Rabu, 12 Februari 2025

kepribadian ganda Novel Deviasi Mira-W

  


Teori Psikoanalisis Freud bukan saja digunakan untuk terapi pada manusia, akan 

tetapi sering juga digunakan untuk menelaah karya sastra yang memuat masalah-

masalah psikologis tokoh yang ada di dalam karya sastra. Sigmund Freud dikenal 

dengan teorinya mengenai lapisan kesadaran, dan ia sendiri mengujicobakan 

teorinya mengenai lapisan kesadaran ini ke dalam karya sastra. Tujuan penulisan 

ini yaitu  untuk menelaah tokoh yang mengalami penyimpangan secara kejiwaan 

dalam novel karya Mira W. yang berjudul Deviasi dengan menggunakan teori dan 

pendekatan psikoanalisis Freud dalam karya sastra. Hasil analisis memperlihatkan 

bahwa tokoh utama dalam novel ini mengalami masalah kejiwaan berat sehingga 

menderita Dissociative Identity Disorder(DID) atau Multiple Personality 

Disorder, yakni suatu kelainan kejiwaan yang mengakibatkan seseorang memiliki 

kepribadian ganda. Kelainan kejiwaan ini tidak muncul begitu saja, akan tetapi ada 

sebuah penyebab yang berasal dari masa kanak-kanak dan butuh rentangan waktu 

yang panjang untuk memperlihatkan bahwa seseorang telah menyimpang secara 

kejiwaan, atau tidak normal. 

Karya sastra selalu diasumsikan sebagai suatu karya yang berkaitan dengan masalah 

kehidupan manusia. Manusia senantiasa memperlihatkan sikap dan tingkah laku yang 

beragam. Tingkah laku itu biasanya diperlihatkan melalui tokoh-tokoh yang ada dalam 

karya sastra. Tokoh-tokoh ini umumnya berhadapan dan menggerakkan peristiwa-

peristiwa yang ada di dalam karya. Mereka mengalami konflik yang ada di dalam dan di 

luar diri mereka. Bila tokoh itu berhasil mengatasi segala konflik yang berada di dalam 

dirinya, maka ia akan menjadi tokoh yang kuat dan mencerminkan manusia normal. 

Namun, bila tokoh tidak berhasil berhadapan dengan konflik kejiwaannya tersebut, lalu 

kemudian mengalami penyimpangan perilaku, maka disimpulkan ia mengalami 

gangguan secara kejiwaan seperti umumnya yang kita lihat pada penderita dalam dunia 

nyata. 

Tokoh yang mengalami gangguan kejiwaan yang digambarkan dalam karya sastra 

umumnya ditinjau dengan menggunakan psikoanalisis. Psikoanalisis yaitu  sebuah 

metode interogasi tentang psikis manusia yang sepenuhnya didasarkan pada tindakan 

mendengarkan kata-kata pasien (Milner, 1992). Psikoanalisis membantu penelaahan 

tokoh-tokoh menyimpang yang muncul dalam karya sastra sebab  sastra mempunyai 

hubungan-hubungan tertentu dengan tak sadar. Konflik-konflik psikologis yang timbul 

ditelusuri dengan menggunakan teori ini. Teori psikoanalisis Sigmund Freud banyak 

memberikan kontribusi dalam penelaahan karya sastra. Freud sendiri telah memberikan 

contoh-contoh bagaimana ia membahas psikoanalisis dalam karya sastra 

Konsep Freud yang paling mendasar yaitu  teorinya tentang ketidaksadaran 

(unconsciousness). Pada awalnya, Freud membagi taraf kesadaran manusia menjadi tiga 

lapis, yakni lapisan unconscious (taksadar), lapisan preconscious (prasadar), dan lapisan 

conscious (sadar). Di antara tiga lapisan itu, taksadar yaitu  bagian terbesar yang 

memengaruhi perilaku manusia, menurut Freud. Yang taksadar ini memegang peranan 

penting, sebab  semua proses psikis bersumber padanya. Freud menganalogikannya 

dengan fenomena gunung es di lautan, bagian paling atas yang tampak di permukaan 

laut mewakili lapisan sadar. Prasadar yaitu  bagian yang turun-naik di bawah dan di 

atas permukaan. Sedangkan bagian terbesar justru yang berada di bawah laut, mewakili 

Kesadaran Manusia menurut Freud dan Struktur Kepribadian  

Dalam buku-bukunya yang lebih mutakhir, Freud meninggalkan pembagian 

lapisan kesadaran di atas dan menggantinya dengan konsep yang lebih teknis, tetapi 

basis konsepnya tetap mengenai ketidaksadaran, yaitu bahwa tingkah laku manusia 

lebih banyak digerakkan oleh aspek-aspek taksadar dalam dirinya. Pembagian itu 

dikenal dengan sebutan tiga komponen kepribadian manusia (three basic components of 

personality), dan tetap terdiri atas tiga unsur, yaitu id, ego, dan superego 

Menurut Freud, manusia lahir dengan Id yang bersifat tidak dewasa dan tidak 

logis. Id terletak dalam ketidaksadaran yang merupakan penampungan pulsi dan 

menjadi sumber energi psikis. Ia merupakan tempat dari dorongan-dorongan primitif, 

yaitu dorongan-dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan. Id 

merupakan sumber energi, persediaan pulsi pertama, suatu kekacauan yang bergerak 

dan tidak stabil. Id yaitu  bagian yang sepenuhnya berada dalam ketidaksadaran 

manusia dan "bersembunyi" seperti yang digambarkan oleh fenomena gunung es di atas. 

Id berisi cadangan energi, insting, dan libido. Ia menjadi penggerak utama tingkah laku 

manusia. Id menampilkan dorongan-dorongan primitif dan hewani pada manusia, dan 

bekerja berdasar  prinsip kesenangan. saat  kecil, pada manusia yang ada baru Id-

nya. Oleh sebab  itu, kita sering melihat bahwa anak kecil selalu sulit dikendalikan jika 


menginginkan sesuatu, tidak punya rasa malu, dan selalu mementingkan dirinya sendiri 

Ego yaitu  bagian kepribadian yang mempertahankan dan melindungi pribadi. 

Ego ini kaya akan energi intern (pulsi-pulsi id), tetapi juga memperhatikan realitas luar. 

