Rabu, 12 Februari 2025

pidana untuk kepribadian ganda



Di dalam kehidupan, perilaku pasien  dapat tumbuh dan berkembang secara 

berbeda-beda antar satu dan pasien  lainnya. Perilaku pasien  dapat memengaruhi 

suatu kehidupan sosial yang selain memiliki dampak positif namun  dapat juga 

memiliki dampak negatif yang melanggar hukum sehingga dapat berakibat mendapat 

hukuman. Perilaku ini  dapat disebut sebagai kejahatan atau tindak pidana. 

Kejahatan ini muncul disebab kan banyak hal, salah satunya adalah disebabkan oleh 

gangguan psikologis yang dikenal sebagai kepribadian ganda. Gangguan jiwa ini 

ditandai dengan adanya dua atau lebih kepribadian secara bersamaan dalam diri 

seorang individu. Penderita kepribadian ganda ini akan cenderung menimbulkan 

gejala yang membuatnya melakukan perbuatan secara impulsif yang menjurus pada 

kejahatan. Gejala ini  muncul sebagai bentuk pertahanan diri dari suatu keadaan 

yang membuatnya tertekan, terutama saat dirinya teringat peristiwa traumatik yang 

dialaminya. Seringkali yang melakukan kejahatan ini adalah bukan kepribadian 

aslinya melainkan kepribadian penggantinya sehingga pribadi yang asli tidak 

mengetahui bahkan mengalami amnesia saat  pribadi pengganti mengambil alih 

peribadi yang asli. Dalam hal ini orang dengan kepribadian ganda melakukan tindak 

pidana, namun  dalam kenyataannya ia memiliki kondisi yang tidak dilakukan 

oleh seseorang yang berkeadaan jiwa dan akal yang sehat. Maka hal ini  akan 

berkaitan erat dengan pertanggungjawaban pidananya, apakah ia dapat dimintai 

pertanggungjawaban apakah tidak. Sebagaimana kasus kejahatan oleh penderita 

kepribadian ganda di Indonesia memang fenomena yang masih terbilang jarang 

terjadi, namun  apabila terdapat kejahatan yang dilakukan oleh orang dengan 

kepribadian ganda ini akan sulit dijatuhi sanksi atas perbuatannya, disebab kan 

penyakit gangguan mental yang diderita serta pembuktiannya yang harus kuat. 

Sehingga perlunya perlakuan khusus terhadap orang-orang yang secara umum 

dikatakan sebagai tidak normal jiwanya, dan aspek penegakan hukum pidana sebab  

telah ada orang yang dirugikan akibat perbuatannya. 

 

 

Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui bentuk tindak pidana yang 

dilakukan oleh orang penderita kepribadian ganda dan bagaimana 

pertanggungjawabannya dalam hukum pidana. 

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, sebab  penelitian hukum yang 

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder atau penelitian 

hukum kepustakaan. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian sistematika hukum 

dengan pendekatan pada Perundang-undangan (Statute Approach) dan Pendekatan 

Kasus (Case Approach).  

Penekanan pendekatan perundang-undangan adalah pada pengaturan mengenai 

pertanggungjawaban pidana orang yang mengidap gangguan jiwa yaitu dalam Pasal 

44 KUHP dan pada pendekatan kasus adalah dengan melihat penerapan 

pertanggungjawaban pidana oleh orang dengan kepribadian ganda dalam kasus-kasus 

yang ada dan dengan melihat dari perspektif hukum pidananya. 

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa : 

1. Adakalanya orang berkepribadian ganda melakukan suatu perbuatan yang 

dapat dikategorikan sebagai tindak pidana akibat kondisi psikologisnya yang 

dapat memotivasi perilaku kriminal. Sehingga, kepribadian ganda 

menyebabkan penderitanya beresiko tinggi melakukan perbuatan melawan 

hukum sebab  terdapat hubungan antara perilaku atau kejahatan dengan 

keadaan psikologisnya. Kepribadian ganda ini dapat menyebabkan 

penderitanya beresiko tinggi melakukan perbuatan melawan hukum sebab  

kejahatannya dilakukan bukan sebab  perilaku dirinya sendiri (host), 

melainkan perilaku identitas lain yang ada di dirinya (alter host). Perbuatan 

melawan hukum yang dilakukan oleh penderita kepribadian ganda sejauh ini 

yang dapat ditemui kasusnya sangat bervariasi tergantung pada kasus 

individu. Bentuk tindakan yang dilakukan oleh orang dengan gangguan 

disosiatif kepribadian ganda (berdasarkan beberapa kasusnya yang relevan) 

diantaranya seperti kekerasan fisik, pembunuhan, pencurian, pelecehan 

seksual, perusakan barang dan berbagai  tindakan impulsif. 

2. Kepribadian ganda dapat dianggap sebagai suatu alasan penghapus pidana 

berdasarkan Pasal 44 Ayat (1) KUHP. Berdasarkan unsur-unsur pasal yang 

termuat dalam pengaturan ini  bahwa pelaku tindak pidana yang 

berkepribadian ganda memenuhi unsur ‘terganggu sebab  penyakit’ sebab  

berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Jiwa, Kepribadian Ganda dapat 

dikategorikan sebagai suatu bentuk gangguan jiwa. Namun dengan 

 

