bilan politik itu mempunyai
pengaruh kepada keadaan ekonomi, sebaliknya, keadaan
ekonomi yang satabil mempengaruhi stabilitas politik. Oleh
sebab itu ia menstabilkan ekonomi Daulah mamalik dengan
menjalin hubungan perdagangan dengan Itali dan Perancis.l
Hubungan perekonomian yang baik akan membuat
neraca keuangan negara maju dan stabil, juga negarapun akan
aman dari permainan ekonomi luar dan yang pasti jika mantap
ekonomi stabilitas negara aman. Dengan mantapnya ekonomi
perhatian ke arah perkembangan ilmu pengetahuan semakin
mendapat perhatian yang serius.
Kota Cairo menjadi penting dan strategis sebagai jalur
perdaganga Asia Barat dan Laut Tengah dengan pihak Barat
dan terlebih penting lagi sesudah jatuhnya kota Baghdad.
Baybars dan beberapa Sultan sesudahnya memberi kebebasan
kepada para petani untuk memasarkan hasil pertanian mereka
secara langsung tanpa dimonopoli pemerintah. Hal ini
mendorong para petani untuk meningkatkan hasil penen
mereka pada gilirannya dapat bagi meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Mesir.
4. Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Pada saat Daulah Mamalik berkuasa di Mesir, Sultan
Baybars menjadikan kota Mesir sebagai arena kegiatan para
ilmuan dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, sehingga
berkembangkanlah ilmu pengetahuan di Mesir.
Dalam bidang sejarah muncul Ibn Khaldun yang
terkenal sampai sekarang, yang telah menulis sebuah kitab
berjudul “Muqaddimah”nya, (buku ini masih ada sampai
sekarang) juga Abu Al-Fida’ dan Al-Maqrisi.
Dalam bidang kedokteran juga mengalami kemajuan
yang gemilang dengan di temukannya susunan darah dan
peredarannya di dalam paru-paru manusia oleh Abu Mabis
(Abu Al-Hasan Ali Al-Mabis w. 1288). Juga Ibn Abi Ushaibiyah
telah menulis sebuah buku yang berjudul “Uyun Al-Arbi’ bi
Thabaqat Al-Thibba” Pada masa ini juga muncul seorang dekter
hewan yang bernama Abdul Al-Ma’min Dimyati. (w.1306).
dengan kitabnya yang berjudul “ Fadhl Al-Khail” (Keunggulan
Pasukan Berkuda).
Dalam bidang farmasi dikenal seorang ahli yang
bernama Al-Kuhin dan Al-Attar dengan bukunya yang
berjudul “Minhaj Al-Dukhan wa Dutswa Al-Ayan”. Dalam
bidang matematika dikenal dengan nama Abu Al-Faraj Al-
Tabari (1226-1286).l
Dalam bidang agama, pada saat ulama Baghdad
khilangan semangat, akibat kehancuran Baghdad, pintu
berijtihad seolah-olah tertutup. Akhirnya mereka banyak yang
menggeluti ilmu tasawuf dan tarikat.
Sementara itu di Daulah Mamalik di Mesir muncul
seorang ulama besar Ibn Taimiyah Al-Hambaly (1332) yang
berusaha untuk merubah pola pikir umat Islam yang bersifah
tradisional pada masa itu kepada pola pikir yang lebih rasinal
yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits serta selalu
memupuk semangat untuk melakukan ijtihad.
Hal yang dilakukan Ibn Taimiyah ini dapat
difahami sebab masa itu banyak ulama yang beraliran
Sunni mereka kuat berpegang pada tarikat dan tasawuf dan
telah menjadi faham bagi kebanyakan dari pada mereka
bahwa pintu ijtihad telah teetutup dan kita tinggal hanya
mengkaji apa yang telah dibahas ulama terdahulu. Pola
pikir seperti inilah yang hendak diperbaharui oleh Imam
Ibn Taimiyah.
Ibn Taimiyah tidak sendirian, dia ditemani oleh
kawan-kawannya, seperti ulama Jalaluddin Al-Suyuti, dia
yaitu seorang ulama yang produktif menulis, baik di bidang
tafsir maupun sejarah, di bidang tafsir dia menulis buku yang
berjudul “Al-Itqan fi Ulumil Qur’an”.
Ditambah lagi seorang ulama terkenal di bidang
Hadits Ibnu Hajar Al-Asqalani (91372-1449) kepala Qadhi di
Cairo dengan bukunya, antara lain, “Tahzib al-Tahzib” (dua
belas jilid) dan buku yang berjudul “Al-Itsabah” (empat jilid).
Ulama lain yang terkenal dalam bidang sastra tercatat
Safaruddin Muhammad Busiri dengan kitabnya yang berjudul
“Burdah”.
5. Masa Kemunduran
Kesultanan Mamalik mulai memasuki masa
kemunduran terlihat sesudah jabatan pemerintahan beralih dari
tangan Mamalik Bahri ke tangan Mamalik Burji pada tahun
1382 M, sebab kaum mamalik Burji tidak memiliki ilmu
pengetahuan tentang cara mengatur dan mengelola
pemerintahan, kemampuan mereka hanyi di bidang militer.
Hal ini dapat dimengerti sebab mereka pun
datang ke Mesir yaitu budak-budak yang didatangkan dari
Syirkas (Turki) oleh Sultan Qalawun (1279-1290) sebab ia
curiga terhadap beberapa tokoh militer dari Mamalik Bahri
yang dianggapnya dapat mengancam kelangsungan
kekuasaannya. Maka pada gilirannya mereka diberi amanat
untuk memegang tampuk pemerintahan, tidak ada
kemampuan mereka untuk itu.
Terakhir Kesultanan Malik hancur saat Sultan Salim
I dari Daulah Turki Usmani datang ke Mesir untuk merebut
kembali Mesir dari tangan Daulah Mamalik pada tahun 1517
M., sejak itu tammatlah riwayat Daulah Mamalik di Mesir
beralih ke tangan Turki Usmani, termasuk di antaranya jabatan
Khalifah Abbasiyah yang dilindungi oleh Sultan-Sultan
Daulah Mamalik selama lebih kurang dua abad ikut serta
beralih ke tangan Sultan Salim I, sejak itu pula dia memakai
gelar Khalifah dari Turki Usmani.
Wa Allah a’lam bi al-shawab
PERANG SALIB
1. Timbulnya Perang Salib
Perang Salib yaitu perang keagamaan yang
berlangsung selama hampir dua abad (1096-1291 M) yang
terjadi sebagai reaksi orang-orang Kristen di Eropa terhadap
umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang
sebab sejak tahun 632 M.351 (Masa Pemerintahan Abu Bakar)
sampai meletusnya Perang Salib sejumlah kota-kota penting
di tempat suci umat Kristen telah diduduki oleh umat Islam,
seperti Palestina, Syiria, Asia Kecil, Mesir, Sicilia dan Spanyol.
Disebut Perang Salib sebab ekspedisi militer Kristen
sewaktu melakukan perang mempergunakan Salib sebagai
simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa perang yang
mereka lakukan yaitu perang suci dan bertujuan untuk
351 Tahun ini yaitu awal dari pemerintahan Abu Bakar, pada saat ini Abu
Bakar memberangkatkan empat pasukan Islam ke utara di bawah pimpinan
Abu Ubaidah ibn Jarrah bersama 24.000 tentara untuk memerangi tentara
Bizantium yang menguasai Jazirah Arab bagian utara itu. Pasukan ini baru
dapat memperoleh kemenangan gemilang pada masa pemerintahan Umar
ibn Khatthtab (634-644 M).
membebasakan Baitul Maqdis (Yerussalem) dari tangan umat
Islam.
Tahapan Perang Salib bila disederhanakan
berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama, disebut sebagai
periode serangan orang-orang Kristen (1096-1144 M) yang
terjadi dalam dua gerakan. Gerakan pertama disebut sebagai
gerakan gerombolan warga jelata, mereka tidak disiplin dan
tidak memiliki pengalaman perang. Gerakan kedua
merupakan ekspedisi militer, disiplin dan mempunyai
pengalaman perang sehingga mereka dapat mengalahkan
umat Islam dan berhasil mendirikan beberapa kerajaan Latin
Kriten di dunia Timur.352 Tahap kedua, (1144-1193 M) disebut
periode reaksi umat Islam sebab jatuhkan wilayah kekuasaan
Islam ke tangan kaum Salib sehingga Imaduddin Zanki,
Nuruddin Zanki dan Salahuddin al-Ayyubi bangkit melakukan
perlawanan untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang
dikuasai orang Kristen. Tahap ketiga, (1193-1291 M) yang
dikenal dengan periode kehancuran di dalam pasukan perang
Salib.
2. Penyebab Perang Salib
Penyebab utama terjadinya perang Salib yaitu faktor
agama, politik dan sosial ekonomi. Faktor agama, semenjak
Dinasti Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti
Fatimiyah pada tahun 1070 M, pihak Kristen merasa tidak
bebas lagi menunaikan ibadah kesana. Hal ini dipicu para
penguasa Saljuk menetapkan sejumlah peraturan yang
dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan
ibadah ke Baitul Maqdis. Bahkan mereka yang pulang ziarah
sering mengeluh sebab mendapat perlakuan jelek dari orang-
orang Turki Saljuk yang fanatik. Umat Kristen merasa
perlakuan para penguasa Dinasti Saljuk itu sangat berbeda
dengan para penguasa Islam yang pernah menguasai kawasan
itu sebelumnya.
