Kamis, 22 Februari 2024

sejarah peradaban islam 7




 bilan politik itu mempunyai

pengaruh kepada keadaan ekonomi, sebaliknya, keadaan

ekonomi yang satabil mempengaruhi stabilitas politik. Oleh

sebab itu ia menstabilkan ekonomi Daulah mamalik dengan

menjalin hubungan   perdagangan dengan Itali dan Perancis.l

Hubungan perekonomian yang baik akan membuat

neraca keuangan negara maju dan stabil, juga negarapun akan

aman dari permainan ekonomi luar dan yang pasti jika mantap

ekonomi stabilitas negara aman. Dengan mantapnya ekonomi

perhatian ke arah perkembangan ilmu pengetahuan semakin

mendapat perhatian yang serius.

Kota Cairo menjadi penting dan strategis sebagai jalur

perdaganga Asia Barat dan Laut Tengah dengan pihak Barat

dan terlebih penting lagi sesudah  jatuhnya kota Baghdad.

Baybars dan beberapa Sultan sesudahnya memberi kebebasan

kepada para petani untuk memasarkan hasil pertanian mereka

secara langsung tanpa dimonopoli pemerintah. Hal ini

mendorong para petani untuk meningkatkan hasil penen

mereka pada gilirannya dapat bagi meningkatkan

pertumbuhan ekonomi Mesir.

4. Kemajuan Ilmu Pengetahuan

Pada saat Daulah Mamalik berkuasa di Mesir, Sultan

Baybars menjadikan kota Mesir sebagai arena kegiatan para

ilmuan dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, sehingga

berkembangkanlah ilmu pengetahuan di Mesir.

Dalam bidang sejarah muncul Ibn Khaldun yang

terkenal sampai sekarang, yang telah menulis sebuah  kitab

berjudul “Muqaddimah”nya, (buku ini  masih ada sampai

sekarang) juga Abu Al-Fida’ dan Al-Maqrisi.

Dalam bidang kedokteran juga mengalami kemajuan

yang gemilang dengan di temukannya susunan darah dan

peredarannya di dalam paru-paru manusia oleh Abu Mabis

(Abu Al-Hasan Ali Al-Mabis w. 1288). Juga Ibn Abi Ushaibiyah

telah menulis sebuah buku yang berjudul “Uyun Al-Arbi’ bi

Thabaqat Al-Thibba” Pada masa ini juga muncul seorang dekter

hewan yang bernama Abdul Al-Ma’min Dimyati. (w.1306).

dengan kitabnya yang berjudul “ Fadhl Al-Khail”  (Keunggulan

Pasukan Berkuda).

Dalam bidang farmasi dikenal seorang ahli yang

bernama Al-Kuhin dan Al-Attar dengan bukunya yang

berjudul  “Minhaj Al-Dukhan wa Dutswa Al-Ayan”. Dalam

bidang matematika dikenal dengan nama Abu Al-Faraj Al-

Tabari (1226-1286).l

Dalam bidang agama, pada saat ulama Baghdad

khilangan semangat, akibat kehancuran Baghdad, pintu

berijtihad seolah-olah tertutup.  Akhirnya mereka banyak yang

menggeluti ilmu tasawuf dan tarikat.

Sementara itu di Daulah Mamalik di Mesir muncul

seorang ulama besar Ibn Taimiyah Al-Hambaly (1332) yang

berusaha untuk merubah pola pikir umat Islam yang bersifah

tradisional pada masa itu kepada pola pikir yang lebih rasinal

yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits serta selalu

memupuk semangat untuk melakukan ijtihad.

Hal yang dilakukan Ibn Taimiyah ini  dapat

difahami sebab masa itu banyak ulama yang beraliran

Sunni mereka kuat berpegang pada tarikat dan tasawuf dan

telah menjadi faham bagi kebanyakan dari pada  mereka

bahwa pintu ijtihad telah teetutup dan kita tinggal hanya

mengkaji apa yang telah dibahas ulama terdahulu. Pola

pikir seperti inilah yang hendak diperbaharui oleh Imam

Ibn Taimiyah.

Ibn Taimiyah tidak sendirian, dia ditemani oleh

kawan-kawannya, seperti ulama Jalaluddin Al-Suyuti, dia

yaitu  seorang ulama yang produktif menulis, baik di bidang

tafsir maupun sejarah, di bidang tafsir dia menulis buku yang

berjudul “Al-Itqan fi Ulumil Qur’an”.

Ditambah lagi seorang ulama terkenal di bidang

Hadits Ibnu Hajar Al-Asqalani (91372-1449) kepala Qadhi di

Cairo dengan bukunya, antara lain, “Tahzib al-Tahzib” (dua

belas jilid) dan buku yang berjudul “Al-Itsabah” (empat jilid).

Ulama lain yang terkenal dalam bidang sastra tercatat

Safaruddin Muhammad Busiri dengan kitabnya yang berjudul

“Burdah”.

5. Masa Kemunduran

Kesultanan Mamalik mulai memasuki masa

kemunduran terlihat sesudah  jabatan pemerintahan beralih dari

tangan Mamalik Bahri ke tangan Mamalik Burji pada tahun

1382 M, sebab kaum mamalik Burji tidak memiliki ilmu

pengetahuan tentang cara mengatur dan mengelola

pemerintahan, kemampuan mereka hanyi di bidang militer.

Hal ini  dapat dimengerti sebab mereka pun

datang ke Mesir yaitu  budak-budak yang didatangkan dari

Syirkas (Turki) oleh Sultan Qalawun (1279-1290) sebab ia

curiga terhadap beberapa tokoh militer dari Mamalik Bahri

yang dianggapnya dapat mengancam kelangsungan

kekuasaannya. Maka pada gilirannya mereka diberi amanat

untuk memegang tampuk pemerintahan, tidak ada

kemampuan mereka untuk itu.

Terakhir Kesultanan Malik hancur saat  Sultan Salim

I dari Daulah Turki Usmani datang ke Mesir untuk merebut

kembali Mesir dari tangan Daulah Mamalik pada tahun 1517

M., sejak itu tammatlah riwayat Daulah Mamalik di Mesir

beralih ke tangan Turki Usmani, termasuk di antaranya jabatan

Khalifah Abbasiyah yang dilindungi oleh Sultan-Sultan

Daulah Mamalik selama lebih kurang dua abad ikut serta

beralih ke tangan Sultan Salim I, sejak itu pula dia memakai

gelar Khalifah dari Turki Usmani.

Wa Allah a’lam bi al-shawab


PERANG  SALIB

1. Timbulnya Perang Salib

Perang Salib yaitu  perang keagamaan yang

berlangsung selama hampir dua abad (1096-1291 M) yang

terjadi sebagai reaksi orang-orang Kristen di Eropa terhadap

umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang

sebab sejak tahun 632 M.351 (Masa Pemerintahan Abu Bakar)

sampai meletusnya Perang Salib sejumlah kota-kota penting

di tempat suci umat Kristen telah diduduki oleh umat Islam,

seperti Palestina, Syiria, Asia Kecil, Mesir, Sicilia dan Spanyol.

Disebut Perang Salib sebab ekspedisi militer Kristen

sewaktu melakukan perang mempergunakan Salib sebagai

simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa perang yang

mereka lakukan yaitu  perang suci dan bertujuan untuk

351 Tahun ini yaitu  awal dari pemerintahan Abu Bakar, pada saat ini Abu

Bakar memberangkatkan empat pasukan Islam ke utara di bawah pimpinan

Abu Ubaidah ibn Jarrah bersama 24.000 tentara untuk memerangi tentara

Bizantium yang menguasai Jazirah Arab bagian utara itu. Pasukan ini baru

dapat memperoleh kemenangan gemilang pada masa pemerintahan Umar

ibn Khatthtab (634-644 M).

membebasakan Baitul Maqdis (Yerussalem) dari tangan umat

Islam.

Tahapan Perang Salib bila disederhanakan

berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama, disebut sebagai

periode serangan orang-orang Kristen (1096-1144 M) yang

terjadi dalam dua gerakan. Gerakan pertama disebut sebagai

gerakan gerombolan warga jelata, mereka tidak disiplin dan

tidak memiliki pengalaman perang. Gerakan kedua

merupakan ekspedisi militer, disiplin dan mempunyai

pengalaman perang sehingga mereka dapat mengalahkan

umat Islam dan berhasil mendirikan beberapa kerajaan Latin

Kriten di dunia Timur.352 Tahap kedua, (1144-1193 M) disebut

periode reaksi umat Islam sebab jatuhkan wilayah kekuasaan

Islam ke tangan kaum Salib sehingga Imaduddin Zanki,

Nuruddin Zanki dan Salahuddin al-Ayyubi bangkit melakukan

perlawanan untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang

dikuasai orang Kristen. Tahap ketiga, (1193-1291 M) yang

dikenal dengan periode kehancuran di dalam pasukan perang

Salib.