 

sebelumnya ditentukan oleh keadaan jiwanya pada saat melakukan tindak 

pidana. Hal ini dapat dibuktikan melalui keterangan dari ahli kedokteran jiwa 

atau psikiater. Apabila dapat dibuktikan keadaan tubuhnya dikendalikan oleh 

alter, maka dirinya sebagai host tidak mampu menyadari perbuatan yang ia 

lakukan sehingga tidak dapat dipidana dan pelaku dimasukkan ke Rumah 

Sakit Jiwa paling lama 1 (satu) tahun sebagai waktu percobaan sebagaimana 

yang termuat dalam Pasal 44 Ayat (2) KUHP. Namun apabila terbukti host 

yang mengendalikan dirinya pada saat melakukan tindak pidana, maka dirinya 

dianggap mampu secara sadar atas perbuatannya dan dianggap mampu 

bertanggungjawab secara hukum pidana sehingga dapat dijatuhkan putusan 

pidana terhadapnya sesuai dengan pengaturan hukum tindak pidana yang ia 

lakukan. Hakim dapat menyampingkan keterangan ahli dengan 

memperhatikan keterangan saksi dan terdakwa dipersidangan. Maka 

pengadilan mungkin mempertimbangkan ketidakmampuan penderita 

kepribadian ganda dengan menghindari penahanan atau mempertimbangkan 

hukuman yang lebih ringan. Sehingga dalam menentukan unsur peringan 

pidana yang digunakan untuk mengurangi pidana seorang terdakwa pengidap 

gangguan kepribadian ganda dapat dipertimbangkan dengan baik sesuai 

dengan kondisi mental dan kemampuan pertanggungjawabannya, termasuk 

juga tindak pidana apa yang ia lakukan 

Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui bentuk tindak pidana yang 

dilakukan oleh orang penderita kepribadian ganda dan bagaimana 

pertanggungjawabannya dalam hukum pidana. Penelitian ini adalah penelitian hukum 

normatif, sebab  penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau 

data sekunder atau penelitian hukum kepustakaan. 

Menurut hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : Pertama, kepribadian ganda dapat 

menyebabkan penderitanya beresiko tinggi melakukan perbuatan melawan hukum 

(tindak pidana) sebab  kejahatannya dilakukan bukan sebab  perilaku dirinya sendiri 

(host), melainkan perilaku identitas lain yang ada di dirinya (alter host). Tindak 

pidana yang dilakukan oleh penderita kepribadian ganda sejauh ini yang dapat 

ditemui kasusnya sangat bervariasi tergantung pada kasus individu. Bentuk tindakan 

yang dilakukan oleh orang dengan kepribadian ganda (berdasarkan beberapa 

kasusnya yang relevan) diantaranya seperti kekerasan fisik, pembunuhan, pencurian, 

pelecehan seksual, perusakan barang dan berbagai  tindakan impulsif. Kedua, 

kepribadian ganda dapat dianggap sebagai suatu alasan penghapus pidana 

berdasarkan Pasal 44 KUHP. sebab  pelaku tindak pidana yang berkepribadian ganda 

memenuhi unsur ‘terganggu sebab  penyakit’ berdasarkan Undang-Undang 

Kesehatan Jiwa, kepribadian ganda dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk 

gangguan jiwa. Hal ini sebelumnya harus dapat dibuktikan melalui keterangan dari 

ahli kedokteran jiwa atau psikiater. Namun apabila terbukti host yang mengendalikan 

dirinya pada saat melakukan tindak pidana, maka dirinya dianggap mampu secara 

sadar atas perbuatannya dan dianggap mampu bertanggungjawab secara hukum 

pidana. Sehingga pertimbangan mengenai ketidakmampuan penderita kepribadian 

ganda dapat dengan menghindari penahanan atau mempertimbangkan hukuman yang 

lebih ringan sesuai dengan kondisi mental dan kemampuan pertanggungjawabannya, 

termasuk juga tindak pidana apa yang ia lakukan.

Masalah kejahatan merupakan masalah sosial yang menarik dan menuntut 

perhatian yang serius dari waktu ke waktu. Kejahatan itu semakin lama semakin 

berkembang. Banyak kejahatan-kejahatan besar yang terjadi dimasyarakat. Dari 

beberapa kejahatan yang terjadi, ada banyak kasus yang menjadi legenda dan selalu 

diingat oleh masyarakat sebab  pelakunya melakukan kejahatan dengan cara-cara 

yang diluar jangkauan logika atau kebiasaan masyarakat. 

Kejahatan yang sulit diterima logika pasien  pada umumnya biasanya dilakukan 

dengan cara-cara yang luar biasa oleh mereka yang mengalami gangguan jiwa. 

Muncul fenomena baru dimana kejahatan itu dilakukan oleh mereka yang menderita 

dissosiative identity disorder (DID). Menurut ilmu psikologi dissosiative identity 

disorder (DID) merupakan suatu keadaan dimana kepribadian individu terpecah 

sehingga muncul kepribadian lain. 

1

 

Penderita dissosiative identity disorder (DID) seringkali mengalami amnesia. 

Sehabis melakukan kejahatan mereka lupa akan kronologis terjadinya kejahatan yang 

mereka lakukan sehingga sulit dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Dari 

beberapa kasus yang diduga pelakunya merupakan penderita dissosiative identity 

disorder pada akhirnya dijatuhi pidana mati. Hal ini bertentangan dengan Kitab 

Undang-undang Hukum Pidana yang didalam Buku I pasal 44 menyatakan secara 

tegas : 

                                                         

 

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan 

kepadanya sebab  jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu sebab  

penyakit, tidak dipidana. 

(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat pertanggungjawabkan kepada 

pelakunya sebab  pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu sebab  penyakit, 

maka Hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah 

sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan. 

Penderita dissosiative identity disorder seharusnya dapat digolongkan dalam 

penderita gangguan jiwa atau jiwanya cacat seperti diatur dalam pasal 44 KUHP, 

sehingga perbuatan yang dilakukan penderita dissosiative identity disorder tidak 

dipidana. Mereka tidak sepantasnya dijatuhi pidana mati yang jelas-jelas bertentangan 

dengan Hak Asasi pasien . 

B. Rumusan Masalah 

Apakah penjatuhan pidana mati terhadap pelaku kejatahan penderita dissosiative 

identity disorder (DID) dapat dibenarkan secara hukum? 

