luar
untuk mendirikan kerajaan-kerajaan kecil yang terbebas dari
pemerintahan pusat.
Peranan yang dimainkan orang-orang Turki pada
pemerintahan sesudah al-Muktasim sudah sedemikian besar,
para perwira-perwira Turki sudah memegang jabatan yang
langsung berada di bawah khalifah. Khalifah al-Mutawakkil,
misalnya, berusaha untuk membatasi peranan mereka, tetapi
usahanya itu gagal bahkan dia mati atas kerja sama orang
Turki dengan putranya sendiri al-Muntashir.277 Hal ini
bisa terjadi, kemungkinan sebab lemahnya khalifah atau
sebab banyaknya jabatan strategis yang telah mereka duduki.
Perlu ditegaskan bahwa jabatan kekhalifahan itu tidak
diambil oleh orang-orang Turki, sebab memandang bahwa
jabatan kekhalifahan itu yaitu hak suci orang-orang Arab,
sehingga kalau jabatan itu diambil alih, maka dunia akan
kiamat, hujan tidak akan turun, matahari tidak akan terbit.
Itulah sebabnya maka jabatan khalifah tetap mereka
berikan kepada orang Arab Bani Abbas walaupun sebagai
simbol belaka, sementara orang Turki menduduki jabatan di
bawah jabatan khalifah.
Pada masa pemerintahan khalifah al-Radhi (ke-20),
supaya untuk membatasi peranan orang Turki diusahakannya
juga dengan menambah struktur pemerintahan Daulah
Abbasiyah yang disebutnya dengan “Amir Umara”, yang
berkedudukan di atas menteri yang bertugas memilih dan
melantik pegawai pemerintahan, maka Abu Ja’far bin Syirzat
dipercayakan menduduki jabatan Amir Umara itu.279
Karena dari jabatan Amir Umara itupun keberadaan
orang-orang Turki dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah
tidak dapat ditekan, maka terpaksa khalifah al-Mustakfi (ke-
22) minta bantuan Bani Buwaihi untuk menekan mereka.
8.2. Tekanan Bani Buwaihi
Bantuan Bani Buwaihi itu datang pada tahun 945 M,
maka melalui Ahmad bin Buwaihi, keberadaan orang-orang
Turki dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah dapat
disingkirkan. Untuk selanjutnya diganti dengan peranan Bani
Buwaihi.280
Kerajaan Bani Buwaihi ini lahir di awal abad ke-10 M
atau awal abad ke-4 H, yang didirikan oleh tiga bersaudara
di Dailam. Mereka yaitu anak-anak dari Buwaihi, masing-
masing bernama Ali, Hasan dan Ahmad. Ayah mereka ini
aslinya Abu Suja’i bergelar Buwaihi.
Setelah mereka berhasil mendirikan kerajaan di Dailam
dan menguasai sebagian besar wilayah-wilayah yang selama
ini berada dalam wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah, Maka
Ali bin Buwaihi menyurati khalifah Abbasiyah untuk dapat
mengakui kekuasaan mereka. Khalifah Abbasiyah dapat
menerima permintaannya itu.
Sejarah kehadiran Bani Buwaihi dalam pemerintahan
Daulah Abbasiyah diawali dari terjadinya tekanan-tekanan
dan paksaan-paksaan yang dilakukan orang-orang Turki
dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah (seperti telah
diterangkan), sehingga waktu Bani Buwaihi memasuki
Baghdad Daulah Abbasiyah sudah dalam keadaan lumpuh.
Maka kehadiran Bani Buwaihi itu dimaksudkan untuk
membatasi dominasi orang-orang Turki ini .
Khalifah-khalifah Daulah Abbasiyah yang memerintah
pada masa kekuasaan Bani Buwaihi ini yaitu : (1) al-Mustakfi,
(khalifah ke-22) (2) al-Muthi’ (khalifah ke-23), (3) al-
Tha’i,(khalifah ke-24), (4) al-Kadir, (khalifah ke-25), dan (5)
al-Qaim, (khalifah ke26).
Karena itu pada tahun 334 H, panglima khalifah al-
Mustakfi menyurati Bani Buwaihi meminta agar Bani Buwaihi
datang ke Baghdad untuk diangkat menduduki jabatan “Amir
Umara” sebab Baghdad berada dalam keadaan kritis dan
khalifah tidak mampu lagi mengandalikan keadaan.
Ahmad bin Buwaihi kemudian diangkat menjadi
“Amir Umara” dan diberi gelar dengan Muiz al-Daulah,
saudaranya Ali bin Buwaihi diberi gelar dengan Imad al-Daulah,
dan Hasan bin Buwaihi diberi gelar dengan Rukn al-Daulah.
Nama dan gelar itu dicantumkan pada mata uang oleh
khalifah Al-Mustakfi.
Kesempatan yang diberikan kepada Bani Buwaihi
untuk berkuasa di Baghdad dimanfaatkan mereka untuk
mengembangkan misi Syi’ah, tanpa melakukan kerja sama
yang harmonis dengan Daulah Daulah Abbasiyah.282
Harapan khalifah Daulah Abbasiyah agar Bani Buwaihi
dapat menyelamatkan kekuasaan mereka itu dari
kelumpuhannya ternyata tidak menjadi kenyataan. Malahan
mereka menekan keberadaan khalifah pada posisi hanya
sebagai lambang belaka, yang tidak bisa berbuat apa-apa
terhadap semua tindakan yang dilakukan Bani Buwaihi,
termasuk tindakan mereka yang memaksa warga untuk
menganut paham Syi’ah yang menjadi keyakinan mereka.
Sehingga atas tekanan-tekanan yang dilakukan Bani
Buwaihi baik terhadap khalifah maupun kepada rakyat
memaksa khalifah al-Qaim (khalifah ke-26) mengundang
Tughrul Bek dari Turki Saljuk untuk datang ke Baghdad dan
mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi Daulah
Abbasiyah.
Walaupun begitu, ada jasa yang disumbangkan
Bani Buwaihi yang telah berkuasa di Baghdad kurang lebih satu
abad lamanya, dia telah berhasil mengukir prestasi gemilang,
dalam bidang sosial ekonomi dan ilmu pengetahuan.
Dalam bidang sosial ekonomi, untuk memenuhi
kepentingan orang banyak dalam masalah air baik untuk
diminum maupun untuk kepentingan lainnya, “Abdud
Daulah menggali saluran air dan membuat jembatan di sungai
Dajlah. Juga bangunan sebuah rumah sakit di Baghdad
untuk melayani warga yang sakit. Rumah sakit itu diberi
nama dengan al-Bomarisshah al-Adli dan mendirikan sekolah
kedokteran.
Dalam bidang ilmu pengetahuan masih terus
mengalami perkembangan dan kemajuan. Hal ini dapat dilihat
dengan munculnya pemikir-pemikir besar seperti al-Farabi
(870-950 M), Ibn Sina (980-1037 M), al-Biruni (973-1048 M), al-
Miskawaihi (930-1030 M) al-Razi, al-Asy’ari, al-Maturidi, al-
Harraj dan sebagainya.
Terbitnya sebuah ensiklopedia kedokteran yang ditulis
oleh Ibn Sina. Terbitnya sebuah buku ilmu kimia yang ditulis
oleh Jabir bin Hayyan, lahirnya teori bahwa bumi berputar
pada sumbunya, oleh Abu Raihan Muhammad al-Baituni,
seorang ahli fisika.
8.3. Tekanan Turki Saljuk
Tughrul Bek yang berhaluan Ahlus Sunnah wal
Jama’ah itu sangat berambisi sekali menantang kegiatan Bani
Buwaihi, sehingga dia berusaha untuk melenyapkannya. Atas
undangan khalifah al-Qaim (khalifah ke-26) Thugrul Bek
datang ke Baghdad untuk mengatasi dominasi Bani Buwaihi
yang secara paksa mengancam warga untuk menganut faham
Syi’ah. Karena ini tidak sesuai dengan pemikiran dan opini
warga banyak. Pemaksaan ini membawa resiko besar terhadap
kelanjutan Daulah Abbasiyah.
Maka sesudah ia berhasil merebut dan menguasai ibu
kota Baghad, ia menahan penguasa Bani Buwaihi yang terakhir
Malik al-Rahim (1058 M) sampai meninggal dalam tahanan.
Jadi latar belakang masuknya Turki Saljuk dalam
pemerintahan Daulah Abbasiyah yaitu untuk membantu
Daulah ini mengatasi persoalan yang dihadapinya
dengan Bani Buwaihi. Kesempatan berkuasa bagi Thugrul Bek
yang berbangsa Turki itu, terbuka dan oleh khalifah al-Qaim
dia diberikan jabatan Amir Umara dan memberi nama
penghormatan kepadanya dengan gelar “Sultan wa al-Malik
al-Syarqi wa al-Garbi” atau dapat diartikan penguasa timur dan
barat.
Untuk lebih mendekatkan hubungan, khalifah
mengawinkan puterinya dengan Sultan baru itu, akan tetapi
tidak lama kemudian Sultan meninggal tanpa meninggalkan
seorang putera pun. Sehingga kekuasaan pemerintahan
diserahkan kepada saudara sepupunya Alp Arselan sebagai
penguasa kedua Bani Saljuk pada tahun 455 H / 1063 M.
Pada masa pemerintahan Alp Arselan, dia mengangkat
Nizamyul Muluk sebagai perdana menteri atau wazir. Melalui
wazir ini Bani Saljuk mengalami kemajuan pesat dan dapat
mencapai beberapa kejayaannya. Keberhasilan Alp Arselan
misalnya terlihat pada kemenangannya yang luar biasa bagi
tentaranya yang hanya berjumlah 15.000 melawan 100.000
tentara Romawi di bawah pimpinan Kaisar Rudfghjklmanus.
