasilitas yang
digunakan hanya sebuah
gubuk tua di tengah area
pemakaman itu. Di malam
harinya, beliau melakukan
Yoga Tirta (semedi dengan
cara kungkum atau
berendam). Pada pagi hari
dan tengah hari, beliau
melakukan meditasi surya.
Pengabdian
pada Negara
Beliau masuk sebagai
relawan Tentara Pelajar
mempertahankan
kemerdekaan dengan
bersemboyan “Memayu
hayuning bawana” dan
bekal mental sepi ing
pamrih rame ing gawe.
Pada tahap ini bekal beliau
selama melakukan olah
spiritual sangat membantu
beliau secara pribadi.
Kekuatan mental dan
unsur-unsur irrasional
seperti sudah melekat ada
pada diri beliau yang secara
signifikan memiliki andil
besar mengusir penjajah.
Derajat kamoksan yang telah
diraih nampak dalam diri
beliau selama tahap ini.
Pengabdian
pada
Kemanusiaan
& Akademi
Metafisika
Mencari dukungan
berdirinya akademi
Metafisika sampai ke
UNESCO meski tidak
memperoleh sambutan
dari organisasi dunia
ini .
Pendirian akademi ini
bertujuan untuk menjaga
kemurnian ilmu metafisika
(ilmu tua) ini dari
pengaruh-pengaruh sesaat,
terkontaminasi oleh
kepentingan individu.
Upaya itu hanya dapat
diperoleh melalui lembaga
akademik. Usulan ke
UNESCO agar akademi
metafisika dapat
diwujudkan di negara kita
(Surakarta), meski akhirnya
tidak mendapatkan respon.
Pengabdian
pada Umat
Hindu
Memperoleh ilham
berupa wisik dari dewata
bahwa agama Hindu
akan kembali menjadi
agama yang dipeluk
oleh warga di
Pulau Jawa.
Pura Mandira Seta
sebagai wadah
kembalinya orang-orang
Hindu di tanah Jawa
yang memberikan watak
dan karakter sebagai
orang Hindu.
Tahap ini pula beliau
memperoleh legalitas
dari Parisadha dengan
Keberadaan agama Hindu
selama ini melekat dengan
Puau Bali. Bali dipandang
laksana museum dari
Kerajaan Majapahit yang
pernah Berjaya di masanya
yang beragama Hindu. Bali
yaitu benteng terakhir
kebudayaan Jawa
Majapahit berkat daya
magis yagn dipancarkan
oleh Pura Besakih, Pura
Silayukti, Gunung Agung
dan Gunung Rinjani.
Wisik yang diterima oleh
Bapak Harjanto tepatnya
pada saat beliau
----------- 104
diserahkannya beberapa
umat untuk dibina.
Mereka semula yaitu
penganut Islam yang
memiliki adat Jawa
(kejawen) yang masih
mempertahankan adat
istiadat Majapahit yang
sesuai dengan agama
Hindu.
Dalam masa ini pula
beliau melakukan
kunjungan ke
Karanganyar, Boyolali
dan Klaten menemui
umat yang masih setia
memeluk agama Hindu
peninggalan Majapahit.
berkunjung ke daerah Tirta
Gangga Karangasem Bali.
Dijelaskannya bahwa sudah
tiba saatnya agama Hindu
keluar dari Pulau Bali dan
menyebar ke berbagai
penjuru di nusantara.
Selang beberapa saat
berikutnya, terjadilah
peristiwa meletusnya
gunung Agung bertepatan
dengan upacara besar di
Pura Bedsakih. Dampak
letusan hebat gunung itu
yaitu banyak warga
lalu bertransmigrasi
ke luar pulau sekaligus
membawa agama Hindu.
Bangunan rumah adat Jawa
milik leluhur beliau yang
berada di lingkungan
Baluwarti ini lalu
dikukuhkan menjadi Pura
Mandira Seta yang
berfungsi menjadi wadah
kedatangan umat Hindu
Bali dan penggerak
geliatnya di daerah
Surakarta.
Mendirikan
Yayasan
Sadhar
Mapan
Yayasan ini berdiri pada
tanggal 20 Januari 1971
RW Harjanto menjadikan
rumah orang tuanya
sebagai Pura Mandira Seta
yang beralamat di Jl.
Sidikoro No 2 Baluwarti
Kraton Surakarta.
Mendirikan
Yayasan &
Rumah
Ibadah
Sahasra Adhi
Pura
Sahasra Adhi Pura ini
beralamat di Sonosewu
Mojolaban Sukoharjo.
