Teori Psikoanalisis Freud bukan saja digunakan untuk terapi pada manusia, akan
tetapi sering juga digunakan untuk menelaah karya sastra yang memuat masalah-
masalah psikologis tokoh yang ada di dalam karya sastra. Sigmund Freud dikenal
dengan teorinya mengenai lapisan kesadaran, dan ia sendiri mengujicobakan
teorinya mengenai lapisan kesadaran ini ke dalam karya sastra. Tujuan penulisan
ini yaitu untuk menelaah tokoh yang mengalami penyimpangan secara kejiwaan
dalam novel karya Mira W. yang berjudul Deviasi dengan menggunakan teori dan
pendekatan psikoanalisis Freud dalam karya sastra. Hasil analisis memperlihatkan
bahwa tokoh utama dalam novel ini mengalami masalah kejiwaan berat sehingga
menderita Dissociative Identity Disorder(DID) atau Multiple Personality
Disorder, yakni suatu kelainan kejiwaan yang mengakibatkan seseorang memiliki
kepribadian ganda. Kelainan kejiwaan ini tidak muncul begitu saja, akan tetapi ada
sebuah penyebab yang berasal dari masa kanak-kanak dan butuh rentangan waktu
yang panjang untuk memperlihatkan bahwa seseorang telah menyimpang secara
kejiwaan, atau tidak normal.
Karya sastra selalu diasumsikan sebagai suatu karya yang berkaitan dengan masalah
kehidupan manusia. Manusia senantiasa memperlihatkan sikap dan tingkah laku yang
beragam. Tingkah laku itu biasanya diperlihatkan melalui tokoh-tokoh yang ada dalam
karya sastra. Tokoh-tokoh ini umumnya berhadapan dan menggerakkan peristiwa-
peristiwa yang ada di dalam karya. Mereka mengalami konflik yang ada di dalam dan di
luar diri mereka. Bila tokoh itu berhasil mengatasi segala konflik yang berada di dalam
dirinya, maka ia akan menjadi tokoh yang kuat dan mencerminkan manusia normal.
Namun, bila tokoh tidak berhasil berhadapan dengan konflik kejiwaannya tersebut, lalu
kemudian mengalami penyimpangan perilaku, maka disimpulkan ia mengalami
gangguan secara kejiwaan seperti umumnya yang kita lihat pada penderita dalam dunia
nyata.
Tokoh yang mengalami gangguan kejiwaan yang digambarkan dalam karya sastra
umumnya ditinjau dengan menggunakan psikoanalisis. Psikoanalisis yaitu sebuah
metode interogasi tentang psikis manusia yang sepenuhnya didasarkan pada tindakan
mendengarkan kata-kata pasien (Milner, 1992). Psikoanalisis membantu penelaahan
tokoh-tokoh menyimpang yang muncul dalam karya sastra sebab sastra mempunyai
hubungan-hubungan tertentu dengan tak sadar. Konflik-konflik psikologis yang timbul
ditelusuri dengan menggunakan teori ini. Teori psikoanalisis Sigmund Freud banyak
memberikan kontribusi dalam penelaahan karya sastra. Freud sendiri telah memberikan
contoh-contoh bagaimana ia membahas psikoanalisis dalam karya sastra
Konsep Freud yang paling mendasar yaitu teorinya tentang ketidaksadaran
(unconsciousness). Pada awalnya, Freud membagi taraf kesadaran manusia menjadi tiga
lapis, yakni lapisan unconscious (taksadar), lapisan preconscious (prasadar), dan lapisan
conscious (sadar). Di antara tiga lapisan itu, taksadar yaitu bagian terbesar yang
memengaruhi perilaku manusia, menurut Freud. Yang taksadar ini memegang peranan
penting, sebab semua proses psikis bersumber padanya. Freud menganalogikannya
dengan fenomena gunung es di lautan, bagian paling atas yang tampak di permukaan
laut mewakili lapisan sadar. Prasadar yaitu bagian yang turun-naik di bawah dan di
atas permukaan. Sedangkan bagian terbesar justru yang berada di bawah laut, mewakili
Kesadaran Manusia menurut Freud dan Struktur Kepribadian
Dalam buku-bukunya yang lebih mutakhir, Freud meninggalkan pembagian
lapisan kesadaran di atas dan menggantinya dengan konsep yang lebih teknis, tetapi
basis konsepnya tetap mengenai ketidaksadaran, yaitu bahwa tingkah laku manusia
lebih banyak digerakkan oleh aspek-aspek taksadar dalam dirinya. Pembagian itu
dikenal dengan sebutan tiga komponen kepribadian manusia (three basic components of
personality), dan tetap terdiri atas tiga unsur, yaitu id, ego, dan superego
Menurut Freud, manusia lahir dengan Id yang bersifat tidak dewasa dan tidak
logis. Id terletak dalam ketidaksadaran yang merupakan penampungan pulsi dan
menjadi sumber energi psikis. Ia merupakan tempat dari dorongan-dorongan primitif,
yaitu dorongan-dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan. Id
merupakan sumber energi, persediaan pulsi pertama, suatu kekacauan yang bergerak
dan tidak stabil. Id yaitu bagian yang sepenuhnya berada dalam ketidaksadaran
manusia dan "bersembunyi" seperti yang digambarkan oleh fenomena gunung es di atas.
Id berisi cadangan energi, insting, dan libido. Ia menjadi penggerak utama tingkah laku
manusia. Id menampilkan dorongan-dorongan primitif dan hewani pada manusia, dan
bekerja berdasar prinsip kesenangan. saat kecil, pada manusia yang ada baru Id-
nya. Oleh sebab itu, kita sering melihat bahwa anak kecil selalu sulit dikendalikan jika
menginginkan sesuatu, tidak punya rasa malu, dan selalu mementingkan dirinya sendiri
Ego yaitu bagian kepribadian yang mempertahankan dan melindungi pribadi.
Ego ini kaya akan energi intern (pulsi-pulsi id), tetapi juga memperhatikan realitas luar.