VI. Isi Makalah 

A. Tinjauan Umum Tentang Kejahatan 

a. Pengertian Kejahatan 

Pengertian kejahatan menurut Paul Moedikdo Moeliono yaitu: 

“Kejahatan adalah pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut 

ditafsirkan sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan dan tidak boleh 

dibiarkan.” 

b. Penjahat 

Siapa sebenarnya penjahat itu? Apakah mereka yang melakukan perbuatan 

yang dilarang dan diberi sanksi hukum yang tercantum dalam pasal undang-

undang cukup disebut sebagai penjahat? Dalam Kitab Undang-undang Hukum 

Pidana (KUHP) kita tidak ada satu pasal pun yang memuat pengertian penjahat. 

KUHP tidak menjelaskan siapa yang pantas disebut sebagai penjahat. KUHP 

hanya menjelaskan dengan sangat rinci unsure-unsur tentang perbuatan yang 

dapat dikategorikan dalam berbagai bentuk kejahatan. namun  KUHP 

menyatakannya dengan menggunakan istilah “barangsiapa” yang menyiratkan 

tentang adanya pelaku kejahatan jika memenuhi unsur-unsur perbuatan yang 

dianggap jahat oleh KUHP. 

c. Penyebab terjadinya kejahatan 

1) Mazhab Antropologi 

Mazhab ini berpendapat bahwa kejahatan terjadi melekat pada pribadi-pribadi. 

Bisa saja terjadi sebab  kewarisan atau kemerosotan sifat atau menderita 

penyakit. Mazhab ini memiliki kesamaan dengan teori Lambroso yang 

mengatakan bahwa sebab kejahatan melekat pada diri pasien . 

2) Mazhab Lingkungan 

Pendapat dari mazhab lingkungan memandang beberapa factor lingkungan 

sebagai sebab kejahatan, seperti: 

a) Lingkungan memberikan kesempatan akan timbulnya kejahatan 

b) Lingkungan pergaulan yang member contoh/teladan 

c) Lingkungan ekonomi (kemiskinan, kesengsaraan) 

d) Lingkungan pergaulan yang berbeda-beda. 

d. Jenis-jenis kejahatan 

Berikut adalah jenis-jenis kejahatan yang menurut POLRI sebagai kejahatan-

kejahatan yang “situasional” berat : 

1) Kejahatan-kejahatan ekonomi: 

a) Penyelundupan 

b) Kejahatan dalam bidang perbankan 

c) Manipulasi dalam perdagangan 

2) Kejahatan-kejahatan yang mempunyai aspek ekonomi 

a) Penyelewengan keuangan negara (korupsi) 

b) Pengrusakan (sabotase pusat-pusat kegiatan ekonomi) 

3) Kejahatan-kejahatan yang mengancam rasa aman penduduk secara luas: 

a) Banditisme 

b) Hi jacking 

c) Perdagangan obat bius (Narkotika) 

d) Pelanggaran lalu lintas yang membahayakan jiwa orang banyak dan 

mengganggu lalu lintas orang. 

B. Tinjauan Umum Tentang Dissosiative Identity Disorder (DID) 

a. Pengertian dissosiative identity disorder (DID) 

Dissosiative Identity Disorder (DID) atau kepribadian ganda dapat 

didefinisikan sebagai kelainan mental dimana seseorang yang mengidapnya akan 

menunjukkan adanya dua atau lebih kepribadian (alter) yang masing-masing 

memiliki nama dan karakter yang berbeda. 

b. Ciri-ciri dissosiative identity disorder (DID) 

Berikut adalah ciri-ciri orang yang memiliki kepribadian ganda atau 

dissosiative identity disorder (DID) yaitu : 

1) Di dalam satu tubuh terdapat dua atau lebih identitas atau kesadaran yang 

berbeda. 

 

 

 

 

2) Dua atau lebih identitas atau kesadaran ini  mengambil alih perilaku orang 

ini  secara berulang-ulang (switching). 

3) Menderita amnesia dalam arti tidak mampu mengingat tentang hal-hal yang 

penting atau yang sudah dilakukan. 

4) Gejala-gejala yang terjadi bukan efek dari alcohol atau obat-obatan lainnya 

melainkan sebab  efek psikologis. 

c. Penyebab terjadinya dissosiative identity disorder (DID) 

1. Faktor psikologis 

2. Pembentukan kepribadian dari awal memang tidak baik 

3. Faktor organic biologis 

4. Faktor lingkungan 

d. Proses Penyembuhan Penderita Dissosiative Identity Disorder (DID) 

1. Pendekatan Psikodinamik 

2. Pendekatan Biologi 

3. Pendekatan Perilaku 

C. Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pidana Mati Terhadap Pelaku Kejahatan 

Penderita Dissosiative Identity Disorder (DID) 

a. Pengertian pidana mati 

Menurut Bambang Poernomo, pidana mati merupakan salah satu bentuk 

pidana yang paling tua, sehingga dapat juga dikatakan bahwa pidana mati itu 

sudah tidak sesuai dengan kehendak zaman,  namun sampai saat ini belum 

ditentukan adanya alternatif lain sebagai penggantinya. 

 

 

 

 

b. Kejahatan yang diancam pidana mati 

a) Kategori kejahatan pembunuhan berencana 

b) Kategori kejahatan terhadap kepala Negara (maker) 

c) Kategori kejahatan pencurian dengan pemberantasan (pencurian-pembunuhan) 

d) Kategori kejahatan di perairan (bajak laut) 

c. Eksistensi pidana mati 

Awal eksistensi pidana mati sudah diatur di dalam KUHP. Secara historis, 

KUHP berasal dari Belanda yaitu WvS. namun  seiring perkembangan zaman 

terdapat perbedaan antara Belanda dan Indonesia dalam perlakuan terhadap 

pidana mati. Di Belanda, sejak tahun 1870 pidana mati sudah ditiadakan, 

sementara di Indonesia masih diakui dan dipertahankan eksistensinya.  

d. Penderita dissosiative identity disorder (DID) yang dijatuhi pidana mati 

Terhadap penderita dissosiative identity disorder (DID) berlaku alasan pemaaf 

atau schulduitsluitingsgrond yaitu menyangkut pertanggungjawaban seseorang 

terhadap perbuatan pidana yang telah dilakukannya atau criminal responsibility. 