2. Penyebab Perang Salib

Penyebab utama terjadinya perang Salib yaitu  faktor

agama, politik dan sosial ekonomi. Faktor agama, semenjak

Dinasti Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti

Fatimiyah pada tahun 1070 M, pihak Kristen merasa tidak

bebas lagi menunaikan ibadah kesana. Hal ini dipicu  para

penguasa Saljuk menetapkan sejumlah  peraturan yang

dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan

ibadah  ke Baitul Maqdis. Bahkan mereka yang pulang ziarah

sering mengeluh sebab mendapat perlakuan jelek dari orang-

orang Turki Saljuk yang fanatik. Umat Kristen merasa

perlakuan para penguasa Dinasti Saljuk itu sangat berbeda

dengan para penguasa Islam yang pernah menguasai kawasan

itu sebelumnya.

Perlakuan jelek dari orang-orang Saljuk yang panatik

terhadap umat Kristen yang ziarah ke Baitul Makdis dialami

dan disaksikan sendiri oleh seorang pendeta Kristen

berkebangsaan Perancis bernama Feter Amins (Hermit). Feter

Amins mengadukan masalah yang dialaminya itu kepada

Paus Urbanus II dan dia mengajukan permohonan untuk

dilakukan perang suci. Sementara itu dia sendiri terus

melakukan propokasi untuk melawan umat Islam. Dari

sinilah rasa marah dan antipati orang-orang Kristen terhap

umat Islam dibentuk sedemikian rupa di kalangan umat

Kristen.

Propokasi Feter Amins baik di kalangan raja-raja

Eropa, para bangsawan maupun warga jelata berhasil

mengadakan kongres pertama di Clermont Prancis pada tahun

1095 M. Dalam pidato Paus Urbanus II dalam kongres itu,

mengatakan bahwa bagi mereka yang berangkat perang harta

benda dan keluarganya dilindungi, dosa-dosanya   diampuni

dan bila dia mati maka dia mati suci.Kongres itu sendiri pada awalnya untuk

membahas masalah-masalah intern gereja, bukan khusus membahan rencana

Perang Salib.

Dari sini dapat dilihat besarnya faktor agama dalam

mengorbankan semangat perang Salib sebagai reaksi atas

perlakuan jelek orang-orang Turki Saljuk terhadap orang-

orang Kristen yang berziarah ke Baitul Maqdis.

Faktor Politik, kekalahan Bizantium di Manziqart pada

tahun 1071 M dan jatuhnya Asia Kecil ke dalam kekuasaan

Dinasti Saljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comnenus

untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II dalam

usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-

daerah pendudukan Dinasti Saljuk.

Paus Urabanus II bersedia membantu Bizantium

sebab adanya janji Kaisar Alexius untuk tunduk di bawah

kekuasaan Paus di Roma dan dengan harapan untuk dapat

mempersatukan gereja Yunani dan Roma.

Pada waktu itu Paus memiliki kekuasaan dan

pengaruh yang sangat besar terhadap Raja-raja yang berada di

wilayah kekuasaaannya. Karena ia dapat menjatuhkan sanksi

kepada siapa saja Raja yang membangkang dengan perintah

Paus untuk mencopot pengakuannya sebagai Raja.

Di lain pihak kondisi umat Islam saat  itu dalam

keadaan lemah, sehingga orang-orang Kristen di Eropa berani

ikut serta dalam Perang Salib. Daulah Saljuk di Asia Kecil

Pecah, Daulah Fatimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh,

Daulah Umayah di Spanyol goyah. Terjadi pertentangan segi

tiga antara DaulahAbasiyah di Baghdad, Daulah Umayyah

di Spanyol dan Daulah Fatimiyah di Mesir sebab masing-

masing memproklamirkan dirinya sebagai khalifah.

Dari faktor politik ini dapat dilihat adanya permintaan

Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II untuk memerangi

Dinasti Saljuk dalam usahanya untuk mengembalikan

kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Saljuk

ini . Sementara di faktor agama juga dapat dilihat adanya

permintaan Peter Amins kepada Paus Urbanus II untuk

melakukan perang suci terhadap umat Islam dalam usaha

merebut Baitul Maqdis. Dengan demikian ada dua permintaan

kepada Paus Urbanus II untuk memerangi umat Islam. Satu

permintaan berasal dari Pendeta sedangkan satu permintaan

lagi dari Kaisar.

Faktor Sosial Ekonomi, pedagang-pedagang besar yang

berada di pantai Timur Laut Tengah terutama yang berada di

kota Venezia, Genoa dan Pisa mereka berambisi untuk

menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai

Timur dan selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan

perdagangan mereka.

Untuk memenuhi keinginan mereka itu dapat tercapai,

maka mereka rela menanggung sebahagian dana perang Salib

dengan tujuan agar menjadikan kawasan ini  sebagai

pusat perdagangan mereka bila pihak Kristen Eropa

memperoleh kemenangan dalam perang Salib. Hal ini

dimungkinkan sebab jalur Eropa akan bersambung dengan

rute-rute perdagangan di Timur bila jalur setrategis itu

dapat di kuasai.

Disamping itu, warga jelata pada saat itu tertindas dan

terhina sebab perlakuan tuan tanah yang sewenang-wenang

terhadap mereka, mereka harus tunduk kepada tuan-tuan

tanah ini  yang sering bertindak semena-mena dan lebih

dari itu mereka dibebani dengan berbagai pajak yang

memberatkan. Oleh kerena itu, disaat mereka di mobilisir oleh

pihak gereja untuk turut dalam perang Salib dengan janji akan

diberikan kesejahteraan hidup bila perang dapat di

menangkan, secara sepontan mereka berduyun-duyun

menyambut seruan ini  untuk mendapatkan perbaikan

ekonomi dan perbaikan kesejahteraan hidup.358

Dari paparan di atas dapat di ketahui bahwa ada tiga

faktor penting yang memobilisir dan memotivasi terjadinya

perang Salib, antara satu dengan  yang lain saling

mempengaruhi, ditinjau dari segi agama pendeta ingin merebut

Baitul Maqdis sementara ditinjau dari segi politik Kaisar Alexius

I ingin untuk merebut kembali daerah-daerah kekuasaannya

yang telah di duduki Dinasti Saljuk, diantaranya Baitul Maqdis.

Sedangkan dari segi social ekonomi warga yang sedang

menderita ingin memperbaiki kesejahteraan hidup bila dapat

memenangkan perang Salib.

namun  nampaknya faktor yang paling dominan

yang menyulut terjadinya perang Salib yaitu  faktor

propokasi Peter Amin yang berhasil menanamkan rasa

benci, antipasti dan marah dikalangan umat Kristen

terhadap umat Islam.

3. Serangan Kristen dalam Perang Salib (1096-1144 M)

Periode serangan Kristen ini di bagi kepada dua

tahap. Tahap pertama disebut gerakan gerombolan rakyat

jelata yang tidak memiliki kemampuan berperang, tidak

berdisiplin, dan tidak memiliki persiapan yang matang. Hal

itu terjadi sebab mereka tersulut oleh api kemarahan dan

kebencian terhadap umat Islam pada waktu diadakan

kongres pertama di Klemon Prancis tahun 1095 M. Pidato

Paus sebagai tanggapan atas permintaan Pendeta Peter

Amin dan Kaisar Alexius I dia berhasil mengorbarkan

semangat perang suci yang mendapat sambutan hangat dari

peserta kongres. Perang besar Paus inilah yang

memicu dia dipandang sebagai tokoh sentral perang

Salib.

Peserta kongres yang kebanyakan terdiri dari rakyat

Prancis, Itali dan Sisilia, Paus menyadari betul kalau unsur-

unsur tentara Salib tidak hanya terdiri dari orang-orang baik

namun juga terdiri dari lapisan warga  umum dengan latar

belakang kehidupan yang berbeda-beda.

Legitimasi gereja atas perang suci ini 

berimplikasi pada lahirnya pasukan tangguh bersemangat

tinggi namun tidak disiplin tidak ada persiapan matang dan

tidak ada pula memiliki pengalaman perang. Pasukan Salib

pertama ini bergerak ke Konstatinopel tempat yang mereka

sepakati melakukan strategi pertempuran, secara keseluruhan

pasukan perang Salib pertama ini berjumlah lebih kurang

200.000 orang.360 Karena gerakan ini merupakan gerakan

sepontanitas yang tidak ada disiplin, tidak ada persiapan

perang dan tidak memiliki pengalaman perang, maka dengan

mudah pasukan Salib pertama ini dapat dikalahkan oleh

pasukan Dinasti Saljuk.

Dengan demikian perang Salib pertama ini tidak

berhasil mengalahkan umat Islam yang membuat mereka

mempersiapkan pasukan berikutnya. Oleh sebab itu pada

pasukan berikutnya mereka betul-betul mempersiapkan

pasukan yang tangguh, terlatih dan terorganisir. Itu sebabnya

gerakan Salib kedua ini lebih tepat dikatakan merupakan

exspedisi militer yang berdisiplin, terorganisir rapi yang

dipimpin oleh Godfrey of Bonillon.

Hasilnya kemenangan dengan mudah dapat diperoleh

gerakan Salib kedua ini. Pasukan Godfrey menduduki kota

suci Palestina pada tanggal 7 Juni 1099 dan melakukan

pembantaian besar-besaran selama lebih kurang satu minggu

terhadap umat Islam tanpa membedakan laki-laki dan

perempuan, anak-anak dan orang dewasa, serta orang tua dan

orang muda. Disamping itu mereka membumihanguskan

bangunan-bangunan umat Islam di Yerussalem.

