Rabu, 09 Juli 2025

agama hindu. 2

 


ter SAI yaitu  LOVE (Cinta Kasih). Jiwa = Atma 

= percikan sinar kasih Tuhan yang ada dalam setiap makhluk, 

sedang  Kasih yaitu  wujud dari Atma. Sabda Bhagavan: 

“Love is My Form- Truth is My Breath, Bliss is My Food”. (Cinta 

Kasih yaitu  wujudKu- Kebenaran yaitu  nafasKu- 

Kebahagiaan yang mendalam yaitu  makananKu), Love is My 

Message (Kasih yaitu  PesanKu). Kasih inilah yang dijadikan 

senjata oleh Bhagavan dalam menyelamatkan dunia. 

Cinta Kasih yaitu  Tuhan dan Tuhan yaitu  

perwujudan cinta kasih itu sendiri. Dimana ada cinta kasih, 

Tuhan pasti akan hadir disana. Integrasikanlah Cinta Kasih 

dalam setiap tindakan pelayanan dan jadikanlah pelayanan 

sebagai ibadah. Itulah sadhana tertinggi (Sathya Sai Speaks 4, 

hal 309). 

Menurut Sai Baba: 

Hanya ada satu agama-berlandaskan Cinta Kasih; 

Hanya ada satu bahasa-bahasa hati; 

Hanya ada satu kasta-kasta kemanusiaan; 

Hanya ada satu Tuhan Ia ada di mana-mana dan dihati 

setiap makhluk. 

-

Sai menempatkan Bhagavan Sai Sri Sathya Sai Babab 

sebagai Sad Guru. sedang  hubungan Bakhta dengan 

Baghavan:  

Pertama : menempatkan Bhagavan sebagai manusia 

(aspek fisik). Agar dapat lebih mudah 

berkomunikasi/berinteraksi seluruh umat 

manusia. 

Kedua : Baghavan sebagai Sad Guru (Guru Deva). Agar 

Beliau dapat membimbing dan menyampaikan 

wejangan/ajaran Ketuhanan untuk 

membebaskan umat manusia dari belenggu 

khayalan yang mengikatnya selama ini menuju 

kesadaran Tuhan. 

Ketiga : Bhagavan sebagai  kesadaran kosmis (Avatar). 

Agar setiap umat manusia dan seluruh 

makhluk hidup di semesta ini dapat merasakan 

rahmat Sai. 

Terkait hubungan Baghavan dengan bhaktaNya, 

Beliau pernah berwacana bahwa: “…hubunganKu dengan 

engkau yaitu  hubungan personal, langsung  tanpa perantara…” 

Itu artinya, Baba sangat memahami keperluan atau keadaan 

individu dari setiap bakhta-Nya. Untuk menjawab keperluan 

ini , Baba akan berhubungan langsung, melalui ketiga 

aspek pribadiNya (wujud fisik, sad guru, atau pun melalui 

kesadaran kosmis) tanpa perantara. Bila lalu   ada 

praktik-praktik dan seseorang yang mengatasnamakan 

Bhagavan, jelas tidak dibenarkan. 


Arti Sai Baba secara Etimologi 

Kata Sai Baba selama ini sering diartikan hanya 

sebagai Ayah atau Ibu Ilahi. Ternyata selain itu setiap huruf 

dalam kata menyiratkan makna yang mengantarkan 

bakhtanya menuju Ketuhanan. SAI yang sering diartikan 

dengan SEE (melihat), ALWAYS (selalu), INSIDE (kedalam) 

menyiratakan makna agar kita selalu mengarahkan 

pandangan dan penglihatan kita ke dalam atau mulai dari 

pengembangan kualitas diri. Lalu apa yang ada di dalam? 

Mari kita perhatikan mkananya, serta bagaimana 

hubungannya dengan pengertian SAT CHIT ANANDAM. 

B = stand for Being atau EXISTENCE (Kebenaran yang juga 

berarti SAT) 

A = stand for AWARENES (Kesadaran yang juga berarti 

Chit) 

B  = stand for Bliss (Kebahagiaan Abadi yang juga berarti 

Anandam) 

A = stand for Atma (Ketuhanan) 

Pengertian BABA dalam konteks ini yaitu  kesadaran 

akan kebenaran yang dapat menghadirkan kebahagiaan abadi 

dalam ketuhanan. Jadi pengertian SAI BABA yaitu  selalu 

melihat ke dalam atau mulai dari pengembangan 

kualitas/spiritualitas diri menuju kesadaran akan kebenaran 

yang membawa kita pada kebahagiaan abadi dalam 

ketuhanan.  

 

Memahami Prinsip Bhakti 

Tidak semata-mata  bhakti yang Aku inginkan, Aku 

ingin tindakan yang dimotivasi oleh Bhakti. Bhakti harus 

dilandasi motivasi yang tepat, tanpa kepentingan ataupun 

ikatan. Memahami Prinsip Pelayanan: 

Pelayanan yaitu  disiplin spiritual; 

Pelayananan sebagai sarana untuk mengekspresikan ajaran 

Sai; 

Pelayanan sebagai wahana untuk merahi mutiara 

kebijaksanaan dan kebahagiaan abadi; 

“Menava Sevaye, Madhava Seva (melayani umat manusia, 

berarti melayani Tuhan).  

 

Memahami Integritas SAI di warga  

Disadari bahwa kita yaitu  bagian dari warga , 

bukan warga  bagian dari kita. Oleh sebab  itu, sudah 

menjadi kewajiban kita untuk mendharmabaktikan kehidupan 

ini untuk kesejahteraan warga . warga  yaitu  

kumpulan individu-individu yang mempunyai karakteristik  

yang unik. Di warga  pula kita akan temukan 

keberagaman latar belakang dan pandangan, sebab nya 

warga  yaitu  tempat yang baik untuk mengasah 

Kebijaksanaan dengan membangun semangat kesatuan dalam 

perbedaan. Dimulai dengan membangun kesatuan dalam 

pikiran, perkataan, dan perbuatan, seseorang akan hadir 

sebagai pribadi yang memiliki integritas, prinsip dan jati diri. 

Sejalan dengan usaha penyatuan (unity) ini  akan 

mengalir kemurnian dalam dirinya (purity) sehingga 


kesadarannya selalu menyatu dalam kesadaran Tuhan 

(divinity). 

Pribadi ini lebih lanjut akan mampu melihat realitas 

warga  yang diwarnai keberagaman, mulai dari 

perbedaan cara pandang sampai pada perbedaan pola dan 

gaya hidup. Dalam keberagaman ini , pribadi ini akan 

selalu mengembangkan ruang-ruang kesatuan melihat 

keberagaman sebagai wahana untuk meraih dan 

mengembangkan mutiara kebijaksanaan. 

Pribadi ini juga tidak berfikir untuk mengubah 

keadaan, tetapi ia akan selalu menjadi sumber inspirasi bagi 

proses perubahan. Kalau toh pribadi ini harus melakukan 

penyesuaian-penyesuaian atas sesuatu yang tidak sesuai 

dengan prinsip yang dia pahami., ia tahu bagaimana 

menempatkan diri dan juga tahu waktu yang terbaik untuk 

memberikan inspirasi dan pertimbangan. 

Pribadi ini sangat menyadari tidak ada yang kebetulan 

dalam hubungan kewarga an, semuanya ia bhaktikan 

sebagai konsekuensi dari HUKUM KARMA yang harus 

ditebus dan dilewati dengan bijak. Jadi intinya, warga  

yaitu  sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan 

spiritualitas diri untuk meraih kebijaksanaan yang 

membebaskan. 

Beliau (Sai Baba) menyadarkan kita bahwa siapapun 

yang jauh dari warga , akan jauh dari  mana-mana. 

warga  bukanlah bagian dari kita, sebaliknya kitalah yang 

menjadi bagian dari warga  dan apa yang berguna bagi 

warga  juga berguna bagi kita. sebab  itu sudah menjadi 

kewajiban setiap orang untuk melayani dan berbuat kebajikan 

bagi warga . 

Berbicara tentang kewajiban berarti berbicara tentang 

ruang pembebasan. warga  pada dasarnya yaitu  

wahana untuk meraih kebahagiaan yang membebaskan. Di 

Sanalah kita mendapatkan kesempatan untuk mengasah 

mutiara kebijaksanaan dengan selalu mengembangkan 

pandangan kesatuan dalam perbedaan dan keragaman. 

Berikut  ini wacana Bhagavan terhadap hal yang perlu 

diperhatikan saat menyampaikan kebenaran di warga : 

1. Berkatalah Yang Benar (Sathyam Bruyath), ini berhubungan 

dengan Aspek Moral. 

2. Berkatalah Yang Santun (Pryam Bruyath), ini berhubungan 

Aspek Sosial. 

3. Jangan Berkata Apa-Apa bila apa yang dianggap benar 

tampaknya belum siap atau tidak diterima oleh 

warga  (Na Bruyath Satyam Apriyam), dan ini 

berhubungan dengan Aspek Spiritual.  

 

Struktur dan  Kepengurusan SSGI 

Asas, Dasar dan Sifat 

SSGI bukan organisasi keagamaan tetapi organisasi 

yang bersifat sosial dan spiritual (AD. Bab II, Pasal 4). 

Organisasi ini berasaskan Pancasila dan UUD Negara 

Kesatuan Republik negara kita  1945 (AD, Bab II Pasal 2). 

Organisasi ini berdasar  Weda-Sanathana Dharma, Panca 

Pilar, Sembilan Pedoman Prilaku, dan Sepuluh Prinsip Hidup 

(Bab II, Pasal 3). 

 

 


Maksud dan Tujuan 

Organisasi ini didirikan untuk membantu para peserta, 

baik sebagai individu maupun anggota warga , 

membangkitkan sifat-sifat Ketuhanan dalam dirinya dan 

menemukan jati dirinya sehingga manusia layak bersatu 

kembali dengan sumber asalnya, Tuhan Yang Maha Esa. 

(Pasal 5). 

 

Tujuan Organisasi  

1. Menumbuhkan, mengembangkan, dan menjalin 

persahabatan dan persaudaraan di atas dasar cinta kasih 

antar sesama umat manusia, tanpa membedakan suku, 

bangsa, ras, golongan, jabatan, agama, dan kepercayaan. 

2. Menumbuhkan dan mengembangkan rasa persatuan dan 

kebersamaan serta meningkatkan kerukunan intern dan 

antar umat beragama, guna menyelaraskan kualitas etik, 

moral, pengabdian, dan pelayanan kepada warga , 

bangsa dan negara. 

3. Menumbuhkan dan mengembangkan budi pekerti yang 

luhur, guna mewujudkan manusia dan warga  yang 

berbakti dan mengasihi Tuhan, menghindari perbuatan 

yang berdosa dan tercela, serta mengembangkan 

kehidupan yang bermoral dalam pergaulan hidup 

bersama di warga . 

4. Meningkatkan kesadaran manusia akan peran dan tugas 

sucinya, tujuan hidup, dan arti keberadaan di jagat 

semesta ini bersama-sama dengan seluruh ciptaan, untuk 

mencapai kemajuan spiritual yang membuahkan 

--

ketentraman dan kedamaian jiwa raga.                             

(AD Bab III, Pasal 6). 

Dalam ART, tujuan organisasi ditambahkan sebagai 

berikut: Organisasi SSGI yaitu  suatu lembaga tempat 

mempelajari: menghayati, dan mengamalkan wacana-wacana 

Bhagawan Sri Sathya Sai Baba, SSGI, bukan suatu organisasi 

yang mempunyai misi pemindahan agama, bukan organisasi 

yang mencampuradukkan agama, bukan agama baru atau 

suatu aliran kepercayaan. Tujuan utamanya yaitu  sebagai 

berikut: 

1. Menolong individu untuk: 

a. Menyadari sifat Ketuhanan yang ia miliki dan berbuat  

menurut sifat ini . 

b. menerjemahkan Kasih Tuhan dan kesempurnaan-Nya 

dalam sikap sehari-hari, dengan mengisi hidup ini 

dengan kegembiraaan, keharmonisan, keindahan, 

kebaikan, berkah, dan kebahagiaan yang langgeng. 

c. Meyakini bhawa semua hubungan antar manusia 

didasari prinsip-prinsip, Satya, Dharma, Prema, Shanti, 

Ahimsa. 