Yayasan ini didirikan untuk
meningkatkan pengabdian
warga Hindu dalam
lapangan pendidikian
agama dan kebudayaan
Hindu. Sesuai dengan
namanya, di Pura ini
ada miniature tempat-
tempat suci umat beragama
yang ada di negara kita
bahkan dunia. Tempat suci
di negara kita diutamakan
yaitu candi-candi yang
tidak atau kurang
mendapatkan perhatian
pemeliharaannya.
Murid-murid beliau di
akademi metafisika baik di
Sadhar Mapan (Mandira
Seta) maupun di Sahasra
Adipura melanjutkan cita-
cita luhur sang guru itu.
Pura Mandira Seta dikelola
oleh pengurus yang
bernaung di Sadhar Mapan
terdiri dari orang Jawa dan
beberapa dari Bali,
sementara Sahasra Adhi
Pura dikelola oleh murid-
murid beliau yang berasal
dari dalam maupun luar
negeri.
Kembali
Kehadirat
yang Kuasa
Beliau meninggal dunia
pada tahun 1997
Pengabdian beliau untuk
mengembangkan umat
Hindu lalu tuntas
dengan Pura
Mandira Seta dan Yayasan
Sahdhar Mapan yang
makin eksis.
Karaton KasunanSurakarta Penjaga Kelestarian Adat Jawa
Karaton Surakarta Hadiningrat atau disebut dengan
Karaton Kasunanan Surakarta didirikan oleh Ingkang
Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono II pada hari Rabu
tanggal 17 Suro tahun Je 1670 atau bertepatan dengan 17
Februari 1745. Hari berdirinya Karaton Surakarta ini
didasarkan pada hari kepindahan pusat pemerintahan dari
Karaton Kartasura ke Desa Sala pada hari Rabu tanggal 17
bulan Suro tahun 1670 ini . Desa Sala dipilih sebagai
pusat pemerintahan kelanjutan Karaton Kartasura, sedang
Karaton Kartasura yaitu penerus dari Karaton atau Negeri
Mataram Hadiningrat. Kerajaan Mataram (Islam) didirikan
oleh Sutawijaya yang bergelar Kanjeng Panembahan Senopati
Ing Ngalogo Sayidin Panatagama pada akhir abad ke 16
Masehi. Sebagai kelanjutan dari Kerajaan Mataram ini ,
Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono II masih
memiliki garis keturunan pancer kakung (trah)dengan
Kanjeng Panembahan Senopati (Sri Winarti, 2002: 23).
Dalam sejarah pemerintahan di Karaton Surakarta,
Kanjeng Susuhunan Paku Buwono selalu diperintah oleh
seorang pria, dan tidak ada Paku Buwono itu wanita. Raja
yang memerintah bergelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun
Kanjeng Susuhunan Paku Buwono Senopati Ing Ngalogo
Ngabdurahman Sayidin Panatagama, memerintah seumur
hidup secara turun temurun berdasar trah, hak asal-usul
atau hak tradisional dan bersifat istimewa. Ratu (Raja)
Kerajaan Jawa sebagai penguasa yaitu keturunan orang Jawa
memiliki wilayah kekuasaan di tanah Jawa memiliki konsep,
ajaran, paha atau falsafath hidup orang Jawa (Sri Winarti, ibid).
Dalam tradisi kerajaan di tanah Jawa, kepemimpinan
di bawah kendali raja yaitu satu lingkaran konsentris yang
mengelilingi sultan sebagai pusat. Sultan yaitu sumber satu-
satunya dari segenap kekuatan, kekuasaan dan pemilik segala
sesuatu di dalam kerajaan. Sultan diidentikkan dengan
kehormatan, prestise, keadilan, kekuasaan, kebijaksanaan dan
kemakmuran kerajaan yang semua terletak padanya.
Lingkungan yang dekat dengan sultan yaitu keratin, yakni
lingkungan pertama mencakup istana kediaman sultan
beserta keluarganya. Di lingkungan ini pula tempat para
pangeran dan kaum bangsawan melaksanakan tugas-tugas
kerajaan. Para pangeran dan bangsawan ini memiliki fungsi
sebagai saluran komunikasi yang menghubungkan antara
warga dengan sultan. Aturan yang berlaku sangat ketat
sekali yang terkait dengan bahasa yang digunakan, pakaian
dan tata karma. Semua berdasar pada protokol yang telah
ditentukan oleh Kraton. Ketentuan ini harus diikuti oleh siapa
saja yang memasuki lingkaran ini dan orang-orang yang tidak
mengikuti aturan ini akan merasa malu (Selo Sumardjan, 2009:
26).