Sebelum pasukan ini menduduki Baitul Maqdis

mereka lebih dahulu merebut Anatolia Selatan, daerah Tarsus,

Antiopia, Aleppo, dan Ar-Ruha’ (Edessa), selain itu Tripoli,

Syiria dan Acre.

Kemenangan ini tidak dapat dilepaskan dari bantuan

kaisar Bizantium Alexius I Comninus, sebab seperti perjanjian

yang telah mereka sepakati bahwa Kaisar harus mensuplai

keperluan perang sebagai imbalan atas usaha perang Salib

dalam merebut wilayah yang dikuasai oleh pasukan Islam di

atas wilayah kekuasaan kaisar Bizantium Alexius I sebelumnya.

Sebagai akibat dari kemenangan tersbut, maka

berdirilah beberapa kerajaan Latin Kristen di Timur, Kerajaan

Yerussalem dengan rajanya Godfrey (1099  M). Kerajaan

Edessa dengan rajanya Baldewn (1098 M). Kerajaan Tripoli

dengan rajanya Raymond (1109 M) . Kerajaan Antiokia dengan

rajanya Bohemond.

Kekalahan pasukan Islam ini  disamping karena

kurangnya persiapan pasukan, juga sebab dipicu  Dinasti

Saljuk saat itu sedang mengalami perpecahan. Situasi semakin

bertambah parah sebab adanya pertentangan segi tiga antara

khalifah Fatimiah di Mesir, khalifah Abbasiyah di Baghdad,

dan Amir Umaiyah di Eropa yang memproklamirkan dirinya

sebagai khalifah di Eropa.364

4. Serangan Balik Islam dalam Perang Salib

Jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ketangan

pasukan Salib membangkitkan kesadaran kaum muslimin

untuk menghimpun kekuatan guna menghadapi mereka. Maka

di bawah komando Imaduddin Zanki gubernur Mossul, kaum

muslimin bergerak maju membendung serangan pasukan Salib

sampai mereka berhasil kembali merebut Aleppo dan Edessa

dari tangan orang Kristen pada tahun 1144 M. Sayang tidak

lama sesudah  itu Imaduddin Zanki wafat pada tahun 1146 M

sehingga posisinya digantikan oleh puteranya Nuruddin Zanki.

Di bawah pimpinan Nuruddin Zanki dia ingin

meneruskan cita-cita ayahnya untuk merebut dan

membebaskan negara-negara Islam di dunia Timur dari

cengkraman kaum Salib. Maka dia memimpin pasukan dan

berhasil membebaskan Damaskus atau Syam pada tahun 1147

M Antoikia (tahun 1149 M) dan Mesir pada tahun 1169 M.365

Pasukan Islam selanjutnya dipimpin oleh Salahuddin

al-Ayyubi atau saladin, dia berhasil membangkitkan semangat

umat Islam untuk memerangi kaum Salib sehingga dia pada

tahun 1175 M berhasil mendirikan Dinasti Ayyubiyah di Mesir

di atas reruntuhan dinasti Fatimiyah sebelumnya dan dapat

membebaskan Baitul Maqdis pada tanggal 2 Oktober 1187

sesudah  dikuasai oleh orang Kristen selama 88 tahun.

Selanjutnya Salahuddin Al-Ayyubi memberi ampunan

kepada orang-orang Kristen yang tinggal di kota itu. Hal itu

bertolak belakang dari sikap orang-orang Kristen pada waktu

merebut kota itu dahulu, mereka membantai penduduk

dengan tidak berpri kemanusiaan. Dengan jatuhnya

Yerussalem, maka lonceng gereja yang ada di Mesjid al-Aqsa

diganti dengan azan dan Salib emas yang terpancang di atas

gereja besar dalam kota itu diturunkan.366

Keberhasilan kaum muslimin meraih berbagai

kemenangan terutama sesudah  jatuhnya Yerussalem

membangkitkan kembali semangat kaum Salib untuk

mengirim Expedisi yang lebih kuat untuk memerangi umat

Islam. Mereka kembali mengirim expedisi yang dipimpin oleh

raja-raja Eropa yang besar yaitu frederik I Kaisar Jerman dan

Barbarosa, Richard I raja Inggeris dan Philip II raja Prancis.

Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M.

Ekspedi militer Salib yang ketiga ini di bagi menjadi

dua devisi. Sebagian menempuh jalan darat dan yang lain

menempuh jalur laut. Frederik yang memimpin devisi darat

tewas tenggelam dalam penyeberangannya di sungai Armenia

dekat kota ar-Ruha. Sebagian tentaranya kembali pulang

kecuali beberapa orang yang melanjutkan perjalanannya di

bawah putera Frederik.

Adapun devisi kedua yang menempuh jalur laut

bertemu di Sisilia, mereka berada disana sampai musim dingin

berlalu. Karena terjadi kesalah pahaman, akhirnya mereka

meninggalkan Sisilia secara terpisah. Richard menuju Cyprus

dan mendudukinya, kemudian melanjutkan perjalanannya ke

Syria.

Sedangkan Philip langsung ke Akka disana pasukannya

berhadapan dengan pasukan Salahuddin al-Ayubi. Tidak lama

kemudian pasukan Rhicard dating. Maka gabungan pasukan

Philip dan Richard melakukan pertempuran sengit dengan

pasukan Salahuddin al-Ayyubi. Mereka berhasil merebut

Akka yang kemudian di jadikan ibu kota kerajaan Latin di

sana namun mereka tidak berhasil memasuki Palestina.368

Adapun pasukan Salahuddin al-Ayyubi memilih

mundur dan pergi untuk mempertahankan Mesir. Pada

tanggal 2 November 1192 M dibuat perjanjian antara tentara

Salib dan pasukan Salahuddin al-Ayyubi yang di sebut dengan

perjanjian Sulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini 

dijelaskan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah

ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu. Dengan demikian

Mesir terbebas dari pasukan Salib. Tidak lama kemudian

sesudah  perjanjian itu disepakati Salahuddin al-Ayyubi wafat

pada bulan Februari 1193 M.

Dari yang dijelaskan diatas dapat di ketahui bahwa

pasukan Salib kali ke tiga tidak berhasil merebut Baitul Maqdis

dari tangan kaum muslimin. Demikian juga kota-kota lainnya

seperti Aleppo, Edessa, Syria, Antoikia, dan Mesir dan hanya

berhasil merebut kota Akka saja.

Adapun faktor kemenangan pasukan Salahuddin al-

Ayyubi yang berhasil mempertahankan kawasan yang direbut

dari tangan pasukan Salib dulu ditentukan oleh beberapa hal.

Pertama, keduduka sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai sultan

Dinasti Ayyubiyah sangat kuat sehingga dia berhasil

memotivasi warga untuk mendesak pasukan Salib. Hal ini

berbeda dengan keadaan umat Islam pada waktu diserang

pasukan Salib I gerakan kedua, disaat itu Dinasti Saljuk sedang

mengalami perpecahan, Dinasti Fatimiyah dalam keadaan

lumpuh di Mesir dan Daulah Abbasiyah mengalami

kemunduran di Baghdad. Situasi yang demikianlah yang

memicu pasukan Salib pertama menang dan dapat

berhasil merebut satu persatu daerah kekuasaan Islam.

Selain itu pada pihak pasukan Salib peperangan sudah

berlangsung lama yang membuat mereka jenuh berperang

akhirnya raja Inggeris Rhicard mengajukan perdamaian

kepada Salahuddin al-Ayyubi pada tahun 1192 M untuk

mengakhiri  perang.

5. Kesudahan Perang Salib

Tentara Salib pada periode ini dipimpin oleh Raja

Jerman Frederik II. Tujuan utama mereka untuk membebaskan

Baitul Maqdis sebelum mereka ke Palestina. Mereka berusaha

merebut Mesir lebih dahulu dengan harapan dapat bantuan

dari orang-orang Kristen Qibty pada tahun 1219 M.  Mereka

berhasil menduduki Dimyat. Raja Mesir dari Dinasti

Ayyubiyah saat itu yaitu  al-Malik al-Kamil membuat

perjanjian dengan raja Roderik II.

Adapun isi perjanjian itu, antara lain. Pertama, Frederik

II bersedia melepaskan Dimyat dan al-Malik al-Kamil

melepaskan Palestina. Kedua, Frederik II menjamin keamanan

di Palestina. Ketiga, Frederik II tidak mengirim bantuan kepada

Kristen di Syria.

Dalam perkembangan berikutnya Pelestina dapat di

rebut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1247 M dimasa

pemerintahan Malik al-Saleh, penguasa Mesir selanjutnya.

Ketika Dinasti Ayyubiyah berakhir di Mesir dan dikuasai oleh

kaum Mamalik pada saat itu Sultan Baybas dan Qalawun

sekaligus sebagai pimpinan perang. Mereka berhasil merebut

kembali kota Akka dari tangan orang Kristen pada tahun

1291 M.

Dengan demikian semua kota-kota yang pernah di

rebut dahulu oleh pasukan Salib, kini semua telah berhasil di

rebut kembali oleh kaum muslimin tanpa terkecuali. Oleh

sebab itu perang Salib telah berakhir pada tahun 1291 M

sesudah  berlangsung hampir dua abad lamanya.