2. Mendorong setiap pemeluk agama lebih menekuni agama 

masing-masing dan bertindak sesuai dengan ajaran yang 

didapat dalam agama ini  serta meningkatkan 

kualitas, etik, moral dan pengabdian (ART, BAB I Pasal 1).  

Tujuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 

dapat tercapai dengan cara-cara berikut ini:  

1. Mempelajari, memahami, dan mengayati prinsip-prinsip 

yang diajarkan oleh Bhagawan Sri Sathya Sai Baba, yaitu 

sebagai berikut: 

--

a. Hanya ada satu Tuhan, Ia hadir dimana-mana. 

b. Hanya ada satu agama, agama Kasih Sayang (dengan 

menekankan kesamaan yang menyatukan bahwa 

semua agama didasari oleh satu hal yang sama yaitu 

Cinta Kasih).. 

c. Hanya ada satu kasta, kasta kemanusiaan. 

d. Hanya ada satu bahasa, bahasa hati. 

e.  Hanya ada satu hukum, hukum kerja. 

2. Selalu ingat kepada Tuhan dan melihat semua ciptaan di 

dunia ini sebagai manifestasi atau perwujudan-Nya dalam 

bentuk yang berbeda-beda. 

3. Melihat semua tindakan dan pekerjaan sebagai pelayanan 

kepada Tuhan. 

4. Melihat semua tindakan dengan Kasih Tuhan, takut 

berbuat dosa, dan memiliki moral tinggi yang teguh dalam 

warga . 

5. Melibatkan diri dalam kegiatan spiritual, pendidikan dan 

pelayanan, baik pada tingkat individu maupun 

warga , tanpa mengharapkan imbalan, dan hanya 

menganggap hal itu sebagai cara untuk meningkatkan dan 

mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan serta 

mendapatkan kasih dan berkah Tuhan.(ART, BAB I, Pasal 

2). 

 

Kriteria Pengurus SSGI 

Untuk dapat diangkat jadi pengurus SSGI, harus 

memenuhi kriteria, sebagai berikut:  

--

1. Dikenal sebagai pribadi yang baik;  

2. Telah mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi sekurang-

kurangnya selama 2 tahun;  

3. Memiliki ketetapan hati untuk sungguh-sungguh 

melaksanakan 9 Pedoman Prilaku dan 10 Prinsip Hidup 

yang digariskan  oleh Bhagawan Sri Sathya Sai Baba;  

4. Tidak sedang merangkap jabatan sebagai pengurus di 

salah satu organisasi spiritual sejenis lainnya (ART, BAB II, 

Pasal 3). 

 

Peserta (Anggota) 

Yang dapat menjadi peserta dalam kegiatan-kegiatan 

organisasi, yaitu  orang-orang, seperti berikut: 

1. Setiap orang yang berminat dan berjiwa spiritual terutama 

bagi mereka yang meyakini ajaran-ajaran suci Bhagawan 

Sri Sathya Sai Baba. 

2. Setiap orang yang mengakui dan menempatkan Bhagawan 

Sri Sathya Sai Baba sebagai Sad Guru. 

3. Setiap orang yang menerima, mengikuti dan tunduk 

terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga 

Organisasi. 

 

Susunan Organisasi dan Kepengurusan 

Susunan organisasi terdiri atas unsur-unsur, sebagai 

berikut: 

1. SSGI berkedudukan di ibu kota Negara Republik 

negara kita . 

--

2. Sai Study Group (SSG) dan Sai Devotional Group (SDG) 

yang berkedudukan di daerah-daerah. 

3. Kedudukan SSG dan SDG di daerah berada dibawah SSGI, 

dan berkewajiban mentaati serta melaksanakan semua 

keputusan dan peraturan yang dikeluarkan oleh SSGI. 

(AD, BAB VII, Pasal 10). 

Adapun susunan pengurus SSGI terdiri dari:  

1. Seorang Ketua Dewan Penasihat;  

2. Seorang Wakil Ketua Dewan Penasihat;  

3. Anggota Dewan Penasihat;  

4. Seorang Ketua;  

5. Tiga orang Wakil Ketua;  

6. Seorang Sekretaris;  

7. Dua orang Wakil Sekretaris;  

8. Seorang Bendahara;  

9. Dua orang Wakil Bendahara;  

10. Seorang Koordinator Nasional Bidang Spiritual;  

11. Seorang Koordinator Nasional Bidang Pendidikan;  

12. Seorang Koordinator Bidang Pelayanan;  

13. Serang Koordinator Nasional  Bidang Kepemudaan (Youth 

Vikas);  

14. Seorang Koordinator Nasional Bidang Keperempuan 

(Mahila Vibag).  

15. Sembilan orang Koordinator Wilayah.  

 

--

Koordinator Wilayah (Korwil) 

Sesuai dengan kebutuhan pada saat ini telah 

ditetapkan Sembilan Koordinator Wilayah dengan rincian 

wilayah, sebagai berikut: 

1. Koordinator Wilayah 1 membawahi Prov Aceh, Riau dan 

Sumatera Utara. 

2. Koordinator Wilayah II membawahi Prov Lampung, 

Bengkulu, Sumsel dan Jambi. 

3. Koordinator Wilayah III membawahi Prov Jawa Barat, 

Banten, dan DKI Jakarta. 

4. Koordinator Wilayah IV membawahi Prov Jawa Tengah 

dan DI Yogyakarta. 

5. Koordinator Wilayah V membawahi Provinsi Jawa Timur 

6. Koordinator Wilayah VI membawahi Prov Kalbar, Kalsel, 

Kaltim dan Kalteng. 

7. Koordinator Wilayah VII membawahi Prov Bali, NTB dan 

NTT. 

8. Koordinator Wilayah VIII membawahi Prov Sulsel, Sulbar 

dan Sultra. 

9. Koordinator Wilayah IX membawahi Prov Sulteng, 

Gorontalo dan Sulawesi Utara. 

berdasar  pembagian korwil di atas SSG sudah 

tersebar di 26 provinsi, hanya 6 daerah yang belum ada SSG-

nya yaitu: Provinsi Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Bangka 

Belitung, Kalimantan Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua 

dan Papua Barat. 

-

Adapun susunan pengurusnya sampai penelitian ini 

dilakukan yaitu :  

Ketua : Mohan Leo  

Wakil Ketua : Danesh R. Vatwani, Ir. Gede Putu 

Suwitra 

Sekretaris : Alit Triana  

Ketua Dewan  

Penasehat : I Ketut Nur Cahya 

Penasehat  : Pritham Kishordas, Asok P. Nanwani 

Wakil Kornas  

Seva : Narehs 

 

Logo 

Logonya berupa Stuva Sarva Dharma, yang 

melambangkan nilai-nilai kemanusiaan (human values). 

Lambang itu menunjukkan lima aspek dasar nilai 

kemanusiaan: sathya, dharma, prema, shanti, dan ahimsa. 

Nilai-nilai ini  merupakan landasan segala agama, tiang-

tiang berdirinya segala rumah kepercayaan. 

Di atas stupa ada  bunga teratai yang berada 

dalam lumpur yang kotor, tetapi bunganya berada diatas air, 

di udara bersih. Air kotor tidak melekat pada daun dan 

bunganya, tetapi bergulir jatuh. Lambangini mengqiaskan 

bahwa manusia harus hidup seperti bunga teratai, hidup 

dalam dunia, tetapi tidak terikat pada dunia kebendaan, 

melainkan menjalankan suatu kehidupan kerohanian murni 

diatas keduniawian.  

--

Lambang bunga teratai, berdiri di atas sembilan 

lapisan tangga, setiap tangga melambangkan langkah dalam 

perjalanan ziarah manusia, menuju persatuannya dengan 

Tuhan. 

 

Aktivitas/Kegiatan 

Kegiatan yang dilaksanakan oleh SSGI meliputi tiga 

bidang, yaitu bidang spiritual, bidang pendidikan serta 

bidang pengabdian dan pelayanan warga , antara lain: 

1. Kegiatan bidang Spiritual antara lain  meliputi doa 

bersama dengan meditasi, kidung suci (Bhajan), dan 

sadhana spiritual lainnya. Di SSGI kegiatan spiritual 

diadakan dua kali seminggu yaitu hari Kamis jam 18.30 – 

20.00 WIB, dan hari Minggu jam 6.30 – 8.00 WIB, 

bertempat di Sai Center Jl Pasar Baru Selatan no 26 Jakarta 

Pusat. Acara kegiatan spiritual dimulai dengan meditasi 

cahaya, lalu   menyanyikan kidung suci (bhajan) lebih 

kurang selama 2 jam, bahasa yang dipakai yaitu  bahasa 

Sanskerta dan bahasa Inggris, lalu   dharmawacana 

dalam bahasa Inggris, dan terakhir pengumuman-

pengumuman. Dalam pelaksanaan meditasi dan kidung 

mereka duduk bersila, yang laki-laki duduk di sebelah 

kanan, dan perempuan di sebelah kiri. Antara laki-laki dan 

perempuan dibatas dengan seutas tali. Yang 

menyampaikan ceramah siapa saja yang dianggap mampu 

dari para bakhta baik laki-laki, maupun perempuan, baik 

orang tua maupun remaja. Di SSGI tidak dikenal adanya 

pendeta atau pimpinan rohani. Pada waktu peneliti 

-

mengikuti acara di bidang spiritual diikuti lebih kurang 

100 orang peserta, yang sebagian besar terdiri dari kaum 

perempuan. Nyanyian diiringi oleh tabuh-tabuhan alat 

musik yang terdiri dari rebana, gendang dan tala, seraya 

bertepuk tangan mengikuti irama lagu. Setelah itu 

dilakukan “ARATHI” (membakar kanver dengan gerakan 

berputar-putar) dan abunya dioleskan ke dahi para peserta 

dan ditiup, sambil  membagi bagikan gula batu dan 

potongan-potongan kelapa kepada para peserta Bhajan 

(Pembacaan kidung pujaan terhadap Tuhan). Pada hari 

minggu setelah bhajan dilanjutkan dengan  study circle 

(duduk melingkar) mempelajari ajaran-ajaran Sai Sri 

Sathya Sai Baba. 

2. Kegiatan bidang pendidikan, antara lain meliputi 

pendidikan anak-anak, pendidikan remaja dan pemuda, 

pendidikan nilai-nilai kemanusiaan untuk orang dewasa 

dan orang tua dan lain-lain. Kegiatan pendidikan anak-

anak dilakukan setiap hari Jumat. Melalui Yayasan 

Pendidikan didirikan sekolah Insan Teladan di Parung, 

yang kesemua muridnya beragama Islam, demikian juga 

para gurunya. Sekolah ini tidak memungut biaya kepada 

murid-muridnya, bahkan setiap murid diberikan pakaian 

seragam dan buku-buku secara gratis. 

3. Kegiatan bidang pengabdian dan pelayanan warga , 

antara lain meliputi pemeriksaan kesehatan, donor darah, 

bantuan korban bencana alam, pelayanan dan kunjungan 

ke rumah sakit, panti asuhan, panti jompo, dan bantuan 

atau pelayanan lainnya. Setiap minggu di Balai 

-

Pengobatan dan Sai Centre diadakan pelayanan kesehatan 

secara gratis. Di Sai Centre setiap minggunya melayanai 

200 orang pasien dan di Cilincing melayani 150 orang 

pasien. Di Cilincing selain hari minggu juga diadakan 

setiap hari rabu sore, sedang  pada hari minggu 

dilangsungkan antara jam 8.30 sampai jam 11.30 WIB. 