Alasan pemaaf ini berlaku sepanjang penderita dissosiative identity disorder 

ini  benar-benar menderita gangguan kepribadian ganda, bukan dibuat-buat 

atau pura-pura. 

Melihat kasus kejahatan yang dilakukan oleh penderita dissosiative identity 

disorder (DID) yang diancam pidana mati, para psikiater tidak dapat bertindak 

sendiri. Artinya, psikiater akan bekerja apabila mendapat perintah dari penyidik. 

Misalnya si A melakukan pembunuhan, selama proses penyidikan dan 

penyelidikan para penyidik merasa bahwa si A memiliki kepribadian yang aneh. 

saat  para penyidik memiliki dugaan bahwa si A mengalami gangguan 

kepribadian, barulah prnyidik menghubungi psikiater untuk melakukan 

pemeriksaan.  

saat  pemeriksaan dilakukan psikiater, proses penyidikan ditunda atau 

dilanjutkan tergantung oleh penyidik. Tapi berdasarkan penelitian yang dilakukan, 

psikiater menyarankan agar proses penyidikan ditunda untuk waktu yang tidak 

dapat ditentukan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam memutus 

sanksi pidana yang dijatuhi. 

Menurut Dr.Venny Pungus,Sp.KJ. penderita dissosiative identity disorder 

(DID) dapat dipidana. sebab  penderita dissosiative identity disorder (DID) bukan 

merupakan gangguan mental yang berat. Sehingga dia masih dapat dimintai 

pertanggungjawaban. 

  

Setelah dilakukan penelitian dan analisis menggunakan teori dan konsep dari 

hukum positif maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 

Terdapat perbedaan pendapat antara para ahli (psikiater) tentang dissosiative 

identity disorder (DID). Disatu sisi mengatakan bahwa dissosiative identity disorder 

(DID)  termasuk Pasal 44 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dimana setiap 

perbuatan yang dilakukan oleh penderita dissosiative identity disorder (DID) tidak 

dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan hal ini ,maka terhadap pelaku 

kejahatan penderita dissosiative identity disorder (DID) dilindungi Pasal 44 Kitab 

Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi: 

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat 

dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan sebab  jiwanya cacat dalam 

tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu sebab  penyakit 

(ziekelijke storing), tidak dapat dipidana. 

(2) Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan 

padanya disebabkan sebab  jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau 

terganggu sebab  penyakit, maka Hakin dapat memerintahkan supaya 

orang itu dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun 

sebagai waktu percobaan. 

(3) Ketentuan ini  dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, 

Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri. 

Bagi pihak yang setuju dengan pendapat ini tentu saja aparat hukum telah 

keliru dalam memutus perkara kejahatan yang dilakukan oleh penderita dissosiative 

identity disorder (DID), apalagi sampai memvonis pidana mati. 

Sementara disisi lain berpendapat bahwa penderita dissosiative identity 

disorder (DID) dapat dimintai pertanggungajawaban. sebab   dissosiative identity 

disorder (DID) bukan merupakan gangguan mental berat. Sehingga setiap perbuatan 

yang dilakukan masih disadari oleh penderita dissosiative identity disorder (DID) dan 

masih dapat dimintai pertanggungjawaban. 

 


 


Tujuan dari kajian hukum ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi 

pelaku pembunuhan berkepribadian ganda (Dissociative Identity Disorder) diatur. sumber sekunder 

lainnya.data yang dikumpulkan dari buku-buku literatur, penelitian yang ada, dan peraturan 

perundang-undangan yang relevan. Temuan penelitian membawa kita pada kesimpulan bahwa 

sebab  telah memenuhi unsur pertanggungjawaban pidana, orang dengan kepribadian ganda 

(Dissociative Identity Disorder) dapat dihukum sebab  pembunuhan yang telah mereka lakukan. 

Penerapan gagasan akuntabilitas dalam strict liability adalah bentuk pertanggungjawaban pidana. Hal 

ini memungkinkan pelaku dipidana penjara sesuai dengan ancaman Pasal 338 KUHP yang mengatur 

tentang pembunuhan. 


sebab  mempengaruhi kehidupan pasien  dalam masyarakat, masalah kejahatan dalam 

masyarakat saat ini sebagai fenomena akan selalu dibicarakan. Tidak dapat disangkal bahwa 

kejahatan ini terjadi dalam kehidupan pasien  dengan persaingan kepentingan. Menurut 

Bawengan (1974), istilah “kejahatan” diartikan sebagai “nama atau stempel yang diberikan 

kepada seseorang yang digunakan untuk menilai perbuatan tertentu sebagai kategori 

perbuatan jahat.”  kejahatan ini terjadi saat  seseorang 

melanggar hukum baik secara langsung maupun tidak langsung. , atau sebagai akibat dari 

kelalaian yang dapat mengakibatkan hukuman. Dikaitkan dengan berbagai kesalahan, 

kesalahan dapat diartikan sebagai demonstrasi dan kegiatan yang jahat yang biasanya 

diketahui dan diperhatikan oleh individu. Dari sudut pandang hukum, kejahatan adalah apa 

saja perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau peraturan yang berlaku. Secara 

umum yang dimaksud dengan “kejahatan” adalah perbuatan yang merugikan masyarakat 

dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. sakit terus 

meningkat dari waktu ke waktu. 