Namun meskipun pihak Kristen Eropa menderita

kekalahan dalam perang Salib, namun mereka telah

mendapatkan hikmah yg sangat besar nilainya dari perang

Salib sebab mereka dapat bekenalan dengan peradaban Islam

yang sudah maju. Bahkan peradaban yang mereka peroleh

dari dunia Timur  memicu mereka bangkit yang disebut

dengan masa Renaisance di Barat.

Adapun peradaban Islam yang sudah maju yang

berhasil mereka bawa ke Barat dapat dirinci sebagai berikut;

yaitu bidang militer, seni, perindusterian, perdagangan,

kesehatan, astronomi dan kpribadian.

Dalam bidang militer dunia Barat menemukan

persenjataan dan tekhnik berberang yang belum pernah mereka

temukan sebelumnya di negaranya, seperti pemakaian bahan

peledak untuk melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan

menunggang kuda, serta membangkitkan semangat militer

dengan gendang dan rebana di medan perang.

Dalam bidang perindustrian mereka banyak

menemukan kain tenun sekaligus peralatan tenun di dunia Timur.

Untuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain dari Timur ke

Barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis kemenyan dan

getah kayu Arab yang dapat mengharumkan ruangan.

Dalam bidang pertanian mereka menemukan model

irigasi yang praktis dan jenis tumbuhan serta buah-buahan

yang beraneka ragam.

Dalam bidang perdagangan mereka melakukan

hubungan dagang dengan dunia timur yang memaksa mereka

memakai  mata uang sebagai alat tukar. Pada hal

sebelumnya mereka memakai  sistem barter.

Dalam bidang astronomi mempengaruhi lahirnya

berbagai observatorium di Barat. Dalam bidang kesehatan

mereka berhasil membawa dan menerjemahkan berulang kali

ke berbagai bahasa yang ada di Eropa karya Ibnu Sina yang

berjudul al-Syifa tentang ilmu kedokteran yang dijadikan rujukan

di berbagai Universitas yang ada di Eropa sampai sekarang ini.

Dan yang tidak kurang pentingnya yaitu  sikap dan

kpribadian umat Islam di dunia Timur pada waktu itu telah

memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan

di Eropa yang sebelumnya tidak mendapat perhatian.

Dengan demikian baik yang menyangkut mental

maupun pisik melalui perang Salib, orang barat menemukan

nilai yang sangat berharga dari dunia Timur yang membuat

mereka bangkit di Eropa kemudian.

Sebaliknya apa yang di peroleh Islam dari perang Salib.

Apalah yang di harapkan dari penjahat, perampok, dan

pembunuh kecuali dekandensi moral. Karena waktu pasukan

pasukan Salib datang ke dunia Timur  sekaligus mereka

membawa pelacur dari Eropa yang menyertai mereka dalam

peperangan. Maka perang Salib menghabiskan asset kekayaan

dan putera terbaik dunia Islam.

Akibatnya memerlukan waktu yang lama untuk

memulihkannya kembali. Akibat lain kemiskinan menimpa

dunia Islam. Karena seluruh kekayaan negara habis

dialokasikan untuk biaya dan kepentingan perang.

Demikianlah akhir dari perang Salib yang telah memporak-

porandakan sendi-sendi kekuatan Islam di dunia Timur dan

melahirkan renaisance di dunia Barat.


SEJARAH TURKI USMANI

Belum lengkap rasanya membaca sejarah peradaban

Islam, sebelum membaca sejarah Daulah Turki Usmani karena

Daulah inilah satu-satunya di antara sekian banyak Daulah

yang ada dalam Islam yang berhasil menaklukkan

Konstantinopel walaupun sudah banyak Daulah yang

berusaha menaklukkannya sebelumnya.

Memang setiap Daulah Islam memiliki peranan

yang berbeda-beda dalam sumbangan yang mereka berikan

kepada dunia Islam, Jika Daulah Umayyah Siria berhasil

memberikan wilayah territorial yang sangat luas kepada dunia

Islam, mulai dari Persia, Indus di bangian timur sampai ke

Afrika, Eropa Barat di bagian barat sehingga mereka disebut

negara Adi Kuasa saat  itu.

Maka Daulah Abbaisyah di Baghdad, Daulah

Umayyah II di Cordova, Daulah Fatimiyah dan Daulah

Mamalik di Mesir mereka berlomba untuk memajukan ilmu

pengetahuan dan peradaban sehingga mereka berhasil

memberikan sumbangan kepada dunia Islam dalam bidang

kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban.

Selanjutnya Turki Usmani kembali menyumbangkan

wilayah yang cukup luas bagi dunia Islam, mereka berhasil

melakukan ekspansi Islam ke Eropa Timur. Bahkan mereka

yaitu  satu-satunya yang berhasil menaklukkan

Konstantinopel yang menjadi ibu kota Kerajaan Romawi itu

oleh Sultan Muhammad Al-Fatih (Sang Penakluk) pada tahun

1453 M. Maka dengan dikuasainya Konstantinopel itu pintu

ekspansi ke Eropa semakin menjadi sukses dan terbuka.

Puncak kejayaan Turki Usmani dalam memperluas

wilayah ekspansi yaitu  di tangan Sultan Sulaiman I (1520-

1566) yang terkenal dengan sebutan Sulaiman Agung dan

Sulaiman Al-Qanun. Di bawah pemerintahannya wilayah

kekuasaan Turki Usmani meliputi; Afrika Utara, Mesir, HIjaz,

Irak, Armenia, Asia Kecil, Balkan, Yunani, Bosnia, Bulgaria,

Hongaria, Rumania sampai ke batas sungai Danube; dengan

tiga lautan, yaitu Laut Merah, Laut Tengah dan Laut Hitam.

Itulah gambaran luasnya wilayah kekuasaan Turki

Usmani yang dimulai dari Asia, Afrika sampai ke Eropa Timur

berbatasan dengan tiga lautan yang telah mereka sumbangkan

ke dunia Islam, sehingga Turki Usmani yaitu  Daulah yang

paling besar dan yang paling lama berdiri dibanding Daulah-

Daulah Islam lainnya.

2. Pembentukan Pemerintahan

Pendiri Daulah ini yaitu  bangsa Turki dari suku

Oghuz yang mendiami wilayah Mongol. Mereka masuk Islam

sekitar abad kesembilan atau kesepuluh. Ketika mereka

pindah ke Asia Tengah berada di bawah tekanan serangan-

serangan Mongol pada abad ke-13 M. sehingga mereka

melarikan diri dan mencari tempat pengungsian, mereka

kemudian menetap di tengah-tengah saudara-saudara mereka

dari Turki Saljuk di dataran tinggi Asia Kecil.375

Di Asia Kecil di bawah pimpinan Arthogol mereka

mengabdikan diri kepada Sultan Alaiddin II yang saat  itu

sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan

mereka, Sultan Alaiddin mendapat kemenangan, maka atas

jasa baik mereka itu, Sultan Alaiddin menghadiahkan

sebidang tanah kepada mereka di Asia Kecil dekat Bizantium.

Sejak itu mereka terus membina dan membangun wilayah

barunya dan memilih kota Syukud  sebagai ibu kotanya .376

Arthogol meninggal dunia tahun 1289 M

kepemimpinannya dilanjutkan oleh anaknya Usman ibn

Arthogol. Usman memerintah antara tahun 1290-1326 M, dia

juga banyak berhasil membantu Sultan Alaiddin II, seperti

keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang

berdekatan dengan kota Broessa. Pada tahun 699 H/1300 M,

bangsa Mongol menyerang Daulah Turki Saljuk dan Sultan

Alaiddin terbunuh, maka Usman pun menyatakan

kemerdekaannya dan berkuasa penuh atas daerah-daerah

yang didudukinya. Sejak saat inilah Daulah Turki Usmani

resmi berdiri di Asia Kecil dengan Sultan pertamanya Usman

I.377  Semenjak Usman menyatakan dirinya sebagai raja besar

Daulah Usmani pada tahun 699 H/1300 M di daerah  ini ,

maka  Sultan mengirim surat kepada Raja-raja tetangganya;

kepada mereka diberi kesempatan memilih satu di antara tiga,;

pertama, masuk Islam, kedua, membayar upeti, dan ketiga,

perang. Segera sesudah  itu, di antara Raja-raja ini  ada

langsung tunduk dan bergabung dengannya, sehingga

wilayahnya bertambah luas.

Selanjutnya Sultan Usman I melakukan perluasan

wilayah, pertama-tama ia menyerang daerah perbatasan

Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M

kemudian pada tahun 1326 M dijadikannya sebagai ibu kota

Daulah Turki Usmani.

Usman I meninggal dunia tahun 1326 M, Sultan Turki

Usmani digantikan oleh Orkhan (1326-1359 M), pada masa

pemerintahannya, Daulah Turki Usmani dapat menaklukkan

Azmir (Smirna) pada tahun 1327 M, Thawasyanli (1330 M),

Iskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Gallipoli (3156 M).