Umumnya para pasien merupakan pasien tetap, 

kebanyakan penyakit yang diderita yaitu  tekanan darah 

tingga dan penyakit gula. Pak Supardi yang berasal dari 

Kemayoran telah berobat di klinik ini  selama 4 tahun, 

dan dia mengidap penyakit gula. Dia merasa tertolong 

dengan adanya klinik ini , sebab  dapat berobat 

secara gratis, dengan persyaratan yang sangat mudah, 

yaitu cukup membawa KTP, sedang  di Cilincing 

disamping harus membawa KTP harus membawa surat 

pengantar dari Ketua RT. 

 

Beberapa Ajaran Pokok Sai Baba 

sebab  Sai Study Group negara kita  bukan organisasi 

keagamaan tetapi organisasi yang bersifat sosial spiritual, 

maka tidak nampak konsep ketuhanan yang mereka 

kembangkan. Mengingat Sai Baba yaitu  penganut agama 

Hindu, maka banyak ajarannya yang dia kembangkan 

diinspirasi oleh ajaran dari kitab Weda. Konsep ketuhanan 

sesuai dengan agama yang dianut oleh para bhaktanya.  

sebab  sebagian besar para bhakta beragama Hindu 

maka  corak Hindu masih tampak terlihat. Hal ini terlihat 

dalam AD disebut sebagai dasar di antaranya Weda-


sanathana dharma, yang merupakan kitab suci agama Hindu. 

Di depan center ada  patung Ganesha, dan sebelum pintu 

masuk ada  tulisan Sri Sai Sathya Mandir. Mandir 

merupakan bahasa  India, kalau dalam bahasa negara kita  

disebut pura.  

Dalam Sai Study Group ada  beberapa ajaran Sai 

Sri Sathya Sai Baba, di antaranya lima pilar yang sangat 

ditekanankan dan diajarakan kepada semua bakhta. 

Pancapilar itu yaitu :  Kebenaran (Sathya), Kebajikan 

(dharma), Kasih Sayang (Prema), Kedamaian (Shanti), Tanpa 

Kekerasan (Ahimsa). Orang yang hidup di jalan Sai akan hadir 

sebagai pribadi yang bijaksana  Penuh Kasihsayang kepada 

sesama, dimana wacananya selalu menyampaikan Kebenaran, 

tindakannya selalu mencerminkan Kebajikan, perasaannya 

selalu dipenuhi Kedamaian dan pandangannya selalu 

menyiratkan sikap Tanpa Kekerasan. Diantara lima pilar kasih 

sayang merupakan pilar yang utama yang menyinari empat 

pilar lainnya. 

Selain lima pilar ini , juga diajarkan Sembilan 

pedoman perilaku yang harus diamalkan oleh bhakta, antara 

lain:  

1. Bermeditasi dan bersembahyang atau berdoa setiap hari 

2. Menyanyikan kidung suci (bhajan) dan bersembahyang 

atau berdoa dengan seluruh anggota keluarga sekali 

seminggu. 

3. Berpartisipasi dalam program pendidikan untuk anak-

anak yang diadakan oleh organisasi 

--

4. Mengikuti acara kidung suci (bhajan) dan doa  bersama 

yang dilakukan di center-center kegiatan organisasi,  

sekurang kurangnya satu kali dalam satu bulan. 

5. Berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan kewarga an 

dan program lainnya yang dilaksanakan  oleh organisasi 

Sai. 

6. Mempelajari wacana-wacana Sad Guru Bhagawan Sri 

Sathya Sai Baba secara teratur. 

7. Berbicara Lemah lembut penuh kasih kepada siapapun 

8. Tidak membicarakan keburukan orang lain, baik pada saat 

orangnya hadir, terlebih lagi saat   orang ini  tidak 

ada. 

9. Menjalankan kehidupan “membatasi keinginan” dan 

memakai  tabungan dari hasil pengendalian keinginan 

ini  untuk pelayanan kemanusiaan. 

Pada prinsipnya, 9 pedoman prilaku yaitu  hadiah 

yang diberikan oleh Bhagawan kepada kita semua agar dapat 

lebih mudah menerapkan ajaran Bhagawan serta 

menyelamatkan kita dari pengaruh buruk jaman kali. Dengan 

menerapkan 9 pedoman prilaku berarti seseorang sudah 

menjalankan sadhana individu, keluarga, warga  dan 

organisasi.  

Selain lima pilar dan sembilan pedoman perilaku, para 

bakhta juga diharapkan melaksanakan sepuluh prinsip hidup, 

antara lain:   

--

1. Menganggap dan menjunjung tinggi tanah air, tempat 

kelahiran, sebagai sesuatu yang suci, dengan memupuk 

sikap kepahlawanan terhadap nusa dan bangsa, dan tidak 

pernah mempunyai angan-angan buruk dalam pikiran 

atau dalam mimpi sekalipun, untuk berbuat sesuatu yang 

dapat menyengsarakan negeri tempat kelahiran 

mempraktekkkan sikap kepahlawanan (patriotisme). 

2. Menghormati semua agama. 

3. Menjalin hubungan persaudaraan antar sesama umat  

manusia. 

4. Membersihkan rumah dan lingkungan sekitar, untuk 

meningkatkan keasrian dan kesehatan bersama, yang 

sesungguhnya berguna dan membantu dirinya sendiri. 

5. Menjalankan sikap kedermawanan, suka menolong, 

namun tidak menunjang jiwa kepengemisan dengan cara 

memberikan uang, tetapi dengan cara memberikan  

makanan,pakaian atau tempat tinggal, tetapi  atau 

membantu dengan cara lain yang tidak membuatnya 

menjadi malas. 

6. Tidak memberi atau menerima suap dalam menyelesaikan 

semua persoalan. 

7. Tidak iri hati, dan cemburu terhadap sesama,dengan 

mengembangkan pandangan dan wawasan, serta 

memperlakukan semua orang secara sama, sederajat tanpa 

membedakan kasta, agama, bangsa dan golongan dan 

kepercayaannya. 

--

8. Melakukan sendiri segala keperluam-keperluan diri 

sendiri, serta terjun langsung melakukan pelayanan dalam 

warga , tidak mengandalkan orang lain atau 

pembantu bagi orang yang punya. 

9. Mengembangkan, memupuk rasa bakti pada Tuhan, takut 

berbuat dosa atau perbuatan tercela lainnya. 

10. Mengikuti, tidak melanggar peraturan Negara, serta 

menjadi warga Negara teladan. 

Setiap hari Kamis dan Minggu ada kegiatan Bhajan di 

Center, dengan urutan kegiatan, sebagai berikut:  

1. Meditasi Cahaya 

2. Bhajan 

3. Ceramah  

4. Pengumuman beberapa kegiatan yang akan dilakukan. 

Meditasi yaitu  duduk hening(joki/lampu lilin) 

maksudnya supaya penerangan itu dapat menerangi diri 

kita sendiri. 

Dalam kegiatan spiritual ada  istilah study circle, 

bhajan, dan bakhta. Study Circle yaitu  duduk melingkar 

mempelajari buku-buku, ajaran Panca Nilai-Nilai 

Kemanusian, dan wacana Sai Baba (Sai), selain itu juga 

membicarakan tentang sesuatu, seperti saat   terjadi gempa di 

Sumatera Barat didiskusikan apa yang dapat kita lakukan 

untuk korban bencana;  sharing tentang pengalaman hidup; 

kecerdasan memaknai pengalam hidup masing-masing secara 

spiritual apa yang dialami; mengerem keinginan, masalah 

-

yang dihadapi oleh anak-anak, dan masalah-masalah yang 

sederhana dalam warga . 

  

Dampak Kehadiran SSGI dalam Kehidupan 

Keagamaan 

Pada awal kemunculannya kelompok ini banyak 

mendapat  protes dari para penganut agama Hindu, terutama 

di Bali. berdasar  data dari hasil penelitian  Mursyid Ali, 

Pemerintah Daerah, Pejabat Keamanan dan PHDI Pusat dan 

daerah  tidak bisa menerima kehadiran kelompok Sai Baba.  

PHDI Provinsi Bali melalui surat No 57/Pera/III/PHDI.B/1994, 

tanggal 24 Pebruari 1994 menyatakan bahwa PHDI tidak 

mengakui, tidak mengayomi dan mengambil sikap menolak 

keberadaan kelompok Sai Baba di Bali, penolakan ini  

sebab  ajaran Sai Baba tidak sesuai dengan tatanan kehidupan 

keagamaan di negara kita  dan dapat menimbulkan keresahan 

di kalangan umat beragama. 

Dalam telegramnya pada tanggal 10 November 1993 

Kodam VII Wirabuana menyatakan bahwa Sai Baba tidak 

sesuai dengan tatanan kehidupan kegamaan di negara kita  dan 

disinyalir telah memperoleh banyak penganutnya di 

negara kita  yang apabila kegiatannya dibiarkan berlanjut dapat 

menimbulkan keresahan dikalangan umat beragama. 

Pemerintah Daerah Provinsi Bali setelah mengadakan 

pertemuan dengan pengurus PHDI Bali dan PHDI Pusat pada 

tanggal  7 Agustus 1990, mengajukan pertimbangan kepada 

Kejaksaan Tinggi Bali, sebagai berikut:  

-

1. PHDI Pusat dan PHDI Bali tidak mengakui keberadaan Sai 

Baba di daerah Bali;  

2. PHDI Pusat dan PHDI Bali tidak mengayomi keberadaan 

Sai Baba dengan mengaitkan dengan ajaran Hindu, sebab  

dalam Sai Baba itu sendiri terdiri dari bermacam-macam 

agama;  

3. PHDI Pusat dan PHDI Provinsi Bali telah mengambil sikap 

tegas menolak keberadaan Sai Baba di Bali. 

Kejaksaan Agung Republik negara kita  berkenaan 

dengan keberadaan  Sai Babab di negara kita  mengemukakan, 

sebagai berikut:  

1. Status Yayasan Sri Sathya Sai Studi Group sebagai sekte 

agama Hindu, dalam prakteknya kurang tepat, sebab  

para pengikutnya selain menganut agama Hindu,  ada 

juga yang menganut agama lain;  

2. Kharisma Sai Baba yang begitu besar dengan upacara yang 

berlebihan, pada gilirannya dapat dianggap sebagai nabi. 

Bhajan yang dinilai sebagai upacara agamna Hindu, 

dikhawatuirkan suatru saat aliran ini akan mengarah 

kepada pembentukan agama baru di negara kita ;  

3. Buku-buku pedoman yang merupakan khutbah-khutbah 

Sai Baba yang dibukukan dan diperbanyak oleh 

pengikutnya, tidak sinkron dengan atau tidak bersumber 

kepada kitab suci Weda, hal mana akan mempengaruhi 

atau mengurangi keimanan orang-orang Hindu. 

Ditjen Bimas Hindu setelah menganalisa dan 

mengeavaluasi serta mengkaji terhadap kegiatan dan 

-

perkembangan Dewan Pusat Sri Sathya Sai Center negara kita , 

ajaran Sai Baba dianggap tidak sesuai dengan tatanan 

kehidupan keagamaan di negara kita  sehingga menimbulkan 

keresahan di lingkungan warga  dan mengganggu 

kerukunan hidup umat beragama. Sehubungan dengan hal 

ini , maka Ditjen Bimas Hindu menyatakan bahwa:  

1. Yayasan Sri Sathya Sai Center negara kita  tidak lagi 

terdaftar pada Ditjen Bimas Hindu dan Buddha 

Departemen Agama, dengan mencabut Surat Nomor: 

II/5/001/H/1983, tanggal 3 Maret 1983 termasuk Study 

Group baik yang di pusat maupun daerah. 

2. Terhitung mulai dikeluarkan surat ini, Ditjen Bimas Hindu 

dan Buddha Departemen Agama, tidak lagi menangani 

masalah Yayasan Dewan Pusat Sri Sathya Sai Center 

(No.H/BA.01.2/142/1/1994). (Mursyid Ali: 1998/1999, hal 

20-22). 