Kebijaksanaannya terlihat begitu mempesona, karena
di saat Kaisar itu ditawan, ia tidak menyakitinya malahan
mengajak musuhnya itu duduk di sampingnya dan
dibebaskannya dengan segala penghormatan kembali ke
negaranya. Tidak ada syarat yang diminta dari pembebasan
itu, selain pembebasan semua orang Islam yang ditawan di
Romawi. Selanjutnya dia mengikat tali persahabatan dengan
negara lawannya itu yang dapat bertahan sampai kurang lebih
50 tahun lamanya.
Walaupun kekuasaan Abbasiyah secara umum sudah
lemah dan kekacauan pemerintahan telah meliputi seluruh
negeri, akan namun Sultan Bani Saljuk masih dapat bertahan
dan kerajaannya masih dapat dipertahankan lebih kurang satu
abad lamanya. Hal itu bisa terjadi berkat kebijaksanaan raja-
raja yang memerintah dan kepintaran para perdana
menterinya.288
Kemajuan yang dicapai pada masa kerajaan Turki
Saljuk ini berkat peranan yang dimainkan oleh wazirnya
Nizamul Muluk. Sewaktu Alp Arselan meninggal, terjadi
perebutan kekuasaan antara putera mahkota yang
memicu terjadi beberapa pertempuran yang sangat
membahayakan kestabilan negara.
Maka Nizamul Muluk tampil berperan menyelesaikan
persoalan itu dengan menetapkan Malik syah, seorang putera
mahkota yang masih muda menggantikan ayahnya. Walaupun
untuk selnjutnya Nizamul Muluk-lah yang sangat berkuasa
dalam pemerintahan.
Nizamul Muluk yaitu seorang ahli politik, pemimpin
militer yang bijaksana dan seorang filosof yang alim serta luas
ilmu pengetahuannya, dan dia terkenal sebagai salah seorang
penulis Persia yang ternama.
Ternyata dalam pemerintahan Turki Saljuk mengalami
kemajuan di bidang ilmu pengetahuan tidak terlepas dari
peranan yang dimainkan orang Persia yang dimotori oleh
wazirnya Nizamul Muluk. Itulah sebabnya perkembangan
ilmu pada masa Turki Saljuk di akhir pemerintahan Daulah
Abbasiyah mengalami perkembangan menyamai pada masa
awal berdirinya di saat orang Persia memainkan peranan di
dalamnya.
Dapat dikatakan kerja sama yang erat antara Sultan
dan Wazir itulah yang menjadi kunci keberhasilan Turki Saljuk
mencapai kemajuan-kemajuannya. Alp Arselan memainkan
peranannya dalan bidang pemerintahan, sementara Nizamul
Muluk mengambil peran di bidang ilmu pengetahuan.
Nizamul Muluk sebagai seorang yang cakap dan
terdidik menyusun suatu karangan tentang pemerintahan
dengan nama “Siasah Mawali” sebagai hasil sayembara yang
dibuat Malik Syah. Atas anjuran Nizamul Muluk, Sultan
Maliksyah pernah menyelenggarakan suatu konferensi ahli
astronomi pada tahun 1074 M. dengan konferensi itu Nizamul
Muluk mengharapkan para ahli dapat memperbaiki sistem
penanggalan Persia, sebagai sumbangannya kepada orang
Persia.
Karya besar Nizamul Muluk yaitu membangun
sebuah Universitas yang terorganisir secara baik untuk tempat
mempelajari Islam. Universitas itu dibangun pada tahun 1065
– 1067 M yang terkenal dengan nama Universitas Nizamiyah
yang ada di Baghdad. Pada Universitas ini, Imam besar
Hujjatul Islam Imam Ghozali pernah mengajar dan menjabat
sebagai rektornya.290
Madrasah-madrasah Nizamiyah ini , selain dapat
mendidik pelajar-pelajar dalam bidang ilmu keagamaan Islam,
juga sangat berperan besar dalam menyebarkan,
mengembangkan dan memperkokoh aliran mazhab Sunni
dalam teologi Asy’ari dan mazhab Syafi’i dalam bidang fiqh.
Ketika dalam perjalanan dari Isfahan ke Baghdad di
suatu tempat bernama Sinha Nahawand, Nizam al-Mulk
dibunuh oleh seorang pasukan Hasan ibn Sabbah yang
bertujuan menghidupkan aliran Syi’ah Fatimiyah pada tanggal
10 Ramadhan 485 H /14 Oktober 1092 M dalam usia 74 tahun.292
Adapun faktor yang membuat Unversitas ini mengalami
perkembangan pesat, selain dari kurikulumnya dan silabusnya
yang telah teratur, juga ditunjang oleh tenaga-tenaga pengajar
yang mendapat jaminan gaji yang tinggi. Siswa-siswanya
diasramakan dan makan mereka ditanggung oleh negara.
Demikianlah prestasi yang telah dicapai oleh Turki
Saljuk sehingga dia dapat melestarikan kelangsungan
negaranya dan mencapai beberapa kemajuan dalam jangka
waktu yang sedemikian singkat, hanya kurang lebih satu abad
di dalam situasi politik yang relatif tidak aman, maka perlu
dikaji faktor-faktor yang menjadi penunjangnya.
Terdapat beberapa sebab bagi kehancuran Turki Saljuk
dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah. Pertama, perpecahan
yang timbul dalam perang saudara, ambisi kekuasaan
merupakan pokok utama dari kehancurannya. Sebab
sepeninggal Barkiyaruk, perebutan kekuasaan terjadi antara
saudara-saudara dan putra-putra sultan. Perebutan kekuasaan
itu membawa pengaruh kepada stabilitas Negara. Akibatnya,
daerah-daerah melepaskan diri dari pemerintahan pusat,
sehingga pemerintahan pusat tidak berwibawa.
Ada beberapa faktor dari kemunduran Daulah
Abbasiyah, di antaranya, yaitu sebagai berikut;
8.4 Ketidakmampuan Para Khalifah
Sama seperti Daulah Umayyah di Syiria, banyak yang
diangkat menduduki jabatan Khalifah dari orang yang tidak
mampu melaksanakan tugas dengan baik, hal ini
membawa kepada kemunduran Daulah. Demikin juga Daulah
Abbasiyah, hal itu dapat dilihat Khalifah-Khalifah sesudah
al-Muktasim, ditambah lagi dengan kebejatan moral mereka,
sehingga waktu lebih banyak mereka habiskan untuk berhura-
hura dari pada mengurus negara.
8.5 Rasa Tidak Puas Rakyat Terhadap Pemerintah
Hal itu juga dapat dilihat dari tekanan-tekanan yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyat, baik oleh orang
Turki, bani Buwaihi dan Turki Saljuk. Sehingga warga menjadi
gusar dan mereka mendirikan pemerintahan di daerah
masing-masing terbebas dari pemerintahan pusat, kalaupun
ada, hanya pengakuan secara politis saja.
8.6 Luasnya Wilayah Kekuasaan dan Lemahnya Ekonomi
Wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah sangat luas baik
di timur maupun barat Baghdad. Bagi Khalifah yang lemah
sangat sulit mengendalikan wilayah kekuasaan yang luas
kalau tidak ditopang ekonomi yang kuat. Jadi pemerintahan
pusat seakan lumpuh mengendalikan wilayah-wilayah
kekuasaannya sebab lemahnya ekonomi, dipicu terlalu
sibuk dulu memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan.
8.7 Persaingan Sunni Syi’ah.
Dalam Daulah Abbasiyah terjadi persaingan ketat antara
Sunni dengan Syi’ah, seperti yang dilakukan oleh Thugrul Bek
yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dia menahan
penguasa Bani Buwaihi Malik al-Rahim (1058 M) yang
berpaham Syi’ah sampai dia meninggal dalam tahanan.
Juga seperti pembunuhan Nizam al-Mulk yang
dibunuh oleh seorang pasukan Hasan ibn Sabbah yang
bertujuan menghidupkan aliran Syi’ah Fatimiyah pada tanggal
10 Ramadhan 485 H /14 Oktober 1092 M dalam usia 74 tahun.
Atau seperti pertikaian yang terjadi antara Khalifah terakhir
(37) Al-Muktasim yang berpaham Sunni dengan Amir
Umaranya Al-Alqamy yang berpaham Syi’ah, sebab Khalifah
memaksa warga menganut paham Sunni membuat Al-Alqamy
marah dan minta bantuan kepada Hulagu Khan untuk
membantunya menghadapi Khalifah, alih-alih bantuan datang
menghancurkan mereka semua tanpa kecuali.
9. Serangan Mongol dan Kehancuran Baghdad (1258 M)
Pada dasarnya bangsa Mongol yaitu komunitas suku
yang tinggal di Asia Tengah, diantara Danau Baikal dan
pegunungan Altani yang merupakan anak gunung yang
berpusat di antara Rusia dan Cina. Adapun bangsa Mongol
yaitu bagian dari bangsa Tartar.
Asal-usul bangsa Mongol sebelum tampilnya Jengis
Khan sangat kabur. Karena mereka yaitu orang-orang nomad
yang hidup di perkemahan-perkemahan. Sebagaimana
kehidupan orang-orang nomad sebelumnya, mereka suka
berperang, merampok, berburu dan beternak serta tinggal di
sekitar danau dan sungai-sungai.
Latar belakang kehidupan mereka seperti ini sangat
berpengaruh dalam membentuk watak dan kepribadian.
Mereka patuh kepada pemimpin, peraturan dan agama yang
mereka anut. Mereka menyembah bintang-bintang dan sujud
kepada matahari di waktu terbit, tidak ada yang haram bagi
mereka, sehingga semua jenis daging binatang mereka makan
meskipun sudah menjadi bangkai.