Daerah ini yaitu  bagian dari benua Eropa yang pertama kali

ditaklukkan Daulah Turki Usmani.378

Perluasan wilayah semakin dikembangkan lagi saat 

Murad I, pengganti Orkhan berkuasa (1359-1389 M), selain

dia dapat memantapkan keamanan dalam negeri, ia juga

melakukan perluasan daerah ke Benua Eropa. Ia dapat

menaklukkan Adrianopel – yang kemudian dijadikannya

sebagai ibu kota Daulah yang baru -.Mecedonia, Sopia (ibu

kota Remulia), Salonia, dan seluruh wilayah bagian utara

Yunani.

Dengan ditaklukkannya kota-kota ini  Daulah

Turki Usmani telah memegang “kunci lalulintas” yang

menghubungkan kerajaan-kerajaan Serbia, Bulgaria dengan

Bizantium di Konstantinopel, Oleh sebab itu, bagi Kaisar

tidak ada pilihan lain kecuali mengakui eksistensi Daulah

Turki Usmani di Eropa dan menyatakan bersahabat dengan

Sultan ini .

Melihat kenyataan itu, timbullah kecemasan Kerajaan-

kerajaan Balkan.380 Oleh sebab itu mereka meminta bantuan

Paus Urban V agar sudi menjadi perantara meminta bantuan

raja-raja Eropa Barat supaya sama-sama membendung

gelombang kekuatan Islam ini. Paus pun memenuhi

permintaan mereka dengan mengirim surat-surat khusus

kepada Raja-raja Eropa Barat ini .

namun  belum lagi bala bantuan yang diharapkan tiba,

Orokh V Raja Serbia tidak sabar menunggu dan melancarkan

serangan, maka pecahlah peperangan di Maritza. Pada

pertempuran ini Raja Serbia yang dibantu oleh Raja Bosnia

menderita kekalahan berat, sehingga Balkan pun masuk ke

dalam wilayah kekuasaan Sultan Murad I.

Kemudian Paus Urban V mengobarkan semangat

perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan

untuk memukul mundur tentara Turki Usmani. Pasukan ini

dipimpin oleh Sijisman, raja Hongaria, namun Bayazid

pengganti Murad I dapat menghancurkan pasukan sekutu

Kristen Eropa ini . Peristiwa ini merupakan catatan sejarah

yang amat gemilang bagi umat Islam di tangan Turki Usmani.

Perlu dijelaskan disini bahwa daerah-daerah taklukan

ini tidak pernah dipaksa masuk Islam. Kepemimpinan

pemerintahan pun tetap mereka pegang, yang ada hanya

mereka diharuskan membayar pajak jizyah. Keadaan seperti

ini sering dimanfa’atkan mereka mengadakan perlawanan dan

meminta pembebasan kembali. Sehingga Sultan selanjutnya

terpaksa menyerang kembali wilayah-wilayah yang sama.

Kesuksesan Sultan Murad I di Eropa itu diiringi pula

kesuksesannya melakukan penaklukan di Asia. Kerajaan

Karman (pecahan dari kerajaan Ilkhan) ditaklukkan. Suatu hal

penting yng dilakukan Sultan Murad I ialah memilih pemuda-

pemuda Kristen sesudah  masuk Islam dididik menjadi militer,

sehingga lahirlah tentara elit Turki yang diberi nama dengan

“Yenisari”. 

Bayazid I menggantikan ayahnya menjadi Sultan

dalam usia 34 tahun. Pada masa kekuasaannya (1389-1403 M)

serangan-serangan perluasan wilayah terus dilanjutkannya,

ia merebut Kossova pada tahun pertama pemerintahannya

(1389 M) Stephen Raja Lazar terpaksa meminta perdamaian

dan menyatakan diri bergabung dengan Sultan dan siap sedia

membayar upeti.

Tahun 1393 M Bayazid  mengirim pasukan di bawah

komando anaknya Sulaiman untuk menyerang Bulgaria.

Setelah mengepung selama tiga minggu, Trinova berhasil

direbut Rajanya Sisman melarikan diri maka tumbanglah

kerajaannya disertai rakyatnya   banyak yang masuk Islam.

Tidak lama kemudian kota-kota Nicopolia, Weddes dan

Silistria ikut tunduk pula, sehingga pintu memasuki Hongaria

sudah terbuka lebar, namun mereka tidak melanjutkan

penyerangan namun pulang kembali ke Adrianopel karena

kelelahan dalam pertempuran-pertempuran terdahulu.

Ketika Bayazid mempersiapkan ekspansi ke

Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin oleh Timur

Lank hendak melakukan penyerangan ke Asia Kecil. Bayazid

tidak dapat menguasai dirinya, bukan main murkanya demi

mendengar tantangan dari Timur Lank ini , sehingga dia

tidak memperhitungkan keseimbangan pasukan lagi. Dia

hanya membawa 120.000 tentara, sedangkan Timur Lank

membawa 800.000 tentara.

Pertempuran hebat terjadi di Ankara pada tahun 1402

M, namun baru saja mulai pertempuran, tiba-tiba serdadu

bangsa Tar-tar yang ada di barisan Bayazid berpihak kepada

Timur Lank. Maka bagaimanapun Bayazid gagahnya, tapi

dalam petempuran yang tidak seimbang pasukannya menjadi

kucar-kacir dan dia bersama anaknya Musa tertawan dan

wafat dalam tawanan setahun kemudian (1403 M).383

Mendengar Bayazid tertawan, maka Raja-raja Eropa

mengucapkan selamat atas kemenangan Timur Lank

mengalahkan Bayazid. Hal ini menunjukkan betapa Bayazid

si Penakluk Eropa Timur itu ditakuti musuh-musuhnya, hanya

sebab pandang enteng pada Timur Lank, dia mengalami

kekalahan.

 Karena kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa

akibat buruk bagi Daulah   Turki Usmani. Penguasa-penguasa

Turki Saljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari gemgaman

Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga

memproklamirkan kemerdekaan. Dalam pada itu putera-

putera Bayazid saling berebut kekuasaan sebab belum ada

yang dipersiapkan Bayazid menjadi Sultan sesudahnya.

Daulah Turki Usmani, saat ini, mengalami kevacuman

kekuasaan.

Suasana buruk ini baru berakhir sesudah  Sultan

Muhammad I (1403-1421 M) dapat mengatasinya. Dia bekerja

keras menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan

dan kekuasaan seperti sediakala. Muhammad I dapat

menguasai kembali wilayah-wilayah kekuasaan Turki Usmani

selama lebih kurang sepuluh tahun. Hal ini sangat

mencengangkan Kerajaan-kerajaan Kristen Eropa sebab

sumber ancaman yang dulu telah mereka anggap lenyap tiba-

tiba muncul kembali.

Setelah Timur Lank meninggal tahun 1405 M

kesultanan Mongol terpecah belah dan dibagi-bagi kepada

putera-puteranya yang satu sama lainnya saling berselisih.

Kondisi seperti ini dimanfaatkan Turki Usmani melepaskan

diri dari kekuasaan Mongol. Maka usaha Muhammad I yang

telah berhasil meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri

dilanjutkan oleh anaknya Sultan Murad II (1421-1451 M)

sehingga suasana yang kondusif  telah dapat diawariskan

kepada anaknya Muhammad II.

3. Masa Kejayaan Pemerintahan

Masa puncak kejayaan Turki Usmani ada pada tiga

orang Sultan, yaitu Sultan Muhammad II (1451-1484 M)

bergelar “Al-Fatih” Sang Penakluk”. Dia dapat mengalahkan

Bizantium dan menaklukkan Kontantinopel yang sudah

direncanakan dulu oleh Sultan Bayazid. anaknya Sultan Salim


I (1512-1520 M) dan Sultan Sulaiman I Al-Qanun (1520-1566

M).

3.1. Sultan Muhammad II (1451-1484 M)

Kekuasaan Daulah Usmani yang sedemikian luas di

Asia Kecil dan Eropa Timur tidak dapat kokoh sebelum

Konstantinopel ditaklukkan. Oleh sebab itu menaklukkan

Konstatinopel suatu keniscayaan yang tidak dapat di tawar-

tawar,  sebab urusan hidup matinya Daulah Turki Usmani

terletak pada keberhasilan mereka menaklukkan

Konstatinopel.

Oleh sebab itu semangat untuk menaklukkan

Konstatinopel dikobarkan terus secara turun temurun dari

satu generasi ke generasi berikutnya, sebab mereka tengingat

akan takbir yang diucapkan Nabi Muhammad Saw. saat 

cahaya memancar dari linggisnya saat  kena batu sewaktu

menggali parit dalam perang khandak. Hal itu menjadi satu

keyakinan yang kuat bagi mereka bahwa Konstatinopel pada

suatu saat  kelak pasti akan dapat ditaklukkan.385

Maka, berdasarkan keyakinan ini , menaklukkan

Konstatinopel bukan saja menyangkut urusan negara namun juga

menyangkut jihat yang kelak akan mendapat bantuan dari Allah

Swt, dan mereka pun rela mati untuk perang ini .

Usaha menaklukkan Konstantinopel sudah dimulai

sejak Muawiyah I berkuasa. Dia mengerahkan angkatan laut

385 Tingginya minat kaum muslimin menaklukkan Konstantinopel termotivasi

oleh Hadits Rasulullah yang menyatakan, “Pastilah kelak kamu akan

menaklukkan Konstantinopel, maka sebaik-baik Amir yaitu  Amir yang

memimpin penaklukkan itu, dan sebaik-baik tentara yaitu  tentaranya”. Pada

masa Umar ibn Khattab kerajaan Persia sudah ditaklukkan. Belum lengkap

ekspansi Islam sebelum ibu kota Romawi dapat ditaklukkan pula. 

di bawah pimpinan puteranya Yazid merebut kota itu (668-

669) namun  usahanya gagal sebab pertahanan kota yang

kokoh dan mereka dari pihak musuh sudah memakai 

meriam Yunani.

Taktik yang dilakukan Muhammad II dalam

menaklukkan Konstantinopel berbeda dengan yang dilakukan

Sultan-sultan sebelumnya. Jauh hari sebelum melakukan

penaklukkan, Sultan Muhammad II terlebih dahulu

membangun sebuah benteng yang tinggi yang diberi nama

Runli Hisar. Benteng ini berada di seberang selat Borporus,

dekat konstatinopel. Kaisar Yunani mengirimkan utusan untuk

menyampaikan protes kepada Sultan Muhammad II. namun 

Sultan Muhammad II  mengancam Kaisar dengan hukuman

mati, sehingga Kaisar Yunani tidak berhasil menghentikan

pembangunan benteng ini .

Fungsi benteng ini yaitu  sebagai tempat

mengumpulkan persediaan perang untuk menyerang

Konstatinopel. Pembangunan benteng ini  memakan

waktu selama tiga bulan. Nilai strategis dari pembangunan

benteng itu sangat tinggi sebab dengan di bangunnya benteng

ini , Konstatinopel tidak mungkin lagi mendapat

bantuan, baik peralatan perang, persediaan senjata, maupun

bahan logistik lainnya dari Laut Hitam.

Pembangunan benteng itu sudah diperhitungkan

secara matang dan terencana sebab pengepungan

Konstatinopel akan menyedot tenaga yang besar, rencana yang

matang, persenjataan yang lengkap dan tidak boleh gegabah.

Untuk itu sebelum penyerangan dilakukan, Sultan

bersama-sama dengan para pengiringnya mengelilingi parit

pertahanan Konstatinopel untuk menganalisa segi kekuatan

dan segi kelemahan lawan untuk mencarikan cara yang tepat

mengatasinya.

Pada sisi lain, Kaisar untuk kedua kalinya berusaha

untuk membujuk Sultan agar dapat mengurungkan niatnya

menyerang Konstantinopel, namun Sultan menjawab;  “Kalau

Kaisar tidak suka berperang lebih baik menyerahkan

konstatinopel saja ”. Jika Kaisar mau menyerahkan

Konstatinopel, maka Sultan akan menjamin keselamatannya,

akan namun tawaran ini  tidak dapat diterima Kaisar.

Kemudian Kaisar mencari jalan lain yaitu berusaha

untuk meminta bantuan   kepada kerajaan-kerajaan Kristen di

Eropa dan permintaan yang sama juga disampaikan kepada

Paus di Roma Itali agar dapat membantu Kaisar menyerang

Sultan, akan namun bantuan yang diharapkan ini  tidak

kunjung datang.

Adapun yang menjadi penyebab tidak datangnya

bantuan kepada Kaisar sebab sebagian dari kerajaan-kerajaan

Eropa itu sudah terlanjur menandatangani perjanjian dengan

Sultan agar tidak saling menyerang. Sementara dari Roma

tidak datang bantuan sebab ada  masalah mendasar

mengenai paham keagamaan antara Roma Katolik di bawah

pimpinan Paus yang berpusat di Roma dengan paham

Ortodok yang berpusat di Konstatinopel sendiri yang

memicu  tidak akan mungkin lagi menyatukan kedua

gereja ini . Hal inilah yang membuat Paus di Roma tidak

merasa terpanggil membantu Konstatinopel.

Sultan Muhammad II melakukan penyerangan ke

Konstatinopel melalui Selat Borporus, sementara Selat itu

dipagari dengan ranta-rantai dan ranjau oleh pihak Kaisar,

sehingga tidak bisa dilalui oleh kapal-kapal. Oleh sebab itu,

Sultan memerintahkan pemindahan kapal-kapal melalui

daratan. Langkah yang ditempuh Sultan nampaknya sebagai

taktik yang bersifat terror mental sebab sesudah  siang hari

penduduk Konstantinopel dapat melihat musuh dari atas

bentengnya bahwa ranjau mereka dapat di lewati tentara

Islam.

Akhirnya pada tanggal 29 Mei 1453 M, di Subuh hari

penyerbuan terakhir di lakukan, meriam berhasil membobol

dinding tembok sehingga mereka dapat masuk menyerbu ke

dalam, maka Kaisar terbunuh, konstatinopel jatuh, tentara

Islam menang menaklukkan Konstatinopel ini . Dengan

jatuhnya Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat

kerajaan Bizantium, maka akan lebih mudahlah arus ekspansi

Daulah Turki Usmani ke Benua Eropa.

Maka berakhirlah penyerbuan yang sangat dramatis

dan mendebarkan ini  sehingga Sultan Muhammad II

berharak mendapat gelar “al-Fatih” artinya Sang Penakluk.

Adapun yang menjadi faktor keberhasilan Sultan Muhammad

I menaklukkan Konstatinopel ditentukan oleh perencanaan

yang matang, strategis yang jitu, penuh perhitungan dan yang

tidak kalah pentingnya sebab dia membangun benteng

pertahanan didekatnya sebagai tempat penyimpanan

perbekalan, persenjaan dengan cara itu tidak akan terjadi

kelangkaan peralatan dan perbekalan.

Kemudian secara eksternal Kaisar Romawi tidak

mendapat dukungan lagi dari raja-raja Eropa dan Paus yang

berkedudukan di Roma dalam melawan Sultan Muhammad

Al-Fatih, sehingga faktor ini menjadi kunci keberhasilan Sultan

Muhammad II melawan kaisar.

Tindakan strategis yang dilakukan Sultan Muhammad

II sesudah  menaklukkan Konstantinopel yaitu  memindahkan

pusat pemerintahan atau ibu kota Daulah Turki Usmani dari

Adrianopel ke  konstinopel sesudah  mengadakan perbaikan-

perbaikan yang rusak akibat perang.

Perpindahan pusat kekuasaan kali ini merupakan yang

ketiga kali dalam sejarah Daulah Turki Usmani. Masa Sultan

Usman I berada di Asia Kecil pindah ke Broessa pada masa

Sultan Orkhan, kemudian pindah ke Adrianopel pada masa

Sultan Murad I dan sekarang pindah ke Konstantinopel pada

masa Muhammad Al-Fatih ini, kota ini letaknya strategis dan

kelak berganti nama dengan Istambul.

Dari pusat kekuasaan Turki Usmani ini, Sultan

Muhammad II mengatur rencana besarnya  menaklukkan

Eropa. Maka pada tahun 1458-1460 M dia menaklukkan

kerajaan Serbia, Bosnia dan Morea untuk kedua kalinya dan

kali ini mereka diwajibkan Sultan membayar upeti kepada

Daulah Turki Usmani.

Jika selama ini perhatian Sultan-Sultan hanya tertuju

pada bidang keamanan dan ekspansi wilayah saja, maka pada

masa Muhammad II ini mulai ada perhatian pada  bidang

lain, yaitu Gereja Aya Sofia dimodifikasi dan disulap menjadi

Masjid. Kemudian sebuah Masjid baru yang lain dibangunnya

pula, namanya “Masjid Jami’ Muhammad Al-Fatih”  atas

bantuan seorang arsitektur Yunani yang bernama Christodulos.

Dia juga membangun sekolah-sekolah, pemandian, dapur

umum, rumah sakit dan panti-panti sosial. Selain itu, dia juga

membangun sebuah masjid di dekat makam Abu Ayyub Al-

Anshori yang tewas dalam penyerangan pertama ke

Konstantinopel pada tahun 678 M.

Akhinya, dalam usia 51 tahun Muhammad Al-Fatih

pun meninggal dunia dan dia dimakamkan di dekat masjid

megah yang dibangunnya di Konstantinopel atau Istambul,

dia digantikan oleh anaknya Sultan Salim I (1512-1520 M).

3.2. Sultan Salim I (1512-1520 M)

Periode Sultan Sultan Salim I ini yaitu  periode

peralihan dari kesultanan ke kekhalifahan. Selain itu, dia pun

mengalihkan perhatian ekspansinya dari dunia Barat   ke dunia

Timur dengan menaklukkan Persia, Syria dan Daulah

Mamalik di Mesir.386 Di Mesir, saat  menaklukkan Daulah

Mamalik Sultan Salim I meminta kepada khalifah Abbasiyah

agar menyerahkan kekhalifahan kepadanya.

Sebenarnya dia sebagai Sultan Turki Usmani tidak

perlu meminta kekhalifahan itu kepada khalifah Abbasiyah,

sebab sebelum itu, Daulah Fatimiyah pun di Mesir sudah

memakai gelar khalifah, demikian juga Daulah Umayyah di

Spanyol Abdurrahman An-Nasir juga sudah memakai gelar

khalifah, sekarang ditambah Daulah Turki Usmani memakai

gelar khalifah.