Sejalan dengan berjalannya waktu terjadi adaptasi dan 

penyesuaian di antara kedua belah pihak, yaitu antara Sai 

Study Group dengan pihak umat Hindu lainnya. Apalagi 

setelah banyak penganut Hindu mainstream yag ikut  latiahn 

spiritual maka terjadi simbiose diantara mereka. Untuk 

mendekatkan kedua belah pihak maka atas inisiatif Dirjen 

Bimas Hindu dan Buddha waktu itu bersama dengan 

pimpinan PHDI Pusat dilakukan pertemuan dengan 

kelompok-kelompok yang dianggap menyempal dari ajaran 

Hindu. Dalam pertemuan yang diadakan pada tanggal 5 

November 2001 ditetapkan kesepaktan bersama antara PHDI 


dan Kelompok-kelompok yang dianggap menyempal 

ini . 

Kesepakatan bersama ini  dimulai dengan 

menguti Kitab Suci Baghawatgita yang berbunyi: ”Ye yatha 

mam prapadyante, Tam tathaiva bhajami aham; Mam 

vartmanuvartante, Manusyah partha sarvasah”. Artinya: 

Bagaimanapun (jalan) manusia mendekatiKu, Aku terima, 

Wahai Arjuna. Manusia mengikuti pada segala jalan 

(Bhagawadgita, IV:11). 

Peserta pertemuan sepakat untuk senantiasa 

mempertahankan persatuan dan kesatuan umat Hindu 

dengan menjaga hubungan yang harmonis satu dengan yang 

lain, menghormati dan melaksanakan Keputusan Maha sabha 

VIII Parisada Hindu Dharma negara kita  yang diadakan 

tanggal 20-24 September di Denpasar, khususnya bidang 

Agama sebagai berikut: 

1. Sepakat untuk saling menghormati tata cara kegiatan 

kerohanian dan keagamaan masing-masing sampradaya; 

2. Sepakat untuk melaksanakan kegiatan kerohanian dan 

keagamaan sesuai dengan tata cara yang diyakini masing-

masing serta dilaksanakan dalam lingkungan/tempat 

kegiatannya masing-masing; 

3. Sepakat untuk tidak mencampuri tata cara kegiatan 

kerohanian dan keagamaan yang dilaksanakan di tempat 

masing-masing serta menghormati aturan yang berlaku; 

Masing-masing menyadari bahwa ajaran agama Hindu 

merupakan ajaan suci dan sarat makna, sebab  itu wajib 

menghargai perbedaan persepsi dan tafsir yang 

dilaksanakan oleh masing-masing kelompok/sampradaya 

dengan tidak saling mencela satu dengan yang lain. 

Mereka yang menandatangani surat kesepakatan bersama 

itu yaitu  Pengurus PHDI Pusat, Dirjen Bimas Hindu dan 

Buddha, dan umat Hindu lainnay masing-masing Yayasan 

Sri Sathya Sai Babab negara kita ; Yayasan Keluarga Besar 

Chinmaya Jakarta; Guru Dwara Sikh Temple; Dewi 

Mandir; Yayasan Radhan Govinda dan Paguyuban 

Majapahit (Lihat naskah Kesepaktan bersama: 2001). 

lalu   pada tahun 2006 diadakan pertemuan  

antara Sai Study Group negara kita  dengan PHDI Pusat dan 

Dirjen Bimas Hindu dan Buddha. Pertemuan menghargai 

hasil rapat koordinasi bersama yang diprakarsai  oleh Dirjen 

Bimas Hindu dan Buddha bersama Parisada Hindu Dharma 

negara kita  Pusat pada hari Senin 5 November 2001 di ruang 

rapat Ditjen Bimas Hindu dan Buddha, lalu   

menyepakati untuk mensosialisasikan ke daerah-daerah hal-

hal, sebagai berikut: 

1. Bahwa organisasi SSGI yaitu  suatu lembaga tempat 

mempelajari, menghayati dan mengamalkan wacana-

wacana Bhagawan Sri Sathya Sai Baba yanbg berdasar  

Kebenaran, Kebajikan, Cintakasih, Kedamaian, dan Tanpa 

Kekerasan. SSGI bukan suatu organisasi yang mempunyai 

misi pemindahan agama, bukan mencampur adukan 

ajaran agama, dan bukan sebagai agama baru, aliran 

kepercayaan ataupun sampradaya; 

-

2. Para Bhakta Sai menjunjung tinggi nilai-nilai 

kemanusiaan, nilai–nilai agama yang dianutnya dan 

menghormati tradisi masing-masing agama dengan tidak 

membawa tatacara pelaksanaan bhajan ke tempat ibadah 

lain agama ata sebaliknya; 

3. Para Bhakta Sai mendorong setiap pemeluk agama agar 

lebih menekuni agamanya masing-masing dan bertindak 

sesuai ajaran yang ada  dalam agamanya serta 

meningkatkan kualitas etik, moral dan ritual sesuai 

dengan agama yang dianutnya; 

4. Mengadakan pembinaan bersama kepada para bhakta 

agar tidak menafsirkan ritual agama lain berdasar  versi 

keyakinannya sendiri, sehingga tumbuh keharmonisan 

dan kerukunan intern dan antar umat beragama; 

5. Upacara kematian, perkawinan, dan acara ritual lainnya 

yang berkaitan dengan hukum yang berlku di negara kita  

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agamanya masing-

masing. Hasil rapat ini ditandatangani oleh I Nengah Dana 

S.Ag, Ketua III Pengurus Harian PHDI Pusat; Ir. I Gede 

Putu Suwitra, sekretaris Sai Study Group negara kita  dan 

Drs. I Wayan Suarjaya Msi, Direktur Jendral Bimas Hindu 

dan Buddha. 

Berkat usaha yang dilakukan oleh pihak Dirjen Bimas 

Hindu dan Buddha dan Pimpinan PHDI Pusat, maka 

nampaknya keberadaan Sai Study Group sudah mulai dapat 

diterima, dan berkembang ke berbagai pelosok di negara kita . 

Buktinya sekarang mereka sudah berkembang di 26 provinsi 

di negara kita  , hanya beberapa provinsi di negara kita  bagian 

---

timur yang belum ada  pengurus Sai Study Group. 

(naskah hasil rapat: Februari 2006). 

Dari informasi yang diperoleh dari lapangan 

berdasar  hasil wawancara dengan pengurus PHDI Pusat 

maupun PHDI DKI Jakarta, serta Pembimas Hindu DKI 

Jakarta, keberadaan SSGI sudah dapat diterima oleh 

warga . Mereka beranggapan keberadaan SSGI sebagai 

sampradaya, walaupun sebenarnya menurut keterangan 

pengurus SSGI mereka bukan merupakan sampradaya, tetapi 

organisasi sosial dan spiritual. 

Selama ini belum pernah terjadi konflik antara 

kelompok mainstream dengan SSGI, dan sebagai bukti mereka 

sudah dapat diterima dan diayomi oleh PHDI Pusat , sudah 

ada  perwakilan SSGI dalam kepengurusan PHDI Pusat 

yaitu Bapak I Ketut Arnaya. Bahkan menurut Sekretaris PHDI 

hampir 30% pengurus PHDI Pusat berasal dari Sai Study 

Group (SSG). Di beberapa daerah ketua PHDI-nya berasal dari 

SSG. 

Keberadaan SSGI mempunayi dampak keluar menjadi 

inspiratif untuk menciptakan program sejenis, seperti 

membantu orang-orang yang membutuhkan. sedang  

kedalam menjadi wahana transformatif, merubah anggotanya 

dari tidak peduli menjadi peduli terhadap orang disekitarnya. 

Spiritualitas Bakhta meningkat, dimana semua aktivitasnya  

dilandasi oleh kesadaran terhadap Tuhan, motivasinya 

dilandasi olehrasa ikhlas meminjam istilah dalam agama 

Islam. 

-

Bagi warga  yang menerima pelayanan baik 

dibidang kesehatan (medicare) maupun lingkungan (ecocare) 

akan merasa senang, sebab  semua itu diperoleh secara gratis. 

Kegiatan ini menciptakan  keharmonisan dalam hubungan 

antar warga yang berbeda agama dan suku. Meskipun sudah 

ada  hubungan yang harmonis diantara  bakhta SSGI 

dengan kelompok lainnya, masih ada  prasangka dari 

kelompok tertentu terhadap kegiatan spiritual yang lakukan 

oleh SSGI sebab  ada penganut lainnya yang ikut dalam 

kegiatan ini . Pada hal dalam pelaksanaannya doa yang 

disampaiakn yaitu  doa menurut ajaran agama-masing-

masing bakhta ini . Nampaknya hal ini yang perlu 

didialogkan diantara dua pihak yang berkepentingan. 

 

 

berdasar  uraian hasil temuan di lapangan dan 

analisisnya, penelitian ini dapat disimpulkan, sebagai berikut: 

1. Keberadaan  Sai Study Group negara kita  disingkat SSGI 

sudah mantap, kalau pada awalnya banyak memperoleh 

protes dari warga , sekarang sudah dapat diterima 

oleh warga . Hal itu terbukti mereka sudah diayomi 

oleh PHDI dan beberapa bhaktanya sudah diangkat 

menjadi pengurus. Meski demikian  di beberapa daerah 

masih ada  riak-riak kecil, sebab  terjadi 

kesalahpahaman; 

2. Sai Study Group atau SSG merupakan organisai sosial dan 

spiritual, bukan organisasi keagamaan dan bukan aliran 

-

kegamaan. Anggotanya bersifat terbuka dari berbagai 

suku, etnis dan agama. Orang yang aktif di SSG tidak 

kehilangan agamanya, bahkan oleh Sai Baba  dianjurkan 

untuk memperkuat agamanya; 

3. Kelompok ini berdasar  lima pilar nilai-nilai 

kemanusiaan (kebenaran, kebajikan, kasih, hati yang 

damai, dan tanpa kekerasan), sembilan pedoman prilaku 

dan sepuluh prinsip hidup. berdasar  hal ini  yang 

pokok dalam SSGI yaitu  kasih, yaitu kasih terhadap 

semua orang tanpa mengenal, etnis, suku, dan agama. 

Dalam rangkah memberikan kasih untuk semua orang, 

maka sebagi konsekuensinya kita harus mampu 

memberikan pelayanan pada semua orang (Love All; Serve 

All); 

4. Aktivitas dalam SSGI yaitu  Spritual, Pendidikan, 

Pengabdian dan Pelayanan terhadap warga ; 

5. Kelompok ini tidak mempunyai konsep spesifik tentang 

Ketuhanan, sebab  mereka menghormati semua agama. 

Pada prinsipnya menurut mereka Tuhan itu satu, dan 

dapat disebut dengan nama apa saja; 

6. Dari istilah-istilah yang dipakai kelompok ini 

bersumberkan ajaran Hindu, hanya metodenya 

mengunakan pendekatan modern (mencontoh kelompok 

lain); 

7. Untuk mempertahankan ajarannya maka dibentuk center-

center disetiap daerah, dan melakukan aktifitas sosial 

secara berkelanjutan. 

-

berdasar  simpulan di atas, rekomendasi dalam 

penelitian yaitu :  

1. Agar kelompok ini terhindar dari kesalahpahaman 

warga , maka perlu diperhatian beberapa riak-riak 

protes yang terjadi di beberapa daerah. Hilangkan kesan 

organisasi ini melakukan pemindahan agama para 

pengikutnya dengan melakukan dialog melalui fasilitasi 

dari FKUB setempat; 

2. Aktivitas yang dilakukan selama ini, baik spiritual 

maupun sosial  sangat baik sebab  dilakukan secara lintas 

etnis, suku bahkan agama. Kegiatan semacam ini patut 

menjadi contoh bagi kelmpok-kelompok lainnya yang 

bersifat eksklusif; 

3. Ajarannya yang bersifat inklusif dan lintas etnis, suku dan 

agama perlu di apresiasi dalam rangka meningkatkan 

kerukunan baik intern maupun antarumat beragama. 

 

*** 

  


Pemahaman Awal tentang Sadhar Mapan 

Agama Hindu tidak mengenal satu sistem kepercayaan 

yang disusun demi untuk menyeragamkan keyakinan. Hal ini 

dianalogikan sebagai danau yang tercipta dari berkumpulnya 

air yang berasal dari berbagai macam aliran air yang bertemu 

membentuk samudera luas. Dapat dikatakan bahwa 

keberagamaan Hindu itu meliputi kemajemukan tradisi 

keagamaan warga nya.  