Selanjutnya dinyatakan oleh Ali Husni al-Khurbuthli,
bahwa pada dasarnya bangsa Mongol ini yaitu kabilah-
kabilah penggembala yang peradabannya sangat primitif dan
ideologinya animisme. Oleh sebab hujan tidak pernah turun
selama bertahun-tahun di daerah mereka, maka tidak
ditemukan tempat penggembalaan.
Akibatnya bangsa Mongol melakukan invansi ke
berbagai bangsa, merampas dan merampok. Mereka
mendatangi kota-kota yang ada di sekelilingnya untuk
melakukan kekerasan dan kecurangan. Invansi yang
dilakukannya tidak bertujuan untuk menyebarkan akidah,
pemikiran atau peradaban mereka melainkan untuk
melakukan kerusakan semata-mata.
Di dalam otaknya telah tertanam pikiran-pikiran
jahat, yaitu mengubah kota-kota ramai, tanah-tanah subur
menjadi kota-kota padang lalang yang berperadaban
primitif, sebagaimana yang pernah mereka saksikan di
lingkungan tempat tinggal mereka yang pertama kali di Asia
Tengah.
Bangsa Mongol berasal dari seorang tokoh terkemuka
bernama “Alanja Khan”. Ia memiliki dua orang putera yang
bernama Tartar dan Mongol. Keduanya hidup rukun dan
sejahtera dan dapat melahirkan keturunan yang banyak.
Masing-masing Puak Tartar dan Puak Mongol.
9.1. Serangan Bangsa Mongol
Dari berbagai catatan sejarah, dapat diketahui bahwa
julukan yang paling tepat bagi bangsa Mongol yaitu penjarah
yang tidak beradab dan tidak berperikemanusiaan. Itulah Jengis
khan sebagai pemimpin bangsa Mongol pada waktu itu
dianggap sebagai manusia penakhluk terbesar dan terkuat,
sehingga wajar saja bangsa Mongol sebagai kekuatan raksasa
yang paling ditakuti.
Di samping sebab keberanian dan sikap ambisiusnya,
Jengis Khan memiliki antusias yang sangat tinggi untuk
meluaskan kekuasaannya ke negeri-negeri lain. Dan bahkan
dia bertekad untuk menguasai dunia, yakni dengan
membentuk dan melatih pasukan perang yang tangguh dan
berdisiplin.
Untuk merealisasikan keinginannya menguasai dunia,
Jengis Khan telah berhasil membina 10.000 prajurit terlatih
yang cerdas dan tanggap. Seribu orang di antaranya dipilih
untuk menjadi pengawal istana dan pengawal Jengis Khan
sebagai pemimpin tertinggi.298
Kekuatan yang telah terhimpun itu mulai
dikerahkannya untuk melakukan serangan demi serangan, di
antaranya ditujukan kepada. Pertama, bangsa Mongol
berusaha untuk menguasai Cina, yakni pada tahun 1215 M,
dia dapat menduduki Peking (ibu kota Cina saat itu, sekarang
Beijing), sesudah itu ia mencoba mengkonsentrasikan
perhatiannya ke sebelah barat, wilayah yang dihuni oleh umat
Islam.
Kedua, Jengis Khan mengadakan kontak dagang
dengan pihak Khawarizm sebagai usaha mengenali situasi dan
kondisi kekuasaan Islam di Asia tengah. Alauddin Muhammad
Khawarizm Syah menerima kontrak diplomasi perdagangan
ini dengan sangat hati-hati. Sehingga tidak lama sesudah itu para
pedagang Mongol yang beroperasi di pasar Utrar ditangkap
oleh penguasa lokal sebab dicurigai sebagai mata-mata.
Alasan yang dikemukakan oleh penguasa Utrar atas
penagkapan ini yaitu sebab pedagang Mongol telah
melakukan tindakan-tindakan kasar yang merugikan
pedagang setempat. namun alasan ini tidak diterima oleh
Jengis Khan bahkan menimbulkan kemarahannya, dan
meminta kepada Alauddin untuk menyerahkan penguasa
yang menangkap delegasi perdagangannya.
Namun hal itu ditolak Alauddin. Penolakan ini
menjadi alasan bagi Jengis Khan untuk menyerang Dinasti
Khawarizm. Pertempuran antara keduanya tidak dapat
dielakkan. Namun dalam pertempuran pertama yang terjadi
di Turkistan ini, masing-masing tidak mampu mengalahkan
lawannya, sehingga keduanya pulang ke negerinya masing-
masing tanpa membawa kemenangan.300
Ketiga, pada tahun 1220 Jengis Khan bersama
pasukannya datang ke Bukhara untuk melakukan serangan
terhadap kekuatan Khawarizm. Pasukan Alauddin yang
berjumlah 20.000 orang gagal menahan serangan Mongol yang
berkekuatan 70.000 orang personil tentara. Jengis Khan
memerintahkan agar seluruh penduduk Bukhara segera
meninggalkan kota tanpa membawa apa-apa kecuali pakaian
yang melekat di badan.
Mereka yang masih tetap bertahan di dalam kota
dibunuh. Mereka melakukan pengrusakan terhadap
bangunan-bangunan mesjid dan madrasah serta membakar
kitab suci Al-Qur’an serta kitab-kitab lain yang mereka temui
di ruangan-ruangan perpustakaan, sehingga Ibn Atsir,
seorang sejarawan Muslim terkenal menyatakan bahwa
pengrusakan ini menjadikan Bukhara rata bagaikan tak
pernah ada sebelumnya.
Selain itu, mereka juga melakukan pembunuhan
massal, pembakaran, rebut rampas, pembunuhan anak-anak
dan bayi-bayi dalam pangkuan serta penusukan terhadap
perut wanita-wanita hamil, mengobrak-abrik rumah-rumah
ibadat, melemparkan kitab-kitab suci dan kitab-kitab ilmu
pengetahuan serta mimbar-mimbar khutbah dan lainnya ke
dalam parit-parit pertahanan.
Keempat, Dari Bukhara, Jengis Khan melanjutkan
serangannya ke Samarkand pada tahun 1220 M. dengan 60.000
orang pasukan Mongol yang biadab itu menyebarkan
kehancuran dan kebinasaan. Banyak penduduk Samarkand
yang dibunuh dan ditawan. Alauddin mencoba bertahan
dengan kekuatan 50.000 orang tentara, namun nasib
Samarkand sama dengan Bukhara.
Kelima, selanjutnya pasukan Jengis Khan terus
melakukan serangan-serangan dan penakhlukkan ke kota-kota
Qunji, Nisabur, Mazindahan, Ray, Bamazan, Qazwin,
Azarbaijan, dan Tibris. Di kota-kota ini pun mereka melakukan
pembunuhan besar-besaran, sehingga tercatat bahwa tidak
kurang dari 1.600.000 orang tewas di Heart dan 1.747.000 orang
tewas di Naisabur oleh pasukan Jengis Khan. Dan bahkan
Sultan Alauddin Muhammad Khawari zm Syah tewas
terbunuh dalam peperangan Mazindaran pada tahun 1220. 304
Serangan-serangan yang dilancarkan oleh bangsa
Mongol seperti yang diuraikan di atas merupakan masa-masa
gelap yang meliputi dunia Islam, dan merupakan tahun
bencana dan kerusakan yang tidak pernah dibayangkan
sebelumnya. Jika dihitung jumlah kaum muslim dan non-
muslim yang telah menjadi korban akibat pembantaian yang
dilakukan oleh bangsa Mongol yang dipimpin oleh jengis
Khan di berbagai wilayah yang telah mereka taklukkan, maka
berapa jumlah mereka yang terbantai ini tidak ada yang
tahu kecuali Allah Swt. saja.
9.2. Kehancuran khilafah
Setelah bangsa Mongol berhasil menghancurkan
beberapa negeri dan wilayah Islam, dari Asia Tengah sampai
ke negeri Syam bagian selatan dengan politik kekerasan dan
kebiadabannya, maka sesudah Jengis Khan meninggal, dia
digantikan oleh cucunya Hulagu Khan.
Mereka berharap dapat menguasai Baghdad dan
memusnahkan Daulah Abbasiyah yang pada waktu dalam
posisi lemah sebab adanya perpecahan antara Kahlifah yang
berhaluan Ahlus Sunnah dengan Amir Umaranya yang
berpaham Syi’ah.
Untuk memenuhi ambisinya itu, dia mengirim surat
kepada Khalifah al-Mukta’sim yang berisi tekanan agar dia
menghancurkan benteng-benteng pertahanan, menimbun
parit-parit jebakan, serta menyerahkan kekuasaan kepada
Hulagu Khan.
Khalifah al-Mukta’sim menolak semua tuntutan itu dan
menyatakan siap untuk menangkal serangan Hulagu Khan.
Penolakan ini menimbulkan reaksi yang hebat, dan dia
segera mempersiapkan pasukannya untuk menyerang kota
Baghdad. Sehingga pada akhirnya Baghdad dikepung oleh
tentara Mongol dari segala penjuru. Dengan terpaksa khalifah
meminta agar Hulagu Khan mau berdamai.
Maka pada tanggal 10 Februari 1258, khalifah dengan
dikawal 3.000 orang pasukan perang dengan membawa
hadiah barang-barang perhiasan yang amat berharga, datang
menuju pangkalanHulagu Khan agar dia mau menerima
permintaan damainya. Maka hadiah-hadiah ini diterima
oleh Hulagu Khan, namun permohonan damai khalifah
ditolaknya.
Kemudian Hulagu Khan memerintahkan agar khalifah
mengumumkan kepada rakyatnya untuk meletakkan senjata.