Perlakuan jelek dari orang-orang Saljuk yang panatik
terhadap umat Kristen yang ziarah ke Baitul Makdis dialami
dan disaksikan sendiri oleh seorang pendeta Kristen
berkebangsaan Perancis bernama Feter Amins (Hermit). Feter
Amins mengadukan masalah yang dialaminya itu kepada
Paus Urbanus II dan dia mengajukan permohonan untuk
dilakukan perang suci. Sementara itu dia sendiri terus
melakukan propokasi untuk melawan umat Islam. Dari
sinilah rasa marah dan antipati orang-orang Kristen terhap
umat Islam dibentuk sedemikian rupa di kalangan umat
Kristen.
Propokasi Feter Amins baik di kalangan raja-raja
Eropa, para bangsawan maupun warga jelata berhasil
mengadakan kongres pertama di Clermont Prancis pada tahun
1095 M. Dalam pidato Paus Urbanus II dalam kongres itu,
mengatakan bahwa bagi mereka yang berangkat perang harta
benda dan keluarganya dilindungi, dosa-dosanya diampuni
dan bila dia mati maka dia mati suci.Kongres itu sendiri pada awalnya untuk
membahas masalah-masalah intern gereja, bukan khusus membahan rencana
Perang Salib.
Dari sini dapat dilihat besarnya faktor agama dalam
mengorbankan semangat perang Salib sebagai reaksi atas
perlakuan jelek orang-orang Turki Saljuk terhadap orang-
orang Kristen yang berziarah ke Baitul Maqdis.
Faktor Politik, kekalahan Bizantium di Manziqart pada
tahun 1071 M dan jatuhnya Asia Kecil ke dalam kekuasaan
Dinasti Saljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comnenus
untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II dalam
usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-
daerah pendudukan Dinasti Saljuk.
Paus Urabanus II bersedia membantu Bizantium
sebab adanya janji Kaisar Alexius untuk tunduk di bawah
kekuasaan Paus di Roma dan dengan harapan untuk dapat
mempersatukan gereja Yunani dan Roma.
Pada waktu itu Paus memiliki kekuasaan dan
pengaruh yang sangat besar terhadap Raja-raja yang berada di
wilayah kekuasaaannya. Karena ia dapat menjatuhkan sanksi
kepada siapa saja Raja yang membangkang dengan perintah
Paus untuk mencopot pengakuannya sebagai Raja.
Di lain pihak kondisi umat Islam saat itu dalam
keadaan lemah, sehingga orang-orang Kristen di Eropa berani
ikut serta dalam Perang Salib. Daulah Saljuk di Asia Kecil
Pecah, Daulah Fatimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh,
Daulah Umayah di Spanyol goyah. Terjadi pertentangan segi
tiga antara DaulahAbasiyah di Baghdad, Daulah Umayyah
di Spanyol dan Daulah Fatimiyah di Mesir sebab masing-
masing memproklamirkan dirinya sebagai khalifah.
Dari faktor politik ini dapat dilihat adanya permintaan
Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II untuk memerangi
Dinasti Saljuk dalam usahanya untuk mengembalikan
kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Saljuk
ini . Sementara di faktor agama juga dapat dilihat adanya
permintaan Peter Amins kepada Paus Urbanus II untuk
melakukan perang suci terhadap umat Islam dalam usaha
merebut Baitul Maqdis. Dengan demikian ada dua permintaan
kepada Paus Urbanus II untuk memerangi umat Islam. Satu
permintaan berasal dari Pendeta sedangkan satu permintaan
lagi dari Kaisar.
Faktor Sosial Ekonomi, pedagang-pedagang besar yang
berada di pantai Timur Laut Tengah terutama yang berada di
kota Venezia, Genoa dan Pisa mereka berambisi untuk
menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai
Timur dan selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan
perdagangan mereka.
Untuk memenuhi keinginan mereka itu dapat tercapai,
maka mereka rela menanggung sebahagian dana perang Salib
dengan tujuan agar menjadikan kawasan ini sebagai
pusat perdagangan mereka bila pihak Kristen Eropa
memperoleh kemenangan dalam perang Salib. Hal ini
dimungkinkan sebab jalur Eropa akan bersambung dengan
rute-rute perdagangan di Timur bila jalur setrategis itu
dapat di kuasai.
Disamping itu, warga jelata pada saat itu tertindas dan
terhina sebab perlakuan tuan tanah yang sewenang-wenang
terhadap mereka, mereka harus tunduk kepada tuan-tuan
tanah ini yang sering bertindak semena-mena dan lebih
dari itu mereka dibebani dengan berbagai pajak yang
memberatkan. Oleh kerena itu, disaat mereka di mobilisir oleh
pihak gereja untuk turut dalam perang Salib dengan janji akan
diberikan kesejahteraan hidup bila perang dapat di
menangkan, secara sepontan mereka berduyun-duyun
menyambut seruan ini untuk mendapatkan perbaikan
ekonomi dan perbaikan kesejahteraan hidup.358
Dari paparan di atas dapat di ketahui bahwa ada tiga
faktor penting yang memobilisir dan memotivasi terjadinya
perang Salib, antara satu dengan yang lain saling
mempengaruhi, ditinjau dari segi agama pendeta ingin merebut
Baitul Maqdis sementara ditinjau dari segi politik Kaisar Alexius
I ingin untuk merebut kembali daerah-daerah kekuasaannya
yang telah di duduki Dinasti Saljuk, diantaranya Baitul Maqdis.
Sedangkan dari segi social ekonomi warga yang sedang
menderita ingin memperbaiki kesejahteraan hidup bila dapat
memenangkan perang Salib.
namun nampaknya faktor yang paling dominan
yang menyulut terjadinya perang Salib yaitu faktor
propokasi Peter Amin yang berhasil menanamkan rasa
benci, antipasti dan marah dikalangan umat Kristen
terhadap umat Islam.
3. Serangan Kristen dalam Perang Salib (1096-1144 M)
Periode serangan Kristen ini di bagi kepada dua
tahap. Tahap pertama disebut gerakan gerombolan rakyat
jelata yang tidak memiliki kemampuan berperang, tidak
berdisiplin, dan tidak memiliki persiapan yang matang. Hal
itu terjadi sebab mereka tersulut oleh api kemarahan dan
kebencian terhadap umat Islam pada waktu diadakan
kongres pertama di Klemon Prancis tahun 1095 M. Pidato
Paus sebagai tanggapan atas permintaan Pendeta Peter
Amin dan Kaisar Alexius I dia berhasil mengorbarkan
semangat perang suci yang mendapat sambutan hangat dari
peserta kongres. Perang besar Paus inilah yang
memicu dia dipandang sebagai tokoh sentral perang
Salib.
Peserta kongres yang kebanyakan terdiri dari rakyat
Prancis, Itali dan Sisilia, Paus menyadari betul kalau unsur-
unsur tentara Salib tidak hanya terdiri dari orang-orang baik
namun juga terdiri dari lapisan warga umum dengan latar
belakang kehidupan yang berbeda-beda.
Legitimasi gereja atas perang suci ini
berimplikasi pada lahirnya pasukan tangguh bersemangat
tinggi namun tidak disiplin tidak ada persiapan matang dan
tidak ada pula memiliki pengalaman perang. Pasukan Salib
pertama ini bergerak ke Konstatinopel tempat yang mereka
sepakati melakukan strategi pertempuran, secara keseluruhan
pasukan perang Salib pertama ini berjumlah lebih kurang
200.000 orang.360 Karena gerakan ini merupakan gerakan
sepontanitas yang tidak ada disiplin, tidak ada persiapan
perang dan tidak memiliki pengalaman perang, maka dengan
mudah pasukan Salib pertama ini dapat dikalahkan oleh
pasukan Dinasti Saljuk.
Dengan demikian perang Salib pertama ini tidak
berhasil mengalahkan umat Islam yang membuat mereka
mempersiapkan pasukan berikutnya. Oleh sebab itu pada
pasukan berikutnya mereka betul-betul mempersiapkan
pasukan yang tangguh, terlatih dan terorganisir. Itu sebabnya
gerakan Salib kedua ini lebih tepat dikatakan merupakan
exspedisi militer yang berdisiplin, terorganisir rapi yang
dipimpin oleh Godfrey of Bonillon.
Hasilnya kemenangan dengan mudah dapat diperoleh
gerakan Salib kedua ini. Pasukan Godfrey menduduki kota
suci Palestina pada tanggal 7 Juni 1099 dan melakukan
pembantaian besar-besaran selama lebih kurang satu minggu
terhadap umat Islam tanpa membedakan laki-laki dan
perempuan, anak-anak dan orang dewasa, serta orang tua dan
orang muda. Disamping itu mereka membumihanguskan
bangunan-bangunan umat Islam di Yerussalem.