Ego terletak di antara alam sadar dan tak sadar. Ego yaitu tempat kedua dorongan dari
Id dan superego beradu kekuatan, sehingga ego terperangkap di antara dua kekuatan
yang bertentangan. Ia bertugas sebagai penengah yang mendamaikan tantangan pulsi
dan larangan superego. Fungsi ego yaitu menjaga keseimbangan antara kedua sistem
yang lainnya, sehingga tidak terlalu banyak dorongan dari Id yang dimunculkan ke
kesadaran, sebaliknya tidak semua dorongan superego saja yang dipenuhi. Ego
berkembang dari Id, saat manusia mulai meninggalkan kekanak-kanakannya sebagai
bentuk respon terhadap realitas. Ego bersifat sadar dan rasional. Keinginan-keinginan Id
tidak selalu dapat dipenuhi, dan saat itulah ego memainkan peranan. Ego bekerja
berdasar prinsip realitas. Tugas ego memberi tempat pada fungsi mental utama,
misalnya penalaran, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. Id dan ego tidak
memiliki moralitas sebab keduanya ini tidak mengenal baik dan buruk
Superego terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian taksadar.
Superego yaitu suatu sistem yang merupakan kebalikan dari id. Sistem ini sepenuhnya
dibentuk oleh kebudayaan. Ia dibentuk melalui jalan internalisasi, yakni melalui
larangan-larangan atau perintah yang berasal dari luar dirinya. Superego muncul akibat
persentuhan dengan manusia lain (aspek sosial). Dalam keluarga, superego ditanamkan
oleh orang tua dalam bentuk ajaran moral mengenai baik dan buruk, pantas dan tidak
pantas, dan sebagainya. Superego muncul sebagai kontrol terhadap Id, terutama jika
keinginan Id itu tidak sesuai dengan moralitas warga . Superego selalu
menginginkan kesempurnaan sebab ia bekerja dengan prinsip idealitas
Dari teori Freud mengenai struktur kepribadian di atas dapat diketahui bahwa
konflik yang terjadi antara id, ego, dan superego merupakan masalah penting dalam
teori Freud. Hal penting lainnya dalam teori Freud yaitu defense mechanism
(mekanisme pertahanan). Mekanisme pertahanan ini yaitu aktivitas mental dalam
mengatasi konflik yang dilakukan oleh seseorang dalam mengatasi kecemasan (anxiety).
Aktivitas mental ini seringkali menolong, akan tetapi bila mekanisme pertahanan ini
sangat berat justru akan menghasilkan masalah psikologis pada seseorang
Freud bekerja sama dengan anaknya, Anna Freud menawarkan beberapa
mekanisme pertahanan ego yang representatif, yakni represi (repression), regresi
(regression), pembentukan reaksi (reaction formation), pengalihan (displacement),
proyeksi (projection). Kelima mekanisme pertahanan ini yaitu yang dikembangkan
oleh Freud dan anaknya ,Kemudian mekanisme pertahanan
ego ini dikembangkan oleh Anna Freud dan para ahli psikologi lainnya
Tulisan ini mencoba mendeskripsikan dan menganalisis perkembangan kejiwaan
tokoh Rivai dalam novel Deviasi yang belum pernah dibahas oleh peneliti lainnya,
meskipun. Sebenarnya banyak tokoh yang ditampilkan dalam novel ini akan tetapi ada
seorang tokoh yang perilakunya secara mencolok dapat dikatakan tidak normal. Tokoh
tersebut menjadi pusat pembahasan dalam tulisan ini.
Tokoh Rivai dalam novel ini mengalami trauma masa kanak-kanak yang berat
yang sangat menarik untuk dianalisis menggunakan Psikoanalisis. Beberapa masalah
yang ditelusuri pada tokoh Rivai yaitu masalah struktur kepribadian tokoh, oedipus
complex, naluri yang meliputi naluri kematian dan kecemasan (anxitas), serta
mekanisme pertahanan terhadap konflik (defense mechanism) yang dilakukan oleh
tokoh Rivai saat berhadapan dengan masalah. Masalah-masalah tersebut yang akan
dibahas dalam artikel ini.
Deviasi yaitu salah satu novel populer karya Mira W. yang terbit pada tahun
1996. Novel ini menceritakan tentang tokoh Arneta yang dicintai oleh tiga orang pria.
Pria pertama yaitu suaminya, kemudian pria kedua yaitu pria yang dijumpainya di
Afrika Selatan saat berlibur dengan suaminya, pria ketiga yaitu mantan kekasih
tokoh Arneta sebelum menikah. Namun demikian, konflik utama dalam kisah ini
berkaitan dengan seorang tokoh, yakni suami tokoh Arneta yang bernama Rivai. Tokoh
Rivai ini memiliki sikap yang tidak wajar, bila terpicu oleh hal-hal tertentu. Hal ini
menimbulkan pertanyaan: mengapa tokoh Rivai yang di depan umum terlihat bersikap
baik, akan tetapi bisa berubah sangat emosional dan sadis bila dihadapkan pada situasi
tertentu?
Pembatasan analisis dalam artikel ini hanya pada tokoh Rivai saja, sebab tokoh ini
mendominasi penceritaan dalam novel. Meskipun ada seorang tokoh lagi, yakni kakak
Rivai yang terlihat kepribadiannya juga tidak normal, namun tokoh tersebut tidak
menempati peran utama. Oleh sebab itu, tokoh tersebut tidak akan dibahas secara
khusus dalam tulisan ini mengingat keterbatasan ruang penulisan. Namun demikian,
tokoh tersebut akan dikaitkan pembahasannya dengan tokoh Rivai, sebab kedua tokoh
ini memiliki latar belakang keluarga yang sama.
Banyak karya sastra menampilkan tokoh-tokoh yang memiliki masalah kejiwaan,
bahkan menampilkan tokoh-tokoh yang mengalami Dissociative Identity Disorder
(DID), dulu disebut sebagai Multiple Personality Disorder atau berkepribadian ganda.