Ego terletak di antara alam sadar dan tak sadar.  Ego yaitu  tempat kedua dorongan dari 

Id dan superego beradu kekuatan, sehingga ego terperangkap di antara dua kekuatan 

yang bertentangan. Ia bertugas sebagai penengah yang mendamaikan tantangan pulsi 

dan larangan superego. Fungsi ego yaitu  menjaga keseimbangan antara kedua sistem 

yang lainnya, sehingga tidak terlalu banyak dorongan dari Id yang dimunculkan ke 

kesadaran, sebaliknya tidak semua dorongan superego saja yang dipenuhi. Ego 

berkembang dari Id, saat  manusia mulai meninggalkan kekanak-kanakannya sebagai 

bentuk respon terhadap realitas. Ego bersifat sadar dan rasional. Keinginan-keinginan Id 

tidak selalu dapat dipenuhi, dan saat  itulah ego memainkan peranan. Ego bekerja 

berdasar  prinsip realitas. Tugas ego memberi tempat pada fungsi mental utama, 

misalnya penalaran, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. Id dan ego tidak 

memiliki moralitas sebab  keduanya ini tidak mengenal baik dan buruk 

Superego  terletak  sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian taksadar. 

Superego yaitu  suatu sistem yang merupakan kebalikan dari id. Sistem ini sepenuhnya 

dibentuk oleh kebudayaan. Ia dibentuk melalui jalan internalisasi, yakni melalui 

larangan-larangan atau perintah yang berasal dari luar dirinya. Superego muncul akibat 

persentuhan dengan manusia lain (aspek sosial). Dalam keluarga, superego ditanamkan 

oleh orang tua dalam bentuk ajaran moral mengenai baik dan buruk, pantas dan tidak 

pantas, dan sebagainya. Superego muncul sebagai kontrol terhadap Id, terutama jika 

keinginan Id itu tidak sesuai dengan moralitas warga . Superego selalu 

menginginkan kesempurnaan sebab  ia bekerja dengan prinsip idealitas 

Dari teori Freud mengenai struktur kepribadian di atas dapat diketahui bahwa 

konflik yang terjadi antara id, ego, dan superego merupakan masalah penting dalam 

teori Freud. Hal penting lainnya dalam teori Freud yaitu  defense mechanism 

(mekanisme pertahanan). Mekanisme pertahanan ini yaitu  aktivitas mental dalam  

mengatasi konflik yang dilakukan oleh seseorang dalam mengatasi kecemasan (anxiety). 

Aktivitas mental ini seringkali menolong, akan tetapi bila mekanisme pertahanan ini 

sangat berat justru akan menghasilkan masalah psikologis pada seseorang

Freud bekerja sama dengan anaknya, Anna Freud menawarkan beberapa 

mekanisme pertahanan ego yang representatif, yakni  represi (repression), regresi 

(regression), pembentukan reaksi (reaction formation), pengalihan (displacement), 

proyeksi (projection). Kelima mekanisme pertahanan ini yaitu  yang dikembangkan 

oleh Freud dan anaknya ,Kemudian mekanisme pertahanan 

ego ini dikembangkan oleh Anna Freud dan para ahli psikologi lainnya 

Tulisan ini mencoba mendeskripsikan dan menganalisis perkembangan kejiwaan 

tokoh Rivai dalam novel Deviasi yang belum pernah dibahas oleh peneliti lainnya, 

meskipun. Sebenarnya banyak tokoh yang ditampilkan dalam novel ini akan tetapi ada 

seorang tokoh yang perilakunya secara mencolok dapat dikatakan tidak normal. Tokoh 

tersebut menjadi pusat pembahasan dalam tulisan ini. 

Tokoh Rivai dalam novel ini mengalami trauma masa kanak-kanak yang berat 

yang sangat menarik untuk dianalisis menggunakan Psikoanalisis. Beberapa masalah 

yang ditelusuri pada tokoh Rivai yaitu  masalah struktur kepribadian tokoh, oedipus 

complex, naluri yang meliputi naluri kematian dan kecemasan (anxitas), serta 

mekanisme pertahanan terhadap konflik (defense mechanism) yang dilakukan oleh 

tokoh Rivai saat  berhadapan dengan masalah. Masalah-masalah tersebut yang akan 

dibahas dalam artikel ini. 

Deviasi yaitu  salah satu novel populer karya Mira W. yang terbit pada tahun 

1996. Novel ini menceritakan tentang tokoh Arneta yang dicintai oleh tiga orang pria. 

Pria pertama yaitu  suaminya, kemudian pria kedua yaitu  pria yang dijumpainya di 

Afrika Selatan saat  berlibur dengan suaminya, pria ketiga yaitu  mantan kekasih 

tokoh Arneta sebelum menikah. Namun demikian, konflik utama dalam kisah ini 

berkaitan dengan seorang tokoh, yakni suami tokoh Arneta yang bernama Rivai.  Tokoh 

Rivai ini memiliki sikap yang tidak wajar, bila terpicu oleh hal-hal tertentu. Hal ini 

menimbulkan pertanyaan: mengapa tokoh Rivai yang di depan umum terlihat bersikap 

baik, akan tetapi bisa berubah sangat emosional dan sadis bila dihadapkan pada situasi 

tertentu?  

Pembatasan analisis dalam artikel ini hanya pada tokoh Rivai saja, sebab tokoh ini 

mendominasi penceritaan dalam novel. Meskipun ada seorang tokoh lagi, yakni kakak 

Rivai yang terlihat kepribadiannya juga tidak normal, namun tokoh tersebut tidak 

menempati peran utama. Oleh sebab itu, tokoh tersebut tidak akan dibahas secara 

khusus dalam tulisan ini mengingat keterbatasan ruang penulisan. Namun demikian, 

tokoh tersebut akan dikaitkan pembahasannya dengan tokoh Rivai, sebab kedua tokoh 

ini memiliki latar belakang keluarga yang sama.  

Banyak karya sastra menampilkan tokoh-tokoh yang memiliki masalah kejiwaan, 

bahkan menampilkan tokoh-tokoh yang mengalami Dissociative Identity Disorder 

(DID),  dulu disebut sebagai Multiple Personality Disorder atau berkepribadian ganda. 