Sebelum pasukan ini menduduki Baitul Maqdis
mereka lebih dahulu merebut Anatolia Selatan, daerah Tarsus,
Antiopia, Aleppo, dan Ar-Ruha’ (Edessa), selain itu Tripoli,
Syiria dan Acre.
Kemenangan ini tidak dapat dilepaskan dari bantuan
kaisar Bizantium Alexius I Comninus, sebab seperti perjanjian
yang telah mereka sepakati bahwa Kaisar harus mensuplai
keperluan perang sebagai imbalan atas usaha perang Salib
dalam merebut wilayah yang dikuasai oleh pasukan Islam di
atas wilayah kekuasaan kaisar Bizantium Alexius I sebelumnya.
Sebagai akibat dari kemenangan tersbut, maka
berdirilah beberapa kerajaan Latin Kristen di Timur, Kerajaan
Yerussalem dengan rajanya Godfrey (1099 M). Kerajaan
Edessa dengan rajanya Baldewn (1098 M). Kerajaan Tripoli
dengan rajanya Raymond (1109 M) . Kerajaan Antiokia dengan
rajanya Bohemond.
Kekalahan pasukan Islam ini disamping karena
kurangnya persiapan pasukan, juga sebab dipicu Dinasti
Saljuk saat itu sedang mengalami perpecahan. Situasi semakin
bertambah parah sebab adanya pertentangan segi tiga antara
khalifah Fatimiah di Mesir, khalifah Abbasiyah di Baghdad,
dan Amir Umaiyah di Eropa yang memproklamirkan dirinya
sebagai khalifah di Eropa.364
4. Serangan Balik Islam dalam Perang Salib
Jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ketangan
pasukan Salib membangkitkan kesadaran kaum muslimin
untuk menghimpun kekuatan guna menghadapi mereka. Maka
di bawah komando Imaduddin Zanki gubernur Mossul, kaum
muslimin bergerak maju membendung serangan pasukan Salib
sampai mereka berhasil kembali merebut Aleppo dan Edessa
dari tangan orang Kristen pada tahun 1144 M. Sayang tidak
lama sesudah itu Imaduddin Zanki wafat pada tahun 1146 M
sehingga posisinya digantikan oleh puteranya Nuruddin Zanki.
Di bawah pimpinan Nuruddin Zanki dia ingin
meneruskan cita-cita ayahnya untuk merebut dan
membebaskan negara-negara Islam di dunia Timur dari
cengkraman kaum Salib. Maka dia memimpin pasukan dan
berhasil membebaskan Damaskus atau Syam pada tahun 1147
M Antoikia (tahun 1149 M) dan Mesir pada tahun 1169 M.365
Pasukan Islam selanjutnya dipimpin oleh Salahuddin
al-Ayyubi atau saladin, dia berhasil membangkitkan semangat
umat Islam untuk memerangi kaum Salib sehingga dia pada
tahun 1175 M berhasil mendirikan Dinasti Ayyubiyah di Mesir
di atas reruntuhan dinasti Fatimiyah sebelumnya dan dapat
membebaskan Baitul Maqdis pada tanggal 2 Oktober 1187
sesudah dikuasai oleh orang Kristen selama 88 tahun.
Selanjutnya Salahuddin Al-Ayyubi memberi ampunan
kepada orang-orang Kristen yang tinggal di kota itu. Hal itu
bertolak belakang dari sikap orang-orang Kristen pada waktu
merebut kota itu dahulu, mereka membantai penduduk
dengan tidak berpri kemanusiaan. Dengan jatuhnya
Yerussalem, maka lonceng gereja yang ada di Mesjid al-Aqsa
diganti dengan azan dan Salib emas yang terpancang di atas
gereja besar dalam kota itu diturunkan.366
Keberhasilan kaum muslimin meraih berbagai
kemenangan terutama sesudah jatuhnya Yerussalem
membangkitkan kembali semangat kaum Salib untuk
mengirim Expedisi yang lebih kuat untuk memerangi umat
Islam. Mereka kembali mengirim expedisi yang dipimpin oleh
raja-raja Eropa yang besar yaitu frederik I Kaisar Jerman dan
Barbarosa, Richard I raja Inggeris dan Philip II raja Prancis.
Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M.
Ekspedi militer Salib yang ketiga ini di bagi menjadi
dua devisi. Sebagian menempuh jalan darat dan yang lain
menempuh jalur laut. Frederik yang memimpin devisi darat
tewas tenggelam dalam penyeberangannya di sungai Armenia
dekat kota ar-Ruha. Sebagian tentaranya kembali pulang
kecuali beberapa orang yang melanjutkan perjalanannya di
bawah putera Frederik.
Adapun devisi kedua yang menempuh jalur laut
bertemu di Sisilia, mereka berada disana sampai musim dingin
berlalu. Karena terjadi kesalah pahaman, akhirnya mereka
meninggalkan Sisilia secara terpisah. Richard menuju Cyprus
dan mendudukinya, kemudian melanjutkan perjalanannya ke
Syria.
Sedangkan Philip langsung ke Akka disana pasukannya
berhadapan dengan pasukan Salahuddin al-Ayubi. Tidak lama
kemudian pasukan Rhicard dating. Maka gabungan pasukan
Philip dan Richard melakukan pertempuran sengit dengan
pasukan Salahuddin al-Ayyubi. Mereka berhasil merebut
Akka yang kemudian di jadikan ibu kota kerajaan Latin di
sana namun mereka tidak berhasil memasuki Palestina.368
Adapun pasukan Salahuddin al-Ayyubi memilih
mundur dan pergi untuk mempertahankan Mesir. Pada
tanggal 2 November 1192 M dibuat perjanjian antara tentara
Salib dan pasukan Salahuddin al-Ayyubi yang di sebut dengan
perjanjian Sulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini
dijelaskan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah
ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu. Dengan demikian
Mesir terbebas dari pasukan Salib. Tidak lama kemudian
sesudah perjanjian itu disepakati Salahuddin al-Ayyubi wafat
pada bulan Februari 1193 M.
Dari yang dijelaskan diatas dapat di ketahui bahwa
pasukan Salib kali ke tiga tidak berhasil merebut Baitul Maqdis
dari tangan kaum muslimin. Demikian juga kota-kota lainnya
seperti Aleppo, Edessa, Syria, Antoikia, dan Mesir dan hanya
berhasil merebut kota Akka saja.
Adapun faktor kemenangan pasukan Salahuddin al-
Ayyubi yang berhasil mempertahankan kawasan yang direbut
dari tangan pasukan Salib dulu ditentukan oleh beberapa hal.
Pertama, keduduka sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai sultan
Dinasti Ayyubiyah sangat kuat sehingga dia berhasil
memotivasi warga untuk mendesak pasukan Salib. Hal ini
berbeda dengan keadaan umat Islam pada waktu diserang
pasukan Salib I gerakan kedua, disaat itu Dinasti Saljuk sedang
mengalami perpecahan, Dinasti Fatimiyah dalam keadaan
lumpuh di Mesir dan Daulah Abbasiyah mengalami
kemunduran di Baghdad. Situasi yang demikianlah yang
memicu pasukan Salib pertama menang dan dapat
berhasil merebut satu persatu daerah kekuasaan Islam.
Selain itu pada pihak pasukan Salib peperangan sudah
berlangsung lama yang membuat mereka jenuh berperang
akhirnya raja Inggeris Rhicard mengajukan perdamaian
kepada Salahuddin al-Ayyubi pada tahun 1192 M untuk
mengakhiri perang.
5. Kesudahan Perang Salib
Tentara Salib pada periode ini dipimpin oleh Raja
Jerman Frederik II. Tujuan utama mereka untuk membebaskan
Baitul Maqdis sebelum mereka ke Palestina. Mereka berusaha
merebut Mesir lebih dahulu dengan harapan dapat bantuan
dari orang-orang Kristen Qibty pada tahun 1219 M. Mereka
berhasil menduduki Dimyat. Raja Mesir dari Dinasti
Ayyubiyah saat itu yaitu al-Malik al-Kamil membuat
perjanjian dengan raja Roderik II.
Adapun isi perjanjian itu, antara lain. Pertama, Frederik
II bersedia melepaskan Dimyat dan al-Malik al-Kamil
melepaskan Palestina. Kedua, Frederik II menjamin keamanan
di Palestina. Ketiga, Frederik II tidak mengirim bantuan kepada
Kristen di Syria.
Dalam perkembangan berikutnya Pelestina dapat di
rebut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1247 M dimasa
pemerintahan Malik al-Saleh, penguasa Mesir selanjutnya.
Ketika Dinasti Ayyubiyah berakhir di Mesir dan dikuasai oleh
kaum Mamalik pada saat itu Sultan Baybas dan Qalawun
sekaligus sebagai pimpinan perang. Mereka berhasil merebut
kembali kota Akka dari tangan orang Kristen pada tahun
1291 M.
Dengan demikian semua kota-kota yang pernah di
rebut dahulu oleh pasukan Salib, kini semua telah berhasil di
rebut kembali oleh kaum muslimin tanpa terkecuali. Oleh
sebab itu perang Salib telah berakhir pada tahun 1291 M
sesudah berlangsung hampir dua abad lamanya.