Karya sastra menampilkan tokoh-tokoh yang berkepribadian ganda atau yang menderita
DID baik tokoh perempuan maupun pria. Umumnya, tokoh perempuan mengalami
kekerasan seksual, fisik, dan verbal di masa kanak-kanak, misalnya seperti tokoh Nawai
yang memiliki enam kepribadian dalam Novel Rumah Lebah karya Ruwi Meita yang
ditelaah oleh . Juga, tokoh Laurie dalam novel All Around the
Town karya Mary Higins Clark yang juga mengalami trauma masa kanak-kanak sebab
diculik
Metode pendekatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu pendekatan psikoanalisis
yang tidak terlepas dari objek yang diteliti, yakni sebuah karya sastra yang juga
dilakukan Freud saat mempraktikkan psikoanalisis pada karya sastra seperti yang
diperlihatkan oleh Milner mengenai cara Freud mempraktikkan teorinya
pada beberapa karya sastra, seperti Oedipus, dan Hamlet. Psikoanalisis yaitu sebuah
telaah yang umumnya digunakan untuk mengobservasi manusia, akan tetapi pada
penelitian ini digunakan untuk meneliti tokoh dalam sebuah karya fiksi, sehingga unsur-
unsur karya sastra tidak bisa dilepaskan saat melakukan pendekatan. Dalam hal ini
yang digunakan yaitu elemen tokoh dan penokohan yang ditelaah masalah
kejiwaannya dan juga elemen karya sastra lainnya
Sumber data utama untuk penulisan ini diambil dari jalan pikir, sikap, dan perilaku
tokoh, dialognya dengan tokoh lain, monolognya dengan dirinya sendiri, atau narasi
yang disampaikan oleh narator dalam novel ini yang berhubungan dengan unsur-unsur
pembentuk novel lainnya. Semua itu diambil dari novel Deviasi karya Mira W. terbitan
PT Gramedia Pustaka Utama yang terbit tahun 1996. Sementara itu, sumber-sumber
tulisan lain digunakan untuk mendukung argumentasi dan interpretasi dalam artikel ini.
Hasil dan Pembahasan
Dalam analisis novel Deviasi ini ada beberapa hal yang ingin diungkapkan berkaitan
dengan tokoh Rivai yang tingkah lakunya tidak wajar dalam dekripsi novel. Untuk itu,
sebelum masuk dalam analisis yang lebih dalam, tulisan ini akan memberi gambaran
mengenai tokoh Rivai Maringka dalam novel Deviasi ini.
Tokoh Rivai
Tokoh Rivai digambarkan sebagai pengusaha sukses yang memiliki istri cantik bernama
Arneta. Rivai terlihat baik dan sangat sopan oleh orang lain, tetapi tidak oleh istrinya.
Tingkah lakunya yang sangat baik dan sopan itulah yang telah menipu Arneta saat
bersedia menerima Rivai sebagai suaminya. Setelah menikah, Arneta baru mengetahui
dan menyadari bahwa suaminya yaitu seseorang yang mempunyai karakter yang tidak
wajar.
Pernikahannya tidak berjalan sebagaimana mestinya sebab tokoh Rivai sering
marah sebab cemburu. Ia mudah terpicu kemarahannya untuk hal-hal kecil. Oleh
sebab itu, ia tidak mengizinkan istrinya keluar rumah, sebab ia selalu membayangkan
istrinya akan pergi dengan laki-laki lain. Ia sangat kasar dan senang memukuli istrinya,
bila sedang marah. Pada saat berhubungan suami istri pun Rivai lebih senang memukuli
istrinya terlebih dahulu. Namun, ia akan menyesali perbuatannya bila kemarahannya
reda. Ia akan segera bersikap lembut pada istrinya, dan memohon-mohon agar istrinya
memaafkannya. Sifat dan karakter Rivai yang bertolak belakang dan dapat berubah
seratus delapan puluh derajat hanya dalam beberapa saat itu membuat Arneta curiga bila
suaminya memiliki kelainan kejiwaan.
Dalam novel digambarkan bahwa saat tokoh Rivai berumur tujuh tahun, ia
kehilangan ayah dan juga ibunya dalam suatu peristiwa kebakaran. Kebakaran itu
sebenarnya timbul akibat tokoh Rivai sengaja membakar gudang di mana ayahnya
berada. Ia sengaja membawa jeriken minyak tanah dan lampu templok untuk membakar
gudang. Ia sangat benci pada ayahnya. Ayahnya yang mengakibatkan ibunya keguguran
dan akibatnya ia kehilangan adik. Ayah Rivai selalu memukuli ibunya, akan tetapi sang
ibu tidak pernah menentang bahkan terkesan melindungi ayahnya. Tanpa setahu tokoh
Rivai, ternyata ibu yang disayanginya berada di dalam gudang bersama ayahnya,
sehingga ibunya ikut terbakar. Ia selalu dikejar rasa bersalah sebab menyebabkan ibu
yang dicintainya terbakar.
Tokoh Rivai marah terhadap ayahnya yang telah memukulinya dengan ganas
hanya sebab ia ketahuan berada di kamar kakak perempuannya. Hubungan tokoh Rivai
dengan kakak seayahnya agak aneh. Tokoh Rivai sangat patuh terhadap kakak
perempuannya itu. Bila Arneta dan Rivai bertengkar maka kakaknya akan menjadi
penonton yang selalu melontarkan kalimat: “yang bersalah harus dihukum”,Sebenarnya kata-kata itu yaitu kata-kata yang sering
dilontarakan oleh almarhum ayah mereka bila ingin menghukum mereka. Tokoh Rivai
bila mendengar kata-kata ini biasanya akan bertambah ganas. Setiap kata yang
dilontarkan oleh kakaknya seolah-olah yaitu perintah.
Akibat sering melakukan perbuatan buruk yang tidak disadarinya, tokoh Rivai
akhirnya selalu mengkambinghitamkan tokoh lain yang telah melakukan kesalahan,
yakni tokoh Rizal. Tokoh Rivai menganggap bahwa kesalahan itu bukan dirinya yang
telah melakukan. Ia menciptakan pribadi lain yang merupakan bagian dari dirinya yaitu
tokoh Rizal. Tokoh Rizal ini yaitu tokoh yang selalu mewakili Rivai untuk bertingkah
laku buruk.
Struktur Kepribadian
Tokoh Rivai dalam novel ini tidak dapat mengendalikan pengaruh alam bawah
sadarnya, yakni Id-nya, saat ia berhadapan dengan situasi dan masalah yang memicu
kemarahannya, egonya tidak dapat mengendalikannya. Superegonya sebagai seorang
yang berpendidikan tinggi dan telah menjadi pengusaha sukses pun tidak dapat
melarangnya melalui egonya. Tokoh Rivai membiarkan Id-nya melonjak keluar tanpa
kendali sehingga kekerasan yang dilakukan terhadap isterinya tidak disadarinya.