Karya sastra menampilkan tokoh-tokoh yang berkepribadian ganda atau yang menderita 

DID baik tokoh perempuan maupun pria. Umumnya, tokoh perempuan mengalami 

kekerasan seksual, fisik, dan verbal di masa kanak-kanak, misalnya seperti tokoh Nawai 

yang memiliki enam kepribadian dalam Novel Rumah Lebah karya Ruwi Meita yang 

ditelaah oleh . Juga, tokoh Laurie dalam novel All Around the 

Town karya Mary Higins Clark yang juga mengalami trauma masa kanak-kanak sebab  

diculik 

Metode pendekatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu  pendekatan psikoanalisis 

yang tidak terlepas dari objek yang diteliti, yakni sebuah karya sastra yang juga 

dilakukan Freud saat  mempraktikkan psikoanalisis pada karya sastra seperti yang 

diperlihatkan oleh Milner mengenai cara Freud mempraktikkan teorinya 

pada beberapa karya sastra, seperti Oedipus, dan Hamlet. Psikoanalisis yaitu  sebuah 

telaah yang umumnya digunakan untuk mengobservasi manusia, akan tetapi pada 

penelitian ini digunakan untuk meneliti tokoh dalam sebuah karya fiksi, sehingga unsur-

unsur karya sastra tidak bisa dilepaskan saat  melakukan pendekatan. Dalam hal ini 

yang digunakan yaitu  elemen tokoh dan penokohan yang ditelaah masalah 

kejiwaannya dan juga elemen karya sastra lainnya 

Sumber data utama untuk penulisan ini diambil dari jalan pikir, sikap, dan perilaku 

tokoh, dialognya dengan tokoh lain, monolognya dengan dirinya sendiri, atau narasi 

yang disampaikan oleh narator dalam novel ini yang berhubungan dengan unsur-unsur 

pembentuk novel lainnya. Semua itu diambil dari novel Deviasi karya Mira W. terbitan 

PT Gramedia Pustaka Utama yang terbit tahun 1996. Sementara itu, sumber-sumber 

tulisan lain digunakan untuk mendukung argumentasi dan interpretasi dalam artikel ini. 

 

Hasil dan Pembahasan 

Dalam analisis novel Deviasi ini ada beberapa hal yang ingin diungkapkan berkaitan 

dengan tokoh Rivai yang tingkah lakunya tidak wajar dalam dekripsi novel. Untuk itu, 

sebelum masuk dalam analisis yang lebih dalam, tulisan ini akan memberi gambaran 

mengenai tokoh Rivai Maringka dalam novel Deviasi ini. 

Tokoh Rivai 

Tokoh Rivai digambarkan sebagai pengusaha sukses yang memiliki istri cantik bernama 

Arneta. Rivai terlihat baik dan sangat sopan oleh orang lain, tetapi tidak oleh istrinya. 

Tingkah lakunya yang sangat baik dan sopan itulah yang telah menipu Arneta saat  

bersedia menerima Rivai sebagai suaminya. Setelah menikah, Arneta baru mengetahui 

dan menyadari bahwa suaminya yaitu  seseorang yang mempunyai karakter yang tidak 

wajar. 

Pernikahannya tidak berjalan sebagaimana mestinya sebab tokoh Rivai sering 

marah sebab  cemburu. Ia mudah terpicu kemarahannya untuk hal-hal kecil. Oleh 

sebab  itu, ia tidak mengizinkan istrinya keluar rumah, sebab ia selalu membayangkan 

istrinya akan pergi dengan laki-laki lain. Ia sangat kasar dan senang memukuli istrinya, 

bila sedang marah. Pada saat berhubungan suami istri pun Rivai lebih senang memukuli 

istrinya terlebih dahulu. Namun, ia akan menyesali perbuatannya bila kemarahannya 

reda. Ia akan segera bersikap lembut pada istrinya, dan memohon-mohon agar istrinya 

memaafkannya. Sifat dan karakter Rivai yang bertolak belakang dan dapat berubah 

seratus delapan puluh derajat hanya dalam beberapa saat itu membuat Arneta curiga bila 

suaminya memiliki kelainan kejiwaan. 

Dalam novel digambarkan bahwa saat  tokoh Rivai berumur tujuh tahun, ia 

kehilangan ayah dan juga ibunya dalam suatu peristiwa kebakaran. Kebakaran itu 

sebenarnya timbul akibat tokoh Rivai sengaja membakar gudang di mana ayahnya 

berada. Ia sengaja membawa jeriken minyak tanah dan lampu templok untuk membakar 

gudang. Ia sangat benci pada ayahnya. Ayahnya yang mengakibatkan ibunya keguguran 

dan akibatnya ia kehilangan adik. Ayah Rivai selalu memukuli ibunya, akan tetapi sang 

ibu tidak pernah menentang bahkan terkesan melindungi ayahnya. Tanpa setahu tokoh 

Rivai, ternyata ibu yang disayanginya berada di dalam gudang bersama ayahnya, 

sehingga ibunya ikut terbakar. Ia selalu dikejar rasa bersalah sebab  menyebabkan ibu 

yang dicintainya terbakar. 

Tokoh Rivai marah terhadap ayahnya yang telah memukulinya dengan ganas 

hanya sebab  ia ketahuan berada di kamar kakak perempuannya. Hubungan tokoh Rivai 

dengan kakak seayahnya agak aneh. Tokoh Rivai sangat patuh terhadap kakak 

perempuannya itu. Bila Arneta dan Rivai bertengkar maka kakaknya akan menjadi 

penonton yang selalu melontarkan kalimat: “yang bersalah harus dihukum”,Sebenarnya kata-kata itu yaitu  kata-kata yang sering 

dilontarakan oleh almarhum ayah mereka bila ingin menghukum mereka. Tokoh Rivai 

bila mendengar kata-kata ini biasanya akan bertambah ganas. Setiap kata yang 

dilontarkan oleh kakaknya seolah-olah yaitu  perintah. 

Akibat sering melakukan perbuatan buruk yang tidak disadarinya, tokoh Rivai 

akhirnya selalu mengkambinghitamkan tokoh lain yang telah melakukan kesalahan, 

yakni tokoh Rizal. Tokoh Rivai menganggap bahwa kesalahan itu bukan dirinya yang 

telah melakukan. Ia menciptakan pribadi lain yang merupakan bagian dari dirinya yaitu 

tokoh Rizal. Tokoh Rizal ini yaitu  tokoh yang selalu mewakili Rivai untuk bertingkah 

laku buruk. 

Struktur Kepribadian 

Tokoh Rivai dalam novel ini tidak dapat mengendalikan pengaruh alam bawah 

sadarnya, yakni Id-nya, saat  ia berhadapan dengan situasi dan masalah yang memicu 

kemarahannya, egonya tidak dapat mengendalikannya. Superegonya sebagai seorang 

yang berpendidikan tinggi dan telah menjadi pengusaha sukses pun tidak dapat 

melarangnya melalui egonya. Tokoh Rivai membiarkan Id-nya melonjak keluar tanpa 

kendali sehingga kekerasan yang dilakukan terhadap isterinya tidak disadarinya. 