Ada kejahatan yang dilakukan oleh pelaku internal maupun yang dilakukan oleh pelaku 

kejahatan berteknologi maju. Pelaku internal dipecah menjadi tiga kategori: ekonomi, 

biologis, dan psikologis. Hal ini terlihat dari faktor ekonomi bahwa banyak orang tidak dapat 

memenuhi kebutuhan fundamental mereka.A status seseorang sebagai miskin menunjukkan 

bahwa mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti perumahan, 

makanan, pakaian, perawatan kesehatan, dan pendidikan. Pencurian dan penjambretan 

adalah contoh kejahatan yang biasanya berasal dari faktor ekonomi. Berikutnya adalah 

faktor biologis. Menurut unsur-unsur alami, kejahatan dapat dikenali dari adanya unsur-

unsur nyata seseorang, termasuk rahang miring ke depan, struktur wajah besar, tulang pipi 

tinggi, pelipis terbatas, hidung rata atau lebar, rahang besar, penampilan sangat mencolok, 

hidung berduri. atau bibir yang tebal, mata terlihat licik, rambut wajah diabaikan atau tidak 

tertutup dan tidak ada keengganan untuk menyiksa, sebuah d memiliki lengan yang 

umumnya panjang. para ahli di bidang genetika juga 

berpendapat bahwa kecenderungan kekerasan dapat diturunkan melalui gen. Terakhir, 

aspek psikologis. Kegiatan kriminal dapat dihasilkan dari berbagai faktor psikologis, termasuk 

penyimpangan dalam kesadaran, emosi yang tidak stabil, sosialisasi masa kanak-kanak yang 

tidak memadai, perkembangan moral yang buruk, dan sebagainya. Gangguan identitas 

disosiatif (DID), juga dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda, adalah salah satu 

gangguan yang dihasilkan dari berbagai gangguan psikologis ini. faktor penyebab seseorang 

melakukan kejahatan. 

 seseorang dengan kepribadian ganda cenderung menunjukkan dua 

atau lebih ciri kepribadian (alter), masing-masing dengan nama, sifat, dan kepribadian yang 

unik. kondisi perilaku. Menurut Semium (2006), kepribadian ganda ini biasanya disebut 

sebagai kepribadian jahat dan kepribadian suci. Kepribadian dengan emosi tinggi yang 

memungkinkan penderitanya melakukan kejahatan dapat muncul dari kepribadian jahat 

ini . 

kejahatan yang dikenal dengan pembunuhan dapat didefinisikan sebagai 

suatu perbuatan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang mengakibatkan kematian 

banyak orang. Kejahatan pembunuhan termasuk dalam kategori kejahatan terhadap nyawa 

menurut Pidana Hukum (KUHP). Suatu bentuk penyerangan terhadap nyawa orang lain 

disebut sebagai kejahatan terhadap nyawa (misdrijven tegen het leven) 

adalah nama umum untuk jenis hukuman ini. Dengan melakukan sesuatu, Anda melakukan 

kejahatan pembunuhan. Tentu saja, ada banyak cara yang berbeda untuk melakukan 

pembunuhan, masing-masing dengan konsekuensi hukum yang unik. Konsekuensi hukum 

dalam bentuk pidananya akan jauh lebih besar jika tindak pidana pembunuhan dilakukan 

dengan unsur kesengajaan atau ada rencana sebelumnya, berbeda dengan tindak pidana 

pembunuhan yang dilakukan tanpa perencanaan yang turut memperberat suatu kejahatan. 

Pertanggungjawaban atas setiap perbuatan kriminalitas yang dilakukan oleh pasien  tidak 

dapat dipisahkan. “Tanggung jawab pidana diartikan sebagai melanjutkan suatu bentuk cela 

yang obyektif yang dapat dipidana atas perbuatannya”, demikian pendapat Roeslan Shaleh. 

Asas legalitas menjadi landasan terjadinya pidana, sedangkan asas kesalahan menjadi dasar 

penuntutan pidana terhadap pelakunya. Oleh sebab  itu dapat ditarik kesimpulan bahwa 

sebagai penentu tindak pidana hanya akan dipidana apabila perbuatan atau kejahatan itu 

yang dilakukannya keliru” 

Tidak akan ada kesalahan yang tidak dapat dipidana, jika seseorang tidak mempunyai 

kemampuan untuk mempertanggungjawabkannya. Artinya, pertanggungjawaban pidana 

hanya dapat dijatuhkan kepada orang yang sudah dewasa, berakal budi, dan dapat 

mengambil keputusan sendiri. Demikian pula, tanggung jawab pidana ada untuk kejahatan 

pembunuhan, yang dianggap sebagai kejahatan terhadap kehidupan, kategori kejahatan 

berat yang melanggar hak asasi pasien , khususnya hak untuk hidup. 

Sebelum tahun 1980-an, data menunjukkan bahwa hanya beberapa kasus gangguan 

kepribadian ganda yang didiagnosis di seluruh dunia; namun, pada tahun 1990-an, puluhan 

ribu lebih kasus gangguan kepribadian ganda telah didiagnosis. Sehingga beberapa 

profesional dan ahli percaya bahwa kepribadian ganda lebih mungkin terjadi daripada yang 

diperkirakan sebelumnya (Zabita, 2017). 14 juta orang di atas usia Menurut data statistik 

Kemenkes tahun 2018 terdapat 15 orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Jika 

dibandingkan dengan tahun 2013 mengalami peningkatan dari 1,7% menjadi 7% ,Padahal kasus kepribadian ganda jarang terjadi. di Indonesia, mereka berpotensi 

mengakibatkan tindak kriminal sebab  orang dengan kepribadian ganda tidak memiliki 

kendali atas dirinya saat  berada di kepribadian lain. 

Sehubungan dengan penggambaran di atas, penulis esai memulainya dalam sebuah ulasan 

yang digunakan sebagai salinan cetak sebuah artikel dengan judul "Kewajiban Pidana Orang 

dengan Psikosis Kepribadian Konflik yang Melakukan Pelanggaran Pembunuhan".

Bentuk Pertanggungjawaban Pidana Bagi Orang Berkepribadian Ganda (Dissociative 

Identity Disorder) Yang Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan 

Meskipun merupakan konsep yang berbeda, namun pembahasan pertanggungjawaban 

hukum pidana tentu akan melibatkan pembahasan perbuatan atau tindakan pidana. Konsep 

pertanggungjawaban pidana tidak termasuk dalam pengertian perbuatan atau kejahatan. 