Dengan leluasa Hulagu Khan menghancurkan Baghdad
beserta rakyatnya dalam tempo satu minggu. Tidak kurang
dari 1.800.000 orang tewas di tangan pasukannya, termasuk
khalifah sendiri. Namun salah seorang putera khalifah berhasil
melarikan diri ke Syiria dan mambawa seluruh atribut
kebesaran khalifah dari Baghdad. Dialah kelak yang akan
diangkat oleh Baybars I Raja Dinasti Mamluk di Mesir sebagai
khalifah.
Dengan jatuhnya kota Baghdad ke tangan Mongol,
hancurlah kekuasaan Bani Abbas bersamaan dengan
hancurnya berbagai peninggalan ilmu dan peradaban Islam
yang luhur, yang pernah dibangun oleh para khalifah. Dengan
serangan tentara Mongol terakhir inilah yang secara langsung
memicu hancurnya kekhalifahan Daulah Abbasiyah
pada tahun 1258 M.
Kenyataan pahit ini harus diterima oleh umat Islam
saat itu. Betapa tidak, kekuasaan yang telah dibentuk sekitar
5 abad dan dibangun dengan pengorbanan yang tidak sedikit,
ternyata lenyap begitu saja dalam waktu sekejab.
Para sejarawan menggambarkan bahwa dengan
runtuhnya Baghdad sebagai ibu kota Negara Islam,
merupakan lembaran sejarah yang sangat menyedihkan dan
menyakitkan sepanjang sejarah Islam. Bahkan mereka
menyebutkan bahwa dalam perjalanan sejarah, tidak ada
peristiwa yang lebih buruk dan menyakitkan hati selain
daripada peristiwa runtuhnya kota Baghdad.
DAFTAR NAMA PARA KHALIFAH
DAULAH ABBASIYAH DI BAGHDAD
1. Pengaruh Persia (750-847 M)
1. Khalifah Abu Abbas al-Safah (750-754 M)
2. Khalifah Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M)
3. Khalifah al-Mahdi (775-785 M)
4. Khalifah al-Hadi (785-786)
5. Khalifah Harun al-Rasyid (786-809)
6. Khalifah al-Amin (809-813 M)
7. Khalifah al-Makmun (813-833)
8. Khalifah al-Muktasim (833-842 M)
9. Khalifah al-Wasiq (842-847 M)
2. Peranan Turki (847-944 M)
10. Khalifah al-Mutawakkil (847-861 M)
11. Khalifah al-Muntasir (861-862M)
12. Khalifah al-Mustain (862-866 M)
13. Khalifah al-Muktaz (866-869 M)
14. Khalifah al-Muhtadi (869-870 M)
15. Khalifah al-Muktamid (870-892 M)
16. Khalifah al-Muktadid (892-902 M)
17. Khalifah al-Muktafi (902-908 M)
18. Khalifah alMuktadir (908-932 M)
19. Khalifah al-Kahir (932-934 M)
20. Khalifah al-Radhi (934-940 M)
21. Khalifah al-Muttaqi (940-944 M)
3. Bani Buwaihi (944-1075 M)
22. Khalifah al-Mustakfi (944-946 M)
23. Khalifah al-Muthi’ (946-974 M)
24. Khalifah al-Tha’i (974-991 M)
25. Khalifah al-Kadir (991-1031 M)
26. Khalifah al-Qaim (1031-1075 M)
4. Turki Bani Saljuk (1075-1258 M) 306
27. Khalifah al-Muqtadi (1075-1084 M)
28. Khalifah al-Mustazhir (1084-1118 M)
29. Khalifah al-Mustasid (1118-1135 M)
30. Khalifah al-Rasyid (1135-1136 M)
31. Khalifah al-Muqtafi (1136-1160 M)
32. Khalifah al-Mustanjid (1160-1170)
33. Khalifah al-Mustathi’ (1170-1180)
34. Khalifah al-Nasir (1180-1224 M)
35. Khalifah al-Zahir (1224-1226 M)
36. Khalifah al-Mustansir (1226-1242 M)
37. Khalifah al-Muktasim (1242-1258 M)
306 Bani saljuk tidak hanya berkuasa di Bagdad, namun juga di Anatolia merek
berkuasa (1081-1296 M), Di Iran timur (1118-1194 M) dan di Syria (1094-
1114 M). Sewaktu Turki Saljuk berkuasa di Syria mereka menghalangi orang
Kristen menziarahi Palestina yang memicu terjadinya Perang Salib.
SEJARAH DAULAH FATIMIYAH
DI MESIR
Islam masuk Mesir pada masa pemerintahan Umar
ibn Khattab saat itu Amr ibn Ash disuruh Khalifah
membawa tentara Islam untuk mendudukinya sebab dari
segi geografis Palestina yang berbatasan langsung dengan
Mesir tidak akan aman tanpa menduduki Mesir, sementara
Palestina saat itu sudah dapat ditaklukkan tentara Islam.
Setelah menduduki daerah Mesir, Amr ibn Ash
langsung diangkat menjadi gubernurnya (632-550) dan
menjadikan Fustah (dekat Cairo) sebagai ibu kotanya.
Selanjutnya, Daulah Islamiyah silih berganti menduduki
Mesir, antara lain, Daulah Umayyah, Daulah Abbasiyah,
Daulah Fatimiyah (909-1171), yang ditandai dengan
berhasilnya Jauhar al-Katib (Panglima Besar) Khalifah Muiz
Lidinillah mendirikan Universitas tertua di dunia Al-Azhar
pada tahun 972 M, Daulah Ayubiyah (1174-1250) yang
ditandai dengan datangnya serangan tentara Perang Salib
(1096-1273) ke Mesir, Daulah Mamluk (1250-1517) yang
ditandai dengan berhasilnya Daulah Mamluk di bawah
pimpinan Khalifah Baybas (1260) membendung serangan
Mongol yang hendak menguasai Mesir. Pada masa
selanjutnya Mesir menjadi bagian dari Kerajaan Turki
Usmani.
Abad Modern, Mesir berada di bawah penjajahan
Barat, pada tahun 1798 tentara Napoleon mendarat di Mesir,
tanpa mendapat perlawanan yang berarti dari Umat Islam.
Inggris mulai campur tangan dalam pemerintahan Mesir pada
tahun1882 dan Mesir merdeka dari Inggris pada tahun 1922.
2. Pembentukan Pemerintahan
Menejelang akhir abad ke-10 kondisi Daulah
Abbasiyah di Baghdad mulai melemah sebab daerah
kekuasaannya yang luas sudah tidak dapat terkonsolidasikan
lagi atau tepatnya memasuki masa disintegrasi. Kondisi
seperti ini membuka peluang bagi munculnya Daulah-Daulah
kecil di daerah-daerah yang membebaskan diri dari
pemerintahan pusat, terutama bagi gubernur dan Khalifahnya
yang sudah memiliki tentara sendiri. Di antaranya yaitu
Daulah Fatimiyah.
Selain itu, hubungan antara Daulah Abbasiyah
dengan orang-orang Syi’ah selalu dalam keadaan konflik
sebab Daulah Abbasiyah pernah mengkhianati orang-orang
Syi’ah maka sekte Syi’ah bersikap oposisi bagi pemerintahan
Daulah Abbasiyah. Akibatnya, orang-orang Syi’ah selalu
dikejar-kejar penguasa Daulah Abbasiyah.
Sewaktu terjadi pengejaran besar-besaran terhadap
orang-orang Syi’ah pada masa Khalifah al-Hadi, Imam Idris
Ibn Abdullah dan pengikut-pengikutnya berhasil melarikan
diri ke Maroko dan mendirikan Daulah Idrisiyah disana pada
tahun 172 H.
Imam Abdullah As-Syi’i (Imam Syi’ah) termasuk
orang yang hendak ditangkap tentara Daulah Abbasiyah
sehingga dia melarikan diri dari Baghdad dan berhasil
sampai ke desa Salmajah dekat Syiria dan menetap disana.
Kemudian dia menjadikannya sebagai markas dakwah orang-
orang Syi’ah. Tidak lama menetap di Salmajah dia
melanjutkan perjalanannya sampai ke Maroko.309
Setibanya di Maroko dia menyerukan kepada
penduduk agar melantik Ubaidillah Al-Mahdi menjadi
pemimpin mereka yang pada saat itu masih berada di desa
Salmajah. Tawaran ini diterima penduduk Maroko dan
Ubaidillah Al-Mahdi diminta untuk datang ke Maroko. namun
kedatangannya diketahui oleh orang-orang Abbasiyah lalu
dia ditangkap pada tahun 296 H.
Abdullah As-Syi’i berusaha mengumpulkan kekuatan
dengan sejumlah besar tentara untuk membebaskan
Ubaidillah Al-Mahdi dari penjara. Mendengar pasukan besar
ini gubernur Daulah Abbasiyah untuk Afrika melarikan,
kesempatan itu dapat dipergunakan Ubaidillah Al-Mahdi
keluar dari penjara dan dilantik pendukungnya untuk
menjadi pemimpin mereka mendirikan Daulah Fatimiyah
pada tahun 297 H/909 M.310 Dengan demikian, secara resmi
berdirilah Daulah Fatimiyah di Maroko memakai gelar
Khalifah terbebas dari pemerintahan Daulah Abbasiyah di
Baghdad.
Pada mulanya pusat ibu kota Daulah Fatimiyah
yaitu di Maroko agar mereka terbebas dari pengejaran
Daulah Abbasiyah yang menjadi musuh mereka sebab letak
Maroko jauh dari jangkauan Baghdad sehingga Khalifah
Daulah Abbasiyah Baghdadpun tidak bisa berbuat apa-apa.
namun sesudah kuat mereka kemudian pindah ke Mesir untuk
mempermudah pengaruh ke timur dan barat sebab letak
Mesir berada di antara keduanya, lebih dari itu mereka ingin
membebaskan kawasan ini dari kekuasaan Daulah Abbasiyah.
Daulah ini diberi nama “Fatimiyah” karena
dibangsakan lepada Fatimah putri Rasulullah Saw, sebab
mereka mengaku masih keturunan Nabi Muhammad Saw
melalui Ali dan Fatimah dari keturunan Isma’il anak Ja’far
al-Shadiq. Mereka yaitu sekte Syi’ah Isma’iliyah.311
Daulah yang didirikan oleh Ubaidillah Al-Mahdi ini
berkuasa selama lebih kurang 262 tahun (909-1171 M)
diperintah oleh 12 orang Khalifah. Masa pemerintahan
Khalifah-Khalifah itu dapat dibagi kepada tiga periode yaitu
masa pertumbuhan, masa kejayaan dan kemajuan kemudian
masa kemunduran.
3. Masa Pertumbuhan Pemerintahan
Pada masa petumbuhan ini berada di bawah tiga
Khalifah, yaitu Ubaidillah Al-Mahdi (909-934 M), Al-Qaim
(934-946 M), Al-Mansur (946-953 M) pada masa ini ibu kota
Daulah Fatimiyah masih berada di Moroko.
Tidak lama sesudah berdiri Daulah Fatimiyah di
Maroko (909 M) maka Abdurrahman III yang memerintah
Daulah Umyyah di Spanyol (921-961 M) tidak mau lagi
memakai gelar Sultan sebab itu dia memproklamirkan diri
pula memakai gelar Khalifah di Cordova sesudah memahami
kelemahan Khalifah Abbasiyah di Baghdad.312
Oleh sebab itu pada waktu yang bersamaan ada
tiga Khalifah di dunia Islam, Khalifah Daulah Abbasiyah di
Baghdad, Khalifah Daulah Umayyah di Cordova dan Khalifah
Daulah Fatimiyah di Mesir satu sama lainnya tidak saling
berhubungan di bidang politik namun berhubungan di bidang
ilmu pengetahuan.
Dalam perkembangannya Daulah Fatimiyah ingin
memindahkan ibu kota pemerintahan mereka ke Mesir untuk
mempermudah pengaruh ke timur dan barat sebab letak
Mesir berada di antara keduanya, sementara Daulah
Abbasiyah ingin mempertahankan Mesir jangan lepas dari
wilayah pemerintahan mereka. Maka selama dua puluh tahun
pertama dari berdrinya Daulah Fatimiyah selalu terjadi
pergolakan di antara dua pemerintahan ini untuk
memperebutkan Mesir.
Pada tahun 1003 M/301 H, empat tahun sesudah
Ubaidillah Al-Mahdi berkuasa, dia mengirim pasukan terdiri
dari orang-orang Maroko dalam usaha hendak merebut Mesir
yang langsung dipimpin oleh anaknya Abu Al-Qasim yang
dibantu oleh Panglima Al-Kuttam ibn Yusuf , mereka berhasil
menaklukkan kota Iskandariyah.
Akan namun Khalifah Daulah Abbasiyah Al-Muktadir
mengirim pasukan dalam jumlah besar di bawah pimpinan
Muamis Al-Khadim dan dia dapat mengalahkan tentara
Daulah Fatimiyah di dekat Al-Jarirah. Pasukan Daulah
Fatimiyah terpaksa mundur balik ke Maroko. Dengan
membawa bibit-bibit permusuhan yang semakin membara.
Usaha kedua, Pada tahun 1009M/307 H, enam tahun
kemudian, Khalifah Al-Mahdi dari Daulah Fatimiyah kembali
mengirim pasukan di bawah pimpinan Abu Al-Qasim, dia
juga berhasil menaklukkan kota Iskandariyah dan Al-Jarirah,
namun Daulah Abbasiyah mengirim pasukan besar lagi di
bawah pimpinan Muannis Al-Khadam, iapun berhasil
mengalahkan tentara Daulah Fatimiyah dan membakar-
kapal-kapal mereka. Pasukan Daulah Fatimiyah terpaksa
mundur kembali ke Maroko.315
Usaha ketiga pada tahun 933 M/321 H Khalifah Al-
Mandi kembali mengirim pasukan di bawah pimpinan Al-Jaisy
ibn Ahmad Al-Maghribi. Khalifah Daulah Abbasiyah mengirim
pasukan lagi di bawah pimpinan Ahmad ibn Thunghuj.
Pertempuran sengit kembali terjadi antara dua pasukan ini
selama tiga tahun, dalam pada itu Khalifah Ubaidillah Al-Mahdi
meninggal dan digantikan anaknya Al-Qasim.
Al-Qasim sebagai Khalifah kedua Daulah Fatimiyah
mengirim pasukan tambahan namun Daulah Ikhsyad yang
pernah berkuasa di Mesir berpihak kepada Daulah Abbasiyah
dan membantunya untuk mengalahkan tentara Daulah
Fatimiyah sehingga pasukan tentara Daulah Fatimiyah kalah
dan mereka terpaksa mundur lagi ke Maroko.316
Demikianlah usaha-usaha yang dilakukan Khalifah
Daulah Fatimiyah pada masa pertumbuhan ini untuk merebut
Mesir dari wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah, tetapi
pasukan tentara Daulah Abbasiyah lebih unggul dari mereka,
selain itu penduduk wilayah Mesir masih berpihak kepada
Daulah Abbasiyah sehingga pasukan Daulah Fatimiyah selalu
kalah dan terpaksa mundur kembali ke Maroko.
Faktor ketidakberhasilan Khalifah Daulah Fatimiyah
dalam penaklukan mereka ke Mesir sebanyak tiga kali
ini sebab kurang memperhatikan situasi keamanan di
dalam negeri terlebih dahulu sebab keberhasilan ekspansi
ditentukan oleh stabilitas keamanan dalam negeri atau
rapuhnya sosial ekonomi daerah sasaran.
4. Masa Kejayaan Pemerintahan dan Perkembangan Ilmu
Pengetahuan
Pada masa Kejayaan ini berada di bawah tiga Khalifah,
yaitu Al Muiz Lidinillah (953-975 M), Al-Aziz Billah (975-996
M), dan Al-Hakim Biamrillah (966-1021 M). Daulah Fatimiyah
menjadi Daulah ketiga dalam Islam -sesudah Daulah
Abbasiyah dan Daulah Umayyah Cordova - yang berhasil
memajukan peradaban Islam pada periode Klasik.
4.1. Khalifah Al-Muiz Lidinillah
Khalifah Al-Muiz Lidinillah termasuk salah seorang
Khalifah Daulah Fatimiyah yang mengagumkan, dia yaitu
seorang yang luas pengetahuannya, banyak mengetahui
bahasa, sangat cinta pada ilmu pengetahuan dan sastra, pandai
mengatur siasat sehingga dia dikagumi baik kawan maupun
lawannya.
Setelah Al-Muiz Lidinillah naik tahta pada tahun 953
M/341 H, dia berusaha mengokohkan kedudukannya sebagai
Khalifah keempat Daulah Fatimiyah. Untuk itu, dia
mengamankan seluruh wilayah kekuasaannya dari
kekacauan-kekacauan yang selama ini terjadi, hal itu
berlangsung selama 17 tahun. Setelah situasi dalam negeri
aman memberi kesempatan kepadanya untuk menyerang
dan merebut Mesir dari Daulah Abbasiyah.
Pada tahun 970 M/358 H Al-Muiz Lidinillah
mengerahkan pasukan dalam jumlah besar di bawah
Panglimanya Abu Hasan Al-Jauhar dan barulah kali ini
mereka berhasil menguasai Mesir pada bulan Jumadil Awwal
359 H/971 M kemudian Jauhar pergi ke masjid Ibn Tulun dan
menyuruh muazzin menyuarakan azan Syi’ah, yaitu “Haiya
‘ala kharil ‘amal”. Itulah azan pertama orang Syi’ah di Mesir.
Faktor keberhasilan Al-Muiz Lidinillah dalam merebut
Mesir kali ini sebab dia lebih dulu mengamankan wilayah
kekuasaannya sehingga dia berada dalam situasi benar-benar
kuat kemudian baru dia melakukan penaklukan untuk merebut
Mesir, juga ditentukan oleh sosok pribadinya yang cemerlang.
Pada masa Khalifah Al-Muiz Lidinillah Daulah
Fatimiyah mengalami kemajuan pesat. Dia melakukan
perluasan wilayah Daulah Fatimiyah sampai ke negeri Syam
(Syiria) dan Palestina, juga namanya disebut di atas mimbar
di negeri Hijaz Makkah Madinah) sebagai lambang dari
kekuatan Daulah Fatimiyah saat itu.
Pada masa pemerintahan Al-Muiz Lidinillah (953-975
M), Panglima besarnya Jauhar Al-Katib telah berhasil
membangun ibu kota Daulah Fatimiyah “Al-Qahirah” atau
Cairo di pinggiran barat sungai Nil untuk selanjutnya ibu kota
Daulah Fatimiyah berpindah dari Maroko ke Cairo. Demikian
juga dia membangun istana untuk tempat tinggal Khalifah
Al-Muiz Lidinillah.
Selain itu, Panglima Jauhar Al-Katib membangun
Pergutuan Tinggi Al-Jami’ Al-Azhar dan Khalifah Muiz
Lidinillah meresmikan Universitas Al-Azhar ini pada
tanggal 7 Ramadhan 361/22 Juni 972 M. pada mulanya
kurikulum yang diterapkan di Unversitas tertua di dunia itu
yaitu berdasarkan mazhab Syi’ah aliran Isma’iliyah.
Untuk memajukan ekonomi Daulah Fatimiyah,
Khalifah Muiz Lidinillah juga mengembangkan kerajinan dan
perusahaan-perusahaan agar negara memiliki inkam
pemasukan, seperti kerjinan tenun, keramik, perhiasan emas
dan perak, peralatan kaca, kerajinan madu, ramu-ramuan dan
pengobatan.
Dengan dikembangkannya berbagai macam kerajinan
pada gilirannya ekonomi negara semakin berkembang dan
kehidupan warga menjadi makmur mereka dapat menikmati
kemewahan hidup.
Bila Daulah Abbasiyah telah berhasil memajukan
peradaban Islam dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan
di Baghdad, seperti kemegahan dan keindahan kota Baghdad,
ilmu kedokteran, astronomi, matematika, kimia, farmasi,
filsafat dan ilmu agama lainnya untuk warga Irak.
Demikian juga Daulah Umayyah Cordova telah berhasil
menymbangkan berbagai kemajuan seperti industri,
peradaban dan pertanikan untuk warga Spanyol. Maka
Daulah Fatimiyah juga telah menyumbangkan banyak
kemajuan dan kecemerlangan untuk warga Mesir
walaupun tidak dapat menyaingi kecemerlangan Baghdad
dan Spanyol.
Jelasnya walaupun Daulah-Daulah Islam yang pernah
berkuasa di Maroko dan Mesir baik sebelum maupun sesudah
Daulah Fatimiyah, seperti Daulah Idrisiyah, Daulah
Tuluniyah, Daulah Ikhsyidiyah, Daulah Ayyubiyah, Daulah
Mamluk, Daulah Murabitun dan Daulah Muwahhidun belum
pernah dapat memajukan peradaban Islam melebihi apa yang
pernah dicapai oleh Daulah Fatimiyah ini .
4.2.Khalifah Al-Aziz Billah
Al-Muiz Lidinillah wafat pada tahun 975
kedudukannya digantikan oleh anaknya Al-Aziz Billah. Pada
masa pemerintahan Al-Aziz Billah (975-996 M), dia dapat
mewarisi sumber kekayaan negara dari ayahnya yang dapat
dipergunakannya untuk lebih mengembangkan Daulah
Fatimiyah.
Selain dia banyak lagi membangun istana, juga
Universitas Al-Azhar semakin dikembangkannya sehingga
mampu menyediakan asrama bagi mahasiswa dengan gratis.
Demikian juga makan dan pakaian mereka disediakan oleh
negara sehingga mahasiswa dapat berkonsentrasi penuh
menekuni kuliah mereka.
Stabilnya ekonomi negara pada masa Khalifah Al-Aziz
Billah memberi peluang baginya untuk memperhatikan
perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu, istana-istana,
masjid-masjid dan perpustakaan-perpustakaan dijadikannya
sebagai temapat mengembangan ilmu pengetahuan dan
perdaban Islam.
Bahkan Wazirnya (Perdana Menterinya) yang bernama
Ya’qub ibn Keles – seorang Yahudi yang masuk Islam –
mengadakan pertemuan-pertemuan besar di istananya pada
setiap hari Kamis dan Jum’at dan dia membacakan karangan-
karangannya kepada para hadirin. Adapun yang menjadi
peserta pertemuan yaitu para Qadhi, Fuqaha, ahli Qira’at,
ahli Nahwu, ulama Hadits dan para pembesar negara yang
berbakat.
Perdana Menterinya juga mengarang dan menyusun
kitab-kitab terbesar dalam bidang Fiqih Syi’ah yang dipelajari
oleh ulama Fuqaha dan mereka menjadikan masjid-masjid
sebagai tempat pertemuan. Ya’qub ibn Keles juga
menyampaikan ceramah kepada hadirin tentang aqidah Sy’ah
Isma’ilyah di masjid-masjid. Kitab terbesar dalam bidang
Fiqih Syi’ah yaitu kitab karangan Ya’qub ibn Keles.
4.3. Khalifah Al-Hakim Biamrillah
Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Hakim
Biamrillah kegiatan diskusi-diskusi semakin dikembangkan
dari istana beralih ke perpustakaan sebab perpustakaan juga
memiliki peranan penting dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Oleh sebab itu pada masa pemerintahan
Hakim Biamrillah dia sudah membangun perpustakaan
“Darul Hikmah” dan menugaskan kepada para ilmuan baik
di bidang ilmu naqli maupun ilmu aqli untuk mengelola
perpustakaan ini .
Di dalamnya dilengkapi buku-buku karangan para
ilmuan ternama untuk ditela’ah dan dikaji. Semua orang
diizinkan memanfa’atkannya. Diskusi-Diskusi diadakan
secara rutin yang dihadiri oleh Khalifah Al-Hakim dan Al-
Hakim membagi-bagikan hadiah kepada mereka.324
Kalau begitu, perpustakaan menjadi urat nadi bagi
sebuah Universitas, disitu diadakan kegiatan diskusi yang
dihadiri oleh para ilmuan dari berbagai bidang disiplin ilmu
untuk menela’ah buku-buku yang ada kemudian hasil dari
tela’ahan ini disalin dan disimpan di perpustakaan itu
lagi.
Kegiatan yang dilakukan Khalifah Al-Hakim dari
Daulah Fatimiyah yang memberikan hadiah-hadiah kepada
para ilmuan yang datang berdiskusi ke istananya, juga
dilakukan oleh Khalifah Al-Makmun dari Daulah Abbasiyah
bahkan Al-Makmun memberikan hadiah emas batangan
kepada para ilmuan seberat buku yang diterjamahkannya.
Demikian juga Khalifah Abdurrahman III dari Daulah
Umayyah Cordova selain memberi hadiah bahkan
membelanjakan sepertiga dari pendapatan negara setiap
tahun untuk kemajuan ilmu pengetahuan, pengajaran dan
kebudayaan. Seakan mereka berpacu dan berlomba-lomba
bagi peengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban di
daerah kekuasaan masing-masing.
Dengan demikian, persaingan secara positif dan sportif
dari tiga kerajaan Islam ini di atas untuk memajukan
kekuasaan masing-masing turut serta menjadi pendukung dan
faktor tersendiri bagi kemajuan dan kecemerlangan
perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, sebab hal itu
membangkitkan semangat yang dinamik dan enerjik.
Belajar dari tiga Khalifah Islam ini dapat
diketahui bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan
kecemerlangan peradaban di daerah manapun akan dapat
tercapai jika didukung oleh Kepala Pemerintahan (Presiden,
gubernur, bupati) dan disediakan atau dialokasikan dana atau
biaya yang benar-benar memadai dari pemerintah
bersangkutan.
Khalifah Al-Hakim Biamrillah juga mendirikan “Darul
Ilmi” sebagai pusat pengajaran ilmu Kedokteran dan ilmu
Astronomi. Pada masa inilah muncul seorang Astronom besar
yang bernama Ibnu Yunus (348-399 H/958-1009 M) dan
seorang tokoh Fisika dan Optik bernama Ibnu Haitam (354-
430 H/965-1039 M).
Khalifah Al-Hakim Biamrillah pun membentuk Majelis
Ilmu (Lembaga Seminar) di istananya, tempat berkumpulnya
sejumlah ilmuan untuk mendiskusikan berbagai cabang ilmu.
Kegiatan ini ternyata dapat memunculkan sejumlah ilmuan
besar Mesir, sehingga pikiran dan karya-karya besar mereka
berpengaruh ke seluruh dunia Islam.
5. Kemajuan Ekonomi
Kemajuan ilmu pengetahuan dapat tercapai karena
didukung oleh kemajuan ekonomi. Suatu negara. Maka
Daulah Fatimiyah menggali sumber pemasukan ekonomi
negara dari berbagai bidang, di antaranya;
5.1. Pajak
Mesir dikenal sebagai negara yang kaya dari hasil-hasil
pertanian sebab tanah-tanah di lembah sungai Nil sangat
subur. Maka pajak dari hasil pertanian ini turut serta
menjadi sumber pemasukan keuangan negara. Sumber
pemasukan lain juga diperoleh dari pajak hasil binatang
ternak sebab Mesir juga kaya dengan binatang ternak
seperti kibar, kambing dan unta.
Pajak yang dipungut oleh Perdana Menteri Ya’qub ibn
Keles memperoleh hasil yang luar biasa. Untuk pajak kawasan
“Fustah” saja berkisar antara 120.000-500.000 dinar per-
harinya. Demikian juga pajak kota Dimyat lebih dari 200.000
dinar per-harinya. Hal ini belum pernah terjadi di Mesir
sebelumnya.
5.2. Al-Jawali/Jizyah
Adapun yang dimaksud dengan Al-Jawali atau Jizyah
yaitu pungutan yang diwajibkan kepada orang-orang kafir
Zimmi yang tinggal di wilayah Islam yang merdeka lagi baligh,
namun tidak diwajibkan kepada wanita dan anak-anak kecil. Sebagai
gambaran, hasil yang diperoleh dari system Jawali ini, dapat dilihat
pada jumlah Jawali tahun 587 M mencapai 30.000 dinar.329
5.3. Al-Makus
Al-Makus artinya pajak bea cukai yang diwajibkan
bagi industri-industri. Terdapat dua cara yang diterapkan
dalam bea cukai ini. Petama, bea cukai yang dipungut dari
barang-barang luar negeri yang datang ke kota-kota yang
ada di Mesir, seperti Iskandariyah, Tunisiyah, Fushtah
dan lain-lainnya. Maka bagi pedagang-pedagang yang datang
dari Konstantinopel mereka masuk ke Mesir dipungut biaya
35 dinar dari setiap 100 dinar, hal ini berarti bea cukainya
mencapai 35 %. Sedangkan jenis kedua, yaitu bea cukai yang
diwajibkan pada industri-industri dan pedagang-pedagang
yang berada di wilayah Mesir.330
Maka melalui tiga macam pemasukan keuangan ke
Kas Negara membuat Daulah Fatimiyah memiliki keuangan
yang melimpah ruah tersimpan di Baitul Mal. Sayangnya oleh
Khalifah-Khalifah sesudahnya mereka pergunakan untuk
berpoya-poya yang membawa kepada salah satu dari
kehancuran Daulah Fatimiyah.
6. Masa Kemunduran
Pada masa kemunduran ini berada di bawah enam
Khalifah, yaitu Al-Zafir (1021-1036 M). Al-Mustansir (1035-
1094 M), Al-Musta’li (1094-1101 M), Al-Amir (1101-1130 M),
Al-Hafiz (1130-1149), Al-Zafir (1149-1154 M), Al-Fa’iz (1154-
1160 M) dan Al-Adid (1160-1171 M).
Di antara kebijakan yang diambil Khalifah Daulah
Fatimiyah pada saat berkuasa di Mesir yaitu menyebarkan
atau bahkan boleh dikatakan memaksakan faham Syi’ah
Isma’ilyah kepada penduduk.
Untuk itu, seluruh pegawai diwajibkan memeluk
mazhab Syi’ah Isma’iliyah. Semua Qadhi atau Hakim
diwajibkan supaya mengeluarkan keputusan hukum yang
sesuai dengan undang-undang mazhab Syi’ah. Kemudian
mereka menyebarkan atau mempropagandakan mazhab
Syi’ah Isma’iliyah kepada penduduk. Begitu pula kepada tiga
Khalifah pertama, yaitu Abu Bakar Shiddiq, Umar ibn Khattab
dan Usman ibn Affan dicaci maki dan dicela oleh Khalifah
Daulah Fatimiyah.
Bahkan yang lebih kasar lagi yaitu apa yang
dilakukan oleh Khalifah Al-Hakim Biamrillah, dia
memerintahkan supaya dilukiskan cacian kepada para
sahabat, baik di dinding-dinding masjid, di pasar-pasar
maupun di jalan-jalan. Perintah itu dikeluarkannya kepada
seluruh pemerintah daerah dalam wilayah kekuasaan Daulah
Fatimiyah.
Tindakan Al-Hakim ini membangkitkan kemarahan
warga Sunni yang merupakan mayoritas penduduk di seluruh
wilayah kekuasaan Daulah Fatimiyah, mereka menuntut
dihentikan segala bentuk caci maki yang ditujukan kepada
tiga Khalifah pertama ini . Pada akhirnya konflik Sunni
Syi’ah ini dapat diselesaikan sesudah Khalifah Al-Hakim
menyuruh menghapus segala celaan terhadap Khalifah yang
tiga dan akan dihukum setiap orang yang berani mencela
mereka dan bersikap kasar pada mereka baik di jalan-jalan
maupun di halayak ramai.333
Tindakan Al-Hakim ini menimbulkan bibit-bibit
kebencian dan kemarahan di kalangan warga yang menjadi
bom waktu terjadinya perang pada saat yang tepat mereka
bertekad hendak menghancurkan Daulah Fatimiyah.
Kehancuran Daulah Fatimiyah ini sepeninggal
Khalifah Al-Hakim para Khalifah yang dilantik sesudahnya
mereka telah tenggelam dalam kemewahan hidup sampai
Khalifah terakhir Al-Adid (1160-1171 M).
Mereka tinggal di istana-istana indah di Kairo
menikmati berbagai macam kelezatan hidup duniawi
sedangkan urusan pemerintahan mereka seerahkan kepada
para Perdana Menteri dan Perdana Menteri pun merongrong
jabatan Khalifah sebab mereka mengangkat dirinya menjadi
“Penguasa Sebenarnya” sedang Khalifah menjadi
“Permainan” di tangan mereka. 334
Faktor luar sebab mereka mengancam warga untuk
menganut faham Syi’ah yang menjadi mazhab mereka maka
gubernur Iskandariyah Ibn Al-Silar menyerbu ke Kairo pada
saat itu menteri dijabat Najamuddin ibn Mishal. Terjadi bentrok
dan peperangan di antara dua pasukan ini . Demikianlah
terjadi silih berganti perebutan kekuasaan, anehnya setiap
terjadi bentrok masing-masing minta bantuan kepada musuh.
namun faktor yang mempercepat kehancuran Dinasti
Fatimiyah yaitu Perang Salib sebab pada saat Daulah
Fatimiyah lemah orang Salib ingin menguasai Mesir. Mereka
datang hendak menyerbu Mesir pada saat memuncak konflik
antara Daulah Fatimiyah dengan warga di Mesir.
Dalam situasi genting begini terpaksa Khalifah
Fatimiyah minta bantuan kepada Nuruddin Zanki penguasa
Syam dan Aleppo untuk membantunya memerangi orang
Salib. Nuruddin Zanki mengirim sejumlah tentara di bawah
pimpinan Asaduddin Zanki. Pada tahap ini terjadi perjanjian
antara pasukan Asaduddin dengan pasukan Salib untuk
sama-sama menarik diri dari Mesir.
namun setahun kemudian orang Salib membatalkan
perjanjian ini . Maka Nuruddin kembali mengirim
bantuan tentara dalam jumlah besar di bawah pimpinan
Salahuddin al-Ayyubi. Dia dapat memukul mundur pasukan
tentara Salib dari Mesir. Pasukan tentara Salib melarikan diri
ke Syam. Untuk jasanya itu dia diangkat menjadi menteri
besar di Mesir.
Selanjutnya Nuruddin Zanki mendesak Salahuddin
Al-Ayyubi untuk mengakhiri Daulah Fatimiyah di Mesir.
Maka pada tahun 567 H/1171 M diumumkanlah berdirinya
Daulah Ayyubiyah di Mesir di bawah kekuasaan Daulah
Abbasiyah, dengan sendirinya berakhirlah kekuasaan Daulah
Fatimiyah.
Dapat lebih ditegaskan disini bahwa Daulah
Ayyubiyah di bawah pimpinan Salahuddin Al-Ayyubi sangat
berjasa dalam mempertahankan Mesir dari serangan pasukan
Salib dan mendesaknya keluar dari Mesir sehingga aset
peradaban Islam yang benilai tinggi, seperti Universitas Al-
Azhar dapat terpelihara dan diwariskan kepada generasi
Islam berikutnya sampai sekarang.
Wallah a’lam bi al-shawwab
DAFTAR NAMA PARA KHALIFAH
DAULAH FATIMIYAH DI MESIR
1. Ubaidillah Al-Mahdi (909-934 M)
2. Al-Qaim (934-946 M)
3. Al-Mansur (946-953 M)
4. Al Muiz Lidinillah (953-975 M)
5. Al-Aziz Billah (975-996 M)
6. Al-Hakim Biamrillah (966-1021 M)
7. Al-Zafir (1021-1036 M)
8. Al-Mustansir (1035-1094 M)
9. Al-Musta’li (1094-1101 M)
10. Al-Amir (1101-1130 M)
11. Al-Hafiz (1130-1149)
12. Al-Zafir (1149-1154 M)
13. Al-Fa’iz (1154-1160 M)
14. Al-Adid (1160-1171 M)
SEJARAH DAULAH MAMALIK
DI MESIR
Di atas kehancuran Daulah Fatimiyah di Mesir naiklah
Daulah Ayyubiyah, saat itu Nuruddin Zanki (Penguasa Syam
dan Aleppo) mendesak SalahuddinAl-Ayyubi untuk
mengakhiri kekuasaan Daulah Fatimiyah di Mesir dan
sekaligus mengusir tentara Salib sehingga tentara Salib
melarikan diri ke Syam dan diumumkan berdirinya Daulah
Ayyubiyah di Mesir.
Usaha merekrut budak-budak untuk dimanfa’atkan
dalam kegiatan pemerintahan di bidang Militer sudah menjadi
tradisi saat itu terutama bagi Daulah-Daulah yang pernah
berkuasa di Mesir sebelum Daulah Ayyubiyah maupun
Daulah Ayyubiyah sendiri.
Hal itu dapat diketahui dari apa yang dilakukan oleh
Daulah Tulun (254-292 H / 868-905 M), Daulah Ikhsit (323-358
H / 935-969 M), Daulah Fitiniah (909-1171 M) dan Daulah
Ayyubiyah mereka mendatangkan budak-budak ke Mesir
untuk diangkat menjadi tentara pemerintahan. Dalam
perkembangan selanjutnya, para budak itu bukan hanya
berpengaruh dalam tubuh militer tapi juga dalam
pemerintahan pada umumnya.336
Daulah Mamalik di Mesir muncul pada saat dunia
Islam mengalami desentralisasi dan desintegrasi politik.
Wilayah kekuasaannya meliputi Mesir, Hijaz, Yaman dan
daerah sungai Furat. Kaum Mamalik ini berhasil
membersihkan sisa-sisa tentara Salib dari Mesir dan Suriah
serta membendung desakan gerombolan-gerombolan
bangsa Mongol di bawah pimpinan Khulaqu Khan dan
Timurlenk.
Kaum Mamalik yang memerintah di Mesir mereka
dibedakan menjadi dua suku. Pertama Mamalik Bahri (648-
792 H / 1250-1390 M). kedua Mamalik Burji (784-922 H / 1382-
1517 M). Mamalik Bahri yaitu budak-budak Turki yang
didatangkan Malik Al-Saleh ke Mesir dalam jumlah besar
sesudah ia berhasil menduduki jabatan Sultan (1240-1249). Di
Mesir mereka ditempatkan di barak-barak militer dekat sungai
Nil, itulah sebabnya mereka disebut dengan Mamalik Bahri
artinya budak laut. Adapun Mamalik Burji yaitu budak-
budak yang didatangkan dari Syirkas (Turki) oleh Sultan
Qalawun (1279-1290) sebab ia curiga terhadap beberapa
tokoh militer dari Mamalik Bahri yang dianggapnya dapat
mengancam kelangsungan kekuasaannya. Mereka
ditempatkan di menara-menara benteng (Burji). Itulah
sebabnya mereka disebut dengan Mamalik Burji. Baik
Mamalik Bahri maupun Mamalik Burji sama-sama berasal dari
Turki namun suku mereka yang berbeda.
2. Pembentukan Pemerintahan
Untuk mempertahankan kekuasaan Daulah
Ayyubiyah Sultan Malik Al-Saleh memberikan kebebasan dan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada kaum Mamalik
Bahri untuk mencapai prestasi dan kedudukan tinggi dalam
jabatan militer Daulah Ayyubiyah. Oleh sebab itu, Mamalik
Bahri mempergunakan kesempatan ini untuk menyusun
suatu kekuatan sehingga mereka menjadi kelompok meliter
yang terorganisir.
Hal ini dilakukan untuk menyaingi kekuatan
militer asal suku Kurdi yang sudah ada sebelumnya yang
dibentuk oleh Sultan Malik Al-Kamil. Ketika Malik Al-Saleh
berusaha hendak merebut kekuasaan dari Sultan Malik Al-
Kamil, dia dibantu tentara dari budak-budak Turki,
sebaliknya Sultan Malik Al-Kamil didukung oleh tentara asal
Kurdi. namun kemenangan tetap berada di tangan Sultan Malik
Al-Saleh.
Setelah Sultan Malik Al-Saleh meninggal (1249), ia
digantikan oleh Turansyah. namun Turansyah tidak menyukai
kaum Mamalik al-Bahri sehingga ia membentuk pasukan
militer sendiri. Maka kaum Mamalik Bahri pun tidak
menyukainya sebab mengabaikan peran mereka.
Oleh sebab itu, pada tahun 1250 M Mamalik Bahri di
bawah pimpinan Baybar dan Izuddin Aibak melakukan
kudeta terhadap Daulah Ayyubiyah sehingga Turansyah
terbunuh. Baik Malik Al-Saleh maupun Turansyah tidak
memiliki anak laki-laki yang ada hanya seorang bekas
budak wanita yang bernama “Syajar Ad-Duur” yang sudah
dimerdekakan dan dinikahi oleh Sultan Malik Al-Saleh.339
Ketika mereka hendak membaiatnya menjadi Sultan,
kaum Muslimin menolaknya sebab bertentangan dengan
tradisi. Bahkan Khalifah Abbasiyah saat itu berkata dengan
nada mengejek “Kalau warga Mesir tidak memiliki anak
laki-laki untuk menjadi raja maka beritahu segera supaya
kami dapat mengirimkan anak laki-laki yang akan menjadi
raja”
Untuk mengatasi hal ini Izuddin Aibak menikahi
“Syajar Ad-Duur ”. Dengan demikian, Izuddin diangkat
menjadi Sultan Daulah Mamalik di Mesir menggantikan
Daulah Ayyubiyah sebelumnya.
3. Masa Kejayaan Pemerintahan Daulah Mamalik
Setelah Mesir dipinpim oleh Sultan-Sultan Daulah
Mamalik, mereka melakukan penataan pembangunan di
berbagai terutama di tangan dua Sultan yang sangat cekatan,
yaitu Sultan Al-Zahir Baybars dan Sultan Al-Mansur Qalawun.
Di tangan dua orang Sultan inilah peradaban Islam nampak
cemerlang di Mesir menjadi pusat kemajuan Islam saat itu,
walaupun tidak dapat mengimbangi kejayaan yang telah
dicapai Baghdad dan Cordova Spanyol.
Adapun kejayaan yang sudah pernah dicapai Daulah
Mamalik di Mesir, di antaranya dapat di lihat sebagai berikut;
3.1. Kemajuan Politik Pemerintahan
Di saat Sultan Al-Zahir Ruknuddin Baybars berkusa
di Mesir, ia bercita-cita ingin mengikuti langkah-langkah yang
telah pernah ditempuh oleh Sultan-Sultan sebelumnya, seperti
yang telah dilakukan Salahuddin Al-Ayyubi dalam melawan
dan mendesak kaum Salib terdahulu.
Sejarah mencatat betapa dahsyatnya pertempuran
yang terjadi di perbatasan Suria pada tahun 1260 M yang lebih
terkenal dengan pertempuran “Ainul Jalut” tentara Mesir yang
dikomandokan oleh Atabek Quthuz dengan panglima
perangnya Ruknuddin Baybars sendiri telah mampu
menghancurkan tentara perang Tar-tar Mongol yang dipimpin
oleh panglima perangnya Kith yang beragama Kristen
Nestarian. Sejak itu tammatlah riwayat Tar-tar Mongol
pengacau dunia Islam itu.
Kaum muslimin menyambut baik kemenangan ini dan
memberikan apresiasi yang hangat kepada tentara Mamluk
bahkan orang-orang Sunni di Damaskus menyambut
kemenangan itu dengan menyerang orang-orang Kristen, Yahudi
dan Syi’ah yang selama ini dicurigai keberja sama dengan tentara
Mongol.342 Penguasa-penguasa di Suriah menyatakan loyalitas
mereka kepada Sultan-Sultan Daulah Mamalik.
Selanjutnya Sultan Ibn Baybars mengejar, meyerang
dan mengalahkan tentara Mongol di dekat Damaskus ibu kota
Suriah (1303) sehingga Sultan Mamalik dapat membersihkan
sisa-sisa tentara Mongol mulai dari Mesir sampai ke Suriah
dan dapat kembali merebut seluruh wilayah ini dari
tangan musuh.
Faktor kemenangan Baybars dalam usahanya
mempertahankan Mesir dari serangan Mongol yaitu
strateginya yang menyerang ke luar Mesir tidak bertahan,
sebab pertahannan yang paling kuat menghadapi musuh
yaitu menyerang, seperti yang telah dilakukan oleh
Salahuddin Al-Ayyubi.
Sedang di pihak musuh menganggap remeh kepada
tentara Islam sebab ibu kota negara Islam (Baghdad) telah
dihancurkan, maka semangat jihadnya telah hilang karena
itu dia datnag hanya dengan sejumlah kecil tentara. namun
perkiraan mereka itu meleset, semangat tentara Islam masih
kuat terutama menghadapi serangan Mongol.
Selain itu, kemampuan perang orang Mamalik ini
sangat mahir selama ini sebab mereka memang berbakat
perang sehingga Mongol tidak dapat menghadapi mereka.
Oleh sebab itu Mesir terbebas dari serangan Musuh.
Baybars membuat sutu peristiwa besar dalam
pemerinthannya yaitu melakukan bai’at tehadap Al-Mustansir
(1226-1242) sebagai Khalifah. Adapun Al-Mustansir berasal
dari keturunan Abbasiyah yang melarikan diri dari Baghdad
ke Mesir sewaktu Baghdad diserang pasukan Hulaqu Khan
bangsa Mongol.
Dia sebab berasal dari keturunan Abbasiyah masih
diakui kaum muslimin sebagai Khalifah walaupun hanya
simbol belaka. Dia memberikan pengesahan kepada Baybars
menjadi Sultan untuk wilayah Mesir, Suriah, Hijaz, Yaman dan
daerah S. Furat. Dengan demikian Sultan Baybars mendapat
legalitas dari Khalifah atas seluruh wilayah kekuasaannya.
Sebaiknya Sultan Baybars melindungi Khalifah dan Jabatan
ini di bawah kekuasaan Daulah Mamalik di Mesir.
Walaupun jabatan Khalifah yang berada dalam
lindungan Daulah Mamalik ini hanya lambing bagi dunia
Islam yang tidak memiliki wewenang akan namun setiap
penguasa dalam dunia Islam merasa memperoleh kehormatan
bila mendapat restu dari Khalifah yang berkedudukan di
Mesir ini.
Secara politis jabatan “lambang Khalifah” itu masih
perlu dipertahankan sebab dia berfungsi sebagai alat
pemersatu umat Islam seluruh Dunia. Dengan adanya
jabatan itu berarti eksistensi umat Islam secara politis masih
tetap diakui dan dipersatukan melalui lambing Khalifah
ini .
Dengan demikian, walaupun Baghdad telah hancur
akan namun lambang pemerintahan sebagai pengakuan
terhadap eksistensi Umat Islam masih dapat dipertahankan
di Mesir di bawah lindungan Daulah Mamalik.
Hal ini berlangsung lebih kurang dua setengah abad
di bawah 15 Sultan (660-929 H/1260-1515 M) hal ini berarti
dari hancurnya kota Baghdad sampai datangnya serangan
Sultan Salin I dari Turki Usmani ke Mesir. Jabatan
kekhallifahan itu diserahterimakan dari Bani Abbas kepada
Bani Usman (Turki Usmani).
Setelah Sultan Daulah Mamalik berganti dari Baybars
ke Sultan Al-Malik Al-Zahir Saifuddin Al-Barquq datang lagi
serangan bangsa Tar-tar kedua ke Mesir di bawah pimpinan
Timurlenk.345 Tentara Timurlenk dapat dipukul mundur oleh
pasukan tentara Sultan Malik Al-Zahir, sehingga untuk ketiga
kalinya Mesir dapat dipertahankan dari serangan musuh yang
hendak menghancurkannya.
3.2. Kemajuan Ekonomi
Menurut Baibars kesta