Kekerasan ini tidak hanya dilakukannya terhadap istirinya, ternyata Ia juga 

melakukannya terhadap  pegawai wanitanya. Ia melecehkan mereka secara seksual, 

tetapi hal ini tidak diketahui orang lain, sehingga bagi orang lain yang tidak 

mengenalnya secara dalam menganggap tokoh Rivai yaitu  seseorang yang penuh 

dengan pengendalian diri, sebab ia selalu baik-baik saja di hadapan orang lain. lebih 

anehnya lagi, Rivai tidak menyadari tindakan yang dilakukannya.  

Di bawah ini yaitu  kutipan mengenai tuntutan seorang pegawai perempuan tokoh 

Rivai dan ia tidak mengakui perbuatannya saat  ia ditanya oleh kakaknya. 

”Jangan keluar malam dulu,” tegur Rana dingin. ”Kasusmu sedang ramai. Kalau sampai ada 

perempuan lagi yang datang mengadu, kau bisa diseret ke pengadilan!” 

”Aku tidak melakukan apa-apa,” sahut Rivai santai. 

”Mengapa perempuan itu menuntutmu?” 

”Bukan aku yang melakukannya. Bukan aku. Rizal bilang dia yang akan membereskannya.” 

Dari kutipan di atas kita dapat melihat bahwa tokoh Rivai melakukan proyeksi 

(projection) dengan menuduh orang lain yang telah melakukan perbuatan buruk, bukan 

dirinya. Walaupun tokoh Rizal yang ia sebutkan yaitu  bagian dari dirinya yang lain. 

Struktur kepribadian tokoh Rivai pecah, ia menciptakan tokoh lain yang seolah-olah 

berada di luar dirinya. Hal ini terjadi sebab ego dan superegonya tidak dapat 

mengendalikan Id saat  ada pemicu yang membuat Id melonjak keluar dari tempatnya. 

Keinginan untuk tidak disalahkan atas perbuatannya membuat tokoh Rivai melakukan 

mekanisme pertahanan dengan melakukan proyeksi. Mekanisme ini yaitu  untuk 

melindungi Id dari ancaman, sebab Id hanya mengenal hal-hal yang berkaitan dengan 

kesenangan. Peringatan kakaknya dengan menyatakan ”Kasusmu sedang ramai. Kalau 

sampai ada perempuan lagi yang datang mengadu, kaubisa diseret ke pengadilan!”, 

yaitu  pernyataan yang berhubungan dengan norma yang seharusnya membentuk 

superego tokoh Rivai dengan baik, sehingga dapat mengingatkan egonya. Namun 

demikian, trauma rasa bersalah yang begitu besar dan telah direpresi dalam-dalam di 

masa kanak-kanak membuat egonya melakukan mekanisme pertahanan dengan 

menciptakan pribadi  lain yang harus menampung kesalahannya. 

Pecahnya kepribadian tokoh Rivai disebabkan ia sebenarnya ingin 

mengekspresikan kemarahannya sebagai bagian dari kepribadiannya. Namun, ekpresi 

itu telah begitu lama ia represikan yang ia tekan sejak masa kanak-kanak. Ia biarkan 

tersimpan di bawah sadarnya. Maka, saat  ia muncul keluar ke alam sadarnya, ekspresi 

ini tidak terkendali. Ia mendisosiasikan memori dan kesadarannya. Disosiasi yaitu  

menggunakan kesadaran lain dengan memutuskan kesadaran yang lain lagi. Bila represi 

versi Freud, memori tertinggal dibawah sadar dan hanya dapat terlihat dalam tingkah 

laku, maka disosiasi memori  dapat masuk ke dalam kesadaran  dengan menggunakan 

kesadaran yang lain, ini yang muncul dalam kepribadian ganda  

Penyebab kepribadian ganda yaitu  peristiwa traumatik pada usia kanak-anak 

umumnya pada usia 4 sampai 6 tahun, Penderita menghibur diri sendiri dari sesuatu yang menyakitkan 

dengan menciptakan kepribadian lain untuk menampung semua perasaannya. Dengan 

kata lain, anak berusaha melindungi dirinya dari hal yang kurang menyenangkan yang 

pernah dialami. Mereka melakukan disosiasi. Dalam bahasa psikologi ini sering disebut 

sebagai Dissociative Identity Disorder atau Multiple Personality Disorder 

berdasar  teori tersebut kita mengetahui bahwa tokoh Rivai menderita 

kepribadian ganda. Ia menciptakan pribadi yang lain untuk menampung semua 

perbuatan buruknya. Hal ini terjadi bersumber jauh ke masa kanak-kanaknya. Ia 

memiliki pengalaman pahit saat  masa kanak-kanak. Ia selalu menerima perlakuan 

brutal dari ayahnya. Ia yang belum genap berumur tujuh tahun selalu dihajar oleh 

ayahnya bila melakukan kesalahan. Namun, ia tidak dapat berbalik meluapkan 

kemarahan pada ayahnya. Satu sisi ia masih kecil dan pada sisi lain ibunya selalu 

mengatakan ayah Rivai yaitu  seorang yang baik.  

Perbedaan antara konsep ajaran moral menghormati ayah, serta kenyataan bahwa 

ternyata ayahnya bukan ”orang baik” seperti kata ibunya mengakibatkan superego tidak 

terbentuk dengan baik, sebab ajaran-ajaran moral dan aturan sosial bertentangan dengan 

kenyataan.Tokoh Rivai sering melihat ibunya dipukuli oleh ayahnya. Pada satu 

peristiwa, hanya sebab  sebuah kalung emas ibunya, ayahnya memukuli ibunya hingga 

ibunya mengalami keguguran. Rivai benci melihat ayahnya, ia kehilangan calon adik 

yang ditunggunya. Ia benci ayahnya yang berbuat kasar pada ibunya. Namun, ia tidak 

dapat membalas. Ia melampiaskan kemarahannya dengan membunuh ayam milik 

ayahnya dengan sadis. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak wajar untuk 

seorang anak kecil. Kemarahannya juga ia tunjukkan dengan membakar gudang di mana 

ayahnya berada. 

Tokoh Rivai kecil tidak cukup mendapatkan pertahanan dalam tingkatan ego dan 

superegonya untuk mengendalikan Id-nya, sebab ia masih seorang anak kecil. Realitas 

yang dia lihat dan rasakan berbeda kontras dengan apa yang ibunya ajarkan. 