Demonstrasi kriminal hanya mengatur pembatasan kegiatan ini  dengan bahaya disiplin 

pidana. Sementara pertanggungjawaban pidana mengatur tentang kesanggupan seseorang 

untuk dihukum atas suatu kejahatan yang dilakukannya, pertanggungjawaban pidana juga 

mengacu pada tanggung jawab seseorang atas kejahatan itu. Sehingga seseorang harus 

terlebih dahulu melakukan kejahatan agar dinyatakan bersalah. pelaku harus mampu 

bertanggung jawab sendiri agar dapat dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan 

ini . Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, individu dengan kepribadian ganda 

(Dissociative Identity Disorder) memiliki kapasitas untuk bertanggung jawab, memungkinkan 

mereka untuk dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan yang mereka lakukan. 

hal lain yang mengakui demonstrasi atau kegiatan kriminal dan 

kewajiban pidana adalah bahwa standar tindakan pelanggar hukum adalah pedoman 

legitimasi. Ungkapan "mullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli" dapat 

ditemukan dalam asas legalitas , yang menyatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapat 

dipidana jika tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang larangan 

perbuatan ini . Sedangkan konsep bersalah adalah gagasan bahwa seseorang dapat 

dihukum. kesalahan saat melakukan kejahatan. Doktrin ini diungkapkan dalam bahasa 

Inggris sebagai "suatu perbuatan tidak membuat seseorang mendua, kecuali jika pikiran itu 

secara hukum tercela," yang berarti bahwa suatu perbuatan tidak membuat seseorang 

bersalah kecuali mereka memiliki pikiran jahat. Oleh sebab  itu , disebutkan bahwa syarat-

syarat yang harus dipenuhi bagi seseorang untuk dipidana: 

sebuah. harus ada perbuatan yang dilarang (actus reus); b. Harus ada sikap mental jahat 

(mens rea) sehubungan dengan perbuatan atau tindak pidana pembunuhan dimana 

pelakunya berkepribadian ganda (gangguan identitas disosiatif); kedua syarat ini harus 

dipenuhi sebelum pelaku dapat dipidana. Asas legalitas yang dibahas pada alinea 

sebelumnya erat kaitannya dengan syarat adanya suatu perbuatan yang dilarang. sehingga 

siapa saja yang melanggar peraturan ini  dapat dipidana jika diatur sebagai perbuatan 

 

 

pidana. Dalam KUHP, khusus pada pasal 338, perbuatan tindak pidana. Oleh sebab  itu, jika 

seseorang melakukan pembunuhan, maka akan menghadapi hukuman yang diatur dalam 

Pasal 338 KUHP, yaitu penjara paling lama lima belas tahun. sebab  dalam pembahasan ini 

disebutkan bahwa orang yang berkepribadian ganda (identitas disosiatif) gangguan) dapat 

dihukum, yang berarti bahwa jika mereka membunuh seseorang, mereka dapat dihukum 

sesuai dengan hukuman KUHP. 

Mens rea, atau sikap mental negatif, adalah syarat selanjutnya. Seseorang yang berniat 

membunuh harus memiliki rencana sebelumnya. Niat ini bisa berupa niat membunuh atau 

niat melakukan kejahatan lain yang berujung pada pembunuhan. Hal yang perlu diketahui 

adalah bahwa dalam melakukan kegiatan ini  terdapat perasaan dalam diri mereka 

meskipun pada kenyataannya mereka memiliki karakter yang sedikit. 

Pada akhirnya, mereka yang melakukan kejahatan akan dihukum sebab  

pertanggungjawaban pidananya. Dimana dalam konteks hukum pidana, pemidanaan 

diartikan sebagai tahapan untuk menentukan pemidanaan dan penjatuhan sanksi. Seseorang 

harus memenuhi beberapa unsur pertanggungjawaban pidana agar untuk dipidana. 

 unsur-unsur pertanggungjawaban pidana adalah: 

sebuah. Memiliki kapasitas untuk memenuhi kewajiban hukum 

b. Ada kesalahan. 

c. Tidak ada pembenaran. 

Mampu bertanggung jawab adalah aspek pertama. Syarat lahiriah suatu kesalahan adalah 

telah dilakukannya suatu perbuatan atau kejahatan. Sementara itu, terkait dengan kondisi 

batin berupa keadaan normal atau kondisi dalam alam pikiran pencipta. Moeldjatno 

mengungkapkan hal ini . keyakinan bahwa hanya orang dengan kesehatan mental yang 

normal yang dapat diharapkan untuk berperilaku dengan cara yang dianggap dapat diterima 

oleh masyarakat sehingga kriteria untuk menentukan apakah kejahatan tertentu dapat 

dikaitkan dengannya hanya dapat dipenuhi oleh orang yang berada dalam kondisi mental 

yang normal keadaan.Keadaan atau keadaan mental adalah normal sebab  pencipta 

menggunakan akal untuk membedakan antara perilaku baik dan buruk.sebab  pelaku dapat 

dianggap bersalah jika mereka dapat membedakan antara dua hal ini .Orang yang 

 

menderita gangguan kepribadian ganda (identitas disosiatif gangguan) masih dapat 

membedakan antara tindakan baik dan buruk, memungkinkan mereka untuk mengetahui 

konsekuensi dari tindakan mereka saat  mereka melakukannya. Merakit komponen ini 

telah dijelaskan dalam kasus di mana orang dengan DID dianggap memiliki persyaratan 

pertanggungjawaban pidana yang diajukan Sudarto juga telah dipenuhi oleh individu dengan 

kepribadian ganda (gangguan identitas disosiatif) (Sudarto, 1997). Orang dengan kepribadian 

ganda (gangguan identitas disosiatif) dianggap memiliki beberapa tanggung jawab pidana 

jika mereka memenuhi persyaratan ini. 