Sebagai agama, Hindu menunjukkan kepada umatnya 

jalan untuk meniti pada Sang Maha Pencipta, menempatkan 

zat Maha Tinggi sebagai tujuan akhir dalam kehidupan 

manusia di dunia. Umat manusia memandang Tuhan sebagai 

titik cahaya yang tak dapat dilihat dengan mata biasa namun 

melalui sentuhan kasihNya. Hubungan yang tertinggi dengan 

Sang Pencipta itu merupakan samudera cinta kasih dan lautan 

kedamaian. Untuk meraihnya, di antara manusia lalu   

menempuhnya dengan kehidupan sunyi atau meditasi 

dengan tujuan untuk memenuhi hasrat akan kebahagiaan 

rohaniah serta keseimbangan hidup yang diliputi 

kebahagiaan, cinta kasih dan kedamaian yang permanen.  

Pengetahuan spiritual hingga saat ini masih dilihat 

sebagai sesuatu yang baru. Tidak banyak orang langsung 

-

tertarik saat   mendengar pengetahuan ini. Tetapi ‘bahasa’ 

spiritual memiliki keunikan tersendiri, bahkan tidak 

membedakan agama dan lain-lainnya. Dalam menjalani olah 

batin, setiap orang semula dilanda rasa cemas, baik sedikit 

atau banyak, merasa takut akan kehilangan sesuatu, atau 

khawatir terjadi sesuatu yang menimpa diri yang tidak 

dikehendakinya. Untuk memperoleh solusi, maka perenungan 

mendalam tanpa emosi yaitu  cara menjauhkan diri dari 

segala yang membuat hati manusia gundah dan terbatas larut 

kehidupan dunia yang menyilaukan.  

Rasa cemas dan ragu tidak akan bisa membantu dalam 

menyelesaikan sesuatu yang mengganggu pikiran, yang justru 

akan memperburuk situasi. Dengan perenungan lalu   

mendekat pada Sang Pencipta, akan menemukan titik di mana 

manusia yaitu  makhluk yang lemah. Manusia sering dibawa 

oleh pikiran sendiri yang memunculkan berbagai persoalan. 

Jalan spiritual seperti halnya umat-umat beragama pada 

umumnya, dijalani dengan menyendiri, meditasi, dan 

berbagai istilah lainnya. Jalan ini dipilih sebagai sarana terbaik 

memperoleh “damai” dalam naungan Tuhan.  

Sadhar Mapan di Kota Surakarta, merupakan salah satu 

lembaga yang memiliki perhatian pada olah batin jalan 

spiritual sebagai jalan menuju “damai” dalam cahaya Sang 

Pencipta. Dalam memberikan pelayanannya kepada semua 

orang, Sadhar Mapan tidak berdasar  pada golongan atau 

agama tertentu. Namun lembaga ini diwarnai oleh unsur-

unsur spiritualitas keagaman Hindu.  

Secara identitas keagamaan, Sadhar Mapan diikuti oleh 

pemeluk Hindu, namun mereka juga memiliki pandangan 

--

tentang leluhur (orang Jawa) berdasar  sistem kepercayaan 

keagamaan kuno. Situasi ini lebih dahulu ada sebelum 

datangnya agama-agama ke negara kita . Sadhar Mapan 

terbentuk sebagai wadah dengan adat Jawa di tengah umat 

Hindu kelompok tradisional dengan merujuk kitab-kitab yang 

disusun oleh pujangga-pujangga kerajaan Mataram, Kraton 

Surakarta atau dari Mangkunegaran. 

Sebagai pemahaman awal, dapat dikatakan bahwa 

Sadhar Mapan hadir sebagai wadah umat Hindu dalam 

bentuk yayasan yang berbadan hukum resmi dan tercatat 

dalam lembaran negara. Yayasan Sadhar Mapan muncul 

menambah khazanah varian umat Hindu dengan warna Jawa. 

berdasar  etimologinya, Sadhar Mapan yaitu  singkatan 

dari Sanatana Dharma Majapahit dan Pancasila. Akronim ini  

lalu menjadi nama organisasi yang dipilih oleh umat Hindu 

dengan warna budaya Jawa yang berada di Kota Surakarta. 

Adapun Sadhar Mapan sebagai lembaga didirikan pada 

tanggal 20 Januari 1971 atas prakarsa Romo Harjanto 

Projopangarso. Seiring dengan pendirian yayasan ini, beliau 

juga menyatakan berdirinya Pura Mandira Seta. Pura ini  

menempati rumah orang tua beliau di Jl. Sidikoro No 2 

Baluwarti Kraton Surakarta.  

Sejarah kelahiran Sadhar Mapan sesungguhnya 

berhubungan dengan awal kemunculan Hindu sebagai 

Sanathana Dharma yang artinya kebenaran yang abadi, 

kebenaran yang tidak memiliki awal dan akhir. Dalam 

Sanathana Dharma, agama Hindu menyatakan dirinya kepada 

dunia bahwa kebenaran abadi akan ada untuk selamanya.  

 


Profil Yayasan Sadhar Mapan  

Memasuki Kota Surakarta dan Kehidupan Keagamaannya  

Membicarakan Kota Surakarta tidak dapat lepas dari 

keberadaan Karaton (Kraton) Surakarta yang merupakan 

bukti sejarah keberadaan kerajaan Mataram yang pernah jaya 

di eranya. Kraton Surakarta menjadi bagian yang tidak 

terpisahkan dari dinasti Mataram Islam di masa akhir 

kejayaannya.  

Penduduk asli warga  Jawa (Bumi Putera) dan 

penduduk suku lain di nusantara memiliki kesadaran sosial 

budaya. Kesadaran itu berupa kebanggaan atas identitas sosial 

budaya mereka sendiri yang diwariskan oleh leluhur 

walaupun situasi dan kondisinya secara spesifik memiliki ciri 

khas tersendiri (Mikiro Moriyama, 2003). Sebagaimana 

dikemukakan di atas, bahwa warga  Jawa yang telah 

memiliki sistem kepercayaan di bidang spiritual yang 

menyebabkannya disebut dengan keagamaan kejawen. 

Setidaknya demikian yang dipaparkan oleh Suliani yang 

mengaku melakukan amalan-amalan kejawen sebagaimana 

dilakukan oleh eyang buyutnya meski menganut agama-

agama yang memperoleh pelayanan dari pemerintah.23  

Kejawen merupakan campuran (sinkretisme) 

kebudayaan Jawa asli dengan agama-agama yang datang 

lalu   yaitu Hindu, Buddha, Islam dan Kristen. Di antara 

campuran ini  yang paling dominan yaitu  

percampurannya dengan ajaran agama Islam. Membincang 

masalah kejawen atau aliran kebatinan tradisional Jawa tidak 

dapat lepas dari istilah manunggaling kawula Gusti, sangkan 

                                                          

paraning dumadi, wahyu kasekten, kramat, tapa brata ngruwat dan 

lain sebagainya. 

Di antara ajaran faham kejawen menurut Prabaswara (tt: 

164) disebutkan di antaranya: 

1. Meskipun penganut kejawen memeluk agama di antara 

agama-agama yang dilayani pemerintah itu, mereka masih 

berpegang pada tradisi Jawa asli.  

2. Agama bagi penganut kejawen yaitu  manunggaling 

kawula Gusti meski paham ini ditentang oleh kaum 

puritan.  

3. Ajaran kejawen berdimensi tasawuf dengan model yang 

dikembangkan bercampur dengan budaya agama lain.  

4. Raja sebagai pemimpin baik pemimpin pemerintahan 

maupun pemimpin agama.  

5. Kitab Mahabharata dan Ramayana yaitu  sumber 

inspirasi ajaran kejawen yang mengandun gajaran 

moralitas karakter dan perilaku tuntunan hidup.  

6. Menekankan pada indra batin dan laku batin dalam setiap 

aktivitas kehidupan di dunia yang menitikberatkan pada 

aspek mistik (batin). Isi mistik itu meliputi keberadaan 

wahyu, kasekten, kramat dan kesatuan mistik.  

 

Sejarah Pendirian Yayasan Sadhar Mapan  

Sebagaimana telah disinggung selintas, Sadhar Mapan 

didirikan pada tanggal 20 Januari 1971 atas prakarsa Romo 

Harjanto Projopangarso. Sejak saat itu pula Sadhar Mapan 

menjadi yayasan resmi dan memperoleh legalitas pada catatan 

notaris dan lembaran negara. Pada 2015, Yayasan Sanatana 

--

Dharma Majapahit dan Pancasila memperbarui akta yayasan 

ini . Sebagaimana termaktub dalam lembaran pencatatan 

Notaris Pande Putu Erma Widyawati, SH, M. Kn. dengan akta 

notaris Nomor 32 Tahun 2015. Yayasan Sadhar Mapan 

beralamat di Jl. Mloyo Kusuman No 59 RT 03/011 Kelurahan 

Baluwarti Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta. Sementara 

itu, legalitas dari pemerintah diperoleh melalui surat 

keputusan Kementerian Hukum dan HAM RI No AHU-305. 

AH. 02. 01tertanggal 6 Juni 2008. Legalitas lahan yang 

ditempati sebagaimana dinyatakan dalam Surat Keputusan 

Badan Pertanahan Nasional No 9-XVII-PPAT2008 tanggal 1 

September 2008.  

Sebagai lembaga berbentuk yayasan, Sadhar Mapan 

bergerak di bidang sosial dan keagamaan. Kegiatan di bidang 

keagamaan di antaranya membantu dan bekerja sama dengan 

Lembaga Agama Hindu yang telah ada, seperti PHDI dan 

WHDI. Di bidang pelayanan umat, Sadhar Mapan membantu 

memberikan pencerahan kepada umat dalam memahami 

ajaran agama Hindu sesuai dengan Sastra Dresta dan Desa 

Dresta.24 Yayasan Sadhar Mapan berdasar  pada azas 

                                                          

24Dresta yaitu  pandangan dari suatu warga  mengenai tata krama 

dalam menjalankan hidup dan kehidupan diwarga (desa pekraman). Setiap 

warga  dalam lingkup desa/wilayah berbeda latar belakangnya 

(sosial,ekonomi,budaya,sifat keagamaannya). Meski tidak mencolok, perbedaan 

dalam penampilan selalu muncul dan mewarnai perilaku kehidupan antara 

warga  yang satu dengan yang lainnya. Dresta terdiri dari empat jenis dengan 

acuan pembenarannya bervariasi, yaitu: (a). Purwa Dresta; sering juga disebut Kuna 

Dresta, yaitu  suatu pandangan lama yang muncul sejak dahulu dan terus dijadikan 

sebagai pedoman dari generasi pelaksanaan Nyepi dengan catur bratanya; (b) Loka 

Dresta; yaitu  suatu pandangan lokal yang hanya berlaku pada suatu 

daerah/wilayah. Contohnya: tradisi tidak membakar mayat di daerah/wilayah 

Trunyan(Bali Aga); (c) Desa Dresta, tidak jauh berbeda dengan loka dresta, yaitu 

suatu pandangan yang sudah mentradisi dan hanya berlaku disuatu desa tertentu 

saja. Misal: tradisi Ngusaba umumnya dilakukan di desa-desa Bali timur, sedang di 

Bali Barat tidak begitu lumrah; (d) Sastra Dresta yaiu suatu pandangan yang dasar 

-

Ketuhanan Yang Maha Esa baik secara teoritis maupun 

praktis menurut ajaran Triyana warisan Majapahit. Ia 

bertujuan mengantarkan warganya mencapai kebahagiaan di 

bidang vertikal dan horizontal dalam warga  dalam 

bingkai Pancasila (Nukning Sri Rahayu, 2013: 5). Pemahaman 

ada ajaran Hindu dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas 

sikap umat Hindu dalam menjalani hidup sesuai dengan 

ajaran kitab suci dan mencapai kebahagiaan batin secara 

vertikal dengan Sang Maha Pencipta melalui Catur Yoga 

Marga sebagai media pelatihan-pelatihan spiritual. lalu   

umat Hindu juga dapat menjalin kebersamaan hidup dalam 

kasih sayang dengan sesama makhluk dalam hubungan 

horizontal. Sikap hidup beragama umat Hindu sebagaimana 

telah dicontohkan pada zaman Majapahit, hubungan umat 

beragama berlangsung harmonis meski berbeda-beda paham 

dan alirannya.  

Secara individu, umat yang terbina dalam Sadhar 

Mapan diharapkan mampu memanfaatkan potensi diri sendiri 

secara optimal, memiliki budi pekerti yang luhur, berbudaya 

dan dan memiliki peradaban sebagai warga negara yang 

berjiwa Pancasila. Umat Hindu yang memiliki budi pekerti 

luhur akan dapat mendedikasikan dirinya kepada warga  

bangsa dan negara baik di bidang pendidikan maupun 

budaya. Sementara itu, Pancasila sebagai salah satu falsafah 

yang dijadikan pedoman yaitu  satu kesatuan utuh dengan 

jati diri bangsa negara kita . Kelima sila yang terkandung di 

dalamnya tergali dari nilai-nilai luhur warisan bangsa 

negara kita  yang mendiami nusantara. Sebagai bentuk 

                                                                                                                           

pijakannya yaitu  sastra atau pustaka-pustaka agama yang mengacu pada kitab suci 

Weda. Misalnya: Manawadharmasastra, Sarassamuscaya, Bhagawadgita, dll. 

termasuk lontar-lontar yang berisi petunjuk praktis dari pelaksanaan upacara yadnya. 


Pengejawantahan Pemikiran Besar Sang Guru 

Adanya Sadhar Mapan hingga saat ini tidak lepas dari 

pemikiran Romo Harjanto Projoparngarso. Bermula dari 

ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah pasca 

                                                          


meletusnya pemberontakan partai komunis yang dikenal 

dengan G30S/PKI, dikeluarkannya ketetapan bahwa ada enam 

agama resmi yang mendapatkan pelayanan oleh pemerintah, 

yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khong Hu. 

Persoalan di warga  bahwa jika salah menyebutkan 

AGAMA MURNI yang dianut mengakibatkan masalah yang 

besar bahkan fatal kehilangan nyawa. Pada saat itu, para 

penganut kejawen merasa tidak memiliki “rumah” untuk 

bernaung sebab  para penganut kejawen secara mayoritas 

yaitu  pemeluk agama Islam. Pada saat menjalankan ajaran 

Islam dengan warna jawa (kejawen), memunculkan persoalan 

dengan kaum Islam “santri” hingga merebak sampai daerah 

Klaten dan Boyolali. 

Seperti yang disinggung sebelumnya dalam Hindu 

dikenal ada empat jalan untuk menuju Yang Maha Kuasa. 

Empat Jalan ini disebut dengan Catur Yoga yang terdiri dari: 

1. Bhakti Yoga, menuju Yang Maha Kuasa dengan 

memakai  sarana Rasa 

2. Karma Yoga, menuju Yang Maha Kuasa dengan 

memakai  sarana Gerak/Kerja/Action 

3. Jnana Yoga, menuju Yang Maha Kuasa dengan 

memakai  sarana Pikiran/logika 

4. Raja Yoga, menuju Yang Maha Kuasa dengan 

memakai  sarana Konsentrasi dan Pengendalian Diri.  

warga  yang selalu menjaga tradisi Jawa 

(Kejawen) itu untuk berpindah keyakinan menjadi Kristen 

atau Katolik menurut Romo Harjanto, suatu hal yang tidak 

mungkin, sebab  tidak ada lebensraum (cari) bagi keyakinan 

dan keeraman mereka. warga  ini  memiliki 

keyakinan dan kegemaran yang terdiri atas tradisi dan adat 

-

istiadat majapahit yang ternyata mereka mempertahankan itu 

mati-matian. Jika mereka masuk ke agama Buddha, seperti 

tidak ada perubahan kondisi atas kegundahan batin mereka. 

Untuk masuk ke agama Khong Hu Cu, bagi mereka menjadi 

kondisi yang sulit terutama pada aspek budaya, padahal 

keduanya yaitu  sama-sama memelihara tradisi dan budaya 

leluhur.  

 

Sejarah Berdirinya Pura Mandira Seta 

Eksistensi Yayasan Sadhar Mapan di lingkungan 

Kraton Kasunanan Surakarta tidak dapat lepas dari 

keberadaan Pura Mandira Seta. Mengutip ungkapan Nyoman 

S. Pendit bahwa tempat suci umat Hindu untuk melaksanakan 

persembahyangan disebut dengan berbagai istilah dalam 

bahasa Sansekerta, di antaranya dharmasala, devalaya, devagriha, 

devabhavana, sivalaya, smabha, devawisma dan mandira. Dari 

istilah tempat ibadah ini di negara kita  dikenal dengan Pura 

atau Pujagraha atau tempat memuja, tempat menghaturkan 

sembah dan bhakti sujud kehadapan Hyang Widhi Tuhan 

Agung dan Hyang Tunggal. Pura Mandira Seta sebagai 

tempat ibadah umat Hindu untuk memuja Hyang Widhi 

Wasa, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia 

pada umumnya. Secara khusus Mandira Seta dimaksudkan 

untuk penganut agama Hindu (Nukning Sri Rahayu, ibid).  

Semua bangunan yang ada di Pura Mandira Seta dan 

ruang beserta isinya berkaitan dengan proses pengajaran dan 

pembinaan bagi umat Hindu, terutama pembinaan 

kepribadian dan karakternya. Adapun bangunan Pura dapat 

disebutkan di sini terdiri dari: 

 

1. Pintu masuk Gerbang Mandira Seta 

Pintu gerbang ini disimbolkan sebagai gerbang yang 

dilalui oleh setiap orang yang hendak memasuki Pura. 

Gerbang ini sebagai perlambang kesiapan setiap orang 

dengan penuh kesadaran diri untuk meningkatkan nilai 

spiritual terutama melalui Yoga. Kehadiran seseorang ke 

Pura menunjukkan titik permulaannya meninggalkan 

kepentingan pribadi terutama yang berbalut unsur 

keduniawian.  

2. Rumah Joglo 

Rumah Joglo yaitu  rumah adat warga  Jawa. Sebagai 

rumah adat, bangunan Joglo sarat dengan makna dan 

simbol-simbol luhur yang ada pada warga  Jawa. 

Konstruksi rumah Joglo terdiri dari regol, topengan, 

pendopo (balai), pringgitan, ndalem, senthong gandhok, 

gadri, dapur, sumur dan kamar mandi. Bangunan ini 

secara filosofis sarat dengan nilai-nilai ajaran agama 

Hindu. Makna masing-masing bangunan yaitu :  

Regol : merupakan pintu masuk pekarangan yang 

biasanya siapa pun memasuki rumah, akan 

melewati regol terlebih dahulu 

membersihkan dirinya.  

Tope-

ngan/ 

tebengan 

: bangunan seperti teras yang berada di 

tengah yang berfungsi sebagai tempat 

menanti kedatangan tamu akan akan 

datang di rumah ini , atau sebagai 

tempat untuk persiapan pemilik rumah jika 

hendak melakukan perjalanan keluar 

rumah.  


Pendopo 

(balai)  

: bangunan ini diperuntukkan sebagai 

tempat untuk membincangkan berbagai 

persoalan yang dihadapi oleh pemilik 

rumah. Dalam falsafah Hindu, pendopo ini 

juga disebut dengan Brahma Loka.  

Pring-

gitan 

: bangunan yang berada di belakang 

pendopo yang berfungsi untuk 

penyelenggaraan seni seperti seni wayang.  

Ndalem : bangunan ini sebagai rumah tinggal yang 

digunakan oleh pemilik rumah. Dalam 

falsafah Hindu disebut dengan Wisnu 

Loka.  

Sen-

thong  

: merupakan ruangan yang ada dalam 

rumah ini . ia berada di bagian 

belakang ndalem. Dalam falsafah Hindu, 

bagian rumah ini disebut dengan Siwa 

Loka. Di tempat ini pula, biasanya pemilik 

rumah meletakkan beberapa ubo rampen 

persembahyangan dan pemujaan kepada 

dewata. Sentong secara umum terbagi 

menjadi tiga, yaitu sebelah kiri, tengah dan 

kanan.  

Sentong ini juga disebut dengan tanen (asal 

kata dari petani). Biasanya para petani 

melakukan ritual sebelum pelaksanaan 

panen raya agar panen  yang akan 

dilaksanakan dapat diselenggarakan 

dengan baik di sentong bagian kiri. 26Secara 

spiritual, senthong bagian kanan dimaknai 

                                                          

26Wawancara dengan Pak Sugito.  

---

dengan Brahma Loka, sentong tengah 

Wisnu Loka dan sentong kiri sebagai Siwa 

Loka.  

Gandhok  : bangunan yang berada di sisi kanan dalem 

yang fungsinya untuk mempersiapkan 

makanan yang biasanya disiapkan oleh 

batih perempuan.  

Gadri  : teras kiri kanan dalem yang secara simbolik 

diartikan untuk memperoleh 

keseimbangan.  

Dapur 

Sumur 

dan 

Kamar 

mandi 

 

: bagian yang penting juga dalam rumah 

untuk aktivitas harian seluruh batih 

keluarga.  

3. Ruang Sang Hyang Wenang 

 Di rumah sang hyang wenang ada  patung Hyang 

Ismoyo (Semar), arca Brahma, patung Erlangga (titisan 

Wisnu) dan patung atau lukisan dari berbagai agama yang 

dipandang memiliki nilai-nilai spiritual.27 

4. Kolam Hasta Brata 

Mengenai bangunan ini dapat dilihat seperti di bawah. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5. Ruang Ibu Pertiwi 

 Ibu Pertiwi berasal dari bahasa Sanskerta dari kata pṛ thvi 

atau juga pṛ thivī, dewi dalam agama Hindu. pṛ thvī, atau 

juga pṛ thivī). Dewi dalam agama Hindu dan juga "Ibu 

Bumi" (atau dalam bahasa negara kita  "Ibu Pertiwi"). 

Sebagai pṛ thivī matā "Ibu Pertiwi" Ibu Pertiwi merupakan 

personifikasi nasional negara kita , perwujudan tanah air 

negara kita . 28Dalam konteks warga  Jawa, ibu pertiwi 

ini  yang dipandang selalu menjadi panutan tradisi 

warga  Jawa dipersonifikasikan kepada penjaga laut 

selatan (Nyai Roro Kidul).29 

Pura Mandira Seta sebagai tempat ibadat umat Hindu 

terbagi ke dalam kerangka ajaran agama Hindu. Tujuan 

pendirian pura ini yaitu  untuk mewujudkan manusia 

negara kita  yang berkarakater dengan dasar-dasar ajaran 

agama Hindu. Nukning dalam hasil studinya masa-masa 

                                                          

pendirian pura itu terbagi dalam tahapan-tahapan yang tidak 

lepas dari riwayat beliau. Tahapan ini  sebagaimana 

diuraikan Nukning Sri Rahayu (2013: 23-28) yaitu :  

TAHAP URAIAN KETERANGAN 

Pendidikan 

Formal 

Pak Harjanto 

menempuh pendidikan 

di Sekolah Kanisius, 

MULO dan Sekolah 

Taman Siswa 

Pada pendidikan formal 

jenjang dasar dan 

menengah, rajin membaca 

buku sebab  ia merasa 

bahwa yang didapat di 

ruang kelas tidak 

memuaskan bagi 

penambahan wawasan dan 

secara intelektualnya.  

Dalam kondisi demikian, 

beliau lalu   

mengambil keputusan 

keluar dari sekolah formal 

ini .  

Peningkatan 

Kesadaran 

Diri 

Menggali sendiri buku-

buku ilmu pengetahuan 

dan menekuni bidang 

spiritual.  

Mengetahui dirinya tidak 

lagi memasuki pendidikan 

formal, ayahnya murka dan 

memerintahkannya pergi 

meninggalkan rumah. 

Sebagai warga dalem 

kraton yang memiliki status 

sosial dan tingkat ekonomi 

yang mapan di 

lingkungannya, jenjang 

pendidikan saudara-

saudaranya terjamin hingga 

menyelesaikan pendidikan 

tinggi.  

Pada tahap ini, beliau 

lalu   menuju pulau 

-

Nusupan yang berada di 

delta Bengawan Solo. 

Tempat ini merupakan 

makam para leluhur beliau. 

Di sini beliau mengisi 

waktu dengan membaca 

buku-buku sejarah, buku-

buku agama dan 

pemantapan spiritual. 

Salama melakukan itu, 

beliau tidak henti-hentinya 

tirakat dan tapa brata 

selama kurang lebih 16 

tahun menggembleng diri, 

meningkatkan kesadaran 

diri. Fasilitas yang 

digunakan hanya sebuah 

gubuk tua di tengah area 

pemakaman itu. Di malam 

harinya, beliau melakukan 

Yoga Tirta (semedi dengan 

cara kungkum atau 

berendam). Pada pagi hari 

dan tengah hari, beliau 

melakukan meditasi surya.  

Pengabdian 

pada Negara 

Beliau masuk sebagai 

relawan Tentara Pelajar 

mempertahankan 

kemerdekaan dengan 

bersemboyan “Memayu 

hayuning bawana” dan 

bekal mental sepi ing 

pamrih rame ing gawe.  

Pada tahap ini bekal beliau 

selama melakukan olah 

spiritual sangat membantu 

beliau secara pribadi. 

Kekuatan mental dan 

unsur-unsur irrasional 

seperti sudah melekat ada 

pada diri beliau yang secara 

signifikan memiliki andil 

besar mengusir penjajah. 

Derajat kamoksan yang telah 

diraih nampak dalam diri 

beliau selama tahap ini.  

Pengabdian 

pada 

Kemanusiaan 

& Akademi 

Metafisika 

Mencari dukungan 

berdirinya akademi 

Metafisika sampai ke 

UNESCO meski tidak 

memperoleh sambutan 

dari organisasi dunia 

ini .  

Pendirian akademi ini 

bertujuan untuk menjaga 

kemurnian ilmu metafisika 

(ilmu tua) ini dari 

pengaruh-pengaruh sesaat, 

terkontaminasi oleh 

kepentingan individu. 

Upaya itu hanya dapat 

diperoleh melalui lembaga 

akademik. Usulan ke 

UNESCO agar akademi 

metafisika dapat 

diwujudkan di negara kita  

(Surakarta), meski akhirnya 

tidak mendapatkan respon.  

Pengabdian 

pada Umat 

Hindu 

Memperoleh ilham 

berupa wisik dari dewata 

bahwa agama Hindu 

akan kembali menjadi 

agama yang dipeluk 

oleh warga  di 

Pulau Jawa.  

Pura Mandira Seta 

sebagai wadah 

kembalinya orang-orang 

Hindu di tanah Jawa 

yang memberikan watak 

dan karakter sebagai 

orang Hindu.  

Tahap ini pula beliau 

memperoleh legalitas 

dari Parisadha dengan 

Keberadaan agama Hindu 

selama ini melekat dengan 

Puau Bali. Bali dipandang 

laksana museum dari 

Kerajaan Majapahit yang 

pernah Berjaya di masanya 

yang beragama Hindu. Bali 

yaitu  benteng terakhir 

kebudayaan Jawa 

Majapahit berkat daya 

magis yagn dipancarkan 

oleh Pura Besakih, Pura 

Silayukti, Gunung Agung 

dan Gunung Rinjani.  

Wisik yang diterima oleh 

Bapak Harjanto tepatnya 

pada saat beliau 

----------- 104

diserahkannya beberapa 

umat untuk dibina. 

Mereka semula yaitu  

penganut Islam yang 

memiliki adat Jawa 

(kejawen) yang masih 

mempertahankan adat 

istiadat Majapahit yang 

sesuai dengan agama 

Hindu.  

Dalam masa ini pula 

beliau melakukan 

kunjungan ke 

Karanganyar, Boyolali 

dan Klaten menemui 

umat yang masih setia 

memeluk agama Hindu 

peninggalan Majapahit.  

berkunjung ke daerah Tirta 

Gangga Karangasem Bali. 

Dijelaskannya bahwa sudah 

tiba saatnya agama Hindu 

keluar dari Pulau Bali dan 

menyebar ke berbagai 

penjuru di nusantara.  

Selang beberapa saat 

berikutnya, terjadilah 

peristiwa meletusnya 

gunung Agung bertepatan 

dengan upacara besar di 

Pura Bedsakih. Dampak 

letusan hebat gunung itu 

yaitu  banyak warga 

lalu   bertransmigrasi 

ke luar pulau sekaligus 

membawa agama Hindu. 

Bangunan rumah adat Jawa 

milik leluhur beliau yang 

berada di lingkungan 

Baluwarti ini lalu   

dikukuhkan menjadi Pura 

Mandira Seta yang 

berfungsi menjadi wadah 

kedatangan umat Hindu 

Bali dan penggerak 

geliatnya di daerah 

Surakarta.  

Mendirikan 

Yayasan 

Sadhar 

Mapan  

Yayasan ini berdiri pada 

tanggal 20 Januari 1971 

RW Harjanto menjadikan 

rumah orang tuanya 

sebagai Pura Mandira Seta 

yang beralamat di Jl. 

Sidikoro No 2 Baluwarti 

Kraton Surakarta.  


Mendirikan 

Yayasan & 

Rumah 

Ibadah 

Sahasra Adhi 

Pura 

Sahasra Adhi Pura ini 

beralamat di Sonosewu 

Mojolaban Sukoharjo.  

Yayasan ini didirikan untuk 

meningkatkan pengabdian 

warga Hindu dalam 

lapangan pendidikian 

agama dan kebudayaan 

Hindu. Sesuai dengan 

namanya, di Pura ini 

ada  miniature tempat-

tempat suci umat beragama 

yang ada di negara kita  

bahkan dunia. Tempat suci 

di negara kita  diutamakan 

yaitu  candi-candi yang 

tidak atau kurang 

mendapatkan perhatian 

pemeliharaannya.  

Murid-murid beliau di 

akademi metafisika baik di 

Sadhar Mapan (Mandira 

Seta) maupun di Sahasra 

Adipura melanjutkan cita-

cita luhur sang guru itu.  

Pura Mandira Seta dikelola 

oleh pengurus yang 

bernaung di Sadhar Mapan 

terdiri dari orang Jawa dan 

beberapa dari Bali, 

sementara Sahasra Adhi 

Pura dikelola oleh murid-

murid beliau yang berasal 

dari dalam maupun luar 

negeri.  

Kembali 

Kehadirat 

yang Kuasa 

Beliau meninggal dunia 

pada tahun 1997 

Pengabdian beliau untuk 

mengembangkan umat 

Hindu lalu   tuntas 


dengan Pura  

Mandira Seta dan Yayasan 

Sahdhar Mapan yang 

makin eksis.  

 

Karaton KasunanSurakarta Penjaga Kelestarian Adat Jawa 

Karaton Surakarta Hadiningrat atau disebut dengan 

Karaton Kasunanan Surakarta didirikan oleh Ingkang 

Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono II pada hari Rabu 

tanggal 17 Suro tahun Je 1670 atau bertepatan dengan 17 

Februari 1745. Hari berdirinya Karaton Surakarta ini 

didasarkan pada hari kepindahan pusat pemerintahan dari 

Karaton Kartasura ke Desa Sala pada hari Rabu tanggal 17 

bulan Suro tahun 1670 ini . Desa Sala dipilih sebagai 

pusat pemerintahan kelanjutan Karaton Kartasura, sedang  

Karaton Kartasura yaitu  penerus dari Karaton atau Negeri 

Mataram Hadiningrat. Kerajaan Mataram (Islam) didirikan 

oleh Sutawijaya yang bergelar Kanjeng Panembahan Senopati 

Ing Ngalogo Sayidin Panatagama pada akhir abad ke 16 

Masehi. Sebagai kelanjutan dari Kerajaan Mataram ini , 

Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono II masih 

memiliki garis keturunan pancer kakung (trah)dengan 

Kanjeng Panembahan Senopati (Sri Winarti, 2002: 23). 

Dalam sejarah pemerintahan di Karaton Surakarta, 

Kanjeng Susuhunan Paku Buwono selalu diperintah oleh 

seorang pria, dan tidak ada Paku Buwono itu wanita. Raja 

yang memerintah bergelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun 

Kanjeng Susuhunan Paku Buwono Senopati Ing Ngalogo 

Ngabdurahman Sayidin Panatagama, memerintah seumur 

hidup secara turun temurun berdasar  trah, hak asal-usul 


atau hak tradisional dan bersifat istimewa. Ratu (Raja) 

Kerajaan Jawa sebagai penguasa yaitu  keturunan orang Jawa 

memiliki wilayah kekuasaan di tanah Jawa memiliki konsep, 

ajaran, paha atau falsafath hidup orang Jawa (Sri Winarti, ibid).  

Dalam tradisi kerajaan di tanah Jawa, kepemimpinan 

di bawah kendali raja yaitu  satu lingkaran konsentris yang 

mengelilingi sultan sebagai pusat. Sultan yaitu  sumber satu-

satunya dari segenap kekuatan, kekuasaan dan pemilik segala 

sesuatu di dalam kerajaan. Sultan diidentikkan dengan 

kehormatan, prestise, keadilan, kekuasaan, kebijaksanaan dan 

kemakmuran kerajaan yang semua terletak padanya. 

Lingkungan yang dekat dengan sultan yaitu  keratin, yakni 

lingkungan pertama mencakup istana kediaman sultan 

beserta keluarganya. Di lingkungan ini pula tempat para 

pangeran dan kaum bangsawan melaksanakan tugas-tugas 

kerajaan. Para pangeran dan bangsawan ini memiliki fungsi 

sebagai saluran komunikasi yang menghubungkan antara 

warga  dengan sultan. Aturan yang berlaku sangat ketat 

sekali yang terkait dengan bahasa yang digunakan, pakaian 

dan tata karma. Semua berdasar  pada protokol yang telah 

ditentukan oleh Kraton. Ketentuan ini harus diikuti oleh siapa 

saja yang memasuki lingkaran ini dan orang-orang yang tidak 

mengikuti aturan ini akan merasa malu (Selo Sumardjan, 2009: 

26).  

Muncul anggapan bahwa kekuasaan raja-raja Mataram 

di tanah Jawa yaitu  sebagai pelestari tata hidup yang telah 

ada yakni mahkota kerajaan Majapahit yang menjadikan 

agama Hindu sebagai agama resmi kerajaan. Tanda-tanda itu 

dipakai selama bertahun-tahun oleh raja-raja Mataram hingga 

-

terpecah-pecah menjadi Mangkubumen, Kasunanan dan 

Mangkunegaran.30 

Keberadaan Pura Mandira Seta di lingkungan Keraton 

Kasunanan Surakarta turut menambah khazanah tradisi Jawa 

yang masih dipelihara. Tradisi yang berjalan di rumah ibadat 

ini mengikui tradisi yang dilakukan biasanya di dalam 

lingkungan kraton.  

 

Hari Besar Keagamaan dan Pokok Ajaran Sadhar 

Mapan 

Sebagai bagian dari umat Hindu yang tergabung 

dalam Parisadha, umat Hindu yang berada di bawah payung 

Yayasan Sadhar Mapan dan Pura Mandira Seta 

menyelenggarakan upacara keagamaan sebagaimana umat 

Hindu yang terhimpun dalam Parisadha. Hari-hari besar 

keagamaan pun yang dilaksanakan yaitu  hari-hari besar 

umat Hindu Dharma di Bali. Ritual secara bersama-sama 

dilaksanakan setiap hari Minggu sore mulai jam 18. 00 sampai 

selesai.31 

Pak Harjanto merupakan sentral figur, perintis dan 

peletak dasar Yayasan Sadhar Mapan. Pokok-pokok pikiran 

dan konsepnya menjadi acuan eksistensi yayasan ini . 