Muncul anggapan bahwa kekuasaan raja-raja Mataram
di tanah Jawa yaitu sebagai pelestari tata hidup yang telah
ada yakni mahkota kerajaan Majapahit yang menjadikan
agama Hindu sebagai agama resmi kerajaan. Tanda-tanda itu
dipakai selama bertahun-tahun oleh raja-raja Mataram hingga
-
terpecah-pecah menjadi Mangkubumen, Kasunanan dan
Mangkunegaran.30
Keberadaan Pura Mandira Seta di lingkungan Keraton
Kasunanan Surakarta turut menambah khazanah tradisi Jawa
yang masih dipelihara. Tradisi yang berjalan di rumah ibadat
ini mengikui tradisi yang dilakukan biasanya di dalam
lingkungan kraton.
Hari Besar Keagamaan dan Pokok Ajaran Sadhar
Mapan
Sebagai bagian dari umat Hindu yang tergabung
dalam Parisadha, umat Hindu yang berada di bawah payung
Yayasan Sadhar Mapan dan Pura Mandira Seta
menyelenggarakan upacara keagamaan sebagaimana umat
Hindu yang terhimpun dalam Parisadha. Hari-hari besar
keagamaan pun yang dilaksanakan yaitu hari-hari besar
umat Hindu Dharma di Bali. Ritual secara bersama-sama
dilaksanakan setiap hari Minggu sore mulai jam 18. 00 sampai
selesai.31
Pak Harjanto merupakan sentral figur, perintis dan
peletak dasar Yayasan Sadhar Mapan. Pokok-pokok pikiran
dan konsepnya menjadi acuan eksistensi yayasan ini .
Melalui wawancara dengan Bu Nukning dan beberapa catatan
penelitian yang dilakukan, disebutkan bahwa langkah yang
dilakukan oleh Romo Harjanto Projopangarso terhadap umat
Hindu yang berada di bawah naungan Yayasan Sadhar
Mapan yaitu melalui pendidikan karakter. Dasar-dasar
pendidikan ini mengacu pada perjalanan pribadi beliau
sendiri selama dalam masa-masa pengembaraannya baik
pengembaraan spiritual maupun intelektual. Awal mula yang
beliau lakukan melalui tapa brata (pengendalian diri) sebaga
sarana untuk membersihkan diri yang juga popular disebut
dengan ngruwat diri sendiri dengan tujuan memperoleh
kesadaran diri. Tahap ini dilalui dengan cara meminta
petunjuk guru spiritual, juga membaca buku-buku yang
mengajarkan Yoga, buku-buku agama dan filsafat lalu
mengamalkannya selamat tidak kurang dari 20 tahun.
Pendidikan karakter berbasiskan nilai-nilai ajaran agama
bertujuan menghasilkan umat yang cerdas dan
berkepribadian Pancasila, berbasis lingkungan. Umat
diharapkan menjadi cerdas berdasar ajaran agama Hindu,
berbasis sosial budaya dan berdasar Pancasila
berselimutkan budaya dan tradisi kraton yang menjunjung
tinggi budi pekerti dan kehalusan budi.32
Di dalam Yayasan Sadhar Mapan dikembangkan
ajaran Triyana, yakni Sanatana Dharma (Hindu) Majapahit,
Buddha Mahayana dan aliran Lingga Yoni. Dalam struktur
Yayasan, disebutkan beliau membuat aturan untuk dewan
Pembina yang dinamaka dengan NAWA BRATA atau
Sembilan sumpah setia. Sumpah ini diantaranya
dinyatakan bahwa:
1. Menjadikan Pancasila secara teoritis dan praktis.
2. Menghayati kepribadian nasional.
3. Bersikap nasionalis yang positif, konstruktif dan aktif.
32Wawancara dengan Bu Nukning dan buku informan.
--
4. Mewujudan persatuan dan kesatuan bangsa agar terhindar
dari perpecahan.
5. Mempertahankan kemurnian ajaran-ajaran kepercayaan
kepada Tuuhan dan melaksanaan ajaran Tuhan.
6. Mewujudkan kedamaian dan ketentraman baik nasional
maupun internasional.
7. Mempersembahkan separuh waktu untuk bersemedi
melalui Yoga untuk menghilangkan ego dalam diri.