Namun meskipun pihak Kristen Eropa menderita
kekalahan dalam perang Salib, namun mereka telah
mendapatkan hikmah yg sangat besar nilainya dari perang
Salib sebab mereka dapat bekenalan dengan peradaban Islam
yang sudah maju. Bahkan peradaban yang mereka peroleh
dari dunia Timur memicu mereka bangkit yang disebut
dengan masa Renaisance di Barat.
Adapun peradaban Islam yang sudah maju yang
berhasil mereka bawa ke Barat dapat dirinci sebagai berikut;
yaitu bidang militer, seni, perindusterian, perdagangan,
kesehatan, astronomi dan kpribadian.
Dalam bidang militer dunia Barat menemukan
persenjataan dan tekhnik berberang yang belum pernah mereka
temukan sebelumnya di negaranya, seperti pemakaian bahan
peledak untuk melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan
menunggang kuda, serta membangkitkan semangat militer
dengan gendang dan rebana di medan perang.
Dalam bidang perindustrian mereka banyak
menemukan kain tenun sekaligus peralatan tenun di dunia Timur.
Untuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain dari Timur ke
Barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis kemenyan dan
getah kayu Arab yang dapat mengharumkan ruangan.
Dalam bidang pertanian mereka menemukan model
irigasi yang praktis dan jenis tumbuhan serta buah-buahan
yang beraneka ragam.
Dalam bidang perdagangan mereka melakukan
hubungan dagang dengan dunia timur yang memaksa mereka
memakai mata uang sebagai alat tukar. Pada hal
sebelumnya mereka memakai sistem barter.
Dalam bidang astronomi mempengaruhi lahirnya
berbagai observatorium di Barat. Dalam bidang kesehatan
mereka berhasil membawa dan menerjemahkan berulang kali
ke berbagai bahasa yang ada di Eropa karya Ibnu Sina yang
berjudul al-Syifa tentang ilmu kedokteran yang dijadikan rujukan
di berbagai Universitas yang ada di Eropa sampai sekarang ini.
Dan yang tidak kurang pentingnya yaitu sikap dan
kpribadian umat Islam di dunia Timur pada waktu itu telah
memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan
di Eropa yang sebelumnya tidak mendapat perhatian.
Dengan demikian baik yang menyangkut mental
maupun pisik melalui perang Salib, orang barat menemukan
nilai yang sangat berharga dari dunia Timur yang membuat
mereka bangkit di Eropa kemudian.
Sebaliknya apa yang di peroleh Islam dari perang Salib.
Apalah yang di harapkan dari penjahat, perampok, dan
pembunuh kecuali dekandensi moral. Karena waktu pasukan
pasukan Salib datang ke dunia Timur sekaligus mereka
membawa pelacur dari Eropa yang menyertai mereka dalam
peperangan. Maka perang Salib menghabiskan asset kekayaan
dan putera terbaik dunia Islam.
Akibatnya memerlukan waktu yang lama untuk
memulihkannya kembali. Akibat lain kemiskinan menimpa
dunia Islam. Karena seluruh kekayaan negara habis
dialokasikan untuk biaya dan kepentingan perang.
Demikianlah akhir dari perang Salib yang telah memporak-
porandakan sendi-sendi kekuatan Islam di dunia Timur dan
melahirkan renaisance di dunia Barat.
SEJARAH TURKI USMANI
Belum lengkap rasanya membaca sejarah peradaban
Islam, sebelum membaca sejarah Daulah Turki Usmani karena
Daulah inilah satu-satunya di antara sekian banyak Daulah
yang ada dalam Islam yang berhasil menaklukkan
Konstantinopel walaupun sudah banyak Daulah yang
berusaha menaklukkannya sebelumnya.
Memang setiap Daulah Islam memiliki peranan
yang berbeda-beda dalam sumbangan yang mereka berikan
kepada dunia Islam, Jika Daulah Umayyah Siria berhasil
memberikan wilayah territorial yang sangat luas kepada dunia
Islam, mulai dari Persia, Indus di bangian timur sampai ke
Afrika, Eropa Barat di bagian barat sehingga mereka disebut
negara Adi Kuasa saat itu.
Maka Daulah Abbaisyah di Baghdad, Daulah
Umayyah II di Cordova, Daulah Fatimiyah dan Daulah
Mamalik di Mesir mereka berlomba untuk memajukan ilmu
pengetahuan dan peradaban sehingga mereka berhasil
memberikan sumbangan kepada dunia Islam dalam bidang
kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban.
Selanjutnya Turki Usmani kembali menyumbangkan
wilayah yang cukup luas bagi dunia Islam, mereka berhasil
melakukan ekspansi Islam ke Eropa Timur. Bahkan mereka
yaitu satu-satunya yang berhasil menaklukkan
Konstantinopel yang menjadi ibu kota Kerajaan Romawi itu
oleh Sultan Muhammad Al-Fatih (Sang Penakluk) pada tahun
1453 M. Maka dengan dikuasainya Konstantinopel itu pintu
ekspansi ke Eropa semakin menjadi sukses dan terbuka.
Puncak kejayaan Turki Usmani dalam memperluas
wilayah ekspansi yaitu di tangan Sultan Sulaiman I (1520-
1566) yang terkenal dengan sebutan Sulaiman Agung dan
Sulaiman Al-Qanun. Di bawah pemerintahannya wilayah
kekuasaan Turki Usmani meliputi; Afrika Utara, Mesir, HIjaz,
Irak, Armenia, Asia Kecil, Balkan, Yunani, Bosnia, Bulgaria,
Hongaria, Rumania sampai ke batas sungai Danube; dengan
tiga lautan, yaitu Laut Merah, Laut Tengah dan Laut Hitam.
Itulah gambaran luasnya wilayah kekuasaan Turki
Usmani yang dimulai dari Asia, Afrika sampai ke Eropa Timur
berbatasan dengan tiga lautan yang telah mereka sumbangkan
ke dunia Islam, sehingga Turki Usmani yaitu Daulah yang
paling besar dan yang paling lama berdiri dibanding Daulah-
Daulah Islam lainnya.
2. Pembentukan Pemerintahan
Pendiri Daulah ini yaitu bangsa Turki dari suku
Oghuz yang mendiami wilayah Mongol. Mereka masuk Islam
sekitar abad kesembilan atau kesepuluh. Ketika mereka
pindah ke Asia Tengah berada di bawah tekanan serangan-
serangan Mongol pada abad ke-13 M. sehingga mereka
melarikan diri dan mencari tempat pengungsian, mereka
kemudian menetap di tengah-tengah saudara-saudara mereka
dari Turki Saljuk di dataran tinggi Asia Kecil.375
Di Asia Kecil di bawah pimpinan Arthogol mereka
mengabdikan diri kepada Sultan Alaiddin II yang saat itu
sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan
mereka, Sultan Alaiddin mendapat kemenangan, maka atas
jasa baik mereka itu, Sultan Alaiddin menghadiahkan
sebidang tanah kepada mereka di Asia Kecil dekat Bizantium.
Sejak itu mereka terus membina dan membangun wilayah
barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kotanya .376
Arthogol meninggal dunia tahun 1289 M
kepemimpinannya dilanjutkan oleh anaknya Usman ibn
Arthogol. Usman memerintah antara tahun 1290-1326 M, dia
juga banyak berhasil membantu Sultan Alaiddin II, seperti
keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang
berdekatan dengan kota Broessa. Pada tahun 699 H/1300 M,
bangsa Mongol menyerang Daulah Turki Saljuk dan Sultan
Alaiddin terbunuh, maka Usman pun menyatakan
kemerdekaannya dan berkuasa penuh atas daerah-daerah
yang didudukinya. Sejak saat inilah Daulah Turki Usmani
resmi berdiri di Asia Kecil dengan Sultan pertamanya Usman
I.377 Semenjak Usman menyatakan dirinya sebagai raja besar
Daulah Usmani pada tahun 699 H/1300 M di daerah ini ,
maka Sultan mengirim surat kepada Raja-raja tetangganya;
kepada mereka diberi kesempatan memilih satu di antara tiga,;
pertama, masuk Islam, kedua, membayar upeti, dan ketiga,
perang. Segera sesudah itu, di antara Raja-raja ini ada
langsung tunduk dan bergabung dengannya, sehingga
wilayahnya bertambah luas.
Selanjutnya Sultan Usman I melakukan perluasan
wilayah, pertama-tama ia menyerang daerah perbatasan
Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M
kemudian pada tahun 1326 M dijadikannya sebagai ibu kota
Daulah Turki Usmani.
Usman I meninggal dunia tahun 1326 M, Sultan Turki
Usmani digantikan oleh Orkhan (1326-1359 M), pada masa
pemerintahannya, Daulah Turki Usmani dapat menaklukkan
Azmir (Smirna) pada tahun 1327 M, Thawasyanli (1330 M),
Iskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Gallipoli (3156 M).