Kesalahan merupakan komponen kedua. Agar dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, 

suatu perbuatan atau perbuatan harus mengandung kesalahan. Kesalahan terjadi apabila 

suatu keadaan atau akibat yang melanggar hukum pidana disebabkan oleh perbuatan yang 

dilakukan dengan unsur kesengajaan atau kelalaian. Apabila seseorang tetap melakukan 

perbuatan meskipun telah mengetahui akibatnya, maka ia telah melakukan kelalaian. sebab  

ada akibat yang tidak dapat diketahui atau diduga sebelumnya tidak dapat dipertanggung 

jawabkan sebagai kelalaian (Amrani dan Ali 2015), sedangkan kesengajaan dalam bentuk 

kehendak atau niat untuk bertindak dalam melakukan kejahatan, mengetahui terlebih 

dahulu akibat dari pelaku tindak pidana merupakan syarat mutlak. untuk melakukan suatu 

tindakan dan kehendak untuk dihasilkan dari tindakan itu disediakan oleh teori kehendak. 

Oleh sebab  itu, intensionalitas terjadi saat  suatu tindakan menghasilkan hasil tertentu. 

Oleh sebab  itu, inte pengertian ada saat  hasil yang diinginkan dari suatu tindakan menjadi 

niat dari tindakan yang dilakukan. saat  datang ke kejahatan pembunuhan, salah satu unsur 

kejahatan adalah unsur kesengajaan. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku menyadari bahwa 

tujuan perbuatannya adalah untuk mengakhiri hidup orang lain dan perbuatan ini  

dilakukan dengan sukarela. 

Aspek ketiga, tidak ada pembenaran untuk memaafkan. Hakim memutuskan bahwa kondisi 

mental pelaku yang memiliki gangguan kepribadian ganda (gangguan identitas disosiatif) 

tidak dapat dijadikan alasan sebab  tidak termasuk dalam perumusan Pasal 44 KUHP. 

Putusan ini didasarkan pada putusan hakim saat  pelaku mengalami gangguan kepribadian 

ganda. ) masih menghadapi hukuman atas tindakan mereka. 

Konsep kesalahan dan pertanggungjawaban pidana saat ini sangat erat hubungannya. 

Artinya, selain membuktikan unsur-unsur kejahatan, kesalahan pelaku juga harus dibuktikan 

untuk menjatuhkan hukuman kepadanya. Namun, dua gagasan pertanggungjawaban pidana 

—pertanggungjawaban ketat dan pertanggungjawaban pengganti—telah muncul sebagai 

hasil dari kemajuan di bidang hukum. 

Tanggung jawab ketat adalah gagasan tanggung jawab yang dilakukan dalam lingkup 

kejahatan tanpa membuat kesalahan. Apabila pelaku telah melakukan suatu tindak pidana 

yang telah dirumuskan dan diatur oleh undang-undang, bagaimanapun perasaan batinnya, ia 

sudah dapat dituntut. Jadi dalam pengertian tanggung jawab ini yang dikendalikan adalah 

kegiatannya (actus reus). tanpa kesalahan" digunakan untuk menggambarkan ide ini. Tidak 

masalah jika tindakan itu dilakukan dengan niat jahat; yang penting melanggar hukum, 

sehingga pelakunya sudah dapat dihukum. Oleh sebab  itu, ciri-ciri berikut berlaku untuk 

konsep strict liability: 

sebuah. Tidak ada mens rea; b. Unsur utama berupa tindakan (actus reus); c. Buktinya hanya 

pada actus reus, bukan mens rea. Pertanggungjawaban perwakilan adalah pengganti konsep 

pertanggungjawaban di mana tanggung jawab hukum diadakan terhadap satu orang atas 

kesalahan yang dilakukan oleh orang lain. Ruang lingkup pekerjaan harus tercermin dalam 

persyaratan dua individu. Ada tidaknya actus reus dan mens rea adalah pembedaan antara 

strict liability dan vicarious liability. Jika mens rea tidak diwajibkan untuk 

pertanggungjawaban pidana di bawah strict liability, rea pekerja diharuskan di bawah 

tanggung jawab pengganti untuk meminta pertanggungjawaban pemberi kerja atas tindakan 

karyawan mereka. 

Konsep strict liability dapat diterapkan pada tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh 

orang dengan gangguan identitas disosiatif. sebab  sulit untuk mempertanyakan adanya 

mens rea dalam perbuatan atau tindak pidana pembunuhan dengan pelaku gangguan 

identitas disosiatif, maka Konsep pertanggungjawaban pidana dalam strict liability tidak. 

Apalagi jika telah terjadi pertukaran karakter dari tokoh yang melakukan kesalahan serius 

kepada tokoh lain. Pelaku dengan kepribadian ganda (gangguan identitas disosiatif) tidak 

akan menyadari bahwa kepribadian lain yang ada dalam dirinya telah melakukan kejahatan 

atau pembunuhan. Kepribadian yang aktif tidak akan mengetahui hal ini. Untuk dapat 

mengembalikan kepribadian yang telah melakukan kejahatan ini , diperlukan seorang 

psikiater. Namun, meskipun seorang psikiater telah memberikan bantuan, hal ini  tidak 

menjamin bahwa psikiater ini  dapat memulihkan orang yang telah melakukan 

perbuatan pembunuhan. Mens rea tetap dianggap harus ada, meskipun tidak perlu 

pembuktian, meskipun konsep strict liability tentang pertanggungjawaban tidak meragukan 

keberadaannya. 

Roeslan Saleh mengusulkan gagasan strict liability dalam hukum pidana

Pada kenyataannya, respon kriminal kemungkinan hilang saat  satu keadaan memaafkan. 

Selain itu, praktik ini menghasilkan berbagai kondisi mental yang diperlukan untuk 

penghapusan hukuman pidana. Akibatnya, muncul kelas kejahatan yang hukumannya cukup 

di bawah teori tanggung jawab yang ketat. Dalam benak terdakwa, ketidaktahuan dan sama 

sekali tidak ada niat melakukan kejahatan merupakan definisi kejahatan. Padahal, terlepas 

dari faktanya bahwa mereka tidak berniat melakukan kejahatan, diyakini bahwa mereka 

masih memikul tanggung jawab atas apa yang terjadi. Ini biasanya berlaku untuk 

pelanggaran ringan, juga dikenal sebagai pelanggaran. Beberapa penulis percaya bahwa 

tindakannya adalah kriminal, namun  tidak dianggap sebagai benar-benar perbuatan pidana. 