Kekerasan ini tidak hanya dilakukannya terhadap istirinya, ternyata Ia juga
melakukannya terhadap pegawai wanitanya. Ia melecehkan mereka secara seksual,
tetapi hal ini tidak diketahui orang lain, sehingga bagi orang lain yang tidak
mengenalnya secara dalam menganggap tokoh Rivai yaitu seseorang yang penuh
dengan pengendalian diri, sebab ia selalu baik-baik saja di hadapan orang lain. lebih
anehnya lagi, Rivai tidak menyadari tindakan yang dilakukannya.
Di bawah ini yaitu kutipan mengenai tuntutan seorang pegawai perempuan tokoh
Rivai dan ia tidak mengakui perbuatannya saat ia ditanya oleh kakaknya.
”Jangan keluar malam dulu,” tegur Rana dingin. ”Kasusmu sedang ramai. Kalau sampai ada
perempuan lagi yang datang mengadu, kau bisa diseret ke pengadilan!”
”Aku tidak melakukan apa-apa,” sahut Rivai santai.
”Mengapa perempuan itu menuntutmu?”
”Bukan aku yang melakukannya. Bukan aku. Rizal bilang dia yang akan membereskannya.”
Dari kutipan di atas kita dapat melihat bahwa tokoh Rivai melakukan proyeksi
(projection) dengan menuduh orang lain yang telah melakukan perbuatan buruk, bukan
dirinya. Walaupun tokoh Rizal yang ia sebutkan yaitu bagian dari dirinya yang lain.
Struktur kepribadian tokoh Rivai pecah, ia menciptakan tokoh lain yang seolah-olah
berada di luar dirinya. Hal ini terjadi sebab ego dan superegonya tidak dapat
mengendalikan Id saat ada pemicu yang membuat Id melonjak keluar dari tempatnya.
Keinginan untuk tidak disalahkan atas perbuatannya membuat tokoh Rivai melakukan
mekanisme pertahanan dengan melakukan proyeksi. Mekanisme ini yaitu untuk
melindungi Id dari ancaman, sebab Id hanya mengenal hal-hal yang berkaitan dengan
kesenangan. Peringatan kakaknya dengan menyatakan ”Kasusmu sedang ramai. Kalau
sampai ada perempuan lagi yang datang mengadu, kaubisa diseret ke pengadilan!”,
yaitu pernyataan yang berhubungan dengan norma yang seharusnya membentuk
superego tokoh Rivai dengan baik, sehingga dapat mengingatkan egonya. Namun
demikian, trauma rasa bersalah yang begitu besar dan telah direpresi dalam-dalam di
masa kanak-kanak membuat egonya melakukan mekanisme pertahanan dengan
menciptakan pribadi lain yang harus menampung kesalahannya.
Pecahnya kepribadian tokoh Rivai disebabkan ia sebenarnya ingin
mengekspresikan kemarahannya sebagai bagian dari kepribadiannya. Namun, ekpresi
itu telah begitu lama ia represikan yang ia tekan sejak masa kanak-kanak. Ia biarkan
tersimpan di bawah sadarnya. Maka, saat ia muncul keluar ke alam sadarnya, ekspresi
ini tidak terkendali. Ia mendisosiasikan memori dan kesadarannya. Disosiasi yaitu
menggunakan kesadaran lain dengan memutuskan kesadaran yang lain lagi. Bila represi
versi Freud, memori tertinggal dibawah sadar dan hanya dapat terlihat dalam tingkah
laku, maka disosiasi memori dapat masuk ke dalam kesadaran dengan menggunakan
kesadaran yang lain, ini yang muncul dalam kepribadian ganda
Penyebab kepribadian ganda yaitu peristiwa traumatik pada usia kanak-anak
umumnya pada usia 4 sampai 6 tahun, Penderita menghibur diri sendiri dari sesuatu yang menyakitkan
dengan menciptakan kepribadian lain untuk menampung semua perasaannya. Dengan
kata lain, anak berusaha melindungi dirinya dari hal yang kurang menyenangkan yang
pernah dialami. Mereka melakukan disosiasi. Dalam bahasa psikologi ini sering disebut
sebagai Dissociative Identity Disorder atau Multiple Personality Disorder
berdasar teori tersebut kita mengetahui bahwa tokoh Rivai menderita
kepribadian ganda. Ia menciptakan pribadi yang lain untuk menampung semua
perbuatan buruknya. Hal ini terjadi bersumber jauh ke masa kanak-kanaknya. Ia
memiliki pengalaman pahit saat masa kanak-kanak. Ia selalu menerima perlakuan
brutal dari ayahnya. Ia yang belum genap berumur tujuh tahun selalu dihajar oleh
ayahnya bila melakukan kesalahan. Namun, ia tidak dapat berbalik meluapkan
kemarahan pada ayahnya. Satu sisi ia masih kecil dan pada sisi lain ibunya selalu
mengatakan ayah Rivai yaitu seorang yang baik.
Perbedaan antara konsep ajaran moral menghormati ayah, serta kenyataan bahwa
ternyata ayahnya bukan ”orang baik” seperti kata ibunya mengakibatkan superego tidak
terbentuk dengan baik, sebab ajaran-ajaran moral dan aturan sosial bertentangan dengan
kenyataan.Tokoh Rivai sering melihat ibunya dipukuli oleh ayahnya. Pada satu
peristiwa, hanya sebab sebuah kalung emas ibunya, ayahnya memukuli ibunya hingga
ibunya mengalami keguguran. Rivai benci melihat ayahnya, ia kehilangan calon adik
yang ditunggunya. Ia benci ayahnya yang berbuat kasar pada ibunya. Namun, ia tidak
dapat membalas. Ia melampiaskan kemarahannya dengan membunuh ayam milik
ayahnya dengan sadis. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak wajar untuk
seorang anak kecil. Kemarahannya juga ia tunjukkan dengan membakar gudang di mana
ayahnya berada.
Tokoh Rivai kecil tidak cukup mendapatkan pertahanan dalam tingkatan ego dan
superegonya untuk mengendalikan Id-nya, sebab ia masih seorang anak kecil. Realitas
yang dia lihat dan rasakan berbeda kontras dengan apa yang ibunya ajarkan.
Kemarahannya yang meluap saat ingin membunuh ayahnya, terendapkan ke bawah
sadarnya, sebab ia masih seorang anak-anak. Ia tidak dapat melawan ayahnya yang jauh
lebih besar dan ajaran moral ibunya yang menyatakan bahwa ayahnya yaitu orang
baik. Dua hal yang menyebabkan tokoh Rivai selalu merepresi kemarahannya ke bagian
bawah sadarnya. Bersamaan dengan keinginan melenyapkan ayahnya, ibunya ikut
meninggal dalam gudang yang ia bakar. Kemarahannya tertekan oleh kesedihannya
yang dalam. Kesedihannya bercampur dengan rasa bersalah telah mengakibatkan ibunya
meninggal. Semua perasaan ini ia represi jauh ke bawah sadarnya. Maka, saat ada hal-
hal yang memicu ketiga perasaan itu, yakni rasa marah, rasa sedih, rasa bersalah, tokoh
Rivai menjadi tidak terkendali. Ia mengalami luka kejiwaan yang sangat dalam,
kemudian berusaha menciptakan pribadi lain yang harus menanggung segala
kesalahannya, yakni tokoh Rizal.
Oedipus Complex
Kecintaan tokoh Rivai pada ibunya yang terputus di masa kanak-kanak membuat ia juga
terperangkap dalam masalah Oedipus Complex. Istilah ”kompleks” (complex) sangat
penting dan sering digunakan dalam psikoanalisis sehingga perlu dijelaskan lebih
dahulu. Suatu kompleks yaitu keseluruhan reaksi efektif (tampilan dan kenangan)
yang sebagian atau keseluruhannya taksadar. Pembentukan suatu ”kompleks” terlaksana
dari hubungan antara pribadi dijalin subjek pada masa kanak-kanaknya dan hal itu
normal saja. Kondisi yang bersifat patologis bukan kompleks itu sendiri, melainkan
keadaan yang terus menerus berlangsung melampaui batas stadium yang ditentukan,
Complex. A constellation of ideas with strong emotional overtone; the process whereby a complex
becomes buried in the unconscious part of the mind is called repression.
yang disebut dengan kompleks ini terkubur ke dalam ketaksadaran pikiran diakibatkan
keadaan emosional yang berlangsung terus menerus sehingga menimbulkan kondisi
patologis pada penderitanya, sebab adanya represi emosional yang terus menerus.
Sementara itu pengertian Oedipus kompleks menurut Freud yaitu suatu
keseluruhan hasrat cinta dan benci yang dirasakan anak terhadap orang tuanya yang
berlainan jenis dalam bentuknya yang positif. Dalam bentuknya yang negatif, bila hasrat
itu tampil sebaliknya, yakni cinta terhadap orang tua yang sejenis dan cemburu terhadap
orang tua yang berlainan jenis. Kedua bentuk itu tampil dalam bentuk lengkapnya, yaitu
Oedipus kompleks menurut Freud
Konflik Oedipal yaitu adanya keinginan anak-laki-laki untuk memiliki ibunya.
Dengan demikian, timbul kecemburuan terhadap ayah. Adanya ketakutan penolakan
dari ibu, adanya hukuman dari ayah dan respek, serta cinta yang tak tampak kepada
ayah menjadi berkecamuk, lalu menghasilkan represi yang terkait dengan periode laten,
yakni saat periode seksual infantil yang dialami anak di bawah umur 4 tahun. saat
seluruh tubuhnya yaitu daerah erogen (daerah rangsangan) yang menimbulkan
kesenangan. Hilangnya Oedipus kompleks ini bila seorang anak, pada anak laki-laki,
bersedia melepaskan ibunya sebagai hasrat seksual, kemudian mengidentifikasikan diri
pada ayahnya
Oedipus Complex pada Tokoh Rivai
Tokoh Rivai sangat mencintai ibunya dan membenci ayahnya. Kecintaan terhadap
ibunya diperlihatkannya dengan tidak membantah pernyataan ibunya bahwa ayahnya
yaitu orang yang baik. Ia selalu menjaga ibunya, bahkan menemani ibunya ke rumah
sakit saat keguguran seperti kutipan di bawah ini.
Anak laki-laki itu menggenggam tangan ibunya erat-erat. Wajahnya yang mengerut ketakutan
tampak lebih pucat dari wajah ibunya. Padahal ibunyalah yang sedang didorong di atas brankar
Gambaran di atas memperlihatkan bagaimana tokoh Rivai begitu cemas akan
kehilangan ibunya. Ia begitu ketakutan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada
ibunya.
Di bawah sadar tokoh Rivai kecil menyatakan bahwa ayahnya bukan orang yang
baik. Kecintaannya terhadap ibunya terputus saat ibunya meninggal saat ia masih
berumur tujuh tahun. Rasa kehilangan orang yang amat sangat dicintai itu dapat
dialihkan pada kakaknya yang memperhatikannya sama seperti ibunya, sehingga sang
kakak rela menghabiskan seluruh waktunya dan kehidupannya untuk mengurus adiknya.
Oedipus kompleks dalam novel ini memang tidak berjalan sesuai secara lengkap
dengan konsep Oedipus bahwa anak laki-laki mencintai ibu hingga ingin membunuh
ayahnya, kemudian terjadi hubungan inses. Yang terjadi yaitu memang ayah tokoh
Rivai dapat dibunuhnya, akan tetapi dia juga kehilangan ibunya. Namun demikian,
posisi ibu tergantikan oleh kakak satu ayah, yakni tokoh Rana. Hubungan mereka tidak
seperti kakak beradik pada umumnya. Tokoh Rana sangat memperhatikan adik laki-
lakinya, begitu pula sebaliknya.
Narator dalam novel hanya mengatakan terjadi hubungan seperti inses di antara
mereka, akan tetapi hubungan inses tersebut tidak dijelaskan. Yang digambarkan
hanyalah tokoh Rivai senang memijiti kakaknya. Apakah adegan ini yang disebut
sebagai hubungan ”seperti” inses. Hal ini tidak begitu jelas di dalam novel. Kesimpulan
diserahkan pada interpretasi pembaca. Namun demikian, yang terlihat yaitu keinginan
tokoh Rivai memiliki ibu tidak tercapai, akan tetapi hasrat dapat terpenuhi. Namun,
penyaluran hasrat di sini tidak jelas apakah secara seksual atau tidak. Dalam novel
pendeskripsiannya kurang gamblang. Meskipun dalam deskripsi implisit tidak terdapat
simbol-simbol yang mengarah kepada hasrat seksual dari tokoh Rivai terhadap
kakaknya, akan tetapi hasrat memiliki kasih sayang seperti seorang ibu didapatkan
tokoh Rivai dari kakak perempuannya.