Melalui wawancara dengan Bu Nukning dan beberapa catatan 

penelitian yang dilakukan, disebutkan bahwa langkah yang 

dilakukan oleh Romo Harjanto Projopangarso terhadap umat 

Hindu yang berada di bawah naungan Yayasan Sadhar 

Mapan yaitu  melalui pendidikan karakter. Dasar-dasar 

                                           

pendidikan ini  mengacu pada perjalanan pribadi beliau 

sendiri selama dalam masa-masa pengembaraannya baik 

pengembaraan spiritual maupun intelektual. Awal mula yang 

beliau lakukan melalui tapa brata (pengendalian diri) sebaga 

sarana untuk membersihkan diri yang juga popular disebut 

dengan ngruwat diri sendiri dengan tujuan memperoleh 

kesadaran diri. Tahap ini dilalui dengan cara meminta 

petunjuk guru spiritual, juga membaca buku-buku yang 

mengajarkan Yoga, buku-buku agama dan filsafat lalu   

mengamalkannya selamat tidak kurang dari 20 tahun. 

Pendidikan karakter berbasiskan nilai-nilai ajaran agama 

bertujuan menghasilkan umat yang cerdas dan 

berkepribadian Pancasila, berbasis lingkungan. Umat 

diharapkan menjadi cerdas berdasar  ajaran agama Hindu, 

berbasis sosial budaya dan berdasar  Pancasila 

berselimutkan budaya dan tradisi kraton yang menjunjung 

tinggi budi pekerti dan kehalusan budi.32 

Di dalam Yayasan Sadhar Mapan dikembangkan 

ajaran Triyana, yakni Sanatana Dharma (Hindu) Majapahit, 

Buddha Mahayana dan aliran Lingga Yoni. Dalam struktur 

Yayasan, disebutkan beliau membuat aturan untuk dewan 

Pembina yang dinamaka dengan NAWA BRATA atau 

Sembilan sumpah setia. Sumpah ini  diantaranya 

dinyatakan bahwa: 

1. Menjadikan Pancasila secara teoritis dan praktis.  

2. Menghayati kepribadian nasional.  

3. Bersikap nasionalis yang positif, konstruktif dan aktif.  

                                                          

32Wawancara dengan Bu Nukning dan buku informan.  

--

4. Mewujudan persatuan dan kesatuan bangsa agar terhindar 

dari perpecahan.  

5. Mempertahankan kemurnian ajaran-ajaran kepercayaan 

kepada Tuuhan dan melaksanaan ajaran Tuhan.  

6. Mewujudkan kedamaian dan ketentraman baik nasional 

maupun internasional.  

7. Mempersembahkan separuh waktu untuk bersemedi 

melalui Yoga untuk menghilangkan ego dalam diri.  

8. Melaksanakan bhakti Yoga dengan tujuan 

memanifestasikan Atman di ranah horizontal.  

9. Menjauhi unsur-unsur yang merongrong persatuan dan 

kesatuan bangsa.  

 

Pengembangan Spiritualitas Kejawen 

Aspek Teologi 

Ajaran teologi yang dikembangkan di Pura Sadhar 

Mapan yaitu  ajaran Hindu yang dianut oleh Parisadha 

Hindu Dharma. Pemujaan kepada dewa-dewa yang diakui, 

namun di antaranya mengerucut pada tiga yakni Brahma, 

Siwa dan Wisnu.33 

 

Aspek ritual 

Pada pelaksanaan ritual keagamaan, di Pura Mandira 

Seta digunakan secara resmi dan dikenal dengan Mantram 

(Mantra) Pengayoman. Mantram ini  berbunyi: 

                                                          


“Upacara. . Buddha pengayoman olah negara. . AUM . . 

Shanno Parama Siwa Shanno Ismaya Buddha Maitreya 

Amitaba Sham Brhaspati Shanno Bhavadpariyama Kalki 

Awatar Shanat Kumara Sanandana Sanaka Sanathana Sri 

Erlangga Sabdo Palon Manu Wiswawata Siwa Mahadewa 

Surya-Indra-Candra-Kuwera-Bayu/Wayu-Agni-Yama-

Waruna Shanno Pertiwi Tara Shri Radha Kwan Im Kali 

Ismayawati Shri Bhairawa Bhagawati Shanno Dharma 

Iswara Brahma Rudra Wishnu Urukramah” 

Setiap membaca mantra ini  ada rangkaian 

upacara. Mantram ini dipersembahkan untuk memayu 

hayuning bawono bukan untuk pribadi, bukan untuk golongan, 

bukan untuk orang perorang. Akan tetapi untuk semesta 

alam, khususnya kebaikan dan kemaslahatan NKRI. 

Penyebutan kata-kata “pengayoman” yaitu  untuk negara 

dengan tujuan untuk memperoleh karunia Tuhan agar 

mengayomi bangsa dan negara. Dzat yang dapat melakukan 

itu yaitu  Dia, Tuhan yang dekat dan sangat dekat dengan 

manusia, Tuhan sebagai avatara yang dekat dengan semua 

makhluknya.34 

 

Aspek Spiritual 

Ajaran spiritual yang dilakukan di Pura Mandira Seta 

ditempuh melalui Yoga. Kata Yoga berasal dari kata Sanskerta 

                                                          

Gito tercermin ada Buddha Maitreya Amittabha, juga disebutkan Syiwa mahadewa, 

juga ada Surya Indra Chandra Kuwera Nila Agni Yama Waruna yang memancarkan 

kekuasaannya masing-masing. Di sana ada kalki avatara yaitu  juru selamat yang 

ditunggu. Di tengah2 ada sri erlangga sabdo palon yaitu  sosok-sosok yang kita 

dekat dengan beliau. Sri erlangga pernah menjadi raja di Kediri, kedekatan Tuhan 

yang maha jauh dan kedekatan Tuhan yang dekat dengan kita. Kita memang mampu 

meramu semua yang ada di sini.  

-

“Yuj” yang berarti menghubungkan diri dan persatuan dari 

semua aspek seorang individu dari unsur tubuh, pikiran dan 

jiwa. Yoga berarti penyatuan kesadaran manusia dengan 

sesuatu yang lebih luhur, lebih transenden, lebih kekal dan 

ilahi. Menurut Painini, Yoga diturunkan dari akar 

Sanskerta yuj yang memiliki tiga arti yang berbeda, yakni : 

penyerapan samadhi (yujyete); menghubungkan(yunakti); dan 

pengendalian (yojyanti). Namun kunci yang biasa dipakai 

yaitu  ‘meditasi’ (dhyana) dan ‘penyatuan’(yukti).  

Menghubungkan diri dengan cara merendahkan diri 

atau pribadi, roh, diri pribadi atman dengan Diri Agung, 

Tuhan atau Atman. Tuhan, Atman, Brahman itu berada jauh 

sekali, atau juga dekat sekali. Langkah untuk mencapainya 

sangat sukar, setidaknya ada  5 klesa (halangan) yang 

disebut dengan panca klesa, yakni: 

1. Avidya, yaitu ketidaktahuan 

2. Asmita, yaitu kesombongan 

3. Raga, yaitu keterikatan.  

4. Dresa, yaitu kemarahan, keserakahan atau antipasti.  

5. Abhiniveda, yaitu ketakutan yang berlebihan.35 

Puncak dari praktek Raja Yoga yang dikembangkan di 

Pura Mandira Seta yaitu  memperoleh kesadaran penuh 

untuk merasakan bersama dengan Tuhan. Dengan 

bermeditasi, manusia akan mampu mengendalikan diri, 

mengurangi kenikmatan duniawi, bersedia untuk tirakat tapa 

brata dan senantiasa bersyukur meski dalam kondisi sulit. 

Keyakinan adanya sangkan paraning dumadi yaitu  upaya 

untuk memperoleh ilmu kesempurnaan yang diperoleh 

                                                          

dengan laku prihatin. Dalam kitab Serat Wirid yang 

merupakan kitab penganut kejawen istilah sangkan paran itu 

masih terbagi diantaranya asaling dumadi (asal mula suatu 

wujud), sangkaning dumadi (dari mana datangnya wujud itu) 

purwaning dumadi (permulaan suatu wujud), tataraning 

dumadi (martabat suatu wujud) paraning dumadi (ke arah 

mana suatu wujud itu) (YB. Prabaswara, tt: 162).36 

Dengan meditasi (Raja Yoga) akan diperoleh 

kebahagiaan berupa martabat kembali kepada Sang Pencipta. 

Jadi dalam peribadatan laku spiritual ini tidak berhenti pada 

yoga yang menguat pada aspek materi dan juga untuk meraih 

kesaktian atau kamukten dan sebagainya. Dengan Raja Yoga 

akan dicapai derajat kamoksan yang merupakan tujuan 

daripada agama dalam ajaran agama Hindu. Dengan Raja 

Yoga juga diperoleh kesejahteraan dimana manusia dapat 

mengurangi banyak keinginan, mengekang hawa nafsu fikiran 

agar dapat kembali kepada Tuhan dengan baik, bukan turun 

kembali seperti dalam konteks tumimbal lahir samsara 

(inkarnasi).37 

Praktek Raja Yoga yang dilakukan di Pura Mandira 

Seta dan sering digunakan oleh umatnya yaitu  dengan 

media air (tirta) dengan cara berendam (kungkum). Tempat 

kungkum berada di komplek pura Mandira Seta berupa bak 

penampungan air. Sebelum dilakukan berendam (kungkum), 

kondisi bak ini  masih kosong. Pada saat akan dilakukan 

kungkum, bak air itu diisi setinggi leher orang yang akan 

berendam ini , dilakukan pada waktu malam hari. Selain 

dengan berendam, juga dengan metode matahari, baik dengan 

                                                          


cara menatap langsung matahari ataupun dengan cara mata 

dalam kondisi tertutup. Waktu pelaksanaannya antara pukul 

11. 00 s/d 13. 00. Tapi, menurut Pak Hadi, waktu sebaiknya 

sebelum pukul 12.00.38 

 

Aspek Ajaran Moral 

Ajaran moral yang dikembangkan di Pura Mandira 

Seta dan menjadi penting bagi keberadaan Yayasan Sadhar 

Mapan yaitu  nguri-nguri (menjaga dan melestarikan) budaya 

Jawa. Etika sebagai orang Jawa yang telah menjadi ciri khas 

menjunjung budi luhur. Pada pelaksanaan persembahyangan 

bersama,bahasa penangantar instruksi dan tata upacara itu 

memakai bahasa Jawa Kromo Inggil menjadi contoh yang 

paling menonjol dalam masalah etika ini . Dalam konsep 

moral pemimpin, sebagaimana dimunculkan di dalam pura 

Mandira Seta di bagian ndalem, ada  beberapa miniatur 

sebagai simbol.  

 

Dampak Keberadaan Sudhar Mapan terhadap 

Kehidupan Keagamaan 

Khazanah keagamaan Hindu yang dikembangkan di 

Yayasan Shadar Mapan yaitu  tradisi Bali yang tergabung 

dalam Parisadha. Meski berbalut budaya Jawa dan 

melestarikan khazanah Hindu yang pernah berkembang di 

Kerajaan Majapahit, namun Sadhar Mapan dan Pura Mandira 

Seta tidak dikhususnya untuk etnis Jawa semata. Umat Hindu 

yang berasal dari Bali dapat berbaur dan bersama-sama 

menjalankan ajaran agama Hindu di Pura ini .  

                                                          


Hubungan dengan Pemerintah dan warga   

Bapak Hardjanta sebagai guru dan pendiri Yayasan 

Sadhar Mapan semasa hidupnya dekat dengan raja di Kraton 

Surakarta. Beberapa kesempatan raja meminta masukan 

terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah keagamaan 

dalam urusan dengan warga .  

Demikian pula, hubungan dengan pemerintah dalam 

beberapa kesempatan Yayasan Sadhar Mapan dilibatkan 

dalam berbagai agenda memupuk