Daerah ini yaitu bagian dari benua Eropa yang pertama kali
ditaklukkan Daulah Turki Usmani.378
Perluasan wilayah semakin dikembangkan lagi saat
Murad I, pengganti Orkhan berkuasa (1359-1389 M), selain
dia dapat memantapkan keamanan dalam negeri, ia juga
melakukan perluasan daerah ke Benua Eropa. Ia dapat
menaklukkan Adrianopel – yang kemudian dijadikannya
sebagai ibu kota Daulah yang baru -.Mecedonia, Sopia (ibu
kota Remulia), Salonia, dan seluruh wilayah bagian utara
Yunani.
Dengan ditaklukkannya kota-kota ini Daulah
Turki Usmani telah memegang “kunci lalulintas” yang
menghubungkan kerajaan-kerajaan Serbia, Bulgaria dengan
Bizantium di Konstantinopel, Oleh sebab itu, bagi Kaisar
tidak ada pilihan lain kecuali mengakui eksistensi Daulah
Turki Usmani di Eropa dan menyatakan bersahabat dengan
Sultan ini .
Melihat kenyataan itu, timbullah kecemasan Kerajaan-
kerajaan Balkan.380 Oleh sebab itu mereka meminta bantuan
Paus Urban V agar sudi menjadi perantara meminta bantuan
raja-raja Eropa Barat supaya sama-sama membendung
gelombang kekuatan Islam ini. Paus pun memenuhi
permintaan mereka dengan mengirim surat-surat khusus
kepada Raja-raja Eropa Barat ini .
namun belum lagi bala bantuan yang diharapkan tiba,
Orokh V Raja Serbia tidak sabar menunggu dan melancarkan
serangan, maka pecahlah peperangan di Maritza. Pada
pertempuran ini Raja Serbia yang dibantu oleh Raja Bosnia
menderita kekalahan berat, sehingga Balkan pun masuk ke
dalam wilayah kekuasaan Sultan Murad I.
Kemudian Paus Urban V mengobarkan semangat
perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan
untuk memukul mundur tentara Turki Usmani. Pasukan ini
dipimpin oleh Sijisman, raja Hongaria, namun Bayazid
pengganti Murad I dapat menghancurkan pasukan sekutu
Kristen Eropa ini . Peristiwa ini merupakan catatan sejarah
yang amat gemilang bagi umat Islam di tangan Turki Usmani.
Perlu dijelaskan disini bahwa daerah-daerah taklukan
ini tidak pernah dipaksa masuk Islam. Kepemimpinan
pemerintahan pun tetap mereka pegang, yang ada hanya
mereka diharuskan membayar pajak jizyah. Keadaan seperti
ini sering dimanfa’atkan mereka mengadakan perlawanan dan
meminta pembebasan kembali. Sehingga Sultan selanjutnya
terpaksa menyerang kembali wilayah-wilayah yang sama.
Kesuksesan Sultan Murad I di Eropa itu diiringi pula
kesuksesannya melakukan penaklukan di Asia. Kerajaan
Karman (pecahan dari kerajaan Ilkhan) ditaklukkan. Suatu hal
penting yng dilakukan Sultan Murad I ialah memilih pemuda-
pemuda Kristen sesudah masuk Islam dididik menjadi militer,
sehingga lahirlah tentara elit Turki yang diberi nama dengan
“Yenisari”.
Bayazid I menggantikan ayahnya menjadi Sultan
dalam usia 34 tahun. Pada masa kekuasaannya (1389-1403 M)
serangan-serangan perluasan wilayah terus dilanjutkannya,
ia merebut Kossova pada tahun pertama pemerintahannya
(1389 M) Stephen Raja Lazar terpaksa meminta perdamaian
dan menyatakan diri bergabung dengan Sultan dan siap sedia
membayar upeti.
Tahun 1393 M Bayazid mengirim pasukan di bawah
komando anaknya Sulaiman untuk menyerang Bulgaria.
Setelah mengepung selama tiga minggu, Trinova berhasil
direbut Rajanya Sisman melarikan diri maka tumbanglah
kerajaannya disertai rakyatnya banyak yang masuk Islam.
Tidak lama kemudian kota-kota Nicopolia, Weddes dan
Silistria ikut tunduk pula, sehingga pintu memasuki Hongaria
sudah terbuka lebar, namun mereka tidak melanjutkan
penyerangan namun pulang kembali ke Adrianopel karena
kelelahan dalam pertempuran-pertempuran terdahulu.
Ketika Bayazid mempersiapkan ekspansi ke
Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin oleh Timur
Lank hendak melakukan penyerangan ke Asia Kecil. Bayazid
tidak dapat menguasai dirinya, bukan main murkanya demi
mendengar tantangan dari Timur Lank ini , sehingga dia
tidak memperhitungkan keseimbangan pasukan lagi. Dia
hanya membawa 120.000 tentara, sedangkan Timur Lank
membawa 800.000 tentara.
Pertempuran hebat terjadi di Ankara pada tahun 1402
M, namun baru saja mulai pertempuran, tiba-tiba serdadu
bangsa Tar-tar yang ada di barisan Bayazid berpihak kepada
Timur Lank. Maka bagaimanapun Bayazid gagahnya, tapi
dalam petempuran yang tidak seimbang pasukannya menjadi
kucar-kacir dan dia bersama anaknya Musa tertawan dan
wafat dalam tawanan setahun kemudian (1403 M).383
Mendengar Bayazid tertawan, maka Raja-raja Eropa
mengucapkan selamat atas kemenangan Timur Lank
mengalahkan Bayazid. Hal ini menunjukkan betapa Bayazid
si Penakluk Eropa Timur itu ditakuti musuh-musuhnya, hanya
sebab pandang enteng pada Timur Lank, dia mengalami
kekalahan.
Karena kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa
akibat buruk bagi Daulah Turki Usmani. Penguasa-penguasa
Turki Saljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari gemgaman
Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga
memproklamirkan kemerdekaan. Dalam pada itu putera-
putera Bayazid saling berebut kekuasaan sebab belum ada
yang dipersiapkan Bayazid menjadi Sultan sesudahnya.
Daulah Turki Usmani, saat ini, mengalami kevacuman
kekuasaan.
Suasana buruk ini baru berakhir sesudah Sultan
Muhammad I (1403-1421 M) dapat mengatasinya. Dia bekerja
keras menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan
dan kekuasaan seperti sediakala. Muhammad I dapat
menguasai kembali wilayah-wilayah kekuasaan Turki Usmani
selama lebih kurang sepuluh tahun. Hal ini sangat
mencengangkan Kerajaan-kerajaan Kristen Eropa sebab
sumber ancaman yang dulu telah mereka anggap lenyap tiba-
tiba muncul kembali.
Setelah Timur Lank meninggal tahun 1405 M
kesultanan Mongol terpecah belah dan dibagi-bagi kepada
putera-puteranya yang satu sama lainnya saling berselisih.
Kondisi seperti ini dimanfaatkan Turki Usmani melepaskan
diri dari kekuasaan Mongol. Maka usaha Muhammad I yang
telah berhasil meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri
dilanjutkan oleh anaknya Sultan Murad II (1421-1451 M)
sehingga suasana yang kondusif telah dapat diawariskan
kepada anaknya Muhammad II.
3. Masa Kejayaan Pemerintahan
Masa puncak kejayaan Turki Usmani ada pada tiga
orang Sultan, yaitu Sultan Muhammad II (1451-1484 M)
bergelar “Al-Fatih” Sang Penakluk”. Dia dapat mengalahkan
Bizantium dan menaklukkan Kontantinopel yang sudah
direncanakan dulu oleh Sultan Bayazid. anaknya Sultan Salim
I (1512-1520 M) dan Sultan Sulaiman I Al-Qanun (1520-1566
M).
3.1. Sultan Muhammad II (1451-1484 M)
Kekuasaan Daulah Usmani yang sedemikian luas di
Asia Kecil dan Eropa Timur tidak dapat kokoh sebelum
Konstantinopel ditaklukkan. Oleh sebab itu menaklukkan
Konstatinopel suatu keniscayaan yang tidak dapat di tawar-
tawar, sebab urusan hidup matinya Daulah Turki Usmani
terletak pada keberhasilan mereka menaklukkan
Konstatinopel.
Oleh sebab itu semangat untuk menaklukkan
Konstatinopel dikobarkan terus secara turun temurun dari
satu generasi ke generasi berikutnya, sebab mereka tengingat
akan takbir yang diucapkan Nabi Muhammad Saw. saat
cahaya memancar dari linggisnya saat kena batu sewaktu
menggali parit dalam perang khandak. Hal itu menjadi satu
keyakinan yang kuat bagi mereka bahwa Konstatinopel pada
suatu saat kelak pasti akan dapat ditaklukkan.385
Maka, berdasarkan keyakinan ini , menaklukkan
Konstatinopel bukan saja menyangkut urusan negara namun juga
menyangkut jihat yang kelak akan mendapat bantuan dari Allah
Swt, dan mereka pun rela mati untuk perang ini .
Usaha menaklukkan Konstantinopel sudah dimulai
sejak Muawiyah I berkuasa. Dia mengerahkan angkatan laut
385 Tingginya minat kaum muslimin menaklukkan Konstantinopel termotivasi
oleh Hadits Rasulullah yang menyatakan, “Pastilah kelak kamu akan
menaklukkan Konstantinopel, maka sebaik-baik Amir yaitu Amir yang
memimpin penaklukkan itu, dan sebaik-baik tentara yaitu tentaranya”. Pada
masa Umar ibn Khattab kerajaan Persia sudah ditaklukkan. Belum lengkap
ekspansi Islam sebelum ibu kota Romawi dapat ditaklukkan pula.
di bawah pimpinan puteranya Yazid merebut kota itu (668-
669) namun usahanya gagal sebab pertahanan kota yang
kokoh dan mereka dari pihak musuh sudah memakai
meriam Yunani.
Taktik yang dilakukan Muhammad II dalam
menaklukkan Konstantinopel berbeda dengan yang dilakukan
Sultan-sultan sebelumnya. Jauh hari sebelum melakukan
penaklukkan, Sultan Muhammad II terlebih dahulu
membangun sebuah benteng yang tinggi yang diberi nama
Runli Hisar. Benteng ini berada di seberang selat Borporus,
dekat konstatinopel. Kaisar Yunani mengirimkan utusan untuk
menyampaikan protes kepada Sultan Muhammad II. namun
Sultan Muhammad II mengancam Kaisar dengan hukuman
mati, sehingga Kaisar Yunani tidak berhasil menghentikan
pembangunan benteng ini .
Fungsi benteng ini yaitu sebagai tempat
mengumpulkan persediaan perang untuk menyerang
Konstatinopel. Pembangunan benteng ini memakan
waktu selama tiga bulan. Nilai strategis dari pembangunan
benteng itu sangat tinggi sebab dengan di bangunnya benteng
ini , Konstatinopel tidak mungkin lagi mendapat
bantuan, baik peralatan perang, persediaan senjata, maupun
bahan logistik lainnya dari Laut Hitam.
Pembangunan benteng itu sudah diperhitungkan
secara matang dan terencana sebab pengepungan
Konstatinopel akan menyedot tenaga yang besar, rencana yang
matang, persenjataan yang lengkap dan tidak boleh gegabah.
Untuk itu sebelum penyerangan dilakukan, Sultan
bersama-sama dengan para pengiringnya mengelilingi parit
pertahanan Konstatinopel untuk menganalisa segi kekuatan
dan segi kelemahan lawan untuk mencarikan cara yang tepat
mengatasinya.
Pada sisi lain, Kaisar untuk kedua kalinya berusaha
untuk membujuk Sultan agar dapat mengurungkan niatnya
menyerang Konstantinopel, namun Sultan menjawab; “Kalau
Kaisar tidak suka berperang lebih baik menyerahkan
konstatinopel saja ”. Jika Kaisar mau menyerahkan
Konstatinopel, maka Sultan akan menjamin keselamatannya,
akan namun tawaran ini tidak dapat diterima Kaisar.
Kemudian Kaisar mencari jalan lain yaitu berusaha
untuk meminta bantuan kepada kerajaan-kerajaan Kristen di
Eropa dan permintaan yang sama juga disampaikan kepada
Paus di Roma Itali agar dapat membantu Kaisar menyerang
Sultan, akan namun bantuan yang diharapkan ini tidak
kunjung datang.
Adapun yang menjadi penyebab tidak datangnya
bantuan kepada Kaisar sebab sebagian dari kerajaan-kerajaan
Eropa itu sudah terlanjur menandatangani perjanjian dengan
Sultan agar tidak saling menyerang. Sementara dari Roma
tidak datang bantuan sebab ada masalah mendasar
mengenai paham keagamaan antara Roma Katolik di bawah
pimpinan Paus yang berpusat di Roma dengan paham
Ortodok yang berpusat di Konstatinopel sendiri yang
memicu tidak akan mungkin lagi menyatukan kedua
gereja ini . Hal inilah yang membuat Paus di Roma tidak
merasa terpanggil membantu Konstatinopel.
Sultan Muhammad II melakukan penyerangan ke
Konstatinopel melalui Selat Borporus, sementara Selat itu
dipagari dengan ranta-rantai dan ranjau oleh pihak Kaisar,
sehingga tidak bisa dilalui oleh kapal-kapal. Oleh sebab itu,
Sultan memerintahkan pemindahan kapal-kapal melalui
daratan. Langkah yang ditempuh Sultan nampaknya sebagai
taktik yang bersifat terror mental sebab sesudah siang hari
penduduk Konstantinopel dapat melihat musuh dari atas
bentengnya bahwa ranjau mereka dapat di lewati tentara
Islam.
Akhirnya pada tanggal 29 Mei 1453 M, di Subuh hari
penyerbuan terakhir di lakukan, meriam berhasil membobol
dinding tembok sehingga mereka dapat masuk menyerbu ke
dalam, maka Kaisar terbunuh, konstatinopel jatuh, tentara
Islam menang menaklukkan Konstatinopel ini . Dengan
jatuhnya Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat
kerajaan Bizantium, maka akan lebih mudahlah arus ekspansi
Daulah Turki Usmani ke Benua Eropa.
Maka berakhirlah penyerbuan yang sangat dramatis
dan mendebarkan ini sehingga Sultan Muhammad II
berharak mendapat gelar “al-Fatih” artinya Sang Penakluk.
Adapun yang menjadi faktor keberhasilan Sultan Muhammad
I menaklukkan Konstatinopel ditentukan oleh perencanaan
yang matang, strategis yang jitu, penuh perhitungan dan yang
tidak kalah pentingnya sebab dia membangun benteng
pertahanan didekatnya sebagai tempat penyimpanan
perbekalan, persenjaan dengan cara itu tidak akan terjadi
kelangkaan peralatan dan perbekalan.
Kemudian secara eksternal Kaisar Romawi tidak
mendapat dukungan lagi dari raja-raja Eropa dan Paus yang
berkedudukan di Roma dalam melawan Sultan Muhammad
Al-Fatih, sehingga faktor ini menjadi kunci keberhasilan Sultan
Muhammad II melawan kaisar.
Tindakan strategis yang dilakukan Sultan Muhammad
II sesudah menaklukkan Konstantinopel yaitu memindahkan
pusat pemerintahan atau ibu kota Daulah Turki Usmani dari
Adrianopel ke konstinopel sesudah mengadakan perbaikan-
perbaikan yang rusak akibat perang.
Perpindahan pusat kekuasaan kali ini merupakan yang
ketiga kali dalam sejarah Daulah Turki Usmani. Masa Sultan
Usman I berada di Asia Kecil pindah ke Broessa pada masa
Sultan Orkhan, kemudian pindah ke Adrianopel pada masa
Sultan Murad I dan sekarang pindah ke Konstantinopel pada
masa Muhammad Al-Fatih ini, kota ini letaknya strategis dan
kelak berganti nama dengan Istambul.
Dari pusat kekuasaan Turki Usmani ini, Sultan
Muhammad II mengatur rencana besarnya menaklukkan
Eropa. Maka pada tahun 1458-1460 M dia menaklukkan
kerajaan Serbia, Bosnia dan Morea untuk kedua kalinya dan
kali ini mereka diwajibkan Sultan membayar upeti kepada
Daulah Turki Usmani.
Jika selama ini perhatian Sultan-Sultan hanya tertuju
pada bidang keamanan dan ekspansi wilayah saja, maka pada
masa Muhammad II ini mulai ada perhatian pada bidang
lain, yaitu Gereja Aya Sofia dimodifikasi dan disulap menjadi
Masjid. Kemudian sebuah Masjid baru yang lain dibangunnya
pula, namanya “Masjid Jami’ Muhammad Al-Fatih” atas
bantuan seorang arsitektur Yunani yang bernama Christodulos.
Dia juga membangun sekolah-sekolah, pemandian, dapur
umum, rumah sakit dan panti-panti sosial. Selain itu, dia juga
membangun sebuah masjid di dekat makam Abu Ayyub Al-
Anshori yang tewas dalam penyerangan pertama ke
Konstantinopel pada tahun 678 M.
Akhinya, dalam usia 51 tahun Muhammad Al-Fatih
pun meninggal dunia dan dia dimakamkan di dekat masjid
megah yang dibangunnya di Konstantinopel atau Istambul,
dia digantikan oleh anaknya Sultan Salim I (1512-1520 M).
3.2. Sultan Salim I (1512-1520 M)
Periode Sultan Sultan Salim I ini yaitu periode
peralihan dari kesultanan ke kekhalifahan. Selain itu, dia pun
mengalihkan perhatian ekspansinya dari dunia Barat ke dunia
Timur dengan menaklukkan Persia, Syria dan Daulah
Mamalik di Mesir.386 Di Mesir, saat menaklukkan Daulah
Mamalik Sultan Salim I meminta kepada khalifah Abbasiyah
agar menyerahkan kekhalifahan kepadanya.