8. Melaksanakan bhakti Yoga dengan tujuan
memanifestasikan Atman di ranah horizontal.
9. Menjauhi unsur-unsur yang merongrong persatuan dan
kesatuan bangsa.
Pengembangan Spiritualitas Kejawen
Aspek Teologi
Ajaran teologi yang dikembangkan di Pura Sadhar
Mapan yaitu ajaran Hindu yang dianut oleh Parisadha
Hindu Dharma. Pemujaan kepada dewa-dewa yang diakui,
namun di antaranya mengerucut pada tiga yakni Brahma,
Siwa dan Wisnu.33
Aspek ritual
Pada pelaksanaan ritual keagamaan, di Pura Mandira
Seta digunakan secara resmi dan dikenal dengan Mantram
(Mantra) Pengayoman. Mantram ini berbunyi:
“Upacara. . Buddha pengayoman olah negara. . AUM . .
Shanno Parama Siwa Shanno Ismaya Buddha Maitreya
Amitaba Sham Brhaspati Shanno Bhavadpariyama Kalki
Awatar Shanat Kumara Sanandana Sanaka Sanathana Sri
Erlangga Sabdo Palon Manu Wiswawata Siwa Mahadewa
Surya-Indra-Candra-Kuwera-Bayu/Wayu-Agni-Yama-
Waruna Shanno Pertiwi Tara Shri Radha Kwan Im Kali
Ismayawati Shri Bhairawa Bhagawati Shanno Dharma
Iswara Brahma Rudra Wishnu Urukramah”
Setiap membaca mantra ini ada rangkaian
upacara. Mantram ini dipersembahkan untuk memayu
hayuning bawono bukan untuk pribadi, bukan untuk golongan,
bukan untuk orang perorang. Akan tetapi untuk semesta
alam, khususnya kebaikan dan kemaslahatan NKRI.
Penyebutan kata-kata “pengayoman” yaitu untuk negara
dengan tujuan untuk memperoleh karunia Tuhan agar
mengayomi bangsa dan negara. Dzat yang dapat melakukan
itu yaitu Dia, Tuhan yang dekat dan sangat dekat dengan
manusia, Tuhan sebagai avatara yang dekat dengan semua
makhluknya.34
Aspek Spiritual
Ajaran spiritual yang dilakukan di Pura Mandira Seta
ditempuh melalui Yoga. Kata Yoga berasal dari kata Sanskerta
Gito tercermin ada Buddha Maitreya Amittabha, juga disebutkan Syiwa mahadewa,
juga ada Surya Indra Chandra Kuwera Nila Agni Yama Waruna yang memancarkan
kekuasaannya masing-masing. Di sana ada kalki avatara yaitu juru selamat yang
ditunggu. Di tengah2 ada sri erlangga sabdo palon yaitu sosok-sosok yang kita
dekat dengan beliau. Sri erlangga pernah menjadi raja di Kediri, kedekatan Tuhan
yang maha jauh dan kedekatan Tuhan yang dekat dengan kita. Kita memang mampu
meramu semua yang ada di sini.
-
“Yuj” yang berarti menghubungkan diri dan persatuan dari
semua aspek seorang individu dari unsur tubuh, pikiran dan
jiwa. Yoga berarti penyatuan kesadaran manusia dengan
sesuatu yang lebih luhur, lebih transenden, lebih kekal dan
ilahi. Menurut Painini, Yoga diturunkan dari akar
Sanskerta yuj yang memiliki tiga arti yang berbeda, yakni :
penyerapan samadhi (yujyete); menghubungkan(yunakti); dan
pengendalian (yojyanti). Namun kunci yang biasa dipakai
yaitu ‘meditasi’ (dhyana) dan ‘penyatuan’(yukti).
Menghubungkan diri dengan cara merendahkan diri
atau pribadi, roh, diri pribadi atman dengan Diri Agung,
Tuhan atau Atman. Tuhan, Atman, Brahman itu berada jauh
sekali, atau juga dekat sekali. Langkah untuk mencapainya
sangat sukar, setidaknya ada 5 klesa (halangan) yang
disebut dengan panca klesa, yakni:
1. Avidya, yaitu ketidaktahuan
2. Asmita, yaitu kesombongan
3. Raga, yaitu keterikatan.
4. Dresa, yaitu kemarahan, keserakahan atau antipasti.
5. Abhiniveda, yaitu ketakutan yang berlebihan.35
Puncak dari praktek Raja Yoga yang dikembangkan di
Pura Mandira Seta yaitu memperoleh kesadaran penuh
untuk merasakan bersama dengan Tuhan. Dengan
bermeditasi, manusia akan mampu mengendalikan diri,
mengurangi kenikmatan duniawi, bersedia untuk tirakat tapa
brata dan senantiasa bersyukur meski dalam kondisi sulit.