Tokoh Rivai menemukan pelindungnya setelah ibunya pada kakaknya, Rana.
Kemudian, kecintaan terhadap kakaknya terekspresikan melalui pencarian wanita
selama bertahun-tahun yang sesuai menurut kakaknya. Tokoh Rivai menemukan wanita
yang dicintainya yakni, Arneta, sebab Arneta manis dan anggun seperti Rana. Terlihat
di sini tokoh Rivai mencari tokoh yang seperti kakaknya. Kakaknya yaitu duplikat
ibunya dalam hal mengurusi tokoh Rivai. Sementara itu, pada tokoh Arneta, dalam
konteks seksual, hasrat tokoh utama terhadap figur ibu tersalurkan secara seksual.
Konsep Oedipus dalam novel ini memang tidak menjurus langsung ke pribadi ibu,
sebab ibu telah meninggal dunia, akan tetapi tokoh Rivai mencari figur yang mirip
dengan tokoh ibu. Keterikatannya dengan figur ini terlihat saat ia tidak dapat
menerima saat istrinya akan meninggalkannya. Kastrasi atau terputusnya cinta ibu
pada tokoh Rivai yang pernah dialaminya secara tiba-tiba dapat berulang kembali. Oleh
sebab itu, reaksi bawah sadar tokoh Rivai tidak terkendali saat berhadapan dengan
konflik ini. Pembahasan masalah Oedipus Kompleks ini amat berkaitan dengan
pembahasan pada poin-poin berikutnya pada penulisan ini.
Naluri
Menurut Freud, naluri yang terdapat dalam diri manusia bisa dibedakan dalam: eros
atau naluri kehidupan (life instinct) dan destructive instinct atau naluri kematian (death
instinct-Thanatos). Naluri kehidupan yaitu naluri yang ditujukan pada pemeliharaan
ego. Naluri kehidupan ini dimanifestasikan dalam perilaku seksual, menunjang
kehidupan serta pertumbuhan. Sementara naluri kematian (death instincts-Thanatos)
mendasari tindakan agresif dan destruktif. Kedua naluri ini, meskipun berada di alam
bawah sadar menjadi kekuatan motivasi. Naluri kematian dapat menjurus pada tindakan
bunuh diri atau pengrusakan diri, atau bersikap agresif terhadap orang lain Freud meyakini bahwa di bawah dan di samping naluri kehidupan manusia,
terdapat naluri kematian. Bahkan menurutnya, setiap diri memiliki keinginan untuk mati
di alam bawah sadarnya ,
Naluri kematian mendominasi tingkah laku tokoh Rivai semenjak kecil. Kebencian
terhadap ayahnya yang begitu meluap tertahan oleh kecintaan terhadap ibunya yang
selalu mengatakan bahwa ayahnya yaitu ayah yang baik, ia tidak boleh membuat
ayahnya marah. Kemarahan yang direpresi begitu lama mengakibatkan tindakan
destruktif pada tokoh Rivai. Alam bawah sadarnya yang senantiasa menyimpan
kebencian membuat tokoh Rivai tidak menyadari perbuatan dan akibat dari
perbuatannya.
saat ia kehilangan adik sebab ibunya keguguran, ia melampiaskan
kemarahannya pada ayam peliharaan ayahnya dengan membunuhnya, sebab ia tidak
dapat menentang ayahnya. Tindakan ini yaitu sebuah tanda bahwa ada yang tidak
wajar pada mental tokoh Rivai kecil. saat ayahnya memukulinya sebab ia ketahuan
berada di kamar kakaknya, ia berusaha membunuh ayahnya dengan membakar gudang
di mana ayahnya berada. Pada saat Rivai dewasa, tindakan destruktif ini tidak berhenti.
Ia dapat terpicu oleh masalah sekecil apapun dan akan menimbulkan kemarahan yang
luar biasa pada tokoh Rivai. Ia tidak dapat lagi mengenali siapa yang menjadi sasaran
kemarahannya.
Naluri kematian ini lebih banyak diarahkan kepada orang lain oleh tokoh Rivai
dibandingkan kepada dirinya sendiri. Apalagi bila terjadi pertentangan dengan
seseorang yang dianggapnya sebagai miliknya, seperti istrinya. Tokoh Rivai dapat
memukuli istrinya dengan sadis tanpa menyadarinya. Bahkan, ia dengan tega
menjadikan istrinya taruhan di meja judi tanpa sadar. Hal ini menunjukkan tokoh Rivai
lebih sering dikuasai oleh bawah sadarnya dalam bertindak. Demikian juga dengan
tindakannya memperkosa pegawainya yaitu sebuah pemenuhan naluri kematian.
Tindakan ini tidak disadarinya, sebab yang sedang melakukan tugas untuk memenuhi
naluri kematian tokoh Rivai yaitu bukan dirinya yang sadar, melainkan dirinya yang
tidak sadar.
saat tokoh Rivai mengetahui bahwa istrinya meninggalkannya, maka
agresifitasnya timbul tanpa kendali. Ia menyalurkannya ke tokoh lain yang menjadi
tokoh hitam dalam hidupnya yakni, tokoh Rizal. Ia berniat merebut kembali istrinya
yang telah menikah dengan orang lain dan akan membunuh suaminya. Naluri kematian
ini begitu kuatnya memberikan motivasi pada tokoh Rivai, hingga ia sanggup
melaksanakan perbuatan brutal tersebut. Meskipun, pembunuhan gagal dilakukan.
Kecemasan (Anxitas)
Bagi Freud, kecemasan sebagai hasil konflik bawah sadar merupakan konflik antara
pulsi Id (umumnya seksual dan agresif), pertahanan ego dan superego. Umumnya, pulsi
tersebut mengancam individu yang disebabkan oleh pertentangan nilai-nilai personal
atau berseberangan dengan nilai-nilai dalam warga . Misalnya, perasaan tidak
senang kepada orang tuanya yang bertentangan dengan keharusan mencintai orang
tuanya. Mengakui perasaan yang sesungguhnya akan mengakibatkan kecemasan bagi si
anak dan menghacurkan konsep diri sebagai anak baik, dan mengancam posisinya
sebab akan kehilangan kasih sayang dan dukungan orang tua. saat ia marah kepada
orang tuanya, kecemasan akan timbul sebagai tanda bahaya. Oleh sebab itu, ia harus
melakukan manuver melalui mekanisme pertahanan
berdasar rumusan Freud mengenai kecemasan, kita dapat melihat tokoh Rivai
sebenarnya memiliki kecemasan tingkat tinggi. Ia selalu merasa akan ditinggalkan oleh
istrinya, sehingga ia sering merasa cemburu bila tidak mendapati istrinya di rumah.