Sebenarnya dia sebagai Sultan Turki Usmani tidak
perlu meminta kekhalifahan itu kepada khalifah Abbasiyah,
sebab sebelum itu, Daulah Fatimiyah pun di Mesir sudah
memakai gelar khalifah, demikian juga Daulah Umayyah di
Spanyol Abdurrahman An-Nasir juga sudah memakai gelar
khalifah, sekarang ditambah Daulah Turki Usmani memakai
gelar khalifah.
Kalau para pendahulunya lebih memusatkan perhatian
mereka melakukan ekspansi ke Benua Eropa, maka pada
masanya perhatian lebih diarahkan ke dunia Timur. Persia
mulai diserangnya dan dalam peperangan ini Syah Ismail
dari Daulah Safawiyah dipukul mundur dalam pertempuran
yang terjadi di lembah Chaldiran terletak di antara danau
Urmia dan Tabriz, tanggal 23 Agustus 1514 M.
Serangan dilanjutkannya ke Syria, Aleppo dan berhasil
direbutnya, dari sini Sultan Salim melanjutkan penyerangan
ke Mesir di bawah kekuasaan Daulah Mamalik dan dapat
dikalahkannya, kemudian Cairo jatuh pada tahun 21 Januari
1517 M dan Sultan Salim mengumumkan bahwa dirinya
sebagai khalifah.
Akhirnya sebab penyakit yang dideritanya dia wafat
pada tanggal 2 September 1520 dalam suatu perjalanan pulang
dari Istambul menuju Adrianopel, dia digantikan oleh
puteranya Sulaiman.
3.3. Sultan Sulaiman I AlQanun (1520-1566 M)
Sulaiman yang menggantikan ayahnya baerhasil
membawa Daulah Turki Usmani ini ke puncak klimaks
perkembangannya. Dia mengarahkan ekspansinya bukan
hanya ke dunia Barat namun juga ke dunia Timur sekaligus
dan seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Usmani
menggoda hatinya untuk dibersihkan.
Sulaiman berhasil menundukkan Irak, Belgrado,
Pulau Rodhes, Tunis, Syria, Hijaz dan Yaman pada tahun
1529 M. Dengan demikian, pada masanya luas wilayah
kekuasaan Turki Usmani mencapai klimaksnya, hal itu
mencakup dari Asia Kecil, Irak, Armenia, Syria, Hijaz dan
Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di Afrika;
dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan
Rumania di Eropa.388
Memang kemajuan Turki Usmani di bidang militer
sangat luar biasa, tidak tertandingi oleh Daulah manapun,
namun bukan itu saja diikuti pula kemajuan di bidang lain, di
antaranya yang terpenting sebagai berikut.
3.4. Kemajuan Bidang Militer
Para Sultan Daulah Usmani yang pertama yaitu
orang-orang yang kuat, sehingga mereka dapat melakukan
ekspansi dengan cepat dan wilayah yang sangat luas. Hal tentu
sebab didukung, antara lain, faktor militer yang kuat dan
tangguh. Mereka memiliki kekuatan militer yang pemberani,
tangguh, trampil yang sanggup bertempur kapan saja dan
dimana saja.
Untuk pertama kali dalam Islam kekuatan militer
diorganisir dengan baik dan teratur, terutama saat terjadi
kontak senjata dengan Eropa mereka memiliki tentara yang
sudah terorganisasi dengan baik. Pembaharuan dalam
tubuh militer oleh Sultan ke-2 Orkhan tidak hanya dalam
mutasi militer, namun juga anak-anak Kristen Eropa yang
sudah masuk Islam diasramakan dan dibimbing dalam
suasana Islam yang kelak akan dijadikan prajurit. Hal ini
sangat menguntungkan sehingga terbentuklah militer yang
baru dalam tubuh Daulah Turki Usmani yang disebut
“Yenisseri”.
Di samping Yenisari ada lagi pasukan militer Turki
Usmani dari tentara kaum foedal yang dikirim kepada
pemerintah pusat. Pasukan ini disebut pasukan militer
“Thajiah”. Angkatan laut pun dibenahi sebab sangat
diperlukan dalam ekspansi.
4. Masa Kemunduran
Masa kemerosotan Turki Usmani dimulai dari krisis
suksesi sepeninggal Sultan Sulaiman pada 1566 M. sampai
sebelum Turki menjadi Republik 1923 M di tangan Mustafa
kamal At-Taturuk, tercatat 27 Sultan tidak ada lagi yang dapat
diandalkan. Tentu kemewahan hidup dalam Istana telah
merusak mental anak-anak Sultan ini .
Sultan Salim II (1566-1573 M) pengganti Sultan
Sulaiman terjadi peperangan antara angkatan laut Turki
Usmani dengan angkatan laut Spanyol di selat Liponto
(Yunani). Dalam pertempuran itu, Turki Usmani mengalami
kekalahan sehingga Tunisia dapat direbut musuh. Di masa
Sultan Murad III (1574-1595 M) walau Sultan Murad III
berkepribadian jelek dan suka memperturutkan hawa nafsu,
namun Tunisia dapat direbut kembali, dan juga menguasai Tiflis
di Laut Hitam (1577 M) dan mengalahkan gubernur Bosnia
pada tahun 1593 M.389
Akibat moral Sultan Murad II yang jelek timbul
kekacauan dalam negeri, ditambah lagi dengan tampilnya
Sultan Muhammad III (1595-1603 M) yang bermoral lebih jelek
dari Murad II. Dalam situasi gawat begini, Austria berhasil
memukul Turki Usmani. Di luar negeri, kejayaan Turki Usmani
di mata orang-orang Eropa sudah memudar. Di dalam negeri
timbul pemberontakan-pemberontakan, seperti di Syria di
bawah pimpinan Kurdi Jumblad; di Lobanon di bawah
pimpinan Amir Fakhruddin. Dengan negara-negara tetangga
terjadi peperangan, seperti dengan kerajaan Persia di bawah
pimpinan Syah Abbas. Bahkan tentara elit kebanggaan dan
andalan Turki Usmani ikut memberontak sebab tidak
memdapat perhatian serius dari pemerintah.
Dalam pada itu, dalam rentang waktu yang sudah
sangat panjang Daulah Turki Usmani memerintah di Eropa
sudah mulai timbul negara-negara yang kuat. Demikian juga
Rusia di bawah Peter Yang Agung telan menjadi negara yang
maju, sehingga daerah Turki Usmani di Eropa satu persatu
membebaskan diri dari kekuasaan Daulah Turki Usmani,
seperti Yunani memproklamirkan kemerdekaannya kembali
1829 M, demikian juga Rumania lepas 1856 M.
Maka Daulah Turki Usmani yang sudah pernah jaya
dan malang melintang di berbagai pertempuran baik di Timut
maupun Barat, kini mendapat julukan “the sick man of
Europe” yang tinggal menunggu detik-detik kematiannya.
Banyak faktor yang memicu kehancuran Turki
Usmani ini, di antaranya, wilayah kekuasaannya yang luas, rumit
menyusun administrasi negara, sehingga administrasi negara
Turki Usmani tidak beres, sementara penguasanya sangat
berambisi memperluas wilayah, ikut perang terus menerus,
akibatnya tidak ada waktu lagi mengurus administrasi negara.
Faktor kedua, heterogenitas penduduk, menguasai
wilayah yang luas, tentu juga mengurus penduduk yang beragam
etnis, agama maupun adat istiadat; Asia, Afrika, Eropa. Untuk
mengurus penduduk yang beragam dalam wilayah yang luas
mesti dengan organisasi pemerintahan yang teratur, tanpa
didukung oleh administrasi yang baik, maka pemerintah
menanggung beban yang berat, dari sinilah kekacauan itu muncul.
Faktor ketiga, kelemahan para penguasa, sepeninggal
Sulaiman, Turki Usmani diperintah oleh Sultan-Sultan yang
lemah yang tidak dapat mengatur pemerintahan negara,
akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu
dibiarkan terus dan tidak pernah diatasi secara sempurna,
maka semakin lama semakin parah sampai jatuh sakit di Eropa
dan tidak ada yang mampu lagi menyembuhkannya.
SEJARAH DAULAH SAFAWIYAH DI PERSIA
1. Pembentukan Pemerintahan
Daulah safawiyah (1501-1736 M) berasal dari sebuah
gerakan tarekat yang bwrdiri di Ardabil, sebuah kota di
Azerbaijan, Iran. 391 Oleh sebab itu, Daulah ini dapat dianggap
sebagai peletak pertama dasar terbentuknya negara Iran
sekarang.392
Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah didirikan
pada waktu yang hampir bersamaan dengan Daulah Turki
Usmani di Asia Kecil. Nama Safawiyah diambil dari nama
pendirinya Safi al-Din (1252-1334 M), nama ini tetap
dipertahankan sampai tarekat ini berubah menjadi gerakan
politik, bahkan menjadi nama bagi Daulah yang mereka
dirikan, yaitu Daulah Safawiyah.
Safi al-Din yaitu seorang yang kaya dan memilih sufi
sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan Imam Syi’ah yang
keenam Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syekh Taju al-Din
Ibrahim Zahiri (1216-1301 M) yang dikenal dengan panggilan
Zahid al-Gilani. Karena prestasi dan ketekunannya dalam
kehidupan tasawuf diambil menantu oleh gurunya ini .393
Setelah guru sekaligus mertuanya wafat 1301 M ia
mendirikan tarekat Safawiyah, pengikut tarekat ini sangat
teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tarekat
Safawiyah ini bertujuan memerangi orang yang ingkar dan
orang yang mereka sebut ahlul bid’ah. Keberadaan tarekat ini
semakin penting sesudah berubah dari tarekat kecil yang
bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar artinya
di Persia, Syria dan Anatolia. Di daerah di luar Ardabil, Saf
al-Din menempatkan wakilnya yang memimpin murid-
muridnya yang diberi gelar “kalifah”.
Dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama murid-
murid tarekat ini berubah menjadi tentara-tentara yang teratur,
fanatik dalam kepercayaan mazhab Syi’ah dan menentang
setiap orang yang tidak bermazhab Syi’ah. Gerakan Safawiyah
selanjutnya bertambah luas dan berkembang sehingga yang
pada mulanya hanya gerakan keagamaan saja berkembang dan
bertambah menjadi gerakan politik.
Gerakan kepemimpinan Safawiyah selanjutnya berada
di tangan Ismail yang saat itu masih berusia tujuh tahun. Dia
bersama pasukannya bermarkas di Gillan selama lima tahun
mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan
dengan pengikutnya yang berada di Azerbaijan, Syria dan
Anatolia.395 Pasukan yang dipersiapkan itu diberi nama
“pasukan Qizilbash”.
Di bawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M
pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK. Koyunlu
di Sharur dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha
memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Koyunlu
dan berhasil merebut dan mendudukinya. Di kota ini, pada
tahun 1501 M., Ismail memproklamirkan berdirinya Daulah
Safawiyah dan dirinya sebagai raja pertama dengan ibu
kotanya Tabriz.
Maka dapat dilihat bahwa dalam tubuh organisasi
safawiyah terjadi perubahan seiring dengan adanya
pergantian jabatan. Pada mulanya hanya sebuah organisasi
yang mengorganisir anggotanya untuk meniti jalan hidup
yang murni di bidang tasawuf. Kemudian berubah menjadi
gerakan keagamaan yang sangat berpengaruh di Persia.
Selanjutnya di tangan Ismail, telah berubah pula ke arah
gerakan politik yang beroreintasi kepada kekuasaan.
Demikianlah sejarah lahirnya Daulah Safawiyah yang
pada mulanya merupakan suatu aliran yang bersifat
keagamaan berfaham Syi’ah. Kemudian akhirnya menjadi
Daulah besar yang sangat berjasa dalam memajukan
peradaban Islam, waalaupun tidak dapat menyamai Daulah
Abbasiyah di Baghdad, Daulah Umayyah di Spanyol dan
Daulah Fatimiah di Mesir pada waktu jayanya ketiga Kerajaan
ini .
2. Masa Kemajuan Pemerintahan dan Ilmu Pengetahuan
Selama Daulah Safawiyah berkuasa di Persia (Iran) di
sekitar abad ke-16 dan ke-17 M, masa kemajuannya hanya ada
di tangan dua Sultan, yaitu: Ismail I (1501-1524 M), dengan
puncak kejayaannya pada masa Sultan Syah Abbas I (1558-
1622 M).
2.1. Sultan Ismail I (1501-1524 M)
Sultan Ismail berkuasa lebih kurang selama 23 tahun
(1501-1524 M), pada sepuluh tahun pertama kekuasaannya,
ia berhasil melakukan ekspansi untuk memperluas
kekuasaannya ini . Ia dapat membersihkan sisa-sisa
kekuatan dari pasukan AK. Kuyunlu di Hamadan (1503 M),
menguasai Propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd
(1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M), Baghdad dan daerah barat
daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan (1510
M). Dengan demikian hanya dalam waktu sepuluh tahun dia
telah dapat menguasai seluruh wilayah di Persia.397
Tidak sampai disitu, dia sangat berambisi untuk
mengembangkan sayap untuk menguasai daerah-daerah
lainnya, seperti ke Turki Usmani, walau pun dia sadar bahwa
Turki Usmani ini yaitu musuh yang kuat dan berat.
Pada tahun 1514 M terjadi peperangan dengan Turki Usmani
di Chaldiran dekat Tabriz. Karena keunggulan tentara dan
organisasi militer Turki Usmani dalam peperangan ini
sehingga Ismail mengalami kekalahan. Bahkan tidak sampai
disitu saja tentara Turki Usmani di bawah pimpinan Sultan
Salim I berhasil pula merebut Tabriz. Untung Sultan Salim I
pulang sesudah dapat menguasai Tabriz, sehingga Daulah
Safawiyah terselamatkan.398
Akibat kekalahan ini membuat semangat Sultan
Ismail patah, sehingga sesudah itu dia lebih memilih hidup
menyendiri, menempuh kehidupan berhura-hura dan
berburu. Keadaan ini berdampak negatif bagi kelangsungan
Daulah Safawiyah.
Dalam keadaan genting seperti ini terjadi persaingan
segi tiga antara pimpinan suku-suku Turki, pejabat-pejabat
Persia dan tentara Qishilbash dalam memperebutkan
pengaruh dan kekuasaan untuk memimpin Daulah
Safawiyah.399
Sultan Tahmash I (1524-1576 M) pengganti Sultan
Ismail, masih terus melanjutkan rasa permusuhan dengan
Daulah Turki Usmani, yang disertai dengan peperangan-
peperangan masih terjadi beberapa kali, demikian juga pada
masa Sultan ketiga Islamil II (1576-1577 M) dan keempat
Muhammad Khudabandar (1577-1587 M), sehingga di tangan
tiga Sultan itu keadaan Daulah Safawiyah menjadi lemah, akibat
terkurasnya tenaga menghadapi peperangan dengan Turki
Usmani yang lebih kuat, juga sebab di internal Daulah
Safawiyah sendiri, masih sering terjadi pertentangan-
pertentangan antara kelompok.
Faktor yang membuat tiga Sultan ini tidak
berhasil memperoleh kemenangan dalam ekspansi-ekspansi
mereka sebab keadaan dalam negeri mereka masih belum
stabil sebab jika di internal pemerintahan masih terjadi
konflik-konflik akan mustahil memperoleh kemenangan
dalam melakukan ekspansi.
Kondisi yang memprihatinkan ini baru dapat
diatasi sesudah Sultan kelima Daulah Safawiyah Abbas I, naik
tahta. Ia memerintah Daulah Safawiyah selama empat puluh
tahun (1588-1628 M).
2.2. Sultan Syah Abbas I (1558-1622 M)
Segera sesudah Sultan Syah Abbas I diangkat menjadi
Sultan, ia mengambil langkah-langkah pemulihan kekuasaan
Daulah Safawiyah yang sudah memprihatinkan itu. Pertama,
ia berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash atas
Daulah Safawiyah dengan cara membentuk pasukan baru
yang anggota-anggotanya terdiri dari budak-budak berasal
dari tawanan perang, Georgia, Armenia dan Sircassia yang
telah ada semenjak Sultan Tahmasp I, yang kemudian
disebutnya dengan pasukan “Ghullam”.
Kedua, Mengadakan perjanjian damai dengan Turki
Usmani, dengan syarat, Abbas I terpaksa menyerahkan
wilayah Azerbaijan, Georgia dan sebagian wilayah Luristan.
Selain jaminan itu, Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga
khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar ibn Khattab
dan Usman ibn Affan) dalam khutbah-khutbah Jum’at.
Sebagai jaminan atas syarat-syarat ini , ia menyerahkan
saudara sepupunya, Haidar Mirza sebagai Sandera di
Istambul.
Dengan dua langkah yang dilakukan Abbas I ini
berarti ia telah dapat memulikan keamanan Daulah Safawiyah
pada dua aspek; secara internal ia berhasil menghilang
dominasi pasukan Qisilbash terhadap Daulah Safawiyah
sehingga stabilitas politik tercipta sebab sudah terbebas dari
tekanan pasukan Qisilbash, secara eksternal ia berhasil
meredam konflik dengan Turki Usmani sehingga stabilitas
keamanan juga tercipta dalam pemerintahannya, sebab ia
terbebas dari gangguan Turki Usmani.
Usaha-usaha yang dilakukan Abbas I berhasil
membuat pemerintahan Daulah Safawiyah menjadi kuat
kembali, sesudah itu, dalam kondisi pemerintahannya yang
sudah stabil, Abbas I mulai memusatkan perhatiannya ke luar
berusaha mengambil kembali wilayah-wilayah kekuasaan
Safawiyah yang sudah hilang.
Pada tahun 1597 M Abbas I memindahkan ibu kota
Daulah Safawiyah ke Isfahan, sebagai persiapan untuk
melanjutkan langkah melakukan perluasan wilayah
ekspansinya ke daerah-daerah bagian timur, sesudah
memperoleh kemenangan-kemenangan di wilayah timur,
barulah Abbas I mengalihkan serangannya ke wilayah barat,
berhadapan dengan Turki Usmani.
Pada tahun 1598 M ia menyerang dan menaklukkan
Herat, kemudi