Kemarahannya yang meluap saat  ingin membunuh ayahnya, terendapkan ke bawah 

sadarnya, sebab ia masih seorang anak-anak. Ia tidak dapat melawan ayahnya yang jauh 

lebih besar dan ajaran moral ibunya yang menyatakan bahwa ayahnya yaitu  orang 

baik. Dua hal yang menyebabkan tokoh Rivai selalu merepresi kemarahannya ke bagian 

bawah sadarnya. Bersamaan dengan keinginan melenyapkan ayahnya, ibunya ikut 

meninggal dalam gudang yang ia bakar. Kemarahannya tertekan oleh kesedihannya 

yang dalam. Kesedihannya bercampur dengan rasa bersalah telah mengakibatkan ibunya 

meninggal. Semua perasaan ini ia represi jauh ke bawah sadarnya. Maka, saat  ada hal-

hal yang memicu ketiga perasaan itu, yakni rasa marah, rasa sedih, rasa bersalah, tokoh 

Rivai menjadi tidak terkendali. Ia mengalami luka kejiwaan yang sangat dalam, 

kemudian berusaha menciptakan pribadi lain yang harus menanggung segala 

kesalahannya, yakni tokoh Rizal. 

Oedipus Complex 

Kecintaan tokoh Rivai pada ibunya yang terputus di masa kanak-kanak membuat ia juga 

terperangkap dalam masalah Oedipus Complex. Istilah ”kompleks” (complex)  sangat 

penting dan sering digunakan dalam psikoanalisis sehingga perlu dijelaskan lebih 

dahulu. Suatu kompleks yaitu  keseluruhan reaksi efektif (tampilan dan kenangan) 

yang sebagian atau keseluruhannya taksadar. Pembentukan suatu ”kompleks” terlaksana 

dari hubungan antara pribadi dijalin subjek pada masa kanak-kanaknya dan hal itu 

normal saja. Kondisi yang bersifat patologis bukan kompleks itu sendiri, melainkan 

keadaan yang terus menerus berlangsung melampaui batas stadium yang ditentukan,

Complex. A constellation of ideas with strong emotional overtone; the process whereby a complex 

becomes buried in the unconscious part of the mind is called repression. 

 

yang disebut dengan kompleks ini terkubur ke dalam ketaksadaran  pikiran diakibatkan 

keadaan emosional yang berlangsung terus menerus sehingga menimbulkan kondisi 

patologis pada penderitanya, sebab  adanya represi emosional yang terus menerus. 

Sementara itu pengertian Oedipus kompleks menurut Freud yaitu  suatu 

keseluruhan hasrat cinta dan benci yang dirasakan anak terhadap orang tuanya yang 

berlainan jenis dalam bentuknya yang positif. Dalam bentuknya yang negatif, bila hasrat 

itu tampil sebaliknya, yakni cinta terhadap orang tua yang sejenis dan cemburu terhadap 

orang tua yang berlainan jenis. Kedua bentuk itu tampil dalam bentuk lengkapnya, yaitu 

Oedipus kompleks menurut Freud 

Konflik Oedipal yaitu  adanya keinginan anak-laki-laki untuk memiliki ibunya. 

Dengan demikian, timbul kecemburuan terhadap ayah. Adanya ketakutan penolakan 

dari ibu, adanya hukuman dari ayah dan respek, serta cinta yang tak tampak kepada 

ayah  menjadi berkecamuk, lalu menghasilkan represi yang terkait dengan periode laten, 

yakni saat  periode seksual infantil yang dialami anak di bawah umur 4 tahun. saat  

seluruh tubuhnya yaitu  daerah erogen (daerah rangsangan) yang menimbulkan 

kesenangan. Hilangnya Oedipus kompleks ini bila seorang anak, pada anak laki-laki, 

bersedia melepaskan ibunya sebagai hasrat seksual, kemudian mengidentifikasikan diri 

pada ayahnya 

Oedipus Complex pada Tokoh Rivai 

Tokoh Rivai sangat mencintai ibunya dan membenci ayahnya. Kecintaan terhadap 

ibunya diperlihatkannya dengan tidak membantah pernyataan ibunya bahwa ayahnya 

yaitu  orang yang baik. Ia selalu menjaga ibunya, bahkan menemani ibunya ke rumah 

sakit saat  keguguran seperti kutipan di bawah ini. 

Anak laki-laki itu menggenggam tangan ibunya erat-erat. Wajahnya yang mengerut ketakutan 

tampak lebih pucat dari wajah ibunya. Padahal ibunyalah yang sedang didorong di atas brankar 

 

Gambaran di atas memperlihatkan bagaimana tokoh Rivai begitu cemas akan 

kehilangan ibunya. Ia begitu ketakutan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada 

ibunya.

Di bawah sadar tokoh Rivai kecil menyatakan bahwa ayahnya bukan orang yang 

baik. Kecintaannya terhadap ibunya terputus saat  ibunya meninggal saat ia masih 

berumur tujuh tahun. Rasa kehilangan orang yang amat sangat dicintai itu dapat 

dialihkan pada kakaknya yang memperhatikannya sama seperti ibunya, sehingga sang 

kakak rela menghabiskan seluruh waktunya dan kehidupannya untuk mengurus adiknya. 

Oedipus kompleks dalam novel ini memang tidak berjalan sesuai secara lengkap 

dengan konsep Oedipus bahwa anak laki-laki mencintai ibu hingga ingin membunuh 

ayahnya, kemudian terjadi hubungan inses. Yang terjadi yaitu  memang ayah tokoh 

Rivai dapat dibunuhnya, akan tetapi dia juga kehilangan ibunya. Namun demikian, 

posisi ibu tergantikan oleh kakak satu ayah, yakni tokoh Rana. Hubungan mereka tidak 

seperti kakak beradik pada umumnya. Tokoh Rana sangat memperhatikan adik laki-

lakinya, begitu pula sebaliknya.  

Narator dalam novel hanya mengatakan terjadi hubungan seperti inses di antara 

mereka, akan tetapi hubungan inses tersebut tidak dijelaskan. Yang digambarkan 

hanyalah tokoh Rivai senang memijiti kakaknya. Apakah adegan ini yang disebut 

sebagai hubungan ”seperti” inses. Hal ini tidak begitu jelas di dalam novel. Kesimpulan 

diserahkan pada interpretasi pembaca. Namun demikian, yang terlihat yaitu   keinginan 

tokoh Rivai memiliki ibu tidak tercapai, akan tetapi hasrat dapat terpenuhi. Namun, 

penyaluran hasrat di sini tidak jelas apakah secara seksual atau tidak. Dalam novel 

pendeskripsiannya kurang gamblang. Meskipun dalam deskripsi implisit tidak terdapat 

simbol-simbol yang mengarah kepada hasrat seksual dari tokoh Rivai terhadap 

kakaknya, akan tetapi hasrat memiliki kasih sayang seperti seorang ibu didapatkan 

tokoh Rivai dari kakak perempuannya. 