Kecemasan ini timbul akibat dari situasi masa kanak-kanaknya yang tidak "aman",
sebab ia tidak secara penuh mendapat kasih sayang ibu. Pada saat bersamaan, ia selalu
diliputi oleh rasa benci dan marah yang tidak dapat ia ungkapkan pada ayahnya.
Represi kemarahan dan kehilangan ibu sebagai sasaran cinta model Oedipus
Kompleks meninggalkan jejaknya dengan kecemasan yang berlebihan, sehingga tokoh
Rivai tidak dapat membedakan mana situasi normal dan mana situasi tidak normal.
Reaksi dan tindakan tokoh Rivai terhadap peristiwa-peristiwa justru memperlihatkan ia
abnormal. Ia senantiasa diliputi kecemasan dan ketakutan akan kehilangan istrinya sama
situasinya seperti saat ia kehilangan ibunya.
Mekanisme Pertahanan dan Konflik
Mekanisme pertahanan terjadi sebab adanya dorongan atau perasaan beralih untuk
mencari objek pengganti. Misalnya, impuls agresif yang ditujukan kepada pihak lain
yang dianggap aman untuk diserang. Freud menggunakan istilah pertahanan mengacu
pada proses alam bawah sadar seseorang yang mempertahankannya terhadap anxitas
atau kecemasan. Mekanisme ini melindunginya dari ancaman-ancaman eksternal atau
adanya impuls-impuls yang timbul dari anxitas internal dengan mendistorsi realitas
dengan berbagai cara
Mekanisme pertahanan ini dapat berbentuk berbagai macam, seperti represi,
sublimasi, proyeksi, pengalihan, rasionalisasi dan agresi seperti teori yang
dikembangkan oleh Sigmund Freud dan Anna Freud, serta para ahli psikologi lainnya.
Kesemuanya itu dapat menjadi mekanisme pertahanan sebuah pribadi saat
berhadapan dengan konflik. Represi bertugas mendorong keluar impuls-impuls Id yang
diterima dari alam sadar untuk kembali ke bawah sadar. Menurut McNally , mekanisme kerja represi yaitu menekan hal yang dianggap mengganggu agar
tidak muncul ke tataran sadar maupun tidak sadar. Represi(repression) juga merupakan
fondasi cara kerja semua mekanisme pertahanan ego Mengenai
mekanisme pertahanan ego ini menurut Eagleton , saat ego tidak lagi
dapat merepresi hasrat taksadar, malah justru jatuh kedalam pengaruhnya. Saat itu
terjadi, maka hubungan antara ego dan dunia di luarnya retak, dan ketidaksadaran
mulai membangun alternatif realitas yang delusional atau alternatif realitas khayalan .
Sublimasi (sublimation) terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara
sosial menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi sesungguhnya suatu bentuk
pengalihan. Kemudian, proyeksi (projection) terjadi bila individu menutupi
kekurangannya dan masalah yang dihadapi atau pun kesalahannya dilimpahkan kepada
orang lain. Pengalihan (displacement) yaitu pengalihan perasaan tidak senang terhadap
suatu obyek ke obyek lainnya yang lebih memungkinkan. Sementara itu, rasionalisasi
(rasionalization)memiliki dua tujuan, yaitu pertama untuk mengurangi kekecewaan
saat kita gagal mencapai suatu tujuan; kedua memberikan kita motif yang dapat
diterima atas perilaku yang dilakukan. Agresi (agression)dapat berbentuk langsung,
dapat juga tidak. Agresi langsung dapat dilampiaskan kepada obyek atau seseorang
yang menimbulkan frustasi, akan tetapi agresi tidak langsung biasanya mencari
kambing hitam sebab tidak dapat langsung berhadapan dengan sumber frustasi
Dalam novel Deviasi, represi yang begitu kuat menyembunyikan perasaan
bersalah dan anxitas pada diri tokoh Rivai, sehingga ia dapat tampil menjadi seseorang
yang dikenal sebagai pribadi yang baik, ramah dan sopan terlihat dari luar. Hal itu
yaitu hasil sublimasi perasaan-perasaan tidak nyaman dari segala rasa bersalah yang
dialaminya di masa kecil. Namun demikian, alam bawah sadarnya yang direpresinya
akan bergerak keluar saat anxitasnya terpicu, yakni takut kehilangan. Tokoh Rivai
menjadi seorang neurosis sehingga ia selalu bertengkar dengan isterinya untuk hal-hal
yang remeh. Misalnya, ia cemburu berlebihan hanya sebab ia tidak mendapati isterinya
di rumah saat pulang dari kantor, namun ternyata isterinya pergi berbelanja bersama
kawannya. Hal seperti ini dapat mengakibatkan pertengkaran hebat, dan mengakibatkan
tokoh Rivai memukuli isterinya dengan sadis.
Keadaaan seperti itu timbul sebab anxitasnya, yakni cemas dan takut
kehilanganArneta, isterinya, seperti ketakutannya menghadapi kenyataan kehilangan ibu
yang menyayanginya. Tokoh Rivai tidak mau kejadian kehilangan itu terjadi lagi, sebab
kehilangan ibu dapat dinilai sebagai sebuah kastrasi bagi tokoh Rivai. Ia kehilangan
kasih sayang ibu di masa-masa seksual infantilnya, maka mekanisme pertahanannya
yaitu dengan bersikap agresif bila hal-hal yang tersimpan rapat dibawah sadarnya
disentuh.
Mekanisme pertahanannya timbul sebab Arneta isterinya senantiasa mengajukan
perceraian, sebab Arneta sudah tidak tahan dengan tingkah laku tokoh Rivai. Namun
demikian, justru hal itu yang memicu impuls agresif pada tokoh Rivai. Ia berusaha
melindungi diri dari ancaman external yang dilontarkan isterinya, yakni perpisahan,
yang merupakan anxitas yang tersimpan dalam gudang bawah sadarnya. Dengan
demikian, mekanisme pertahanan yang dia gunakan yaitu denganmenganiaya dan
memukuli isterinya. Kehilangan Arneta sama dengan mengkastrasinya untuk kedua
kalinya, oleh sebab itu meskipun keputusan cerai telah ada, tokoh Rivai tetap tidak mau
menerima keputusan itu. Ia menganggap Arneta tetap miliknya.
Setiap kali tokoh Rivai melakukan kekerasan pada isterinya, dilakukannya dengan
tidak sadar, sebab setelah itu ia akan sangat menyesalinya. sebab hal itu sering terjadi,
maka akhirnya ia memproyeksikan kesalahannya itu dengan menutupinya dan menuduh
perbuatan itu yaitu hasil perbuatan orang lain. Hall dan Gardner
menyatakan, mekanisme pertahanan diri memiliki dua ciri umum. Pertama, pelaku
menyangkal, memalsukan, atau mendistorsi kenyataan; dan kedua, bekerja secara tidak
sadar sehingga tidak tahu apa yang terjadi. Mekanisme ini terjadi pada tokoh Rivai, ia
menyangkal, memalsukan, dan mendistorsi kenyataan dengan melakukan proyeksi.
Proyeksi ini sebagai mekanisme pertahanan diri sering terjadi, sehingga akhirnya justru
merusak kepribadian tokoh Rivai. Akhirnya muncul pribadi lain pada diri tokoh Rivai,
yakni tokoh Rizal. Ia yaitu tokoh hitam bagi diri tokoh Rivai, sebab ia selalu
melaksanakan agresifitas yang ada dalam diri tokoh Rivai. Bila tokoh Rivai terpicu
kemarahannya, maka ia seolah-olah sedang mengirim tokoh Rizal untuk melakukan
perbuatan yang buruk. Dengan demikian, tokoh Rivai melakukan rasionalisasi terhadap
perbuatan buruknya. Ia terlepas dari kesalahan, sebab yang melakukan keburukan itu
bukan dirinya.
Kutipan di bawah ini memperlihatkan bagaiman tokoh Rivai menciptakan tokoh
Rizal bila ia berhadapan dengan konflik yang memicu kecemasan yang tersimpan di
bawah sadarnya.
“Arneta menghilang. Orang tuanya tidak mau bilang di mana dia berada. Aku sedang berpikir
untuk mengirim Rizal pada mereka.”
"Rizal selalu tahu apa yang harus dilakukan. Dia selalu bisa melakukan apa yang
diinginkannya."
Proyeksi ini juga sekaligus pengalihan (displacement). Sebenarnya, tokoh Rivai
tidak menyukai pribadinya yang lain itu. Oleh sebab itu bila ia melakukan kesalahan
dan kekerasan, segera ia menuduhkan tindakan kesalahan itu pada tokoh Rizal. Hal ini
yaitu akibat dari masa kecilnya telah melakukan kesalahan yang mengakibatkan kedua
orang tuanya meninggal. Ia tidak dapat menerima kejadian itu. Akhirnya, pribadi tokoh
Rivai menjadi pecah (split personality) dan muncul pribadi yang lain di dalam dirinya,
sehingga ia menderita DID (Dissociative Identity Disorder).
berdasar penelusuran di atas kita dapat melihat latar belakang tokoh Rivai memiliki
kepribadian ganda. Pengalaman masa kanak-kanaknya yang traumatis dan mengalami
kekerasan di masa pertumbuhan mentalnya yang belum matang menjadikan mentalnya
tidak normal. Selain itu, nilai-nilai moral yang ia terima tidak sesuai dengan kenyaataan
yang ia alami. Struktur kepribadiannya pecah. Tidak ada kerja sama yang baik pada
lapisan kesadaran tokoh antara ego dan superego. Id yang berada di bawah sadar
berhasil keluar dari pe rtahanan ego, sebab superego yang dibentuk kurang kuat
sehingga tidak dapat memperingatkan ego untuk mengendalikan Id, bila kondisi tokoh
ditinjau berdasar teori Freud.
Tokoh Rivai telah merepresi rasa bersalahnya jauh ke alam bawah sadarnya,
sehingga bila ada peristiwa yang memicu traumanya, kecemasan dan ketakutan yang
ada di bawah sadarnya muncul menjadi agresifitas sebagai mekanisme pertahanan.
Pecahnya kepribadian tokoh Rivai disebabkan kecemasan dan ketakutan akan
kehilangan mencapai puncaknya, saat ternyata ia benar-benar kehilangan isterinya
sebab perceraian.
Sementara itu, oedipus kompleks yang diderita oleh tokoh Rivai telah berganti
pada tokoh Arneta, sebab tokoh Rivai telah dapat melepaskan keinginan memiliki ibu
dengan terpaksa di masa kecilnya sebab tokoh ibu meninggal. Keinginan memiliki ibu
telah beralih sebab hasrat secara seksual telah beralih kepada tokoh Arneta sekaligus
keinginan memiliki. Kepemilikan yang beriringan dengan hasrat seksual inilah yang
tidak ingin dilepaskan oleh tokoh Rivai dari Arneta.
Kenyataannya, ia tetap kehilangan Arneta. Hal ini tidak dapat diterimanya. Bagian
bawah sadarnya yang pernah terkastrasi sebab kehilangan ibu terbangkitkan dengan
berusaha mempertahankan diri dengan caranya sendiri. Namun demikian, justru hal itu
mengakibatkan pecah kepribadiannya bertambah parah. Satu sisi pribadi tokoh Rivai
menyadari bahwa dia yaitu penyebab kematian ibunya, juga kepergian isterinya, tapi
sisi pribadi yang lain menentangnya, maka split personality (pecah kepribadian) tokoh
Rivai makin menguat.
Dari analisis ini, kita dapat melihat bahwa karya sastra seringkali lebih leluasa
menjabarkan kelainan secara kejiwaan, dan dapat dianalisis melalui psikoanalis juga
dengan lebih rileks, sebab tidak berhadapan langsung dengan manusia utuh yang
kemungkinan lebih sulit dihadapi dan sulit bekerjasama pada saat diobservasi dan
diterapi, juga tidak terhalang dengan keluarga, atau warga yang dapat menghalangi
analisis.
Akhirnya, sastra bukan hanya sekedar menghadirkan sebuah karya rekaan, akan
tetapi juga merepresentasikan realitas yang berada di dalam warga . Utamanya
berkaitan dengan masalah psikis, yang seringkali justru melalui karya sastra kita dapat
melihatnya dengan lebih terperinci, sebab sastra melibatkan rasa kemanusiaan.