Keyakinan adanya sangkan paraning dumadi yaitu upaya
untuk memperoleh ilmu kesempurnaan yang diperoleh
dengan laku prihatin. Dalam kitab Serat Wirid yang
merupakan kitab penganut kejawen istilah sangkan paran itu
masih terbagi diantaranya asaling dumadi (asal mula suatu
wujud), sangkaning dumadi (dari mana datangnya wujud itu)
purwaning dumadi (permulaan suatu wujud), tataraning
dumadi (martabat suatu wujud) paraning dumadi (ke arah
mana suatu wujud itu) (YB. Prabaswara, tt: 162).36
Dengan meditasi (Raja Yoga) akan diperoleh
kebahagiaan berupa martabat kembali kepada Sang Pencipta.
Jadi dalam peribadatan laku spiritual ini tidak berhenti pada
yoga yang menguat pada aspek materi dan juga untuk meraih
kesaktian atau kamukten dan sebagainya. Dengan Raja Yoga
akan dicapai derajat kamoksan yang merupakan tujuan
daripada agama dalam ajaran agama Hindu. Dengan Raja
Yoga juga diperoleh kesejahteraan dimana manusia dapat
mengurangi banyak keinginan, mengekang hawa nafsu fikiran
agar dapat kembali kepada Tuhan dengan baik, bukan turun
kembali seperti dalam konteks tumimbal lahir samsara
(inkarnasi).37
Praktek Raja Yoga yang dilakukan di Pura Mandira
Seta dan sering digunakan oleh umatnya yaitu dengan
media air (tirta) dengan cara berendam (kungkum). Tempat
kungkum berada di komplek pura Mandira Seta berupa bak
penampungan air. Sebelum dilakukan berendam (kungkum),
kondisi bak ini masih kosong. Pada saat akan dilakukan
kungkum, bak air itu diisi setinggi leher orang yang akan
berendam ini , dilakukan pada waktu malam hari. Selain
dengan berendam, juga dengan metode matahari, baik dengan
cara menatap langsung matahari ataupun dengan cara mata
dalam kondisi tertutup. Waktu pelaksanaannya antara pukul
11. 00 s/d 13. 00. Tapi, menurut Pak Hadi, waktu sebaiknya
sebelum pukul 12.00.38
Aspek Ajaran Moral
Ajaran moral yang dikembangkan di Pura Mandira
Seta dan menjadi penting bagi keberadaan Yayasan Sadhar
Mapan yaitu nguri-nguri (menjaga dan melestarikan) budaya
Jawa. Etika sebagai orang Jawa yang telah menjadi ciri khas
menjunjung budi luhur. Pada pelaksanaan persembahyangan
bersama,bahasa penangantar instruksi dan tata upacara itu
memakai bahasa Jawa Kromo Inggil menjadi contoh yang
paling menonjol dalam masalah etika ini . Dalam konsep
moral pemimpin, sebagaimana dimunculkan di dalam pura
Mandira Seta di bagian ndalem, ada beberapa miniatur
sebagai simbol.
Dampak Keberadaan Sudhar Mapan terhadap
Kehidupan Keagamaan
Khazanah keagamaan Hindu yang dikembangkan di
Yayasan Shadar Mapan yaitu tradisi Bali yang tergabung
dalam Parisadha. Meski berbalut budaya Jawa dan
melestarikan khazanah Hindu yang pernah berkembang di
Kerajaan Majapahit, namun Sadhar Mapan dan Pura Mandira
Seta tidak dikhususnya untuk etnis Jawa semata. Umat Hindu
yang berasal dari Bali dapat berbaur dan bersama-sama
menjalankan ajaran agama Hindu di Pura ini .
Hubungan dengan Pemerintah dan warga
Bapak Hardjanta sebagai guru dan pendiri Yayasan
Sadhar Mapan semasa hidupnya dekat dengan raja di Kraton
Surakarta. Beberapa kesempatan raja meminta masukan
terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah keagamaan
dalam urusan dengan warga .
Demikian pula, hubungan dengan pemerintah dalam
beberapa kesempatan Yayasan Sadhar Mapan dilibatkan
dalam berbagai agenda memupuk