Tokoh Rivai menemukan pelindungnya setelah ibunya pada kakaknya, Rana. 

Kemudian, kecintaan terhadap kakaknya terekspresikan melalui pencarian wanita 

selama bertahun-tahun yang sesuai menurut kakaknya. Tokoh Rivai menemukan wanita 

yang dicintainya yakni, Arneta, sebab Arneta manis dan anggun seperti Rana. Terlihat 

di sini tokoh Rivai mencari tokoh yang seperti kakaknya. Kakaknya yaitu  duplikat 

ibunya dalam hal mengurusi tokoh Rivai. Sementara itu, pada tokoh Arneta, dalam 

konteks seksual, hasrat tokoh utama terhadap figur ibu tersalurkan secara seksual. 

 Konsep Oedipus dalam novel ini memang tidak menjurus langsung ke pribadi ibu, 

sebab ibu telah meninggal dunia, akan tetapi tokoh Rivai mencari figur yang mirip 

dengan tokoh ibu. Keterikatannya dengan figur ini terlihat saat  ia tidak dapat 

menerima saat  istrinya akan meninggalkannya. Kastrasi atau terputusnya cinta ibu 

pada tokoh Rivai  yang pernah dialaminya secara tiba-tiba dapat berulang kembali. Oleh 

sebab itu, reaksi bawah sadar tokoh Rivai tidak terkendali saat  berhadapan dengan 

konflik ini. Pembahasan masalah Oedipus Kompleks ini amat berkaitan dengan 

pembahasan pada poin-poin berikutnya pada penulisan ini. 

Naluri 

Menurut Freud, naluri yang terdapat dalam diri manusia bisa dibedakan dalam: eros 

atau naluri kehidupan (life instinct) dan destructive instinct atau naluri kematian (death 

instinct-Thanatos). Naluri kehidupan yaitu  naluri yang ditujukan pada pemeliharaan 

ego. Naluri kehidupan ini dimanifestasikan dalam perilaku seksual, menunjang 

kehidupan serta pertumbuhan. Sementara naluri kematian (death instincts-Thanatos) 

mendasari tindakan agresif dan destruktif. Kedua naluri ini, meskipun berada di alam 

bawah sadar menjadi kekuatan motivasi. Naluri kematian dapat menjurus pada tindakan 

bunuh diri atau pengrusakan diri, atau bersikap agresif terhadap orang lain Freud meyakini bahwa di bawah dan di samping naluri kehidupan manusia, 

terdapat naluri kematian. Bahkan menurutnya, setiap diri memiliki keinginan untuk mati 

di alam bawah sadarnya ,

Naluri kematian mendominasi tingkah laku tokoh Rivai semenjak kecil. Kebencian 

terhadap ayahnya yang begitu meluap tertahan oleh kecintaan terhadap ibunya yang 

selalu mengatakan bahwa ayahnya yaitu  ayah yang baik, ia tidak boleh membuat 

ayahnya marah. Kemarahan yang direpresi begitu lama mengakibatkan tindakan 

destruktif pada tokoh Rivai. Alam bawah sadarnya yang senantiasa menyimpan 

kebencian membuat tokoh Rivai tidak menyadari perbuatan dan akibat dari 

perbuatannya. 

saat  ia kehilangan adik sebab  ibunya keguguran, ia melampiaskan 

kemarahannya pada ayam peliharaan ayahnya dengan membunuhnya, sebab ia tidak 

dapat menentang ayahnya. Tindakan ini yaitu  sebuah tanda bahwa ada yang tidak 

wajar pada mental tokoh Rivai kecil. saat  ayahnya memukulinya sebab  ia ketahuan

berada di kamar kakaknya, ia berusaha membunuh ayahnya dengan membakar gudang 

di mana ayahnya berada. Pada saat Rivai dewasa, tindakan destruktif ini tidak berhenti. 

Ia dapat terpicu oleh masalah sekecil apapun dan akan menimbulkan kemarahan yang 

luar biasa pada tokoh Rivai. Ia tidak dapat lagi mengenali siapa yang menjadi sasaran 

kemarahannya. 

Naluri kematian ini lebih banyak diarahkan kepada orang lain oleh tokoh Rivai 

dibandingkan kepada dirinya sendiri. Apalagi bila terjadi pertentangan dengan 

seseorang yang dianggapnya sebagai miliknya, seperti istrinya. Tokoh Rivai dapat 

memukuli istrinya dengan sadis tanpa menyadarinya. Bahkan, ia dengan tega 

menjadikan istrinya taruhan di meja judi tanpa sadar. Hal ini menunjukkan tokoh Rivai 

lebih sering dikuasai oleh bawah sadarnya dalam bertindak. Demikian juga dengan 

tindakannya memperkosa pegawainya yaitu  sebuah pemenuhan naluri kematian. 

Tindakan ini tidak disadarinya, sebab yang sedang melakukan tugas untuk memenuhi 

naluri kematian tokoh Rivai yaitu  bukan dirinya yang sadar, melainkan dirinya yang 

tidak sadar. 

saat  tokoh Rivai mengetahui bahwa istrinya meninggalkannya, maka 

agresifitasnya timbul tanpa kendali. Ia menyalurkannya ke tokoh lain yang menjadi 

tokoh hitam dalam hidupnya yakni, tokoh Rizal. Ia berniat merebut kembali istrinya 

yang telah menikah dengan orang lain dan akan membunuh suaminya. Naluri kematian 

ini begitu kuatnya memberikan motivasi pada tokoh Rivai, hingga ia sanggup 

melaksanakan perbuatan brutal tersebut. Meskipun, pembunuhan gagal dilakukan. 

Kecemasan (Anxitas) 

Bagi Freud, kecemasan sebagai hasil konflik bawah sadar merupakan konflik antara 

pulsi Id (umumnya seksual dan agresif), pertahanan ego dan superego. Umumnya, pulsi 

tersebut mengancam individu yang disebabkan oleh pertentangan nilai-nilai personal 

atau berseberangan dengan nilai-nilai dalam warga . Misalnya, perasaan tidak 

senang kepada orang tuanya yang bertentangan dengan keharusan mencintai orang 

tuanya. Mengakui perasaan yang sesungguhnya akan mengakibatkan kecemasan bagi si 

anak dan menghacurkan konsep diri sebagai anak baik, dan mengancam posisinya 

sebab  akan kehilangan kasih sayang dan dukungan orang tua. saat  ia marah kepada 

orang tuanya, kecemasan akan timbul sebagai tanda bahaya. Oleh sebab  itu, ia harus 

melakukan manuver melalui mekanisme pertahanan 

berdasar  rumusan Freud mengenai kecemasan, kita dapat melihat tokoh Rivai 

sebenarnya memiliki kecemasan tingkat tinggi. Ia selalu merasa akan ditinggalkan oleh 

istrinya, sehingga ia sering merasa cemburu bila tidak mendapati istrinya di rumah. 