Kalau para pendahulunya lebih memusatkan perhatian

mereka melakukan ekspansi ke Benua Eropa, maka pada

masanya perhatian lebih diarahkan ke dunia Timur. Persia

mulai diserangnya dan dalam peperangan ini  Syah Ismail

dari Daulah Safawiyah dipukul mundur dalam pertempuran

yang terjadi di lembah Chaldiran terletak  di antara danau

Urmia dan Tabriz, tanggal 23 Agustus 1514 M.

Serangan dilanjutkannya ke Syria, Aleppo dan berhasil

direbutnya, dari sini Sultan Salim melanjutkan penyerangan

ke Mesir di bawah kekuasaan Daulah Mamalik dan dapat

dikalahkannya, kemudian Cairo jatuh pada tahun 21 Januari

1517 M dan Sultan Salim mengumumkan bahwa dirinya

sebagai khalifah.

Akhirnya sebab penyakit yang dideritanya dia wafat

pada tanggal 2 September 1520 dalam suatu perjalanan pulang

dari Istambul menuju Adrianopel, dia digantikan oleh

puteranya Sulaiman.


3.3. Sultan Sulaiman I AlQanun (1520-1566 M)

Sulaiman yang menggantikan ayahnya baerhasil

membawa Daulah Turki Usmani ini ke puncak klimaks

perkembangannya. Dia mengarahkan ekspansinya bukan

hanya ke dunia Barat namun juga ke dunia Timur sekaligus

dan seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Usmani

menggoda hatinya untuk dibersihkan.

Sulaiman berhasil menundukkan Irak, Belgrado,

Pulau Rodhes, Tunis,  Syria, Hijaz dan Yaman pada tahun

1529 M. Dengan demikian, pada masanya luas wilayah

kekuasaan Turki Usmani mencapai klimaksnya, hal itu

mencakup dari Asia Kecil, Irak, Armenia, Syria, Hijaz dan

Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di Afrika;

dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan

Rumania di Eropa.388

Memang kemajuan Turki Usmani di bidang militer

sangat luar biasa, tidak tertandingi oleh Daulah manapun,

namun bukan itu saja diikuti pula kemajuan di bidang lain, di

antaranya yang terpenting sebagai berikut.

3.4. Kemajuan Bidang Militer

Para Sultan Daulah Usmani yang pertama yaitu 

orang-orang yang kuat, sehingga mereka dapat melakukan

ekspansi dengan cepat dan wilayah yang sangat luas. Hal tentu

sebab didukung, antara lain, faktor militer yang kuat dan

tangguh. Mereka memiliki kekuatan militer yang pemberani,

tangguh, trampil yang sanggup bertempur kapan saja dan

dimana saja.


Untuk pertama kali dalam Islam kekuatan militer

diorganisir dengan baik dan teratur, terutama saat  terjadi

kontak senjata dengan Eropa mereka memiliki tentara yang

sudah terorganisasi dengan baik. Pembaharuan dalam

tubuh militer oleh Sultan ke-2 Orkhan tidak hanya dalam

mutasi militer, namun juga anak-anak Kristen Eropa yang

sudah masuk Islam diasramakan dan dibimbing dalam

suasana Islam yang kelak akan dijadikan prajurit. Hal ini

sangat menguntungkan sehingga terbentuklah militer yang

baru dalam tubuh Daulah Turki Usmani yang disebut

“Yenisseri”.

Di samping Yenisari ada lagi pasukan militer Turki

Usmani dari tentara kaum foedal yang dikirim kepada

pemerintah pusat. Pasukan ini disebut pasukan militer

“Thajiah”. Angkatan laut pun dibenahi sebab sangat

diperlukan dalam ekspansi.

4. Masa Kemunduran

Masa kemerosotan Turki Usmani dimulai dari krisis

suksesi sepeninggal Sultan Sulaiman pada 1566 M. sampai

sebelum Turki menjadi Republik 1923 M di tangan Mustafa

kamal At-Taturuk, tercatat 27 Sultan tidak ada lagi yang dapat

diandalkan. Tentu kemewahan hidup dalam Istana telah

merusak mental anak-anak Sultan ini .

Sultan Salim II (1566-1573 M) pengganti Sultan

Sulaiman terjadi peperangan antara angkatan laut Turki

Usmani dengan angkatan laut Spanyol di selat Liponto

(Yunani). Dalam pertempuran itu, Turki Usmani mengalami

kekalahan sehingga Tunisia dapat direbut musuh. Di masa

Sultan Murad III (1574-1595 M) walau Sultan Murad III

berkepribadian jelek dan suka memperturutkan hawa nafsu,

namun Tunisia dapat direbut kembali, dan juga menguasai Tiflis

di Laut Hitam (1577 M) dan mengalahkan gubernur Bosnia

pada tahun 1593 M.389

 Akibat moral Sultan Murad II yang jelek timbul

kekacauan dalam negeri, ditambah lagi dengan tampilnya

Sultan Muhammad III (1595-1603 M) yang bermoral lebih jelek

dari Murad II. Dalam situasi gawat begini, Austria berhasil

memukul Turki Usmani. Di luar negeri, kejayaan Turki Usmani

di mata orang-orang Eropa sudah memudar. Di dalam negeri

timbul pemberontakan-pemberontakan, seperti di Syria di

bawah pimpinan Kurdi Jumblad; di Lobanon di bawah

pimpinan Amir Fakhruddin. Dengan negara-negara tetangga

terjadi peperangan, seperti dengan kerajaan Persia di bawah

pimpinan Syah Abbas. Bahkan tentara elit kebanggaan dan

andalan Turki Usmani ikut memberontak sebab tidak

memdapat perhatian serius dari pemerintah.

Dalam pada itu, dalam rentang waktu yang sudah

sangat panjang Daulah Turki Usmani memerintah di Eropa

sudah mulai timbul negara-negara yang kuat. Demikian juga

Rusia di bawah Peter Yang Agung telan menjadi negara yang

maju, sehingga daerah Turki Usmani di Eropa satu persatu

membebaskan diri dari kekuasaan Daulah Turki Usmani,

seperti Yunani memproklamirkan kemerdekaannya kembali

1829 M, demikian juga Rumania lepas 1856 M.

Maka Daulah Turki Usmani yang sudah pernah jaya

dan malang melintang di berbagai pertempuran baik di Timut

maupun Barat, kini mendapat julukan “the sick man of

Europe” yang tinggal menunggu detik-detik kematiannya. 


Banyak faktor yang memicu kehancuran Turki

Usmani ini, di antaranya, wilayah kekuasaannya yang luas, rumit

menyusun administrasi negara, sehingga administrasi negara

Turki Usmani tidak beres, sementara penguasanya sangat

berambisi memperluas wilayah, ikut perang terus menerus,

akibatnya tidak ada waktu lagi mengurus administrasi negara.

Faktor kedua, heterogenitas penduduk, menguasai

wilayah yang luas, tentu juga mengurus penduduk  yang beragam

etnis, agama maupun adat istiadat; Asia, Afrika, Eropa. Untuk

mengurus penduduk yang beragam dalam wilayah yang luas

mesti dengan organisasi pemerintahan yang teratur, tanpa

didukung oleh administrasi yang baik, maka pemerintah

menanggung beban yang berat, dari sinilah kekacauan itu muncul.

Faktor ketiga, kelemahan para penguasa, sepeninggal

Sulaiman, Turki Usmani diperintah oleh Sultan-Sultan yang

lemah yang tidak dapat mengatur pemerintahan negara,

akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu

dibiarkan terus dan tidak pernah diatasi secara sempurna,

maka semakin lama semakin parah sampai jatuh sakit di Eropa

dan tidak ada yang mampu lagi menyembuhkannya.



SEJARAH DAULAH SAFAWIYAH DI PERSIA

1. Pembentukan Pemerintahan

Daulah safawiyah (1501-1736 M) berasal dari sebuah

gerakan tarekat yang bwrdiri di Ardabil, sebuah kota di

Azerbaijan, Iran. 391 Oleh sebab itu, Daulah ini dapat dianggap

sebagai peletak pertama dasar terbentuknya negara Iran

sekarang.392

Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah didirikan

pada waktu yang hampir bersamaan dengan Daulah Turki

Usmani di Asia Kecil. Nama Safawiyah diambil dari nama

pendirinya Safi al-Din (1252-1334 M), nama ini  tetap

dipertahankan sampai   tarekat ini berubah menjadi gerakan

politik, bahkan menjadi nama bagi Daulah yang mereka

dirikan, yaitu Daulah Safawiyah.

Safi al-Din yaitu  seorang yang kaya dan memilih sufi

sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan Imam Syi’ah yang



keenam Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syekh Taju al-Din

Ibrahim Zahiri (1216-1301 M) yang dikenal dengan panggilan

Zahid al-Gilani. Karena prestasi dan ketekunannya dalam

kehidupan tasawuf diambil menantu oleh gurunya ini .393

Setelah guru sekaligus mertuanya wafat 1301 M ia

mendirikan tarekat Safawiyah, pengikut tarekat ini sangat

teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tarekat

Safawiyah ini bertujuan memerangi orang yang ingkar dan

orang yang mereka sebut ahlul bid’ah. Keberadaan tarekat ini

semakin penting sesudah  berubah dari tarekat kecil yang

bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar artinya

di Persia, Syria dan Anatolia. Di daerah di luar Ardabil, Saf

al-Din menempatkan wakilnya yang memimpin murid-

muridnya yang diberi gelar “kalifah”. 

Dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama murid-

murid tarekat ini berubah menjadi tentara-tentara yang teratur,

fanatik dalam kepercayaan mazhab Syi’ah dan menentang

setiap orang yang tidak bermazhab Syi’ah. Gerakan Safawiyah

selanjutnya bertambah luas dan berkembang sehingga yang

pada mulanya hanya gerakan keagamaan saja berkembang dan

bertambah menjadi gerakan politik.

Gerakan kepemimpinan Safawiyah selanjutnya berada

di tangan Ismail yang saat itu masih berusia tujuh tahun. Dia

bersama pasukannya bermarkas di Gillan selama lima tahun

mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan

dengan pengikutnya yang berada di Azerbaijan, Syria dan

Anatolia.395 Pasukan yang dipersiapkan itu diberi nama

“pasukan Qizilbash”.


Di bawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M

pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK. Koyunlu

di Sharur dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha

memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Koyunlu

dan berhasil merebut dan mendudukinya. Di kota ini, pada

tahun 1501 M.,  Ismail memproklamirkan berdirinya Daulah

Safawiyah dan dirinya sebagai raja pertama dengan ibu

kotanya Tabriz. 

  Maka dapat dilihat bahwa dalam tubuh organisasi

safawiyah terjadi perubahan seiring dengan adanya

pergantian jabatan. Pada mulanya hanya sebuah organisasi

yang mengorganisir anggotanya untuk meniti jalan hidup

yang murni di bidang tasawuf. Kemudian berubah menjadi

gerakan keagamaan yang sangat berpengaruh di Persia.

Selanjutnya di tangan Ismail, telah berubah pula ke arah

gerakan politik yang beroreintasi kepada kekuasaan.

Demikianlah sejarah lahirnya Daulah Safawiyah yang

pada mulanya merupakan suatu aliran yang bersifat

keagamaan berfaham Syi’ah. Kemudian akhirnya menjadi

Daulah besar yang sangat berjasa dalam memajukan

peradaban Islam, waalaupun tidak dapat menyamai Daulah

Abbasiyah di Baghdad, Daulah Umayyah di Spanyol dan

Daulah Fatimiah di Mesir  pada waktu jayanya ketiga Kerajaan

ini .

2. Masa Kemajuan Pemerintahan dan Ilmu Pengetahuan

Selama Daulah Safawiyah berkuasa di Persia (Iran) di

sekitar abad ke-16 dan ke-17 M, masa kemajuannya hanya ada

di tangan dua Sultan, yaitu: Ismail I (1501-1524 M), dengan


puncak kejayaannya pada masa Sultan Syah Abbas I (1558-

1622 M).

2.1. Sultan Ismail I (1501-1524 M)

Sultan Ismail berkuasa lebih kurang selama 23 tahun

(1501-1524 M), pada sepuluh tahun pertama kekuasaannya,

ia berhasil melakukan ekspansi untuk memperluas

kekuasaannya ini . Ia dapat membersihkan sisa-sisa

kekuatan dari pasukan AK. Kuyunlu di Hamadan (1503 M),

menguasai Propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd

(1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M), Baghdad dan daerah barat

daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan (1510

M). Dengan demikian hanya dalam waktu sepuluh tahun dia

telah dapat menguasai seluruh wilayah di Persia.397

Tidak sampai disitu, dia sangat berambisi untuk

mengembangkan sayap untuk  menguasai daerah-daerah

lainnya, seperti ke Turki Usmani, walau pun dia sadar bahwa

Turki Usmani ini  yaitu  musuh yang kuat dan berat.

Pada tahun 1514 M terjadi peperangan dengan Turki Usmani

di Chaldiran dekat Tabriz. Karena keunggulan  tentara dan

organisasi militer Turki Usmani dalam peperangan ini

sehingga Ismail mengalami kekalahan. Bahkan tidak sampai

disitu saja tentara Turki Usmani di bawah pimpinan Sultan

Salim I berhasil pula merebut Tabriz. Untung Sultan Salim I

pulang sesudah  dapat menguasai Tabriz, sehingga Daulah

Safawiyah terselamatkan.398

Akibat kekalahan ini  membuat semangat Sultan

Ismail patah, sehingga sesudah  itu dia lebih memilih hidup

menyendiri, menempuh kehidupan berhura-hura dan

berburu. Keadaan ini berdampak negatif bagi kelangsungan

Daulah Safawiyah.

Dalam keadaan genting seperti ini terjadi persaingan

segi tiga antara pimpinan suku-suku Turki, pejabat-pejabat

Persia dan tentara Qishilbash dalam memperebutkan

pengaruh dan kekuasaan untuk memimpin Daulah

Safawiyah.399

Sultan Tahmash I (1524-1576 M) pengganti Sultan

Ismail, masih terus melanjutkan rasa permusuhan dengan

Daulah Turki Usmani, yang disertai dengan peperangan-

peperangan masih terjadi beberapa kali, demikian juga pada

masa Sultan ketiga  Islamil II (1576-1577 M) dan keempat

Muhammad Khudabandar (1577-1587 M),  sehingga di tangan

tiga Sultan itu keadaan Daulah Safawiyah menjadi lemah, akibat

terkurasnya tenaga menghadapi peperangan dengan Turki

Usmani yang lebih kuat, juga sebab di internal Daulah

Safawiyah sendiri, masih sering terjadi pertentangan-

pertentangan antara kelompok.

Faktor yang membuat tiga Sultan ini  tidak

berhasil memperoleh kemenangan dalam ekspansi-ekspansi

mereka sebab keadaan dalam negeri mereka masih belum

stabil sebab jika di internal pemerintahan masih terjadi

konflik-konflik akan mustahil memperoleh kemenangan

dalam melakukan ekspansi.

Kondisi yang memprihatinkan ini  baru dapat

diatasi sesudah  Sultan kelima Daulah Safawiyah Abbas I, naik

tahta. Ia memerintah Daulah Safawiyah selama empat puluh

tahun (1588-1628 M).


2.2. Sultan Syah Abbas I (1558-1622 M)

Segera sesudah  Sultan Syah Abbas I diangkat menjadi

Sultan, ia mengambil langkah-langkah pemulihan kekuasaan

Daulah Safawiyah yang sudah memprihatinkan itu. Pertama,

ia berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash atas

Daulah Safawiyah dengan cara membentuk pasukan baru

yang anggota-anggotanya terdiri dari budak-budak berasal

dari tawanan perang, Georgia, Armenia dan Sircassia yang

telah ada semenjak Sultan Tahmasp I, yang kemudian

disebutnya dengan pasukan “Ghullam”. 

Kedua, Mengadakan perjanjian damai dengan Turki

Usmani, dengan syarat, Abbas I terpaksa menyerahkan

wilayah Azerbaijan, Georgia dan sebagian wilayah Luristan.

Selain jaminan itu, Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga

khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar ibn Khattab

dan Usman ibn Affan) dalam khutbah-khutbah Jum’at.

Sebagai jaminan atas syarat-syarat ini , ia menyerahkan

saudara sepupunya, Haidar Mirza sebagai Sandera di

Istambul.

Dengan dua langkah yang dilakukan Abbas I ini 

berarti ia telah dapat memulikan keamanan Daulah Safawiyah

pada dua aspek; secara internal ia berhasil menghilang

dominasi pasukan Qisilbash terhadap Daulah Safawiyah

sehingga stabilitas politik tercipta sebab sudah terbebas dari

tekanan pasukan Qisilbash, secara eksternal ia berhasil

meredam konflik dengan Turki Usmani sehingga stabilitas

keamanan juga   tercipta dalam pemerintahannya, sebab ia

terbebas dari gangguan Turki Usmani.

Usaha-usaha yang dilakukan Abbas I berhasil

membuat pemerintahan Daulah Safawiyah menjadi kuat

kembali, sesudah  itu, dalam kondisi pemerintahannya yang

sudah stabil, Abbas I mulai memusatkan perhatiannya ke luar

berusaha mengambil kembali wilayah-wilayah kekuasaan

Safawiyah yang sudah hilang.

Pada tahun 1597 M Abbas I memindahkan ibu kota

Daulah Safawiyah ke Isfahan, sebagai persiapan untuk

melanjutkan langkah melakukan perluasan wilayah

ekspansinya ke daerah-daerah bagian timur, sesudah 

memperoleh kemenangan-kemenangan di wilayah timur,

barulah Abbas I mengalihkan serangannya ke wilayah barat,

berhadapan dengan Turki Usmani.

Pada tahun 1598 M ia menyerang dan menaklukkan

Herat, kemudi

Related Posts:

  • sejarah peradaban islam 7 bilan politik itu mempunyaipengaruh kepada keadaan ekonomi, sebaliknya, keadaanekonomi yang satabil mempengaruhi stabilitas politik. Olehsebab i… Read More