Tanpa memeriksa keadaan jiwanya sebagai suatu keadaan yang dapat meniadakan 

pemakaian  pidana, ia harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum hanya sebab  

perbuatannya memenuhi unsur delik. 

Menurut Roeslan Salwh, ada kelompok pelaku kejahatan yang melakukan kejahatan dalam 

keadaan tidak sadar dan masih dapat dihukum dengan tanggung jawab yang tegas. 

Terdakwa tidak berniat melakukan kejahatan dan tidak mengetahui keadaan sekitar 

perbuatannya. Kesamaan antara kondisi ini dan pelaku kejahatan dengan kepribadian ganda 

(gangguan identitas disosiatif).di mana identitas asli orang ini  tidak menyadari bahwa 

ia melakukan kejahatan.di mana kepribadian asli seseorang tidak menyadari bahwa ia telah 

melakukan kejahatan sebab  kejahatan ini  merupakan akibat dari tindakan 

kepribadian lain meskipun itu telah dinyatakan bahwa tindak pidana ringan atau 


 

pelanggaran termasuk dalam lingkup strict liability, hal ini tidak menutup kemungkinan 

bahwa tindak pidana lain termasuk dalam lingkup strict liability juga. sebab  terdakwa 

dianggap telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang dimaksud. didakwa, hakim dapat 

menjatuhkan pidana kepada terdakwa berdasarkan putusan yang telah terjadi atau cr 

perbuatan kriminal yang dilakukan terhadap seseorang dengan kepribadian ganda 

(gangguan identitas disosiatif). 

saat  satu keadaan memaafkan, peluang hilang. Selain itu, praktik ini menghasilkan 

berbagai kondisi mental yang diperlukan untuk penghapusan hukuman pidana. Teori 

tanggung jawab yang ketat mengarah pada pengembangan subset kejahatan yang 

hukumannya cukup. Terdakwa berpendapat bahwa definisi kejahatan adalah ketidaktahuan 

dan sama sekali tidak ada niat untuk melakukan kejahatan. Bahkan, diyakini bahwa mereka 

masih memikul tanggung jawab atas apa yang terjadi meskipun faktanya mereka tidak 

berniat melakukan kejahatan. kejahatan di tempat pertama. Dalam banyak kasus, ini juga 

berlaku untuk pelanggaran ringan. Meskipun mereka tidak dianggap sebagai tindakan 

kriminal yang sebenarnya, beberapa penulis percaya bahwa tindakannya adalah kriminal. Dia 

harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum hanya sebab  tindakannya memenuhi 

unsur-unsur kejahatan. suatu delik, tanpa mempertimbangkan keadaan jiwanya sebagai 

syarat yang dapat menghalangi penerapan hukuman. 

Roeslan Salwh mengatakan bahwa ada kelompok pelaku kejahatan yang melakukan 

perbuatan dalam keadaan tidak sadarkan diri dan masih dapat dihukum berat. Terdakwa 

tidak mengetahui keadaan sekitar perbuatannya dan tidak berniat melakukan tindak pidana. 

Kemiripan antara kondisi ini  dengan orang yang melakukan kejahatan yang memiliki 

kepribadian ganda (gangguan identitas disosiatif).di mana orang yang sebenarnya tidak 

menyadari bahwa mereka melakukan pelanggaran.Terlepas dari fakta bahwa telah 

dinyatakan bahwa tindakan kejahatan kecil atau pelanggaran diingat untuk tingkat tanggung 

jawab yang berat, hal ini tidak 't mengecualikan kemungkinan bahwa kesalahan yang 

berbeda juga diingat sebab  tingkat risiko yang parah.sebab  diyakini bahwa terdakwa 

melakukan unsur-unsur kejahatan yang relevan.Keputusan yang dibuat atau kejahatan yang 

 

dilakukan terhadap seseorang dengan gangguan identitas disosiatif (DID) dapat digunakan 

oleh hakim untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa pada saat didakwa.   

Jenis pertanggungjawaban pidana terhadap orang dengan berbagai watak (Conflicting 

Personality Psychosis) yang melakukan demonstrasi pembunuhan terhadap pelanggar 

hukum adalah dengan memaksakan hukuman sesuai dengan bahaya pidana Pasal 338 KUHP, 

yaitu pidana penjara paling lama lima belas tahun. .Namun, seseorang dengan gangguan 

kepribadian ganda (Dissociative Identity Disorder) harus menunjukkan pertanggungjawaban 

pidana sebelum menerima hukuman. Selain itu, perlu ditentukan definisi tanggung jawab 

pidana yang akan digunakan. Akibatnya, strict liability dapat digunakan untuk meminta 

pertanggungjawaban seseorang untuk melakukan kejahatan seperti pembunuhan saat  

mereka memiliki kepribadian ganda (Dissociative Identity Disorder). Meskipun mens rea 

dianggap ada, tidak diragukan lagi bahwa mens rea ada dalam kerangka 

pertanggungjawaban yang ketat. Seseorang dapat dihukum selama mereka melakukan 

perbuatan atau melakukan kejahatan dan mempunyai kemampuan untuk bertanggung 

jawab. Penjelasan bahwa Konsep risiko berat cocok untuk pembunuhan yang pelakunya 

memiliki karakter yang berbeda (Conflicting personality psychosis) sebab  saat  terjadi 

pertukaran karakter dalam diri pelakunya, sulit untuk menunjukkan keberadaan mens rea 

berdasarkan faktanya. bahwa individu dengan karakter yang berbeda (Conflicting personality 

psychosis) mengalami amnesia tidak permanen saat  karakternya berubah. sebab  telah 

mengakibatkan kematian orang lain, kejahatan pembunuhan dianggap sebagai pelanggaran 

berat, namun  pelakunya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Akibatnya, tindak 

pidana ini memenuhi syarat strict liability sebab  strict liability tidak menimbulkan keraguan 

terhadap adanya mens rea. 

 



Related Posts: