Kamis, 22 Februari 2024

sejarah peradaban islam 5




 rpecahan politik pada masa Muluk al-

Thawa’if menjadi penyebab mundurnya pemerintahan

Islam Spanyol, walaupun tidak menjadi penyebab

mundurnya peradaban Islam Spanyol. Masa itu, setiap

daulah (raja)  di beberapa daerah seperti di Malaga,

Toledo, Seville, Granada, dan lain-lannya berusaha

menyaingi Cordova (ibu kota Negara Islam). Padahal

sebelumnya, Cordova yaitu  satu-satunya pusat

pemerintahan dan pusat ilmu pengetahuan dan

peradaban Islam di Spanyol.

Hal ini  memberikan dampak terhadap

keberadaan Islam di Spanyol, baik yang positif (baik)

maupun yang negatif (buruk). Dampak positifnya

yaitu  memberi peluang terbukannya pusat-pusat

peradaban baru, di antaranya, justru ada yang lebih

maju dari peradaban Islam Cordova.220 namun  dampak

negatifnya, sebab konflik antara sesama pemerintahan

Islam memicu  kemunduran pemerintahan

Islam di Spanyol.

2. Konflik dengan Kristen.

Sangat disayangkan para penguasa dan

penakluk muslim ke Spanyol dahulu, tidak melakukan

islamisasi secara sempurna. Penguasa Islam Spanyol

membiarkan Kristen taklukannya mempertahankan

hukum dan adat istiadat mereka, asalkan tidak ada

perlawanan bersenjata. Padahal kehadiran Islam di

Spanyol memperkuat rasa kebangsaan orang-orang

Kristen Spanyol.

Akibatnya, kehidupan Negara Islam di Spanyol

tidak pernah berhenti dari pertentangan dan

perlawanan antara Islam dengan Kristen. Pada saat

umat Islam kuat dan memperoleh kemajuan, umat

Kristen diam dan ikut menikmati hasilnya, namun pada

saat umat Kristen memperoleh kemajuan pesat sejak

abad ke-11 M, sementara umat Islam mengalami

kemunduran, umat Islam diperangi, dihancurkan dan

diusir secara kejam dari Spanyol.

3. Kesulitan ekonomi

Dimana-mana Negara, termasuk Negara

Spanyol, bila mengalami kesulitan ekonomi dapat

memicu  suatu kehancuran. Itulah yang dialami

pemerintahan Islam di Spanyol, pada masa

kemundurannya, dipicu  sibuk dengan konflik

berkepanjangan antara sesama umat Islam dan antara

umat Islam dengan umat Kristen, memicu 

mereka lalai membina perekonomian, akhirnya timbul

kesulitan ekonomi yang sangat memberatkan, hal itu

turut mempengaruhi kondisi politik dan militer.

Kekacauan politik itu dimanfaatkan orang Kristen

untuk memerangi umat Islam dan dengan mudah

dapat mereka kalahkan.

4. Letak geografis yang terpencil

Letak geografis Spanyol bagi dunia Islam

lainnya terpencil, sebab dia berada di belahan Eropa,

sementara Islam lainnya ada di belahan Asia dan

Afrika. Sehingga dia hanya berjuang sendirian, saat 

mendapat serangan musuh dari utara Spanyol,

kalaupun ada bantuan hanya dapat dari Afrika Utara.

Maka di saat umat Islam Spanyol diganggu atau

diperangi oleh umat Kristen, maka negara Islam

lainnya tidak dapat memberikan bantuan mereka.

10. Pengaruh Peradaban Islam Spanyol bagi Kebangkitan

Eropa

Kemajuan Eropa saat ini tidak dapat dimungkiri

banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahuan

Islam yang berkembang di periode klasik, termasuk yang di

Baghdad dan terutama yang di Spanyol. Banyak saluran

peradaban Islam mempengaruhi kebangkitan Eropa, yang

terpenting di antaranya yaitu  Spanyol Islam kemudian

Perang Salib.

Spanyol Islam merupakan tempat yang paling utama

bagi Eropa menyerap dan menyadap peradaban Islam.

Karena Orang Eropa menyaksikan secara nyata bahwa

Spanyol yang berada di bawah kekuasaan Islam jauh

meninggalkan negara-negara Eropa lainnya, termasuk

tetangganya, seperti Perancis, Jerman, Portugal dan lain-

lainnya, terutama dalam bidang pemikiran dan sains,

maupun bangunan fisik.

Pengaruh peradaban Islam yang terpenting, dari

Spanyol Islam yaitu ; pertama , pemikiran Ibn Rusyd (1120-

1198 M.). Pemikirannya dapat melepaskan orang Eropa dari

belenggu taklid yang sudah berurat berakar dan

menganjurkan kebebasan berpikir. Karena Ibn Rusyd

mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat,

sehingga mengundang minat orang banyak yang berpikiran

bebas. Ia mengedepankan pengertian sunnatullah menurut

Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme

Kristen.

Begitu besarnya pengaruh pemikiran Ibn Rusyd di

Eropa sehingga timbul gerakan Averroeisme (Ibn Rusyd-isme)

yang menuntut kebebesan berpikir. namun  pihak gereja

menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan

Averroeisme ini.

Berawal dari gerakan Averroeisme inilah kemudian

di Eropa melahirkan gerakan reformasi pada abad ke-16 M. dan

gerakan rasionalisme pada abad ke-17 M. melalui buku-buku

Ibn Rusyd yang dicetak di Venesia, tahun 1481,1482,1483,1489

dan 1500 M., edisi lengkapnya pada tahun 1553 dan 1557 M. Juga

di terbitkan pada abad ke-16 M. di Napoli, Bologna, Lyonms,

dan Strasbourg dan di awal abad ke-17 di Jenewa.

Kedua, saluran lainnya, yaitu  melalui mahasiswa-

mahasiswa Kristen Eropa yang belajar di Universitas-

universitas Islam di Spanyol, seperti Universitas Cordova,

Seville, Malaga, Granada dan Salamanca. Selama belajar di

Spanyol mereka aktif menerjamahkan dan mempelajari buku-

buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim. Setelah pulang ke

negerinya, mereka mendirikan sekolah-sekolah dan

Universitas-universitas yang sama di Eropa.

Seperti Universitas Paris yang didirikan pada tahun

1231 M merupakan Universitas pertama di Eropa, dia

didirikan sesudah  tiga puluh tahun Ibn Rusyd wafat. Dalam

perkembangannya, di akhir Periode Pertengahan telah berdiri

18 Universitas. Di dalam Universitas-universitas itu, mereka

ajarkan ilmu yang mereka peroleh dari Universitas-universitas

Islam, seperti ilmu pasti, ilmu kedokteran dan filsafat.

Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari yaitu 

pemikiran al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.222

Maka pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa

yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M. hingga abad ke-

14 M. itu menimbulkan kembali gerakan kebangkitan

renaissance pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M.

Kebangkitan kembali pemikiran Yunani di Eropa kali ini

yaitu  melalui terjamahan-terjamahan Arab, kemudian

diterjamahkan kembali ke dalam bahasa Latin.223

Dengan demikian, pengaruh peradaban Islam Spanyol

telah dapat melahirkan tiga gerakan penting bagi kebangkitan

Eropa. Pertama, gerakan kebangkitan kembali kebudayaan

Yunani kuno atau klasik (renaissance) pada abad ke-14 M.

bermula di Italia, Kedua, gerakan reformasi pada abad ke-16

M. Ketiga, gerakan rasionalisme pada abad ke-17 M.

Selanjutnya Eropa bangkit dari ketertidurannya selama ini.

Ketiga , Perang Salib, meskipun pihak Kristen Eropa

mengalami kekalahan dalam Perang Salib akan namun mereka

mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya, sebab

mereka dapat menyaksikan dan berkenalan langsung dengan

peradaban Islam yang sudah maju memicu lahirnya

renaisans di Eropa.

Adapun peradaban yang mereka bawa ke Barat lewat

Perang Salib terdiri dari kemajuan peradaban Islam di bidang

militer, seni, perindustrian, pertanian, perdagangan,

astronomi, kesehatan dan sikap kepribadian umat Islam yang

luhur yang tidak mendapat perhatian di Barat sebelumnya.

DAFTAR NAMA PARA KHALIFAH

DAULAH UMAIYAH II DI SPANYOL

1. Abdurrahman I (756-788 M)

2. Hisyam I (788-796)

3. Hakam I (796-822)

4. Abdurrahman II (822-852)

5. Muhammad I (852-886 M)

6. Munzir (886-888 M)

7. Abdullah (888-912 M)

8. Abdurahman III (912-961 M)

9. Hakam II (961-976 M)

10. Hisyam II (976 M)

11. Muhammad II bin Abi Amir atau Hajib al-Mansur (976-

1009 M)

12. Sulaiman (1009-1010 M)

13. Hisyam II (1010-1013 M)

14. Sulaiman 1013-1016 M)

15.  Abdurrahman IV (1018 M)

16. Abdurrahman V (1023 M)

17. Muhammad III (1023-1025 M)

18. Hisyam III (1027-1031 M)


SEJARAH DAULAH ABBASIYAH

DI BAGHDAD

1. Pembentukan Pemerintahan

Sejak Umar bin Abd. Aziz (717-720 M / 99-101 H) -

khalifah ke-8 dari Daulah  Umayyah - naik tahta telah muncul

gerakan oposisi yang hendak menumbangkan Daulah ini 

yang dipimpin oleh Ali bin Abdullah, cucu Abbas bin Abdul

Muthalib, paman Nabi dari kelompok Sunni. Kelompok Sunni

ini berhasil menjalin kerja sama dengan kelompok Syi’ah,

sebab mereka sama-sama keturunan Bani Hasyim.

Kedua kelompok di atas juga menjalin kerja sama

dengan orang-orang Persia, sebab orang-orang Persia

dianaktirikan oleh Daulah  Umayyah, baik secara politik,

ekonomi maupun sosial. Padahal mereka sudah lebih dahulu

memiliki peradaban maju.

Tujuan aliansi yaitu  menegakkan kepemimpinan

Bani Hasyim dengan merebutnya dari tangan Bani  Umayyah.

Untuk mencapai tujuan itu berbagai kelemahan Daulah

Umayyah, mereka manfa’atkan sebaik-baiknya.

Mereka melantik dan menyebar para propagandis

terutama untuk daerah-daerah yang penduduknya mayoritas

bukan orang Arab. Tema propagandis ada dua. Pertama, al-

Musawah (persamaan kedudukan), dan kedua, al-Ishlah

(perbaikan) artinya kembali kepada ajaran al-Qur’an dan Hadits.

Tema pertama amat menarik di kalangan muslim non-

Arab. Karena mereka selama ini dianaktirikan oleh Daulah

Umayyah, baik secara politik, sosial dan ekonomi. Sedangkan

tema kedua menarik di kalangan banyak ulama Sunni karena

mereka melihat para khalifah Daulah  Umayyah telah

menyimpang dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

Pada mulanya mereka melakukan gerakan rahasia.

Akan namun saat  aliansi dipimpin oleh Ibrahim bin

Muhammad, gerakan itu berubah menjadi terang-terangan.

Perubahan itu terjadi sesudah  mereka mendapat sambutan luas,

terutama di wilayah Khurasan yang mayoritas penduduknya

muslim non Arab, dan sesudah  masuknya seorang Jenderal

cekatan ke dalam gerakan ini, yaitu Abu Muslim al-Khurasany.

Dia yaitu  seorang budak yang dibeli oleh

Muhammad, ayah Ibrahim. Dia yaitu  kader yang dididik

oleh Muhammad dan tinggal bersama anaknya Ibrahim. Dia

dikirim Ibrahim sebagai propagandis ke tanah kelahirannya

dan mendapat sambutan yang baik dari penduduk. Dia

membentuk pasukan militer yang terdiri dari 2.200 orang

infantri dan 57 pasukan berkuda.

Pemimpin Daulah  Umayyah berhasil menangkap

Ibrahim dan mereka membunuhnya. Pimpinan aliansi

dilanjutkan oleh saudaranya Abdul Abbas yang kelak menjadi

khalifah pertama Daulah Abbasiyah.

Abul Abbas memindahkan markasnya ke Kufah dan

bersembunyi di situ. Dalam pada itu Abu Muslim

memerintahkan panglimanya, Quthaibah bin Syahib untuk

merebut Kufah. Dalam gerakannya menuju Kufah, dia

dihadang oleh pasukan Daulah  Umayyah di Karbela.

Pertempuran sengit pun terjadi. Dia memenangkan

peperangan itu. Akan namun dia tewas.

Anaknya Hasan memegang kendali selanjutnya dan

bergerak menuju Kufah, dan melalui pertempuran yang tidak

begitu berarti kota Kufah itu dapat ditaklukkan. Abul Abbas

keluar dari persembunyiannya dan memperoklamirkan dirinya

sebagai khalifah pertama, yang diberi nama dengan Daulah

Abbasiyah dan dibai’at oleh penduduk Kufah di mesjid Kufah.

Mendengar hal itu, khalifah Marwan menggerakkan

pasukan berkekuatan 120.000 orang tentara menuju Kufah.

Untuk itu, Abul Abbas memerintahkan pamannya Abdullah

bin Ali menyongsong musuh ini . Kedua pasukan itu

bertemu di pinggir sungai Zab, anak sungai Tigris. Pasukan

Umayyah berperang tanpa semangat dan menderita kekalahan.

Abdullah bin Ali melanjutkan serangan ke Syiria. Kota

demi kota berjatuhan. Terakhir Damaskus, ibu kota Daulah

Umayyah menyerah pada tanggal 26 April 750 M. namun

khalifah Marwan melarikan diri ke Mesir, dan dikejar oleh

pasukan Abdullah. Akhirnya dia tertangkap dan dibunuh

pada tanggal 5 Agustus 750 M.

Dengan demikian, sesudah  Marwan bin Muhammad

terbunuh sebagai khalifah terakhir Daulah Umiayah, maka

resmilah berdiri Daulah Abbasiyah. Sementara orang-orang

Syi’ah tidak memperoleh keuntungan politik dari kerjasama

ini, dan mereka terpaksa memainkan peranan lagi sebagai

kelompok oposisi pada pemerintahan Daulah Abbasiyah.

2. Periodesasi Daulah Abbasiyah

Pemerintahan Daulah Abbasiyah mengalami dua

masa, yaitu masa integrasi dan masa disintegrasi, secara garis

besarnya terbagi kepada empat periode. Pertama, dikenal

dengan periode integrasi  ditandai dengan besarnya pengaruh


Persia (750-847 M)  sejak Khalifah pertama Abu Abbas al-Safah

(750-754 M) sampai berakhirnya pemerintahan al-Watsiq (842-

847 M), yang dikenal sebagai  masa kejayaan Daulah Abbasiyah.

Kedua, sampai keempat yaitu   periode disintegrasi

yang ditandai dengan besarnya  tekanan Turki (847-932 M)

sejak khalifah al-Mutawakkil (847-861 M) sampai akhir

pemerintahan al-Mustaqi (940-944 M) pada periode kedua,

yang dikenal sebagai masa kemunduran Daulah Abbasiyah.

Ketiga, Bani Buawaihi (944-1075 M)  sejak khalifah al-

Mustaqfi (944-946 M) sampai khalifah al-Kasim (1031-1075 M)

yang ditandai dengan adanya tekanan Bani Buwaihi tehadap

pemerintahan Daulah Abbasiyah pada masa kemundurannya.

Keempat, Turki Bani Saljuk (1075-1258 M)  sejak dari

khalifah Al-Muktadi (1075-1084 M) sampai khalifah terakhir

khalifah al-Muktasim (1242-1258 M) yang ditandai dengan

kuatnya kekuasaan Turki Saljuk dalam pemerintahan dan

berakhir dengan serangan Mongol .225

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Daulah

Abbasiyah yang berkuasa selama lima ratus delapan tahun

dan diperintah oleh 37 khalifah telah mengalami pergeseran

peran kekuasaan dari satu bangsa ke bangsa lainnya.

I. Periode Integrasi

3. Masa Perkembangan Pemerintahan

3.1. Abul Abbas Al-Saffah (750-754 M/133-137 H)

Dengan berakhirnya pemerintahan Daulah  Umayyah,

maka Daulah Abbasiyah mewarisi pemerintahan besar dari bani

Umayyah. Pergantian  Umayyah ke Abbasiyah sebagai akibat

dari ketidakpuasan unsur-unsur penting dalam warga 

terhadap Khalifah-khalifah Daulah  Umayyah yang sedang

berkuasa.

 Sebagai Khalifah pertama Daulah Abbasiyah,

melakukan tindakan, pertama;  mengundang pemuka-pemuka

Daulah  Umayyah untuk jamuan makan malam. Ketika

jamuan itu sedang berlangsung, sejumlah lebih kurang 80

orang dari Bani  Umayyah itu dibunuh oleh Abul Abbas. sejak

itu dia terkenal sebagai al-Safah, yaitu Sang Penumpah Darah.

Kedua, dia memerintahkan untuk melakukan

pengejaran terhadap sisa-sisa orang bani  Umayyah dengan

menyebar mata-mata. Namun seorang di antaranya yaitu

Abdul Rahman, berhasil melarikan diri sampai ke Spanyol,

dan kelak dia mendirikan Daulah  Umayyah babak kedua di

sana.

Ketiga , membongkar semua kuburan Khalifah Daulah

Umayyah, kecuali kuburan Umar ibn Abd Aziz, kemudian

membakarnya. Dua yang pertama dilakukan Khalifah al-Safah

dalam rangka menghabisi semua akar tunjang pengaruh

keluarga bani  Umayyah agar tidak mengganggu

pemerintahan Daulah Abbasiyah di belakang hari, sedangkan

satu yang terakhir sebab dendamnya kepada para Khalifah

Daulah  Umayyah.

Dari 37 khalifah Daulah Abbasiyah yang memerintah

dunia Islam selama 5 abad, ada tiga orang khalifah yang paling

berjasa membangun Daulah Abbasiyah ini , yaitu Abu

Ja’far al-Mansur (754-775 M), Harun al-Rasyid (786-809 M), dan

al-Makmun (813-833).

3.2. Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M/137-159 H)

Pemerintahan Daulah Abbasiyah berkembang dimulai

dari khalifah kedua, yaitu Abu Ja’far al-Mansur. Dia diangkat

menjadi khalifah sesudah  saudaranya Abu Abbas al-Safah

meninggal dunia pada tahun 136 / 754 M. Beliau dikenal

sebagai seorang yang gagah perkasa, keras hati, kuat

keimanan, bijaksana, cerdas, pemberani, teliti, disiplin, kuat

beribadah dan sederhana.

Maka tidak mengherankan, bila dikatakan saat  dia

memikul jabatan khalifah, kekuatan Daulah Abbasiyah belum

ada, tonggaknya masih goyah, kekuasaannya masih terancam,

akan namun sesudah  beliau memerintah selama 22 tahun, dia

meninggalkan Daulah Abbasiyah dalam keadaan kokoh,

mantap, megah dan agung serta mempesona. Itulah sebabnya

di atas keberhasilan beliau membangun Daulah Abbasiyah dia

disebut sebagai seorang pembangun Imperium  Abbasiyah

yang sebenarnya.

Abu Ja’far digelar dengan al-Mansur, artinya: yang

memperoleh pertolongan Allah Swt. sebab dia selalu menang

dalam menghadapi berbagai peperangan, baik ke dalam

menghadapi pemberontak, maupun ke luar mengatasi

serangan Byzantium.

Abu Jafar al-Mansur memiliki sikap yang

mengagumkan, yaitu hidupnya yang sederhana. Jika

kesederhanaannya nampak pada sepuluh tahun dari awal

pemerintahannya yang disibukkan dengan perjuangan

mengamankan dan menstabilkan pemerintahan, dapat

dimaklumi. Akan namun sekalipun beliau telah berhasil

membangun Imperium Daulah Abbasiyah menjadi megah dan

agung, namun dia tetap pada sikap sederhananya, hal ini

merupakan sesuatu hal yang luar biasa. Dia mampu

mempertahankan sikap sederhananya sekalipun dikelilingi

oleh kemegahan dan keagungan.

Langkah pertama yang dilakukan khalifah al-Mansur

sesudah  diangkat menjadi khalifah yaitu  menciptakan

stabilitas pemerintahannya. Sebab di atas pemerintahan yang

stabil lah pembangunan dapat dilaksanakan. Untuk

terciptanya stabilitas ini  beliau menghadapi

pemberontakan-pemberontakan dan kerusuhan-kerusuhan.

1. Menghadapi  Pemberontakan Abdullah bin Ali dan Shaleh

bin Ali

Pada waktu gerakan menumbangkan Daulah

Umayyah digalakkan, Abdullah bin Ali dan Shaleh bin Ali

diperintahkan Abu Abbas untuk menghadapi perlawanan

khalifah Marwan II (khalifah terakhir Daulah  Umayyah) yang

sedang menuju ke Kufah bersama tentaranya yang berjumlah

120.000 orang. Kedua pasukan itu bertemu dipinggir sungai

Zab, anak sungai Tigris. Pasukan Abdullah bin Ali dan dibantu

Shaleh bin Ali dapat menangkap dan membunuh Marwan II

yang melarikan diri ke Mesir.

Abu Abbas telah berjanji bahwa siapa yang mampu

mematahkan perlawanan khalifah Marwan II, akan diangkat

manjadi khalifah sepeninggalnya. Atas dasar janji itu, Abdullah

bin Ali dan Shaleh bin Ali melakukan perlawanan membunuh

Marwan II. Namun kini janji itu dikhianati oleh Abu Abbas.

Memang diakui bahwa andil Abdullah bin Ali dan Shaleh

bin Ali dalam gerakan mendirikan Daulah Abbasiyah sangat

besar, dibandingkan dengan Abu Ja’far al-mansur yang

memiliki tugas memadamkan pemberontakan di Kufah. Pada

masa pemerintahan Abu Abbas, Abdullah bin Ali diangkat

menjadi Raja Muda (gubernur) untuk wilayah Palestina dan

Syria, dan Shaleh bin Ali menjadi gubernur wilayah Mesir dan

Afrika Utara, sementara Abu Ja’far al-mansur tidak mendapat

jabatan.

Kini ternyata di penghujung pemerintahan Abu Abbas

(yang memerintah selama empat tahun, meninggal dalam usia

muda sebab serangan penyakit cacar), justru mengangkat

Abu Jafar Al-mansur (saudaranya) sebagai Khalifah, bukan

Abdullah bin Ali (pamannya). Pengangkatan itu nampaknya

didasarkan atas hubungan famili, lebih dekat dengan saudara

dibanding paman, bukan atas pertimbangan jasa dan

pengabdian. Maka wajar Abdullah bin Ali merasa dikhianati

dan melakukan pemberontakan.

Taktik yang dilakukan Abu Ja’far al-Mansur dalam

menghadapi serangan kedua pamannya yaitu  dengan

mengadu kekuatan antara Abdullah bin Ali dan Shaleh bin Ali

yang dikenal Singa Padang Pasir dengan Abu Muslim al-

Khurasani yang dikenal sebagai Jenderal yang beringas. Abu

Muslim diperintahkan khalifah al-Mansur untuk

menghacurkan pemberontakan kedua pamannya itu.

Abdullah bin Ali telah mengadakan pertemuan di

Damaskus dengan mengundang tokoh-tokoh terkemuka

dengan menyatakan kepada mereka bahwa dia telah dijanjikan

Abu Abbas sebagai khalifah atas jasanya membunuh Marwan

II, maka Palestina, Syria (wilayah kekuasannya ) dan Mesir,

Afrika Utara (wilayah kekuasaan saudaranya, Shaleh bin Ali),

menyatakan bai’at kepadanya dan menyusun kekuatan besar

untuk melawan al-Mansur.

Di Nasibin, kedua pasukan itu bertemu. Abu Muslim

menyatakan kedatangannya bukan untuk memerangi mereka,

namun bertujuan ke tanah Palestina dan Syiria, sebab dia

diangkat menjadi wali daerah itu. Dengan taktik ini banyak

pasukan Abdullah meninggalkan Nasibin kembali ke Palestina

dan Syiria, sebab untuk melindungi keluarga mereka yang

tinggal di wilayah itu.

Sekalipun Abdullah meyakinkan mereka bahwa hal itu

hanya taktik Abu Muslim belaka, mereka tetap pulang.

Akibatnya pasukan Abdullah mengalami kekalahan dan

beliau bersama saudaranya ditangkap dan dipenjarakan, dan

pada akhirnya mati dalam penjara tujuh tahun kemudian.

Kemudian pasukan Muslim kembali ke Khurasan.

2.  Menghadapi Kekuatan Abu Muslim

Sekembalinya Abu Muslim dari Nasibin ke Khurasan,

kini namanya semakin populer. Kepopuleran itu membuat dia

lupa daratan. Dia lupa bahwa peranannya hanya sebagai

pelaksana dari sebuah kebijaksanaan. Sedang tampuknya ada

di tangan orang. Memang diakui bahwa Abu Muslim yang

sangat berperan dalam gerakan mendirikan gerakan Daulah

Abbasiyah lebih populer dibandingkan dengan khalifah

sendiri, terutama pada saat itu.

Tapi kini yang jelas kendali pemerintahan ada pada

al-Mansur. Dia pun memiliki perhitungan tersendiri

menghadapi Abu Muslim ini, sebab dia pun mempunyai

naluri politik tersendiri. Begitu dia diangkat menjadi khalifah,

ada tiga pihak yang ditakutinya dan harus disingkirkannya;

pertama, pamannya Abdullah bin Ali. kedua, Abu Muslim al-

Khurasani sendiri, dan ketiga golongan Syi’ah.

Abu Muslim kini sangat berkuasa di Khurasan, karena

itu khalifah al-Mansur sangat khawatir kalau kekuasaannya

dapat dipergunakannya untuk melumpuhkan pemerintahan

khalifah di pusat. Maka demi kelangsungan Daulah

Abbasiyah, Abu Muslim harus dibunuh. Untuk itu dia

diundang menghadap khalifah di istana.

Meskipun kepergiannya dicegah oleh orang yang

dekat dengan dia, mereka menasehati berkali-kali agar jangan

berangkat, namun al-Mansur tetap berkeras berangkat juga.

Kedatangannya disambut dengan penuh kehormatan untuk

kemudian diadili, dan dijatuhi hukuman mati.231

Pada saat Abu Muslim akan dibunuh, sempat terjadi

dialog antara beliau dengan khalifah. Kata Abu Muslim

“izinkanlah saya hidup bagi menghadapi musuh-musuh

tuanku! Ya Amirul Mukminin”. Jawab al-Mansur, “Siapakah

musuhku yang paling besar di luar engkau ya Abu Muslim”?

Khalifah al-Mansur memerintahkan para algojo yang

sudah dipersiapkan sebelumnya untuk membunuh Abu

Muslim di istana Khalifah.

Dua pihak, dari tiga pihak yang paling ditakuti al-

Mansur yang perlu disingkirkan sudah dapat terlaksana. Kini

tiba giliran ketiga, yaitu golongan Syi’ah.

3. Menghadapi Pemberontakan Golongan Syi’ah.

Ketika propaganda untuk menjatuhkan Daulah

Umayyah dilancarkan, golongan Syi’ah ikut serta di dalamnya.

Karena perjuangan mereka untuk membela keluarga Nabi,

sebab itu dianggap cukup tepat memperoleh peluang untuk

mendapat kekuasaan. berdasar  hal itu, mereka

beranggapan lebih pantas menjabat khalifah itu dibandingkan

dengan  Bani Abbas. itulah sebabnya golongan Syi’ah di bawah

pimpinan Muhammad bin Abdullah mengadakan

pemberontakan pada masa al-Mansur.

Khalifah al-Mansur telah sering berusaha menangkap

Muhammad bin Abdullah sebab menantang kekuasaan

Daulah Abbasiyah. Akan namun selalu gagal. Pada akhirnya

15 orang keluarga Syi’ah di Irak ditangkap dan dipenjarakan

khalifah.

Kematian mereka membangkitkan kemarahan

Muhammad bin Abdullah, dia pun menggerakkan

pemberotakan di tanah Hijaz bersama 30.000 pasukan di

bawah pimpinan saudaranya Ibrahim bin Abdullah. Mereka

menuju Basrah.

Pasukan al-Mansur segera menyusul pasukan mereka

itu. Dalam pertempuran itu Ibrahim gugur dan pasukannya

porak poranda. Muhammad bin Abdullah segera pula

menyusul dengan pasukan yang lebih besar, akan namun ia

pun tewas dan pasukannya hancur.232

Dengan demikian, tiga golongan yang sangat berjasa

dan mempunya andil dalam gerakan mendirikan Daulah

Abbasiyah, kini telah berakhir di tangan khalifah al-Mansur.

Sebenarnya kepergian mereka sangat menghimpit batin

khalifah, akan namun ia tidak dapat berbuat lain kecuali hal

itu demi menyelamatkan Daulah Abbasiyah.233

Memang jika dilihat dari segi politik, tindakan al-

Mansur itu yaitu  suatu keharusan yang harus dilaksanakan,

sebab jika mereka masih dibiarkan hidup akan terjadi

kerusuhan di mana-mana, dan itu akan mengancam kekuasaan

Khalifah dan kelangsungan Daulah Abbasiyah. Jadi jika ingin

menyelamatkan negara, hal itu harus dilakukan dan di sinilah

ketegasan khalifah mengambil sikap.

Menurut pengamatan penulis, di antara faktor yang

membuat al-Mansur dikatakan sebagai orang yang berperan

dalam menegakkan Daulah Abbasiyah, bahkan dikatakan

bahwa dialah pendiri yang sebenarnya dari Daulah Abbasiyah

itu yaitu  kemampuannya menciptakan stabilitas

pemerintahan.

Pada waktu dia diangkat menjadi khalifah, kekuasaan

Daulah Abbasiyah masih goyah, sebab dilanda kemelut,

perebutan kekuasaan antara dia dengan pamannya Abdullah

bin Ali, pada saat itu sebagian besar penduduk wilayah

Palestina, Afrika Utara, Syria dan Mesir berpihak kepada

Abdullah.

Sementara wilayah timur (Persia) berpihak pada Abu

Muslim. Andai kata pasukan Abdullah bersekutu dengan

pasukan Abu Muslim, maka Abu Ja’far saat  itu tidak ada apa-

apanya. Di sinilah nampaknya letak ketokohan al-Mansur

mampu meyakinkan Abu Muslim agar menyerang Abdullah.

Kemudian dia dengan mudah mematahkan perlawanan Abu

Muslim dan golongan Syi’ah. Maka kunci terciptanya stabilitas

yaitu  mengakhiri riwayat tiga golongan itu.

Perlawanan dari tiga golongan ini  telah dapat

ditumpas, kini situasi pemerintahan relatif aman. Maka situasi

aman itu dimanfaatkan oleh al-Mansur untuk melakukan

pembangunan dalam berbagai bidang, baik bersifat material

maupun inmaterial, di antaranya yang paling besar yaitu ;

4. Membangun Kota Baghdad

Sebelum membangun kota Baghdad ini , al-Mansur

telah mengadakan penelitian dengan seksama. Dia menugaskan

beberapa orang ahli untuk mempelajari dan meneliti lokasi.

Bahkan ada beberapa diantara mereka yang diperintahkan

tinggal beberapa hari di tempat itu pada musim yang berbeda,

kemudia para ahli itu melaporkan kepada khalifah tentang

keadaan udara, tanah, dan lingkungan. Diceritakan bahwa

daerah itu sebelumnya yaitu  tempat peristirahatan Kisra

Anusyirwan, Raja Persia yang mashur di musim panas. namun 

taman itu lenyap bersamaan dengan hancurnya kerajaan Persia.

Di dalam membangun kota itu, khalifah mempekerjakan

tidak kurang dari 100.000 orang pekerja yang didatangkan dari

berbagai daerah seperti Syria, Mosul, Basrah, dan Kufah. Kota

Baghdad berbentuk bundar, di sekelilingnya dibangun tembok

tinggi, di luar tembok digali parit besar yang berfungsi selain

sebagai saluran air, sekaligus sebagai benteng pertahanan.

Selain itu untuk setiap orang yang ingin memasuki

kota, disediakan empat buah pintu gerbang. Keempat pintu

gerbang itu yaitu  Bab al-Khufah (sebelah barat daya), Bab

al-Khurasan (timur laut), Bab al-Syam (barat laut), Bab al-

Basrah (sebelah tenggara). Diantara masing-masing pintu

gerbang itu dibangun 28 bendera sebagai tempat pengawal

negara yang bertugas memantau keadaan di luar.

Di atas tiap pintu dibangun tempat peristirahatan yang

dihiasi dengan ukiran-ukiran yang indah. Di tengah-tengah kota

terletak istana khalifah menurut seni arsitektur Persia, yang diberi

nama al-Qasru al-Zahabi, yang artinya istana emas. Istana ini

dilengkapi dengan bangunan mesjid, tempat pengawal istana,

polisi dan tempat tinggal putera-putera dan keluarga khalifah.

Di sekitar istana dibangun pasar tempat perbelanjaan.

Faktor lain, andil al-Mansur mengokohkan Daulah

Abbasiyah yaitu  kelihaiannya, memilih letak ibu kota Daulah

Abbasiyah, menghindar dari ibu kota lama di Hasyimiyah, yang

dekat dengan Kufah, sarangnya orang plin-plan, sehingga dia

terbebas dari pembunuhan gelap. Sebab alasan pemindahan

kota ini pada dasarnya yaitu  untuk menghindari situasi yang

tidak menentu di pusat ibu kota lama.

Hasan Ibrahim menyebutkan tiga alasan pemindahan

pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad, yaitu:

pertama, dinasti  Umayyah dan para pendukungnya bermukim

di Damaskus (dekat Hasyimiyah),

Kedua, basis Daulah Abbasiyah yaitu  orang Persia,

maka Baghdad lebih dekat dengan Persia. Sementara basis

kekuatan Daulah  Umayyah orang Arab, sehingga

memindahkan ibu kota ke Baghdad menjauhkan diri dari

pendukung Daulah Abbasiyah.

Ketiga, Damaskus dengan perbatasan negara

Bizantium, maka pemindahan ke Baghdad menjauhkan diri

dari agresi pasukan Bizantium juga. Mengapa kota Baghdad

yang dijadikan pilihan sebagai pusat ibu kota? sebab memilki

udara yang bersih dan segar, berarti sehat lingkungan dan

memiliki sumber kehidupan yang mudah diperoleh

warga  berarti memiliki potensi ekonomi.

Kota Baghdad didirikan di pinggir sebelah barat

sungai Tigris oleh khalifah al-Mansur yang dapat

menghubungkan kota ini dengan negeri-negeri lain, sampai

ke Tiongkok untuk ekspor barang dan dapat mendatangkan

segala sesuatu yang diperlukan, baik hasil lautan maupun

bahan makanan yang dihasilkan oleh Mesopotamia, Armenia

dan daerah-daerah sekitarnya sebagai bahan impor.

5. Memajukan Ekonomi

Di tinjau dari segi ekonomi letak kota ini sangat

menguntungkan, sebab di situ terletak sungai Tigris yang

dapat menghubungkan kota dengan negara lain. Sampai ke

Tiongkok untuk ekspor barang, dan dapat mendatangkan

segala sesuatu yang diperlukan baik hasil lautan, maupun

bahan makanan yang dihasilkan oleh Mesopotamia, Armenia,

dan daerah-daerah sekitarnya sebagai bahan impor. Dengan

adanya aktivitas ekspor-impor itu maka perekonomian

Daulah Abbasiyah dapat berkembang.

Pada waktu al-Mansur memerintah, keadaan ekonomi

Daulah Abbasiyah masih morat-marit, untuk itu al-Mansur

menata perekonomian pemerintahannya dengan

memperkembangkan melalui pelabuhan Baghdad, karena

letak kota Baghdad di pinggir sungai Tigris, memudahkan

berkembang perdagangan, impor-ekspor dapat digalakkan,

pada gilirannya ekonomi semakin berkembang sehingga

warga bisa hidup makmur.

6. Mendirikan Pusat Kajian Ilmu Pengetahuan

Sepuluh tahun terakhir dari pemerintahan al-Mansur

yaitu  masa aman dan damai, masa kemakmuran yang

melimpah ruah sehingga seluruh perhatian telah dapat

sepenuhnya dicurahkan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan, kesusasteraan dan kebudayaan.

Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat

peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam.

al-Mansur memerintahkan penerjemahan buku-buku ilmiah

dan kesusasteraan dari bahasa asing, yaitu India, Yunani Kuno,

Bizantium, Persia dan Syria ke dalam bahasa Arab. Para

peminat ilmu dan kesusasteraan segera berbondong-bondong

datang ke kota itu. Dari konteks ini dapat dipahami bahwa

urbanisasi merupakan suatu yang tidak dapat terelakkan.

Dukungan lain bagi maraknya perkembangan ilmu

pengetahuan pada masa al-Mansur sebab keluarga Bermakid

(Barmakiyah) yang kepala keluarganya bernama Khalid bin

Barmak diangkat menjadi wazir oleh Khalifah. Mereka dikenal

memiliki perhatian besar pada ilmu pengetahuan. Dalam

hal ini al-Mansur mendirikan Departemen Study Ilmiah dan

penterjemahan di pusat ibu kota Baghdad.

Andil al-Mansur yang lain dalam meletakkan dasar yang

kokoh bagi aktivitas pengembangan ilmu pengetahuan dengan

mendirikan Departemen Study Ilmiah dan Pernterjemahan, maka

aktivitas kegiatan di bidang penerjemahan sudah mulai

terlaksana pada masa khalifah al-Mansur dan mencapai puncak

kejayaannya pada masa cucunya khalifah al-Makmun.

Keberhasilan al-Mansur yang lain bagi pengokohan

Daulah Abbasiyah yaitu  kerjasamanya yang baik dengan

golongan Mawali, dalam hal ini keluarga Barmaki. Sebagai

seorang Persia mereka pencinta ilmu pengetahuan dan

administrator yang baik, maka al-Mansur mengangkat mereka

sebagai pendukung utamanya, di antaranya diangkat sebagai

Wazir (Perdana Menteri). Maka jika Daulah Abbasiyah

mencapai puncak kejayaannya pada masa khalifah al-Makmun,

hal itu tidak dapat dilepaskan dari dukungan orang Persia ini.

7 . Masa Kejayaan Pemerintahan dan Kemajuan Ilmu

Pengetahuan

7.1. Harun al-Rasyid (786-809 M/170-194 H)

Dengan naiknya Harun menduduki jabatan Khalifah,

maka Daulah Abbasiyah memasuki era baru yang sangat

gemilang. Dia yaitu  seorang penguasa yang paling cakap

dan paling mulia di antara Daulah Abbasiyah. Dia memerintah

selama 23 tahun.

Dalam sejarah, pada “abad kesembilan ada dua nama

Raja besar yang gemilang dalam urusan-urusan dunia;

Charlemagne  di barat dan Harun al-Rasyid di timur”.  Di

antara kedua raja itu, Harun meruupakan raja yang paling

gemilang dan paling berkuasa yang dapat mengembangkan

kebudayaan yang lebih tinggi. Kedua raja ini  juga

mengadakan hubungan persahabatan yang didorong oleh

kepentingan masing-masing. Charles mengharapkan Harun

menjadi sekutunya menghadapi Bizantium yang juga

merupakan musuh Harun, juga Harun mengharapkan Charles

menjadi sekutunya menghadapi penguasa bani  Umayyah di

Spanyol, juga musuh Charles.

7.2 Memperindah Kota Baghdad

Harun al-Rasyid memperindah dan mempercantik

kota Baghdad yang dibangun oleh kakeknya al-mansur

sebelumnya sehingga puncak keindahan, kemegahan dan

kecemerlangan kota Baghdad sebagai ibu kota Daulah

Abbasiyah terjadi pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid

sampai mencapai kota terindah di dunia di kala itu.

Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat

peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam.

Itulah sebabnya Philip. K. Hitti menyebutnya sebagai kota

intelektual. Menurutnya di antara kota-kota di dunia, Baghdad

yaitu  professor warga  Islam. Para peminat ilmu

pengetahuan dan kesusasteraan secara berbondong-bondong

datang ke kota itu.

Sebagai gambaran, bahwa kota Baghdad muncul

sebagai kota yang terindah dan termegah di dunia waktu itu

dapat dilihat dari yang dilukiskan oleh penyair cemerlang

Anwari, di antaranya dia bersenandung:

Selamat, selamatlah kota Baghdad, kota ilmu dan seni.

Tiada kota lain menandinginya di seluruh dunia.

Iklimnya yang sehat menyamai hembusan angin.

Temboknya kemilau laksana permata dan batu delima.

Tanahnya subur berbaur ambar.

Taman-taman penuh bidadari, menari kemilau.

Laksana sinar mentari di angkasa.

Kota Baghdad menjadi lebih masyhur lagi, karena

perannya sebagai pusat perkembangan peradaban dan

kebudayaan Islam, sehingga banyak para ilmuwan dari berbagai

penjuru datang ke kota ini untuk mendalami ilmu pengetahuan

yang ingin mereka tuntut.

Pada masa puncak keemasan kota Baghdad di masa

pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid (786 – 809 M), dan

anaknya al-Makmun (813 – 833 M), dari kota inilah memancar

sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia.

Kebesarannya tidak terbatas pada negeri Arab, namun meliputi

seluruh negeri Islam. Baghdad saat  itu menjadi pusat

peradaban dan kebudayaan yang tertinggi di dunia.

Ada tiga keistimewaan kota ini, yaitu: pertama, prestise

politik, kedua, supremasi ekonomi, ketiga, aktivitas intelektual.

Tidak mengherankan jika ilmu pengetahuan dan sastra

berkembang sangat pesat di wilayah ini. Banyak buku filsafat

yang sebelumnya dipandang sudah “mati” dihidupkan

kembali dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.246

Dari paparan di atas diketahui betapa indahnya kota

Baghdad yang dijadikan sebagai kota intelektual, maha guru

warga  Islam, pusat perkembangan ilmu pengetahuan

yang diminati oleh para ulama dari berbagai penjuru dunia.

Kota ini memancarkan sinar kebudayaan dan peradaban Islam

ke seluruh penjuru dunia.

Gambar kemegahan kota Baghdad dapat dilihat

saat  khalifah Harun menerima duta Raja Konstantin VII

untuk membicarakan soal tawaran-tawaran perang.

Pengawal khalifah terdiri dari 16.000 orang pasukan

berjalan kaki dan berkuda, 7.000 orang pelayan, kurang

lebih seratus ekor Singa dan 700 orang pegawai istana. Di

dalam istana ada  38.000 buah tirai, di antaranya 12.000

bersadur benang emas, dan permadani sebanyak 22.000

helai. Juga dalam istana ada  sebatang pohon yang

dibuat dari emas dan perak seberat 500.000 gram. Di atas

cabangnya bertengger berbagai burung yang dibuat dari

bahan emas yang juga dapat bernyanyi secara otomatis.

Dari penjelasan di atas diketahui bahwa perekonomian

Daulah Abbasiyah berkembang pesat bahkan mencapai

puncaknya pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid karena

dia mampu menjadikan kota Baghdad sebagai kota

perdagangan. Juga sebagai kota terindah dan termegah. Hal

itu dapat dilihat dari pembangunan sarana-prasarana yang

serba lux untuk ukuran saat itu.

Pada sisi lain khalifah Harun selalu berusaha dengan

gigih memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya. Dia

berkeliling ke sana-kemari menelusuri daerah kekuasaannya

untuk mengetahui keadaan warga yang sebenarnya. Mereka

diberi pelayanan yang semestinya, sehingga melalui kemajuan

ekonomi, rakyatnya pun merasakan kesejahteraan

sebagaimana mestinya.

7 . 3 Kota Baghdad Sebagai Pusat Perkembangan Ilmu

Pengetahuan

Kemajuan ekonomi Daulah Abbasiyah yang pesat

tidak saja berpengaruh besar terhadap pembangunan untuk

memperindah kota Baghdad, namun juga dipergunakan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan dan intelektual sekaligus.

Dapat lebih ditegaskan kemegahan kota Baghdad dan

kemewahan hidup di istana merupakan sumber inspirasi

tersendiri yang merangsang berkembangnya ilmu

pengetahuan dan intelektual di tangan para ilmuwan. Seni

tari dan seni suara di tangan penari-penari dan penyanyi-

penyanyi terkenal pada masa itu. Juga berkembang seni sajak

di tangan penyair-penyair yang sangat masyhur dalam

kesusasteraan Islam.248

Istana Harun al-Rasyid yang megah dijadikannya

sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dalam

berbagai cabang ilmu. Di situ berkumpul para ilmuwan dan

orang-orang terpelajar dari berbagai penjuru dunia. Dana besar

disumbangkan Harun untuk melayani mereka sekaligus

disumbangkannya untuk pengembangan berbagai cabang

ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kesenian.249

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa bukan saja

kemegahan Baghdad yang menjadi perangsang bagi

pengembangan ilmu, intelektual dan seni, namun juga turut di

dalamnya istana khalifah yang dijadikan pusat perkumpulan

para cendikiawan dari berbagai penjuru dunia yang ditunjang

oleh dana besar.

Keluarga bangsawan Persia, yaitu Barmaki menjadi

penyokong utama bagi Harun, baik dalam mengelola urusan

pemerintahan maupun pengembangan ilmu pengetahuan.

Dalam mengelola urusan pemerintahan, Yahya bin Khalid (dari

keluarga Barmaki diangkat Harun menjadi Wazir dan

penasehatnya. Empat orang anaknya, yaitu: Fazal, Ja’far, Musa

dan Muhammad diangkat Harun menjadi pejabat negara.

Mereka sangat cekatan dan memiliki kemampuan administrasi

yang tinggi. Dalam memajukan ilmu pengetahuan, mereka ini

berlomba-lomba memberikan hadiah yang mahal kepada para

penyair dan pencipta karya.

Selain itu, pengembangan ilmu pengetahuan dan

intelektual di Baghdad dapat ditunjang oleh kesejahteraan

hidup para cendikiawan. Kaum sarjana itu telah dapat berpola

hidup mewah. Pola hidup mereka sehari-hari pergi ke

pemandian umum. Para pelayan telah siap menimbakan air

untuk mereka. Selesai mandi, pergi minum, makan, dan

berleha-leha tidur. Habis istirahat dapat membakar wangi-

wangian untuk mengharumkan tubuh. Habis itu dapat

memesan makanan malam yang terdiri atas sup daging, roti

yang dilengkapi dengan beberapa gelas anggur tua dan buah-

buahan.

Hal di atas untuk ukuran saat itu sudah sangat mewah

sebagai gambaran betapa sejahteranya hidup para

cendikiawan dan para sarjana saat itu. Tidak mengherankan

di tangan merekalah berkembang berbagai cabang ilmu

pengetahuan, intelektual, seni, dan agama sekaligus.

7.4 Al-Makmun (813-833 M/198-218 H)

Di masa khalifah al-Makmun, pertemuan-pertemuan

ilmiah tidak lagi dilaksanakan di istana. namun  dia

membangun tempat pertemuan yang dipusatkan di “Balai

Ilmu” atau “Baitul Hikmah”. Balai ilmu itu senantiasa ramai

dikunjungi oleh ahli-ahli ilmu, ahli-ahli hukum, ahli-ahli pikir,

sastra, ahli agama dan bahasa. Mereka memperbincangkan

dan bertukar pikiran dalam segala macam permasalahan ilmu

pengetahuan. Bahkan dalam bidang kesusasteraan, al-

Makmun sendiri yang memimpin pertemuan-pertemuannya

yang dihadiri oleh para ahli sastra. Hal itu berlangsung selama

masa pemerintahannya.

Untuk lebih pesatnya perkembangan ilmu

pengetahuan dan intelektual, dan sebagai perwujudan

kecintaan al-Makmun terhadap ilmu pengetahuan, dia

memfungsikan “balai ilmu” itu ke dalam tiga fungsi: Pertama,

sebagai akademi, kedua, sebagai perpustakaan, dan ketiga,

sebagai tempat penerjemahan berbagai macam ilmu

pengetahuan.

Sebagai akademi, “balai ilmu” itu dijadikan tempat

pertemuan diskusi-diskusi yang dihadiri berbagai kalangan.

Mereka itu yaitu  ahli-ahli filsafat Yunani, aliran filsafat India,

tokoh Syi’ah, tokoh Khawarij, dan tokoh-tokoh Sunni,

termasuk juga dari non-muslim. Banyak diantara tokoh-tokoh

non-muslim itu sesudah  mengadakan diskusi-diskusi dengan

sukarela mereka memeluk Islam.

Sebagai perpustakaan, dijadikan pertemuan berbagai

macam ilmu pengetahuan yang sudah diterjemahkan ke

dalam bahasa Arab, yang lebih dikenal dengan “Perpustakaan

Baitul Hikmah”. Dan sebagai balai penerjemahan, khalifah

menggaji banyak ahli dari berbagai cabang ilmu, juga

memberikan kepada mereka hadiah-hadiah berupa emas

seberat buku yang diterjemahkannya.

Dengan demikian di masa al-Makmun ada  tiga

macam aktivitas pengembangan ilmu, pertama, digalakkannya

diskusi-diskusi ilmiah di kalangan para tokoh dan ahli. Kedua,

dilakukannya penerjemahan buku-buku secara besar-besaran

ke dalam bahasa Arab. Ketiga, didirikannya perpustakaan

sebagai tempat penyimpanan buku-buku ini . Untuk tiga

hal itu al-Makmun bertindak sebagai motor penggeraknya.

Hal itu membuktikan keintelektualan al-Makmun dan

kecintaannya kepada ilmu pengetahuan.

Sebagai Syekh penerjemah pada saat itu yaitu  Hunain

bin Ishak, salah seorang sarjana yang paling besar dan mulia

di zamannya. Dia yaitu  seorang Kristen Nestarian yang pada

waktu mudanya bekerja sebagai apoteker pada seorang dokter

pribadi khalifah.

Kecakapan Hunain sebagai penerjemah ditegaskan

oleh berita yang menyatakan bahwa dia sebagai penerjemah

menerima upah sebanyak 500 dinar setiap bulan, melebihi dari

yang diperoleh para penerjemah lainnya. Gaji ini 

merupakan nilai yang cukup mahal untuk ukuran saat itu.

Selain itu al-Makmun membayar buku-buku terjemahan

dengan emas seberat kitab-kitab yang diterjemahkan. namun 

puncak kemasyhuran Hunain di kemudian hari bukan saja

sebagai penerjemah, namun juga sebagai dokter. Khalifah al-

Makmun mengangkatnya sebagai dokter pribadi.

Maka kombinasi dari “Balai Ilmu” sebagai akademi,

sebagai balai penerjemah dan sebagai perpustakaan,

menjadikan kota Baghdad yang megah itu menjadi kota

intelektual dan sebagai profesornya warga  Islam yang

diminati oleh para ilmuwan, pujangga, sastrawan, dan tokoh-

tokoh warga  lainnya. Secara berbondong-bondong

mereka datang ke kota itu untuk mendiskusikan berbagai

cabang ilmu pengetahuan dan menerjamahkan buku ke dalam

bahasa Arab.

Dapat lebih ditegaskan lagi, bahwa ada beberapa faktor

untuk mewujudkan terciptanya perkembangan ilmu

pengetahuan dan intelektual. Pertama, kesejahteraan hidup

melalui perbaikan ekonimi. Di masa khalifah Harun, para

cendikiawan, pujangga, sastrawan, dan lain-lain diberikan

fasilitas hidup. Mereka tinggal di istana khalifah. Di masa al-

Makmun, mereka digaji mahal.

Kedua, ilmu pengetahuan dihargai. Di masa khalifah

Harun, ia dan keluarga Persia berlomba-lomba memberi

hadiah kepada para penerjamah dalam bentuk emas seberat

buku yang diterjamahkannya.

Ketiga, penguasa negara yaitu  orang yang bermental

ilmiah. Dari mereka diharapkan sokongan dan dukungan

menyediakan sebagian fasilitas negara untuk pengembangan

ilmu dan imtelektual, seperti khalifah al-Mansur, Harun al-

Rasyid, dan al-Makmun. Mereka menjadi mesin penggerak

berkembangnya ilmu pengetahuan. Pada masa mereka

lahirlah berbagai cabang ilmu pengetahuan beserta tokoh-

tokohnya.

7.5  Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan mengalami perkembangan pesat

pada masa Daulah Abbasiyah, melalui tiga pengembangan

ilmu, yang telah disebutkan di atas, yaitu diskusi ilmiyah,

penerjamahan buku-buku dan perpustakaan. Di antara ilmu-

ilmu umum yang berkembang pada masa Daulah Abbasiyah

yaitu  sebagai berikut:

1. Ilmu Kedokteran

Ilmu kedokteran Islam telah ada semenjak masa

Rasulullah. Di kala itu dokter yang terkenal yaitu  Al-

Harits bin Al-Kananah. Kedokteran Islam baru

berkembang pada masa dinasti Abbasiyah sesudah 

mendapat pengaruh dari Judhisafur dan Iskandariyah.

Judhisafur yaitu  sebuah perguruan kedokteran

di Persia, dan ada  dokter-dokter yang berkumpul dari

Yunani, Persia dan India. Sedangkan Iskandariyah pada

waktu itu merupakan pusat kedokteran Yuanani di timur.

Pengaruh langsung dari Judhisafur ke dalam Islam terjadi

saat  al-Mansur meminta bantuan dokter-dokter dari

sana. Pada waktu itu yang mengepalai pusat medisnya

yaitu  Jirjis Bukhtyshu. Selain itu melalui penerjemahan

buku-buku kedokteran berbahasa Persia, Yunani dan India

ke dalam bahasa Arab turut juga mempengaruhi

berkembangnya ilmu kedokteran dalam Islam.

Penerjemahan pertama buku kedokteran berbahasa Persia

ke dalam bahasa Arab yaitu  al-Muqaffa, sedangkan,

sedangkan penerjemah yang paling terkenal yaitu 

Hunain bin Ishak, dan dia sekaligus sebagai dokter pribadi

al-Mukmin.

Akhirnya, melalui terjemahan-terjemahan buku

ini  melahirkan tokoh besar kedokteran Islam,

seperti Ali bin Rabba al-Thabari, al-Razi dan Ibn Sina.

Bahkan dua yang terakhir sangat berpengaruh di timur

dan barat. Sumbangan terbesar al-Razi yaitu  tentang

cacar dan campak, sedangkan karya terbesar Ibn Sina di

bidang kedokteran yaitu  bukunya al-Qanun fi al-

Thibbi.

2. Ilmu Matematika

Perkembangan ilmu matematika dalam Islam

terjadi pada masa al-Mansur sebab perencanaan

pembangunan  kota Baghdad didasarkan pada

perhitungan matematis, sebab banyak berkumpul

matematikawan untuk meneliti rencana ini . Salah

satu sumbangan besar matematikawan muslim yaitu 

penemuan dan pemakaian angka 0 (nol) dalam bahasa

yang disebut sifir. Tanpa angka ini akan menyulitkan

manusia dalam membuat simbol-simbol bilangan. Dalam

hal ini barat ketinggalan 250 tahun dari Islam.

Di antara matematikawan muslim yang terkenal

yaitu  Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Dialah yang

paling berjasa dalam memperkenalkan angka-angka

dalam perhitungan sebagai ganti alfabeta dan dia pula

orang pertama yang membicarakan aljabar secara

sistematis.

3. Ilmu Astronomi

Ilmuan-ilmuan muslim merupakan pakar

astronomi. Ilmu astronomi diperlukan untuk tujuan-

tujuan keagamaan, seperti menentukan waktu shalat,

waktu fajar dan munculnya bulan di bulan Ramadhan

serta menentukan arah kiblat. Para astronom muslim

mempelajari karya-karya Yunani dan Iskandariyah

khususnya Al-Magnestya Ptolemius, di samping karya

orang-orang Chadea, Syria, Persia dan India. Di masa

pemerintahan al-Mansur, dia menyuruh Abu Yahya al-

Batriq menerjemahkan buku Quadripartitumnya

Ptolemius ke dalam bahasa Arab yang berisi tentang

pengaruh bintang-bintang dan buku-buku geometri dan

fisika yang dimintanya dari Kaisar Byzantium. 258

Di antara sarjana-sarjana astronom muslim yaitu 

Tsabit bin Qurra, al-Balhi, Hunain bin Ishak, Al-Abbadi

al-Battani, al-Buzjani al-Farghani dan lain-lain. Dan sarjana

astronomi muslim termasyhur pada masa al-Makmun

yaitu  Yahya bin Mansur. Dia mengumpulkan tabel-tabel

astronomi bekerja sama dengan Samad bin Ali. Buku

“ Prinsip-prinsip Astronomi ”  karangan al-Farghani

memperoleh penghargaan tinggi di Universitas Bologna

di Italia, selama masa renaeissance.

Ilmu fisika pun turut berkembang pesat pada masa

dinasti Abbasiyah. Di antara fisikawan muslim terkenal

yaitu  Ibn Sina. Dalam bukunya al-Syifa’, dia membahas

tentang kecepatan suara dan cahaya. Menurut pendapatnya

penglihatan mendahului pendengaran. Hal ini dipicu 

kenyataan bahwa melihat tidak memerlukan waktu,

sementara mendengar memerlukannya. Jangkauan

penglihatan lebih jauh daripada jangkauan pendengaran.

Akan namun kilat lebih cepat dari petir walaupun terjadi

secara bersamaan. Jadi kilat terdengar sesaat , sedangkan

petir terdengar belakangan.

Ibn al-Haitsham termasuk juga dalam jajaran

fisikawan terkemuka. Ia juga seorang peneliti optik yang

besar. Ia dikenal di Eropa dengan nama al-Hazen. Ia

menulis kira-kira 24 buah buku tentang fisika.

Al-Biruni terkenal sebab sumbangan-

sumbangannya dalam bidang fisika. khususnya mekanika

dan hidrosatika. Dia membahas tekanan dan ekuilibrium

benda-benda cair dan semburan ke atas dari mata air. Al-

Biruni menetapkan grafitasi 18 macam logam sampai 4

desimal.

Al-Kahzin mengatakan bahwa udara yaitu  suatu

zat yang memiliki berat. Dia juga menunjukkan bahwa

udara memiliki tenaga mengangkat ke atas, sama

halnya dengan tenaga air sehingga berat sesuatu benda di

udara kurang dari berat yang sesungguhnya. Lebih lanjut

dia menyatakan bahwa kuat grafitasi berubah sesuai

dengan jarak antara benda yang jatuh dengan benda yang

menariknya.

Karya-karya Ibn Sina, Ibn al-Haitsham, al-Biruni,

al-Khazin dan sarjana-sarjana muslim lainnya tetap

menjadi karya-karya standar dan dipelajari oleh sarjana-

sarjana Barat sampai akhir abad ke 17.261

4. Ilmu Kimia

Jabir bin Hayyan terkenal di seluruh dunia sebagai

Bapak ilmu kimia muslim. Bahkan ada yang berpendapat

bahwa tidak ada ilmu kimia sebelum Jabir dalam

pengertian yang sesungguhnya (sebelumnya hanya untuk

tujuan-tujuan praktis). Jabir mangajukan gagasannya

tentang pengubahan beberapa macam logam menjadi

emas murni. Disebutkannya dalam ilmu kimia ada

keseimbangan, sebab emas yaitu  logam yang paling

tahan terhadap panas, maka jika ada keadaan sumbang

dalam empat property logam, maka yaitu  mungkin

untuk mengubahnya menjadi emas murni.

Buku-buku Jabir tentang kimia dan sains-sains

lainnya telah diterjamahkan ke dalam bahasa Latin dan

menjadi rujukan standar dan dipelajari sarjana-sarjana Eropa

seperti Kupp, Halmyard, M. Berthelat, P. Krans dan G. Sarten.

Al-Magriti juga salah seorang ilmuan-ilmuan

kimia. Dia menulis sebuah buku mengenai kimia yang

diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan sekarang dianggap

sebagai sumber penting mengenai sejarah kimia.

5. Ilmu Farmasi

Ilmu farmasi yaitu  pelengkap bagi ilmu

kedokteran, sehingga dokter-dokter muslim menulis

tentang farmasi dan botani sebagai dua ilmu yang sangat

berguna dalam pengobatan, sehingga Ibn Sina dalam karya

monumentalnya, al-Qonun fi al-Tibbi menyediakan satu jilid

khususnya membahas materi-materi kedokteran dan

farmasi. Dia mendeskripsikan dengan rinsi tentang

tetumbuhan yang menghasilkan obat dan beberapa

macam hewan dan barang-barang tambang yang juga

menghasilkan obat.

Juga al-Biruni menulis sebuah buku tentang bahan

obat-obatan dengan judul farmasi. Demikian juga Ibn Al-

Haytsham menulis sebuah buku yang berjudul pengobatan

yang terdiri dari 30 jilid.263

6. Ilmu geografi

Geografi dalam Islam muncul sebagai ilmu akibat

perkembangan kota Baghdad sebagai pusat perdagangan.

Hal itu mendorong umat Islam untuk mewujudkan

keamanan dalam perjalanan, sehingga muncul lah ilmu

geografi. Karena banyak di antara mereka yang membuat

catatan tentang daerah-daerah lawatan yang akan dilaluinya.

Di masa awal dinasti Abbasiyah telah muncul ahli

geografi muslim bernama Ibn Khardazabah yang menulis

sebuah buku tentang geografi dengan judul al-Masalik wa

al-Mamalik. Buku ini merupakan buku geografi tertua

dalam bahasa Arab.264

Karya-karya besar umat Islam dalam bidang ilmu-

ilmu kealaman ini mambawa pengaruh cukup besar bagi

peradaban Barat hingga dewasa ini. Karena banyak karya-

karya mereka yang dijadikan buku standar pada Universitas-

universitas Barat berabad-abad lamanya. Pengaruh karya-

karya ilmuan-ilmuan ini menerobos ke Barat melalui

Andalusia, Cicilia, Perang Salib, Baghdad dan Mesir.

7. Falsafat

Kaum Muslimin baru mengenal falsafat sesudah 

mereka bergaul dengan bangsa-bangsa lain, seperti Yunani,

Persia, dan India. Dan sesudah  buku-buku falsafat mereka

diterjamahkan ke dalam bahasa Arab pada masa dinasti

Abbasiyah. Filosof Muslim pertama yaitu  Al-Kindi (194 –

260 H / 809 – 873 M). al-Kindi sangat terpengaruh dengan

falsafat Aristoteles tentang hukum kausalitas dan sebagian

dari falsafat Neoplatonisme. Dalam dunia falsafat dia

dijuluki dengan filosof Arab. Karena dialah satu-satunya

orang Arab yang menekuni falsafat, di samping sebagai

seorang filosof, dia juga terkenal dalam bidang matematika,

astronomi, geografi, dan lain-lain.265

Filosof  besar Muslim lainnya yaitu  Ibn Sina (370

– 428 H / 980 – 1087 M). meskipun dia berusia pendek,

namun sempat meninggalkan karya yang penting antara

lain: al-Syifa’, al-Qonun fi al-Tibbi, al-Musiqa, dan al-Mantiq.

Di antara pengagumnya yaitu  Alberto Magnus, guru

Thomas Aquino.

Al-Farabi (259 – 339 H / 873 – 950 M) dikenal dalam

dunia falsafat dengan julukan al-Muallim al-Tsani (guru

kedua sesudah  Aristoteles). Selain sebagai filosof, dia juga

dikenal sebagai peletak dasar ilmu musik dan dia telah

memberikan pembagian ilmu pengetahuan secara

sistematis. Dengan demikian dia dipandang sebagai

pelanjut tugas Aristoteles.266

Al-Ghazali (450 – 505 H / 1055 – 1111 M) dikenal

sebagai salah seorang filosof muslim terkemuka. Karena

kedalaman ilmunya, dia dikenal sebagai Hujjatul Islam.

Dalam sejarah filsafat dia dikenal sebagai orang yang pada

mulanya syak terhadap segala-galanya. Dia mencari

kebenaran yang sebenarnya. Pada mulanya dia dapat

melalui panca indra, namun baginya kemudian ternyata

bahwa panca indra itu juga dusta. Karena tidak percaya

pada panca indra, dia kemudian meletakkan

kepercayaannya pada akal. namun  akal juga tidak dapat

dipercayai. Dia mempelajari filsafat. Ternyata baginya

argumen-argumen yang dikemukakan para filosof tidak

kuat. Kemudia dia mengkritik para filosof. Akhirnya

tasawuflah yang dapat menghilangkan rasa syak yang

lama mengganggu pikirannya. Dalam tasawuf, dia

memperoleh keyakinan yang dicarinya.267

7. 4. Peranan Orang Persia Dalam Pemerintahan Daulah

Abbasiyah

Pada masa Daulah Umawiyah I berkuasa, orang-orang

Persia dianaktirikan baik secara politik, ekonomi maupun

sosial, maka sebagai bangsa yang sudah pernah mencapai

kemajuan dan kebudayaan yang tinggi tidak dapat menerima

perlakuan ini .

Oleh sebab itu mereka berpihak kepada Bani Abbas

disaat Bani Abbas ingin menumbangkan Daulah  Umayyah.

Setelah Daulah  Umayyah tumbang dan Bani Abbas berdiri,

maka Bani Abbas menjadikan orang Persia sebagai tulang

punggung pemerintahan yang baru mereka dirikan dengan

memberikan jabatan-jabatan penting kepada orang-orang

Persia.

Hubungan kekeluargaan itu  dimulai dari isteri

khalifah Abu Abbas al-Syafah memelihara anak perempuan

Khalid bin Barmaki, kemudian sebaliknya anak Khalifah

dipelihara oleh isteri Khalid ibn Barmaki.268 Maka terjalinlah

hubungan kekeluargaan yang erat di antara mereka. Oleh

sebab itu, kehadiran orang-orang Persia dalam pemerintahan

Daulah Abbasiyah sudah terjalin sebelum berdirinya

pemerintahan Daulah Abbasiyah.

Peran orang Persia dalam pemerintahan Daulah

Abbasiyah dimulai sejak masa pemerintahan Khalifah Abu

Abbas al-Syafah sebab Khalid ibn Barmaki dipercaya

menduduki jabatan menteri keuangan oleh khalifah al-Syafah,

kemudian sehabis itu diangkat menjadi gubernur di

Tabaristan.

Selanjutnya pada masa pemerintahan al-Mansur

peranan orang-orang Persia semakin meningkat karena

khalifah al-Mansur mengangkat Khalid bin Barmaki menjadi

wazir (perdana menteri) yang kedudukannya sebagai orang

kedua di bawah Khalifah. Nampaknya kecakapan yang

dimiliki oleh keluarga Persia ini  memicu mereka

dipercaya khalifah-khalifah untuk menduduki jabatan-jabatan

penting dalam pemerintahan.

Kemudian saat  khalifah al-Mahdi anak al-Mansur

menduduki jabatan khalifah menggantikan ayahnya, maka

diapun mempercayakan wazirnya kepada anak Khalid ibn

Barmaki, yaitu Yahya ibn Khalid, selain itu diapun kawin

dengan orang Persia yang kelak menjadi ibu Harun al-Rasyid.

Maka andil orang-orang Persia semakin meningkat dan

mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Harun al-

Rasyid dan al-Makmun.

Pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid, dia telah

benar-benar memberikan peranan yang penting kepada orang-

orang Persia. Selain dia mengangkat Yahya dalam jabatan

wazir juga kemudian digantikan oleh Ja’far ibn Khalid, bahkan

semua jabatan tinggi negara baik sipil maupun militer telah

diduduki oleh orang-orang pilihan dari keluarga Persia, juga

mereka diberikan wewenang penuh untuk mengatur pajak

dalam pemerintahan.

Selain itu, sumbangan bangsa Persia dalam memajukan

pemerintahan Daulah Abbasiyah yaitu  mempersembahkan

istana-istana yang mereka bangun di Baghdad timur karena

mereka telah menjadi hartawan yang kaya.

Ada satu istana yang di bangun oleh wazir Ja’far yang

diberinama “istana Ja’farin” yang disumbangkannya kepada

khalifah Harun al-Rasyid dalam kedudukannnya sebagai

khalifah.

Andil mereka yang lain dalam pemerintahan Daulah

Abbasiyah yaitu  kedermawanan mereka yang memberikan

hadiah-hadiah kepada para penyair, ahli ilmu, sehingga ilmu

pengetahuan berkembang dengan pesat, juga mereka pandai

mengatur administrasi negara, sehingga pemerintahan Daulah

Abbasiyah menjadi kaya raya sebab pendapatan negara

meningkat yang membuat kehidupan warga menjadi

makmur.

Akibat dari kemampuan dan ketangguhan mereka

dalam mengendalikan pemerintahan Daulah Abbasiyah

membuat nama mereka terkenal dimana-mana yang

membuat mereka menjadi pujaan dan buah tutur atau buah

bibir warga . Sehingga secara politis, populernya nama

mereka memicu  wibawa pemerintahan beralih

kepada mereka sehingga wajah dihadapkan kepada mereka

dan orangpun tunduk kepada mereka, dan juga orang

menggantungkan harapan hanya kepada mereka, bukan

kepada Khalifah.

Akan namun sebab khalifah Harun al-Rasyid dan Al-

Makmun masih kuat, maka mereka berdua dapat

mengendalikan peranan orang-orang Persia ini  sehingga

wibawa mereka sebagai khalifah tetap dihormati orang.

Sikap Harun al-Rasyid dan al-Makmun yang

mengistimewakan orang-orang Persia mungkin sebab pengaruh

ibunya yang bernama Khaisran isteri Khalifa al-Mahdi atau

sebab pengaruh isteri al-Makmun yang berasal dari Persia.

Dengan demikian orang-orang Persia bagi Harun dan al-

Makmun bukan orang luar melainkan yaitu  keluarga sendiri

baik dari pertalian ibu maupun dari pertalian isteri.

Dari gambaran yang telah di bentangkan di atas dapat

disimpulkan bahwa betapa tingginya peranan orang-orang

Persia dalam memajukan pemerintahan Daulah Abbasiyah

yang mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Khalifah

Harun al-Rasyid dan al-Makmun.

Peran yang dimainkan orang-orang Persia ini

mengalami penurunan dan bahkan kehancurannya pada masa

pemerintahan Khalifah al-Muktasim (saudara al-Makmun,

ibunya berasal dari Turki) yang memerintah sesudah al-

Makmun, penyebabnya sebab mereka tidak menyetujui   al-

Muktasim diangkat menjadi Khalifah, sesudah al-Makmun

malahan mereka mengusulkan anak al-Makmun bernama

Abbas diangkat menjadi Khalifah.

II. Periode Disintegrasi

8. Masa Kemunduran Daulah Abbasiyah dan Faktor-

Faktornya

Periode disintegrasi ditandai dengan menurunya

kekuasaan Khalifah di bidang politik sebab dilanda

perpecahan. Politik sentral Khalifah telah berpindah ke

daerah-daerah. Pemerintahan Daulah Abbasiyah banyak

melakukan tidakan yang tidak menyenangkan warga yang

memicu  warga menjauhkan diri dari pemerintahan

pusat dan mendirikan pemerintahan-pemerntahan kecil di

daerah, akibatnya kekuasaan sentral pusat menjadi hilang

peranannya kalau tidak diktakan lumpuh, maka Khalifah

hanya sebagai lambang belaka.

Akibat dari itu semua Khalifah Abbasiyah yang lemah

meminta bantuan kepada Dinasti yang kuat di daerah untuk

membantunya mengatasi tekanan Sultan yang telah terlebih

dahulu masuk dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah.

8.1. Tekanan Orang Turki

Sejarah masuknya orang-orang Turki ke dalam

pemerintahan Daulah Abbasiyah diawali dari  kebijaksanaan

al-Makmun yang menunjuk saudaranya al-Muktashim menjadi

khalifah sepeninggal beliau, saat  itu orang-orang Persia tidak

setuju sebab mereka berkeinginan agar al-Makmun

mengangkat anaknya yang bernama Abbas menjadi khalifah.

Hal itu  tidak  diinginkan   al-Makmun. Akhirnya al-Muktasim

diangkat al-Makmun menjadi Khalifah menggantikannya.

Setelah al-Muktasim naik tahta, dia memindahkan ibu

kota Daulah Abbasiyah dari Baghdad ke Samarra kira-kira 95

Km ke arah hulu sungai Tigris dengan membangun istana dan

asrama-asrama tentara yang akan menampung 250.000

tentara. Dan sebagian dari kota yang dibangunnya itu

diberikannya kepada kepala-kepala suku Turki.274

Pilihannya jatuh kepada orang-orang Turki sebab dia

sendiri atau ibunya berasal dari Turki. Untuk memperkuat

pemerintahannya, maka dibentuknya lah tentara reguler yang

terdiri dari orang-orang Turki yang berasal dari para budak.

Orang Turki yang terkenal jiwa militernya semakin hari

semakin memperlihatkan prestasi mereka dalam bidang militer.

Akibatnya, pangkat-pangkat tertinggi dalam kemiliteran

diberikan kepada mereka sehingga secara perlahan-lahan

tentara Arab dan Persia semakin terdesak ke belakang.


Begitu besarnya peranan orang-orang Turki ini 

dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah memicu tentara

dari unsur Arab dan Persia terpaksa mencari jalan ke

Related Posts:

  • sejarah peradaban islam 5 rpecahan politik pada masa Muluk al-Thawa’if menjadi penyebab mundurnya pemerintahanIslam Spanyol, walaupun tidak menjadi penyebabmundurnya pera… Read More