Kecemasan ini timbul akibat dari situasi masa kanak-kanaknya yang tidak "aman", 

sebab ia tidak secara penuh mendapat kasih sayang ibu. Pada saat bersamaan, ia selalu 

diliputi oleh rasa benci dan marah yang tidak dapat ia ungkapkan pada ayahnya. 

Represi kemarahan dan kehilangan ibu sebagai sasaran cinta model Oedipus 

Kompleks meninggalkan jejaknya dengan kecemasan yang berlebihan, sehingga tokoh 

Rivai tidak dapat membedakan mana situasi normal dan mana situasi tidak normal. 

Reaksi dan tindakan tokoh Rivai terhadap peristiwa-peristiwa justru memperlihatkan ia 

abnormal. Ia senantiasa diliputi kecemasan dan ketakutan akan kehilangan istrinya sama 

situasinya seperti saat  ia kehilangan ibunya. 

Mekanisme Pertahanan dan Konflik 

Mekanisme pertahanan terjadi sebab  adanya dorongan atau perasaan beralih untuk 

mencari objek pengganti. Misalnya, impuls agresif yang ditujukan kepada pihak lain 

yang dianggap aman untuk diserang. Freud menggunakan istilah pertahanan mengacu 

pada proses alam bawah sadar seseorang yang mempertahankannya terhadap anxitas 

atau kecemasan.  Mekanisme ini melindunginya dari ancaman-ancaman eksternal atau 

adanya impuls-impuls yang timbul dari anxitas internal dengan mendistorsi realitas 

dengan berbagai cara 

 Mekanisme pertahanan ini dapat berbentuk berbagai macam, seperti represi, 

sublimasi, proyeksi, pengalihan, rasionalisasi dan agresi seperti teori yang 

dikembangkan oleh Sigmund Freud dan Anna Freud, serta para ahli psikologi lainnya. 

Kesemuanya itu dapat menjadi mekanisme pertahanan sebuah pribadi saat  

berhadapan dengan konflik. Represi bertugas mendorong keluar impuls-impuls Id yang 

diterima dari alam sadar untuk kembali ke bawah sadar. Menurut McNally , mekanisme kerja represi yaitu menekan hal yang dianggap mengganggu agar 

tidak muncul ke tataran sadar maupun tidak sadar. Represi(repression) juga merupakan 

fondasi cara kerja semua mekanisme pertahanan ego Mengenai 

mekanisme pertahanan ego ini menurut Eagleton , saat  ego tidak lagi 

dapat merepresi hasrat taksadar, malah justru jatuh kedalam pengaruhnya. Saat itu 

terjadi, maka hubungan antara ego dan dunia di luarnya retak,  dan ketidaksadaran 

mulai membangun alternatif realitas yang delusional atau alternatif realitas khayalan . 

 Sublimasi (sublimation) terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara 

sosial menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi sesungguhnya suatu bentuk 

pengalihan. Kemudian, proyeksi (projection) terjadi bila individu menutupi 

kekurangannya dan masalah yang dihadapi atau pun kesalahannya dilimpahkan kepada 

orang lain. Pengalihan (displacement) yaitu  pengalihan perasaan tidak senang terhadap 

suatu obyek ke obyek lainnya yang lebih memungkinkan. Sementara itu, rasionalisasi 

(rasionalization)memiliki dua tujuan, yaitu pertama untuk mengurangi kekecewaan 

saat  kita gagal mencapai suatu tujuan; kedua memberikan kita motif yang dapat 

diterima atas perilaku yang dilakukan. Agresi (agression)dapat berbentuk langsung, 

dapat juga tidak. Agresi langsung dapat dilampiaskan kepada obyek atau seseorang 

yang menimbulkan frustasi, akan tetapi agresi tidak langsung biasanya mencari 

kambing hitam sebab  tidak dapat langsung berhadapan dengan sumber frustasi 

 Dalam novel Deviasi, represi yang begitu kuat menyembunyikan perasaan 

bersalah dan anxitas pada diri tokoh Rivai, sehingga ia dapat tampil menjadi seseorang 

yang dikenal sebagai pribadi yang baik, ramah dan sopan terlihat dari luar. Hal itu 

yaitu  hasil sublimasi perasaan-perasaan tidak nyaman dari segala rasa bersalah yang 

dialaminya di masa kecil. Namun demikian, alam bawah sadarnya yang direpresinya 

akan bergerak keluar saat  anxitasnya terpicu, yakni takut kehilangan. Tokoh Rivai 

menjadi seorang neurosis sehingga ia selalu bertengkar dengan isterinya untuk hal-hal 

yang remeh. Misalnya, ia cemburu berlebihan hanya sebab  ia tidak mendapati isterinya 

di rumah saat  pulang dari kantor, namun ternyata isterinya pergi berbelanja bersama 

kawannya. Hal seperti ini dapat mengakibatkan pertengkaran hebat, dan mengakibatkan 

tokoh Rivai memukuli isterinya dengan sadis. 

 Keadaaan seperti itu timbul sebab  anxitasnya, yakni cemas dan takut 

kehilanganArneta, isterinya, seperti ketakutannya menghadapi kenyataan kehilangan ibu 

yang menyayanginya. Tokoh Rivai tidak mau kejadian kehilangan itu terjadi lagi, sebab 

kehilangan ibu dapat dinilai sebagai sebuah kastrasi bagi tokoh Rivai. Ia kehilangan 

kasih sayang ibu di masa-masa seksual infantilnya, maka mekanisme pertahanannya 

yaitu  dengan bersikap agresif bila hal-hal yang tersimpan rapat dibawah sadarnya 

disentuh. 

Mekanisme pertahanannya timbul sebab  Arneta isterinya senantiasa mengajukan 

perceraian, sebab Arneta sudah tidak tahan dengan tingkah laku tokoh Rivai. Namun 

demikian, justru hal itu yang memicu impuls agresif pada tokoh Rivai. Ia berusaha 

melindungi diri dari ancaman external yang dilontarkan isterinya, yakni perpisahan, 

yang merupakan anxitas yang tersimpan dalam gudang bawah sadarnya. Dengan 

demikian, mekanisme pertahanan yang dia gunakan yaitu  denganmenganiaya dan 

memukuli isterinya. Kehilangan Arneta sama dengan mengkastrasinya untuk kedua 

kalinya, oleh sebab itu meskipun keputusan cerai telah ada, tokoh Rivai tetap tidak mau 

menerima keputusan itu. Ia menganggap Arneta tetap miliknya. 

Setiap kali tokoh Rivai melakukan kekerasan pada isterinya, dilakukannya dengan 

tidak sadar, sebab setelah itu ia akan sangat menyesalinya. sebab  hal itu sering terjadi, 

maka akhirnya ia memproyeksikan kesalahannya itu dengan menutupinya dan menuduh 

perbuatan itu yaitu  hasil perbuatan orang lain. Hall dan Gardner 

menyatakan, mekanisme pertahanan diri memiliki dua ciri umum. Pertama, pelaku 

menyangkal, memalsukan, atau mendistorsi kenyataan; dan kedua, bekerja secara tidak 

sadar sehingga tidak tahu apa yang terjadi. Mekanisme ini terjadi pada tokoh Rivai, ia 

menyangkal, memalsukan, dan mendistorsi kenyataan dengan melakukan proyeksi. 

Proyeksi ini sebagai mekanisme pertahanan diri sering terjadi, sehingga akhirnya justru 

merusak kepribadian tokoh Rivai. Akhirnya muncul pribadi lain pada diri tokoh Rivai, 

yakni tokoh Rizal. Ia yaitu  tokoh hitam bagi diri tokoh Rivai, sebab ia selalu 

melaksanakan agresifitas yang ada dalam diri tokoh Rivai. Bila tokoh Rivai terpicu 

kemarahannya, maka ia seolah-olah sedang mengirim tokoh Rizal untuk melakukan 

perbuatan yang buruk. Dengan demikian, tokoh Rivai melakukan rasionalisasi terhadap 

perbuatan buruknya. Ia terlepas dari kesalahan, sebab yang melakukan keburukan itu 

bukan dirinya.  

Kutipan di bawah ini memperlihatkan bagaiman tokoh Rivai menciptakan tokoh 

Rizal bila ia berhadapan dengan konflik yang memicu kecemasan yang tersimpan di 

bawah sadarnya. 

“Arneta menghilang. Orang tuanya tidak mau bilang di mana dia berada. Aku sedang berpikir 

untuk mengirim Rizal pada mereka.”  

"Rizal selalu tahu apa yang harus dilakukan. Dia selalu bisa melakukan apa yang 

diinginkannya."

Proyeksi ini juga sekaligus pengalihan (displacement). Sebenarnya, tokoh Rivai 

tidak menyukai pribadinya yang lain itu. Oleh sebab itu bila ia melakukan kesalahan 

dan kekerasan, segera ia menuduhkan tindakan kesalahan itu pada tokoh Rizal. Hal ini 

yaitu  akibat dari masa kecilnya telah melakukan kesalahan yang mengakibatkan kedua 

orang tuanya meninggal. Ia tidak dapat menerima kejadian itu. Akhirnya, pribadi tokoh 

Rivai menjadi pecah (split personality) dan muncul pribadi yang lain di dalam dirinya, 

sehingga ia menderita DID (Dissociative Identity Disorder).   

berdasar  penelusuran di atas kita dapat melihat latar belakang tokoh Rivai memiliki 

kepribadian ganda. Pengalaman masa kanak-kanaknya yang traumatis dan mengalami 

kekerasan di masa pertumbuhan mentalnya yang belum matang menjadikan mentalnya 

tidak normal. Selain itu, nilai-nilai moral yang ia terima tidak sesuai dengan kenyaataan 

yang ia alami. Struktur kepribadiannya pecah. Tidak ada kerja sama yang baik pada 

lapisan kesadaran tokoh antara ego dan superego. Id yang berada di bawah sadar 

berhasil keluar dari pe rtahanan ego, sebab superego yang dibentuk kurang kuat 

sehingga tidak dapat memperingatkan ego untuk mengendalikan Id, bila kondisi tokoh 

ditinjau berdasar  teori Freud. 

 Tokoh Rivai telah merepresi rasa bersalahnya jauh ke alam bawah sadarnya, 

sehingga bila ada peristiwa yang memicu traumanya, kecemasan dan ketakutan yang 

ada di bawah sadarnya muncul menjadi agresifitas sebagai mekanisme pertahanan. 

Pecahnya kepribadian tokoh Rivai disebabkan kecemasan dan ketakutan akan 

kehilangan mencapai puncaknya, saat  ternyata ia benar-benar kehilangan isterinya 

sebab  perceraian.  

Sementara itu, oedipus kompleks yang diderita oleh tokoh Rivai telah berganti 

pada tokoh Arneta, sebab tokoh Rivai telah dapat melepaskan keinginan memiliki ibu 

dengan terpaksa di masa kecilnya sebab  tokoh ibu meninggal. Keinginan memiliki ibu 

telah beralih sebab hasrat secara seksual telah beralih kepada tokoh Arneta sekaligus 

keinginan memiliki. Kepemilikan yang beriringan dengan hasrat seksual inilah yang 

tidak ingin dilepaskan oleh tokoh Rivai dari Arneta. 

Kenyataannya, ia tetap kehilangan Arneta. Hal ini tidak dapat diterimanya. Bagian 

bawah sadarnya yang pernah terkastrasi sebab  kehilangan ibu terbangkitkan dengan 

berusaha mempertahankan diri dengan caranya sendiri. Namun demikian, justru hal itu 

mengakibatkan pecah kepribadiannya bertambah parah. Satu sisi pribadi tokoh Rivai 

menyadari bahwa dia yaitu  penyebab kematian ibunya, juga kepergian isterinya, tapi 

sisi pribadi yang lain menentangnya, maka split personality (pecah kepribadian) tokoh 

Rivai makin menguat. 

Dari analisis ini, kita dapat melihat bahwa karya sastra seringkali lebih leluasa 

menjabarkan kelainan secara kejiwaan, dan dapat dianalisis melalui psikoanalis juga 

dengan lebih rileks, sebab  tidak berhadapan langsung dengan manusia utuh yang 

kemungkinan lebih sulit dihadapi dan sulit bekerjasama pada saat diobservasi dan 

diterapi, juga tidak terhalang dengan keluarga, atau warga  yang dapat menghalangi 

analisis. 

Akhirnya, sastra bukan hanya sekedar menghadirkan sebuah karya rekaan, akan 

tetapi juga merepresentasikan realitas yang berada di dalam warga . Utamanya 

berkaitan dengan masalah psikis, yang seringkali justru melalui karya sastra kita dapat 

melihatnya dengan lebih terperinci, sebab sastra melibatkan rasa kemanusiaan. 

 


Related Posts: