Kamis, 22 Februari 2024

sejarah peradaban islam 6




 luar

untuk mendirikan kerajaan-kerajaan kecil yang terbebas dari

pemerintahan pusat.

 Peranan yang dimainkan orang-orang Turki pada

pemerintahan sesudah  al-Muktasim sudah sedemikian besar,

para perwira-perwira Turki sudah memegang jabatan yang

langsung berada di bawah khalifah. Khalifah al-Mutawakkil,

misalnya, berusaha untuk membatasi peranan mereka, tetapi

usahanya itu gagal bahkan dia mati atas kerja sama orang

Turki dengan putranya sendiri al-Muntashir.277 Hal ini 

bisa terjadi, kemungkinan sebab lemahnya khalifah atau

sebab banyaknya jabatan strategis yang telah mereka duduki.

Perlu ditegaskan bahwa jabatan kekhalifahan itu tidak

diambil oleh orang-orang Turki, sebab memandang bahwa

jabatan kekhalifahan  itu yaitu  hak suci orang-orang Arab,

sehingga kalau jabatan itu diambil alih, maka dunia akan

kiamat, hujan tidak akan turun, matahari tidak akan terbit.

Itulah sebabnya maka jabatan khalifah tetap mereka

berikan kepada orang Arab Bani Abbas walaupun sebagai

simbol belaka, sementara orang Turki menduduki jabatan di

bawah jabatan khalifah.

Pada masa pemerintahan khalifah al-Radhi (ke-20),

supaya untuk membatasi peranan orang Turki diusahakannya

juga dengan menambah struktur pemerintahan Daulah

Abbasiyah yang disebutnya dengan “Amir Umara”, yang

berkedudukan di atas menteri yang bertugas  memilih dan

melantik pegawai pemerintahan, maka Abu Ja’far bin Syirzat

dipercayakan menduduki jabatan Amir Umara itu.279

Karena dari jabatan Amir Umara itupun keberadaan

orang-orang Turki dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah

tidak dapat ditekan, maka terpaksa khalifah al-Mustakfi (ke-

22) minta bantuan Bani Buwaihi untuk menekan mereka.

8.2. Tekanan Bani Buwaihi

Bantuan Bani Buwaihi itu datang pada tahun 945 M,

maka melalui Ahmad bin Buwaihi, keberadaan orang-orang

Turki dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah dapat

disingkirkan. Untuk selanjutnya diganti dengan peranan Bani

Buwaihi.280

Kerajaan Bani Buwaihi ini lahir di awal abad ke-10 M

atau awal abad ke-4 H, yang didirikan oleh tiga bersaudara

di Dailam. Mereka yaitu  anak-anak dari Buwaihi, masing-

masing bernama Ali, Hasan dan Ahmad. Ayah mereka ini

aslinya Abu Suja’i bergelar Buwaihi.

Setelah mereka berhasil mendirikan kerajaan di Dailam

dan menguasai sebagian besar wilayah-wilayah yang selama

ini berada dalam wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah, Maka

Ali bin Buwaihi menyurati khalifah Abbasiyah untuk dapat

mengakui kekuasaan mereka. Khalifah Abbasiyah dapat

menerima permintaannya itu.

Sejarah kehadiran Bani Buwaihi dalam pemerintahan

Daulah Abbasiyah diawali dari terjadinya tekanan-tekanan

dan paksaan-paksaan yang dilakukan orang-orang Turki

dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah (seperti telah

diterangkan), sehingga waktu Bani Buwaihi memasuki

Baghdad Daulah Abbasiyah sudah dalam keadaan lumpuh.

Maka kehadiran Bani Buwaihi itu dimaksudkan untuk

membatasi dominasi orang-orang Turki ini .

Khalifah-khalifah Daulah Abbasiyah yang memerintah

pada masa kekuasaan Bani Buwaihi ini yaitu  : (1) al-Mustakfi,

(khalifah ke-22) (2) al-Muthi’ (khalifah ke-23), (3) al-

Tha’i,(khalifah ke-24), (4) al-Kadir, (khalifah ke-25),  dan (5)

al-Qaim, (khalifah ke26).

Karena itu pada tahun 334 H, panglima khalifah al-

Mustakfi menyurati Bani Buwaihi meminta agar Bani Buwaihi

datang ke Baghdad untuk diangkat menduduki jabatan “Amir

Umara” sebab Baghdad berada dalam keadaan kritis dan

khalifah tidak mampu lagi mengandalikan keadaan.

Ahmad bin Buwaihi kemudian diangkat menjadi

“Amir Umara” dan diberi gelar dengan Muiz al-Daulah,

saudaranya Ali bin Buwaihi diberi gelar dengan Imad al-Daulah,

dan Hasan bin Buwaihi diberi gelar dengan Rukn al-Daulah.

Nama dan gelar itu dicantumkan pada mata uang oleh

khalifah Al-Mustakfi.

 Kesempatan yang diberikan kepada Bani Buwaihi

untuk berkuasa di Baghdad dimanfaatkan mereka untuk

mengembangkan misi Syi’ah, tanpa melakukan kerja sama

yang harmonis dengan Daulah Daulah Abbasiyah.282

Harapan khalifah Daulah Abbasiyah agar Bani Buwaihi

dapat menyelamatkan kekuasaan mereka itu dari

kelumpuhannya ternyata tidak menjadi kenyataan. Malahan

mereka menekan keberadaan khalifah pada posisi hanya

sebagai lambang belaka, yang tidak bisa berbuat apa-apa

terhadap semua tindakan yang dilakukan Bani Buwaihi,

termasuk tindakan mereka yang memaksa warga untuk

menganut paham Syi’ah yang menjadi keyakinan mereka.

Sehingga atas tekanan-tekanan yang dilakukan Bani

Buwaihi baik terhadap khalifah maupun kepada rakyat

memaksa khalifah al-Qaim (khalifah ke-26) mengundang

Tughrul Bek dari Turki Saljuk untuk datang ke Baghdad dan

mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi Daulah

Abbasiyah.

Walaupun begitu, ada  jasa yang disumbangkan

Bani Buwaihi yang telah berkuasa di Baghdad kurang lebih satu

abad lamanya, dia telah berhasil mengukir prestasi gemilang,

dalam bidang sosial ekonomi dan ilmu pengetahuan.

Dalam bidang sosial ekonomi, untuk memenuhi

kepentingan orang banyak dalam masalah air baik untuk

diminum maupun untuk kepentingan lainnya, “Abdud

Daulah menggali saluran air dan membuat jembatan di sungai

Dajlah. Juga bangunan sebuah rumah sakit di Baghdad

untuk melayani warga  yang sakit. Rumah sakit itu diberi

nama dengan al-Bomarisshah al-Adli dan mendirikan sekolah

kedokteran.

Dalam bidang ilmu pengetahuan masih terus

mengalami perkembangan dan kemajuan. Hal ini dapat dilihat

dengan munculnya pemikir-pemikir besar seperti al-Farabi

(870-950 M), Ibn Sina (980-1037 M), al-Biruni (973-1048 M), al-

Miskawaihi (930-1030 M) al-Razi,  al-Asy’ari, al-Maturidi, al-

Harraj dan sebagainya.

Terbitnya sebuah ensiklopedia kedokteran yang ditulis

oleh Ibn Sina. Terbitnya sebuah buku ilmu kimia yang ditulis

oleh Jabir bin Hayyan, lahirnya teori bahwa bumi berputar

pada sumbunya, oleh Abu Raihan Muhammad al-Baituni,

seorang ahli fisika.

8.3. Tekanan Turki Saljuk

Tughrul Bek yang berhaluan Ahlus Sunnah wal

Jama’ah itu sangat berambisi sekali menantang kegiatan Bani

Buwaihi, sehingga dia berusaha untuk melenyapkannya. Atas

undangan khalifah al-Qaim (khalifah ke-26) Thugrul Bek

datang ke Baghdad untuk mengatasi dominasi Bani Buwaihi

yang secara paksa mengancam warga untuk menganut faham

Syi’ah. Karena ini tidak sesuai dengan pemikiran dan opini

warga banyak. Pemaksaan ini membawa resiko besar terhadap

kelanjutan Daulah Abbasiyah.

Maka sesudah  ia berhasil merebut dan menguasai ibu

kota Baghad, ia menahan penguasa Bani Buwaihi yang terakhir

Malik al-Rahim (1058 M) sampai meninggal dalam tahanan.

Jadi latar belakang masuknya Turki Saljuk dalam

pemerintahan Daulah Abbasiyah yaitu  untuk membantu

Daulah ini  mengatasi persoalan yang dihadapinya

dengan Bani Buwaihi. Kesempatan berkuasa bagi Thugrul Bek

yang berbangsa Turki itu, terbuka dan oleh khalifah al-Qaim

dia diberikan jabatan Amir Umara dan memberi nama

penghormatan kepadanya dengan gelar “Sultan wa al-Malik

al-Syarqi wa al-Garbi” atau dapat diartikan penguasa timur dan

barat.

Untuk lebih mendekatkan hubungan, khalifah

mengawinkan puterinya dengan Sultan baru itu, akan tetapi

tidak lama kemudian Sultan meninggal tanpa meninggalkan

seorang putera pun. Sehingga kekuasaan pemerintahan

diserahkan kepada saudara sepupunya Alp Arselan sebagai

penguasa kedua Bani Saljuk pada tahun 455 H / 1063 M.

Pada masa pemerintahan Alp Arselan, dia mengangkat

Nizamyul Muluk sebagai perdana menteri atau wazir. Melalui

wazir ini Bani Saljuk mengalami kemajuan pesat dan dapat

mencapai beberapa kejayaannya. Keberhasilan Alp Arselan

misalnya terlihat pada kemenangannya yang luar biasa bagi

tentaranya yang hanya berjumlah 15.000 melawan 100.000

tentara Romawi di bawah pimpinan Kaisar Rudfghjklmanus.

Kebijaksanaannya terlihat begitu mempesona, karena

di saat Kaisar itu ditawan, ia tidak menyakitinya malahan

mengajak musuhnya itu duduk di sampingnya dan

dibebaskannya dengan segala penghormatan kembali ke

negaranya. Tidak ada syarat yang diminta dari pembebasan

itu, selain pembebasan semua orang Islam yang ditawan di

Romawi. Selanjutnya dia mengikat tali persahabatan dengan

negara lawannya itu yang dapat bertahan sampai kurang lebih

50 tahun lamanya.

Walaupun kekuasaan Abbasiyah secara umum sudah

lemah dan kekacauan pemerintahan telah meliputi seluruh

negeri, akan namun Sultan Bani Saljuk masih dapat bertahan

dan kerajaannya masih dapat dipertahankan lebih kurang satu

abad lamanya. Hal itu bisa terjadi berkat kebijaksanaan raja-

raja yang memerintah dan kepintaran para perdana

menterinya.288

Kemajuan yang dicapai pada masa kerajaan Turki

Saljuk ini berkat peranan yang dimainkan oleh wazirnya

Nizamul Muluk. Sewaktu Alp Arselan meninggal, terjadi

perebutan kekuasaan antara putera mahkota yang

memicu terjadi beberapa pertempuran yang sangat

membahayakan kestabilan negara.

Maka Nizamul Muluk tampil berperan menyelesaikan

persoalan itu dengan menetapkan Malik syah, seorang putera

mahkota yang masih muda menggantikan ayahnya. Walaupun

untuk selnjutnya Nizamul Muluk-lah yang sangat berkuasa

dalam pemerintahan.

Nizamul Muluk yaitu  seorang ahli politik, pemimpin

militer yang bijaksana dan seorang filosof yang alim serta luas

ilmu pengetahuannya, dan dia terkenal sebagai salah seorang

penulis Persia yang ternama.

Ternyata dalam pemerintahan Turki Saljuk mengalami

kemajuan di bidang ilmu pengetahuan tidak terlepas dari

peranan yang dimainkan orang Persia yang dimotori oleh

wazirnya Nizamul Muluk. Itulah sebabnya perkembangan

ilmu pada masa Turki Saljuk di akhir pemerintahan Daulah

Abbasiyah mengalami perkembangan menyamai pada masa

awal berdirinya di saat orang Persia memainkan peranan di

dalamnya.

Dapat dikatakan kerja sama yang erat antara Sultan

dan Wazir itulah yang menjadi kunci keberhasilan Turki Saljuk

mencapai kemajuan-kemajuannya. Alp Arselan memainkan

peranannya dalan bidang pemerintahan, sementara Nizamul

Muluk mengambil peran di bidang ilmu pengetahuan.

Nizamul Muluk sebagai seorang yang cakap dan

terdidik menyusun suatu karangan tentang pemerintahan

dengan nama “Siasah Mawali” sebagai hasil sayembara yang

dibuat Malik Syah. Atas anjuran Nizamul Muluk, Sultan

Maliksyah pernah menyelenggarakan suatu konferensi ahli

astronomi pada tahun 1074 M. dengan konferensi itu Nizamul

Muluk mengharapkan para ahli dapat memperbaiki sistem

penanggalan Persia, sebagai sumbangannya kepada orang

Persia.

Karya besar Nizamul Muluk yaitu  membangun

sebuah Universitas yang terorganisir secara baik untuk tempat

mempelajari Islam. Universitas itu dibangun pada tahun 1065

– 1067 M yang terkenal dengan nama Universitas Nizamiyah

yang ada  di Baghdad. Pada Universitas ini, Imam besar

Hujjatul Islam Imam Ghozali pernah mengajar dan menjabat

sebagai rektornya.290

Madrasah-madrasah Nizamiyah ini , selain dapat

mendidik pelajar-pelajar dalam bidang ilmu keagamaan Islam,

juga sangat berperan besar dalam menyebarkan,

mengembangkan dan memperkokoh aliran mazhab Sunni

dalam teologi Asy’ari dan   mazhab Syafi’i dalam bidang fiqh.

Ketika dalam perjalanan dari Isfahan ke Baghdad di

suatu tempat bernama Sinha Nahawand, Nizam al-Mulk

dibunuh oleh seorang pasukan Hasan ibn Sabbah yang

bertujuan menghidupkan aliran Syi’ah Fatimiyah pada tanggal

10 Ramadhan 485 H /14 Oktober 1092 M dalam usia 74 tahun.292

Adapun faktor yang membuat Unversitas ini mengalami

perkembangan pesat, selain dari kurikulumnya dan silabusnya

yang telah teratur, juga ditunjang oleh tenaga-tenaga pengajar

yang mendapat jaminan gaji yang tinggi. Siswa-siswanya

diasramakan dan makan mereka ditanggung oleh negara.

Demikianlah prestasi yang telah dicapai oleh Turki

Saljuk sehingga dia dapat melestarikan kelangsungan

negaranya dan mencapai beberapa kemajuan dalam jangka

waktu yang sedemikian singkat, hanya kurang lebih satu abad

di dalam situasi politik yang relatif tidak aman, maka perlu

dikaji faktor-faktor yang menjadi penunjangnya.

Terdapat beberapa sebab bagi kehancuran Turki Saljuk

dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah. Pertama, perpecahan

yang timbul dalam perang saudara, ambisi kekuasaan

merupakan pokok utama dari kehancurannya. Sebab

sepeninggal Barkiyaruk, perebutan kekuasaan terjadi antara

saudara-saudara dan putra-putra sultan. Perebutan kekuasaan

itu membawa pengaruh kepada stabilitas Negara. Akibatnya,

daerah-daerah melepaskan diri dari pemerintahan pusat,

sehingga pemerintahan pusat tidak berwibawa.

 Ada beberapa faktor  dari kemunduran Daulah

Abbasiyah, di antaranya, yaitu  sebagai berikut;

8.4 Ketidakmampuan Para Khalifah

Sama seperti Daulah  Umayyah di Syiria, banyak yang

diangkat menduduki jabatan Khalifah dari orang  yang tidak

mampu melaksanakan tugas dengan baik, hal ini 

membawa kepada kemunduran Daulah. Demikin juga Daulah

Abbasiyah, hal itu dapat dilihat Khalifah-Khalifah sesudah

al-Muktasim, ditambah lagi dengan kebejatan moral mereka,

sehingga waktu lebih banyak mereka habiskan untuk berhura-

hura dari pada mengurus negara.

8.5 Rasa Tidak Puas Rakyat Terhadap Pemerintah

Hal itu juga  dapat dilihat dari tekanan-tekanan yang

dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyat, baik oleh orang

Turki, bani Buwaihi dan Turki Saljuk. Sehingga warga menjadi

gusar dan mereka mendirikan pemerintahan di daerah

masing-masing terbebas dari pemerintahan pusat, kalaupun

ada, hanya pengakuan secara politis saja.

8.6 Luasnya Wilayah Kekuasaan dan Lemahnya Ekonomi

Wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah sangat luas baik

di timur maupun barat Baghdad. Bagi Khalifah yang lemah

sangat sulit mengendalikan wilayah kekuasaan yang luas

kalau tidak ditopang ekonomi yang kuat. Jadi pemerintahan

pusat seakan lumpuh mengendalikan wilayah-wilayah

kekuasaannya sebab lemahnya ekonomi, dipicu  terlalu

sibuk dulu memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan.

8.7 Persaingan Sunni Syi’ah.

Dalam Daulah Abbasiyah terjadi persaingan ketat antara

Sunni dengan Syi’ah, seperti yang dilakukan oleh Thugrul Bek

yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dia menahan

penguasa Bani Buwaihi Malik al-Rahim (1058 M) yang

berpaham Syi’ah sampai dia meninggal dalam tahanan.

Juga seperti pembunuhan Nizam al-Mulk yang

dibunuh oleh seorang pasukan Hasan ibn Sabbah yang

bertujuan menghidupkan aliran Syi’ah Fatimiyah pada tanggal

10 Ramadhan 485 H /14 Oktober 1092 M dalam usia 74 tahun.

Atau seperti pertikaian yang terjadi antara Khalifah terakhir

(37) Al-Muktasim yang berpaham Sunni dengan Amir

Umaranya Al-Alqamy yang berpaham Syi’ah, sebab Khalifah

memaksa warga menganut paham Sunni membuat Al-Alqamy

marah dan minta bantuan kepada Hulagu Khan untuk

membantunya menghadapi Khalifah, alih-alih bantuan datang

menghancurkan mereka semua tanpa kecuali.

9. Serangan Mongol dan Kehancuran Baghdad (1258 M)

Pada dasarnya bangsa Mongol yaitu  komunitas suku

yang tinggal di Asia Tengah, diantara Danau Baikal dan

pegunungan Altani yang merupakan anak gunung yang

berpusat di antara Rusia dan Cina. Adapun bangsa Mongol

yaitu  bagian dari bangsa Tartar.

Asal-usul bangsa Mongol sebelum tampilnya Jengis

Khan sangat kabur. Karena mereka yaitu  orang-orang nomad

yang hidup di perkemahan-perkemahan. Sebagaimana

kehidupan orang-orang nomad sebelumnya, mereka suka

berperang, merampok, berburu dan beternak serta tinggal di

sekitar danau dan sungai-sungai.

Latar belakang kehidupan mereka seperti ini sangat

berpengaruh dalam membentuk watak dan kepribadian.

Mereka patuh kepada pemimpin, peraturan dan agama yang

mereka anut. Mereka menyembah bintang-bintang dan sujud

kepada matahari di waktu terbit, tidak ada yang haram bagi

mereka, sehingga semua jenis daging binatang mereka makan

meskipun sudah menjadi bangkai.

Selanjutnya dinyatakan oleh Ali Husni al-Khurbuthli,

bahwa pada dasarnya bangsa Mongol ini yaitu  kabilah-

kabilah penggembala yang peradabannya sangat primitif dan

ideologinya animisme. Oleh sebab hujan tidak pernah turun

selama bertahun-tahun di daerah mereka, maka tidak

ditemukan tempat penggembalaan.

Akibatnya bangsa Mongol melakukan invansi ke

berbagai bangsa, merampas dan merampok. Mereka

mendatangi kota-kota yang ada di sekelilingnya untuk

melakukan kekerasan dan kecurangan. Invansi yang

dilakukannya tidak bertujuan untuk menyebarkan akidah,

pemikiran atau peradaban mereka melainkan untuk

melakukan kerusakan semata-mata.

Di dalam otaknya telah tertanam pikiran-pikiran

jahat, yaitu mengubah kota-kota ramai, tanah-tanah subur

menjadi kota-kota padang lalang yang berperadaban

primitif, sebagaimana yang pernah mereka saksikan di

lingkungan tempat tinggal mereka yang pertama kali di Asia

Tengah.

Bangsa Mongol berasal dari seorang tokoh terkemuka

bernama “Alanja Khan”. Ia memiliki dua orang putera yang

bernama Tartar dan Mongol. Keduanya hidup rukun dan

sejahtera dan dapat melahirkan keturunan yang banyak.

Masing-masing Puak Tartar dan Puak Mongol.

9.1.  Serangan Bangsa Mongol

Dari berbagai catatan sejarah, dapat diketahui bahwa

julukan yang paling tepat bagi bangsa Mongol yaitu  penjarah

yang tidak beradab dan tidak berperikemanusiaan. Itulah Jengis

khan sebagai pemimpin bangsa Mongol pada waktu itu

dianggap sebagai manusia penakhluk terbesar dan terkuat,

sehingga wajar saja bangsa Mongol sebagai kekuatan raksasa

yang paling ditakuti.

Di samping sebab keberanian dan sikap ambisiusnya,

Jengis Khan memiliki antusias yang sangat tinggi untuk

meluaskan kekuasaannya ke negeri-negeri lain. Dan bahkan

dia bertekad untuk menguasai dunia, yakni dengan

membentuk dan melatih pasukan perang yang tangguh dan

berdisiplin.

Untuk merealisasikan keinginannya menguasai dunia,

Jengis Khan telah berhasil membina 10.000 prajurit terlatih

yang cerdas dan tanggap. Seribu orang di antaranya dipilih

untuk menjadi pengawal istana dan pengawal Jengis Khan

sebagai pemimpin tertinggi.298

Kekuatan yang telah terhimpun itu mulai

dikerahkannya untuk melakukan serangan demi serangan, di

antaranya ditujukan kepada. Pertama,  bangsa Mongol

berusaha untuk menguasai Cina, yakni pada tahun 1215 M,

dia dapat menduduki Peking (ibu kota Cina saat itu, sekarang

Beijing), sesudah  itu ia mencoba mengkonsentrasikan

perhatiannya ke sebelah barat, wilayah yang dihuni oleh umat

Islam.

Kedua, Jengis Khan mengadakan kontak dagang

dengan pihak Khawarizm sebagai usaha mengenali situasi dan

kondisi kekuasaan Islam di Asia tengah. Alauddin Muhammad


Khawarizm Syah menerima kontrak diplomasi perdagangan

ini dengan sangat hati-hati. Sehingga tidak lama sesudah  itu para

pedagang Mongol yang beroperasi di pasar Utrar ditangkap

oleh penguasa lokal sebab dicurigai sebagai mata-mata.

Alasan yang dikemukakan oleh penguasa Utrar atas

penagkapan ini  yaitu  sebab pedagang Mongol telah

melakukan tindakan-tindakan kasar yang merugikan

pedagang setempat. namun  alasan ini  tidak diterima oleh

Jengis Khan bahkan menimbulkan kemarahannya, dan

meminta kepada Alauddin untuk menyerahkan penguasa

yang menangkap delegasi perdagangannya.

Namun hal itu ditolak Alauddin. Penolakan ini 

menjadi alasan bagi Jengis Khan untuk menyerang Dinasti

Khawarizm. Pertempuran antara keduanya tidak dapat

dielakkan. Namun dalam pertempuran pertama yang terjadi

di Turkistan ini, masing-masing tidak mampu mengalahkan

lawannya, sehingga keduanya pulang ke negerinya masing-

masing tanpa membawa kemenangan.300

Ketiga, pada tahun 1220 Jengis Khan bersama

pasukannya datang ke Bukhara untuk melakukan serangan

terhadap kekuatan Khawarizm. Pasukan Alauddin yang

berjumlah 20.000 orang gagal menahan serangan Mongol yang

berkekuatan 70.000 orang personil tentara. Jengis Khan

memerintahkan agar seluruh penduduk Bukhara segera

meninggalkan kota tanpa membawa apa-apa kecuali pakaian

yang melekat di badan.

Mereka yang masih tetap bertahan di dalam kota

dibunuh. Mereka melakukan pengrusakan terhadap

bangunan-bangunan mesjid dan madrasah serta membakar

kitab suci Al-Qur’an serta kitab-kitab lain yang mereka temui

di ruangan-ruangan perpustakaan, sehingga Ibn Atsir,

seorang sejarawan Muslim terkenal menyatakan bahwa

pengrusakan ini  menjadikan Bukhara rata bagaikan tak

pernah ada sebelumnya.

Selain itu, mereka juga melakukan pembunuhan

massal, pembakaran, rebut rampas, pembunuhan anak-anak

dan bayi-bayi dalam pangkuan serta penusukan terhadap

perut wanita-wanita hamil, mengobrak-abrik rumah-rumah

ibadat, melemparkan kitab-kitab suci dan kitab-kitab ilmu

pengetahuan serta mimbar-mimbar khutbah dan lainnya ke

dalam parit-parit pertahanan.

Keempat, Dari Bukhara, Jengis Khan melanjutkan

serangannya ke Samarkand pada tahun 1220 M. dengan 60.000

orang pasukan Mongol yang biadab itu menyebarkan

kehancuran dan kebinasaan. Banyak penduduk Samarkand

yang dibunuh dan ditawan. Alauddin mencoba bertahan

dengan kekuatan 50.000 orang tentara, namun nasib

Samarkand sama dengan Bukhara.

Kelima, selanjutnya pasukan Jengis Khan terus

melakukan serangan-serangan dan penakhlukkan ke kota-kota

Qunji, Nisabur, Mazindahan, Ray, Bamazan, Qazwin,

Azarbaijan, dan Tibris. Di kota-kota ini pun mereka melakukan

pembunuhan besar-besaran, sehingga tercatat bahwa tidak

kurang dari 1.600.000 orang tewas di Heart dan 1.747.000 orang

tewas di Naisabur oleh pasukan Jengis Khan. Dan bahkan


Sultan Alauddin Muhammad Khawari zm Syah tewas

terbunuh dalam peperangan Mazindaran pada tahun 1220. 304

Serangan-serangan yang dilancarkan oleh bangsa

Mongol seperti yang diuraikan di atas merupakan masa-masa

gelap yang meliputi dunia Islam, dan merupakan tahun

bencana dan kerusakan yang tidak pernah dibayangkan

sebelumnya. Jika dihitung jumlah kaum muslim dan non-

muslim yang telah menjadi korban akibat pembantaian yang

dilakukan oleh bangsa Mongol yang dipimpin oleh jengis

Khan di berbagai wilayah yang telah mereka taklukkan, maka

berapa jumlah mereka yang terbantai ini  tidak ada yang

tahu kecuali Allah Swt. saja.

9.2. Kehancuran khilafah

Setelah bangsa Mongol berhasil menghancurkan

beberapa negeri dan wilayah Islam, dari Asia Tengah sampai

ke negeri Syam bagian selatan dengan politik kekerasan dan

kebiadabannya, maka sesudah  Jengis Khan meninggal, dia

digantikan oleh cucunya Hulagu Khan.

Mereka berharap dapat menguasai Baghdad dan

memusnahkan Daulah Abbasiyah yang pada waktu dalam

posisi lemah sebab adanya perpecahan antara Kahlifah yang

berhaluan Ahlus Sunnah dengan Amir Umaranya yang

berpaham Syi’ah.

Untuk memenuhi ambisinya itu, dia mengirim surat

kepada Khalifah al-Mukta’sim yang berisi tekanan agar dia

menghancurkan benteng-benteng pertahanan, menimbun

parit-parit jebakan, serta menyerahkan kekuasaan kepada

Hulagu Khan.


Khalifah al-Mukta’sim menolak semua tuntutan itu dan

menyatakan siap untuk menangkal serangan Hulagu Khan.

Penolakan ini  menimbulkan reaksi yang hebat, dan dia

segera mempersiapkan pasukannya untuk menyerang kota

Baghdad. Sehingga pada akhirnya Baghdad dikepung oleh

tentara Mongol dari segala penjuru. Dengan terpaksa khalifah

meminta agar Hulagu Khan mau berdamai.

Maka pada tanggal 10 Februari 1258, khalifah dengan

dikawal 3.000 orang pasukan perang dengan membawa

hadiah barang-barang perhiasan yang amat berharga, datang

menuju pangkalanHulagu Khan agar dia mau menerima

permintaan damainya. Maka hadiah-hadiah ini  diterima

oleh Hulagu Khan, namun permohonan damai khalifah

ditolaknya.

Kemudian Hulagu Khan memerintahkan agar khalifah

mengumumkan kepada rakyatnya untuk meletakkan senjata.

Dengan leluasa Hulagu Khan menghancurkan Baghdad

beserta rakyatnya dalam tempo satu minggu. Tidak kurang

dari 1.800.000 orang tewas di tangan pasukannya, termasuk

khalifah sendiri. Namun salah seorang putera khalifah berhasil

melarikan diri ke Syiria dan mambawa seluruh atribut

kebesaran khalifah dari Baghdad. Dialah kelak yang akan

diangkat oleh Baybars I Raja Dinasti Mamluk di Mesir sebagai

khalifah.

Dengan jatuhnya kota Baghdad ke tangan Mongol,

hancurlah kekuasaan Bani Abbas bersamaan dengan

hancurnya berbagai peninggalan ilmu dan peradaban Islam

yang luhur, yang pernah dibangun oleh para khalifah. Dengan

serangan tentara Mongol terakhir inilah yang secara langsung


memicu hancurnya kekhalifahan Daulah Abbasiyah

pada tahun 1258 M.

Kenyataan pahit ini harus diterima oleh umat Islam

saat itu. Betapa tidak, kekuasaan yang telah dibentuk sekitar

5 abad dan dibangun dengan pengorbanan yang tidak sedikit,

ternyata lenyap begitu saja dalam waktu sekejab.

Para sejarawan menggambarkan bahwa dengan

runtuhnya Baghdad sebagai ibu kota Negara Islam,

merupakan lembaran sejarah yang sangat menyedihkan dan

menyakitkan sepanjang sejarah Islam. Bahkan mereka

menyebutkan bahwa dalam perjalanan sejarah, tidak ada

peristiwa yang lebih buruk dan menyakitkan hati selain

daripada peristiwa runtuhnya kota Baghdad.


DAFTAR NAMA PARA KHALIFAH

DAULAH ABBASIYAH  DI BAGHDAD

1. Pengaruh Persia (750-847 M)

1. Khalifah Abu Abbas al-Safah (750-754 M)

2. Khalifah Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M)

3. Khalifah al-Mahdi (775-785 M)

4. Khalifah al-Hadi (785-786)

5. Khalifah Harun al-Rasyid (786-809)

6. Khalifah al-Amin (809-813 M)

7. Khalifah al-Makmun (813-833)

8. Khalifah al-Muktasim (833-842 M)

9. Khalifah al-Wasiq (842-847 M)

2. Peranan Turki (847-944 M)

10. Khalifah al-Mutawakkil (847-861 M)

11. Khalifah al-Muntasir (861-862M)

12. Khalifah al-Mustain (862-866 M)

13. Khalifah al-Muktaz (866-869 M)

14. Khalifah al-Muhtadi (869-870 M)

15. Khalifah al-Muktamid (870-892 M)

16. Khalifah al-Muktadid (892-902 M)

17. Khalifah al-Muktafi (902-908 M)

18. Khalifah alMuktadir (908-932 M)

19. Khalifah al-Kahir (932-934 M)

20. Khalifah al-Radhi (934-940 M)

21. Khalifah al-Muttaqi (940-944 M)

3. Bani Buwaihi (944-1075 M)

22. Khalifah al-Mustakfi (944-946 M)

23. Khalifah al-Muthi’ (946-974 M)

24. Khalifah al-Tha’i (974-991 M)

25. Khalifah al-Kadir (991-1031 M)

26. Khalifah al-Qaim (1031-1075 M)

4. Turki Bani Saljuk (1075-1258 M) 306

27. Khalifah al-Muqtadi (1075-1084 M)

28. Khalifah al-Mustazhir (1084-1118 M)

29. Khalifah al-Mustasid (1118-1135 M)

30. Khalifah al-Rasyid (1135-1136 M)

31. Khalifah al-Muqtafi (1136-1160 M)

32. Khalifah al-Mustanjid (1160-1170)

33. Khalifah al-Mustathi’ (1170-1180)

34. Khalifah al-Nasir (1180-1224 M)

35. Khalifah al-Zahir (1224-1226 M)

36. Khalifah al-Mustansir (1226-1242 M)

37. Khalifah al-Muktasim (1242-1258 M)

306 Bani saljuk tidak hanya berkuasa di Bagdad, namun juga di Anatolia merek

berkuasa (1081-1296 M), Di Iran timur (1118-1194 M) dan di Syria (1094-

1114 M). Sewaktu Turki Saljuk berkuasa di Syria mereka menghalangi orang

Kristen menziarahi Palestina yang memicu terjadinya Perang Salib.



SEJARAH DAULAH FATIMIYAH

DI MESIR


Islam masuk Mesir pada masa pemerintahan Umar

ibn Khattab saat  itu Amr ibn Ash disuruh Khalifah

membawa tentara Islam untuk mendudukinya sebab dari

segi geografis  Palestina yang berbatasan langsung dengan

Mesir tidak akan aman tanpa menduduki Mesir, sementara

Palestina saat  itu sudah dapat ditaklukkan tentara Islam.

Setelah menduduki daerah Mesir, Amr ibn Ash

langsung diangkat menjadi gubernurnya (632-550) dan

menjadikan Fustah (dekat Cairo) sebagai ibu kotanya.

Selanjutnya, Daulah Islamiyah silih berganti menduduki

Mesir, antara lain, Daulah Umayyah, Daulah Abbasiyah,

Daulah Fatimiyah (909-1171), yang ditandai dengan

berhasilnya Jauhar al-Katib (Panglima Besar) Khalifah Muiz

Lidinillah mendirikan Universitas tertua di dunia Al-Azhar

pada tahun 972 M, Daulah Ayubiyah (1174-1250) yang

ditandai dengan datangnya serangan tentara Perang Salib

(1096-1273) ke Mesir, Daulah Mamluk (1250-1517) yang

ditandai dengan berhasilnya Daulah Mamluk di bawah

pimpinan Khalifah Baybas (1260) membendung serangan

Mongol yang hendak menguasai  Mesir. Pada masa

selanjutnya Mesir menjadi bagian dari Kerajaan Turki

Usmani.

Abad Modern, Mesir berada di bawah penjajahan

Barat, pada tahun 1798 tentara Napoleon mendarat di Mesir,

tanpa mendapat perlawanan yang berarti dari Umat Islam.

Inggris mulai campur tangan dalam pemerintahan Mesir pada

tahun1882 dan Mesir merdeka dari Inggris pada tahun 1922.

2. Pembentukan Pemerintahan

Menejelang akhir abad ke-10 kondisi Daulah

Abbasiyah di Baghdad mulai melemah sebab daerah

kekuasaannya yang luas sudah tidak dapat terkonsolidasikan

lagi atau tepatnya memasuki masa disintegrasi. Kondisi

seperti ini membuka peluang bagi munculnya Daulah-Daulah

kecil di daerah-daerah  yang membebaskan diri dari

pemerintahan pusat, terutama bagi gubernur dan Khalifahnya

yang sudah memiliki  tentara sendiri. Di antaranya yaitu 

Daulah Fatimiyah.

Selain itu, hubungan antara Daulah Abbasiyah

dengan orang-orang Syi’ah selalu dalam keadaan konflik

sebab Daulah Abbasiyah pernah mengkhianati orang-orang

Syi’ah maka sekte Syi’ah bersikap oposisi bagi pemerintahan

Daulah Abbasiyah. Akibatnya, orang-orang Syi’ah selalu

dikejar-kejar penguasa Daulah Abbasiyah.

Sewaktu terjadi pengejaran besar-besaran terhadap

orang-orang Syi’ah pada masa   Khalifah al-Hadi, Imam Idris

Ibn Abdullah dan pengikut-pengikutnya berhasil melarikan

diri ke Maroko dan mendirikan Daulah Idrisiyah disana pada

tahun 172 H.

Imam Abdullah As-Syi’i (Imam Syi’ah)  termasuk

orang yang hendak ditangkap tentara Daulah Abbasiyah

sehingga dia melarikan diri dari Baghdad dan  berhasil

sampai ke desa Salmajah dekat Syiria dan menetap disana.

Kemudian dia menjadikannya sebagai markas dakwah orang-

orang Syi’ah.  Tidak lama menetap di Salmajah dia

melanjutkan perjalanannya sampai ke Maroko.309

 Setibanya di Maroko dia menyerukan kepada

penduduk agar melantik Ubaidillah Al-Mahdi menjadi

pemimpin mereka yang pada saat itu masih berada di desa

Salmajah. Tawaran ini  diterima penduduk Maroko dan

Ubaidillah Al-Mahdi diminta untuk datang ke Maroko. namun 

kedatangannya diketahui oleh orang-orang Abbasiyah lalu

dia ditangkap pada tahun 296 H.

Abdullah As-Syi’i berusaha mengumpulkan kekuatan

dengan sejumlah besar tentara untuk membebaskan

Ubaidillah Al-Mahdi dari penjara. Mendengar pasukan besar

ini  gubernur Daulah Abbasiyah untuk Afrika melarikan,

kesempatan itu dapat dipergunakan Ubaidillah Al-Mahdi

keluar dari penjara dan dilantik pendukungnya untuk

menjadi pemimpin mereka mendirikan Daulah Fatimiyah

pada tahun 297 H/909 M.310 Dengan demikian, secara resmi

berdirilah Daulah Fatimiyah di Maroko memakai gelar

Khalifah terbebas dari pemerintahan Daulah Abbasiyah di

Baghdad.

 Pada mulanya pusat ibu kota Daulah Fatimiyah

yaitu  di Maroko agar mereka terbebas dari pengejaran

Daulah Abbasiyah yang menjadi musuh mereka sebab letak

Maroko jauh dari jangkauan Baghdad sehingga Khalifah

Daulah Abbasiyah Baghdadpun tidak  bisa berbuat apa-apa.

namun sesudah  kuat mereka kemudian pindah ke Mesir untuk

mempermudah pengaruh ke timur dan barat sebab letak

Mesir berada di antara  keduanya, lebih dari itu mereka ingin

membebaskan kawasan ini dari kekuasaan Daulah Abbasiyah.

Daulah ini diberi nama “Fatimiyah” karena

dibangsakan lepada Fatimah putri Rasulullah Saw, sebab

mereka mengaku masih keturunan Nabi Muhammad Saw

melalui Ali dan Fatimah dari keturunan Isma’il anak Ja’far

al-Shadiq. Mereka yaitu  sekte Syi’ah Isma’iliyah.311

Daulah yang didirikan oleh Ubaidillah Al-Mahdi ini

berkuasa selama lebih kurang 262 tahun (909-1171 M)

diperintah oleh 12 orang Khalifah. Masa pemerintahan

Khalifah-Khalifah itu dapat  dibagi kepada tiga periode yaitu

masa pertumbuhan, masa kejayaan dan kemajuan kemudian

masa kemunduran.

3. Masa Pertumbuhan Pemerintahan

Pada masa petumbuhan ini berada di bawah tiga

Khalifah, yaitu Ubaidillah Al-Mahdi (909-934 M), Al-Qaim

(934-946 M), Al-Mansur (946-953 M) pada masa ini ibu kota

Daulah Fatimiyah masih berada di Moroko.

Tidak lama sesudah  berdiri Daulah Fatimiyah di

Maroko (909 M) maka Abdurrahman III yang memerintah

Daulah Umyyah di Spanyol (921-961 M) tidak mau lagi

memakai gelar Sultan sebab itu dia memproklamirkan diri

pula memakai gelar Khalifah di Cordova sesudah  memahami

kelemahan Khalifah Abbasiyah di Baghdad.312

Oleh sebab itu pada waktu yang bersamaan ada 

tiga Khalifah di dunia Islam, Khalifah Daulah Abbasiyah di

Baghdad, Khalifah Daulah Umayyah di Cordova dan Khalifah

Daulah Fatimiyah di Mesir satu sama lainnya tidak saling

berhubungan di bidang politik namun berhubungan di bidang

ilmu pengetahuan.

Dalam perkembangannya Daulah Fatimiyah ingin

memindahkan ibu kota pemerintahan mereka ke Mesir untuk

mempermudah pengaruh ke timur dan barat sebab letak

Mesir berada di antara  keduanya, sementara Daulah

Abbasiyah ingin mempertahankan Mesir jangan lepas dari

wilayah pemerintahan mereka. Maka selama dua puluh tahun

pertama dari berdrinya Daulah Fatimiyah selalu terjadi

pergolakan di antara dua pemerintahan ini  untuk

memperebutkan Mesir.

Pada tahun 1003 M/301 H, empat tahun sesudah 

Ubaidillah Al-Mahdi berkuasa, dia mengirim pasukan terdiri

dari orang-orang Maroko dalam usaha hendak merebut Mesir

yang langsung dipimpin oleh anaknya Abu Al-Qasim yang

dibantu oleh Panglima Al-Kuttam ibn Yusuf , mereka berhasil

menaklukkan kota Iskandariyah.

Akan namun Khalifah  Daulah Abbasiyah Al-Muktadir

mengirim pasukan dalam jumlah besar di bawah pimpinan

Muamis Al-Khadim dan dia dapat mengalahkan tentara

Daulah Fatimiyah di dekat Al-Jarirah. Pasukan Daulah

Fatimiyah terpaksa mundur balik ke Maroko. Dengan

membawa bibit-bibit permusuhan yang semakin membara.

Usaha kedua, Pada tahun 1009M/307 H, enam tahun

kemudian, Khalifah Al-Mahdi dari Daulah Fatimiyah kembali

mengirim pasukan di bawah pimpinan Abu Al-Qasim, dia

juga berhasil menaklukkan kota Iskandariyah dan Al-Jarirah,

namun Daulah Abbasiyah mengirim pasukan besar lagi di

bawah pimpinan Muannis Al-Khadam, iapun berhasil

mengalahkan tentara Daulah Fatimiyah dan membakar-

kapal-kapal mereka. Pasukan Daulah Fatimiyah terpaksa

mundur kembali ke Maroko.315

Usaha ketiga pada tahun 933 M/321 H Khalifah Al-

Mandi kembali mengirim pasukan di bawah pimpinan Al-Jaisy

ibn Ahmad Al-Maghribi. Khalifah Daulah Abbasiyah mengirim

pasukan lagi di bawah pimpinan Ahmad ibn Thunghuj.

Pertempuran sengit kembali terjadi antara dua pasukan ini 

selama tiga tahun, dalam pada itu Khalifah Ubaidillah Al-Mahdi

meninggal dan digantikan anaknya Al-Qasim.

Al-Qasim sebagai Khalifah kedua Daulah Fatimiyah

mengirim pasukan tambahan namun Daulah Ikhsyad yang

pernah berkuasa di Mesir berpihak kepada Daulah Abbasiyah

dan membantunya untuk mengalahkan tentara Daulah

Fatimiyah sehingga pasukan tentara Daulah Fatimiyah kalah

dan mereka terpaksa mundur lagi ke Maroko.316

Demikianlah usaha-usaha yang dilakukan Khalifah

Daulah Fatimiyah pada masa pertumbuhan ini untuk merebut

Mesir dari wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah, tetapi

pasukan tentara Daulah Abbasiyah lebih unggul dari mereka,

selain itu penduduk wilayah Mesir masih berpihak kepada

Daulah Abbasiyah sehingga pasukan Daulah Fatimiyah  selalu

kalah dan terpaksa mundur kembali ke Maroko.

Faktor ketidakberhasilan Khalifah Daulah Fatimiyah

dalam penaklukan mereka ke Mesir sebanyak tiga kali

ini  sebab kurang memperhatikan situasi keamanan di

dalam negeri terlebih dahulu sebab keberhasilan ekspansi

ditentukan oleh stabilitas keamanan dalam negeri atau

rapuhnya sosial ekonomi daerah sasaran.

4. Masa Kejayaan Pemerintahan dan Perkembangan Ilmu

Pengetahuan

Pada masa Kejayaan ini berada di bawah tiga Khalifah,

yaitu Al Muiz Lidinillah (953-975 M), Al-Aziz Billah (975-996

M), dan Al-Hakim Biamrillah (966-1021 M).  Daulah Fatimiyah

menjadi Daulah ketiga dalam Islam -sesudah  Daulah

Abbasiyah dan Daulah Umayyah Cordova -  yang berhasil

memajukan peradaban Islam pada periode  Klasik.

4.1. Khalifah Al-Muiz Lidinillah

Khalifah Al-Muiz Lidinillah termasuk salah seorang

Khalifah Daulah Fatimiyah yang mengagumkan, dia yaitu 

seorang yang luas pengetahuannya, banyak mengetahui

bahasa, sangat cinta pada ilmu pengetahuan dan sastra, pandai

mengatur siasat sehingga dia dikagumi baik kawan maupun

lawannya.


Setelah Al-Muiz Lidinillah naik tahta pada tahun 953

M/341 H,  dia berusaha mengokohkan kedudukannya sebagai

Khalifah keempat Daulah Fatimiyah. Untuk itu, dia

mengamankan seluruh wilayah kekuasaannya dari

kekacauan-kekacauan yang selama ini terjadi, hal itu

berlangsung selama 17 tahun. Setelah situasi dalam negeri

aman memberi kesempatan kepadanya  untuk menyerang

dan merebut Mesir dari Daulah Abbasiyah.

Pada tahun 970 M/358 H Al-Muiz Lidinillah

mengerahkan pasukan dalam jumlah besar di bawah

Panglimanya Abu Hasan Al-Jauhar dan barulah kali ini

mereka berhasil menguasai Mesir pada bulan Jumadil Awwal

359 H/971 M kemudian Jauhar pergi ke masjid Ibn Tulun dan

menyuruh muazzin menyuarakan azan Syi’ah, yaitu “Haiya

‘ala kharil ‘amal”. Itulah azan pertama orang Syi’ah di Mesir.

Faktor keberhasilan Al-Muiz Lidinillah dalam merebut

Mesir kali ini sebab dia lebih dulu mengamankan wilayah

kekuasaannya sehingga dia berada dalam situasi benar-benar

kuat  kemudian baru dia melakukan penaklukan untuk merebut

Mesir, juga ditentukan oleh sosok pribadinya yang cemerlang.

Pada masa Khalifah Al-Muiz Lidinillah Daulah

Fatimiyah mengalami kemajuan pesat. Dia melakukan

perluasan wilayah Daulah Fatimiyah sampai ke negeri Syam

(Syiria) dan Palestina, juga namanya disebut di atas mimbar

di negeri Hijaz Makkah Madinah)  sebagai lambang dari

kekuatan Daulah Fatimiyah saat  itu.

Pada masa pemerintahan Al-Muiz Lidinillah (953-975

M), Panglima besarnya Jauhar Al-Katib telah berhasil

membangun ibu kota Daulah Fatimiyah “Al-Qahirah” atau

Cairo di pinggiran barat sungai Nil untuk selanjutnya ibu kota

Daulah Fatimiyah berpindah dari Maroko ke Cairo. Demikian

juga dia membangun istana untuk tempat tinggal Khalifah

Al-Muiz Lidinillah. 

Selain itu, Panglima Jauhar Al-Katib membangun

Pergutuan Tinggi Al-Jami’ Al-Azhar dan Khalifah Muiz

Lidinillah meresmikan Universitas Al-Azhar ini  pada

tanggal 7 Ramadhan 361/22 Juni 972 M. pada mulanya

kurikulum yang diterapkan di Unversitas tertua di dunia itu

yaitu  berdasarkan mazhab Syi’ah aliran Isma’iliyah.

Untuk memajukan ekonomi Daulah Fatimiyah,

Khalifah Muiz Lidinillah juga mengembangkan kerajinan dan

perusahaan-perusahaan agar negara memiliki inkam

pemasukan, seperti kerjinan tenun, keramik, perhiasan emas

dan perak, peralatan kaca, kerajinan madu, ramu-ramuan dan

pengobatan.

Dengan dikembangkannya berbagai macam kerajinan

pada gilirannya ekonomi negara semakin berkembang dan

kehidupan warga menjadi makmur mereka dapat menikmati

kemewahan hidup.

Bila Daulah Abbasiyah telah berhasil memajukan

peradaban Islam dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan

di Baghdad, seperti kemegahan dan keindahan kota Baghdad,

ilmu kedokteran, astronomi, matematika, kimia, farmasi,

filsafat dan ilmu agama lainnya untuk warga  Irak.

Demikian juga Daulah Umayyah Cordova telah berhasil

menymbangkan berbagai kemajuan seperti industri,

peradaban dan pertanikan untuk warga  Spanyol. Maka

Daulah Fatimiyah juga telah menyumbangkan banyak

kemajuan dan kecemerlangan untuk warga  Mesir

walaupun tidak dapat menyaingi kecemerlangan Baghdad

dan Spanyol.

Jelasnya walaupun Daulah-Daulah Islam yang pernah

berkuasa di Maroko dan Mesir baik sebelum maupun sesudah

Daulah Fatimiyah, seperti Daulah Idrisiyah, Daulah

Tuluniyah, Daulah Ikhsyidiyah, Daulah Ayyubiyah, Daulah

Mamluk, Daulah Murabitun dan Daulah Muwahhidun belum

pernah dapat memajukan peradaban Islam melebihi apa yang

pernah dicapai oleh Daulah Fatimiyah ini .

4.2.Khalifah Al-Aziz Billah

Al-Muiz Lidinillah wafat pada tahun 975

kedudukannya digantikan oleh anaknya Al-Aziz Billah. Pada

masa pemerintahan Al-Aziz Billah (975-996 M), dia dapat

mewarisi sumber kekayaan negara dari ayahnya yang dapat

dipergunakannya untuk lebih mengembangkan Daulah

Fatimiyah.

Selain dia banyak lagi membangun istana, juga

Universitas Al-Azhar semakin dikembangkannya sehingga

mampu menyediakan asrama bagi mahasiswa dengan gratis.

Demikian juga makan dan pakaian mereka disediakan oleh

negara sehingga mahasiswa dapat berkonsentrasi penuh

menekuni kuliah mereka.

Stabilnya ekonomi negara pada masa Khalifah Al-Aziz

Billah memberi peluang baginya untuk memperhatikan

perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu, istana-istana,

masjid-masjid dan perpustakaan-perpustakaan dijadikannya

sebagai temapat mengembangan ilmu pengetahuan dan

perdaban Islam.

Bahkan Wazirnya (Perdana Menterinya) yang bernama

Ya’qub ibn Keles – seorang Yahudi yang masuk Islam –

mengadakan pertemuan-pertemuan besar di istananya pada

setiap hari Kamis dan Jum’at dan dia membacakan karangan-

karangannya kepada para hadirin. Adapun yang menjadi

peserta pertemuan yaitu  para Qadhi, Fuqaha, ahli Qira’at,

ahli Nahwu, ulama Hadits dan para pembesar negara yang

berbakat.

Perdana Menterinya juga mengarang dan menyusun

kitab-kitab terbesar dalam bidang Fiqih Syi’ah yang dipelajari

oleh ulama Fuqaha dan mereka menjadikan masjid-masjid

sebagai tempat pertemuan. Ya’qub ibn Keles juga

menyampaikan ceramah kepada hadirin tentang aqidah Sy’ah

Isma’ilyah di masjid-masjid. Kitab terbesar dalam bidang

Fiqih Syi’ah yaitu  kitab karangan Ya’qub ibn Keles.

4.3. Khalifah Al-Hakim Biamrillah

Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Hakim

Biamrillah kegiatan diskusi-diskusi semakin dikembangkan

dari istana  beralih ke perpustakaan sebab perpustakaan juga

memiliki peranan penting dalam pengembangan ilmu

pengetahuan. Oleh sebab itu pada masa pemerintahan

Hakim Biamrillah dia sudah membangun perpustakaan

“Darul   Hikmah” dan menugaskan kepada para ilmuan baik

di bidang ilmu naqli maupun ilmu aqli untuk mengelola

perpustakaan ini .

Di dalamnya dilengkapi buku-buku karangan para

ilmuan ternama untuk ditela’ah dan dikaji. Semua orang

diizinkan memanfa’atkannya. Diskusi-Diskusi diadakan

secara rutin yang dihadiri oleh Khalifah Al-Hakim dan Al-

Hakim membagi-bagikan hadiah kepada mereka.324

Kalau begitu, perpustakaan menjadi urat nadi bagi

sebuah Universitas, disitu diadakan kegiatan diskusi yang

dihadiri oleh para ilmuan dari berbagai bidang disiplin ilmu

untuk menela’ah buku-buku yang ada kemudian hasil dari

tela’ahan ini  disalin dan disimpan di perpustakaan itu

lagi.

Kegiatan yang dilakukan Khalifah Al-Hakim dari

Daulah Fatimiyah yang memberikan hadiah-hadiah kepada

para ilmuan yang datang berdiskusi ke istananya, juga

dilakukan oleh Khalifah Al-Makmun  dari Daulah Abbasiyah

bahkan Al-Makmun  memberikan hadiah emas batangan

kepada para ilmuan seberat buku yang diterjamahkannya.

Demikian juga Khalifah Abdurrahman III dari Daulah

Umayyah Cordova selain memberi hadiah bahkan

membelanjakan sepertiga dari pendapatan negara setiap

tahun untuk kemajuan ilmu pengetahuan, pengajaran dan

kebudayaan. Seakan mereka berpacu dan berlomba-lomba

bagi peengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban di

daerah kekuasaan masing-masing.

Dengan demikian, persaingan secara positif dan sportif

dari tiga kerajaan Islam  ini  di atas untuk memajukan

kekuasaan  masing-masing turut serta menjadi pendukung dan

faktor tersendiri bagi kemajuan dan kecemerlangan

perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, sebab hal itu

membangkitkan semangat yang dinamik dan enerjik.

Belajar dari tiga Khalifah Islam ini  dapat

diketahui bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan

kecemerlangan peradaban di daerah manapun akan dapat

tercapai jika didukung oleh Kepala Pemerintahan (Presiden,

gubernur, bupati) dan disediakan atau dialokasikan dana atau

biaya yang benar-benar memadai dari pemerintah

bersangkutan.

Khalifah Al-Hakim Biamrillah juga mendirikan “Darul

Ilmi” sebagai  pusat pengajaran ilmu Kedokteran dan ilmu

Astronomi. Pada masa inilah muncul seorang Astronom besar

yang bernama Ibnu Yunus (348-399 H/958-1009 M) dan

seorang tokoh Fisika dan Optik bernama Ibnu Haitam (354-

430 H/965-1039 M).

Khalifah Al-Hakim Biamrillah pun membentuk Majelis

Ilmu (Lembaga Seminar) di istananya, tempat berkumpulnya

sejumlah ilmuan untuk mendiskusikan berbagai cabang ilmu.

Kegiatan ini ternyata dapat memunculkan sejumlah ilmuan

besar Mesir, sehingga pikiran dan karya-karya besar mereka

berpengaruh ke seluruh dunia Islam.

5. Kemajuan Ekonomi

Kemajuan ilmu pengetahuan dapat tercapai karena

didukung oleh kemajuan ekonomi. Suatu negara. Maka

Daulah Fatimiyah menggali sumber pemasukan ekonomi

negara dari berbagai bidang, di antaranya;

5.1. Pajak

Mesir dikenal sebagai negara yang kaya dari hasil-hasil

pertanian sebab tanah-tanah di lembah sungai Nil sangat

subur. Maka pajak dari hasil pertanian ini  turut serta

menjadi sumber pemasukan keuangan negara. Sumber

pemasukan lain juga diperoleh dari pajak hasil binatang

ternak sebab Mesir juga kaya dengan binatang ternak

seperti kibar, kambing dan unta.

Pajak yang dipungut oleh Perdana Menteri Ya’qub ibn

Keles memperoleh hasil yang luar biasa. Untuk pajak kawasan

“Fustah” saja berkisar antara 120.000-500.000 dinar per-

harinya. Demikian juga pajak kota Dimyat lebih dari 200.000

dinar per-harinya. Hal ini  belum pernah terjadi di Mesir

sebelumnya.

5.2. Al-Jawali/Jizyah

Adapun yang dimaksud dengan Al-Jawali atau Jizyah

yaitu  pungutan yang diwajibkan kepada orang-orang kafir

Zimmi yang tinggal di wilayah Islam yang merdeka lagi baligh,

namun tidak diwajibkan kepada wanita dan anak-anak kecil. Sebagai

gambaran, hasil yang diperoleh dari system Jawali ini, dapat dilihat

pada jumlah Jawali tahun 587 M mencapai 30.000 dinar.329

5.3. Al-Makus

Al-Makus artinya pajak bea cukai yang diwajibkan

bagi industri-industri. Terdapat dua cara yang diterapkan

dalam bea cukai ini. Petama, bea cukai yang dipungut dari

barang-barang luar negeri yang datang ke kota-kota yang

ada  di Mesir, seperti Iskandariyah, Tunisiyah, Fushtah

dan lain-lainnya. Maka bagi pedagang-pedagang yang datang

dari Konstantinopel mereka masuk ke Mesir dipungut biaya

35 dinar dari setiap 100 dinar, hal ini berarti bea cukainya

mencapai 35 %. Sedangkan jenis kedua, yaitu  bea cukai yang

diwajibkan pada industri-industri dan pedagang-pedagang

yang berada di wilayah Mesir.330

Maka melalui tiga macam pemasukan keuangan ke

Kas Negara membuat Daulah Fatimiyah memiliki keuangan

yang melimpah ruah tersimpan di Baitul Mal. Sayangnya oleh

Khalifah-Khalifah sesudahnya mereka pergunakan untuk

berpoya-poya yang membawa kepada salah satu dari

kehancuran Daulah Fatimiyah.

6. Masa Kemunduran

Pada masa kemunduran  ini berada di bawah enam

Khalifah, yaitu Al-Zafir (1021-1036 M). Al-Mustansir (1035-

1094 M), Al-Musta’li (1094-1101 M), Al-Amir (1101-1130 M),

Al-Hafiz (1130-1149), Al-Zafir (1149-1154 M), Al-Fa’iz (1154-

1160 M) dan Al-Adid (1160-1171 M).

Di antara kebijakan yang diambil Khalifah Daulah

Fatimiyah pada saat berkuasa di Mesir yaitu  menyebarkan

atau bahkan boleh dikatakan memaksakan faham Syi’ah

Isma’ilyah kepada penduduk.

Untuk itu, seluruh pegawai diwajibkan memeluk

mazhab Syi’ah Isma’iliyah. Semua Qadhi atau Hakim

diwajibkan supaya mengeluarkan keputusan hukum yang

sesuai dengan undang-undang mazhab Syi’ah. Kemudian

mereka menyebarkan atau mempropagandakan mazhab

Syi’ah Isma’iliyah kepada penduduk. Begitu pula kepada tiga

Khalifah pertama, yaitu Abu Bakar Shiddiq, Umar ibn Khattab

dan Usman ibn Affan dicaci maki dan dicela oleh Khalifah

Daulah Fatimiyah.

Bahkan yang lebih kasar lagi yaitu  apa yang

dilakukan oleh Khalifah Al-Hakim Biamrillah, dia

memerintahkan supaya dilukiskan cacian kepada para

sahabat, baik di dinding-dinding masjid, di pasar-pasar

maupun di jalan-jalan. Perintah itu dikeluarkannya kepada

seluruh pemerintah daerah dalam wilayah kekuasaan Daulah

Fatimiyah.

Tindakan Al-Hakim ini membangkitkan kemarahan

warga Sunni yang merupakan mayoritas penduduk di seluruh

wilayah kekuasaan Daulah Fatimiyah, mereka menuntut

dihentikan segala bentuk caci maki yang ditujukan kepada

tiga Khalifah pertama ini . Pada akhirnya konflik Sunni

Syi’ah ini dapat diselesaikan sesudah  Khalifah Al-Hakim

menyuruh menghapus segala celaan terhadap Khalifah yang

tiga dan akan dihukum setiap orang yang berani mencela

mereka dan bersikap kasar pada mereka baik di jalan-jalan

maupun di halayak ramai.333

Tindakan Al-Hakim ini menimbulkan bibit-bibit

kebencian dan kemarahan di kalangan warga yang menjadi

bom waktu terjadinya perang pada saat yang tepat mereka

bertekad hendak menghancurkan Daulah Fatimiyah.

Kehancuran Daulah Fatimiyah ini sepeninggal

Khalifah Al-Hakim para Khalifah yang dilantik sesudahnya

mereka telah tenggelam dalam kemewahan hidup sampai

Khalifah terakhir Al-Adid (1160-1171 M).

Mereka tinggal di istana-istana indah di Kairo

menikmati berbagai macam kelezatan hidup duniawi

sedangkan urusan pemerintahan mereka seerahkan kepada

para Perdana Menteri dan Perdana Menteri pun merongrong


jabatan Khalifah sebab mereka mengangkat dirinya menjadi

“Penguasa Sebenarnya” sedang Khalifah menjadi

“Permainan” di tangan mereka. 334

Faktor luar sebab mereka mengancam warga untuk

menganut faham Syi’ah yang menjadi mazhab mereka maka

gubernur Iskandariyah Ibn Al-Silar menyerbu ke Kairo pada

saat itu menteri dijabat Najamuddin ibn Mishal. Terjadi bentrok

dan peperangan di antara dua pasukan ini . Demikianlah

terjadi silih berganti perebutan kekuasaan, anehnya setiap

terjadi bentrok masing-masing minta bantuan kepada musuh.

namun  faktor yang mempercepat kehancuran Dinasti

Fatimiyah yaitu  Perang Salib sebab pada saat Daulah

Fatimiyah lemah orang Salib ingin menguasai Mesir. Mereka

datang hendak menyerbu Mesir pada saat memuncak konflik

antara Daulah Fatimiyah dengan warga di Mesir.

Dalam situasi genting begini terpaksa Khalifah

Fatimiyah minta bantuan kepada Nuruddin Zanki penguasa

Syam dan Aleppo untuk membantunya memerangi orang

Salib. Nuruddin Zanki mengirim sejumlah tentara di bawah

pimpinan Asaduddin Zanki. Pada tahap ini terjadi perjanjian

antara pasukan Asaduddin dengan pasukan Salib untuk

sama-sama menarik diri dari Mesir.

namun  setahun kemudian orang Salib membatalkan

perjanjian ini . Maka Nuruddin kembali mengirim

bantuan tentara dalam jumlah besar di bawah pimpinan

Salahuddin al-Ayyubi. Dia dapat memukul mundur pasukan

tentara Salib dari Mesir. Pasukan tentara Salib melarikan diri

ke Syam. Untuk jasanya itu dia diangkat menjadi menteri

besar di Mesir.


Selanjutnya Nuruddin Zanki mendesak Salahuddin

Al-Ayyubi untuk mengakhiri Daulah Fatimiyah di Mesir.

Maka pada tahun 567 H/1171 M diumumkanlah berdirinya

Daulah Ayyubiyah di Mesir di bawah kekuasaan Daulah

Abbasiyah, dengan sendirinya berakhirlah kekuasaan Daulah

Fatimiyah.

Dapat lebih ditegaskan disini bahwa Daulah

Ayyubiyah di bawah pimpinan Salahuddin Al-Ayyubi sangat

berjasa dalam mempertahankan Mesir dari serangan pasukan

Salib dan mendesaknya keluar dari Mesir sehingga aset

peradaban Islam yang benilai tinggi, seperti Universitas Al-

Azhar dapat terpelihara dan diwariskan kepada generasi

Islam berikutnya sampai sekarang.

Wallah a’lam bi al-shawwab


DAFTAR NAMA PARA KHALIFAH

DAULAH  FATIMIYAH  DI  MESIR

1. Ubaidillah Al-Mahdi (909-934 M)

2. Al-Qaim (934-946 M)

3.  Al-Mansur (946-953 M)

4. Al Muiz Lidinillah (953-975 M)

5. Al-Aziz Billah (975-996 M)

6. Al-Hakim Biamrillah (966-1021 M)

7. Al-Zafir (1021-1036 M)

8. Al-Mustansir (1035-1094 M)

9. Al-Musta’li (1094-1101 M)

10.  Al-Amir (1101-1130 M)

11. Al-Hafiz (1130-1149)

12.  Al-Zafir (1149-1154 M)

13. Al-Fa’iz (1154-1160 M)

14.  Al-Adid (1160-1171 M)



SEJARAH DAULAH  MAMALIK

DI MESIR


Di atas kehancuran Daulah Fatimiyah di Mesir naiklah

Daulah Ayyubiyah, saat itu Nuruddin Zanki (Penguasa Syam

dan Aleppo) mendesak SalahuddinAl-Ayyubi  untuk

mengakhiri kekuasaan Daulah Fatimiyah di Mesir dan

sekaligus mengusir tentara Salib sehingga tentara Salib

melarikan diri ke Syam dan diumumkan berdirinya Daulah

Ayyubiyah di Mesir.

Usaha merekrut budak-budak untuk dimanfa’atkan

dalam kegiatan pemerintahan di bidang Militer sudah menjadi

tradisi saat itu terutama bagi Daulah-Daulah yang pernah

berkuasa di Mesir sebelum Daulah Ayyubiyah maupun

Daulah Ayyubiyah sendiri.

Hal itu dapat diketahui dari apa yang dilakukan oleh

Daulah Tulun (254-292 H / 868-905 M), Daulah Ikhsit (323-358

H / 935-969 M), Daulah Fitiniah (909-1171 M) dan Daulah

Ayyubiyah mereka mendatangkan budak-budak ke Mesir

untuk diangkat menjadi tentara pemerintahan. Dalam

perkembangan selanjutnya, para budak itu bukan hanya

berpengaruh dalam tubuh militer tapi juga dalam

pemerintahan pada umumnya.336

Daulah Mamalik di Mesir muncul pada saat dunia

Islam mengalami desentralisasi dan desintegrasi politik.

Wilayah kekuasaannya meliputi Mesir, Hijaz, Yaman dan

daerah sungai Furat. Kaum Mamalik ini berhasil

membersihkan sisa-sisa tentara Salib dari Mesir dan Suriah

serta membendung desakan gerombolan-gerombolan

bangsa Mongol di bawah pimpinan Khulaqu Khan dan

Timurlenk.

Kaum Mamalik yang memerintah di Mesir mereka

dibedakan menjadi dua suku.  Pertama Mamalik Bahri (648-

792 H / 1250-1390 M). kedua Mamalik Burji (784-922 H / 1382-

1517 M). Mamalik Bahri yaitu  budak-budak Turki yang

didatangkan Malik Al-Saleh ke Mesir dalam jumlah besar

sesudah  ia berhasil menduduki jabatan Sultan (1240-1249). Di

Mesir mereka ditempatkan di barak-barak militer dekat sungai

Nil, itulah sebabnya mereka disebut dengan Mamalik Bahri

artinya budak laut. Adapun Mamalik Burji yaitu  budak-

budak yang didatangkan dari Syirkas (Turki) oleh Sultan

Qalawun (1279-1290) sebab ia curiga terhadap beberapa

tokoh militer dari Mamalik Bahri yang dianggapnya dapat

mengancam kelangsungan kekuasaannya. Mereka

ditempatkan di menara-menara benteng (Burji). Itulah

sebabnya mereka disebut dengan Mamalik Burji. Baik

Mamalik Bahri maupun Mamalik Burji sama-sama berasal dari

Turki namun suku mereka yang berbeda.

2. Pembentukan Pemerintahan

Untuk mempertahankan kekuasaan Daulah

Ayyubiyah Sultan Malik Al-Saleh memberikan kebebasan dan

kesempatan yang seluas-luasnya kepada kaum   Mamalik

Bahri untuk mencapai prestasi dan kedudukan tinggi dalam

jabatan militer Daulah Ayyubiyah. Oleh sebab itu, Mamalik

Bahri mempergunakan kesempatan ini  untuk menyusun

suatu kekuatan sehingga mereka menjadi kelompok meliter

yang terorganisir.

Hal ini  dilakukan untuk menyaingi kekuatan

militer asal suku Kurdi yang sudah ada sebelumnya yang

dibentuk oleh Sultan Malik Al-Kamil. Ketika Malik Al-Saleh

berusaha hendak merebut kekuasaan dari Sultan Malik Al-

Kamil, dia dibantu  tentara dari budak-budak Turki,

sebaliknya Sultan Malik Al-Kamil didukung oleh tentara asal

Kurdi. namun  kemenangan tetap berada di tangan Sultan Malik

Al-Saleh.

Setelah Sultan Malik Al-Saleh meninggal (1249), ia

digantikan oleh Turansyah. namun  Turansyah tidak menyukai

kaum Mamalik al-Bahri sehingga ia membentuk pasukan

militer sendiri. Maka kaum Mamalik Bahri pun tidak

menyukainya sebab mengabaikan peran mereka.

Oleh sebab itu, pada tahun 1250 M Mamalik Bahri di

bawah pimpinan Baybar dan Izuddin Aibak melakukan

kudeta terhadap Daulah Ayyubiyah sehingga Turansyah

terbunuh. Baik Malik Al-Saleh maupun Turansyah tidak

memiliki anak laki-laki yang ada hanya seorang bekas

budak wanita yang bernama “Syajar Ad-Duur” yang sudah

dimerdekakan dan dinikahi oleh Sultan Malik Al-Saleh.339

Ketika mereka hendak membaiatnya menjadi Sultan,

kaum Muslimin menolaknya sebab bertentangan dengan

tradisi. Bahkan Khalifah Abbasiyah saat  itu berkata dengan

nada mengejek “Kalau warga Mesir tidak memiliki anak

laki-laki untuk menjadi raja maka beritahu segera supaya

kami dapat mengirimkan anak laki-laki yang akan menjadi

raja” 

Untuk mengatasi hal ini  Izuddin Aibak menikahi

“Syajar Ad-Duur ”. Dengan demikian, Izuddin  diangkat

menjadi Sultan Daulah Mamalik  di Mesir  menggantikan

Daulah Ayyubiyah sebelumnya.

3. Masa Kejayaan Pemerintahan Daulah Mamalik

Setelah Mesir dipinpim oleh Sultan-Sultan Daulah

Mamalik, mereka melakukan penataan pembangunan di

berbagai terutama di tangan dua Sultan yang sangat cekatan,

yaitu Sultan Al-Zahir Baybars dan Sultan Al-Mansur Qalawun.

Di tangan dua orang Sultan inilah peradaban Islam nampak

cemerlang di Mesir menjadi pusat kemajuan Islam saat itu,

walaupun tidak dapat mengimbangi kejayaan yang telah

dicapai Baghdad dan Cordova Spanyol.

Adapun kejayaan yang sudah pernah dicapai Daulah

Mamalik di Mesir, di antaranya  dapat di lihat sebagai berikut;

3.1. Kemajuan Politik Pemerintahan

Di saat Sultan Al-Zahir Ruknuddin Baybars berkusa

di Mesir, ia bercita-cita ingin mengikuti langkah-langkah yang

telah pernah ditempuh oleh Sultan-Sultan sebelumnya, seperti

yang telah dilakukan Salahuddin Al-Ayyubi dalam melawan

dan mendesak kaum Salib terdahulu.

Sejarah mencatat betapa dahsyatnya pertempuran

yang terjadi di perbatasan Suria pada tahun 1260 M yang lebih

terkenal dengan pertempuran “Ainul Jalut” tentara Mesir yang

dikomandokan oleh Atabek Quthuz dengan panglima

perangnya Ruknuddin Baybars sendiri telah mampu

menghancurkan tentara perang Tar-tar Mongol yang dipimpin

oleh panglima perangnya Kith yang beragama Kristen

Nestarian. Sejak itu tammatlah riwayat Tar-tar Mongol

pengacau dunia Islam itu.

Kaum muslimin menyambut baik kemenangan ini dan

memberikan apresiasi yang hangat kepada tentara Mamluk

bahkan orang-orang Sunni di Damaskus menyambut

kemenangan itu dengan menyerang orang-orang Kristen, Yahudi

dan Syi’ah yang selama ini dicurigai keberja sama dengan tentara

Mongol.342 Penguasa-penguasa di Suriah menyatakan loyalitas

mereka kepada Sultan-Sultan Daulah Mamalik.

Selanjutnya Sultan Ibn Baybars mengejar, meyerang

dan mengalahkan tentara Mongol di dekat Damaskus ibu kota

Suriah (1303) sehingga Sultan Mamalik dapat membersihkan

sisa-sisa tentara Mongol mulai dari Mesir sampai ke Suriah

dan dapat kembali merebut seluruh wilayah ini  dari

tangan musuh.

Faktor kemenangan Baybars dalam usahanya

mempertahankan Mesir dari serangan Mongol yaitu 

strateginya yang menyerang ke luar Mesir tidak bertahan,

sebab pertahannan yang paling kuat menghadapi musuh

yaitu  menyerang, seperti yang telah dilakukan oleh

Salahuddin Al-Ayyubi.

Sedang di pihak musuh menganggap remeh kepada

tentara Islam sebab ibu kota negara Islam (Baghdad) telah

dihancurkan, maka semangat jihadnya telah  hilang karena

itu dia datnag hanya dengan sejumlah kecil tentara. namun 

perkiraan mereka itu  meleset, semangat tentara Islam masih

kuat terutama menghadapi serangan Mongol.

Selain itu, kemampuan perang orang Mamalik ini

sangat mahir selama ini sebab mereka memang berbakat

perang sehingga Mongol tidak dapat menghadapi mereka.

Oleh sebab itu Mesir terbebas dari serangan Musuh.

Baybars membuat sutu peristiwa besar dalam

pemerinthannya yaitu melakukan bai’at tehadap Al-Mustansir

(1226-1242) sebagai Khalifah. Adapun Al-Mustansir berasal

dari keturunan Abbasiyah yang melarikan diri dari Baghdad

ke Mesir sewaktu Baghdad diserang pasukan Hulaqu Khan

bangsa Mongol.

Dia sebab berasal dari keturunan Abbasiyah masih

diakui kaum muslimin sebagai Khalifah walaupun hanya

simbol belaka. Dia memberikan pengesahan kepada Baybars

menjadi Sultan untuk wilayah Mesir, Suriah, Hijaz, Yaman dan

daerah S. Furat. Dengan demikian Sultan Baybars mendapat

legalitas dari Khalifah atas seluruh wilayah kekuasaannya.

Sebaiknya Sultan Baybars melindungi Khalifah dan Jabatan

ini  di bawah kekuasaan Daulah Mamalik di Mesir.

Walaupun jabatan Khalifah yang berada dalam

lindungan Daulah Mamalik ini hanya lambing bagi dunia

Islam yang tidak memiliki wewenang akan namun setiap

penguasa dalam dunia Islam merasa memperoleh kehormatan

bila mendapat restu dari Khalifah yang berkedudukan di

Mesir ini.

Secara politis jabatan “lambang Khalifah” itu masih

perlu dipertahankan sebab dia berfungsi sebagai alat

pemersatu umat Islam seluruh Dunia. Dengan adanya

jabatan itu berarti eksistensi umat Islam secara politis masih

tetap diakui dan dipersatukan melalui lambing Khalifah

ini .

Dengan demikian, walaupun Baghdad telah hancur

akan namun lambang pemerintahan sebagai pengakuan

terhadap eksistensi Umat Islam masih dapat dipertahankan

di Mesir di bawah lindungan Daulah Mamalik.

Hal ini berlangsung lebih kurang dua setengah abad

di bawah 15 Sultan (660-929 H/1260-1515 M) hal ini berarti

dari hancurnya kota Baghdad sampai datangnya serangan

Sultan Salin I dari Turki Usmani ke Mesir. Jabatan

kekhallifahan itu diserahterimakan dari Bani Abbas kepada

Bani Usman (Turki Usmani).

Setelah Sultan Daulah Mamalik berganti dari Baybars

ke Sultan Al-Malik Al-Zahir Saifuddin Al-Barquq datang lagi

serangan bangsa Tar-tar kedua ke Mesir di bawah pimpinan

Timurlenk.345 Tentara Timurlenk dapat dipukul mundur oleh

pasukan tentara Sultan Malik Al-Zahir, sehingga untuk ketiga

kalinya Mesir dapat dipertahankan dari serangan musuh yang

hendak menghancurkannya.

3.2. Kemajuan Ekonomi

Menurut Baibars kesta

Related Posts:

  • sejarah peradaban islam 6 luaruntuk mendirikan kerajaan-kerajaan kecil yang terbebas daripemerintahan pusat. Peranan yang dimainkan orang-orang Turki padapemerintaha… Read More