Rabu, 13 September 2023
Home »
sejarah majapahit 2
» sejarah majapahit 2
sejarah majapahit 2
By video bobo September 13, 2023
Dari dua nama ini, antara Majapahit dengan Hayam Wuruk
sebenarnya memiliki satu kesamaan, yakni sama-sama membawa
pengaruh besar terhadap Indonesia masa kini.
E. Warna Merah Putih (Getah Getih) dipakai sebagai Bendera RI
Semua orang pasti mengetahui bahwa bendera merah putih menjadi
lambang kebesaran bangsa Indonesia, ciri khas bangsa Indonesia, serta
menjadi lambang kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri atas banyak
suku. Sebenarnya, ini masih berhubungan dengan pengaruh besar
Majapahit terhadap Indonesia masa kini.
Mpu Prapanca, di dalam buku karangannya, Nagarakertagama,
menceritakan bahwa warna merah dan putih pernah dipakai sebagai
bendera yang dikibarkan dalam upacara hari kebesaran Raja Hayam
Wuruk yang bertahta di Majapahit pada tahun 1350-1389 M. Selain itu,
gambar-gambar yang dilukiskan pada kereta-kereta para petinggi
Majapahit yang menghadiri upacara hari kebesaran Raja Hayam Wuruk
itu bermotif merah dan putih.
Sebelumnya, warna merah dan putih juga pernah dipakai sebagai
bendera yang dikibarkan bala tentara Jayakatwang saat menyerang Singasari.
Di zaman Majapahit, warna putih diambil dari warna alami kapuk yang
ditenun menjadi selembar kain. Sedangkan, warna merah diperoleh dari
perasan daun pohon jati, bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilitnbi), atau
kulit buah manggis. Kedua warna itu merupakan warna yang dimuliakan dan
dijadikan lambang kebesaran Majapahit.
Atas dasar itulah, lalu pada tanggal 18 Agustus 1945,
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang
perta-manya dan menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
(UUD 1945). Di antara isinya antara lain menetapkan bahwa negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik (Bab 1 Pasal
1) dan bendera negaranya adalah merah putih (Pasal 35). Bendera merah
putih pertama kali dikibarkan oleh para pendiri bangsa saat Proklamasi
Kemerdekaan dilaksanakan tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan
Timur Nomor 56, Jakarta.
F. Berbagai Bentuk PavilIiun (Pendopo) Dijadikan Inspirasi bagi
Bangunan Pura dan Kompleks Perumahan di Bali
Anda yang sudah pernah jalan-jalan ke Ball pasti sering menemui
pura dan kompleks perumahan yang bangunannya klasik mirip pura-pura
peninggalan Majapahit. Sebenarnya, itu terinspirasi dari bentuk paviliun
(pendopo) yang pernah dibangun di zaman Majapahit.
Pura dan kompleks perumahan di Bali itu memang sengaja
dibangun dengan beberapa lingkungan yang dikelilingi tembok. Masingmasing lingkungan ini memiliki gerbang atau gapura yang berukiran
indah dan menggambarkan aktivitas warga setempat.
Denah bangunannya juga mengikuti konsep Trimandala yang
memiliki tingkatan pada derajat kesucian, yakni sebagai berikut:
1. Nista Mandala (Jaba Pisan); lingkungan terluar yang merupakan pintu
masuk ke lingkungan tengah. Lingkungan ini biasanya beru-pa
lapangan rumput atau taman bunga yang cukup lebar yang sekiranyamuat untuk dipakai dalam acara ritual, dan upacara kematian,
berbagai upacara keagamaan.
2. Madya Mandala (JabaTengah): lingkungan tengah yang merupakan
tempat beraktivitas di dalam ruangan beserta isinya. Dan, khusus untuk
pura, biasanya di lingkungan ini ada Bale Kulkul, Wantilan (ruang
pertemuan), Bale Gong (gamelan), Perantenan, dan Pesandekan.
3. Utama Mandala (Jero): lingkungan yang merupakan zona paling suci
yang biasa dipakai untuk sembahyang. Dan, khusus untuk pura,
biasanya di lingkungan ini ada Bale Panggungan, Bale Murda,
Bale Pawedan, Bale Piyasan, dan lain sebagainya.
Begitulah berbagai bentuk paviliun (pendopo) yang pernah dibangun di zaman Majapahit menginspirasi bagi bangunan pura dan
kompleks perumahan di Bali. Namun agaknya, literatur yang membahas
hal ini sangat sedikit, sehingga tidak banyak diketahui.
G. Keris sebagai Senjata Klasik Maupun Pusaka yang Dihormati
Siapa di antara Anda yang suka mengoleksi keris, atau pernah
mendapatkan warisan pusaka yang berupa keris? Keris agaknya tidak bisa
dipisahkan dari sejarah Majapahit yang sudah terkubur ratusar tahun lalu.
Para raja yang pernah menduduki singgasana Majapahtr memiliki keris.
Sebut saja, Raden Wijaya, pendiri pertama Majapah'rt yang memiliki
keris Kyai Gajah buatan Mpu Brahma Dewa. Selanjutnya, raja-raja lain
yang pernah menduduki singgasana Majapahit juga memt-liki keris yang
dijadikan sebagai senjata maupun pusaka kerajaan.
Sejarah mencatat bahwa banyak sekali keris yang dibuat pada
zaman Kerajaan Majapahit. Di antaranya yang paling terkenal dan
melegenda adalah keris pusaka Taming Sari, Condong Campur, Sabuk
Inten, dan Naga Sasra. Sebagian besar dari keris ini sekarang ini
banyak yang tidak diketahui keberadaannya sebab diduga menghilang
dengan sendirinya (disebabkan oleh unsur magis di dalamnya), dan
sebagian ada yang disimpan di museum seni.
Para keturunan Raja Majapahit yang sekarang tersebar di
nusantara diduga juga memiliki keris-keris pusaka zaman Majapahit yang
diwariskan secara turun-temurun. Mereka biasanya menyimpan keriskeris yang diwariskan ini di dalam sebuah kotak tertutup dan tidak
untuk dipajang di ruangan dalam rumah. Dan, sebab keris-keris ini memiliki unsur pusaka, maka setiap tiba di bulan Syura hari Selasa Wage
selalu di-jamas, di-warangi, dan Selanjutnya diminyaki.
Galeri keris yang dimiliki oleh Gus IMM Trowulan yang
terpajang di padepokan beliau juga bisa kita kunjungi dan bisa di pakai
untuk spot foto yang menarik. Lokasinya tepat di depan Candi Bajangratu
lebih tepatnya di Desa Temon, Kec. Trowulan. Disitu kita bisa memahami
berbagai macam jenis keris yang dikoleksinya sambil belajar tentang
konsep Islam, Majapahit dan Jawa.
H. Rumah dan Kampung Majapahit di Trowulan sebagai bentuk
nuansa era Majapahit yang masih dilestarikan.
Hal lain nanti juga bisa kita lihat pada bentuk bangunan rumah
Majapahit yang ada di kawasan Trowulan. Merupakan bentuk usaha
Pemerintah untuk mengembalikan nuansa ke Majapahitan di kawasan
Trowulan guna melestarikan budaya lokal dan menarik para wisatawan
yang akan berkunjung di kawasan Trowulan. Bentuk bangunan rumah
Majapajit banyak kita temukan di Desa Sentonorejo, Desa Trowulan,
Desa Jatipasar, Desa Temon dan Desa Wates Umpak. Sementara Desa
Bejijong lebih menekankan akan desa wisata yaitu Kampung Majapahit
sebab banyak disediakan Home Stay dengan fasilitas yang lengkap. Hal
ini didukung oleh adanya Sanggar Bhagaskara yang mempertahakankan
kampung Majapahit ini didukung dengan adanya festival kampung
Majapahit, bedah buku, karawitan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Wisata
Desa Bumi Mulyo Jati Majapahit di Desa Randugenengan, Kec. Dlanggu
juga dapat kita kunjungi, sebab disitu juga ada patung Gajah Mada,
kolam renang, permainan anak-anak dan kampung Coklat. Serta dengan
adanya peran komunitas-komunitas Majapahit di Mojokerto dan
sekitarnya juga semakin menambah kajian kita dalam memahami
Majapahit secara menyeluruh.
Waktu berubah dan kita ikut berubah di dalamnya. Demikian pepatah
latin kuno yang mungkin masih kita temukan aktualisasinya hingga sekarang.
Waktu berubah dan cara-cara manusia mengekspresikan dirinya, menelusuri
jejak pencarian makna tentang siapakah dirinya, orang lain dan dirinya
bersama orang lain (warga ) juga berubah. Jika dikatakan bahwa tidak
ada yang tetap di dunia ini mungkin yang tetap adalah perubahan itu sendiri.
Seturut konteks zaman yang berubah, orang-orang dengan alam pikir dan
rasa, karsa dan cipta, kebutuhan dan tantangan yang mengalami perubahan,
serta budaya pun ikut berubah.
Pendahuluan
Dalam rangka pembangunan nasional, Pemerintah berusaha menggali
dan mengembangkan berbagai potensi sumber daya yang ada di setiap daerah.
Salah satunya dengan mengembangkan potensi pada sektor pariwisata. Untuk
mencapai pembangunan ini Pemerintah telah mengeluarkan berbagai
kebijakan dalam bidang kepariwisataan. Pembangunan pariwisata perlu
ditingkatkan untuk memperluas kesempatan kerja dan berusaha, meningkatkan
devisa serta memperkenalkan alam kebudayaannya (Utomo, 1993:5).
Pembangunan sektor pariwisata ini merupakan salah satu program
andalan Pemerintah Indonesia yang memiliki prospek dan peranan penting
dalam pembangunan. Hal ini sebab Indonesia memiliki potensi keindahan
alam, keanekaragaman seni budaya, adat istiadat serta peninggalan sejarah.
Semua itu merupakan aset pariwisata yang potensial untuk dikembangkan.
Suksesnya pengembangan kepariwisataan sangat ditentukan oleh adanya
dukungan serta partisipasi aktif seluruh lapisan warga terutama
penduduk sekitar objek wisata.
Kegiatan pariwisata tentunya tidak lepas dari potensi pariwisata yang ada
di setiap daerah. Di Indonesia banyak sekali objek yang menarik yang biasa dijadikan sebagai objek wisata, objek-objek ini antara lain objek wisata
alam, wisata budaya (wisata religi), dan wisata bahari. Oleh sebab itu, setiap
daerah berusaha mengembangkan dan saling bersaing dalam sektor
pariwisata. Pada saat ini dikembangkan wisata ziarah atau religi di daerah
yang mempunyai peninggalan sejarah (budaya) yang memiliki nuansa historis
dan religius.
Dampak berbagai macam pengembangan pariwisata akan berbedabeda. Namun itu akan kelihatan sekali dampaknya terhadap perekonomian
warga , Pemerintah dan atau lingkungannya (Wahab, 1998:11). Dengan
adanya dampak di atas, kepariwisataan dalam pembangunan wilayah akan
memberikan sumbangan antara lain dalam bidang sosial, ekonomi dan
budaya serta lingkungan kalau dikelola dengan profesional. Keanekaragaman
suku bangsa dan budaya merupakan suatu aset nasional yang dapat dijadikan
komoditi utama. sebab itu, Pemerintah harus memikirkan pengembangan
pariwisata dengan menetapkan strategi khusus untuk mengatasi permasalahan
yang terjadi sekarang dan masa mendatang sehingga pariwisata benar-benar
menjadi sektor yang bisa mendatangkan keuntungan.
Kajian Pustaka
a. Pengertian Glokalisasi
Proses pengadaptasian barang atau jasa yang dijual secara
internasional terhadap budaya dan pasar lokal yang berbeda. Glokalisasi
melihat yang global berinteraksi dengan yang lokal untuk menghasilkan
sesuatu yang khas sifatnya Glokal2
b. Pengertian Eksistensi
Hal berada, keberadaan. Eksistensi adalah suatu proses yang
dinamis, suatu, menjadi atau mengada. Ini sesuai dengan asal kata
eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari, melampaui
atau mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan
lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya
kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan
potensi-potensinya
Kebijakan Pemkab Mojokerto dalam mempertahankan Eksistensi
Majapahit dan Islam di Era Milineal
Dalam penerapan kebijakan Pemkab Mojokerto melakukan berbagai
macam kegiatan rutin tahunan. Hal ini dilakukan dalam mempertahankan
tradisi mmsyarakat setempat dan disesuaikan dengan kebudayan Majapahit
dan Islam yang sudah berkembang di Trowulan selama ini. Peran serta
masyarkat dan pihak lain tidak dapat dipisahkan dalam penerapan kebijakan
ini. Adapun bentuk kebijakan ini dapat diterapkan dalam bentuk
kegiatan-kegiatan dibawah ini:
1. Festival Pawai Budaya Majapahit
Kegiatan di dalamnya seperti halnya Penampilan Tari Mayang
Rontek dan Bantengan. Tema dari kegiatan ini biasanya tiap tahun selalu
diganti. Hal ini merupakan rangkaian hari jadi kabupaten Mojokerto.
diikuti oleh 18 kecamatan yang ada diseluruh wilayah kabupaten
Mojokerto. Biasanya dari pihak kecamatan di wakilkan kepada
SMA/SMK terdekat.
2. Ruwat Agung Nuswantoro
a) Festival dan Gebyar Macapat
Kegiatan ini biasanya di laksanakan untuk para siswa dan guru bisa
disebut juga untuk tingkat senior dan junior. Serta diiringi 3 musisi
gamelan, meraka begitu lihai melantunkan cengkok macapat.
Layaknya sinden profesional, jenis tembang macapat Dhandhanggulo
dan Sinom, menjadi pilihan utama peserta.
b) Unduh-Unduh Patirtaan
Unduh-unduh Patirtaan (mengumpulkan air) dari tujuh sumber
berbeda kraton Majapahit. Antara lain petirtaan Siti Inggil di Bejijong
Trowulan, petirtaan Tribuwana Tungga Dewi di Klinterejo Sooko,
petilasan Prabu Hayam Wuruk Desa Panggih Trowulan, petirtaan
Putri Campa di Unggahan Kecamatan Trowulan, petirtaan Kubur
Panjang/ Sumber Towo di Desa Unggahan Trowulan, sumur Sakti
Gajah Mada di Beloh Kecamatan Trowulan, dan terakhir di sumur
Upas Candi Kedaton Desa Sentonorejo Trowulan. Dalam proses
pengambilan air di tujuh sumber mata air ini . Pihak Disbudpar
dan Budayawan juga melibatkan siswa dari sekolah di sekitarnya
yang termasuk dalam kecamatan Trowulan3
.
c) Ruwat Sukerto
Dalam ruwatan ini juga masih memperhatikan tradisi Jawa. Terutama
konsep : ontang anting, gentono gentini, gentini gentono, sendang apit
pancuran, pancuran apit sendang, uger-uger lawang, kembang
sepasang, pendowo limo, pendawi limo. Tujuh sumber mata air yang
diambil tadi dipakai untuk melaksanakan prosesi ruwat sukerto.
d) Mangesti Suro
Biasanya mengadakan resepsi dan tumpengan serta mengundang rajaraja Bali serta dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit
3. Kirab Agung Nuswantoro Majapahit
Kirab Agung Bumi Nuswantoro merupakan bentuk kegiatan seni
arak-arakan/karnaval tradisi budaya yang memiliki keanekaragaman
bentuk, jenis, nilai dan visual yang merupakan warisan penting untuk
penguatan martabat jatidiri dan sumber inspirasi dalam proses kreatif
mengenal sejarah tempo dulu bagi kehidupan berbudaya.
Kabupaten Mojokerto yang memiliki peninggalan sejarah
Kerajaan Majapahit beserta nilai tradisi serta keragaman budaya maupun
adat-istiadat yang tentu dibarengi dengan keunikan dan khasanahnya
masing-masing perlu memperbanyak ruang-ruang kreatif dan event-event
guna mengawal tumbuh kembangnya nilai tradisi budaya yang ada di
tengah warga . usaha pelestarian dan pengembangan tradisi budaya
terutama pada kegiatan Kirab Agung Bumi Nuswantoro akan membuka
secara luas informasi pada daerah lain sebagai ajang promosi kebesaran
Kerajaan Majapahit yang pada akhirnya dapat meningkatkan kunjungan
wisata di Kabupaten Mojokerto demi meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan warga Mojokerto.
4. Kirab Kubro dan Haul Syeikh Jumaddil Kubro
Kirab kubro memperingati Haul Syeikh Jumadil Kubro yang
diperingati tiap tahun tidak pernah sepi animo. Dengan haul ini, kita bisa
terus mengingat perjuangan Syekh Jumadil Kubro dalam berdakwah dan
menyebarkan ajaran agama Islam pada masa Kerajaan Majapahit. Syeikh
Jumadil Kubro dikenal sebagai penyebar Agama Islam di tanah Jawa
pada masa Kerajaan Majapahit. Syeikh Jumadil Kubro adalah leluhur dan
guru dari para Walisongo sesudahnya. Mengingat besarnya jasa dalam
perkembangan Islam khususnya Jawa Timur, maka banyak kalangan umat
Islam yang memelihara tradisi untuk terus mendoakan hari wafatnya, atau
dalam Islam dikenal sebagai haul. Kompleks Makam Troloyo sebagai
letak Makam Syeikh Jumaddil Kubro selalu dijadikan sebagai puncak
acara haul ini . Biasanya kegiatan dalam meramaikan kegiatan haul
terebut adalah Kirab Kubro yang dilakukan oleh warga Trowulan,
dilanjutkan dengan kegiatan Sema’an, Hadrah ISHARI Se-Karisidenan
Gerbang Kartasusila yang meliputi Mojokerto, Lamongan, Jombang dan
sekitarnya. Malam puncak kegiatan ini biasanya diadakan pengajian
umum yang dihadiri oleh penceramah kondang atau terkenal, para tokoh
agama dan seluruh lapisan warga di Kabupaten Mojokerto.
5. Pagelaran Budaya Bulan Purnama
Gelaran pertama adalah Bulan Purnama Larung Sesaji yang
dilaksanakan di Kolam Segaran. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Dinas
Pariwisata Kepeemudaan dan Olah raga Kabupaten Mojokerto. Diawali
dengan kirab sesaji yang berangkat dari Pendopo Agung menuju Kolam
Segaran. Dengan upacara dan doa, selanjutnya hewan ternak unggas dan
ikan dilarungkan ke Kolam Segaran. Acara ini selain bentuk gelaran
budaya sekaligus sebagai atraksi wisata budaya yang dikunjungi oleh
warga Trowulan dan sekitarnya.
Seluruh rangkaian kegiatan diatas merupakan usaha pemkab
Mojokerto dalam bentuk melestarikan budaya lokal dan termasuk bagian
dari program tahunan yang harus dilaksanakan dalam usaha nya untuk
mewujudkan dan meningkatkan kemajuan pariwisata dan simbol
Kerajaraan Majapahit di era milenial.
Dampak yang ditimbulkan dengan adanya kebijakan Pemkab Mojokerto
terhadap kegiatan rutin tahunan yang diselenggarakan di Trowulan
Pada dasarnya semua usaha dan aktivitas pembangunan dapat
menimbulkan dampak, baik secara positif maupun negatif. Dampak positif
suatu pembangunan merupakan suatu dampak yang sangat diharapkan oleh
pemerintah maupun warga , dampak negatif tidak diharapkan bahkan
perlu ditekan sekecil mungkin. Begitu pula dengan pembangunan di bidang kepariwisataan juga menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi pihak
pengelola, Pemerintah bahkan warga .
Pariwisata merupakan segala macam motivasi yang mempunyai
pengaruh pada segi-segi kehidupan orang dan warga baik pada segi
sosial-ekonomi yang bisa dinyatakan dalam angka (quantifiable) maupun
pada segi-segi sosial-budaya, politik dan lingkungan yang ada dasarnya sulit
ditanyakan dalam angka (non-quantifiable). Pengaruh-pengaruh itu bisa
menguntungkan sehingga perlu di lipatgandakan dan bisa merugikan
sehingga sedapat mungkin dihindari atau dibatasi (Spillane, 1991:13).
Perkembangan kegiatan rutin tahunan yang dilakukan oleh Pemkab
Mojokerto merupakan kegiatan terstruktur dan aktivitas manusia yang pada
akhirnya memberi pengaruh ekonomi terhadap kehidupan di sekitar lokasi
pariwisata. Pengaruh ekonomi dapat dirasakan oleh warga sekitar,
terutama dari segi materil yaitu meningkatnya pendapatan. Keuntungan
lainnya adalah dengan dibangunnya sarana-sarana kemudahan menuju lokasi
pariwisata, misalnya transportasi dan kios-kios penjualan sehingga dapat
membuka lapangan pekerjaan bagi warga . Pada hakekatnya
pembangunan pariwisata merupakan kegiatan ekonomi untuk memperbesar
penerimaan devisa, memperluas lapangan kerja dan meratakan kesempatan
berusaha terutama bagi warga setempat.
Pendapat Spillane (1991:138) keuntungan pariwisata ini bila
dilihat dari aspek ekonomi yaitu:
a. Membuka kesempatan kerja dan memperluas lapangan pekerjaan
Industri pariwisata merupakan mata rantai yang sangat panjang,
sehingga banyak membuka kesempatan kerja. Selain itu, semakin banyak
wisatawan yang berkunjung maka banyak pula lapangan kerja yang
tercipta baik secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan
atau yang tidak berhubungan dengan pariwisata. Hal ini dapat menyerap
tenaga kerja yang ada di daerah wisata.
Penyerapan tenaga kerja dapat diartikan tertampungnya tenaga
kerja dalam suatu bidang pekerjaan, artinya ketika telah terbukanya suatu
bidang usaha maka tertampunglah atau terseraplah tenaga kerja yang ada.
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja. Menurut Budiarjo
(dalam Cahyaningtyas, 2008:22) tenaga kerja adalah seluruh penduduk
yang berusia 10 tahun keatas secara aktif melakukan kegiatan ekonomi.
Penduduk yang meningkat dengan cepat dapat memicu banyaknyapengangguran dan kekurangan lapangan pekerjaan, sebab penduduk
meningkat secara tidak langsung proporsi pekerja ikut meningkat.
b. Menambah pemasukan dan pendapatan warga
Di daerah pariwisata warga dapat menambah pendapatan
dengan menjual barang dan jasa. Semakin banyak wisatawan yang
membeli atau memakai jasa mereka maka semakin besar
pendapatan. Menurut Wahab (1998:94) pariwisata memacu peningkatan
dan penambahan pendapatan warga pada pusat-pusat kegiatan
pariwisata yang tersebar di seluruh negara.
Pendapatan didasarkan atas penghasilan yang diterima oleh
seseorang selama satu bulan yang telah melakukan usaha dan sebagai balas
jasa atas kegiatan atau jerih payah yang telah dikerjakan. Dari kegiatan
produksi maupun konsumsi dapat diketahui seberapa besar pendapatan yang
diperoleh. Penghasilan ini berupa uang atau sesuatu yang dapat
diuangkan dari usaha keluarga. Menurut Usman (dalam Cahyaningtyas,
2008:23) besar pendapatan yang diperoleh keluarga yang bersumber dari
sektor formal (gaji atau upah yang diperoleh secara tetap), sektor informal
(penghasilan tambahan dagangan, tukang, buruh), sektor subsistem (hasil
usaha sendiri berupa tanaman, ternak, kiriman, dan pemberian orang lain).
c. Menambah devisa negara
Sektor pariwisata dapat menghasilkan devisa yang besar bagi
negara untuk keperluan pembangunan. Banyak wisatawan asing yang
memanfaatkan berbagai bentuk pelayanan yang tersedia oleh industri
pariwisata maka semakin banyak devisa yang diterima, sehingga dapat
dikatakan bahwa pembangunan pariwisata telah menjadi tumpuan
harapan bagi banyak negara untuk memperbaiki dan meningkatkan
perekonomiannya. Keuntungan pariwisata menyediakan berbagai para
pekerja di bidang jasa, transportasi, pemandu wisata, para pedagang
sekitar. Di samping masalah ketenagakerjaan, pariwisita juga
menghasilkan pendapatan yang menguntungkan penduduk lokal dengan
meningkatkan aktivitas perekonomian.
Adapun dampak lain yang ditimbulkan dari kegiatan ini adalah
terpeliharanya budaya warga setempat, sebagai ajang promosi
pariwisata daerah dan warga akan lebih mengenal sejarah setempat
terutama sejarah Kerajaan Majapahit dan perkembangan Islam di
kawasan Trowulan.Keterkaitan kebijakan Pemkab Mojokerto dengan Teori Jaringan Aktor
Teori Jaringan Aktor, untuk selanjutnya di sini disebut ANT (Actor Network
Theory) biasa dikaitkan dengan Bruno Latour, seorang antropolog ahli tentang
kajian sains dan teknologi. ANT merupakan pendekatan yang pada awalnya
dipakai dalam studi STS (Science, Technology, and Society), salah satu kajian
multidisiplin dan transdisiplin yang meneliti tentang cara teknologi memengaruhi
perubahan sistem politik, ekonomi, dan perilaku warga . Studi STS bukan
sekedar kajian tentang fungsi dan pemanfaatan teknologi oleh manusia, tetapi
kajian yang lebih mendalam tentang cara teknologi mengubah struktur dan
perilaku manusia yang terjadi melalui jaringan perdebatan politik, ilmiah, dan
kultural tentang pembuatan dan penerapan bentuk teknologi. ANT memberikan
satu warna pada studi STS dengan memertanyakan dikotomi antara
manusia/teknologi, atau lebih dikenal dengan dikotomi culture/nature, dan
memberikan kerangka metodologis untuk memahami jaringan sosial dan
pengetahuan sains-teknologi4
.
Teori jaringan aktor adalah satu keluarga tersendiri yang terdiri dari
alat-alat semiotik-material, berbagai kesadaran dan metode-metode analisis
yang memberlakukan segala sesuatu di dunia sosial dan natural sebagai suatu
efek yang terus-menerus dihasilkan oleh jaringan-jaringan hubungan
tempatnya berada. Hal ini berasumsi bahwa tidak ada satu hal pun di dunia
ini memiliki realitas atau bentuk di luar relasi-relasi atau hubungan-hubungan
yang dijalankan itu5
.
Kesinambungan teori ini dengan adanya kebijakan Pemkab dalam
melaksanakan kegiatan rutin tahunan di Trowulan menunjukkan adanya bentuk
kerja sama dan sinergitas dengan pihak terkait. Dengan tujuan yang sama untuk
melestarikan budaya lokal dan mewujudkan eksistensi Majapahit dan Islam di
era milenial. Berusaha untuk melokalkan dan mengenalkan budaya asli
Mojokerto ketingkat yang lebih luas lagi. Pemkab tidak dapat melaksanakan
kegiatan ini tanpa bantuan mereka. Ini menunjukkan suatu pola struktur dalam
mensukseskan kegiatan tersebbut. Dalam pengaplikasiannya kegaitan ini
pelaksananya adalah Disporabudpar Kab. Mojokerto (Bidang
Kebudayaan) bekerjasama dengan Dinas PUPR, DLH, Bakesbang, Satpol PP,
Dishub, Tokoh Agama, Budayawan, Forkopimda, dan pihak-pihak lain di
lingkungan Kabupaten Mojokerto.
Kesimpulan
berdasar pembahasan diatas maka dapat diambil
sebagai berikut:
1. Kebijakan Pemkab Mojokerto diwujudkan dalam berbagai macam
kegiatan rutin tahunan yang didasarkan atas tradisi warga
setempat dan sisi historis di kawasan Trowulan. Kegiatan itu dapat
diwujudkan melalui Festival Pawai Budaya Majapahit, Ruwat Agung
Nuswantoro (Festival dan Gebyar Macapat, Unduh-Unduh Patirtaan,
Ruwat Sukerto, Mangesti Suro), Kirab Agung Nuswantoro Majapahit,
Kirab Kubro dan Haul Syeikh Jumaddil Kubro serta Pagelaran
Budaya Bulan Purnama.
2. Perkembangan kegiatan rutin tahunan yang dilakukan oleh Pemkab
Mojokerto merupakan kegiatan terstruktur dan aktivitas manusia yang
pada akhirnya memberi pengaruh ekonomi terhadap kehidupan di
Trowulan dan sekitarnya. Pengaruh ekonomi dapat dirasakan oleh
warga sekitar, terutama dari segi materil yaitu meningkatnya
pendapatan. Keuntungan lainnya adalah dengan dibangunnya saranasarana kemudahan menuju lokasi pariwisata, misalnya transportasi
dan kios-kios penjualan sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan
bagi warga . Pada hakekatnya pembangunan pariwisata
merupakan kegiatan ekonomi untuk memperbesar penerimaan devisa,
memperluas lapangan kerja dan meratakan kesempatan berusaha
terutama bagi warga setempat, terpeliharanya budaya warga
setempat, sebagai ajang promosi pariwisata daerah dan warga
akan lebih mengenal sejarah setempat terutama sejarah Kerajaan
Majapahit dan perkembangan Islam di kawasan Trowulan.
3. Kesinambungan teori Teori Jaringan Aktor dengan adanya kebijakan
Pemkab dalam melaksanakan kegiatan rutin tahunan di Trowulan
menunjukkan adanya bentuk kerja sama dan sinergitas dengan pihak
terkait. Dengan tujuan yang sama untuk melestarikan budaya lokal
dan mewujudkan eksistensi Majapahit dan Islam di era milenial.
Berusaha untuk melokalkan dan mengenalkan budaya asli Mojokerto
ketingkat yang lebih luas lagi.
Majapahit, sebuah kerajaan besar yang tidak akan pernah habis untuk
kita bahas, disamping jejak peninggalannya masih banyak menyimpan
“misteri“ ditambah lagi karna luas kekuasaannya yang meliputi asia tenggara
sungguh bukan sebuah pekerjaan yang mudah untuk menelaah atau mengkaji
semua tentang Majapahit. Kejayaan Majapahit tentunya tidak hanya sebab
faktor kekuatan pasukan dan panglima – panglimanya yang gagah berani,
namun kondisi alam serta kekayaan alamnya (bumi) yang secara tidak
langsung memberikan sumbangsih besar dalam kejayaan Majapahit, kondisi
alam beserta kekayaannya yang memberikan sumbangsih bagi sebuah negara
nantinya kita kenal dengan sebutan Geohistori. Geohistori adalah sebuah
bagian dari ilmu sejarah yang menyelidiki, membahas dan menetapkan
hubungan timbal balik antara keadaan alam dengan aktivitas alam dalam
menentukan jalannya sejarah; alam tidak saja merupakan tantangan tetapi
juga menawarkan keadaannya kepada manusiademi kehidupannya, sehingga
alam natur menjadi kultur Yang dimaksud warga Majapahit, ialah
penduduk wilayah Majapahit pada abad XIV-XV yang mengikuti sistem
sosial yang mendukung kebudayaan yang berlaku. warga Majapahit ini
tinggal di wilayah Jawa Timur, bagian timur Jawa dan Tengah yang
mematuhi adat dan tata tertib yang berlaku dalam warga Majapahit
(Machi, 1993: 5).
Majapahit yang muncul pada akhir abad XIII M yang didirikan oleh
seorang menantu raja yang kita kenal dengan nama R. Wijaya, dimana
proses pembangunannya di dukung sepuhnya oleh Arya Wiraraja seorang
adipati Shongenep (Sumenp-madura) beserta pasukan dari Shongenep,
seiring perkembangannya Majapahit dipersepsikan memiliki organisasi
sosial yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan organisasi sosial dari
kerajaan lain yang mendahuluinya. Perubahan jaman membawa perubahan
orientasi, terutama yang menyangkut perekonomian sebagai unsur utama
untuk kelangsungan hidup suatu bangsa. Majapahit dianggap sebagai
warga hidropolik dan warga kota perdagangan. Kita mengetahui
bahwa kerajaan Majapahit adalah sebuah negara agraris yang semi
komersial. Hasil bumi yang berlimpah dari daerah-daerah pedalaman yang
subur diangkut ke berbagai tempat untuk diperdagangkan, baik melalui jalan
sungai maupun jalan darat. Banyak para pedagang dari berbagai daerah yang
berdatangan ke pedalaman untuk mengumpulkan hasil bumi dan
membawanya kedaerah-daerah lain, khususnya ke daerah-daerah pesisir.
Dengan demikian, lalu lintas perdagangan dan pelayaran sungai menjadi
ramai. Sejalan dengan perkembangan perdagangan antara daerah, di daerah
pesisir muncul beberapa kota pelabuhan yang menjadi pusat dan pelayaran
antar daerah maupun antar pulau.
Basis ekonomis yang dimiliki kerajaan Majapahit telah
membedakan sistem sosio-kulturalnya dengan warga Malaka,
Mataram, dan Bali. Demikian pendapat Sartono Kartodirjo. Basis
ekonomiMajapahit adalah: agraris, semi komersial, Hindu, Mataram
agraris, Islam-Hindu, Malaka komersial, Islam, Bali agraris, Hindu. Dari
basis ekonomi yang berbeda, struktur sosial dari warga ini juga
berbeda (Bachri, 2005: 28-29).
B. Peranan Sungai Brantas.
Kalau kita bicara tentang perdagangan di Majapahit tentu ada
beberapa dari kita mungkin bertanya – tanya, mengapa perdagangan di
Majapahit begitu pesat berkembang? lantas transportasi apa yang dipakai
untuk mengirim dan mendatangkan barang – barang dagang? Inilah salah
satu keuntungan Majapahit yang dilalui oleh beberapa sungai besar, yang
salah satunya kita kenal dengan nama sungai Brantas. Jalan lalu lintas
pelayaran dan perdagangan yang utama di kerajaan Majapahit adalah sungaisungai besar, seperti Bengawan Solo, Kali Brantas dan yang lainnya. Sungaisungai ini menghubungkan kota-kota dan tempat-tempat perdagangan
yang terletak di sepanjang perairan ini , baik yang ada di daerah
pedalaman maupun yang ada di daerah pedalaman maupun yang di daerah
pedalaman maupun yang ada di daerah dekat pantai. Beberapa prasasti yang
berasal dari Majapahit, bahkan yang berasal dari Jaman sebelumnya, telah
menunjukkan kepada kita bahwa lalu lintas melalui sungai ini telah
menduduki tempat yang sangat penting dalam
kehidupan sosial dan ekonomi. Beberapa kota pelabuhan yang penting di
Majapahit pada abad XIV ialah Canggu, Surabhaya, Gresik, Sidhayu,
Tuban dan Pasuruan.
Aliran Sungai Brantas dapat dibagi atas tiga bagian:
a) Hilir atas
Ini menempati dataran tinggi Malang sekarang yang dulunya ditempati
oleh wilayah induk Tumampel semenjak akuwu Tunggul Amentung
berasal, sampai pada masa bertahtahnya Kertajaya di Kediri (th 1220).
b) Hilir tengah
Di sinilah terletak kota Daha (Gelang-Gelang, Gelgelang atau Kediri)
yang menjadi ibu kota kerajaan Panjalu (1041) untuk lalu
menjadi kerajaan Kediri (1045-1222). Dataran rendah Kediri
memanjang dari Selatan ke Utara (persisnya dari Tulungagung
sekarang sampai Kertosono dengan diapit oleh tiga gunung yaitu
gunung Wilis sebelah Barat, komplek gunung Arjuno-Anjasmoro
serta Kawi-Kelud di sebelah Timurnya.
c) Hilir Bawah
Dataran rendah ini membujur Barat Timur dari Kertosono sampai
Delta Sungai Brantas. Sebelum sampai awal Delta ini , terletak
pusat kerajaan Majapahit tak jauh dari Trowulan sekarang di
Kabupaten Mojokerto.
Bagian hilir Brantas di sekitar Mojokerto. Mulai kertosono Sungai
Brantas membelok ke arah timur sebab alirannya menabrak pegunungan
kendeng tengah. Di situ sungai ini kemasukan anak sungai dari barat
yakni sungai widas. Anehnya tanah di Mojokerto terdiri atas unsur liat
berat yang berwarna kelabu kehitam-hitaman, yang ternyata mengandung
kapur asam arang. Tentang keanehan ini Mohr menulis demikian: ada dua
kemungkinan mengenai terjadinya. Pertama, hadirnya kapur dalam tanah
itu disebabkan oleh bahan kapur yang berasal dari tempat lain, lalu
oleh air Sungai Brantas diendapkan di situ. Kedua, kapur ini
memang terbentuk setempat, artinya dasar dari tanah itu memang berupa
batuan kapur. (Daljoeni, 1982: 78)
Antara Hilir atas dan tengah, ada daerah Blitar sekarang di Lereng
Selatan gunung Kelud itu terletak candi Penataran. Meskipun ini tak penting
untuk di bahas secara khusus, daerah ini pernah dipotong oleh perbatasan
kerajaan Panjalu dengan Jenggala yang mengikuti garis lurus dari Utara ke
Selatan melalui puncak gunung Arjuna-Anjasmoro dan Kawi-
Kelud untuk terus menuju ke Samudra Hindia. Pada garis itulah terletak
Kali Leksa sebagai anak Sungai Brantas.
Sungai Brantas pola alirannya melingkar, mata airnya ada di
lereng komplek gunung Arjuno-Anjasmoro. Pola melingkar inilah yang
melahirkan bagian-bagian Hilir serta Hulunya yang masing-masing
menstimulasikan kegiatan-kegiatan ekonomis dan politis pada pemimpin
dari abad ke abad. Antara hulu dan Delta sungai ini terletak dataran
rendah Pasuruan dan daerah Pelana (Zadelgebied) Lawang sekarang yang
pernah ditempati ibu kota kerajaan Singhasari. Keberadaan Sungai
Brantas sangat berpengaruh terhadap kekuatan politik berbagai kerajaan
di Jawa Timur tinjauan geografi politik seluruh alirannya dari hulu
sampai muara dapat dikuasai oleh satu kerajaan, maka dapatlah kerajaan
yang bersangkutan tumbuh menjadi kombinasi negeri agraris-maritim
yang ideal.
Delta Kali Brantas diapit oleh kali porong yang mengalir ke arah
timur (bermuara di selat Madura) dan kali Mas (kencana) yang mengalir
ke timur laut lalu ke utara bermuara di Surabaya sekarang.
Terbentuknya delta ini makan waktu berabad-abad lamanya,
sementara itu peranannya penting dalam percaturan politik kerajaankerajaan yang pernah ada di Jawa Timur. Kondisi tanah di delta itu
sendiri tidak baik, mula-mula penuh dengan rawa dan diselingi hutan
belukar sana sini. sesudah kering hutan dibuka dan dijadikan tanah
pertanian. Untuk keperluan itu raden wijaya pendiri kerajaan Majapahit
mengerahkan tenaga transmigran yang berasal dari Tumapel dan Madura.
Adapun pusat kerajaan Majapahit sendiri ada di luar delta Brantas
ini . Namun alam aslinya juga mirip dengan di delta itu, sebab
ditinjau secara geomorfologis wilayah delta itu dari masa ke masa
mengalami pergeseran letak (Daljoeni, 1982: 69).
Pembagian Jenggala dan Panjalu diatas menimbulkan tidak dua,
melainkan tiga daerah, sebab disebelah utara garis timur-barat adalah pula
daerah ketiga, yaitu daerah kahuripan atau wilwatikta sesudah tahun 1293.
Bagaimana sesungguhnya daerah yang pernah menyimpan pusat kekuasaan
Sindok dan Airlangga itu menurut pembagian Empu Barada tidaklah ini
dalam Nagr, sesudah satu dari pada Jenggala-Panjalu dapat merebut
kekuasaan, maka perwatasan daerah kahuripan tidaklah penting sebab
termasuk pula kedalamnya. Bagi Majapahit adalah lain halnya. Desa
Majapahit didirikan di daerah Terik yang dahulunya tunduk kebawahkekuasaan Singasari dan izin mendirikan desa itu didapat oleh wijaya dari
Daha waktu Jayakatong berkuasa. Negara Majapahit didirikan dan menjadi
besar diatas daerah diluar Daha atau Jenggala, didaerah Kahuripan yang
mempunyai sejarah sendiri. Ketiga daerah Dahana-Jenggala-Jiwana itu,
seperti telah diterangkan diatas pusatnya terletak dipinggir aliran Kali
Brantas bagian udik, tengah dan hilir (Yamin, tanpa tahun: 143).
Maka ketiga daerah itu ialah daerah Majapahit bagian pusat,
terhadap daerah itu maka Negara mempunyai perhubungan seperti
terhadap keluarga sendiri. Daerah itu dikuasai oleh seorang prabu dan dua
orang ratu dan pemerintahannya dilaksanakan oleh tiga orang patih.
Daerah nusantara sebagai lingkaran tempat melalaksanakan perimbangan
kekuasaan dipandang sebagai daerah kesatuan. Menurut pemandangan
prapanca maka diluar daerah kepulauan itu ada dua macam daerah
yang mempunyai dua jenis perhubungan yaitu daerah kebudayaan dan
daerah teman: India, Tiongkok dan India belakang. (Yamin, tanpa tahun:
145). Dengan ini sampailah kita kepada penghabisan perumahan Negara
Majapahit, yang kini akan kita masuki dengan memperhatikan susunan
dan bentukan urusan dalam.
C. Letak Ibukota Kerajaan Majapahit.
Pusat kerajaan Majapahit berada pada ujung bawah suatu kipas
alluvial pada ketinggian 30-40 m diatas permukaan laut. Disebelah
utaranya terhampar dataran banjir Kali Brantas, sedang di sebelah selatan
dan tenggaranya sejauh kurang lebih 25 km menjulang tinggi kompeks
gunung Anjasmoro, Arjuna, penanggungan dan Welirang dengan
ketinggian antara 2000 dan 3000 m. Kota Majapahit sekitar tahun 1416-
1434 tidak lagi terletak di tepi Kali Brantas, tetapi telah bergeser ke arah
barat daya sejauh perjalanan darat sedikitnya setengah hari. Sebenarya,
dari uraian prapanca kita dapat menyimpulkan bahwa ibukota Majapahit
pada Jaman keemasannyai itu sudah tidak lagi terletak di Trik, di tepi Kali
Brantas. Hal ini disebabkan tidak satupun kalimat prapanca dala bait-bait
nagarakrtagama yang menyebutkan atau memberi petunjuk bahwa
ibukota Majapahit terletak di tepi Kali Brantas. Seperti diketahui, sumbersumber yang menyebutkan bahwa ibukota Majapahit terletak di tepi Kali
Brantas hanya kitab pararaton dan berita cina dari Jaman dinasti Yuan.
Kedua sumber tertulis ini memberikan keterangan mengenai masa
awal dari (kota) Majapahit ketika raden wijaya belum menjadi raja.
Ibukota kerajaan Majapahit terletak di dataran rendah Brantas,
sedang pusat sakral kerajaan, yaitu Panataran, terletak jauh di pedalaman
di tengah-tengah daerah pegunungan (± 90 km dari ibukota). Hal ini erat
hubungannya dengan dua proses perubahan yang berlansung sekaligus
pada saat itu. Proses pertama sering dinamakan proses rejavanisasi, yaitu
yang terkait dengan menguatnya kembali unsur budaya pemujaan leluhur.
Proses kedua ialah perkemmbangan hubungan antarregional dan
internasional yang maju pesat pada Jaman kereajaan Majapahit sebagai
dampak dari situasi umum di Asia Tenggara yang sangat menguntungkan
bagi stabilitas ekonomi (Santoso, 2008: 86).
Unsur bangunan yag terdiri dari sejumlah prasasti, angka tahun
pada batu-batu nisan yang ditemukan di daerah Trowulan, sebagian besar
juga berasal dari masa sebelum Majapahit. Adapun tiga prasasti juga
ditemukan disana seperti prasasti Alasantan, Hamban dan prasasti Haraha
(Djafar, 2009: 142).
Sebenarnya dalam penataan ruang atau bangunan kerajaan
Majapahit ada empat macam acuan, yaitu:
a) Penataan yang mengacu kepada arah absolute, contahnya berorientasi
kepada mata angin, keletakan pegunungan, puncak gunung, gunung
tertinggi dan juga kearah laut.
b) Penataan berdasar posisi relative, contohnya dalam penataan ini
ada lokasi titik tengah yang bersifat relative bisa dipindahpindahkan
c) Penataan berdasar posisi hierarkis. Dalam hal ini ada konsep
adanya ruang atau bangunan utama (primer) bangunan peringkat ke-2,
ke-3 dan pelengkap lainnya.
d) Penataan berdasar posisi structural, maksudnya adalah dengan
memandang urutan ruang tertentu yang sudah pasti dan tidak bisa
diubah-ubah bagaimanapun posisinya (Munandar, 2008: 71-72).
Di area madyaning madya grid tengah dari sistem sanga mandala,
ada kolam segaran. Maka, sangat mungkin dulu pernah ada
bangunan di tengah ini . Penatan sanga mandala yang telah
disesuaikan dengan arah mata angin Mpu Prapanca ini ternyata
banyak yang sejalan dengan fenomena arkeologi yang ada di situs
Trowulan. Banyak kawasan (grid) dalam sanga mandala ini ternyata
mempunyai temuan arkeologi yang sesuai dengan konsep kesucian dan
konsep dewata yang mengampu grid ini (Munandar, 2008: 99).
Mpu Prapanca dapat saja secara sadar menyesuaikan arah
keletakan ideal dewa-dewa penjaga mata angin (Astadikpalaka) dengan
kondisi Majapahit sendiri. Jika memang Majapahit dulu berlokasi di
Trowulan, maka Prapanca lalu menyesuaikan arah dan keletakan
Astadikpalaka ini dengan keadaan geografis Trowulan. Nampaknya,
Prapanca secara sadar telah memutar arah keletakan Astadikpalaka itu
disesuaikan dengan kedudukan laut dan gunung dari Trowulan. Maka
terjadilah mata angina yang diputar itu menjadi arah:
1. Timur geografis dipandang sebagai arah utara
2. Tenggara geografis menjadi arah timur laut
ada rangkaian pegunungan Arjuno, Welirang, Ajasmara dan
Penanggungan (Pawitra). Arah timur laut adalah yang terbaik sebab
disenangi para pertapa dan dewa-dewa. Arah itu menuju khayangan.
Arah ini dijaga oleh Isana yang kelak diseur dengan Siva Mahadeva
3. Selatan menjadi timur
4. Barat daya menjadi tenggara
5. Barat menjadi selatan
6. Barat laut menjadi barat daya
7. Utara menjadi barat
Tempat bersemayamnyaVaruna (dewa laut), maka hal itu sesuai
sebab di arah utara yang telah menjadi barat itu ada laut jawa.
8. Timur laut menjadi barat laut. (Munandar, 2008: 92-95).
Dalam hal letak Astadikpalakadi arah mata angin, yang menjadi
titik tengahnya adalah gunung Mahameru. Menurut ajaran Hindu, gunung
itu berada di tengah benua Jambudvipa yang dikelilingi oleh tujuh
samudera (segara) dan rangkaian pegunungan berselang-seling berbentuk
melingkar. Demikianlah apabila konsep penataan Astadikpalakaini
hendak diletakkan di Trowulan, maka dicari dulu simbol titik tengah situs
ini . Maka, tidak perlu berlama-lama mencari lokasi titik tengahnya
sebab sejak dulu telah diketahui adanya kolam segaran yang merupakan
simbol samudera. Selain itu, diduga bahwa ditengah segaran dulu ada
bangunan suci yang merupakan representasi dari gunung Mahameru.
Bangunan ini dari bahan yang mudah lapuk dengan atap Prasadha
(berbentuk seperti menara menjulang tinggi).
Pada masa Majapahit (abad ke-14 sampai 15 M), tradisi dan
pencapaian kebudayaannya cukup maju. Dalam hal ini mungkin ada
pihak yang menjadi subordinatif di bawah kekuasaan Majapahit. Akan
tetapi, bentuk karya sasteranya juga tetap bernafaskan keagamaan. Para
kawi dan pujangga waktu itu agaknya dapat mengubah secara bebas tanpa
ada tekanan dari manapun. Sejauh yang dapat ditelaah tidak ada karya
sastera dengan nuansa perlawanan kepada Raja Majapahit, artinya tidak
ada golongan yang mengadakan perlawanan lewat karya sastera masa itu.
Bentuk perlawanan, kalau dapat dikatakan demikian, dinyatakan dalam
ungkapan sindiran yang ditulis dalam beberapa bait saja, namun secara
umum isi Nagarakretagama merayakan kemegahan Majapahit di bawah
Hayam Wuruk. (Munandar, 2008: 131).
Mpu Prapanca mendeskripsikan tentang Wanguntur sesudah
memperbincangkan bagian depan kompleks keraton yang kiranya
menghadap ke utara. Maka, dapat diketahui keraton Majapahit
menghadap ke utara adalah berkat pernyataan Nagarakretagama pupuh
8:2 yang antara lain menyebutkan adanya pintu gerbang di utara
kompleks keraton yang luar biasa perkasa. Pintu besinya dilengkapi
dengan berbagai hiasan indah. Pintu gerbang itulah yang disebut cungkup
panjang, sedangkan gerbang-gerbang lainnya tidak diuraikan lagi
keadaannya. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pintu gerbang
utara itu merupakan pintu gerbang utama, artinya lagi kompleks istana
Majapahit menghadap ke utara. Selain itu, juga diketahui bahwa lapangan
Wanguntur terletak di sisi utara keraton dan keraton menghadap ke arah
utara, yakni ke arah tanah lapangn yang dinamakan Wanguntur.
Keadaan bangunan istana yang menghadap utara kearah tanah
lapang terus dipertahankan hingga masa kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.
Misalnya yang ada di kompleks keraton kasepuhan Cirebon, keraton
Surasowan di situs Banten lama, keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Tanah lapang yang berada di bagian depan istana itu lalu
dinamakan dengan alun-alun. Agaknya konsep alun-alun yang berada di
depan bangunan tempat tinggal penguasa terus dipertahankan. Oleh
sebab itu, setiap kota di Jawa bahkan sampai tingkat kecamatan dan desa
yang dikembangkan dalam masa penjajahan Belanda selalu mempunyai
tanah lapang yang dinamakan alun-alun. (Munandar, 2008: 133).
Hasil penelitian memastikan bahwa ibukota Majapahit dikelilingi
oleh jaringan jalur air yang lebar dan dalam serta mempunyai jalan keluar
ke arah barat menuju ke Kali Brantas. Adapun sumber airnya berasal dari
sungai-sungai yang ada di sebelah selatan ibukota. Dulunya melalui
interpretasi foto udara yang pankhromatik, ditemukan pula jalur-jalur
yang saling tegak lurus di antara reruntuhan bangunan kota segaran,
sumurupas, candi tikus, candi bajangratu, wringinlawang dan sebagainya.
lalu dengan teknik geolistik tadi segalanya menjadi lebih jelas.
Jalur-jalur lurus yang semula diduga jaringan jalan raya berupa
pergerasan tanah ternyata salah belaka. Isinya justru endapan lumpur
basah. Adapun bangunan di sekitarnya sekarang berupa sisa-sisa bata
yang digali oleh penduduk untumk bahan bangunan baru.
Stabilitas keamanan dan politis berpengaruh erat terhadap lamanya
Majapahit menjadi ibukota kerajaan. Sejak Raden Wijaya naik tahta pada
akhir abad ke-13 sampai akhir abad ke-15, ibukota kerajaan rupanya tidak
pernah dipindahkan. Sangat disayangkan, bahwa tidak mewarisi data yang
pasti mengenai bentukdan struktur kota itu. Tersisa hanyalah sebuah tulisan
dari prapanca dan beberapa hasil penggalian di desa Trowulan yang belum
dapat dipastikan seratus persen sebagai lokasi bekas ibukota Majapahit.
Sejak ditemukannya kitab nagarakrtagama di pulau lombok pada
1902, banyak ahli sejarah yang berusaha untuk membuat membuat peta
ibukota Majapahit berdasar uraian prapanca ini . Salah satu usaha
pertama untuk membuat rekonstruksi kota Majapahit dilakukan oleh Kern
antara 1905 dan 1914. Hasil usahanya lalu dipublikasikan Kern dan
Poerbatjaraka. Kedua publikasi yang hanya memuat sebuah sketsa kasar
ibukota Majapahit ini kemudia dikritik dan diperbaiki oleh
Stutterheim (1914) dan Pigeaud (1960-1963). Maclaine Pont menganggap
peninggalan-peninggalan yang ada di Trowulan adalah bekas ibukota
kerajaan Majapahit, tetapi Stutterheim tidak menyetujui hal itu dan
mengambil bentuk Pura Klungkung sebagai struktur dasar. Pigeaud tidak
setuju dengan Stutterheim dan membuat sesuatu peta rekontruksi
berdasar struktur ruang yang dualistis (Santoso, 2008: 86).
Di dalam Nagarakrtagama, prapanca memakai istilah pura untuk
seluruh kraton-kompleks, jadi yang termasuk pura bukan saja istana raja
yang sakral (puri) dan alul-alun (wanguntur), tetapi juga kompleks para
pendeta, pejaba dan sebagainya. Seluruh bangunan yang termasuk bagian
dari pura dikelilingi oleh sebuah tembok yang oleh prapanca disebut sebagai
kota, sedangkan nama yang dipakai oleh prapanca untuk menyebut seluruh
daerah yang termasuk pusat kerajaan Majapahit adalah negara.
Inti pusat kerajaan Majapahit terdiri dari sebuah sentrum ganda dan
ada beberapa daerah suci, salah satu yang terpenting ialah tempat
pemujaan yang terletak di sebelah timur Alun-alun Lor. Di tengah-tengah
komplek pemujaan itu ada sebuah vihara Siva, lengkap dengan tempat
untuk menjalankan upacara pengorbanan. Menurut Maclaine Ponnt, luas
seluruh kota Majapahit ± 8-9 km² dan tidak mempuyai benteng kota. Hanya
istana raja saja yang mempunyai benteng. Kraton Majapahit terdiri dari tiga
bagian, dan bagian timur dipakai untuk tinggal. Di pelataran yang terletak
di tengah-tengah kompleks istana ada bangunan-bangunan terpenting.
Dengan pembagian kota menjadi area sakral dan area profan, Maclaine pont
memperlihatkan adanya unsur-unsur atau bangunan-bangunan lain yang
menunjukkan adanya kontinuitas antara Jaman Majapahit dengan Jaman
Mataram (Santoso, 2008: 95).
sesudah meneliti uraian Pigeaud mengenai sruktur kota Majapahit,
akhirnya dapat diambil bahwa konsepsi mikrokosmos yang
berlaku pada Jaman Majapahit merupakan sebuah konsepsi yang
mempunyai dua prinsip dasar yaitu prinsip mikrokosmis-dualistis dan
prinsip mikrokosmis-hierarkis. Pada dasarnya, pembagian wilayah kota
menjadi satuan-satuan teritorial pada sistem perkampungan di kota-kota
Jawa, baik pada Jaman Majapahit maupun pada periode sesudah itu,
dilaksanakan dengan menerapkan prinsip mikrokosmis-hierarkis yang
sama. Perbedaannya hanya terletak pada sifat hubungan antara satuansatuan eritorial ini . Sistem pembentukan satuan-satuan teritorial
yang lebih kecil di Majapahit adalah sebuah sistem tata ruang yang
terpadu, dimana beberapa satuan-satuan teritorial yang lebih kecil pada
saat itu digabung menjadi satu akan membentuk satuan mikrokosmis yang
tingkatannya lebih tinggi.
Perkampungan-perkampungan yang berada di sebelah utara kota
pesisir sering kali merupakan satuan teritorial yang dikembangkan
berdasar hubungan kerja, walupun faktor etnis-religiius pada awalnya
memainkan peranan yang penting. Tentu saja setiap perkampungan
(kuarter) itu secara internal mempunyai struktur hierarkis, tetapi
hubungan antara kepala kampung dengan penghuni lainnya bukan
hubungan kawula gusti seperti struktur hierarkis pada sebuah keraton
Majapahit. Tidak adanya sebuah pusat kekuasaan yang tunggal
memperjelas bahwa secara keseluruhan kota Majapahit tidak dibentuk
berdasar prinsip mikrokosmis-hierarkis.
Erlangga membagi wilayah kerajaannya menjadi dua bagian
sehingga merugikan masing-masingnya, Panjalu sebagai gudang beras,
hasil dataran rendah Kediri dan lokasinnya di pedalaman Jawa Timur.
Janggala menguasai pelabuhan-pelabuhan di Laut Jawa akan tetapi tak
menguasai daerah pedalaman secara geografis dan ekonomis. Pembagian
dua yang sial ini akhirnya mengalami perubahan sesudah pihak Kediri atau
Panjalu berhasil merebut delta Sungai Brantas sehingga terbuka baginya
untuk mulai mengembangkan suatu kombinasi negeri agraris-maritim
yang lalu dapat melebarkan sayap kegiatannya ke Nusantara bagian
Timur, adapun Jenggala makin menyempit ke wilayah Singhasari yang
mata pencariannya melulu agraris. lalu Kertanegara (1268-1292)
mewarisi keadaan yang diciptakan oleh Ranggawuni, tetapi berupa
Negara kombinasi yang setengah sempurna.
Di bawah raja Majapahit ada pula sejumlah raja daerah, yang
disebut Paduka Bhattara. Mereka biasanya merupakan saudara atau
kerabat dekat raja dan bertugas dalam mengumpulkan penghasilan
kerajaan, penyerahan upeti, dan pertahanan kerajaan di wilayahnya
masing-masing. Dalam Prasasti Warihin Pitu (1447 M) disebutkan bahwa
pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang
dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-daerah bawahan
ini yaitu: Daha, Jagaraga, Kabalan, Kahuripan, Kembang Jenar,
Keling Kelinggapura, Matahun, Pajang, Singhapura, Tanjungpura,
Wengker, Tumapel, Wirabumi.
Makna yang lebih mendalam adalah bahwa di dalam konsep ruang
di Jawa yang paling diutamakan bukan batasan teritorial, tetapi struktur
hubungan antara elemen-elemen pembentukan ruang. Pertanyaan utama
yang harus dipecahkan bukan elemen-elemen mana yang berada didalam
dan yang mana harus berada di luar batas, tetapi bagaimana struktur
hubungan antara elemen-elemen pembentukan ruang dan di dalam
menghubungkan elemen-elemen ini satu sama lain, prinsip
mikrokosmis-dualistislah yang diterapkan.
Prinsip kontradiksi yang dualistis mempunyai hakikat yang lebih
mendasar dibandingkan dengan prinsip mikrokosmis-hierarkis dalam
bentuk sistem bilangan empat. Berlainan dengan prinsip mikrokosmishierarkis, prisnsip mikrokosmis-dualistis tidak dapat dipakai untuk
menentukan keutuhan satuan ruang yang terbatas. Dengan memakai
prinsip ini , kita hanya bisa menentukan letaknya (di Majapahit
dalam bentuk sakral) tetapi tidak bisa menentukan batasannya. Cara orang
Jawa-Majapahit (dalam abad ke-14) menyucikan ruang, bukan saja
berbeda dengan cara pada Jaman Jawa pertengahan (abad ke-8 sampai ke-
12), tetapi bahkan merupakan kebalikannya. Hakikat demokrasi konsepsi
keruangan Jawa Timur itu ditunjang pula oleh ketiadaan tembok yang
melingkari kota Majapahit. Absennya tembok kota selalu merupakan
tanda eratnya hubungan antara kota dan daerah, selain juga membuktikan
bahwa penduduk kota tidak mempunyai alasan untuk mengkhawatirkan
adanya kemungkinan serangan dari daerah belakang. Dari faktor-faktor
diatas, dapat diduga bahwa pada Jaman Majapahit hubungan antara kota
dan daerah pedalaman, antara pusat dan daerah sekelilingnya, hampir
bebas dari ketegangan.
Majapahit sebagai kerajaan besar yang sangat luas wilayah
kekuasaannya dan memiliki hubungan dagang dengan luar negeri
tentunya memiliki pusat perkotaan. Daerah Trowulan ditinjau dari kondisi
geografisnya mempunyai kesesuaian lahan sebagai daerah pemukiman
perkotaan. Hal ini didukung oleh topografi yang landau, material
penyusun yang berupa endapan fluvio vulkanik (memiliki daya
dukungyang kuat/stabil, subur), drainase sebagian besar baik, air tanah
relatif dangkal dengan potensi sedang-besar, dan bebas dari proses
geomorfik dari arah selatan. Kondisi geografis fisikan Trowulan pada
masa kerajaan Majapahit tidak jauh berbeda dengan keadaan masa
sekarang. Akibat berlangsungnya proses geomorfik, sudah barang tentu
telah mengalami perubahan tetapi perebuhan ini belum
menghilangkan kenampakan pada masa lampau. Perubahan yang terjadi
adalah proses pengendapan dan erosi pada alur-alur sungai. Pengendapan
bahan vulkanik juga pernah terjadi akibat letusan gunung api Kelud yang
terjadi berulang kali. Lapisan bahan vulkanik tampak pada profil tanah
hasil penggalian di dataran Pendopo Agung, lantai dan pondasi Kedaton
dan Candi Tikus (Kartodirdjo, 1993: 24).
D. Kehancuran Kerajaan Majapahit (Tinjauan Geomorfologi dan
Geologi).
Penelitian geologis oleh fihak Institut Teknologi Bandung pada
tahun 1980 menghasilkan suatu teori bahwa hancurnya Majapahit itu
sebab ledakan gunung api yang disertai dengan banjir besar.
Kemungkinan besar adalah ledakan gunung welirang atau anjasmoro,
kemungkinan kedua adalah aliran lahar dari piroklastik yang berasal dari
gunung welirang. Arah aliran maut ini diperkirakan menuju ke utara dan
bara laut, melalui kali gembolo dan anak-anak Sungai Brantas lain yang
berasal dari gunung welirang. Disamping aliran benda-benda lepas hasil
longsoran dari kompleks gentonggowahgede dapat saja meluncur melalui
lembah jurangcelot dan langsung menghambur ke daerah jatirejo dan
tumpahnya persis di daerah pusat kerajaan. Longsoran itu dapat diawali
oleh gempa hebat dan banjir sungai yang besar (Daljoeni, 1982: 98).
Tetapi andaikata pusat kerajaan tidak dihancurkan oleh bencana
alam, kerajaan Majapahit dapat saja mengalami kemunduran sebagai akibat
dari proses pendangkalan Kali Brantas. Khususnya bagian deltanya dan kali
porong. Dapat dipahami bahwa bersama itu garis pantai maju dan
menghambat lalu lintas air sehingga hubungan Majapahit dengan dunia
luar tersumbat sebab nya, sedang pada masa itu jalur itu dominan. Dari
penelitiannya, Ir Sampurno secara khusus menunjuk kepada sistem
teknologi dan tata air di ibukota Majapahit. Berbagai saluran dan pipapipa yang tertinggal membuktikan adanya teknologi mengenai air yang
cukup maju pada Jamannya. Mengenai lokasi pelabuhan Majapahit, hasil
penelitian hingga sekarang belum mampu menemukannya. Namun
diperkirakan kali Surabaya (kali mas) semula merupakan alur pelayaran
yang penting sebab menghubungkan Majapahit dengan daerah luar.
Adapun Sungai Brantas sebagai cabang Kali Brantas dapat dilayari untuk
mendekati pusat kerajaan, paling tidak sampai daerah Japaran dan titik ini
untuk sampai ke pusat kerajaan tinggal di tempuh jarak 8-10 km saja
(Daljoeni, 1982: 99).
Masalah lingkungan yang dihadapi oleh daerah Trowulan dan
sekitarnya adalah genangan yang terjadi akibat meluapnya air sungai
Brantas dan kekeringan akibat musim kemarau, yang lamanya 4 hingga 6
bulan. Aktivitas deretan gunung api sebelah selatan daerah Trowulan,
khususnya gunung api Kelud mempunyai andil yang besar terhadap
pendangkalan sungai Brantas dan an bahan vulkanik pada lahan
daerah Trowulan dan sekitarnya. Daerah belakang (bintrland) yang subur
sangat mendukung terhadap kebesaran Majapahit sebagai Negara agraris
komersial (Kartodirdjo, 1993: 24).
EPILOG: BELAJARLAH DARI SEJARAH SEBAB SEJARAH
ADALAH GURU KEHIDUPAN.
Pendapat Van Melsen (1992) dalam (Atmadja, 2010: 421). Sejarah itu
bukan sekedar riwayat tentang hal ihwal yang menimpa manusia bersama
dengan reaksinya atas semuanya itu. Dalam sejarah bisa tampak bagi kita
garis-garis yang dapat kita teruskan ke masa depan. Dengan demikian waktu
sekarang tidal lagi merupakan “sekarang” melulu, di mana berlangsung ruparupa kejadian. Waktu sekarang mendapat suatu dimensi mendalam, sehingga
kejadian-kejadian menjadi lebih daripada sejumlah titik saja. Titik titik itu
tampak di atas garis-garis yang mulai di masa lampau dan mengundang untuk
dengan cara tertentu diteruskan ke masa depan
Mendengar kata Kerajaan Majapahit, tentu sudah tidak asing lagi di
telinga kita, dan saat itu juga yang akan terlintas dalam bayangan atau fikiran
kita adalah sebuah kerajaan besar yang daerah kekuasaanya hampir meliputi
seluruh Asia, selain itu yang kita ingar adalah sebuah sumpah yang akhirnya
menyatukan nusantara, yaitu sumpah palapa yang diucapkan seorang
Mahapatih gagah perkasa dan dan sangat sakti yang kita kenal dengan nama
Gajah Mada. Namun dibalik besarnya kekuasaan Majapahit tentu tidak akan
pernah bisa lepas dari sebuah perjalanan panjang, mulai dari awal berdirinya,
hingga akhirnya mampu mencapai masa keemasan serta berbagai
pemberontakan dan gejolak yang terjadi di dalamnya. Namun kali ini kita
akan bicara (membahas) tentang awal berdirinya Kerajaan Majapahit.
Bermula dari adanya serangan Jayakatwang yang menyerang
Kerajaan Singosari. Raden Wijaya yang bertugas menghadang pasukan di
sebelah utara ternyata mendapati serangan lebih besar dilancarkan dari arah
selatan, R Wijaya pun kembali ke istana. Melihat istana yang porak poranda
dan terbunuhnya Kertanegara, akhirnya R Wijaya melarikan diri. bersama
tentaranya yang setia. sesudah dirasa aman, Raden Wijaya melanjutkan
pelariannya menuju Madura meminta perlindungan Arya Wiraraja.
Sesampainya di Madura Tepatnya di Kadipaten Shongenep (sekarang
Sumenep) sebuah wilayah di ujung timur pulau Madura, R Wijaya menemui
Arya Wiraraja yang saat itu menjabat sebagai Adipati Shongenep, R Wijaya
menceritakan perihal pelariannya ke madura pada Arya Wiraraja, sesudah
mendengar semua cerita yang disampaikan oleh R wijaya akhirnya Arya
Wiraraja menyarankan R Wijaya pura-pura menyerah kepada Jayakatwang
agar mendapatkan kepercayaannya. R Wijaya mengikuti saran itu. sesudah
Jayakatwang percaya, Wijaya meminta daerah Alas Terik untuk dibuka
menjadi sebuah pedukuhan. Dia berdalih desa itu akan dijadikan pertahanan
terdepan jika harus menghadapi musuh yang menyeberang melalui Sungai
Brantas. Dengan bantuan Wiraraja, Wijaya membuka daerah Terik menjadi
pedukuhan yang diberi nama Majapahit. Nama Majapahit sendiri diambil dari kata “buah maja yang berasa pahit”. Hal ini sebab didaerah ini banyak
sekali ditemukan buah maja. sesudah sesudah selesai membabat alas dan
membangun pedukuhan Majapahit dibantu oleh prajurit – prajurit yang setia
pada dirinya, R Wijaya diam-diam memperkuat pasukannya dengan dibantu
oleh sebagian prajurit Arya Wiraraja, Dia menunggu saat yang tepat untuk
membalas dendam kepada Jayakatwang dan merebut kembali tahta Singosari.
Bertepatan dengan masa itu, pada awal 1293, tentara Khubilai Khan
datang ke Jawa untuk mengukum Kertanagara sebab telah melukai utusan
Mongol (Tartar), Namun sesampainya di pulau Jawa, pasukan Tartar baru
mengetahui kalau Kertanagara telah dihabisi Jayakatwang. Kedatangan
pasukan Tartar ke tanah Jawa dimanfaatkan oleh R Wijaya untuk
membantunya menyerang dan menundukkan Jayakatwang, pada saat itu R
Wijaya berkata kalau Tartar membantunya menyerang Jayakatwang dan
berhasil menundukkannya maka dia akan tunduk pada kerajaan
Related Posts:
sejarah majapahit 2 .Dari dua nama ini, antara Majapahit dengan Hayam Wuruk sebenarnya memiliki satu kesamaan, yakni sama-sama me… Read More